Kasus: pelecehan seksual

  • Update Kasus Pelecehan oleh Oknum Dokter di Garut, Polisi Sebut Korban Bertambah Jadi 5 Orang!

    Update Kasus Pelecehan oleh Oknum Dokter di Garut, Polisi Sebut Korban Bertambah Jadi 5 Orang!

    JABAR EKSPRES  – Korban dugaan pelecehan seksual oleh oknum dokter kandungan di Kabupaten Garut, kini dilaporkan bertambah menjadi lima orang.

    Menurut Kasatreskrim Polres Garut, AKBP Joko Prihatin, ke lima korban tersebut kini telah membuat laporan polisi.

    “Total laporan polisi yang sudah kita terima ada 5 orang korban,” ujarnya, Sabtu (26/4).

    Dari lima korban yang membuat laporan polisi tersebut, Joko mengatakan salah satu diantaranya adalah wanita yang viral di media sosial.

    BACA JUGA: Atasi Kemacetan, Dedi Mulyadi Janjikan Bangun Underpass Pasar Citayam Kota Depok di 2026

    “Iya salah satunya korban yang hamil yang videonya viral, dan itu sudah dilakukan pemeriksaan dan sudah buat laporan polisi juga,” ungkapnya.

    Lebih lanjut, Joko menuturkan hingga saat ini pihaknya melalui tim penyidik masih terus melakukan penyelidikan terhadap kasus tersebut.

    Sebelumnya, menurut Kabid Humas Polda Jabar Kombes Pol Hendra Rochmawan, selain kepada wanita yang berada dalam video viral itu, oknum dokter kandungan di Kabupaten Garut yang berinisial MSF (30) tidak hanya sekali dalam melakukan aksinya.

    Dalam pernyataannya, Hendra menjelaskan bahwa tersangka MSF nekat kembali melakukan aksinya di sebuah kamar kost yang berada di kawasan Tarogong Kidul, Kabupaten Garut.

    BACA JUGA: Serahkan Pengusutan Kasus Korupsi Dana Hibah ke APH, Pemkab Tasikmalaya: Fokus Bahas Perbup!

    “Untuk korban berinisial AED (24), sebelumnya menghubungi tersangka (MSF) untuk berkonsultasi soal keluhan keputihan,” ucapnya melalui keterangan yang diterima Kamis (17/6) lalu. (San).

  • 20 Siswa SD Swasta di Sukoharjo Jadi Korban Pelecehan Sesama Jenis, Kepala Sekolah Ditangkap – Halaman all

    20 Siswa SD Swasta di Sukoharjo Jadi Korban Pelecehan Sesama Jenis, Kepala Sekolah Ditangkap – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Seorang kepala SD di Grogol, Sukoharjo, Jawa Tengah, berinisial DI ditangkap usai dilaporkan atas kasus pelecehan siswa.

    Kasat Reskrim Polres Sukoharjo, AKP Zaenudin, membenarkan adanya laporan kasus pelecehan yang terjadi di salah satu sekolah swasta berbasis Islam tersebut.

    “Benar (penangkapan pelaku pelecehan seksual). Inisial DI pelaku diduga dilakukan dengan maksud menyalurkan nafsu terhadap korban,” paparnya, Jumat (25/4/2025), dikutip dari TribunSolo.com.

    Proses penyelidikan terus berjalan dan sejumlah bukti serta keterangan saksi dikumpulkan.

    “Kami sudah mengamankan pelaku. Saat ini yang bersangkutan sudah ditahan di Polres Sukoharjo untuk proses penyidikan lebih lanjut,” lanjutnya.

    Penyidik enggan mengungkap nama sekolah lantaran para korban masih di bawah umur.

    “Kepolisian terus mendalami kasus pelecehan anak di bawah umur tersebut,” imbuhnya

    Menurut AKP Zaenudin, Polres Sukoharjo akan memberikan perlindungan hukum untuk para korban dan menindak pelaku kekerasan seksual.

    “Pelaku saat ini kami jerat dengan Pasal 82 jo Pasal 76E Undang-Undang Perlindungan Anak, dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara,” tegasnya.

    Kuasa hukum korban, Lanang Kujang Pananjung, mengatakan kasus ini diketahui wali murid sejak tiga tahun lalu.

    “Saat itu anak korban yang masih duduk di kelas 2 menceritakan, dilecehkan oleh DI, seorang pendidik atau guru yang ada di sekolah tersebut,” bebernya.

    Setelah ditelusuri, banyak siswa yang mengaku mengalami kejadian serupa.

    “Dari data yang kami pegang ada sekitar 20 an anak yang menjadi korban,” jelasnya.

    Ia menerangkan pelaku melecehkan para siswa laki-laki tidak hanya di sekolah, namun juga di luar sekolah saat ekstrakurikuler.

    “Ada yang saat ekstrakurikuler renang di daerah Janti Klaten, salah satu anak itu saat ganti baju diseret masuk ke kamar mandi lalu pintunya dikunci dari dalam dan dilecehkan.”

    “Dari sekian banyak anak yang jadi korban itu, ada anak yang mendengar nama pelaku ini sudah ketakutan,” tukasnya.

    Berdasarkan penelusuran Kemenag Sukoharjo, sekolah tersebut belum berizin bahkan pelajarannya tak sesuai kurikulum yang berlaku.

    “Yang pertama kami akan dorong Polres Sukoharjo untuk memperdalam kasus ini karena kami mensinyalir ada pembiaran sehingga kasus ini terjadi dan yang kedua kami minta agar Bupati Sukoharjo dalam hal ini Pemkab menutup sekolahan ini,” tuturnya.

    Lanang masih menunggu laporan dari korban lain agar kasus ini dapat diusut tuntas.

    Sebagian artikel telah tayang di TribunSolo.com dengan judul Identitas Kepala SD Berbasis Islam di Sukoharjo yang Lecehkan 20 Murid Terungkap, Berinisial DI

    (Tribunnews.com/Mohay) (TribunSolo.com/Anang Ma’ruf)

  • Korban Minta Polri Gelar Perkara Khusus Dugaan Pelecehan Rektor UP Nonaktif

    Korban Minta Polri Gelar Perkara Khusus Dugaan Pelecehan Rektor UP Nonaktif

    Jakarta

    Kuasa hukum korban dugaan pelecehan seksual oleh Rektor Universitas Pancasila (UP) nonaktif, Yansen Ohoirat, meminta Direktorat Tindak Pidana Perlindungan Perempuan dan Anak-Pidana Perdagangan Orang (PPA/PPO) Bareskrim Polri menggelar secara khusus perkara hukum yang menimpa kliennya. Untuk diketahui Rektor Universitas Pancasila (UP) nonaktif Edie Toet Hendratno diduga melecehkan sejumlah perempuan.

    “Kami sudah melakukan penyampaian terhadap PPA (Direktorat PPA-PPO) Bareskrim Mabes, bahwa setelah ini kami akan mengajukan permohonan gelar khusus di Mabes Polri agar perkara ini dapat duduk sebagaimana mestinya,” kata Yansen kepada wartawan di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Jumat (25/4/2025).

    Yansen mengaku tak yakin pada proses penyidikan di Polda Metro Jaya, lantaran Edie tak kunjung berstatus tersangka. Padahal, lanjut dia, kasus telah naik ke tahap penyidikan sejak 2024.

    “Karena yang kami lihat dan kami curigai bahwa ada sesuatu yang tidak benar dengan PMJ (Polda Metro Jaya)” ucapnya.

    2 Korban Baru Lapor ke Bareskrim

    Sebelumnya, ada dua korban baru dugaan pelecehan seksual yang dilakukan Edie Toet Hendratno melapor ke Bareskrim Polri. Kini total ada empat korban yang melaporkan Edie ke Polisi.

    “Ini peristiwa tahun 2019. Di salah satu tempat di Jakarta Selatan. Itu pelecehan secara fisik, secara fisik. Jadi ada pemaksaan dari ETH kepada yang korban untuk memegang alat kelamin dari si ETH. Ini terjadi,” kata Yansen kepada wartawan hari ini.

    Dia menjelaskan bahwa IR merupakan pegawai swasta. Yansen mengatakan terjadi dugaan pelecehan karena Edie menggunakan kekuasaannya di kampus.

    Simak selengkapnya di halaman berikutnya.

    Yansen menuturkan korban baru mengaku soal pelecehan karena membutuhkan waktu untuk mengumpulkan keberanian. “Kenapa sampai korban bisa muncul sekarang? Karena memang dia butuh waktu untuk meyakinkan itu dan ada rasa takut juga karena relasi kuasa itu sangat kuat,” jelas Yansen.

    Sedangkan korban lainnya, jelas Yansen, berinisial AM. AM mengalami pelecehan seksual secara verbal oleh Edie. Peristiwa itu dialami AM pada Februari 2024 lalu. Tepatnya saat proses mediasi korban dengan Edie yang timnya.

    “Korban AM juga melakukan pelaporan atas peristiwa pelecehan secara verbal yang terjadi di PIM 2 jam 1 siang. Saat ada pertemuan dengan ETH beserta timnya,” ujar Yansen.

    “Itu secara verbal disampaikan dengan kata-kata yang tidak sepantasnya di hadapan umum. Dan kata-kata verbal itu direspon dengan tim yang hadir saat itu dengan tertawa. Jadi mereka menganggap ucapan-ucapan yang memang melecehkan itu sesuatu yang biasa. Apalagi yang hadir adalah akademisi,” pungkasnya.

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Pura-pura Mengobati, Pegawai Unram Gagahi Mahasiswi saat Alami Kesurupan di Kosan

    Pura-pura Mengobati, Pegawai Unram Gagahi Mahasiswi saat Alami Kesurupan di Kosan

    GELORA.CO – Kepolisian Daerah (Polda) Nusa Tenggara Barat (NTB) resmi menahan pegawai Universitas Mataram (Unram) bernama Semah. Pria berusia 52 tahun itu telah ditetapkan sebagai tersangka lantaran diduga menghamili seorang mahasiswi saat mengikuti kegiatan kuliah kerja nyata (KKN).

    “Kami sudah melakukan penahanan terhadap yang bersangkutan selama 20 hari ke depan,” ujar Kasubdit IV Ditreskrimum Polda NTB AKBP Ni Made Pujewati di Mataram, Jumat (25/4/2025).

    Pujewati menjelaskan korban dugaan pelecehan seksual oleh pegawai Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Unram itu sebanyak satu orang. Ia menyebut korban telah mendapatkan pendampingan sejak kasus dugaan pelecehan seksual itu dilaporkan ke polisi pada 2024.

    Menurut Pujewati, kondisi korban saat ini berangsur membaik setelah mengalami trauma berat akibat perlakuan Semah. Korban pun telah melahirkan setelah dihamili oleh Semah.

    “Kami berkoordinasi dengan pendampingnya untuk melakukan pemulihan, termasuk melibatkan orang tuanya,” imbuhnya.

    Di sisi lain, Pujewati berujar, Semah masih belum mengakui perbuatannya. Meski begitu, polisi terus melanjutkan proses penyidikan dengan mengacu pada keterangan saksi, ahli, dan petunjuk yang diperoleh penyidik.

    “Itu yang meyakinkan kita pada proses penyidikan yang profesional kemudian mengedepankan saintifik,” pungkasnya.

    Pura-pura Mengobati Saat Korban Kesurupan

    Sebelumnya, Ketua Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) Unram Joko Jumadi mengungkapkan pelecehan seksual terhadap mahasiswi itu terjadi pada 2022. Menurutnya, Semah menjalankan aksinya dengan pura-pura mengobati korban setelah mengalami kesurupan saat KKN.

    “Karena dia (korban) mengalami kesurupan pada saat KKN, korban dipulangkan sementara. Waktu dipulangkan ke kosnya, si terduga pelaku membantulah untuk mengobati,” kata Joko di Mataram, Kamis (17/4/2025).

    Joko mengungkapkan korban kembali melanjutkan KKN setelah Semah menyatakan kondisi mahasiswi itu telah pulih. Namun, korban kembali mengalami kesurupan.

    “Pelaku datang (lagi) ke kosnya. Dan waktu itu terjadilah kasus kekerasan seksual itu,” jelas Joko.

    Joko menuturkan korban tidak langsung melaporkan peristiwa yang dialaminya karena merasa kejadian itu merupakan aib. Dua bulan kemudian, korban baru menyadari dirinya tengah hamil. Mahasiswi itu lalu menghubungi Semah yang berjanji akan bertanggung jawab.

    “Setelah kehamilan sampai anaknya lahir, dia (Semah) tidak bertanggung jawab,” tutur Joko.

    Menurut Joko, pegawai LPPM Unram itu justru memanfaatkan kondisi korban yang tengah hamil untuk melakukan kekerasan seksual berulang. Kasus dugaan pemerkosaan ini akhirnya terungkap setelah orang tua korban mengetahui anaknya telah melahirkan, sekitar enam bulan setelah bayi lahir.

  • Korban Pelecehan Mengaku Pernah Diintimidasi Rektor UP, Kasus Bakal SP3
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        25 April 2025

    Korban Pelecehan Mengaku Pernah Diintimidasi Rektor UP, Kasus Bakal SP3 Nasional 25 April 2025

    Korban Pelecehan Mengaku Pernah Diintimidasi Rektor UP, Kasus Bakal SP3
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Eks Rektor
    Universitas Pancasila
    ,
    ETH
    , pernah memberikan intimidasi kepada para korban yang dilecehkan saat kasus ini mulai mendapat sorotan publik di tahun 2024.
    “Pada saat pelecehan terjadi di PIM itu, dalam proses itu pun pelecehan terjadi intimidasi. Dalam hal ini, ada hubungan keluarga dengan jenderal-jenderal kepolisian dan yang lain,” ujar kuasa hukum para korban, Yansen Ohoirat, saat ditemui di Lobi
    Bareskrim
    Polri, Jakarta, Jumat (25/4/2025).
    Intimidasi ini disampaikan oleh ETH secara verbal, bahkan di hadapan Yansen dan kuasa hukumnya.
    Peristiwa ini terjadi pada 1 Februari 2024, sekitar pukul 13.00 WIB.
    Saat itu, dua orang korban sudah melaporkan ETH ke Polda Metro Jaya.
    ETH sempat menyinggung kedekatannya dengan para jenderal sehingga bisa membuat kasus ini dihentikan oleh polisi lewat penerbitan SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan).
    “Ya intinya begini, ‘Buat apa kalian
    capek-capek
    pulang pergi. Ini nanti juga SP3 ini perkara. Saya yang tahu dan saya paling tahu.’ Itu kata-katanya dari ETH,” jelas Yansen.
    Hari ini, dua orang korban kembali melaporkan ETH atas
    pelecehan seksual
    yang mereka alami.
    Para korban, AIR dan AM, adalah pegawai swasta yang perusahaannya dahulu pernah bekerja sama dengan Universitas Pancasila.
    Saat itu, ETH menyalahgunakan kewenangannya dan melakukan pelecehan seksual kepada kedua korban, masing-masing dalam kesempatan yang berbeda.
    “Peristiwa tahun 2019 di salah satu tempat di Jakarta Selatan itu pelecehan secara fisik. Jadi, ada pemaksaan dari ETH kepada korban untuk memegang alat kelamin dari si ETH,” lanjut Yansen.
     
    Sementara itu, satu korban lagi mengalami pelecehan seksual secara verbal ketika proses mediasi berlangsung.
    Saat itu, di tahun 2024, korban yang ditemani oleh Yansen dan timnya tengah bertemu dengan ETH dan jajarannya.
    Ketika itu, proses mediasi tengah berlangsung di sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan, dan ETH melontarkan perkataan yang melecehkan korban di hadapan semua yang hadir dalam mediasi.
    “Ketika kita melakukan mediasi di PIM 2 itu, secara verbal disampaikan dengan kata-kata yang tidak sepantasnya di hadapan umum, dan kata-kata verbal itu direspon oleh tim yang hadir saat itu dengan tertawa,” jelas Yansen.
    Saat ini, kedua korban, yaitu AIR dan AM, sudah memberikan keterangan kepada penyidik di Mabes Polri.
    Atas tindakannya, ETH dijerat dengan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana
    Kekerasan Seksual
    .
    Laporan mereka juga sudah diterima oleh penyidik dan tercatat dengan nomor STTL/196/IV/2025/
    BARESKRIM
    .
    Saat ini, Direktorat Tindak Pidana Perdagangan Perempuan dan Anak (PPA)-Tindak Pidana Perdagangan Orang (PPO) Bareskrim Polri juga telah memberikan asistensi terhadap kasus ini.
    Dir PPA-PPO akan memberikan bantuan berupa rujukan ahli pidana agar kasus ini segera diusut tuntas oleh Polda Metro Jaya, minimal untuk segera menetapkan tersangka dalam kasus ini.
    Sebelum dilaporkan ke Bareskrim Polri, ETH sudah dilaporkan lebih dahulu ke Polda Metro Jaya pada Januari 2024 oleh dua orang korban, yaitu RZ dan DF.
    Hingga saat ini, Polda Metro Jaya belum menetapkan satupun tersangka dalam kasus ini.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Korban Dugaan Pelecehan Eks Rektor Universitas Pancasila Bertambah 2 Orang, Melapor ke Bareskrim – Halaman all

    Korban Dugaan Pelecehan Eks Rektor Universitas Pancasila Bertambah 2 Orang, Melapor ke Bareskrim – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Korban dugaan pelecehan eks Rektor Universitas Pancasila, Edie Toet Hendratno bertambah dua orang.

    Mereka adalah wanita berinisial AM dan IR.

    Adapun dua korban baru ini mendatangi Bareskrim Polri untuk membuat laporan polisi pada Jumat (25/4/2025).

    Laporan tersebut diterima dengan nomor LP/B/196/IV/2025/BARESKRIM.

    “2024 itu kan ada dua korban, hari ini ada dua korban lagi. Jadi dua korban yang datang konsultasi dan melaporkan ke Mabes Polri, Bareskrim,” kata pengacara korban, Yansen Ohoirat kepada wartawan di Bareskrim Polri.

    Yansen mengatakan korban AM ini mengaku mengalami pelecehan verbal dari Edie dalam sebuah forum. Edie disebut melemparkan kata-kata tidak pantas di depan umum dan disambut tawa dari orang-orang di forum tersebut.

    “Jadi mereka menganggap ucapan-ucapan yang memang melecehkan itu sesuatu yang biasa. Apalagi yang hadir adalah akademisi. Nah seharusnya kan menyampaikan sesuatu yang memang rasional dan memang sesuai dengan orang-orang yang terdidik. Tapi ini didapat umum. Itu tertawa bersama-sama. Dan saya pun menyaksikan hal itu,” ungkapnya.

    Sementara itu, untuk korban IR mengalami pelecehan seksual secara fisik di salah satu tempat di Jakarta Selatan pada 2019.

    “Jadi ada pemaksaan dari ETH kepada korban untuk memegang alat kelamin dari si ETH. Ini terjadi,” jelasnya.

    Yansen pun mengungkap alasan mengapa kedua korban baru melaporkan hal yang menimpanya sekarang. Hal ini karena kedua korban sudah melewati masa trauma yang cukup panjang. 

    Selain itu, kata Yansen korban saat itu membutuhkan waktu agar berani melawan rasa takut karena ada relasi kuasa. 

    “Namun, puji Tuhan, akhirnya bisa muncul dan kita sudah melakukan konsultasi, melakukan pelaporan perkara tersebut ke Mabes Polri. Jadi ada perhatian khusus juga dari Mabes Polri dan akan melakukan asistensi terhadap pelaporan yang dilakukan di Polda Metro Jaya bahkan di Mabes Polri,” tuturnya.

    Dalam kasus ini, Edie pun sudah dilaporkan ke polisi oleh dua korban pada 2024 lalu.

    Pertama korban berinisial RZ yang melapor ke Polda Metro Jaya dengan nomor laporan LP/B/193/I/2024/SPKT/POLDA METRO JAYA pada 12 Januari 2024.

    Selain itu, laporan juga datang dari korban lainnya berinisial DF yang diterima di Bareskrim Polri dengan nomor LP/B/36/I/2024/SPKT/Bareskrim Polri tertanggal 29 Januari 2024. Namun, kini laporan tersebut sudah dilimpahkan ke Polda Metro Jaya.

    Edie Toet sendiri sejauh ini sudah diperiksa sebanyak dua kali sebagai saksi yakni pada Kamis (29/2/2024) dan Selasa (5/4/2024) yang lalu.

    Namun, hingga setahun lebih kasusnya bergulir, polisi belum juga menetapkan sosok tersangka dalam kasus tersebut.

    Klaim Kasusnya Dipolitisasi

    Sebelumnya, Rektor non aktif Universitas Pancasila Edie Toet Hendratno mengklaim bahwa dugaan pelecehan seksual yang dilaporkan kepada dirinya merupakan bentuk politisasi.

    Adapun hal itu diungkapkan Edie melalui kuasa hukumnya, Faizal Hafied usai menjalani proses pemeriksaan kasus dugaan pelecehan seksual atas korban RF di Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Kamis (29/2/2024).

    Faizal menjelaskan klaim politisasi yang ia maksud lantaran pelaporan itu beririsan dengan adanya pemilihan rektor baru di kampus tersebut.

    “Ini pasti ada politisasi jelang pemilihan rektor sebagaimana sering terjadi di Pilkada dan Pilpres,” kata Faizal kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Kamis (29/2/2024).

    Selain itu ia pun mengatakan bahwa laporan polisi (LP) yang dilayangkan terhadap kliennya itu tidak akan terjadi jika tak ada proses pemilihan rektor.

    Bahkan menurutnya, kasus yang saat ini terjadi dinilainya sebagai bentuk pembunuhan karakter kliennya.

    “Sekaligus kami mengklarifikasi bahwa semua yang beredar ini adalah berita yang tidak tepat, dan merupakan pembunuhan karakter untuk klien kami,” pungkasnya.

  • Kasus Pencabulan Santri, Gubernur NTB: Perlindungan Korban Terpenting!

    Kasus Pencabulan Santri, Gubernur NTB: Perlindungan Korban Terpenting!

    Mataram, Beritasatu.com – Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB), L. Muhammad Iqbal, mengungkap kesedihannya atas kasus pencabulan santri yang dilakukan oleh seorang oknum ketua yayasan pondok pesantren berinisial AF (60) di Kabupaten Lombok Barat yang sampai saat ini diduga telah menelan korban hingga 22 orang.

    Kasus pencabulan santri ini, disebut Miq Iqbal sudah mencoreng citra pendidikan dan nilai-nilai agama di NTB. “Rasanya ingin menangis rakyat saya menjadi korban, dan ini bukan kejadian pertama,” ujarnya pada awak media, Jumat (25/4/2025).

    Lebih lanjut, terkait kasus ini, ia menegaskan bahwa dirinya sudah berkomunikasi dengan Kapolda NTB dan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) NTB. Ia memastikan bahwa pemerintah provinsi akan terus berkoordinasi dengan aparat penegak hukum untuk mengawal kasus ini hingga tuntas, dan pelaku bisa dihukum maksimal.

    “Apalagi pelaku sudah ditetapkan sebagai tersangka. Siapa pun yang melakukan tindakan pelecehan seksual seperti ini harus diberikan hukuman seberat-beratnya. Ini sebagai pesan supaya tidak terjadi lagi, jika hukuman yang diberikan ringan, hal itu akan menjadi preseden buruk dan gagal mencegah terjadinya kasus serupa di masa depan,” tegasnya.

    Fokus utama pemerintah saat ini, kata Miq Iqbal, adalah memberikan perlindungan maksimal kepada para korban. Ia menekankan pentingnya menjaga identitas korban dan mencegah terjadinya viktimisasi, di mana korban mengalami trauma berulang akibat stigma sosial atau pemberitaan yang tidak sensitif.

    “Saya minta ada perlindungan korban, ini yang paling penting. Memberi perlindungan jangan sampai mereka mengalami viktimisasi, sudah jadi korban menjadi korban lagi, terutama mendapat hukuman sosial, itu yang kita takutkan,” jelas Miq Iqbal.

    Bahkan Miq Iqbal meminta agar awak media tidak mendokumentasikan dan menyebarkan identitas korban demi menjaga privasi yang bersangkutan, dan mempermudah proses pemulihan trauma.

    “Mereka ini adalah korban, jadi kita jaga identitasnya, termasuk juga teman-teman media jangan didokumentasikan dan disebarkan. Kita jaga privasi mereka atau korban supaya mereka bisa melakukan interaksi sosial mulus, apalagi korban sudah punya suami,” tutupnya.

    Kasus pencabulan santri ini terungkap berkat keberanian para korban yang terinspirasi oleh film asal Malaysia berjudul Walid. Film dengan latar belakang menyorot pengalaman traumatis selama berada di lingkungan pesantren, memicu keberanian para santri akhirnya untuk melaporkan kejadian tersebut kepada pihak kepolisian.

  • Dipecat! Oknum Polisi Pacitan Perkosa Tahanan Perempuan 4 Kali, Lokasinya di Ruang Berjemur Rutan

    Dipecat! Oknum Polisi Pacitan Perkosa Tahanan Perempuan 4 Kali, Lokasinya di Ruang Berjemur Rutan

    GELORA.CO – Oknum kepolisian di Polres Pacitan berinisial LC mencabuli dan memperkosa tahanan perempuan (PW) empat kali.

    Polda Jatim menegaskan bahwa LC melakukan pelanggaran tindak pidana pencabulan dan persetubuhan atau pemerkosaan terhadap salah satu tahanan perempuan.

    “LC melakukan pelecehan seksual atau pencabulan sebanyak empat kali. Dan yang terakhir terjadi pencabulan dan persetubuhan,” kata Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Jules Abraham Abast, Kamis (24/4/2025).

    LC melakukan pencabulan dan pemerkosaan pada bulan Maret dan 2 April 2025 di ruang berjemur perempuan di Rutan Polres Pacitan.

    “Modus operandi yang dilakukan tersangka LC melakukan pelecehan dan persetubuhan terhadap tahanan wanita Polres Pacitan atas nama PW di ruang berjemur wanita di Polres Pacitan,” ujarnya. 

    Kini, LC telah ditetapkan sebagai tersangka dan dipecat dari anggota kepolisian. LC juga saat ini mendekam di Rutan Polda Jatim, bukan lagi di tahanan khusus sejak 23 April 2025.

    LC tidak hanya melakukan pencabulan tetapi juga persetubuhan kepada salah satu tahanan perempuan di Polres Pacitan berinisial PW.

    PW merupakan tahanan perempuan perkara tindak pidana menarik keuntungan dari perbuatan cabul seorang perempuan dan menjadikan pencaharian atau muncikari.

    LC diduga melanggar Pasal 6 Huruf C UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dengan ancaman penjara maksimal 12 tahun dan/atau denda Rp 300.000.000.

  • Dalam Jumpa Pers, Pelaku Pelecehan dan Pemerkosaan Santriwati: Saya Hanya Seperti 'Mengijazahkan'
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        25 April 2025

    Dalam Jumpa Pers, Pelaku Pelecehan dan Pemerkosaan Santriwati: Saya Hanya Seperti 'Mengijazahkan' Regional 25 April 2025

    Dalam Jumpa Pers, Pelaku Pelecehan dan Pemerkosaan Santriwati: Saya Hanya Seperti Mengijazahkan
    Editor
    MATARAM, KOMPAS.com
    – Salah seorang pimpinan pondok pesantren di Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, berinisial AF mengibaratkan motivasi dirinya memperkosa dan mencabuli sejumlah santriwati dengan bahasa “mengijazahkan”.
    “Hanya untuk mengajarkan doa kepada santriwati, sederhananya ‘mengijazahkan’ dengan harapan mereka kemudian bisa dapat pasangan yang baik, dan keturunan yang baik,” kata AF saat menjawab pertanyaan penyidik di
    Mapolresta Mataram
    , Kamis (24/4/2025).
    Selanjutnya, penyidik menanyakan kepada AF perihal jumlah santriwati yang sudah menjadi korbannya.
    “Jumlahnya
    enggak
    ingat berapa, sekitar 10-an orang,” ujar AF.
    Untuk santriwati yang menjadi korban, kata dia, tidak ada kriteria khusus, melainkan hanya secara spontan memilih korban.
    “Tidak ada pilih-pilih, suka pada saatnya kadang-kadang tertuju ke seseorang,” ucapnya.
    AF yang juga menjabat sebagai ketua yayasan untuk pondok pesantren tersebut mengakui berbuat demikian kepada para korban sejak tahun 2015 hingga 2021.
    Dalam keterangan lanjutan, AF yang kini telah berstatus tersangka tersebut turut menyesali perbuatannya.
    Dia mengaku bahwa perbuatan itu tidak benar secara hukum dan agama.
    “Itu kekhilafan saya,” kata AF.
    Dengan mengaku khilaf, AF pada momentum pemeriksaan di hadapan penyidik dengan kesaksian wartawan, ia meminta maaf kepada seluruh masyarakat, khususnya para santriwati yang menjadi korban.
    “Atas perbuatan saya ini, saya minta maaf kepada para santriwati yang menjadi korban. Karena perbuatan saya telah menghancurkan segala-galanya. Menghancurkan diri kalian (santriwati), keluarga bahkan hati masyarakat,” ujarnya.
    Penyidik Satreskrim Polresta Mataram menetapkan AF sebagai tersangka kasus dugaan pelecehan seksual dengan kategori pencabulan dan persetubuhan terhadap sejumlah santriwati.
    Penyidik menetapkan AF sebagai tersangka dari hasil gelar perkara pada Rabu (23/4) malam.
    Tindak lanjut penetapan tersangka, penyidik melakukan penahanan terhadap AF di Rutan Polresta Mataram.
    Kepolisian menangani kasus ini atas adanya laporan mantan santriwati yang mengaku pernah menjadi korban pelecehan AF.
    Hingga hari ini tercatat sudah ada 13 korban AF yang melapor ke kepolisian.
    Koalisi Stop Kekerasan Seksual (KSKS) NTB yang turut memberikan pendampingan hukum kepada korban menyatakan para santriwati melaporkan AF ke kepolisian usai mendapat pencerahan dari menonton film Bidaah Walid.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Siswi SMK di Jakarta Timur Laporkan Guru atas Dugaan Pelecehan Seksual

    Siswi SMK di Jakarta Timur Laporkan Guru atas Dugaan Pelecehan Seksual

    PIKIRAN RAKYAT – Seorang siswi dari salah satu Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Jakarta Timur resmi melaporkan dugaan kasus pelecehan seksual yang dialaminya ke Polres Metro Jakarta Timur pada Rabu (tanggal belum disebutkan). Laporan tersebut difasilitasi oleh kuasa hukum korban, Herlin Muryanti, yang turut hadir mendampingi kliennya dalam proses pelaporan.

    “Jadi kedatangan kami ke sini (Polres Metro Jakarta Timur) adalah karena kami mewakili, mendampingi klien kami yang menjadi korban pelecehan seksual,” ujar Herlin kepada wartawan di depan kantor polisi.

    Menurut keterangan Herlin, pelaku yang dilaporkan merupakan seorang tenaga pendidik aktif di lingkungan SMK tempat korban bersekolah. Aksi tak senonoh tersebut diduga dilakukan dengan modus bujuk rayu dan tipu daya, yang melibatkan pemberian makanan dan minuman sebagai cara untuk mendekati korban.

    “Modusnya ada unsur bujuk rayu, iming-iming, juga tipu muslihat. Korban diajak seperti, ‘ayo jajan dulu’ atau ‘ngopi dulu di luar’, lalu setelah itu baru pelaku mulai melancarkan aksinya,” katanya menjelaskan.

    Dalam pelaporan yang dilakukan ke Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Metro Jakarta Timur, tim kuasa hukum menyampaikan telah membawa sejumlah barang bukti dan saksi yang relevan untuk memperkuat laporan. Bukti yang diserahkan termasuk dokumen tertulis dan keterangan saksi yang mengetahui atau mendengar kejadian tersebut.

    Herlin juga menyatakan bahwa sejauh ini baru satu korban yang berani melaporkan, namun ada dugaan kuat bahwa jumlah korban bisa lebih banyak.

    “Korban yang melapor baru satu orang, tapi kami menduga bahwa ada lebih banyak korban lainnya, termasuk dari angkatan sebelumnya maupun alumni. Hal ini masih dalam penelusuran,” ujarnya.

    Ia pun mengapresiasi pihak kepolisian, khususnya Unit PPA, atas respons cepat dan dukungan mereka dalam menindaklanjuti laporan tersebut.

    “Kami sangat mengapresiasi Polres Metro Jakarta Timur, khususnya Unit PPA yang telah menerima laporan ini dengan baik dan memberikan dukungan bagi korban dalam mendapatkan keadilan,” kata Herlin.

    Kasus ini menambah daftar panjang kekhawatiran masyarakat terhadap keamanan lingkungan pendidikan dari tindakan pelecehan seksual. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sebelumnya telah mengingatkan bahwa sekolah seharusnya menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi anak-anak untuk belajar dan tumbuh.

    Dalam konteks ini, kasus pelecehan di lingkungan sekolah menunjukkan pentingnya implementasi sistem perlindungan anak yang lebih ketat dan pengawasan terhadap perilaku tenaga pendidik. Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi juga telah menerbitkan regulasi terkait Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Permendikbudristek No. 30 Tahun 2021), tetapi  implementasinya masih memerlukan penguatan di berbagai institusi pendidikan.

    Saat ini, proses hukum terhadap laporan tersebut tengah berjalan di Polres Metro Jakarta Timur. Pihak kepolisian belum memberikan keterangan resmi mengenai identitas pelaku maupun hasil penyelidikan awal.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News