Kasus: pelecehan seksual

  • Dokter PPDS UI Perekam Mahasiswi Mandi Jadi Tersangka dan Langsung Ditahan

    Dokter PPDS UI Perekam Mahasiswi Mandi Jadi Tersangka dan Langsung Ditahan

    Jakarta

    Polres Metro Jakarta Pusat telah menangkap seorang dokter program pendidikan dokter spesialis (PPDS) di Universitas Indonesia (UI) yang diduga merekam seorang mahasiswi yang sedang mandi. Polisi telah menetapkan tersangka dan menahan pelaku.

    “Selanjutnya melaksanakan gelar perkara dan terhadap terlapor telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan mulai tanggal 17 April 2025,” kata Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Susatyo Purnomo Condro ketika dihubungi, Jumat (18/4/2025).

    Setyo belum menjelaskan lebih detail terkait perkara tersebut. Konferensi pers akan dilakukan pada hari Senin (21/4).

    “Terhadap tersangka diterapkan Pasal 29 jo. Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 35 jo. Pasal 9 UU RI no 44 tahun 2008 tentang Pornografi ancaman pidana penjara paling lama 12 tahun,” kata dia.

    Sebelumnya, korban melaporkan kejadian itu pada Selasa (15/4). Polisi kemudian memeriksa empat orang saksi hingga mengamankan pelaku.

    UI Buka Suara

    UI buka suara terkait penangkapan dokter PPDS. UI prihatin dan menyesalkan adanya laporan pelecehan seksual yang melibatkan mahasiswa UI.

    Pihak UI belum bisa menanggapi secara menyeluruh sebab kasus masih dalam proses penanganan. UI mengatakan bakal menjaga privasi pihak terlibat dalam kasus ini.

    (ial/isa)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Kasus Pelecehan Seksual oleh Oknum Dokter Terjadi di Malang, Ini Tindakan Tegas Kemenkes – Halaman all

    Kasus Pelecehan Seksual oleh Oknum Dokter Terjadi di Malang, Ini Tindakan Tegas Kemenkes – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Wakil Menteri Kesehatan, Prof. Dante Saksono Harbuwono, menyampaikan respons tegas Kemenkes terhadap dugaan kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh seorang oknum dokter di Malang. 

    Ia menegaskan bahwa segala bentuk tindakan asusila yang tidak sesuai dengan nilai-nilai etika dan profesionalisme medis akan ditindaklanjuti secara serius oleh Kementerian Kesehatan, maupun aparat penegak hukum.

    “Setiap kegiatan yang berada di dalam maupun di luar konteks layanan, jika tidak sesuai dengan etika, akan kami tindaklanjuti. Itu mencederai sumpah dokter,” tegas Prof. Dante dalam pernyataan resmi, Jumat (18/4/2025). 

    Ia menjelaskan bahwa sumpah dokter merupakan komitmen moral dan profesional dalam memberikan pelayanan kesehatan yang berlandaskan nilai-nilai kemanusiaan. 

    Oleh karena itu, tindakan asusila oleh tenaga medis tidak hanya mencoreng profesi, tetapi juga mencederai kepercayaan masyarakat.

    “Kalau ada kegiatan-kegiatan yang bersifat asusila, maka akan kami tindaklanjuti tidak hanya dari aspek etik, tapi juga aspek hukum dan legalitas,” ujarnya.

    Prof. Dante mencontohkan penanganan kasus serupa di masa lalu, di mana Kementerian Kesehatan melalui Konsil Kesehatan Indonesia (KKI) mencabut secara permanen Surat Tanda Registrasi (STR) seorang dokter yang terbukti melakukan pelanggaran etik berat.

    “Ini adalah bentuk nyata dari sanksi tegas kami. Kalau STR dicabut, maka dia tidak bisa praktik lagi selamanya,” imbuhnya.

    Ia menyatakan keprihatinannya atas masih adanya oknum tenaga medis yang menyalahgunakan profesi. 

    Menurutnya, kejadian ini menjadi pengingat penting untuk terus memperkuat sistem pembinaan dan pengawasan terhadap tenaga kesehatan.

    Sebagai langkah preventif, Kementerian Kesehatan berkomitmen memperkuat pembinaan melalui kolaborasi dengan Konsil Kesehatan Indonesia (KKI), organisasi profesi, serta institusi pendidikan kedokteran, khususnya dalam penguatan pendidikan etika medis.

    Lebih lanjut, Wamenkes mengungkapkan bahwa Kementerian Kesehatan akan menerapkan tes kepribadian _Minnesota Multiphasic Personality Inventory_ (MMPI) dalam proses seleksi calon dokter. 

    Tes ini bertujuan untuk menyaring potensi gangguan psikologis yang tidak sesuai dengan karakter profesi medis.

    “Kalau hasilnya menunjukkan ada kelainan psikologis dan tidak cocok untuk profesi dokter, maka akan kami tolak, walaupun nilai akademiknya bagus,” tegas Prof. Dante.

     

  • Nasib Dokter Cabul di Malang, Rumah Sakit Sebut Sudah Dinonaktifkan Sementara – Halaman all

    Nasib Dokter Cabul di Malang, Rumah Sakit Sebut Sudah Dinonaktifkan Sementara – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Seorang dokter berinisial AY diduga melakukan pelecehan seksual yang korbannya adalah pasiennya sendiri.

    Korban merupakan seorang perempuan yang berinisial QAR yang dilecehkan saat menjalani rawat inap.

    Aksi tindak pelecehan tersebut diduga dilakukan AY pada September 2022 lalu.

    Mendengar hal tersebut, Supervisor Humas Persada Hospital, Sylvia Kitty Simanungkalit menuturkan bahwa AY telah dinonaktifkan.

    Ia menuturkan, pihak rumah sakit juga melakukan investigasi internal terkait kasus ini.

    “Terkait pemberitaan yang beredar, kami mengkonfirmasi bahwa yang bersangkutan (AY) adalah dokter di Persada Hospitall,”

    “Saat ini, yang bersangkutan telah dinonaktifkan sementara sambil menunggu proses investigasi internal yang sedang berjalan,” ujarnya, dikutip dari TribunJatim.com.

    Ia menuturkan bahwa pihak rumah sakit menolak segala jenis bentuk pelanggaran kode etik.

    “Kami dari Persada Hospital menolak  tegas segala bentuk pelanggaran etik,” ujarnya.

    Sebagai tindak lanjut, pihak rumah sakit membentuk tim investigasi internal.

    Apabila AY terbukti bersalah, maka pihak rumah sakit akan menindak tegas pelaku sesuai hukum yang berlaku.

    “Termasuk membentuk tim investigasi internal untuk menelusuri kasus ini secara menyeluruh,”

    “Apabila terbukti bersalah, kami akan menindak tegas pelaku sesuai hukum yang berlaku,” tandasnya.

    Pengakuan Korban

    QAR menceritakan, aksi pelecehan seksual tersebut dialaminya saat ia sakit di tengah liburannya di Malang, Jawa TImur.

    “Pada bulan September itu, saya berangkat sendirian ke Malang buat liburan.”

    “Tetapi karena saya ini orangnya ringkih, akhirnya saya mengalami sakit,” jelasnya saat dikonfirmasi lewat telepon pada Rabu (16/4/2025).

    Kepada SuryaMalang.com, saat mencari informasi rumah sakit secara online, ia diarahkan ke salah satu rumah sakit swasta di Kota Malang.

    “Lalu di tanggal 26 September 2022 sekitar jam 01.00 WIB dinihari, saya menuju ke Persada Hospital dan masuk lewat Instalasi Gawat Darurat (IGD).”

    “Lalu, di situ saya ketemu dengan dokter berinisial AY dan diperiksa terus sempat diinfus,” terangnya.

    Saat diperiksa, QAR didiagnosa mengalami sinusitis dan vertigo berat serta harus menjalani pemeriksaan rontgen.

    Saat menunggu hasil rontgen, AY mengarahkan QAR ke bagian meja perawat untuk memberikan nomor kontaknya lalu diperbolehkan meninggalkan rumah sakit.

    “AY ini bilang untuk menyerahkan nomor kontak Whatsapp (WA) ke meja suster.”

    “Alasannya, hasil rontgen akan dikirim oleh pihak rumah sakit ke nomor WA saya,” tambahnya.

    Namun, ternyata kondisinya tak membaik dan di hari yang sama ia kembali ke rumah sakit tersebut.

    Setelah diobservasi, ia kemudian dipindahkan ke ruangan VIP.

    Pada 27 September 2022, hasil rontgen keluar, namun QAR terkejut karena yang memberitahu hasilnya bukan pihak rumah sakit namun dari nomor WA dokter AY.

    Mulanya, QAR berpikiran positif, namun AY terus melakukan chat yang mengarah ke hal pribadi.

    “Di dalam chat-nya, AY tanya kabar saya lalu tanya sudah tidur kah sambil juga menawarkan kopi.”

    “Tetapi chat itu tidak saya balas, karena saya merasa dokter kok seperti ini,” imbuhnya.

    Ketika menjalani rawat inap tersebut, AY datang untuk melakukan pemeriksaan.

    Saat itu, AY meminta QAR untuk membuka baju rawat inapnya.

    “Alasannya mau diperiksa dan meski sudah tidak nyaman, tapi masih menuruti.”

    “Dari situ saya mulai berpikir, kok jadi seperti ini dan hal itu membuat saya bingung sekaligus ketakutan. Akhirnya, saya menuruti,” ujarnya.

    Saat melakukan pemeriksaan, QAR mengaku AY juga mengeluarkan HP.

    “Saya bilang, ngapain dok kok mengeluarkan HP. Si AY menjawab mau balas WA teman, jadi posisinya tangan kanan masih pegang stetoskop menempel di dada kanan saya dan tangan satunya memegang HP.”

    “Tetapi, posisi HP nya itu berada tepat mengarah ke dada saya. Langsung saya tarik baju ke atas dan menutup bagian dada, dan saya bilang ke AY mau tidur istirahat,” bebernya.

    AY setelah itu keluar kamar dan keesokan harinya QAR diperbolehkan pulang karena kondisi sudah membaik.

    Polisi Minta Korban Segera Melapor

    Menanggapi hal tersebut, Satreskrim Polresta Malang Kota meminta terduga korban untuk segera melapor.

    Demikian yang disampaikan oleh Kasat Reskrim Polresta Malang Kota, Kompol Muhammad Soleh.

    “Kami minta kepada terduga korban, segera melapor ke kami.”

    “Pada intinya, siap menerima laporannya untuk kami proses,” ujarnya kepada Suryamalang.com, Kamis (17/4/2025).

    Ia juga menyatakan, bahwa laporan setiap masyarakat yang masuk akan diterima dengan baik dan akan segera ditindaklanjuti.

    “Tentunya, tidak hanya terkhusus untuk perkara ini saja.”

    “Melainkan, setiap laporan masyarakat yang kami terima akan diproses sesuai dengan prosedur.”

    “Untuk selanjutnya, kami akan melakukan penyelidikan dan pendalaman,” jelasnya.

    Kata Kuasa Hukum Korban

    Ditemui terpisah, penasihat hukum QAR, Satria Marwan, mengatakan kasus ini akan dibawa ke ranah hukum.

    “Saat ini, korban masih berada di tempat asalnya di Bandung dan saya masih koordinasi kapan bisanya korban datang ke Malang.”

    “Bersamaan dengan itu, kami juga melengkapi materi-materi hukumnya dan secepatnya akan melaporkan ke pihak kepolisian, mungkin ke Polresta Malang Kota atau langsung ke Polda Jatim,” bebernya, dikutip dari Suryamalang.com.

    Tak hanya itu, ia menuturkan pihaknya telah mengantongi bukti terkait kasus tindak asusila ini.

    “Bukti yang kami punya, yaitu bukti chat percakapan Whatsapp antara terduga pelaku dan korban. Yang mana bukti chat percakapan itu juga sudah diupload di akun Instagram korban,” tambahnya.

    Selain itu, Satria mengatakan QAR mengalami trauma psikis setelah kejadian pelecehan yang diduga dilakukan oleh AY.

    “Jadi, kenapa korban baru speak up dikarenakan adanya banyak faktor, yaitu korban ini bukan berasal dari Malang, jadi dia enggak punya teman di sini dan merasa takut,”

    “Dan kebetulan  belum lama ini ada kasus pelecehan seksual lainnya di Malang, korban mengetahui informasi tersebut dan memotivasi dirinya untuk speak up.”

    “Karena selama ini, korban cukup tersiksa batinnya dan mengalami trauma,”

    “Dan tadi saat kami berkomunikasi secara online lewat Zoom, korban terlihat berkaca-kaca dan menangis saat kembali menceritakan kejadian tersebut,” tandasnya.

    Sebagian artikel ini telah tayang di SuryaMalang.com dengan judul Korban Dugaan Pelecehan oleh Dokter Rumah Sakit Swasta di Malang Akan Lapor Polisi, Ada Bukti Chat

    (Tribunnews.com, Muhammad Renald Shiftanto)(SuryaMalang.com, Kukuh Kurniawan)

  • Wamenkes Sebut Dokter Pelaku Pelecehan Terancam Tak Bisa Praktik Seumur Hidup

    Wamenkes Sebut Dokter Pelaku Pelecehan Terancam Tak Bisa Praktik Seumur Hidup

    Jakarta

    Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono menyesalkan dugaan kasus pelecehan seksual yang dialami oleh perempuan berinisial QAR ketika berobat di rumah sakit swasta di Kota Malang, Jawa Timur. Dante menegaskan tindakan pelecehan seksual sudah menyalahi kode etik dan etika profesi dari kedokteran.

    “Saya sangat sedih dan sangat menyesalkan segala bentuk kegiatan di luar kegiatan tindakan etis yang seharusnya dilakukan berdasarkan sumpah dokter yang suci,” kata Dante, dikutip dari Antara, Jumat (18/4/2025).

    Pihak Kementerian Kesehatan bakal melakukan penyelidikan terkait kasus tersebut. Penyelidikan nantinya tidak hanya pada aspek etik dan etika, melainkan juga hukum dan legalitas.

    Dante mengatakan pihaknya juga bakal mencabut surat tanda registrasi (STR) dokter yang memang terbukti terlibat dalam kasus pelecehan atau kekerasan seksual.

    “Yang berkaitan dengan kegiatan asusila kami cabut standar registrasinya oleh Kementerian Kesehatan, kalau dicabut dia tidak bisa praktik seumur hidup,” sambungnya.

    Berkaitan dengan beberapa peristiwa serupa yang terjadi sebelumnya, Dante menekankan kembali pentingnya pengawasan dan pembinaan dokter bersama organisasi profesi. Ia juga menyinggung pentingnya pemeriksaan psikologis sebelum seseorang ditetapkan menjadi dokter atau spesialis.

    “Untuk penyaringan proses ujian akan ada proses penyaringan namanya penyaringan psikologis yang kita sebut sebagai Minnesota Multiphasic Personality Inventory (MMPI),” ujar Dante.

    “Yang tidak cocok untuk menjalankan profesi dokter tentu akan kami tolak walaupun secara akademis mampu. Kami akan terapkan dengan ketat,” tandasnya.

    (avk/kna)

  • Kasus Dugaan Pelecehan Seksual oleh Dokter di Malang, Kuasa Hukum Korban Siap Tempuh Jalur Hukum

    Kasus Dugaan Pelecehan Seksual oleh Dokter di Malang, Kuasa Hukum Korban Siap Tempuh Jalur Hukum

    Malang (beritajatm.com) – Kasus dugaan pelecehan seksual yang menyeret seorang dokter umum berinisial AY di Malang, Jawa Timur, memasuki babak baru. Kuasa hukum korban, perempuan berinisial QAR, menyatakan pihaknya akan segera melaporkan kasus ini ke aparat penegak hukum.

    “Kami ditunjuk oleh korban sebagai kuasa hukumnya. Perbuatan terduga pelaku ini melanggar UU RI No 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Kami akan melengkapi materi hukum dan secepatnya akan melapor ke pihak kepolisian,” ujar Satria Marwan, Kamis (17/4/2025).

    Menurut Satria, pihaknya tengah mengumpulkan bukti-bukti yang menguatkan laporan, termasuk percakapan melalui WhatsApp antara korban dan terduga pelaku. Bukti percakapan ini sebelumnya telah tersebar di media sosial dan menjadi perhatian publik.

    “Korban ini baru berani speak up karena adanya banyak faktor. Ia mengalami trauma dan merasa takut,” lanjut Satria.

    Kasus ini pertama kali mencuat di media sosial setelah QAR mengungkap pengalaman tidak menyenangkannya saat berobat pada 2022 silam. Ia menceritakan bahwa saat itu tengah mengalami sinusitis dan vertigo berat hingga harus datang ke instalasi gawat darurat (IGD) terdekat. Di sana, ia ditangani oleh AY, yang kemudian disebut mulai menghubungi QAR melalui pesan singkat.

    Komunikasi tersebut tidak direspons oleh QAR. Namun, dugaan pelecehan terjadi ketika AY memeriksa QAR dengan menggunakan stetoskop dan meminta korban membuka bajunya. Dengan dalih memeriksa jantung, AY menempatkan stetoskop di area payudara sebelah kanan. QAR juga menyebut AY diduga merekam atau memotret bagian tubuhnya saat memegang ponsel.

    AY belakangan diketahui bertugas sebagai dokter di Persada Hospital Malang. Pihak rumah sakit pun telah mengakui bahwa AY merupakan bagian dari tenaga medis mereka.

    Supervisor Humas Persada Hospital, Sylvia Kitty Simanungkalit, menjelaskan bahwa pihaknya langsung mengambil tindakan dengan menonaktifkan AY sementara sambil menunggu hasil investigasi internal.

    “Kami telah membentuk Tim Investigasi Internal untuk menelusuri kasus ini secara menyeluruh. Apabila terbukti, kami akan menindak tegas pelaku sesuai hukum yang berlaku. Kami tetap berkomitmen untuk memberikan pelayanan yang professional dan bermutu kepada masyarakat,” ujar Kitty, Rabu (16/4/2025).

    Kasus ini menjadi pengingat penting akan perlunya pengawasan ketat terhadap etika profesi medis serta sistem pendampingan hukum dan psikologis bagi korban kekerasan seksual. Publik pun menanti perkembangan lebih lanjut dari proses hukum yang akan ditempuh kuasa hukum QAR. [luc/suf]

  • IDI Malang Siapkan Sanksi Tegas untuk Dokter Diduga Lakukan Pelecehan Seksual pada Pasien

    IDI Malang Siapkan Sanksi Tegas untuk Dokter Diduga Lakukan Pelecehan Seksual pada Pasien

    Malang (beritajatim.com) – Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Malang menyatakan sikap tegas menyusul viralnya dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh seorang dokter umum berinisial AY terhadap pasien perempuan berinisial QAR.

    Ketua IDI Malang, Sasmojo Widito, menilai tindakan tersebut sebagai bentuk pelanggaran serius terhadap norma profesi dan etika kedokteran. “Norma etika dan profesi harus diikuti. Pelanggaran ini adalah bentuk ketidakprofesionalan. Kami akan rapat, karena ini kan baru muncul kasusnya,” ujar Sasmojo, Kamis (17/4/2025).

    Kasus ini bermula dari pengakuan QAR di media sosial yang mengaku menjadi korban pelecehan seksual oleh AY pada tahun 2022. Saat itu, QAR tengah mengalami sakit sinusitis dan vertigo berat hingga mendatangi instalasi gawat darurat (IGD) sebuah rumah sakit.

    Setelah kejadian itu, QAR mengaku sering menerima pesan singkat dari AY yang tidak ia tanggapi. Namun, tindakan tidak profesional muncul ketika AY diduga memanfaatkan momen pemeriksaan fisik dengan dalih memeriksa jantung, tetapi justru meletakkan stetoskop di payudara sebelah kanan. Bahkan, AY diduga menggunakan ponsel untuk merekam atau mengambil gambar tubuh QAR tanpa izin.

    Ketua IDI Malang menegaskan bahwa organisasi akan mengambil langkah tegas jika terbukti ada pelanggaran etik. “Kami juga menunggu dari rumah sakit. Tapi kami pasti akan melakukan pembinaan pada yang bersangkutan dan pasti akan ada sanksi,” ujar Sasmojo.

    AY diketahui merupakan tenaga medis di Persada Hospital Malang. Menanggapi kasus ini, pihak rumah sakit telah menonaktifkan sementara dokter tersebut dan membentuk tim investigasi internal.

    Supervisor Humas Persada Hospital, Sylvia Kitty Simanungkalit, menjelaskan bahwa pihaknya berkomitmen menegakkan nilai-nilai profesionalisme dalam layanan kesehatan.

    “Kami telah membentuk Tim Investigasi Internal untuk menelusuri kasus ini secara menyeluruh. Apabila terbukti, kami akan menindak tegas pelaku sesuai hukum yang berlaku. Kami tetap berkomitmen untuk memberikan pelayanan yang profesional dan bermutu kepada masyarakat,” ujar Kitty pada Rabu (16/4/2025).

    Sasmojo menambahkan bahwa seluruh tenaga medis harus senantiasa menjaga moralitas dan etika dalam menjalankan profesinya. Menurutnya, seorang dokter tak hanya harus menguasai akademik, namun juga soft skill. “Soft skill itu soal etika, moralitas, dedikasi, loyalitas, komitmen dan lainnya,” ujar Sasmojo.

    Kasus ini menjadi sorotan publik dan menimbulkan kekhawatiran akan turunnya kepercayaan masyarakat terhadap profesi dokter. IDI Malang menegaskan bahwa setiap pelanggaran akan ditindak secara transparan dan sesuai prosedur organisasi. [luc/suf]

  • 1
                    
                        Fakta Baru Pelecehan Seksual Dokter MSF di Garut: Kasus Beda di Kosan, Pengakuan 4 Kali
                        Bandung

    1 Fakta Baru Pelecehan Seksual Dokter MSF di Garut: Kasus Beda di Kosan, Pengakuan 4 Kali Bandung

    Fakta Baru Pelecehan Seksual Dokter MSF di Garut: Kasus Beda di Kosan, Pengakuan 4 Kali
    Editor
    KOMPAS.com
    – Kasus dugaan
    pelecehan seksual
    yang melibatkan tersangka
    dokter kandungan
    M
    Syafril Firdaus
    alias
    MSF
    menjadi sorotan.
    Fakta baru terungkap dalam konferensi pers Polres
    Garut
    yang mengungkap aksi pelecehan seksual yang terjadi di
    kamar kos
    pribadi MSF di kawasan Tarogong Kidul, Garut.
    Karena pelecehan tersebut pula, MSF telah ditetapkan menjadi tersangka. 
    “Atas nama pelapor inisialnya AED, TKP kekerasan seksual ini tempatnya di kamar kos tersangka,” ujar Kabid Humas Polda Jawa Barat, Kombes Hendra Rochmawan, dalam keterangan pers di Mapolres Garut, Kamis (17/4/2025).
    Informasi ini sekaligus memperluas lingkup penyelidikan karena berbeda dengan yang sebelumnya masyarakat ketahui, yakni dugaan pelecehan seksual dari video viral yang memperlihatkan tindakan pemeriksaan MSF terhadap pasien perempuan di sebuah klinik.
    Ternyata, ada kasus lain, yakni dugaan tindak pidana kekerasan seksual yang terjadi di luar fasilitas kesehatan.
    Kronologi Peristiwa
    Kronologi peristiwa bermula ketika korban, AED (24), menghubungi MSF melalui aplikasi pesan WhatsApp untuk berkonsultasi mengenai gangguan keputihan.
    Setelah pemeriksaan dilakukan di klinik pada 22 Maret 2025, MSF menyarankan vaksinasi tambahan senilai Rp 6 juta, yang kemudian disuntikkan di rumah orangtua korban.
    Namun, kejadian tak terduga terjadi setelah proses vaksinasi.
    Saat korban hendak pergi mengendarai motor, MSF yang datang menggunakan ojek
    online
    meminta untuk diantar karena arah mereka sejalan. Korban pun menyetujui.
    Di depan kamar kos MSF, korban ingin menyerahkan uang pembayaran, tetapi MSF menolak transaksi dilakukan di luar.
    Ia mengajak korban masuk ke dalam kamar kos dengan alasan tidak enak transaksi dilihat orang.
    MSF kemudian menarik tangan korban, menutup pintu, dan menguncinya.
    Ketegangan meningkat saat korban menyatakan akan melaporkan perbuatannya ke polisi.
    MSF justru mendorong korban hingga jatuh di kasur, lalu memegangi kedua tangannya dan melakukan pelecehan seksual.
    Korban melawan dengan menendang tersangka dan segera melarikan diri.
    Kombes Hendra menegaskan MSF kini telah dijerat dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
    “Ancaman hukumannya paling lama 12 tahun penjara dan denda sebesar Rp 300 juta,” katanya.
    4 Kali Lakukan Pelecehan
    Tersangka MSF mengaku empat kali melakukan perbuatan pelecehan seksual. Pengakuan ini disampaikan MSF dalam pemeriksaan awal oleh penyidik Polres Garut.
    “Dari hasil pemeriksaan sementara, pelaku mengakui sekitar empat kali dari hasil pemeriksaan sementara, tetapi kami masih mendalami,” ujar Kapolres Garut AKBP Mochamad Fajar Gemilang saat konferensi pers di Aula Mapolres Garut, Kamis (17/4/2025) pagi.
    Fajar menambahkan, penyidik masih terus mendalami kasus ini dan membuka kemungkinan bertambahnya jumlah korban, baik yang mengalami pelecehan di tempat praktik MSF maupun di luar.
    “Kami masih mendalami tentu dengan berjalannya waktu dan nanti korban-korban yang akan melaporkan akan memeriksa kembali, berapa korban yang mendapatkan kekerasan seksual ini, baik di fasilitas kesehatan maupun di luar,” katanya.
    Sementara itu, Kabid Humas Polda Jawa Barat Kombes Hendra Rochmawan mengimbau masyarakat dan pegiat media sosial untuk menjaga privasi korban serta mendukung proses hukum yang berjalan.
    (Penulis Kontributor Garut Kompas.com: Ari Maulana Karang)
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Polisi Duga Lebih dari Satu Korban Dokter Kandungan Cabuli Pasien di Garut

    Polisi Duga Lebih dari Satu Korban Dokter Kandungan Cabuli Pasien di Garut

    GARUT – Kepolisian Resor (Polres) Garut terus melakukan pendalaman kasus oknum dokter spesialis kandungan yang mencabuli pasiennya di Kabupaten Garut, Jawa Barat. Pendalaman dilakukan lantaran terindikasi perbuatan terduga pelaku dilakukan beberapa kali dan korbannya banyak.

    “Kita masih mendalami, tentu dengan berjalannya waktu, dan nanti korban-korban yang akan melaporkan akan memeriksa kembali berapa korban,” kata Kepala Kepolisian Resor Garut AKBP Mochamad Fajar Gemilang saat jumpa pers penetapan tersangka seorang dokter kasus asusila terhadap pasien di Markas Polres Garut, Kamis 17 April, disitat Antara.

    Ia menuturkan, Polres Garut saat ini sudah menetapkan oknum dokter inisial MSF (33) warga Bandung sebagai tersangka dalam kasus kejahatan seksual terhadap seorang pasien perempuan di Kabupaten Garut.

    Hasil pemeriksaan sementara terhadap tersangka, kata dia, sudah empat kali melakukan perbuatan asusila terhadap pasiennya, pengakuannya itu masih terus didalami, termasuk korbannya.

    “Dari hasil pemeriksaan sementara pelaku hanya mengakui sekitar empat kali dari hasil pemeriksaan sementara,” katanya.

    Ia menegaskan, pemeriksaan lebih dalam lagi itu untuk mengetahui berapa banyak korban yang menjadi kejahatan seksualnya, kemudian dilakukan di mana saja apakah di tempat fasilitas kesehatan atau ada tempat lain.

    “Berapa korban yang telah mendapatkan kekerasan seksual ini baik di tempat fasilitas kesehatan, maupun di luar fasilitas kesehatan,” katanya.

    Ia mengungkapkan, terkait pasien yang pernah menjadi korbannya diketahui banyak, namun untuk bersedia memberikan laporan secara resmi baru satu orang.

    Korban yang berani lapor itu, kata dia, terkait kasus pelecehan seksual yang dilakukan dokter di rumah kontrakannya pada 24 Maret 2025, sedangkan pasien lain yang menjadi korbannya belum memberikan laporan.

    “Banyak korban, namun yang membuat laporan secara tertulis baru satu, ada satu lagi korban, namun yang bersangkutan masih belum bersedia untuk dibuatkan laporan polisi, jadi masih berupa pemeriksaan saksi,” katanya.

    Polres Garut sebelumnya melakukan penyelidikan terkait sebaran video rekaman CCTV yang menayangkan dugaan pelecehan seksual oleh dokter terhadap pasien di sebuah klinik di Garut Kota.

    Jajaran Polres Garut kemudian mengamankan dokter yang ada dalam video tersebut, kemudian dilakukan pemeriksaan, dan diketahui ada kejadian dan korban lainnya sampai akhirnya ditetapkan sebagai tersangka.

    Kapolres mengimbau masyarakat yang pernah menjadi korban pelecehan maupun kejahatan seksual oleh dokter tersebut untuk segera lapor ke Polres Garut agar dapat ditindaklanjuti.

    “Para korban yang lainnya untuk dapat melaporkan hal ini kepada kepolisian,” katanya.

    Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kabupaten Garut dr Rizki Safaat menyatakan, pihaknya sudah menindaklanjuti terkait etik profesi dokter yang diduga dilakukan oleh dokter inisial MSF, termasuk masalah izin praktiknya di Garut.

    Adanya kejadian tersebut, kata dia, maka IDI Garut menyerahkan proses hukum sepenuhnya kepada kepolisian untuk ditindaklanjuti sesuai aturan hukum yang berlaku apalagi perbuatan tersebut sudah mencoreng profesi dokter.

    “Kami menyatakan rasa keprihatinan yang mendalam dan dukungan moril terhadap para korban pelecehan seksual ini, serta mengutuk perbuatan tercela yang dilakukan oleh tersangka karena bertentangan dengan kemanusiaan, dan mencoreng marwah organisasi profesi kedokteran,” katanya.

  • Kronologi Dugaan Pelecehan Pasien di Malang: Dokter Dinonaktifkan, Korban Tempuh Jalur Hukum – Halaman all

    Kronologi Dugaan Pelecehan Pasien di Malang: Dokter Dinonaktifkan, Korban Tempuh Jalur Hukum – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, MALANG – Kasus dugaan pelecehan seksual oleh dokter berinisial AY di rumah sakit swasta Persada Hospital, Malang, terhadap pasien perempuan asal Bandung, kembali mencuat ke publik. 

    Peristiwa yang terjadi pada September 2022 itu diungkap langsung oleh korban, QAR (31), melalui media sosial dan kini berujung pada upaya pelaporan hukum.

    QAR menceritakan, saat liburan di Malang, ia mengalami sakit dan mendapat perawatan di IGD Persada Hospital.

    Namun, saat menjalani pemeriksaan oleh dokter AY, ia mengaku mendapat perlakuan tidak pantas.

    AY disebut menyentuh bagian sensitif korban dengan dalih pemeriksaan medis dan diduga merekam secara diam-diam menggunakan ponsel.

    Kronologi Dugaan Pelecehan

    Kejadian bermula saat QAR dirawat karena sinusitis dan vertigo berat.

    Di ruang rawat inap, dokter AY masuk kamar, menutup tirai, lalu meminta QAR melepas bra dengan dalih pemeriksaan menggunakan stetoskop.

    QAR merasa makin tidak nyaman ketika AY mengeluarkan ponsel sambil melakukan pemeriksaan fisik dan arah kamera mengarah ke bagian dada.

    “Saya merasa takut dan bingung, tapi tetap mengikuti karena tidak tahu harus berbuat apa.

    Setelah itu saya viralkan pengalaman ini, demi mencegah korban lainnya,” ujar QAR, yang kini sedang mempersiapkan laporan resmi ke pihak berwajib melalui kuasa hukumnya.

     

    Pihak Rumah Sakit dan Kepolisian Bertindak

    Persada Hospital segera menonaktifkan dokter AY sambil menunggu hasil investigasi internal.

    “Kami membentuk tim khusus untuk menyelidiki. Jika terbukti, tindakan tegas akan diambil sesuai hukum dan kode etik,” ujar Sylvia Kitty, Humas Persada Hospital.

    Polresta Malang Kota juga menyatakan siap menerima laporan dari korban.

    “Kami menunggu pelaporan resmi. Begitu masuk, kami akan tindak lanjuti sesuai prosedur,” kata Kasat Reskrim Kompol Muhammad Soleh.

    Wamenkes: Ini Mencederai Sumpah Dokter

    Wakil Menteri Kesehatan RI, Dante Saksono Harbuwono, yang sedang berada di Malang, menanggapi serius dugaan pelecehan ini.

    Menurutnya, tindakan seperti ini mencoreng etika dan sumpah profesi seorang dokter.

    “Ini bukan sekadar pelanggaran etika, tapi juga bentuk pengkhianatan terhadap kepercayaan publik.

    Kami akan telusuri lebih dalam dan jika terbukti, STR dokter yang bersangkutan bisa dicabut seumur hidup,” tegas Dante.

    Langkah Hukum dan Dampak Sosial Kuasa hukum korban, Satria Marwan, mengatakan akan melaporkan kasus ini ke polisi dalam waktu dekat.

     “Kami mengacu pada UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Bukti dan kronologi sudah kami himpun,” ujarnya.

    Kasus ini menyulut keprihatinan masyarakat luas di tengah maraknya isu pelecehan dalam layanan kesehatan.

    Banyak pihak mendesak pemerintah agar memperketat pengawasan dan penerapan sanksi terhadap pelanggaran etika profesi tenaga medis. (Tribun Jatim/Benni Indo)

  • Kronologi Aksi Pelecehan Dokter Kandungan Syafril Firdaus: Tawari Suntik Vaksin, Minta Antar ke Kos – Halaman all

    Kronologi Aksi Pelecehan Dokter Kandungan Syafril Firdaus: Tawari Suntik Vaksin, Minta Antar ke Kos – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Kabid Humas Polda Jabar Kombes Pol Hendra Rochmawan mengungkap modus pelecehan seksual yang dilakukan oleh oknum dokter kandungan sebuah klinik di Garut, yakni Muhammad Syafril Firdaus atau MSF.

    Menurut Hendra pelecehan tersebut terjadi di  di Jalan Mayor Syamsu, Kecamatan Tarogong Kidul, Kabupaten Garut, tepatnya di dalam kamar kos pelaku. 

    Syafril Firdaus melakukan aksinya dengan modus menawarkan suntik vaksin kepada korban di luar klinik, yakni di rumah orang tua korban.

    “Modus tersangka MSF adalah melakukan suntik vaksin gonore kepada korban saudara yang berusia 24 tahun ini yang dilakukan di luar klinik, yaitu di kediaman orang tua korban,” kata Hendra dilansir Kompas TV, Kamis (17/4/2025).

    Dalam kesempatan yang sama, Kapolres Garut AKBP Mochamad Fajar Gemilang kemudian membeberkan bagaimana kronologi terjadinya pelecehan tersebut.

    “Peristiwa ini dimulai pada saat korban konsultasi, kemudian mendatangi sebuah klinik di Kabupaten Garut karena permasalahan kesehatan.”

    “Selang beberapa hari, pelaku, dalam hal ini dokter yang dikunjungi, menawarkan untuk kunjungan praktik di tempat kediaman korban, pada kasus ini yaitu di rumah orang tua korban,” ungkap Fajar.

    Tiga hari kemudian, Syafril datang ke rumah korban dengan menggunakan ojek online untuk memeriksa dan menyuntik vaksin ke korban.

    Setelah selesai melakukan tindakan, Syafril meminta diantarkan pulang oleh korban ke kamar kos yang ditinggali sang dokter.

    “Karena tadi pelaku datang menggunakan kendaraan ojek online, pelaku menyampaikan bahwa minta diantarkan pulang kepada korban,” imbuh Fajar.

    Sampai dengan di rumah kos-kosan di rumah pelaku, korban kemudian membayar biaya kesehatan. 

    Namun, pelaku meminta agar pembayaran jangan dilakukan di depan rumah karena nanti dilihat orang. Pelaku menawarkan agar pembayaran dilakukan di dalam rumah. 

    “Ketika terjadi di dalam rumah, pelaku mengunci pintu kemudian melakukan mendekati korban, mencium leher, dan sebagainya,” terang Fajar.

    Atas aksi Syafril itu, korban berusaha menolak hingga mengancam akan melaporkan pelaku ke polisi malam itu juga.

    Namun, pelaku tetap melakukan perbuatannya sampai akhirnya korban berusaha melawan dan menendangnya, kemudian pelaku keluar dan pergi.

    Dokter Kandungan Cabul di Garut Ditetapkan Jadi Tersangka Dugaan Pelecehan Seksual

    Polisi menetapkan dokter kandungan M Syafril Firdaus atau MSF sebagai tersangka dugaan pelecehan seksual terhadap pasiennya.

    Dokter MSF jadi tersangka setelah menjalani serangkaian penyelidikan secara maraton di Polres Garut, Rabu (16/4/2025).

    “Yang bersangkutan sudah kami tetapkan sebagai tersangka, setelah penyelidikan maraton sejak tersangka ditangkap kemarin,” ujar Kasatreskrim Polres Garut, AKP Joko Prihatin, kepada wartawan di Polres Garut, Rabu. 

    Ia menuturkan, polisi telah mengantongi dua alat bukti yang dinilai cukup menetapkan MSF sebagai tersangka.

    Meski begitu, ia belum merinci dua alat bukti tersebut yang menjadi dasar kuat penetapan MSF sebagai tersangka.

    “Dalam proses penyelidikan, kami melakukan pemeriksaan kepada sejumlah saksi, baik dari korban, wakil direktur klinik, hingga perawat, dan lainnya. Hari ini, tadi dari Majelis Disiplin Profesi (MDP) sudah melakukan pemeriksaan terhadap MSF dan juga mengecek lokasi kliniknya,” ucap Joko.

    Selain itu, Joko juga menyampaikan bahwa MDP telah mengeluarkan rekomendasi terkait perkara ini, yang semakin memperkuat keyakinan pihaknya dalam menetapkan MSF sebagai tersangka.

    Pernah Ditonjok Suami Korban

    M Syafril Firdaus ternyata pernah ditonjok suami korban.

    Suami korban marah saat mengetahui istrinya dilecehkan dokter Syafril.

    Hal ini diungkap oleh Asisten Deputi Penyediaan Layanan Perempuan Korban Kekerasan KemenPPPA, Ratna Oeni Cholifah.

    “Sebelum kasus ini viral, diketahui sudah banyak pasien yang mengalami kejadian serupa hingga salah satu suami dari pasien pernah ada yang marah dan menonjok pelaku tetapi kemudian kasusnya berakhir damai,” kata Asisten Deputi Penyediaan Layanan Perempuan Korban Kekerasan KemenPPPA, Ratna Oeni Cholifah dalam keterangan tertulis, Selasa (16/4/2025).

    Menurut Ratna, kasus tersebut telah ditangani Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Kabupaten Garut serta Polres Garut.

    “UPTD PPA Kabupaten Garut telah melakukan pendampingan dan penanganan terhadap korban. Saat ini sudah ada dua korban baru yang melapor,” ujar Ratna.

    Menurut hasil koordinasi dengan UPTD PPA Kabupaten Garut, pelaku sebelumnya diketahui praktik sebagai dokter kandungan di beberapa fasilitas kesehatan, antara lain Klinik Karya Harsa, RS Anisa Queen, dan RSUD Malangbong.

    Namun, saat ini pelaku tidak lagi praktik di tempat-tempat tersebut.

    Dinas Kesehatan Kabupaten Garut juga telah berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan.

    Hasilnya, Surat Izin Praktik (SIP) milik dokter tersebut telah dicabut.

    Sementara itu, proses hukum masih dalam tahap penyelidikan oleh Polres Garut.

    “Dikarenakan kemungkinan jumlah pasien yang menjadi korban banyak maka dibukalah posko pengaduan terkait kasus tersebut oleh LBH Padjadjaran,” kata Ratna.

    Sebelumnya, Kementerian Kesehatan telah menonaktifkan Surat Tanda Registrasi (STR) dokter spesialis obgyn ini.

    (Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Erik S)

    Baca berita lainnya terkait Dokter Lakukan Pelecehan Seksual.