Kasus: pelecehan seksual

  • Perkembangan Kasus Dokter Cabul di Malang, Polisi Sebut Masih Periksa CCTV Gedung Rumah Sakit – Halaman all

    Perkembangan Kasus Dokter Cabul di Malang, Polisi Sebut Masih Periksa CCTV Gedung Rumah Sakit – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Rekaman CCTV di Persada Hospital Malang, Jawa Timur diperiksa penyidik Satreskrim Polresta Malang Kota.

    Pemeriksaan rekaman CCTV tersebut terkait kasus dugaan pelecehan yang dilakukan oleh seorang dokter berinisial AY kepada korban perempuan, QAR.

    Diketahui, aksi pelecehan tersebut terjadi pada September 2022 lalu.

    “Saat ini, Satreskrim Polresta Malang Kota masih mengecek CCTV Persada Hospital tersebut. Jadi, kami kumpulkan semua karena kejadiannya ini terjadi di tahun 2022 lalu dan kami lakukan proses analisa,” ujar Kasi Humas Polresta Malang Kota, Ipda Yudi Risdiyanto kepada Suryamalang.com, Senin (21/4/2025).

    Ipda Yudi menuturkan, pihak kepolisian masih mendalami rekaman yang menunjukkan aktivitas terduga pelaku yang mengarah ke lokasi kamar korban QAR.

    “Isi rekaman CCTV masih kami pelajari dan dilakukan secara scientific. Masih dianalisa semuanya,” terangnya.

    Ia juga menyebut bahwa pihak kepolisian telah memeriksa satu orang saksi dan korban.

    Yudi menambahkan, terlapor yang juga terduga pelaku bakal dipanggil untuk dimintai keterangan.

    “Sampai saat ini, kami telah memeriksa satu orang saksi yang juga pelapor sekaligus terduga korban,”

    “Apabila bukti-bukti sudah terkumpul maka baru kita memanggil terduga pelaku untuk diperiksa dan dimintai keterangan.”

    “Namun kapan pemanggilan kepada terduga pelaku, tentunya menunggu penyelidikan yang masih terus dilakukan Satreskrim Polresta Malang Kota,” pungkasnya.

    Nasib Dokter AY

    Sebelumnya, dokter AY yang diduga melakukan pelecehan seksual terhadap pasien perempuan berinisial QAR (31), menjalani sidang kode etik dan disiplin internal rumah sakit.

    Dokter AY diduga melakukan pelecehan saat melakukan pemeriksaan kesehatan terhadap korban QAR.

    Dalam sidang kode etik internal rumah sakit tersebut, AY mengaku melakukan pemeriksaan pasien sesuai dengan prosedur medis.

    Meski begitu, pihak rumah sakit masih melakukan pendalaman keterangan AY tersebut.

    “Namun, keterangan tersebut masih akan kami pastikan dan kami lakukan pendetailan lagi,” ujar Sub Komite Etika dan Disiplin Profesi Persada Hospital Malang, Galih Endradita.

    Ia juga mengatakan, dari penyelidikan internal, diketahui QAR memang sempat menjalani perawatan di Persada Hospital pada September 2022 lalu.

    Namun, terkait kasus ini, pihak rumah sakit masih belum menerima laporan resmi dari pasien, hingga kasus ini mencuat di media sosial.

    “Kami baru tahunya di tahun ini dan itu pun diinformasikan dari media. Karena selama ini, kami tidak menerima laporan komplain atau keluhan apapun dari pasien tersebut,” ujar Galih, dikutip dari Suryamalang.com.

    Sementara itu, Sylvia Kitty Simanungkalit, Supervisor Humas Persada Hospital, menegaskan bahwa pihak rumah sakit akan menindak tegas jika pelanggaran terbukti. 

    “Bilamana memang terbukti, maka manajemen Persada Hospital akan mengambil tindakan tegas dengan memberhentikan secara tidak hormat dan menyerahkan masalah ini menurut aturan hukum yang berlaku maupun disiplin tenaga kesehatan,” tegas Sylvia. 

    Pihak rumah sakit juga berencana akan menjalin hubungan komunikasi langsung dengan korban untuk mendalami kasus ini sebelum memberi sikap final.

    Diketahui, AY saat ini sudah dinonaktifkan sementara.

    AY dilarang menerima pasien maupun menjalankan praktik di rumah sakit.

    Terduga pelaku juga telah  resmi dilaporkan oleh seorang perempuan asal Bandung, Jawa Barat, QAR (31), Jumat (18/4/2025).

    Sebagian artikel ini telah tayang di SuryaMalang.com dengan judul UPDATE Dugaan Pelecehan oleh Dokter di Malang, Polisi Dalami Rekaman CCTV Rumah Sakit

    (Tribunnews.com, Muhammad Renald Shiftanto)(Suryamalang.com, Kukuh Kurniawan)

  • Dokter di Malang Diduga Lecehkan Pasien, Polisi Masih Cek Rekaman CCTV Rumah Sakit – Halaman all

    Dokter di Malang Diduga Lecehkan Pasien, Polisi Masih Cek Rekaman CCTV Rumah Sakit – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Satreskrim Polresta Malang Kota terus menyelidiki dan mendalami kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh AY, dokter di Persada Hospital Malang, Jawa Timur.

    Setelah mendatangi Persada Hospital pada Sabtu 19, April 2025 lalu, kini pihak kepolisian mendalami rekaman CCTV yang diperoleh di sana.

    Hal ini disampaikan oleh Kasi Humas Polresta Malang Kota, Ipda Yudi Risdiyanto. 

    “Saat ini, Satreskrim Polresta Malang Kota masih mengecek CCTV Persada Hospital tersebut.” 

    “Jadi, kami kumpulkan semua karena kejadiannya ini terjadi di tahun 2022 lalu dan kami lakukan proses analisa,” ujar Yudi kepada Tribun Jatim, Senin (21/4/2025).

    Adapun kamera CCTV di Persada Hospital terpasang di beberapa titik dan tidak sampai mencakup area dalam kamar rawat inap karena untuk menjaga kerahasiaan rumah sakit serta privasi pasien.

    Oleh sebab itu, area rumah sakit yang terpantau CCTV adalah area publik seperti lobi, bagian lorong, dan area Unit Gawat Darurat (UGD).

    Sementara itu, rekaman CCTV mengenai aktivitas AY yang mengarah ke lokasi kamar terduga korban QAR (31) masih didalami kepolisian.

    “Isi rekaman CCTV masih kami pelajari dan dilakukan secara scientific. Masih dianalisa semuanya,” terang Yudi.

    Sementara itu, saat disinggung berapa saksi yang sudah diperiksa dalam kasus ini, Yudi menyebut baru satu orang, yaitu QAR.

    “Sampai saat ini, kami telah memeriksa satu orang saksi yang juga pelapor sekaligus terduga korban.” 

    “Apabila bukti-bukti sudah terkumpul, maka baru kita memanggil terduga pelaku untuk diperiksa dan dimintai keterangan.”

    “Namun kapan pemanggilan kepada terduga pelaku, tentunya menunggu penyelidikan yang masih terus dilakukan Satreskrim Polresta Malang Kota,” ucapnya.

    Diberitakan sebelumnya, berdasarkan penelusuran awal, setidaknya ada empat pasien wanita yang diduga menjadi korban AY di Persada Hospital.

    Pengacara dari salah satu korban berinisial QAR, Satria Marwan mengungkapkan, para korban AY mulai berani mengungkapkan peristiwa yang terjadi setelah kliennya buka suara di media sosial.

    QAR didampingi Satria Marwan secara resmi sudah melaporkan dugaan pelecehan yang dilakukan AY di Persada Hospital ke Polresta Malang, Jumat (18/4/2025).

    “Kami telah mendapat informasi ada korban lainnya sebanyak tiga orang.” 

    “Apabila dihitung dengan klien kami, maka totalnya ada empat korban dengan pelaku dokter yang sama,” ujar Satria seusai mendampingi QAR melapor ke Polresta Malang, Jumat.

    Bukti-bukti mengenai perlakuan terduga pelaku yang melecehkan para korbannya sedang dikumpulkan.

    Dalam waktu dekat, dirinya segera berkomunikasi dengan terduga korban lainnya mengenai langkah yang akan diambil.

    “Saya belum bisa menyebutkan siapa korban lainnya. Yang pasti, modusnya hampir sama dengan pelaku dokter yang sama dan di rumah sakit yang sama,” terangnya.

    Modus yang hampir sama itu, yakni mulai dari melakukan spam chat, menggoda, hingga mengajak nonton konser.

    “Kejadiannya di tahun berbeda-beda. Dengan modus, yaitu spam chat, goda-goda, hingga ngajak nonton konser dan lain sebagainya,” jelasnya.

    Lebih lanjut, Satria menyesalkan tak ada komunikasi maupun permintaan maaf dari rumah sakit tempat terduga pelaku bekerja.

    Ia menyebut, semestinya pihak rumah sakit langsung mengutarakan permintaan maaf dan bukan hanya sebatas menonaktifkan terduga pelaku.

    “Saya pikir tidak ada ruginya rumah sakit mempertahankan nama baik dengan meminta maaf, tetapi nyatanya sampai sekarang tidak ada permintaan maaf. Oleh karenanya, kami sangat menyayangkan sekali,” ucapnya.

    Terpisah, Sub Komite Etika dan Disiplin Profesi Persada Hospital, dr Galih Endradita SpFM FISQua menegaskan, AY telah dinonaktifkan sampai menunggu keputusan lebih lanjut.

    Saat ini AY tidak diperbolehkan menerima pasien maupun menjalankan praktik di rumah sakit. 

    Ia juga telah menjalani proses sidang kode etik dan disiplin internal rumah sakit. 

    Sebagian artikel ini telah tayang di SuryaMalang.com dengan judul UPDATE Dugaan Pelecehan oleh Dokter di Malang, Polisi Dalami Rekaman CCTV Rumah Sakit.

    (Tribunnews.com/Deni)(SuryaMalang.com/Kukuh Kurniawan)

  • Modus Kasus Pelecehan Seksual di Ponpes, Korban Dijanjikan Soal Rahim

    Modus Kasus Pelecehan Seksual di Ponpes, Korban Dijanjikan Soal Rahim

    Mataram, Beritasatu.com – Kasus dugaan pelecehan seksual kembali terjadi di lingkungan pondok pesantren. Kali ini, peristiwa tersebut terjadi di Kabupaten Lombok Barat dan melibatkan seorang ketua yayasan pondok pesantren berinisial AF (60) sebagai terduga pelaku. 

    Dalam keterangan resminya, Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Mataram, Joko Jumadi, mengatakan kasus pelecehan seksual ini memakan korban hingga 20 orang.

    “Perihal kasus dugaan pelecehan seksual di lingkungan pondok pesantren di Kabupaten Lombok Barat NTB, kembali terjadi. Kali ini sebanyak 20 orang santri menjadi korban pelecehan seksual yang diduga dilakukan oleh ketua yayasan pondok pesantren,” ungkap Joko Jumadi, Senin (21/4/2025).

    Dalam menjalankan aksi bejatnya, AF sebagai terduga pelaku  yang diketahui menjabat sebagai ketua yayasan pondok pesantren tersebut memakai modus operasi memanfaatkan posisi serta kepercayaan sebagai seorang pimpinan pesantren atau biasa disebut Tuan Guru. 

    “Modusnya terduga pimpinan atau Tuan Guru ini menjanjikan akan memberikan keberkatan di rahimnya,  supaya bisa melahirkan anak-anak yang akan menjadi seorang wali,” jelas Joko. 

    Lebih lanjut, Joko memaparkan dalam kasus ini ada dugaan tindakan persetubuhan dan pencabulan yang terjadi. 

    “Ada memang sebagian korban ini ada yang persetubuhan, dugaannya ada sekitar 10 santri, dan sisanya pencabulan. Sempat dimanipulasi kemudian diraba, namun kemudian menolak untuk diberikan ‘keberkahan’ di dalam rahimnya,” jelasnya.

    Hingga saat ini, meski belum ada laporan dari korban terkait kehamilan akibat dugaan pelecehan seksual ini. Namun, rentang waktu terjadinya aksi bejat ini  cukup panjang, yakni sejak 2016 hingga laporan terakhir pada 2023.

    Saat ini, pihak pengurus pesantren disebut Joko mau kooperatif dalam proses penyelidikan  lebih lanjut. “Berita baiknya adalah pengurus ponpes ini cukup kooperatif. Ini yang sering sekali susah sekali kita temukan dalam kasus-kasus kejahatan seksual di pondok pesantren,” tutur Joko lagi. 

    Tak hanya itu, setelah menerima aduan dari masyarakat dan santri pihak pengurus pesantren juga bergerak cepat  dengan mengambil tindakan tegas dengan memberhentikan AF dari jabatannya sebagai ketua yayasan.

    Sejauh ini, Joko mengungkap pemeriksaan   lebih lanjut tengah dilakukan Polresta Mataram. “Hingga saat ini tim Unit II Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polresta Mataram tengah melakukan pemeriksaan terhadap korban dan terduga pelaku kasus pelecehan seksual ini,” pungkasnya

  • Terinspirasi Film Walid, Korban Bongkar Aksi Bejat Kepala Ponpes

    Terinspirasi Film Walid, Korban Bongkar Aksi Bejat Kepala Ponpes

    Mataram, Beritasatu.com – Kabar mengejutkan kembali datang dari lingkungan pondok pesantren (ponpes) kali ini di Kabupaten Lombok Barat. Sebuah kasus dugaan pelecehan seksual kembali mencuat, menyeret seorang ketua yayasan pondok pesantren sebagai terduga pelaku. Kasus ini terungkap berkat keberanian para korban yang terinspirasi oleh film asal Malaysia berjudul Walid. 

    Film dengan latar belakang menyorot pengalaman traumatis selama berada di lingkungan pesantren, sehingga memicu keberanian para santri di Lombok Barat tersebut untuk melaporkan kejadian tersebut kepada pihak kepolisian.

    Dalam keterangan resminya, Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Mataram, Joko Jumadi, mengatakan kasus pelecehan seksual ini memakan korban hingga 20 orang. 

    Terduga pelaku dalam kasus ini telah diidentifikasi sebagai AF (60), yang berasal dari Kabupaten Lombok Barat dan diketahui menjabat sebagai ketua yayasan pondok pesantren tersebut. Sebagian korban diketahui merupakan alumni dari pondok pesantren yang dipimpin terduga pelaku.

    Terkait keberanian para korban, Joko menyoroti peran penting film Walid dalam membangkitkan keberanian para santri sebagai korban untuk mau melapor dan  mengungkap kejahatan seksual yang mereka alami.

    “Sebagian korban ini adalah alumni dari pondok pesantren itu, yang terinspirasi dari film Bid’ah dari Malaysia yang kemudian kok di film itu hampir sama dengan pengalamannya waktu di pondok yang dilakukan oleh terduga pelaku ini. Dari film Walid  itulah para korban ini memberanikan diri untuk berbicara,” pungkas Joko.

  • Punya Tiga Anak, Dokter Gigi Perekam Mahasiswi Mandi di Jakarta Pusat Menyesal – Halaman all

    Punya Tiga Anak, Dokter Gigi Perekam Mahasiswi Mandi di Jakarta Pusat Menyesal – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Tersangka dokter gigi Program Dokter Spesialis Radiologi di Universitas Indonesia inisial MAES (36) menyesali perbuatannya merekam mahasiswi inisial SS yang sedang mandi.

    MAES kini harus mempertanggungjawabkan perbuatan tindak pidana pornografi / asusila yang dilakukannya.

    “Sangat menyesal, saya khilaf,” ucapnya saat diinterogasi polisi, Senin (21/4/2025).

    Dia mengatakan baru sekali melakukan perbuatannya merekam wanita mandi.

    Keinginannya merekam itu tiba-tiba saja muncul saat melihat lubang ventilasi di kamar mandi indekos.

    “Enggak pernah baru sekali,” tambahnya.

    Diketahui MAES sudah memiliki tiga anak.

    Peristiwa itu terjadi di indekos kawasan Percetakan Negara VI, Kecamatan Cempaka Putih, Jakarta Pusat Selasa (15/4/2025) sekitar pukul 18.12 WIB.

    Kasat Reskrim Polres Jakarta Pusat AKBP Muhammad Firdaus menjelaskan bahwa pelaku dan korban yang berinisial SS, mahasiswi berusia 22 tahun, tinggal bersebelahan di indekos tersebut. 

    “Korban merasa curiga dan sadar ada perekaman saat sedang mandi,” ungkapnya, Senin (21/4/2025).

    Saat itu juga korban langsung melapor kepada teman-temannya dan berhasil mengamankan pelaku serta menyerahkannya ke Polres Jakarta Pusat.

    Dari hasil pemeriksaan, diketahui bahwa pelaku sengaja memanjat ke atas plafon.

    Pelaku kemudian memanfaatkan celah lubang ventilasi udara kamar mandi untuk merekam korban yang baru selesai mandi. 

    Rekaman berdurasi 8 detik itu dibuat menggunakan handphone milik pelaku, sebuah Oppo F9 warna ungu.

    “Motif pelaku karena iseng dia mengaku baru kali ini melakukan perbuatannya, dan video tersebut untuk konsumsi pribadi, tidak ada niat untuk menyebarluaskannya,” tutur Firdaus.

    Adapun barang bukti yang telah diamankan oleh kepolisian antara lain satu unit handphone pelaku, sebuah USB berisi rekaman video.

    Selain itu pula celana pendek warna hitam milik korban, handuk, serta celana dalam wanita warna cokelat muda.

    Atas perbuatannya, pelaku dijerat dengan Pasal 4 Jo. Pasal 29 dan Pasal 9 Jo. Pasal 35 UU RI No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi.

    MAES terancam hukuman pidan penjara maksimal 12 tahun.

    Jadi tersangka

    Sebelumnya MAES telah ditetapkan menjadi tersangka.

    Hal itu setelah dia melakukan pelecehan seksual dengan cara merekam mahasiswi berinisial SS saat mandi.

    Terkait hal itu Universitas Indonesia (UI) memastikan telah membekukan segala aktivitas MAES terkait status akademiknya.

    “Yang bersangkutan mengambil Spesialis Radiologi Kedokteran Gigi, saat ini di semester 2,” kata Direktur Humas, Media, Pemerintah, dan Internasional UI, Arie Afriansyah saat dihubungi.
     
    UI akan menunggu putusan hukum tetap baru kemudian akan memutuskan status permanen mahasiswa tersebut.

    “Tentunya yang bersangkutan saat ini sudah dibekukan dulu kegiatan dan status akademiknya,” ucapnya.

  • Paus Fransiskus Wafat di Usia 88 Tahun, Meninggalkan Warisan Reformasi dan Kunjungan Bersejarah ke Indonesia

    Paus Fransiskus Wafat di Usia 88 Tahun, Meninggalkan Warisan Reformasi dan Kunjungan Bersejarah ke Indonesia

    Vatikan (beritajatim.com) – Kabar duka datang dari Vatikan. Pemimpin Gereja Katolik Roma, Paus Fransiskus, telah wafat pada usia 88 tahun setelah sebelumnya sempat dirawat akibat pneumonia ganda.

    Vatikan mengumumkan kabar ini secara resmi melalui pernyataan video pada Senin pagi waktu setempat.

    “Dengan kesedihan yang mendalam, saya harus mengumumkan wafatnya Bapa Suci kita, Paus Fransiskus,” ujar Kardinal Kevin Farrell dalam siaran resmi dari saluran televisi Vatikan. Ia menambahkan, “Pada pukul 07.35 pagi ini, Uskup Roma, Fransiskus, kembali ke rumah Bapa.”

    Paus Fransiskus, yang memiliki nama asli Jorge Mario Bergoglio, terpilih menjadi Paus pada 13 Maret 2013. Ia menjadi pemimpin Gereja Katolik pertama yang berasal dari Amerika Latin, tepatnya dari Argentina. Terkenal karena kepeduliannya terhadap kaum miskin, ia langsung mencuri perhatian dunia sejak awal kepemimpinannya.

    Berbeda dari para pendahulunya, Paus Fransiskus memilih tidak menempati apartemen mewah di Istana Apostolik. Ia lebih memilih tinggal di rumah tamu Vatikan, Domus Sanctae Marthae.

    “Saya butuh hidup bersama orang lain demi kesehatan psikologis saya,” katanya saat itu.

    Selama masa kepemimpinannya, Paus Fransiskus menghadapi banyak tantangan, termasuk skandal pelecehan seksual oleh oknum gereja dan konflik internal di dalam birokrasi Vatikan seperti dikuti Reuters.

    Meski demikian, ia dikenal sebagai sosok pembaru yang berani menentang arus, baik dari kalangan konservatif maupun progresif dalam tubuh Gereja.

    Tak hanya fokus pada reformasi internal, Paus Fransiskus juga dikenal sebagai simbol perdamaian dunia dan advokat bagi kaum marginal, termasuk pengungsi dan migran.

    Dalam berbagai kunjungan luar negerinya, ia selalu menyuarakan dialog antaragama dan keadilan sosial. Salah satu momen yang dikenang oleh umat Katolik Indonesia adalah saat beliau melakukan kunjungan kenegaraan dan pastoral ke Indonesia pada tanggal 3-6 September 2024—sebuah kunjungan bersejarah yang mempererat hubungan antaragama dan antarnegara.

    Uniknya, sepanjang masa kepemimpinannya, Vatikan sempat dihuni oleh dua tokoh berpakaian putih: dirinya dan Paus Benediktus XVI yang mengundurkan diri pada 2013. Benediktus wafat pada Desember 2022, menyisakan Paus Fransiskus sebagai satu-satunya pemimpin tertinggi Gereja Katolik.

    Hingga Februari 2025, tercatat hampir 80% dari para kardinal pemilih Paus adalah mereka yang diangkat oleh Paus Fransiskus. Hal ini memperbesar kemungkinan bahwa penerusnya akan melanjutkan kebijakan-kebijakan progresif yang telah ia mulai, meskipun masih ada perlawanan dari kalangan tradisionalis. (ted)

  • Polemik Kasus Seksual, Ini 5 Langkah Kemenkes Tertibkan PPDS

    Polemik Kasus Seksual, Ini 5 Langkah Kemenkes Tertibkan PPDS

    Jakarta, Beritasatu.com – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melalui Menteri Kesehatan RI, Budi Gunadi Sadikin akhirnya menyatakan sikap resmi mereka menanggapi polemik kasus asusila mulai dari kekerasan seksual hingga pelecehan seksual oleh para dokter peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) yang saat ini ramai jadi isu nasional.

    Setelah kasus dokter Obgyn di Garut, dokter umum di Malang hingga dokter PPDS Anestesi di Bandung, teranyar ada lagi kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh oknum peserta PPDS Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia (FKG UI). Melihat kondisi di lapangan, Menkes Budi tak menampik kalau harus segera dilakukan perbaikan serius terkait para dokter PPDS.

    “Kami merasa harus ada perbaikan yang serius, sistematis dan konkret bagi PPDS,” ungkap Budi dalam konferensi pers Kemenkes, “Upaya Bersama Pembenahan PPDS di RSUP Hasan Sadikin dan Universitas Padjajaran”, Senin (21/4/2025).

    Lebih lanjut ia menerangkan, ke depannya Kemenkes akan menerapkan beberapa langkah konkrit tak hanya untuk mencegah kasus serupa terulang kembali di masa mendatang, namun juga untuk meningkatkan pelayanan kesehatan pada masyarakat. Berikut lima langkah Kemenkes untuk menertibkan para dokter PPDS, seperti yang dijelaskan Budi.

    Wajib tes psikologi: Mewajibkan calon peserta PPDS untuk mengikuti tes psikologis. nantinya tes psikologi ini akan dilakukan setiap 6 bulan sekali. Tujuannya sebagai pengawasan secara berkala dan monitoring rutin. Transparasi rekrutmen PPDS: proses rekrutmen para calon peserta PPDS harus dilakukan terbuka, Budi menegaskan tidak boleh lagi ada preferensi khusus. “Transparansi dari proses rekrutmen ini dilakukan dengan baik, sehingga tidak ada lagi preferensi-preferensi khusus yang mengakibatkan kita akan salah pilih dari peserta PPDS ini,” tegasnya.

  • Disdikbud Lumajang Belum Pecat Oknum Guru Lecehkan 6 Siswi SMP

    Disdikbud Lumajang Belum Pecat Oknum Guru Lecehkan 6 Siswi SMP

    Lumajang (beritajatim.com) – Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Lumajang belum memecat oknum guru yang diduga melakukan pelecehan seksual kepada enam siswi Sekolah Menengah Pertama (SMP).

    Sanksi yang diberikan kepada oknum guru berinisial DCJ itu baru sebatas penonaktifan dari seluruh kegiatan mengajar.

    Kepala Disdikbud Kabupaten Lumajang, Nugraha Yudha Mudiarto mengatakan, oknum guru tersebut telah dinonaktifkan dari aktivitas mengajar. Saat ini, terduga pelaku sudah dipindah ke Kantor Korwil Pendidikan di Kecamatan Jatiroto dengan tujuan membatasi interaksi agar tidak ada korban lagi.

    “Ini sudah nonaktif mengajar (oknum guru, Red), sekarang saya pindahkan ke korwil untuk membatasi geraknya,” terang Nugraha Yudha Mudiarto, Senin (21/4/2025).

    Terkait pemberian sanksi berupa pemecatan, diakui, masih harus menunggu proses dari Inspektorat Kabupaten Lumajang. Sebab, pelaku merupakan seorang guru yang berstatus sebagai ASN.

    Kejadian asusila yang dilakukan tenaga pendidik itu juga diakui sudah dilaporkan kepada Bupati Lumajang agar segera mendapat tindak lanjut dan hukuman tegas.

    “Untuk prosesnya sudah ke inspektorat, sudah dilaporkan juga ke bupati agar segera ditindaklanjuti,” ungkapnya.

    Sebagai informasi, oknum guru cabul tersebut diketahui sudah berstatus sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemkab Lumajang. Tempat pelaku berdinas diketahui ada di salah satu sekolah dasar.

    Selain mengajar di wilayah dinas, pelaku juga merupakan seorang guru ekstrakurikuler drumband bagi sejumlah sekolah SMP di Lumajang.

    Oknum guru cabul tersebut sebelumnya dilaporkan telah melecehkan enam siswi SMP yang dibimbingnya. Mayoritas korban diketahui merupakan seorang mayoret dari drumband di sejumlah sekolah. [has/beq]

  • Awal Mula Terungkapnya Kasus Pelecehan Seksual 6 Murid oleh Oknum Guru Karate di Pontianak Kalbar – Halaman all

    Awal Mula Terungkapnya Kasus Pelecehan Seksual 6 Murid oleh Oknum Guru Karate di Pontianak Kalbar – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, PONTIANAK – JU (58), oknum guru karate di Kota Pontianak, Kalimantan Barat diduga melakukan pelecehan seksual terhadap enam muridnya yang masih berusia belasan tahun.

    Enam korbannya berinisial A (13), F (14), S (14), R (11), A (13), dan T (12). 

    Dugaan pelecehan seksual terjadi di lingkungan sekolah dalam kegiatan esktrakurikuler karate.

    Kabid Humas Polda Kalbar Kombes Pol Bayu Suseno mengatakan peristiwa pencabulan berlangsung sejak 2024 hingga Februari 2025.

    Sang guru karate kerap melakukan aksi bejatnya itu saat sesi latihan karate sekitar pukul 15.00 WIB.

    Kasus ini awalnya terungkap setelah F (14), salah satu korban bercerita kepada orang tua korban A (13) pada 14-15 Februari 2025.

    Kemudian orang tua korban langsung mengkonfirmasi cerita tersebut dengan memanggil para korban untuk mendalami informasi yang ada. 

    Upaya ini menjadi awal terbongkarnya rangkaian pelecehan yang dialami para korban.

    Orang tua korban lalu melaporkannya ke Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Kalimantan Barat pada pertengahan April 2025.

    Saat ini pelaku telah ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat dengan Pasal 82 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dan/atau Pasal 6 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

    Ancaman Hukumannya adalah maksimal 15 tahun penjara. 

    Kombes Pol Bayu Suseno menegaskan pihak kepolisian akan bertindak tegas terhadap segala bentuk kekerasan seksual terhadap anak. 

    PELAKU KEKERASAN SEKSUAL – Pria berinisial EH (berbaju oranye) menjadi pelaku kekerasan seksual kepada dua anak kandungnya. Pelau kini telah ditangkap Polres Metro Bekasi. (DOK: Polres Metro Bekasi) (Dok Polres Metro Bekasi)

    “Polda Kalbar menegaskan komitmennya untuk menindak tegas setiap bentuk kekerasan seksual terhadap anak. Masyarakat diimbau untuk aktif melaporkan bila mengetahui atau mengalami tindak kekerasan serupa, khususnya di lingkungan pendidikan dan kegiatan olahraga,” tegas Kombes Bayu.

    DPRD Kota Pontianak Minta Kasus Ditangani Tuntas

    Menanggapi hal itu, Anggota DPRD Kota Pontianak, Husin mengaku sangat prihatin atas kejadian tersebut.

    “Tentunya kita sangat prihatin atas kejadian ini,” kata Husin kepada Tribunpontianak.co.id saat dihubungi, Minggu (20/4/2025).

    Dirinya berharap agar kasus-kasus semacam ini dapat ditangani dengan tuntas dan terduga pelaku mendapatkan tindakan tegas dari pihak terkait.

    “Menurut saya oknum guru ini harus dihukum berat sehingga bisa menjadi efek jera kepada oknum lain,” harapnya.

    Saat ini, kasus tersebut telah ditangani oleh Direktorat reserse kriminal umum Polda Kalbar, dan terduga pelaku telah diamankan guna proses hukum lebih lanjut.

  • Marak kasus Pelecehan Dokter, Sosiolog: Ada Ketimpangan Relasi Kuasa

    Marak kasus Pelecehan Dokter, Sosiolog: Ada Ketimpangan Relasi Kuasa

    Jakarta, Beritasatu.com – Kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan dokter terhadap pasien yang terjadi belakangan ini dinilai ada relasi kuasa yang timpang sehingga terjadi penyalahgunaan kekuasaan.

    “Selain masalah psikologis personal dari dokter, ada juga relasi kuasa yang timpang hubungan antara dokter dan pasien,” kata Sosiolog Andreas Budi Widyanta kepada Beritasatu.com, Minggu (20/4/2024).

    Menurut Andreas, hal tersebut menunjukkan pengetahuan di antara mereka. Dokter merasa memiliki otoritas, kewenangan, pengetahuan, praktik yang mereka lakukan sehingga ada abuse of power atau penyalahgunaan kekuasaan.

    Maka dari itu, otoritas tersebut berdampak kepada bagaimana dokter memperlakukan pasien seperti halnya objek.  

    “Proses inilah yang sering kali terjadi. Relasi kuasa yang timpang ini membuat pasien berada di bawah dominasi dari kekuasaan dokter. Ini dalam bacaan secara sosiologis. Kondisi ini harus disadari sungguh bahwa relasi pasien dan dokter ini tidak setara,” ucapnya.

    Dengan kondisi ini menurut Andreas, apa yang diperintahkan oleh dokter mesti dipenuhi karena pasien tidak sepenuhnya tahu. Akhirnya pasien menjadi subjek yang harus tunduk untuk mengikuti apa yang diinginkan dokter. 

    Oleh karena itu hal ini harus menjadi pelajaran penting. Pasien harus mendapat pendidikan kesadaran agar berani untuk bertanya dan mempertanyakan apa yang menjadi penjelasan dokter.

    “Rasionalisasinya seperti apa sehingga pasien itu juga ada transfer pengetahuan, ada transfer nilai, dan saling pemahaman. Dokter dan pasien mestinya ada proses konsensual dengan menjelaskan. Jika pasien memang tidak tahu, ya dokter harus menjelaskan. Itu sebagai bentuk kewajiban, itu sebuah mandatori,” tutur Andreas menanggapi maraknya kasus pelecehan dokter terhadap pasien.