Kasus: pelecehan seksual

  • Tegas Tolak Pelecehan Seksual Saat Layani Pasien, POGI Ingatkan 7 Kode Etik Pada Dokter Kandungan – Halaman all

    Tegas Tolak Pelecehan Seksual Saat Layani Pasien, POGI Ingatkan 7 Kode Etik Pada Dokter Kandungan – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pengurus Pusat Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI), keluarkan pernyataan tegas  terkait kasus pelecehan seksual yang terjadi baru-baru ini.

    Pelaku pelecehan dokter obgyn menjadi sorotan karena ada kasus seksual yang terungkap yang dilakukan oleh dr MSF dari Garut, Jawa Tengah. 

    “Komitmen serta sikap tegas kami terhadap segala bentuk pelecehan seksual yang mungkin terjadi dalam praktik pelayanan kesehatan kepada pasien perempuan,” tegasnya Ketua Umum POGI, Yudi M. Hidayat dalam pernyataannya, Minggu (20/05/2025). 

    Ia pun menyatakan dengan tegas bahwa POGI memegang tinggi nilai-nilai etika profesi yang dijunjung tinggi dalam Buku Pedoman Etik dan Profesionalisme Obstetri dan Ginekologi di Indonesia.

    Serta, mengedepankan rasa hormat dan perlindungan terhadap hak-hak perempuan. 

    Setidaknya ada 7 poin utama yang ditekankan, dalam pedoman etik tersebut.

     

    Keselamatan Pasien adalah Prioritas Utama 

    STETOSKOP DOKTER – Ilustrasi stetoskop yang diunduh dari Freepik.com, Kamis (17/4/2025). (Freepik.com/Dragana Gordic)

    Setiap anggota POGI harus mengutamakan keselamatan pasien dalam setiap tindakan medis, sebagaimana tertuang dalam Pasal 5 Pedoman Etik. 

    Hal ini mencakup perlindungan dari segala bentuk kekerasan, termasuk pelecehan seksual, yang dapat merugikan pasien dan mencederai kepercayaan mereka. 

    ⁠Prinsip Profesional dan Etika 

    Anggota POGI wajib mematuhi Kode Etik Kedokteran Indonesia dan pedoman etik POGI. 

    Setiap dokter spesialis obstetri dan ginekologi berkomitmen untuk menjalankan praktik medis dengan penuh integritas, menjaga martabat pasien.

    Dan juga, memberikan pelayanan yang berkualitas tanpa diskriminasi atau perlakuan merendahkan. 

    Ketiga, Sikap terhadap Pasien Perempuan 

    Sikap dan perilaku dokter terhadap pasien perempuan harus didasari oleh penghormatan dan empati. 

    Dalam setiap interaksi, kami meyakini bahwa pendekatan humanistik merupakan hal yang penting, memastikan bahwa pasien merasa aman, dihargai, dan diperlakukan dengan baik. 

       

    Lingkungan yang Aman dan Nyaman bagi Pasien 

    “Kami berkomitmen untuk menciptakan lingkungan yang aman dalam setiap ruang praktik,” tegasnya. 

    Ruangan pelayanan harus menjaga privasi dan kerahasiaan  pasien, dan pendampingan oleh tenaga kesehatan yang sesuai akan selalu dilakukan.

     

    Tindakan Tegas terhadap Pelanggaran   

    Yudi menegaskan pihaknya selalu menindaklanjuti setiap laporan pelecehan seksual dengan serius dan disiplin, sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam pedoman etik. 

    POGI tidak akan menoleransi pelanggaran terhadap etika profesi dan akan memberikan sanksi tegas kepada pelanggar. POGI mendukung proses hukum terhadap pelanggaran sesuai ketentuan yang berlaku. 

     

    Pendidikan dan Advokasi 

    Sejalan dengan kewajiban memajukan pendidikan kedokteran (Bab XIV), pihaknya berkomitmen untuk terus mendidik anggota tentang pentingnya menjaga etika dan hak asasi perempuan dalam pelayanan kesehatan. 

    “Kami percaya bahwa dengan pengetahuan yang tepat, setiap anggota dapat berkontribusi untuk mencegah dan melawan pelecehan seksual,” lanjutnya. 

     

    Ketujuh, Penghormatan Terhadap Hak Pasien 

    Dalam menjalankan tugas, Yudi menyatakan bahwa POGO akan selalu menghargai harkat dan martabat setiap perempuan.

    POGI juga akan memperjuangkan hak-hak mereka atas pelayanan kesehatan yang aman dan berkualitas, sesuai dengan tujuan POGI sebagai advokat kesehatan reproduksi. 

     

    “Kami percaya bahwa dengan komitmen yang kuat dan tindakan nyata dari setiap anggota POGI, kita dapat bersama-sama mewujudkan lingkungan yang aman dan sehat bagi semua perempuan yang mencari pelayanan kesehatan,” tutupnya. 

  • Sosiolog Nilai Kasus Dokter Cabul sebagai Fenomena Gunung Es

    Sosiolog Nilai Kasus Dokter Cabul sebagai Fenomena Gunung Es

    Jakarta, Beritasatu.com – Kasus dokter cabul yang diduga melakukan pelecehan seksual terhadap pasiennya belakangan tengah banyak mendapat sorotan publik.

    Sosiolog Andreas Budi Widyanta memandang kasus ini sebagai bagian dari persoalan yang jauh lebih luas dan belum sepenuhnya terungkap. Ia menyebut peristiwa ini sebagai fenomena gunung es.

    “Perspektif sosiologis, kita bisa melihat bahwa memang kasus-kasus seperti ini yang muncul ke permukaan itu seperti halnya fenomena gunung es. Itu yang nampak,” kata Andreas kepada Beritasatu.com, Minggu (20/4/2025).

    Andreas menjelaskan bahwa masih ada banyak kasus serupa yang belum terlihat atau tidak terangkat ke ranah publik.

    Menurutnya, hal ini terjadi karena berbagai faktor kompleks yang menyelimuti kasus dokter cabul dan kasus-kasus sejenis, sehingga luput dari perhatian dan belum menjadi isu sosial yang mendapat sorotan luas.

    “Ada problem laten yang itu tersembunyi dan belum mencuat sebagai persoalan publik yang diketahui oleh publik. Secara sosiologis sebetulnya ada banyak faktor kompleksitas itu. Yang pertama adalah sebetulnya tentu saja kita perlu melihat yang aspek psikologis dari si pelaku,” ucapnya.

    Ia menilai penting untuk mencermati pembentukan kepribadian seseorang sejak usia dini hingga dewasa.

    Dalam proses itu, kemungkinan terdapat berbagai pengalaman traumatis atau gangguan psikologis yang memengaruhi perilaku individu di masa mendatang.

    “Dan seringkali ini juga menimbulkan persoalan psikososial, menjadi patologi sosial yang juga berbahaya bagi orang lain. Maka, ini sering kita sebut sebagai kelainan seksual atau apapun sepertinya,” tutur Andreas, menegaskan bahwa kasus dokter cabul semacam ini tidak bisa dipandang sebagai insiden tunggal, melainkan bagian dari persoalan sosial yang lebih dalam.

  • Kasus Lampu Berkamera di Toilet Siswi Gegerkan SMA Magetan, Ini Penjelasan Pihak Dinas

    Kasus Lampu Berkamera di Toilet Siswi Gegerkan SMA Magetan, Ini Penjelasan Pihak Dinas

    Magetan (beritajatim.com) – Isu terkait penemuan lampu berkamera di toilet siswi salah satu Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri di wilayah Magetan sempat ramai diperbincangkan di media sosial dan menimbulkan kekhawatiran akan dugaan pelecehan seksual. Menyikapi polemik tersebut, Plt Kepala Cabang Dinas Pendidikan Wilayah Ponorogo-Magetan, Adi Prayitno, pada Rabu (17/4/2205), turun langsung ke sekolah yang bersangkutan untuk melakukan klarifikasi.

    “Hal ini karena adanya pemberitaan kurang baik di Medsos, saya langsung turun mengunjungi sekolah untuk memastikan pemberitaan di Medsos benar atau tidak,” ujarnya, Minggu (20/4/2025)

    Dalam kunjungannya, Adi melakukan klarifikasi langsung bersama pihak-pihak terkait di lingkungan sekolah.

    “InsyaAllah, hal yang beredar itu kurang benar. Saya pastikan proses pembelajaran sangat kondusif, insyaAllah tidak ada sesuatu yang diributkan di Medsos,” tambahnya.

    Menurut penjelasannya, isu bermula dari laporan siswi yang merasa curiga dengan keberadaan lampu CCTV di dalam toilet. Setelah dilakukan pemeriksaan, diketahui bahwa lampu tersebut dipasang untuk mengganti lampu toilet yang sebelumnya mati. Namun, jenis lampu yang dipasang ternyata menyerupai lampu berkamera.

    “Yang memasang infonya, salah satu tenaga kebersihan di sekolah itu. Karena dipandang lampu sebelumnya mati maka dipasanglah bola lampu baru, tetapi ternyata ada indikasi terpasang lampu ada kamera dan pihak sekolah sudah mengecek ternyata kamera di lampu sudah tidak berfungsi lagi. Dari hasil koordinasi pihak terkait semua sudah aman, tidak ada yang dikhawatirkan lagi,” paparnya.

    Kepala sekolah setempat, Idha Rakhmawati, juga menegaskan bahwa inisiatif pemasangan lampu tersebut berasal dari petugas kebersihan. Pemasangan dilakukan karena lampu di toilet mati, dan petugas tersebut memasang lampu yang ditemukan di tempat sampah dan masih menyala.

    “Langkah penyelesaian telah dilakukan koordinasi dengan fungsional, rapat razia handphone semua siswa lalu dicocokan dengan aplikasi di handphone dan CCTV itu ternyata tidak diketemukan kecocokan,” katanya.

    “Yang memasang itu petugas kebersihan kami saat itu, namun saat ini CCTV lampu itu sudah diamankan oleh Polres Magetan,” tambahnya.

    Pihak sekolah pun melakukan langkah lanjut berupa razia handphone seluruh siswa untuk mengecek kemungkinan adanya koneksi WiFi atau aplikasi yang terhubung ke perangkat tersebut. Hasilnya, tidak ditemukan indikasi konektivitas dengan perangkat manapun. “Harapannya ada teknologi canggih, yang bisa memastikan kalau CCTV di lampu itu memang bersih tidak merekam apapun,” paparnya.

    Kasat Reskrim Polres Magetan, AKP Joko Santoso, juga membenarkan bahwa dari hasil pemeriksaan, tidak ditemukan unsur pidana ataupun dugaan pelecehan seksual. “Intinya dugaan adanya kasus pelecehan seksual itu tidak benar,” katanya.

    Ia menjelaskan bahwa petugas kebersihan yang memasang lampu tersebut tidak mengetahui bahwa lampu itu memiliki kamera. “Dugaan yang beredar saat ini tidak bisa dibuktikan, karena tidak didukung dengan bukti nyata lainnya yang kuat. CCTV di lampu itu setelah diperiksa juga tidak berfungsi. Sehingga terkait ini tidak ada tindak lanjut lagi, semua dipastikan tidak ada dugaan pelecehan seksual itu,” pungkasnya.

    Dengan klarifikasi ini, pihak sekolah dan kepolisian berharap masyarakat tidak lagi menyebarkan informasi yang tidak terverifikasi agar tidak menimbulkan keresahan lebih lanjut, terutama di lingkungan pendidikan. [fiq/aje]

    ,

  • Disebut Ada 4 Orang, Polisi Imbau Korban Pelecehan Oknum Dokter RS Persada Malang untuk Lapor – Halaman all

    Disebut Ada 4 Orang, Polisi Imbau Korban Pelecehan Oknum Dokter RS Persada Malang untuk Lapor – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Pihak kepolisian menanggapi informasi tentang bertambahnya jumlah korban kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh AY, seorang oknum dokter Persada Hospital Malang, Jawa Timur (Jatim).

    Polresta Malang Kota lantas mengimbau bagi merasa menjadi korban pelecehan seksual oleh dokter, agar berani melapor ke polisi.

    Sejauh ini, baru ada satu korban yang melaporkan kasus tersebut ke Polresta Malang Kota yakni wanita asal Bandung, Jawa Barat (Jabar), berinisial QAR (31).

    Kasi Humas Polresta Malang Kota, Iptu Yudi Risdianto mengatakan, pihaknya akan menerima laporan dan memastikan status korban aman.

    “Kami akan menerima laporan tersebut. Imbauan kami terhadap masyarakat yang merasa menjadi korban tentang tindak pidana pelecehan segera melapor ke polisi. Supaya tidak berlarut-larut permasalahan tersebut,” ujar Yudi kepada SuryaMalang.com.

    “Kalau ada informasi korban lain, Polisi akan melaksanakan penyelidikan lebih lanjut. Kami akan mendalami, apabila memang betul, kami akan terima laporannya,” lanjutnya.

    Jumlah Korban Bertambah Jadi 4 Orang

    Penasehat hukum korban QAR, Satria Marwan mengungkapkan, setidaknya ada tiga orang korban lain dengan terduga pelaku yang sama.

    “Dan apabila dihitung dengan klien kami, maka totalnya ada empat korban dengan pelaku dokter yang sama. Saya tidak menyebutkan siapa korban lainnya,” ujar Satria saat mendampingi korban QAR membuat laporan di Polresta Malang Kota, Jumat (18/4/2025).

    “Yang pasti, modusnya hampir sama dengan pelaku dokter yang sama dan di rumah sakit yang sama,” sambungnya.

    Satria mengatakan, kliennya sudah menjalani pemeriksaan di Polresta Malang Kota dengan menceritakan kronologi dugaan pelecehan seksual dan menunjukkan sejumlah bukti berupa dokumen serta pesan pendek antara dokter AY dengan korban.

    “Seperti dokumen yang menunjukan bahwa klien kami betul menjalani pemeriksaan medis di rumah sakit. Kami juga menyerahkan cuplikan layar percakapan pesan pendek dari dokter,” sebut Satria.

    Untuk diketahui, dugaan pelecehan ini terjadi saat QAR berlibur ke Malang, meski berujung pada dirinya yang dirawat inap di Persada Hospital Malang, karena masalah kesehatan pada 27 September 2022 silam.

    Satria pun mengungkapkan alasan kliennya baru berani menguak kasus ini ke publik setelah 2 tahun lebih dari kejadian.

    Sebelumnya, kata Satria, QAR tidak berani buka suara karena khawatir dengan dirinya sendiri.

    “Pemeriksaan lancar, itu ada satu saksi yang juga diperiksa. Kami juga sudah menjelaskan kronologi sejelas mungkin. Kejadian 27 September 2022,” ucap Satria

    “Prosesnya lancar, bukti-bukti sudah kami serahkan. Ini kurang hanya tinggal pemeriksaan visum. Ini masih menunggu jadwal dokter,” imbuhnya.

    Selain itu, Polresta Malang Kota melalui Unit PPA akan memeriksa sejumlah saksi dalam kasus pelecehan seksual oleh oknum dokter ini.

    Unit PPA juga akan memberikan pendampingan psikiater kepada korban.

    Modus

    Kasus dugaan pelecehan seksual kali ini diunggah oleh akun X @Malangraya_info pada Selasa (15/4/2025), dengan judul ‘Viral dugaan aksi pelecehan yang terjadi di salah satu RS Swasta di Kota Malang’.

    Unggahan tersebut berisi utas mengenai curhatan korban.

    QAR bercerita,  kejadian tak menyenangkan yang dialaminya itu terjadi pada September 2022, saat ia berlibur ke Malang.

    “Pada bulan September itu, saya berangkat sendirian ke Malang buat liburan. Tetapi karena saya ini orangnya ringkih, akhirnya saya mengalami sakit,” kata QAR saat dikonfirmasi lewat telepon pada Rabu (16/4/2025), dilansir SuryaMalang.com.

    Korban lalu mencari informasi secara online tentang rumah sakit terbaik di Malang dan diarahkan ke salah satu rumah sakit swasta yang ada di Kecamatan Blimbing, Kota Malang.

    “Lalu di tanggal 26 September 2022 sekira jam 01.00 WIB dinihari, saya menuju ke Persada Hospital dan masuk lewat Instalasi Gawat Darurat (IGD). Lalu, di situ saya ketemu dengan dokter berinisial AY dan diperiksa terus sempat diinfus,” papar QAR.

    Dalam pemeriksaan tersebut, QAR didiagnosa mengalami sinusitis dan vertigo berat serta harus dilakukan pemeriksaan rontgen.

    Namun, hasil rontgen tersebut rupanya tidak langsung keluar.

    Terduga pelaku AY lalu mengarahkan QAR ke bagian meja perawat dan diminta untuk memberikan nomor kontak WhatsApp.

    “AY ini bilang untuk menyerahkan nomor kontak Whatsapp (WA) ke meja suster. Alasannya, hasil rontgen akan dikirim oleh pihak rumah sakit ke nomor WA saya,” sebut QAR.

    Setelah itu, korban diperbolehkan meninggalkan rumah sakit.

    Namun karena kondisinya tak membaik, pada malam harinya, QAR kembali lagi ke rumah sakit tersebut untuk diobservasi lalu dipindahkan ke ruangan kamar VIP.

    Keesokan harinya pada 27 September 2022, hasil rontgen pasien akhirnya keluar.

    QAR sempat terkejut karena yang memberitahu lewat WA tentang hasil rontgen itu bukanlah nomor rumah sakit, melainkan nomor dari dokter AY.

    Mulanya, korban QAR berpikiran positif karena hanya sekadar mengabarkan hasil rontgen.

    Tetapi, AY justru semakin intens melakukan chat yang justru mengarah ke hal pribadi.

    “Di dalam chat-nya, AY tanya kabar saya lalu tanya sudah tidur kah sambil juga menawarkan kopi. Tetapi chat itu tidak saya balas, karena saya merasa dokter kok seperti ini,” jelas QAR.

    Ketika menjalani rawat inap, tiba-tiba AY melakukan kunjungan ke kamar korban sambil membawa stetoskop.

    Saat itu, QAR sedang dijenguk oleh temannya dan kemudian temannya itu berpamitan pulang.

    Tabiat aneh pelaku pun mulai terlihat, dimulai saat AY menutup seluruh gorden kamar inap lalu menyuruh QAR membuka baju rawat inapnya.

    “Alasannya mau diperiksa dan meski sudah tidak nyaman, tapi masih menuruti. Setelah itu, AY menyuruh saya buka bra,” ungkap QAR.

    “Dari situ saya mulai berpikir, kok jadi seperti ini dan hal itu membuat saya bingung sekaligus ketakutan. Akhirnya, saya menuruti dan membuka bra,” lanjutnya.

    Setelah itu, AY melakukan pemeriksaan dengan cara menempelkan stetoskop ke bagian dada kiri dan kanan sekaligus terus menyenggol bagian sensitif dari QAR.

    Tak lama kemudian, AY pun mengeluarkan handphone-nya.

    “Saya bilang, ngapain dok kok mengeluarkan HP. Si AY menjawab mau balas WA teman, jadi posisinya tangan kanan masih pegang stetoskop menempel di dada kanan saya dan tangan satunya memegang HP,” jelas QAR.

    “Tetapi, posisi HP nya itu berada tepat mengarah ke dada saya. Langsung saya tarik baju ke atas dan menutup bagian dada, dan saya bilang ke AY mau tidur istirahat,” imbuhnya.

    AY pun menghentikan aksinya dan langsung keluar kamar.

    Pada keesokan harinya, QAR diperbolehkan pulang karena kondisi sudah membaik.

    Nasib Dokter AY

    Persada Hospital Malang kini terus melakukan penyelidikan internal atas kasus pelecehan seksual terhadap pasien yang diduga dilakukan oleh dokter AY.

    Dokter AY juga telah dinonaktifkan untuk sementara waktu selama proses persidangan etik dan disiplin terhadap dirinya berlangsung.

    Bukan itu saja, dokter AY juga terancam dipecat dari rumah sakit swasta di Malang tempatnya bekerja saat ini jika terbukti bersalah melakukan pelecehan seksual terhadap korban.

    Sebagian artikel ini telah tayang di SuryaMalang.com dengan judul Polresta Malang Kota Usut Pelecehan Pasien Perempuan Oleh Dokter, Jumlah Korban Potensi Bertambah

    (Tribunnews.com/Nina Yuniar) (SuryaMalang.com/Benni Indo/Kukuh Kurniawan)

  • Marak Kasus Dokter Cabul, Pakar Hukum UB Desak Evaluasi Satgas TPKS

    Marak Kasus Dokter Cabul, Pakar Hukum UB Desak Evaluasi Satgas TPKS

    Malang, Beritasatu.com – Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (UB) Malang, Jawa Timur angkat bicara terkait maraknya kasus dugaan kekerasan seksual oleh dokter cabul terhadap pasien yang belakangan mencuat ke publik. Kasus tersebut dinilai sebagai fenomena “gunung es”.

    Pakar hukum pidana UB Fachrizal Afandi menilai lahirnya dokter cabul mencerminkan lemahnya sistem pencegahan kekerasan seksual di lingkungan medis. “Ini adalah puncak dari kejahatan yang dilakukan oleh orang-orang dengan kelainan seksual. Kuncinya ada pada sistem pencegahan,” ujar Fachrizal, Minggu (20/4/2025).

    Menurutnya, keberadaan Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas TPKS) di kampus-kampus setelah pengesahan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) masih belum berjalan efektif. Ia pun mendesak evaluasi menyeluruh satgas tersebut.

    Ia menilai, kemunculan kasus-kasus ini di publik menunjukkan sistem pencegahan masih lemah. Namun, Fachrizal juga menyoroti keberanian korban untuk melapor adalah dampak positif dari hadirnya UU TPKS dan satgas.

    “Satgas-satgas ini perlu dievaluasi dan diperkuat, tetapi tren korban yang mulai speak up adalah hal positif,” tambahnya terkait maraknya kekerasan seksual oleh dokter cabul.

    Fachrizal juga mengingatkan pentingnya penerapan SOP ketat di dunia medis untuk mencegah penyalahgunaan akses terhadap obat-obatan oleh dokter maupun calon dokter. “Kasus kekerasan seksual seperti ini tidak boleh diselesaikan damai. Harus ditindak tegas agar memberikan efek jera,” tegasnya.

    Sementara itu, Dekan Fakultas Kedokteran UB Wisnu Barlianto menegaskan, pelecehan seksual dalam bentuk apa pun tidak bisa dibenarkan, terutama di lingkungan pelayanan kesehatan. Ia menekankan, sejak pendidikan awal, calon dokter sudah dibekali etika dan cara menghadapi pasien secara profesional.

    Wisnu juga menyebut adanya tes psikologi seperti MMPI dalam proses seleksi calon spesialis untuk mengukur integritas dan kepribadian. Profesi dokter, kata dia, memiliki muruah tinggi yang menjunjung nilai-nilai profesionalisme.

    “Kami berharap, kasus seperti ini tidak terulang lagi dan proses seleksi calon spesialis diperketat,” tutupnya terkait maraknya kekerasan seksual oleh dokter cabul.

  • Kasus Pelecehan Seksual oleh Dokter Bertambah, Terbaru dari PPDS UI
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        20 April 2025

    Kasus Pelecehan Seksual oleh Dokter Bertambah, Terbaru dari PPDS UI Megapolitan 20 April 2025

    Kasus Pelecehan Seksual oleh Dokter Bertambah, Terbaru dari PPDS UI
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com 
    – Deretan kasus
    pelecehan seksual
    oleh oknum dokter kembali bertambah. Terbaru, seorang dokter Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Indonesia (UI) diduga melecehkan mahasiswi.
    Kasus ini menambah daftar panjang pelecehan seksual oleh tenaga medis yang terungkap beberapa waktu terakhir. 
    Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Pusat, AKBP Muhammad Firdaus menjelaskan, insiden pelecehan seksual yang dilakukan
    dokter PPDS UI
    berinisial MAES terhadap mahasiswi berinisial SS terjadi di sebuah indekos di Jakarta, Selasa (15/4/2025).
    Mulanya, korban sedang mandi di kamar indekosnya. Kamar korban disebut bersebelahan dengan kamar MAES.
    “Tiba-tiba pada saat pelapor mandi, menyadari ada yang berusaha merekam dengan menggunakan
    handphone
    ,” ujar Firdaus, Jumat (18/4/2025). 
    Menyadari aktivitasnya direkam, korban langsung berteriak. Korban bersama pihak indekos lantas melaporkan kejadian ini ke polisi.
    Menindaklanjuti laporan ini, polisi telah memeriksa korban, pelaku, pemilik indekos, dan teman korban. Polisi juga telah mengecek tempat kejadian perkara (TKP) dan melakukan gelar perkara.
    MAES pun sudah ditetapkan sebagai tersangka dan kini ditahan di Polres Metro Jakarta Pusat.
    “Penyidik sudah melakukan penahanan terhadap tersangka,” kata Firdaus.
    Tersangka dijerat Pasal 29 juncto Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 35 juncto Pasal 9 UU RI Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi.
    Menanggapi kasus tersebut, pihak Universitas Indonesia (UI) menyampaikan keprihatinan mendalam. Direktur Humas, Media, Pemerintah, dan Internasional UI, Arie Afriansyah mengatakan, kasus ini adalah perkara serius.
    “Terkait kasus ini, UI sangat prihatin dan menyesalkan adanya laporan dugaan pelecehan seksual yang melibatkan salah satu mahasiswa kami. Ini adalah hal serius dan harus segera ditindaklanjuti,” ujar Arie.
    Arie menambahkan, pihak kampus masih belum bisa memberikan tanggapan lebih lanjut mengingat kasus ini sedang dalam proses penyelidikan oleh pihak kepolisian.
    “Karena kasus ini masih dalam proses penanganan, kami belum dapat memberikan tanggapan lebih lanjut untuk menjaga privasi semua pihak yang terlibat,” kata Arie.
    “UI berharap kasus ini segera diselesaikan oleh pihak berwenang. Semoga tidak ada lagi kejadian serupa di masa yang akan datang,” tambahnya.
    Dalam beberapa hari terakhir, publik dihebohkan dengan sejumlah laporan pelecehan seksual yang melibatkan tenaga medis di Bandung, Garut, dan Malang.
    Di Bandung, seorang dokter anestesi PPDS Universitas Padjadjaran (Unpad) bernama Priguna Anugerah Pratama yang bertugas di RS Hasan Sadikin diduga memperkosa tiga korban.
    Dalam salah satu kasus yang korbannya adalah keluarga pasien, pelaku melancarkan aksinya dengan modus meminta korban melakukan
    crossmatch
    darah. 
    Priguna kini telah diberhentikan dari PPDS Unpad. Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktik (SIP)-nya telah dicabut oleh Konsil Kesehatan Indonesia (KKI).
    Sementara, seorang dokter obgyn di Kabupaten Garut berinisial MFS dilaporkan melakukan pelecehan terhadap pasien ibu hamil saat pemeriksaan USG.
    Ia juga dilaporkan melakukan tindakan serupa terhadap seorang perempuan di kamar indekos dengan modus pembayaran vaksin.
    Kapolres Garut, AKBP Mochamad Fajar Gemilang, menyebut pelaku mengaku sudah melakukan aksi serupa empat kali di lokasi berbeda. Jumlah korban masih berpotensi bertambah.
    “Kami masih mendalami tentu dengan berjalannya waktu dan nanti korban-korban yang akan melaporkan akan memeriksa kembali, berapa korban yang mendapatkan kekerasan seksual ini, baik di fasilitas kesehatan maupun di luar,” terang Fajar dalam konferensi pers di Mapolres Garut.
    Lalu, ada pula dokter AY yang dilaporkan melakukan pelecehan terhadap pasien berinisial QAR di sebuah rumah sakit swasta di Malang pada September 2022.
    Korban baru mengungkapkan kejadian itu tiga tahun kemudian karena trauma dan ketakutan. Saat ini, AY telah dinonaktifkan sementara sambil menunggu proses investigasi rumah sakit.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Isu Politik-Hukum Terkini: Revisi UU Pemilu Bakal Tuntas Juli 2026

    Isu Politik-Hukum Terkini: Revisi UU Pemilu Bakal Tuntas Juli 2026

    Jakarta, Beritasatu.com – Isu politik-hukum terkini menghiasi pemberitaan Beritasatu.com, pada Sabtu (19/4/2025). Salah satunya adalah Badan Legislasi (Baleg) DPR menargetkan revisi Undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) tuntas pada Juli 2026.

    Tema lainnya, seputar heboh TNI masuk kampus yaitu Universitas Indonesia (UI). Dandim 0508/Depok Kolonel Inf Iman Widhiarto pun memberikan klarifikasi terkait kedatangannya ke UI.

    Langkah UI telah membekukan sementara kegiatan akademik satu dokter peserta program pendidikan dokter spesialis (PPDS) berinisial MAES (39) yang diduga melakukan pelecehan seksual, juga menghiasi pemberitaan Beritasatu.com.

    Selain itu, update terkait kasus korupsi Bank BJB yang menyeret nama mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (RK). KPK memastikan sudha mengangkut motor Royal Enfield milik RK dan disimpan di tempat yang masih dirahasiakan.

    Isu Politik-Hukum Terkini

    1. DPR Targetkan Revisi UU Pemilu Tuntas Juli 2026, Ini Alasannya
    Badan Legislasi (Baleg) DPR menargetkan revisi Undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) harus selesai pada Juli 2026, karena tahapan penyelenggaraan Pemilu 2029 sudah dimulai 20 bulan sebelum pemilihan berlangsung sebagaimana amanat Mahkamah Konstitusi (MK).

    “Jadi kalau ditarik itu semua, itu artinya bulan Juli 2026 undang-undang ini harus selesai. Dari sekarang itu kan tinggal satu tahun dua bulan lagi,” kata Wakil Ketua Baleg DPR Ahmad Doli Kurnia kepada wartawan, Jumat (18/4/2025).

    Karena itu, kata Doli, revisi UU Pemilu harus menjadi prioritas DPR untuk segera dibahas, terutama mengakomodasi putusan MK terkait perubahan norma pemilu, seperti parliamentary threshold dan presidential threshold. Termasuk, membahas revisi Undang-Undang Pilkada yang harus disatukan dalam UU Pemilu.

    “Saya mengatakan sebaiknya undang-undang ini kalau mau kita cari yang paling sempurna, kita punya cukup waktu. Nah satu tahun setengah itu cukup. Ini kan udah tinggal satu tahun dua bulan lagi. Makin nanti makin lama, makin mepet. Makanya saya selalu bicara-bicara, ayo dong kapan dong kita diskusi,” jelas Politikus Partai Golkar ini.

  • Gesekkan Anu hingga Chat ‘Mandi Bareng’, Pegawai Wanita Polisikan Anggota Dewan Jakarta Barat

    Gesekkan Anu hingga Chat ‘Mandi Bareng’, Pegawai Wanita Polisikan Anggota Dewan Jakarta Barat

    GELORA.CO – Kalimat “boleh nih mandi bareng” yang dikirim lewat WhatsApp oleh seorang anggota Dewan Kota Jakarta Barat, Nurdin Supriyadi, bukan cuma bikin risih.

    Bagi NF (29), aktivis perempuan jebolan Universitas Trisakti yang kini bekerja sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PJLP), kalimat tersebut menjadi puncak dari rangkaian perlakuan tidak senonoh yang dialaminya langsung di lingkungan DPRD DKI Jakarta.

    NF akhirnya melaporkan Nurdin ke Polda Metro Jaya pada 16 April 2025. Laporan tersebut tak berdiri sendiri.

    Ia didukung oleh pasangannya, G, yang juga seorang PJLP, serta sejumlah pihak yang menilai tindakan Nurdin telah melewati batas sebagai wakil warga Kembangan, Jakarta Barat.

    “Mandi Bareng” Bukan Candaan

    Menurut sumber dekat pelaku, Nurdin berdalih bahwa kalimat “boleh nih mandi bareng” hanyalah guyonan di WhatsApp.

    Namun bagi NF, pesan itu hanya satu dari sekian bentuk pelecehan yang terjadi sejak Februari hingga Maret 2025 di lingkungan kantor DPRD DKI, Gambir.

    Dalam laporan yang diterima polisi, NF menjelaskan bahwa Nurdin beberapa kali melakukan pelecehan fisik: mencoba mencium bibir, menggesekkan alat kelamin ke bahunya, hingga meraba payudaranya. Semua itu terjadi saat mereka bekerja dalam satu lingkungan kantor.

    Dilaporkan dengan UU TPKS

    NF resmi melaporkan Nurdin dengan Pasal 6 dan/atau Pasal 5 UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

    Pasal ini mencakup pelecehan seksual fisik maupun verbal, termasuk chat WhatsApp yang mengandung unsur seksual seperti ajakan mandi bareng.

    Ralian Jawalsen, S.Sos, SH.MH dari Pusat Bantuan Hukum Masyarakat menegaskan bahwa kepolisian harus memproses laporan ini secara serius.

    “Ini bukan sekadar teks mesum. Pelaku melakukannya di ruang terhormat seperti DPRD DKI Jakarta, yang harusnya bebas dari segala bentuk kekerasan seksual,” ujarnya.

    Dugaan Intervensi dari Elite DPRD

    Yang bikin kasus ini makin rumit adalah dugaan adanya intervensi politik. Pelaku disebut-sebut masih keponakan Ketua DPRD DKI Jakarta, Khoirudin.

    Saat dikonfirmasi, sumber dari porosjakarta.com menyebutkan sulit menghubungi Khoirudin. “HP-nya mati, susah dihubungi juga,” kata sumber tersebut.

    Amir Hamzah, seorang pengamat yang rutin mengamati aktivitas DPRD, angkat suara.

    Ia mendesak agar pimpinan dewan bertanggung jawab dan tidak tutup mata.

    “Perlu evaluasi terhadap rekrutmen PJLP, terutama yang diduga punya hubungan nepotistik dengan anggota DPRD,” tegasnya.

    Panggilan Moral untuk DPRD dan Penegak Hukum

    Ralian Jawalsen, menegaskan pentingnya tindakan tegas.

    “Jika ada chat mesum dan bukti fisik, Satreskrim PPA Polda Metro Jaya wajib memeriksa pelaku. Jangan ragu hanya karena pelaku punya beking politik.”

    Ia juga menekankan, jika ada pimpinan DPRD yang justru membela pelaku, maka Dewan Kehormatan harus bergerak dan menjatuhkan sanksi tegas.***

  • UI Bekukan Kegiatan Akademik Dokter PPDS Perekam Mahasiswi Mandi

    UI Bekukan Kegiatan Akademik Dokter PPDS Perekam Mahasiswi Mandi

    Depok, Beritasatu.com – Pihak Universitas Indonesia (UI) telah membekukan sementara kegiatan akademik satu dokter peserta program pendidikan dokter spesialis (PPDS) berinisial MAES (39) yang diduga melakukan pelecehan seksual.

    MAES telah dilaporkan ke Polres Metro Jakarta Pusat karena merekam seorang mahasiswi yang tengah mandi di kamar kos di kawasan Jakarta Pusat. MAES saat ini telah ditetapkan tersangka atas laporan tersebut.

    Direktur Humas dan Keterbukaan Informasi Publik UI Arie Afriansyah menyampaikan, pihak kampus menanggapi laporan ini dengan serius.

    “Terkait kasus ini, Universitas Indonesia tentu sangat prihatin dan menyesalkan adanya laporan kasus pelecehan seksual,” kata Arie dalam pernyataan resminya terkait kasus pelecehan seksual dokter PPDS UI, Sabtu (19/4/2025).

    Menurut Arie, terduga pelaku adalah mahasiswa aktif semester dua pada program spesialis radiologi kedokteran gigi.

    Arie menambahkan, UI akan menghormati dan menunggu hasil proses hukum yang sedang berlangsung di Polres Metro Jakarta Pusat sebelum menentukan sanksi permanen terhadap mahasiswa terduga pelaku.

    “Sebagai institusi pendidikan, UI telah dan akan terus mengikuti dan menangani kasus ini sesuai dengan prosedur yang berlaku,” ujarnya.

    Pihak UI juga menyatakan siap untuk bekerja sama penuh dengan aparat penegak hukum apabila diperlukan dalam proses penyelidikan.

    Meski belum ada putusan hukum tetap, UI telah menonaktifkan sementara status akademik mahasiswa terduga pelaku sebagai bentuk kehati-hatian institusi.

    “Tentu UI akan menunggu putusan hukum tetap, baru kami akan mengambil keputusan mengenai status permanen mahasiswa tersebut. Kegiatan mahasiswa tersebut akan dibekukan saat ini menunggu proses hukum yang berlangsung,” kata Arie terkait kasus pelecehan seksual dokter PPDS UI.

  • DPR Soroti Kasus Pelecehan Seksual di KRL, Desak Jaminan Keamanan untuk Perempuan dan Anak

    DPR Soroti Kasus Pelecehan Seksual di KRL, Desak Jaminan Keamanan untuk Perempuan dan Anak

    PIKIRAN RAKYAT – Anggota Komisi V DPR Irine Yusiana Roba Putri menyoroti kasus pelecehan seksual yang baru-baru ini terjadi di KRL Commuter Line relasi Tanah Abang-Rangkasbitung. Irine meminta jaminan keamanan bagi perempuan dan anak-anak di transportasi umum termasuk KRL.

    Apalagi, kata Irine, setiap harinya jutaan penumpang perempuan baik pelajar, mahasiswa, pekerja, hingga ibu rumah tangga mengandalkan moda transportasi umum seperti KRL.

    “Transportasi umum bukan hanya alat mobilitas, tetapi ruang publik yang harus aman. Fasilitas transportasi umum harus jadi ruang aman bagi setiap perempuan dan anak di Indonesia,” ujar Irine, Sabtu 19 April 2025.

    “Tidak boleh ada satu pun perempuan yang merasa terancam hanya karena sedang dalam perjalanan. Pelecehan bukan kesalahan korban, dan tidak boleh ditoleransi dengan alasan apapun,” lanjutnya.

    Anggota Komisi di DPR yang membidangi urusan perhubungan dan infrastruktur itu pun mengapresiasi langkah cepat PT KAI Commuter dalam mengidentifikasi pelaku lewat teknologi CCTV serta koordinasi yang sigap dengan aparat kepolisian. Meski begitu, dia mengingatkan bahwa langkah reaktif harus dibarengi upaya preventif yang kuat.

    “Tidak cukup hanya mengejar pelaku. Yang lebih penting adalah mencegah agar kejadian seperti ini tidak terulang. Edukasi, pengawasan, dan sistem pelaporan yang responsif harus menjadi standar dalam setiap layanan publik,” katanya.

    Irine juga meminta Kementerian Perhubungan dan PT KAI Commuter memastikan tidak ada celah bagi pelecehan seksual terjadi di transportasi umum. Ia menekankan keamanan pengguna, terutama perempuan dan anak-anak, harus menjadi prioritas utama dalam layanan publik.

    “Pengawasan, edukasi, dan tindakan pencegahan adalah tanggung jawab bersama. Operator wajib membangun sistem keamanan yang proaktif dan tanggap. Ini bukan hanya soal teknologi, tetapi soal komitmen melindungi penumpang,” ujarnya.

    Lebih lanjut, Irine menyerukan kepada seluruh masyarakat untuk tidak ragu melaporkan tindakan pelecehan seksual. Ia juga meminta pemerintah menjadikan keselamatan perempuan dan anak sebagai prioritas dalam kebijakan publik.

    “Pemerintah harus menjadikan keselamatan perempuan dan anak sebagai prioritas dalam setiap kebijakan publik,” ucapnya menegaskan.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News