Kasus: pelecehan seksual

  • Tampang Pelaku Pencabulan Santriwati di Lombok Barat, Faisal Ngaku Khilaf – Halaman all

    Tampang Pelaku Pencabulan Santriwati di Lombok Barat, Faisal Ngaku Khilaf – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Ahmad Faisal alias AF (52), pimpinan sebuah pondok pesantren di Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), ditetapkan sebagai tersangka atas kasus persetubuhan.

    Ia menyetubuhi sejumlah santriwatinya dengan dalih mengajarkan doa.

    Dikutip TribunLombok.com, AF mengakui perbuatannya yang dilakukan sejak tahun 2015-2021 tersebut.

    “Ada yang mengajarkan doa dan mengijazahkan, tidak dibenarkan secara agama,” kata AF, Kamis (24/4/2025).

    AF juga membantah melakukan aksinya dengan modus penyucian rahim yang kelak akan melahirkan seorang wali.

    Ia menjanjikan korbannya kelak akan mendapatkan pasangan dan keturunan yang baik.

    “Itu tentu kekhilafan dan kesetanan saya, saya pribadi meminta maaf,” kata AF.

    Sementara itu, Kasat Reskrim Polresta Mataram AKP Regi Halili mengatakan ada dua laporan dalam kasus ini.

    Pertama adalah pencabulan dan yang kedua persetubuhan.

    “Kita sudah tingkatkan ke penyidikan dan sudah menetapkan tersangka dengan kasus persetubuhan, jadi kasus ini ada dua laporan kepolisian (pencabulan dan persetubuhan),” kata Regi, Kamis (24/4/2025).

    Ia juga menyebut bahwa ada tiga korban lain yang melaporkan kasus ini.

    “Pagi tadi ada tiga orang lagi yang melapor, kami belum pastikan (korban pencabulan atau persetubuhan),” kata Regi.

    Saat ini korban yang sudah diperiksa ada 10 orang. Lima adalah korban persetubuhan dan lima lainnya pencabulan.

    Sementara itu, tiga korban yang melapor masih belum dipastikan.

    Dengan tambahan tiga orang yang melapor, berarti ada 13 orang yang menjadi korban Faisal.

    Ia juga meminta para korban maupun keluarga korban untuk melapor ke polisi.

    Regi menjelaskan tersangka menggunakan berbagai modus untuk melancarkan aksinya.

    “Jadi berbagai cara untuk memanipulasi para korban, untuk melakukan tindakan pencabulan dan persetubuhan,” kata Regi.

    Sebagian artikel ini telah tayang di TribunLombok.com dengan judul Korban Pelecehan Seksual Walid Lombok Bertambah Jadi 13 Orang

    (Tribunnews.com, Muhammad Renald Shiftanto)(TribunLombok.com, Robby Firmansyah)

  • Kasus Dugaan Eksploitasi OCI, Polri Telusuri Kembali Data yang Pernah Dilaporkan Tahun 1997 – Halaman all

    Kasus Dugaan Eksploitasi OCI, Polri Telusuri Kembali Data yang Pernah Dilaporkan Tahun 1997 – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Polisi kembali menelusuri kasus dugaan eksploitasi yang dialami para korban Oriental Circus Indonesia (OCI).

    Direktur Tindak Pidana Perdagangan Perempuan dan Anak (PPA)-Tindak Pidana Perdagangan Orang (PPO) Bareskrim Polri Brigjen Pol Nurul Azizah mengatakan kasus tersebut pernah dilaporkan 28 tahun silam.

    “Terkait dengan laporan di tahun 1997 tentu kami masih proses mencari datanya mengingat kejadian sudah sangat lama,” ungkapnya kepada wartawan, Kamis (24/4/2025).

    Polisi juga sudah berkoordinasi dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) yang turut mendampingi para korban.

    Beberapa pertemuan sudah dilakukan untuk memperbarui informasi dan mendalami penanganan kasus ini.

    “Dan kami sudah bersurat ke fungsi yang membidangi (Kemen PPPA),” tandasnya.

    Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI Sugiat Santoso mengungkapkan bahwa kasus dugaan pelanggaran HAM oleh Oriental Circus Indonesia (OCI) mengandung unsur-unsur tindak pidana.

    Termasuk dugaan perdagangan anak, eksploitasi, dan penyiksaan. 

    Komisi XIII pun mendesak agar Polri membuka kembali kasus ini yang sebelumnya telah diberi status SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan).

    Hal itu disampaikannya usai audiensi Komisi XIII DPR bersama eks pegawai OCI, Komnas HAM, Komnas Perempuan, dan Kementerian HAM.

    “Ada banyak tindakan kejahatan yang terjadi terkait kasus ini. Misalnya, ditemukan bahwa sejak umur bayi, ada yang usia 2 tahun, 5 tahun, mereka diperdagangkan, katakanlah oleh oknum orang tuanya ke OCI dan dieksploitasi untuk bekerja sebagai pemain sirkus,” kata Sugiat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (23/4/2025).

    Sugiat mengungkapkan, dari berbagai keterangan para korban, ditemukan indikasi kuat adanya penyiksaan dan berbagai bentuk kekerasan lainnya yang dialami mereka selama bertahun-tahun.

    Bahkan, para korban telah memperjuangkan keadilan sejak tahun 1997, namun belum mendapatkan kejelasan hukum hingga kini.

    “Dan dari beberapa penjelasan mereka, ternyata banyak sekali tindak kejahatan, penyiksaan, dan sebagainya. Mereka sudah melakukan pencarian keadilan sejak tahun 1997,” ujarnya.

    Komisi XIII telah menyepakati untuk mendorong Polri membuka kembali penyelidikan kasus tersebut, dengan pintu masuk pada indikasi perdagangan manusia. 

    Sugiat mengakui bahwa untuk pembuktian kekerasan fisik mungkin sudah sulit, mengingat kasus ini terjadi puluhan tahun lalu.

    “Kalau pintu masuknya adalah tadi saya katakan, bisa saja terkait dengan kejahatan perdagangan manusia. Kalau penyiksaan fisik karena sudah 28 tahun, mungkin agak sulit menemukan bukti-bukti atau visum. Tapi OCI dan eks-karyawan ini sudah sepakat bahwa sejak umur bayi mereka sudah diperdagangkan di OCI. Saya pikir itu bisa jadi pintu masuk,” kata Sugiat.

    Ia juga menekankan pentingnya kehadiran negara dalam proses pemulihan para korban yang selama ini merasa ditelantarkan dan dieksploitasi sejak anak-anak.

    “Kehadiran negara dalam proses pemulihan itu penting. Mereka rakyat Indonesia, mereka sejak dari umur bayi sudah ditelantarkan dan dieksploitasi oleh oknum OCI. Saya pikir harus ada kehadiran negara untuk proses pemulihan itu,” ujar Sugiat.

    Menurutnya, berdasarkan keterangan korban, kuasa hukum, serta hasil investigasi dari Komnas HAM dan Komnas Perempuan, kasus ini sudah layak dikategorikan sebagai pelanggaran HAM berat.

    “Kalau dilihat dari temuan, saya pikir sudah dijelaskan kuasa hukum, para korban, dan dikuatkan oleh temuan investigasi Komnas HAM dan Komnas Perempuan, ini pelanggaran HAM berat,” ucapnya.

    Sebagai tindak lanjut, Komisi XIII sepakat untuk berkolaborasi antara Kementerian HAM sebagai leading sector bersama Komnas HAM dan Komnas Perempuan guna mendorong Polri membuka kembali kasus ini.

    Kekerasan dan Pelecehan

    Sejumlah mantan pemain sirkus Oriental Circus Indonesia (OCI) mengungkapkan pengalaman pahit mereka menjadi korban kekerasan fisik, eksploitasi, hingga pelecehan seksual selama bertahun-tahun terlibat dalam pertunjukan.

    Pengakuan ini mereka sampaikan di hadapan Komisi XIII DPR RI pada Rabu (23/4/2025).

    Rapat Dengar Pendapat (RDP) ini menghadirkan perwakilan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan).

    Fifi Nurhidayah, korban yang hadir dalam audiensi, menuturkan bahwa ia dibawa ke OCI oleh Frans Manansang sejak usia belia, ia bahkan tidak mengetahui pasti umurnya saat itu.

    Kekerasan fisik seperti pukulan, tendangan, dan cambukan rotan, menjadi bagian tak terpisahkan dari kesehariannya jika ia gagal menampilkan pertunjukan dengan baik.

    Akibat penyiksaan yang terus-menerus selama bertahun-tahun, membuat Fifi akhirnya melarikan diri dari Taman Safari.

    Namun, pelariannya hanya berlangsung tiga hari sebelum ia ditangkap kembali oleh pihak keamanan dan dibawa pulang.

    Akibat pelarian itu, ia mengaku mendapatkan hukuman berupa setruman di badan hingga alat kelamin, yang kemudian membuatnya mengompol.

    “Setelah saya melarikan diri, 3 hari saya menghirup udara luar, saya ditangkap lagi dengan security. Di tengah jalan saya dipukulin, dikata-katain kasar seperti binatang. Sampai rumah saya dimasukkan ke kantor dan saya disetrum pakai setruman gajah. Sampai saya lemas. Sampai alat kelamin saya disetrum. Akhirnya saya jatuh, saya lemas, saya minta ampun, saya sakit. Tapi dia tidak mendengarkan omongan saya, malah dia menambahkan pukulan itu,” ungkap Fifi dengan suara bergetar.

    “Setelah itu, saya jatuh lemas, ditarik lagi rambut saya, dijedotin ke dinding, dan saya ditampar. Akhirnya saya ngompol di situ. Setelah itu, saya dirantai selama 2 minggu, dipasung. Setelah 2 minggu dipasung, saya dibebaskan. Dan seperti biasa, saya latihan seperti biasa,” lanjutnya.

    Bertahun-tahun kemudian, Fifi akhirnya menemukan celah untuk kabur dan meninggalkan Taman Safari dengan bantuan sang mantan kekasih.

    Hingga sekarang, menurut Fifi, rangkaian peristiwa di Taman Safari masih membekas dan meninggalkan trauma mendalam.

    Dalam kesempatan yang sama, Ida mengatakan bahwa ia pernah terjatuh dari ketinggian 13-14 meter saat melakukan atraksi di Bandar Lampung pada tahun 1989.

    Ironisnya, setelah jatuh, pihak sirkus tidak langsung membawanya ke rumah sakit.

    Ia mengaku hanya dipijat di belakang panggung.

    “Setelah kira-kira beberapa jam (setelah jatuh) baru saya dibawa ke rumah sakit. Kejadiannya di Bandar Lampung. Satu malaman saya menunggu rasa sakit, belum ditangani sama dokter. Pagi baru mendapat penanganan, di-gips. Di-gips itu saya sudah tidak merasa sakit, karena mungkin dibius ya,” katanya.

    Setelah di gips, Ida dibawa ke Jakarta oleh pihak OCI untuk menjalani operasi dan terapi.

    Ia kemudian tak lagi menjadi pemain sirkus.

    Dalam keterbatasan fisik, Ida kemudian bekerja dalam naungan manajemen Taman Safari dengan kondisi menggunakan kursi roda.

    Pada tahun 1997 ia akhirnya mengajukan diri untuk keluar dari Taman Safari.

    “Sekitar tahun 1997 saya lalu izin keluar. Saya sudah tidak mau ikut lagi di situ. Setelah saya keluar, saya diminta buat surat pengunduran diri. Padahal saya pikir untuk apa saya bikin, karena saya sebetulnya kan bagian dari keluarga katanya. Tapi saya dipaksa membuat surat sebelum saya meninggalkan Taman Safari. Jadi setelah saya tanda tangan, saya diizinkan keluar, tapi saya tidak menerima apa-apa. Jadi saya keluar, tidak dapat satu rupiah pun, saya keluar meninggalkan Taman Safari pada saat itu seperti itu gitu,” katanya.

    Lisa, mantan pemain sirkus OCI lainnya, mengungkapkan bagaimana pihak OCI tidak mengizinkannya untuk bertemu keluarga kandungnya.

    Menurut pengakuannya, istri dari Yansen, seorang pengelola sirkus, mengatakan bahwa Lisa adalah anak yang dijual oleh orang tuanya.

    “Setelah usia saya 12 tahun, saya minta sama Pak Tony untuk dipertemukan dengan keluarga saya. Tapi Tony bilang, nanti suatu saat kalau kamu ada waktunya, kamu akan saya pertemukan. Setelah 15 tahun, saya juga minta lagi dengan Ibu Yansen. Kita panggil dia Sausau. Sau, saya ingin ketemu orang tua saya. Sausau terus bilang, kamu itu dijual. Kamu itu anak yang dijual. Saya sedih dari saat itu,” ungkapnya.

    Lisa juga mengaku bahwa ia tidak diizinkan untuk memiliki KTP pada usia 17 tahun.

    Ia akhirnya berhasil keluar dari sirkus pada usia 19 tahun setelah memiliki seorang pacar, namun hingga kini ia tak tahu asal usul keluarganya dan tidak menerima upah sepeserpun selama menjadi pemain sirkus.

    “Sampai sekarang saya pun belum bisa ketemu orang tua saya. Identitas saya juga tidak tahu. Dari mana saya, nama orang tua saya itu siapa,” imbuh Lisa.

  • Siswi SMA di Jakarta Timur Diduga Jadi Korban Pelecehan Oknum Guru, Modusnya Diajak Jajan – Halaman all

    Siswi SMA di Jakarta Timur Diduga Jadi Korban Pelecehan Oknum Guru, Modusnya Diajak Jajan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Seorang siswi SMA di kawasan Jakarta Timur diduga menjadi korban pelecehan seksual oleh guru di sekolahnya.

    Kuasa hukum korban, Herlin Muryanti, mengatakan jika pihaknya sudah melaporkan kejadian itu ke Polres Metro Jakarta Timur, Rabu (23/4/2025).

    “Jadi kedatangan adalah karena kami mewakili, mendampingi klien kami yang menjadi korban pelecehan seksual,” kata Herlin dalam keterangan yang diterima Tribunnews.com, Kamis (24/4/2025).

    “Yang terjadi atau yang dialami klien kami ini di bawah umur, jadi kekerasan terhadap anak di bawah umur,” imbuhnya.

    Herlin mengungkap jika modus yang digunakan terduga pelaku untuk melancarkan aksinya adalah dengan mengiming-imingi korban.

    Terduga pelaku, lanjut Herlin, juga kerap membujuk korban untuk bepergian lebih dulu sebelum menjalankan perbuatan bejatnya.

    “Jadi modusnya adalah dia ada bujuk rayu juga ada, iming-iming juga, tipu muslihatnya, jadi kayak diajakin ayo jajan dulu, yuk makan dulu, yuk ngopi dulu di luar, setelah itu barulah dia mulai melancarkan aksinya,” ungkap Herlin.

    Lebih lanjut, Herlin menegaskan apabila pihaknya sudah memiliki sejumlah bukti terkait dugaan pelecehan seksual tersebut.

    Bukti-bukti tersebut pun sudah disampaikan saat proses pembuatan laporan ke Polres Metro Jakarta Timur.

    “Korban klien kami satu orang sudah kami siapkan bukti, dalam artian bukti dokumen, bukti berkas dan saksinya sudah kami bawa sekalian,” jelasnya.

    Herlin pun berterima kasih kepada petugas Polres Metro Jakarta Timur yang dinilai responsif saat menerima laporannya.

    Besar harapan perkara tersebut dapat segera diproses hingga rampung.

    “Sebelumnya kami mengucapkan terima kasih kepada unit PPA lalu juga SPKT, lalu juga Kapolresnya dan juga jajarannya, karena sudah menerima kami dengan sangat baik, sudah sangat responsif sekali dengan laporan kami,” ucap Herlin.

  • 9 Santriwati Dicabuli Pimpinan Ponpes di Lombok, Pelaku Mengancam dan Menawarkan Nikah – Halaman all

    9 Santriwati Dicabuli Pimpinan Ponpes di Lombok, Pelaku Mengancam dan Menawarkan Nikah – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Kasus pencabulan santriwati di Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB) terungkap setelah korban menonton film Malaysia berjudul ‘Bidaah’ dengan tokoh utama bernama Walid.

    Aksi pencabulan dilakukan pimpinan pondok pesantren berinisial AF dalam rentang waktu 2016 hingga 2023.

    Para korban menilai tindakan AF seperti tokoh Walid dalam film, yakni menggunakan modus agama untuk melakukan pencabulan.

    Perwakilan Aliansi Stop Kekerasan Seksual NTB, Joko Jumadi, meminta pelaku pencabulan dihukum mati atau penjara seumur hidup.

    Sebanyak sembilan santriwati telah melapor dan lima di antaranya menjadi korban rudapaksa.

    “Sejauh ini belum ada yang hamil,” paparnya, Rabu (23/4/2025), dikutip dari TribunLombok.com.

    Setelah mendapat kekerasan seksual, para korban diancam oleh pelaku.

    “Ada oknum-oknum yang mencoba mengancam (korban), ada juga yang mencoba menawarkan untuk dinikahkan dan dibiayai,” imbuhnya.

    Kini, pihaknya sedang mengupayakan perlindungan dari Lembaga Perlindungan Sanksi dan Korban (LPSK).

    Menurutnya, pengawasan dari Kanwil Kementerian Agama (Kemenag) NTB terhadap kegiatan ponpes sangat kurang.

    “Ini sebenarnya menujukan bahwa Kanwil Kemenag NTB gagal untuk mengelola Ponpes di NTB, sehingga desakan dari kami (Aliansi) untuk mengganti Kakanwil Kemenag NTB,” tuturnya.

    Kasus pelecehan santriwati mendapat sorotan dari Gubernur NTB, Lalu Muhamad Iqbal yang menemui para korban.

    Lalu Muhammad Iqbal menangis saat mendengar cerita korban yang masih di bawah umur.

    “Semua kita akan coba tracing, baik yang masih mondok maupun yang sudah keluar, harus kita bantu,” sambungnya.

    Joko berjanji akan menjaga kerahasiaan identitas para korban yang mengalami trauma atas tindakan pelaku.

    Menurut Joko, Gubernur NTB tak perlu menutup ponpes lantaran tindakan pencabulan dilakukan oleh oknum.

    “Yang bersangkutan (pelaku) juga sudah dikeluarkan dari ponpes,” lanjutnya.

    Modus Pelaku

    Joko Jumadi mengatakan modus yang digunakan pelaku yakni menjanjikan dapat membuat suci rahim korban.

    “Kelak santriwati tersebut dijanjikan akan melahirkan anak yang menjadi seorang wali,” imbuhnya.

    Menurutnya, sebagaian korban dirudapaksa dan sebagian mengalami pencabulan.

    “Artinya yang dicabuli ini tidak mau untuk disetubuhi,” terangnya.

    Pihak ponpes yang mendegar adanya laporan kasus pencabulan meminta klarifikasi ke korban.

    Sejumlah saksi telah diperiksa dan penyidik telah melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP). 

    Sebagian artikel telah tayang di TribunLombok.com dengan judul Kasus Pelecehan Seksual di Ponpes Lombok Barat, Aktivis Anak Dorong Hukuman Mati Bagi Pelaku

    (Tribunnews.com/Mohay) (TribunLombok.com/Robby Firmansyah)

  • Pelecehan Seksual di Jakarta: Guru Ajak Siswi Ngopi, Lalu Lakukan Aksi Bejat di Luar Dugaan – Halaman all

    Pelecehan Seksual di Jakarta: Guru Ajak Siswi Ngopi, Lalu Lakukan Aksi Bejat di Luar Dugaan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Seorang guru di Jakarta kini terjerat kasus pelecehan seksual setelah diduga mengajak siswi di sekolahnya untuk ngopi bersama. 

    Namun, pertemuan yang tampaknya biasa ini berakhir dengan aksi bejat yang tidak terduga, membuat korban merasa terancam dan trauma. 

    Korban yang merasa dirugikan telah melaporkan kejadian ini ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA), yang kini tengah menangani kasus tersebut.

    Hal itu diungkap pengacara korban, Herlin Muryanti.

    “Menjadi korban pelecehan seksual,” ujarnya pada Rabu (23/4/2025).

    Atas perbuatan itu, korban sudah melaporkan ke unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA), Rabu (23/4/2025).

    PELECEHAN SEKSUAL – Kekerasan seksual di sekolah kembali terjadi. Seorang siswi di Jakarta melaporkan gurunya ke PPA setelah mengalami pelecehan. (Freepik)

    Apa Itu Kekerasan Seksual?

    Seperti dilansir dari laman Halodoc, Kekerasan seksual adalah segala jenis kontak seksual yang tidak diinginkan, mencakup perkataan dan tindakan seksual yang bertentangan dengan keinginan seseorang dan tanpa persetujuan mereka. 

    Kekerasan seksual dapat terjadi di berbagai komunitas, tanpa memandang jenis kelamin atau usia korban.

    Penyebab Kekerasan Seksual Kekerasan seksual sering kali muncul karena norma sosial yang membenarkan kekerasan, ketimpangan relasi kuasa, dan subjugasi terhadap perempuan. Perilaku ini berakar pada sistem penindasan dan bukan soal seks, melainkan tentang kekuasaan dan kontrol.

    Jenis-Jenis Kekerasan Seksual Kekerasan seksual terbagi menjadi:

    Verbal: Ujaran atau perilaku diskriminatif.

    Nonfisik: Penghinaan atau pengiriman materi seksual tanpa persetujuan.

    Fisik: Sentuhan atau pemaksaan aktivitas seksual tanpa izin.

    Daring: Pelecehan seksual melalui teknologi.

    Contohnya termasuk pemerkosaan, pelecehan fisik, mengirim materi seksual tanpa izin, atau perbuatan yang merendahkan korban.

    Faktor Risiko Kekerasan Seksual

    Perilaku kekerasan seksual bisa disebabkan oleh kombinasi faktor individu (seperti penggunaan alkohol dan narkoba), hubungan (seperti riwayat kekerasan dalam keluarga), dan masyarakat (termasuk norma yang mendukung pelecehan seksual). Selain itu, ketimpangan gender dan kekuasaan juga memicu perilaku ini.

    Korban Kekerasan Seksual Tidak Pernah Salah

    Kekerasan seksual tidak dapat dibenarkan oleh faktor seperti pakaian korban atau perilaku mereka. Pelaku yang bertanggung jawab atas tindakan kekerasan ini, bukan korban.

    Gejala pada Korban Kekerasan Seksual

    Korban bisa mengalami gejala seperti mimpi buruk, perubahan perilaku, kecemasan, gangguan tidur, dan bahkan pikiran untuk bunuh diri. Menangani trauma ini penting melalui dukungan psikologis.

    Penanganan dan Pencegahan Kekerasan Seksual

    Penanganan kekerasan seksual memerlukan dukungan psikologis dan medis. Pencegahan melibatkan peran masyarakat dalam menegakkan norma kesetaraan dan rasa hormat, serta pendidikan tentang kekerasan seksual di berbagai lapisan masyarakat.

    Dampak Kesehatan dari Kekerasan Seksual

    Korban kekerasan seksual dapat mengalami dampak kesehatan mental, fisik, dan sosial yang serius, termasuk trauma, gangguan stres pasca-trauma, gangguan tidur, risiko infeksi seksual, hingga risiko kehamilan tidak diinginkan atau aborsi yang tidak aman.

    Kekerasan seksual adalah masalah serius yang memerlukan perhatian, dukungan, dan tindakan kolektif untuk mencegah dan menangani dampaknya.

    Akses Tribunnnews.com di Google News atau WhatsApp Channel Tribunnews.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

  • Pelecehan Seksual di Jakarta: Guru Ajak Siswi Ngopi, Lalu Lakukan Aksi Bejat di Luar Dugaan – Halaman all

    Oknum Guru SMA di Jakarta Timur Dilaporkan Karena Lecehkan Siswanya – Halaman all

    Modus oknum guru adalah melancarkan aksinya dengan memberikan sejumlah bujuk rayu serta iming-iming ke korban

    Tayang: Kamis, 24 April 2025 09:54 WIB

    Image by krakenimages.com on Freepik

    DILAPORKAN – Seorang oknum guru sekolah di Jakarta Timur diduga melakukan pelecehan seksual terhadap siswa SMA. 

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Seorang oknum guru sekolah di Jakarta Timur diduga melakukan pelecehan seksual terhadap siswa SMA.

    Pengacara korban, Herlin Muryanti, sudah melaporkan kejadian miris yang dialami kliennya ke Polres Metro Jakarta Timur.

    Laporan diadukan di unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA), Rabu (23/4/2025).

    “Klien kami menjadi korban pelecehan seksual, ada tindak kekerasan terhadap anak di bawah umur,” kata Herlin.

    Sejumlah bukti terkait perkara dugaan pelecehan seksual tersebut turut disertakan dalam laporan itu.

    Herlin mengatakan, modus terduga pelaku melancarkan aksinya dengan memberikan sejumlah bujuk rayu serta iming-iming ke korban.

    “Kayak diajak jajan dan makan, sampai ngopi, setelah itu baru melancarkan aksinya,” kata Herlin.

    Ia berharap laporan itu segera diproses kepolisian. (m37)

    Penulis: Rendy Rutama

    “);
    $(“#latestul”).append(“”);
    $(“.loading”).show();
    var newlast = getLast;
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest_section/?callback=?”, {start: newlast,section:’2′,img:’thumb2′}, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast + 1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;
    if(val.c_url) cat = “”+val.c_title+””;
    else cat=””;

    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }
    else{
    $(“#latestul”).append(‘Tampilkan lainnya’);
    $(“#test3”).val(“Done”);
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    else if (getLast > 150) {
    if ($(“#ltldmr”).length == 0){
    $(“#latestul”).append(‘Tampilkan lainnya’);
    }
    }
    }
    });
    });

    function loadmore(){
    if ($(“#ltldmr”).length > 0) $(“#ltldmr”).remove();
    var getLast = parseInt($(“#latestul > li:last-child”).attr(“data-sort”));
    $(“#latestul”).append(“”);
    $(“.loading”).show();
    var newlast = getLast ;
    if($(“#test3”).val() == ‘Done’){
    newlast=0;
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest”, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast + 1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;
    if(val.c_url) cat = “”+val.c_title+””;
    else cat=””;
    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }else{
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    else{
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest_section/?callback=?”, {start: newlast,section:sectionid,img:’thumb2′,total:’40’}, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast+1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;

    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }else{
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    }

    Berita Terkini

  • Kriminal kemarin, pelecehan seksual di SMK hingga WNA ngamuk

    Kriminal kemarin, pelecehan seksual di SMK hingga WNA ngamuk

    Jakarta (ANTARA) – Peristiwa kriminal terjadi di wilayah DKI Jakarta pada Rabu (23/4) mulai dari seorang siswi SMK melapor ke Polres Metro Jakarta Timur setelah menjadi korban pelecehan seksual di sekolahnya hingga penanganan warga negara asing (WNA) asal Ghana inisial KUV yang mengamuk di kawasan Kalibata City, Pancoran.

    Selain itu, terdapat berita kriminal lainnya yang menarik untuk disimak pada pagi ini. Berikut rangkumannya:

    1. Jadi korban pelecehan seksual oleh gurunya, siswi SMK lapor polisi

    Seorang siswi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) melapor ke Polres Metro Jakarta Timur setelah menjadi korban pelecehan seksual yang dilakukan oleh guru di sekolahnya.

    “Jadi kedatangan kami ke sini (Polres Jakarta Timur) adalah karena kami mewakili, mendampingi klien kami yang menjadi korban pelecehan seksual,” kata kuasa hukum korban, Herlin Muryanti di Polres Metro Jakarta Timur, Rabu.

    2. Yaman butuh waktu 11 tahun laporan pemalsuan akta sampai di Pengadilan

    Seorang warga Rorotan Jakarta Utara, Yaman membutuhkan waktu 11 tahun agar laporan polisi terkait dugaan pemalsuan akta otentik tanah seluas dua hektare ditindaklanjuti dan baru diproses di Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada April 2025.

    “Saya hanya ingin keadilan dan ingin tanah milik kakek saya kembali kepada keluarga kami,” kata Yaman di Jakarta, Rabu.

    3. Seorang pria lansia di Jaksel dilaporkan hilang selama tiga tahun

    Seorang pria lanjut usia (lansia) di Jakarta Selatan bernama Ruddy Watak (73) dilaporkan ke Kepolisian karena telah hilang selama tiga tahun atau sejak tahun 2022.

    “Tapi saya baru diberitahu pada bulan September 2022 oleh adik papa SW bahwa papa sudah hilang dan mereka sudah buat laporan polisi,” kata anak korban, Imelda saat ditemui di Polres Metro Jakarta Selatan, Rabu.

    4. Imigrasi Jaksel dan Kepolisian tangani WNA ngamuk di Kalibata City

    Tim Intelijen dan Penindakan Keimigrasian Kantor Imigrasi Jakarta Selatan dan Polres Metro Jakarta Selatan menangani warga negara asing (WNA) asal Ghana inisial KUV yang mengamuk di kawasan Kalibata City, Pancoran.

    “Kami bergerak cepat untuk menindaklanjuti laporan WNA yang membuat onar di Supermarket Kalibata City,” kata Kepala Bidang Intelijen dan Penindakan Keimigrasian Kantor Imigrasi Jakarta Selatan Prihatno Juniardi di Jakarta, Rabu.

    5. Artis Fachry Albar positif konsumsi sejumlah jenis narkotika

    Artis Fachry Albar positif mengkonsumsi sejumlah jenis narkotika, psikotropika dan bahan adiktif lainnya (narkoba) berdasarkan hasil tes urine oleh petugas.

    “Untuk tes urine dinyatakan positif konsumsi beberapa jenis narkotika,” ungkap Wakasat Resnarkoba Polres Metro Jakarta Barat AKP Avrilendy Akmam kepada pers usai pemeriksaan kesehatan Fachry di Jakarta, Rabu.

    Pewarta: Siti Nurhaliza
    Editor: Ganet Dirgantara
    Copyright © ANTARA 2025

  • Kuasa Hukum Minta Kasus Dugaan Pelecehan Dokter AY Segera Diungkap: Demi Keadilan bagi Korban – Halaman all

    Kuasa Hukum Minta Kasus Dugaan Pelecehan Dokter AY Segera Diungkap: Demi Keadilan bagi Korban – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Satria Marwan, penasihat hukum dari QAR (31), terduga korban pelecehan dokter AY, buka suara mengenai perkembangan kasus yang ditangani Polresta Malang Kota.

    Satria mengaku, belum memperoleh informasi secara detail terkait hasil sementara dari penyelidikan kasus dugaan pelecehan yang dilakukan oleh dokter di Persada Hospital tersebut.

    Sejak kliennya melapor pada Jumat (18/4/2025) lalu, jelas Satria, pihak kepolisian sudah memanggil dan meminta keterangan dari dua saksi, yaitu teman korban berinisial Y dan pegawai Persada Hospital berinisial AK.

    “Ada juga tentang CCTV rumah sakit yang sudah diperoleh penyidik. Tetapi, kami belum mendapat informasi detailnya,” jelasnya, dilansir Surya Malang, Rabu (23/4/2025).

    Satria mengatakan, pihaknya berharap, supaya kasus ini bisa segera terungkap sejelas-jelasnya.

    Apalagi, sudah ada korban lain yang melaporkan dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh AY.

    Sebagai informasi, terduga korban baru berinisial A (30) melaporkan AY pada Selasa (22/4/2025).

    Adapun QAR mengalami pelecehan pada tahun 2022, sedangkan korban A mengalaminya pada tahun 2023.

    “Kasus ini perlu untuk segera terungkap. Selain demi rasa keadilan bagi korban, juga dapat dijadikan contoh bagi masyarakat luas, bahwa tidak ada tempat untuk bersembunyi bagi para pelaku kekerasan seksual,” terangnya.

    Dengan adanya dua laporan terhadap AY di lokasi yang sama, Satria menekankan, soal tingkat urgensi kasus ini untuk dapat segera diungkap.

    Lebih lanjut, dirinya mengimbau kepada korban lainnya yang merasa dilecehkan oleh AY supaya berani lapor ke polisi.

    “Untuk korban lain, bisa segera membuat laporan polisi. Hal ini dapat memutus mata rantai kekerasan seksual yang dilakukan dokter AY,” ujarnya.

    Sebelumnya, A yang merupakan perempuan asal Kota Malang yang sudah mempunyai anak melaporkan AY ke polisi.

    A sudah menunjuk kuasa hukum dari YLBHI-LBH Surabaya Pos Malang dan melaporkan kejadian yang dialaminya itu ke Unit PPA Satreskrim Polresta Malang Kota.

    Penasihat hukum korban A, Tri Eva Oktaviani mengatakan, peristiwa yang dialami kliennya itu terjadi pada tahun 2023 lalu di ruang Unit Gawat Darurat (UGD) Persada Hospital.

    “Jadi, korban A ini kecapekan setelah merawat anaknya yang sakit.”

    “Lalu, korban ini datang ke UGD Persada Hospital dan ditangani terduga pelaku (dokter AY),” ucap Eva, Selasa.

    Saat menjalani pemeriksaan di ruang UGD itulah, AY diduga melakukan tindakan pelecehan seksual kepada korban.

    “Saat itu, terduga pelaku tidak didampingi perawat dan tirainya dalam kondisi tertutup rapat.”

    “Tanpa meminta izin, terduga pelaku langsung melakukan pemeriksaan serta menyentuh bagian-bagian atau area intim korban,” terang Eva.

    Ia juga menyebut, sebelumnya korban A sudah mendatangi pihak rumah sakit untuk mengonfirmasi kejadian itu.

    “Ketika itu, kami belum mendampingi karena belum ditunjuk sebagai kuasa hukum.”

    “Kalau dari penuturan korban yang disampaikan ke kami, bahwa telah mengonfirmasi langsung ke Persada Hospital dan terkonfirmasi terduga pelaku adalah dokter AY dan pihak rumah sakit telah meminta maaf,” ungkap Eva.

     

    Akibat kejadian pelecehan seksual itu, jelas Eva, korban A mengalami trauma psikis.

    “Korban mengalami trauma dan saat mendengar nama atau melihat foto terduga pelaku, ia langsung menangis.”

    “Oleh karena itu, kami telah menghubungkan dengan psikolog klinis dari rekanan kami termasuk meminta bantuan pihak kepolisian, dalam memberikan pendampingan psikologis kepada korban.”

    “Dan memang sempat ada tawaran dari Persada Hospital untuk pendampingan dan pemulihan psikologis, tetapi korban menolak tawaran itu,” tuturnya.

    Sebagian artikel ini telah tayang di SuryaMalang.com dengan judul Kasus Pelecehan oleh Dokter di Malang Diharapkan Segera Diungkap, Kuasa Hukum ‘Panggil’ Korban Lain.

    (Tribunnews.com/Deni)(SuryaMalang.com/Kukuh Kurniawan)

  • Kuasa Hukum Minta Kasus Dugaan Pelecehan Dokter AY Segera Diungkap: Demi Keadilan bagi Korban – Halaman all

    Kuasa Hukum Korban Pelecehan Dokter di Malang Ajak Korban Lain untuk Lapor Polisi – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Penasehat hukum salah satu terduga korban pelecehan dokter AY di Malang, Jawa Timur mengajak korban lain untuk segera melapor ke Polresta Malang Kota.

    Pria bernama Satria Marwan tersebut merupakan penasehat hukum dari korban berinisial QAR, wanita asal Bandung, Jawa Barat.

    Ia berharap, kasus ini pelecehan seksual ini bisa terungkap sejelas-jelasnya.

    Terlebih, sudah ada korban lain yang melapor.

    Diketahui, QAR melapor pada Jumat (18/4/2025), dan satu korban lain berinisial A melapor Selasa (22/4/2025) kemarin.

    Mengutip Suryamalang, Satria Marwan menuturkan, QAR alami pelecehan pada 2022, sedangkan A alami kasus yang sama pada 2023.

    “Kasus ini perlu untuk segera terungkap. Selain demi rasa keadilan bagi korban, juga dapat dijadikan contoh bagi masyarakat luas, bahwa tidak ada tempat untuk bersembunyi bagi para pelaku kekerasan seksual,” terangnya.

    Dengan adanya dua laporan tersebut, pihaknya menganggap bahwa tingkat urgensi kasus ini harus segera diungkap.

    Ia juga mengimbau kepada korban lainnya yang merasa dilecehkan oleh dokter AY untuk berani lapor polisi.

    “Untuk korban lain, bisa segera membuat laporan polisi. Hal ini dapat memutus mata rantai kekerasan seksual yang dilakukan dokter AY,” pungkasnya.

    Diwartakan sebelumnya, baru-baru ini Kasi Humas Polresta Malang Kota, Ipda Yudi Risdiyanto mengatakan, saat ini pihaknya masih melakukan penyelidikan terkait laporan dari masing-masing korban.

    “Karena laporan keduanya telah keluar LP, maka saat ini masih kami selidiki sesuai laporan masing-masing tersebut,” kata Kasi Humas Polresta Malang Kota, Ipda Yudi Risdiyanto.

    Mengutip Suryamalang.com, sejauh ini, pihak kepolisian masih mendalami keterangan dari korban QAR dan seorang saksi teman korban Y serta pegawai rumah sakit, AK.

    Sementara AY selaku terlapor masih belum dipanggil untuk diperiksa dan dimintai keterangan.

    “Untuk sementara, belum ada tambahan saksi yang diperiksa.”

    “Kami masih menunggu hasil analisis dan barang bukti lain terkait kejadian dugaan pelecehan seksual tersebut,” ujar Yudi.

    Ia menuturkan, AY akan dipanggil apabila semua keterangan dan bukti-bukti lain telah lengkap.

    “Saat ini, anggota Satreskrim telah bergerak cepat mengumpulkan sebanyak-banyaknya keterangan saksi serta bukti-bukti lain. Apabila semuanya sudah lengkap, baru kami memanggil AY untuk diperiksa dan dimintai keterangan,” ujar Yudi.

    (Tribunnews.com, Muhammad Renald Shiftanto)(Suryamalang.com, Kukuh Kurniawan)

  • Pengakuan Eks Pemain OCI ke DPR: Disetrum, Dipasung, Hingga Pelecehan Seksual

    Pengakuan Eks Pemain OCI ke DPR: Disetrum, Dipasung, Hingga Pelecehan Seksual

    Bisnis.com, JAKARTA — Sejumlah mantan pemain sirkus Oriental Circus Indonesia (OCI) beraudiensi dengan Komisi XIII DPR atas dugaan eksploitasi dan penganiayaan.

    Audiensi tersebut digelar di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (23/4/2025) yang juga di dihadiri oleh Komnas HAM, Komnas Perempuan, dan tentunya kuasa hukum mantan OCI.

    Salah satu mantan pemain OCI, Vivi Nurhidayah menceritakan dirinya tidak tahu pasti dari mana dan pada usia berapa dirinya diambil oleh pihak OCI. 

    Yang dia tahu sejak usia 2 tahun, sudah dilatih menjadi pemain sirkus di rumah pondok indah dan setelah usia 3-4 tahun, dia dibawa ke OCI.

    “Setelah itu saya dilatih seperti biasa. Masih umur segitu sudah mendapatkan kekerasan ketika saya tidak bisa dikasih latihan saya nggak bisa, itu saya dapat pukulan kaya tendangan di rotan itu sudah biasa buat kami,” bebernya dalam ruang audiensi, Rabu (23/4/2025).

    Kemudian, saat berusia 12-13 tahun, Vivi dipindah ke Taman Safari Indonesia (TSI), Cisarua, Bogor. Dirinya berpikir di sini hidupnya akan lebih baik dan tak mendapatkan siksaan. Namun, nyatanya itu hanya di angan-angannya saja. Pasalnya, dia mendapatkan penyiksaan yang lebih keras saat dilatih.

    Karena sudah tidak tahan, dia akhirnya melarikan diri. Namun, setelah tiga hari, dia tertangkap oleh sekuriti dan akhirnya dibawa ke pos sekuriti.

    “Di tengah jalan pun saya dipukuli, dikata-katian kasar, sampai rumah saya dimasukin ke kantornya dan saya disetrum sama setruman gajah. Sampai  kelamin saya disetrumin, saya jatuh, sampai lemes,” tuturnya.

    Kemudian, lanjutnya, dirinya dirantai atau dipasung selama dua minggu. Setelah dibebaskan, kembali latihan seperti biasa dan akhirnya juga melarikan diri lagi.

    “Akhirnya saya ditolongin oleh mantan saya melarikan diri dari Taman Safari itu. Akhirnya saya lolos, saya dibawa ke Semarang dinikahkan dan akhirnya saya memberanikan diri melapor ke Komnas HAM,” kata Vivi.

    Sementara itu, mantan pemain OCI, Yuli juga mengaku heran OCI menganggap mereka itu sebenarnya seperti apa. Seharusnya, OCI memiliki surat adopsi.

    Yuli mengaku dirinya bisa bertemu orang tua karena menemukan suatu surat kelahiran. Dia menekankan pertemuan dengan orang tuanya ini bukanlah dari OCI.

    “Saya mencari orang tua saya di tahun 1987. Akhirnya orang tua saya pun mendengar, bahwa pada saat itu sirkus kan main di lapangan Bekasi. Kan mama saya orang Bekasi, akhirnya datang dan menemui saya gitu kan,” urainya seusai audiensi.

    Adapun, Yuli menyebut dia sempat kabur pada 1986 dan akhirnya ketahuan oleh Frans Manansang. Akhirnya dia dipukuli sampai terkena pelecehan seksual.

    “Saya disuruh buka baju di situ. Tapi saya nggak sampai diapa-apain. Karena saya terselamatkan oleh jamnya pertunjukan untuk saya. Tapi teman saya Eva itu sampai dilakukan pelecehan seksual sama si Frans,” pungkasnya.