Kasus: PDP

  • 3 Tahun UU PDP Diketok, Lembaga Pengawas Masih Diharmonisasi

    3 Tahun UU PDP Diketok, Lembaga Pengawas Masih Diharmonisasi

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) mengungkap pembentukan Lembaga Pengawas Pelindungan Data Pribadi (LPPDP) sebagai amanat Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) masih dalam tahap harmonisasi.  

    Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamenkomdigi) Nezar Patria mengatakan pembentukan LPPDP masih dalam tahap pembahasan lantaran kompleksitas substansi pasal-pasalnya. 

    “Lembaga PDP lagi diharmonisasi ya, lagi dibahas terus karena pasalnya banyak, lebih dari 200 ya jadi harus dilihat satu per satu pasal-pasal itu dan kami harapkan bisa segera selesai,” kata Nezar di Kantor Komdigi pada Senin (28/7/2025). 

    Nezar mengungkapkan proses harmonisasi tersebut diharapkan dapat rampung pada Agustus. Dia menambahkan penyelesaian harmonisasi akan mempercepat kejelasan institusi pelindung data pribadi yang dibutuhkan, terutama dalam konteks kerja sama internasional.

    “Kalau bisa seperti ini jadi kami bisa speed up prosesnya sehingga kejelasan yang diminta itu kami bisa berikan,” katanya.

    Sebelumnya, Lembaga Riset Keamanan Siber Communication and Information System Security Research Center (CISSReC) mengingatkan pemerintah untuk segera membentuk LPPDP. 

    Terlebih, Indonesia dan Amerika Serikat (AS) telah sepakat untuk melakukan transaksi pertukaran data. Sejak UU PDP diluncurkan pada 2022, lembaga PDP yang bertugas mengawasi tanggung jawab koperasi dalam melindungi data pribadi, tak kunjung terealisasi. 

    Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC, Pratama Persadha mengatakan UU PDP tidak secara mutlak melarang transfer data pribadi ke luar negeri. Pasal 56 UU tersebut memberikan ruang legal untuk transfer data lintas batas. 

    “Namun dengan syarat negara tujuan memiliki standar perlindungan data yang setara atau lebih tinggi daripada Indonesia, atau jika telah ada perjanjian internasional yang mengikat,” kata Pratama dalam keterangan resmi dikutip pada Jumat (25/7/2025).  

    Pratama mengatakan peran LPPDP diperlukan, di mana kelak lembaga tersebut bertugas mengevaluasi secara objektif apakah negara tujuan, termasuk AS memenuhi standar yang ditetapkan. Dengan demikian, lanjut dia, kerja sama dengan AS terkait arus data justru dapat menjadi pemicu positif untuk mempercepat penyusunan Peraturan Pemerintah (PP PDP) sebagai aturan teknis pelaksanaan UU PDP, sekaligus mendorong percepatan pembentukan LPPDP yang independen dan berwenang.  

    “Tanpa perangkat pelaksana dan lembaga pengawas ini, komitmen Indonesia dalam melindungi hak digital warganya akan sulit diterjemahkan dalam kebijakan yang operasional dan berdaya guna,” katanya.  

    Namun demikian, Pratama juga mengingatkan Indonesia tidak bisa menutup mata terhadap potensi risiko yang menyertai aliran data lintas batas.  

    Terlebih di era seperti sekarang ini, di mana data telah menjadi komoditas strategis setara dengan energi atau mineral, negara-negara besar telah menjadikan penguasaan data sebagai instrumen pengaruh global.  

  • Data RI Selama Ini Sudah Ditransfer ke AS, Cek Penjelasannya

    Data RI Selama Ini Sudah Ditransfer ke AS, Cek Penjelasannya

    Jakarta, CNBC Indonesia – Polemik soal transfer data pribadi dari Indonesia ke Amerika Serikat (AS) tengah jadi sorotan publik. Namun ternyata, praktik transfer data ini bukanlah hal baru.

    Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamenkomdigi) Nezar Patria mengungkapkan bahwa data-data tertentu masyarakat Indonesia memang sudah sejak lama mengalir ke luar negeri, termasuk ke AS.

    Mulanya ia menyampaikan bahwa transfer data pribadi ini mencakup data komersial. Misalnya, ketika menggunakan mesin pencari dan melakukan transaksi komersial melalui platform yang berbasis di Amerika.

    “Itu data komersial sebetulnya. Jadi, kalau kita menggunakan misalnya mesin pencari atau melakukan transaksi komersial melalui platform yang berbasis di Amerika, ya tentu kita input data, dan data itu bisa tersimpan di platform milik perusahaan Amerika,” jelas Nezar di Jakarta, Senin (28/7/2025).

    Artinya, secara teknis, aktivitas digital yang umum dilakukan masyarakat seperti pencarian internet atau transaksi di platform global secara otomatis memicu perpindahan data pribadi lintas batas.

    Ketika ditanya, selama ini praktik serupa sudah terjadi. Meski begitu, Nezar menegaskan bahwa pemerintah Indonesia tidak serta-merta membiarkan data pribadi warganya mengalir ke luar negeri tanpa pengawasan.

    Ia menyebut Undang-undang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) yang sudah disahkan menjadi landasan utama dalam menjaga keamanan data warga negara.

    “Sebetulnya sudah, sudah demikian dan justru kita bersyukur karena kita punya undang-undang PDP udah lebih dulu ada,” terangnya.

    “Dengan adanya kesepakatan ini akan mempercepat, saya kira proses regulasi tentang undang-undang ataupun yang kita sebut sebagai perangkat pemerintah untuk Undang-undang PDP ini,” imbuhnya.

    Terkait kemungkinan masyarakat menerima notifikasi bila datanya ditransfer ke luar negeri, Nezar menyebut hal tersebut akan menjadi bagian dari pengaturan teknis di masa mendatang.

    “Nanti itu akan diatur secara teknis. Akan ada kejelasan atau clarity dalam proses transfer data pribadi ini,” imbuhnya.

    (dem/dem)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Perpres AI Akan Terbit September Setelah Peta Jalan

    Perpres AI Akan Terbit September Setelah Peta Jalan

    Jakarta

    Seiring dengan akan diterbitkannya peta jalan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI), Pemerintah akan mengesahkan Peraturan Presiden (Perpres) terkait AI. Ditargetkan Perpres AI itu akan hadir pada September 2025.

    Keberadaan Perpres AI itu akan memperkuat tata kelola pemanfaatan AI di Indonesia yang sebelumnya masih dalam bentuk Surat Edaran. Adapun, peta jalan AI akan lebih dulu diterbitkan satu bulan sebelumnya, tepatnya pada Agustus 2025.

    “Kita harapkan di akhir bulan ini regulasi itu bisa diselesaikan draftnya, lalu akan ada diskusi publik di bulan Agustus, dan di bulan September kita harapkan sudah dapat bentuk finalnya dalam bentuk sebagai Peraturan Presidennya,” ujar Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamenkomdigi) Nezar Patria ditemui awak media usai konferensi pers Peluncuran AI Policy Dialogue Country Report di Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), Jakarta, Senin (28/7/2025).

    Regulasi AI itu untuk merespon masifnya perkembangan teknologi terbaru tersebut yang sudah banyak diadopsi di berbagai lintas sektor. Kebijakan pemerintah terkait penggunaan AI ini juga untuk menyeimbangkan antara inovasi dan risiko yang akan muncul ke depannya.

    “Kita juga tidak mau terlalu less, terlalu kurang sehingga terasa adanya kekosongan dalam regulasi. Namun kita coba balance, antara inovasi dan juga bagaimana mengamankan ataupun memitigasi risiko-risiko yang muncul. Ini yang menjadi pedoman dalam penyusunan regulasi AI yang sedang dibahas di Komdigi,” kata dia.

    Pemerintah menyusun dua dokumen penting terkait AI. Pertama, Roadmap atau Peta Jalan AI Nasional, yang akan menjadi panduan pengembangan teknologi AI di Indonesia. Kedua, Perpres yang mengatur penggunaan AI termasuk aspek etika, adopsi teknologi, serta perlindungan data dan hak cipta.

    Keduanya disusun secara simultan, dengan metode ketat yang menggabungkan benchmarking global dan diskusi bottom-up bersama stakeholder lokal.

    Meski regulasi khusus AI masih dalam tahap perumusan, Nezar menyebut Indonesia sudah memiliki beberapa regulasi terkait yang bisa menopang transisi ini, seperti UU Hak Cipta, UU Perlindungan Data Pribadi (PDP), Peraturan Menteri soal penyelenggara platform digital, hingga Surat Edaran Menteri soal etika AI.

    Kesemua aturan tersebut akan membentuk kerangka regulasi pendukung sambil menunggu Perpres rampung. Namun Nezar menilai bahwa ke depannya, Indonesia tetap memerlukan UU khusus AI agar lebih komprehensif, meski proses legislasi bisa memakan waktu panjang.

    (agt/fay)

  • ‘Wasit’ Data Pribadi Tak Kunjung Dibentuk, Ini Jawaban Pemerintah

    ‘Wasit’ Data Pribadi Tak Kunjung Dibentuk, Ini Jawaban Pemerintah

    Jakarta

    Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamenkomdigi) Nezar Patria ungkap perkembangan terakhir Lembaga Pelindungan Data Pribadi (Lembaga PDP) yang belum kunjung dibentuk pemerintah sejak UU PDP disahkan dua tahun lalu.

    Lembaga PDP memiliki peran penting dalam memastikan bahwa data pribadi masyarakat terlindungi dan hak-hak subjek data pribadi terpenuhi. Lembaga PDP ibarat ‘wasit’ yang akan berfungsi sebagai mengawasi hingga menegakkan hukum administratif.

    “Lembaga PDP lagi diharmonisasi ya, lagi dibahas terus karena pasalnya banyak, lebih dari 200 ya. Jadi, harus dilihat satu per satu pasal-pasal itu dan kita harapkan bisa segera selesai. Kami sih menargetkan paling tidak ya Agustus sudah bisa selesai,” ujar Nezar ditemui awak media usai konferensi pers Peluncuran AI Policy Dialogue Country Report di Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), Jakarta, Senin (28/7/2025).

    Desakan pembentukan Lembaga PDP juga turut menyeruak ke permukaan seiring dengan transfer data pribadi dari Indonesia ke Amerika Serikat sebagai salah satu poin kesepakatan dagang kedua negara tersebut.

    Asosiasi Praktisi Data Indonesia (APPDI) mengungkapkan pertukaran data ini biasanya dilakukan untuk berbagai macam tujuan, baik untuk kepentingan kepentingan publik seperti transfer data/informasi untuk kepentingan penegakan hukum maupun komersial contohnya untuk kepentingan inovasi bisnis. APPDI juga mendesak pemerintah segera membentuk lembaga PDP.

    Nezar berharap Lembaga PDP ini sudah dapat dibentuk sebelum finalisasi transfer data pribadi Indonesia ke Amerika Serikat yang sampai saat ini masih terus berproses.

    “Iya, kalau bisa seperti ini. Jadi, kita bisa speed up prosesnya sehingga kejelasannya yang diminta itu kita bisa berikan,” kata Nezar.

    Berbicara mengenai lembaga yang nanti akan menjadi ‘wasit pelindungan data pribadi’ di Tanah Air, posisinya dipastikan akan di bawah arahan presiden langsung. Sedangkan, untuk keanggotaan dari yang menjalankan badan tersebut berasal dari pegawai negeri.

    “Kalau kita baca undang-undangnya itu mengamanatkan lembaga atau badannya nanti langsung di bawah presiden. Terkait yang akan mengawasi badan atau lembaganya itu pastinya ASN, Aparatur Sipil Negara. Namanya badan negara, pegawainya pegawai pemerintah,” kata Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Kementerian Komdigi, Alexander Sabar pada 12 Mei 2025 silam.

    (agt/fay)

  • Trump Minta Transfer Data Ditukar Tarif, Komdigi Bilang RI Sudah Siap

    Trump Minta Transfer Data Ditukar Tarif, Komdigi Bilang RI Sudah Siap

    Jakarta, CNBC Indonesia – Amerika Serikat (AS) dan Indonesia menyepakati beberapa poin dalam negosiasi tarif resiprokal kedua negara. Salah satunya adalah mengatur soal transfer data keluar dari wilayah Indonesia ke AS, yang disediakan berdasarkan hukum di Indonesia.

    Kabar ini kemudian heboh di internet dan menjadi pembahasan netizen. Lalu, bagaimana Kementerian Komunikasi dan Digital menanggapi hal ini?

    Wakil Menteri Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), Nezar Patria, menegaskan bahwa pembahasan tersebut masih berada dalam tahap koordinasi dan belum bersifat final.

    “Dalam tahap koordinasi dan apa yang disampaikan kemarin belum final. Jadi masih ada hal-hal teknis yang dibahas oleh pemerintah Amerika dan juga pemerintah Indonesia. Jadi masih terus berjalan,” ujar Nezar saat ditemui di Kantor Komdigi, Jakarta, Senin (28/7/2025).

    Nezar menjelaskan bahwa Indonesia menganut prinsip data flow with condition, sebagaimana tercantum dalam Undang-undang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) Tahun 2022, khususnya Pasal 56.

    Dalam aturan tersebut, transfer data pribadi ke luar negeri hanya bisa dilakukan jika negara tujuan dianggap memiliki tingkat pelindungan data yang memadai (adequate), atau jika tidak, harus ada persetujuan dari pemilik data.

    “Ada prinsip adequate dan kalau itu tidak sesuai dengan standar yang dibuat maka harus ada persetujuan si pemilik data,” ujar Nezar.

    Jadi ia meminta agar masyarakat Indonesia tidak salah paham akan hal tersebut.

    “Jangan ada salah paham itu bukan berarti Indonesia bisa men-transfer semua data pribadi secara bebas ke Amerika kita tetap ada protokol seperti yang sudah diatur oleh Undang-Undang PDP yang disahkan disini,” tegasnya.

    Saat ditanya sejauh apa progres pembahasan ini dan mengenai waktu penerapan kebijakan, Nezar menyebut bahwa masih belum ada kepastian.

    “Itu kan dipimpin oleh tim negosiasi yang lainnya dengan Kementerian Perekonomian,” ungkap Nezar. “Lagi dibahas tergantung gimana nanti permintaan dari Amerika kan harus ada kejelasan soal pengaturan transfer data pribadi,” terangnya.

    Menurut Nezar, dari sisi Indonesia tidak ada kendala karena kerangka hukum sudah tersedia.

    “Kalau kita sudah siap, UU PDP itu menjamin data pribadi seperti yang bisa kita baca di keseluruhan semangat Undang-undang PDP Personal Data Protection itu,” pungkasnya.

    (dem/dem)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Wamenkomdigi Tegaskan Transfer Data Pribadi ke AS Sudah Terjadi Sejak Lama
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        28 Juli 2025

    Wamenkomdigi Tegaskan Transfer Data Pribadi ke AS Sudah Terjadi Sejak Lama Nasional 28 Juli 2025

    Wamenkomdigi Tegaskan Transfer Data Pribadi ke AS Sudah Terjadi Sejak Lama
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com

    Transfer data pribadi
    ke Amerika Serikat, menurut Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamenkomdigi)
    Nezar Patria
    , pada dasarnya sudah terjadi sejak lama. 
    “Sebetulnya sudah demikian (terjadi sejak lama), dan justru kita bersyukur karena kita punya undang-undang PDP sudah lebih dulu ada,” kata Nezar di kantornya, Senin (28/7/2025).
    Nezar mengatakan bahwa transfer data yang terjadi sebenarnya digunakan untuk kepentingan komersial. Misalnya, data yang digunakan untuk transaksi di platform milik AS.
    “Sebetulnya jadi kalau kita menggunakan, misalnya, mesin pencari kita melakukan transaksi komersial melalui platform yang berbasis di AS,” jelas Nezar.
    “Nah tentu kan kita input data, dan data itu kan bisa tersimpan di platform milik perusahaan AS. Artinya dengan demikian ada
    data lintas batas
    itu, kemudian dicatat di sana,” lanjut dia.
    Dia mengatakan, kesepakatan
    transfer data pribadi
    ke AS dilakukan untuk menyepakati bahwa transfer data tersebut harus memiliki regulasi.
    “Dengan adanya kesepakatan ini akan mempercepat proses regulasi tentang undang-undang ataupun yang kita sebut sebagai perangkat pemerintah untuk undang-undang PDP,” ujar dia.
    Sebelumnya, Nezar meminta agar publik tak salah paham dengan kesepakatan transfer data antara Indonesia dengan AS.
    Ia mengatakan bahwa pengiriman data pribadi dilakukan melalui prosedur yang legal dan aman sesuai dengan aturan pemerintah dan undang-undang.
    “Harap jangan ada salah paham itu bukan berarti Indonesia bisa men-transfer semua data pribadi secara bebas ke Amerika,” tegas Nezar.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Wamenkomdigi Tegaskan Transfer Data ke AS Dilakukan Secara Ketat Sesuai UU PDP

    Wamenkomdigi Tegaskan Transfer Data ke AS Dilakukan Secara Ketat Sesuai UU PDP

    Bisnis.com, JAKARTA — Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamekomdigi) Nezar Patria meminta masyarakat tak salah paham terkait dengan transfer data pribadi dalam kesepakatan perdagangan antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS). 

    Dia menegaskan tidak semua data boleh ditransfer ke AS secara bebas. 

    “Harap jangan ada salah paham itu bukan berarti Indonesia bisa men-transfer semua data pribadi secara bebas ke Amerika kita tetap ada protokol seperti yang sudah diatur oleh undang-undang PDP yang disahkan disini,” kata Nezar di Kantor Komdigi pada Senin (28/7/2025). 

    Nezar menekankan Indonesia menganut prinsip data flows with conditions. Prinsip with conditions ini sejalan dengan ketentuan dalam Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) Tahun 2022, khususnya pada Pasal 56, yang mengatur mekanisme transfer data pribadi ke luar negeri.

    Dalam ketentuan tersebut disebutkan bahwa transfer data pribadi ke luar yurisdiksi Indonesia hanya dapat dilakukan apabila negara tujuan memiliki tingkat perlindungan data pribadi yang setara (adequacy principle). 

    Jika standar perlindungannya tidak setara, maka transfer hanya dapat dilakukan setelah mendapatkan persetujuan eksplisit dari pemilik data.

    Tidak hanya sampai disitu, Nezar mengatakan kesepakatan pertukaran data pribadi dalam kesepakatan perdagangan tersebut saat ini masih dalam tahap finalisasi. Menurutnya masih ada hal-hal teknis yang dibahas oleh kedua belah pihak. 

    “Dan ini prosesnya masih terus berjalan,” katanya. 

    Oleh karena itu, Nezar belum bisa memastikan apakah pertukaran data pribadi tersebut akan mulai berlaku pada 1 Agustus mendatang. 

    Menurutnya, kesepakatan masih dalam pembahasan dan bergantung pada permintaan dari pihak AS, serta harus ada kejelasan terlebih dahulu terkait pengaturan transfer data pribadi.

    “Tergantung dari finalisasi yang dilakukan antara Pemerintah AS dan juga Pemerintah Indonesia. Untuk hal teknisnya kan kemarin itu kan baru secara umum ini kan mau dikonfigurasi secara teknis bagaimana itu dilakukan,” katanya. 

    Dia mengatakan Indonesia sebenarnya sudah siap karena telah memiliki UU PDP. Menurutnya, undang-undang tersebut menjamin kerahasiaan data pribadi, sebagaimana tercermin dalam semangat keseluruhan regulasi tersebut.

    Adapun Pasal 56 UU PDP mencakup lima ayat yang mengatur ketentuan mengenai transfer data pribadi ke luar negeri. Ayat pertama menyebutkan pengendali data pribadi dapat melakukan transfer data pribadi kepada pengendali data pribadi dan/atau prosesor data pribadi di luar wilayah hukum Indonesia sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam UU ini.

    Ayat kedua mengungkap dalam melakukan transfer data pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat satu, pengendali data pribadi wajib memastikan negara tempat kedudukan pengendali data pribadi dan/atau prosesor data pribadi  yang menerima transfer data pribadi memiliki tingkat pelindungan data pribadi yang setara atau lebih tinggi dari yang diatur dalam UU ini.

    Dalam ayat ketiga disebutkan  apabila ketentuan  tidak terpenuhi, pengendali data pribadi wajib memastikan terdapat pelindungan data pribadi yang memadai dan bersifat mengikat.

    Selain itu, dalam pasal keempat disebutkan pengendali data pribadi wajib mendapatkan persetujuan subjek data  pribadi apabila ketentuan pada ayat kedua dan ketiga tetap tidak terpenuhi. 

    Sementara itu, ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme transfer data pribadi akan diatur melalui Peraturan Pemerintah sebagaimana tercantum dalam ayat kelima.

    Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan pemerintah tengah memfinalisasi protokol perlindungan data pribadi antarnegara sebagai kelanjutan dari komitmen bilateral kedua negara untuk menghapus hambatan non-tarif di sektor ekonomi digital, termasuk soal kebebasan transfer data. 

    “Kesepakatan Indonesia dan Amerika adalah membuat protokol untuk perlindungan data pribadi lintas negara, sehingga finalisasinya akan memberikan kepastian hukum yang sah, aman, dan terukur untuk tata kelola lalu lintas data pribadi antar negara,” kata Airlangga dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Perekonomian, Kamis (24/7/2025).

    Dia mengakui isu transfer data telah menjadi perhatian lama perusahaan-perusahaan teknologi AS yang berinvestasi di Indonesia. 

    Kini, pemerintah Indonesia bersiap memberikan pengakuan terhadap AS sebagai yurisdiksi yang memiliki perlindungan data memadai sesuai hukum nasional, termasuk UU PDP. 

  • Perpres AI Akan Terbit September Setelah Peta Jalan

    Wamenkomdigi Sebut Transfer Data Pribadi RI ke AS Itu Data Komersial

    Jakarta

    Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamenkomdigi) Nezar Patria mengungkapkan Pemerintah Indonesia masih bernegosiasi dengan Amerika Serikat (AS) terkait salah satu poin kesepakatan dagang antara kedua negara, yakni transfer data pribadi.

    Transfer data pribadi dari Indonesia ke AS menjadi heboh sejak diumumkan oleh situs White House pada beberapa waktu lalu. Nezar menyebutkan bahwa itu belum final, artinya proses negosiasi masih dilakukan antara Indonesia dan AS.

    “Dalam tahap koordinasi dan apa yang disampaikan kemarin kan belum final, jadi masih ada hal-hal teknis yang dibahas oleh Pemerintah Amerika dan juga Pemerintah Indonesia. Jadi, masih terus berjalan begitu,” ujar Nezar ditemui awak media usai konferensi pers Peluncuran AI Policy Dialogue Country Report di Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), Jakarta, Senin (28/7/2025).

    Nezar menjelaskan bahwa Indonesia memilik Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) dan transfer data pribadi dari Indonesia ke AS mengikuti aturan tersebut.

    “Kalau itu tidak sesuai dengan standar yang dibuat, maka harus ada persetujuan si pemilik data, demikian yang diatur di Undang-Undang PDP. Dan, ini prosesnya masih terus berjalan,” ucapnya.

    Terkait transfer data pribadi yang menjadi polemik belakangan ini, Nezar menyebutkan bahwa pertukaran data itu umum dilakukan. Disampaikannya juga bahwa transfer data pribadi ini mencakup data komersial.

    “Itu data komersial sebetulnya. Jadi, kalau kita menggunakan misalnya mesin pencari (internet-red) kita melakukan transaksi komersial melalui platform yang berbasis di Amerika, begitu ya,” ungkapnya.

    Nezar meminta masyarakat tidak salah paham soal transfer data pribadi ini. Kata Nezar, proses ini tetap ada payung hukum yang mengawal.

    “Harap jangan ada salah paham, itu bukan berarti Indonesia bisa mentransfer semua data pribadi secara bebas ke Amerika. Kita tetap ada protokol seperti yang sudah diatur oleh Undang-undang PDP yang disahkan di sini,” kata Wamenkomdigi.

    Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pemerintah tengah menyusun protokol terkait transfer data pribadi Indonesia ke AS.

    Airlangga menjelaskan protokol tersebut tengah difinalisasi sebagai bagian dari komitmen Indonesia-AS dalam perjanjian tarif resiprokal. Kesepakatan itu, lanjut dia, untuk menyusun protokol perlindungan data pribadi lintas negara. Finalisasinya akan memberikan kepastian hukum yang sah bagi tata kelola data pribadi lintas negara.

    “Jadi finalisasinya nanti bagaimana ada pijakan hukum yang sah, aman, dan terukur untuk tata kelola lalu lintas data pribadi antar negara (cross border),” ujarnya.
    Airlangga menegaskan data yang diproses dalam kerja sama bukan data pemerintah, melainkan data masyarakat yang diunggah saat menggunakan layanan digital seperti email, Google, Bing, platform e-commerce, hingga sistem pembayaran internasional.

    (agt/fay)

  • Anggota DPR: Kerja sama data sharing RI-AS lompatan besar jika setara

    Anggota DPR: Kerja sama data sharing RI-AS lompatan besar jika setara

    Jakarta (ANTARA) – Anggota Komisi I DPR RI Amelia Anggraini menilai bahwa bentuk kerja sama data sharing antara Indonesia dengan Amerika Serikat (AS) bisa menjadi lompatan besar jika transfer data dilakukan dengan tingkat perlindungan yang setara.

    Dia menilai pemerintah sudah melakukan hal penting dalam mengklarifikasi bahwa tidak ada data pribadi warga yang diserahkan ke AS. Namun, menurut dia, pemerintah perlu memastikan akses, kontrol, dan arah kebijakan strategis terkait data pribadi di era digital ini.

    “Dalam UU Perlindungan Data Pribadi (PDP), transfer data lintas negara hanya diperbolehkan jika negara penerima memiliki tingkat perlindungan data yang setara,” kata Amelia di Jakarta, Senin.

    Dia menjelaskan Uni Eropa memberikan contoh yang relevan dalam perlindungan dalam kerja sama transfer data dengan AS. Menurut dia, kerja sama antara Uni Eropa dengan AS hanya dilakukan jika ada jaminan hak-hak privasi tetap terlindungi secara setara.

    “Uni Eropa bahkan sebelumnya sempat mencabut perjanjian EU (Eropean Union/Uni Eropa)-US (United States/Amerika Serikat) Privacy Shield karena pihak US dianggap melanggar prinsip adequacy,” katanya.

    Untuk itu, dia pun meminta pemerintah menjelaskan secara terbuka mengenai skema pertukaran data tersebut, mekanisme pengawasannya, asesmen, perkembangan peraturan turunan dari UU PDP, dan perkembangan pembentukan badan yang mengatur PDP.

    Dia pun menghormati upaya pemerintah dalam membangun kerja sama internasional yang menguntungkan. Namun, dia meminta agar pemerintah juga menjamin hak-hak dasar warga negara yang tidak bisa dinegosiasikan.

    “Kedaulatan data bukan hanya soal teknologi, tapi juga soal martabat bangsa dan kepercayaan publik,” kata dia.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Tasrief Tarmizi
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Trump Minta Data Warga RI, Komdigi Siapkan Wasit Data Agustus 2025

    Trump Minta Data Warga RI, Komdigi Siapkan Wasit Data Agustus 2025

    Jakarta, CNBC Indonesia – Wakil Menteri Komunikasi dan Digital Nezar Patria mengatakan bahwa lembaga pengawas Pelindungan Data Pribadi (PDP) sedang diharmonisasi.

    Kehadiran lembaga ini masih dalam masa pembahasan karena terdapat banyak pasal di dalamnya. Nezar menyebut setidaknya ada lebih dari 200 pasal yang dibahas.

    “Lembaga PDP lagi diharmonisasi, lagi dibahas terus karena pasalnya banyak, lebih dari 200 ya,” ujar Nezar saat ditemui di Kantor Komdigi, Jakarta Pusat, Senin (28/7/2025).

    “Jadi harus dilihat satu persatu pasal-pasal itu,” imbuhnya.

    Ia berharap bahwa pembahasan ini bisa selesai pada Agustus mendatang.

    “Kita harapkan bisa segera selesai kami sih menargetkan paling tidak ya Agustus sudah bisa selesai,” ungkap Nezar.

    Lembaga pengawas PDP ini belum juga terbentuk hingga Juli 2025. Padahal, salah satu amanat di Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) adalah pembentukan Lembaga PDP.

    Fungsi dan wewenangnya tertuang dalam Pasal 59 dan Pasal 60 UU PDP. Salah satunya bertugas sebagai pengawas penyelenggaraan dan penegakkan hukum administratif pada pelanggaran UU.

    Pentingnya Lembaga PDP kembali mencuat setelah Trump meminta transfer data pribadi dari Indonesia ke Amerika Serikat (AS). Poin tersebut merupakan bagian negosiasi untuk menurunkan tarif barang Indonesia yang masuk ke AS dari 32% menjadi 19%. 

    Beberapa pakar menilai peran Lembaga PDP makin krusial untuk memastikan adanya kesetaraan perlindungan data saat melakukan tranfer data lintasbatas antar negara terkait, dalam hal ini AS dan Indonesia. 

    Lembaga PDP semestinya menjadi entitas yang akan menentukan standar kesetaraan tersebut, serta mengawasi perlindungan data pribadi di Indonesia secara umum. 

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]