Kasus: PDP

  • BI Tegaskan Payment ID Masih Uji Coba, Bukan Alat Intip Transaksi Pribadi – Page 3

    BI Tegaskan Payment ID Masih Uji Coba, Bukan Alat Intip Transaksi Pribadi – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Bank Indonesia (BI) kembali menegaskan bahwa Payment ID, sebuah identifikasi pembayaran yang digunakan dalam sistem pembayaran, masih dalam tahap uji coba. Penegasan ini disampaikan untuk meluruskan berbagai isu yang beredar di publik bahwa penerapan Payment ID akan dilakukan pada 17 Agustus 2025. 

    Bank Indonesia (BI) memastikan bahwa fokus utama uji coba Payment ID saat ini adalah untuk penyaluran bantuan sosial (bansos) nontunai, yang diharapkan dapat mempermudah dan mempercepat proses pembayaran. BI pun memastikan bahwa akan selalu menjalankan aturan kerahasiaan data pribadi dalam penerapan Payment ID.

    Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI, Dicky Kartikoyono, menyatakan bahwa Payment ID sepenuhnya tunduk pada prinsip kerahasiaan data pribadi. Hal ini sejalan dengan amanat Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) yang berlaku di Indonesia.

    “Jadi pemahaman terhadap hal yang berkembang saat ini sudah terlalu jauh. Bahwa isu Bank Indonesia memata-matai, ingin mengetahui ruang private individu masyarakat tidak mungkin,” ujar Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran (DKSP) BI Dicky  Kartikoyono, dikutip Rabu (12/8/2025).

    Tujuan utama pengembangan Payment ID adalah untuk menganalisis potensi perekonomian di sektor-sektor tertentu, bukan untuk melacak aktivitas individu.

    BI berorientasi pada kebijakan publik dan pertumbuhan ekonomi nasional, bukan pada ruang privat setiap warga negara. Penggunaan Payment ID diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dalam penyaluran dana, khususnya untuk bansos nontunai, serta meminimalisir potensi penyalahgunaan atau kesalahan data.

    Ini merupakan langkah strategis dalam memperkuat ekosistem keuangan nasional.

  • Whatsapp Keruk Untung Tanpa Tanggung Jawab, Pengamat Minta Pemerintah Tegas Atur

    Whatsapp Keruk Untung Tanpa Tanggung Jawab, Pengamat Minta Pemerintah Tegas Atur

    Bisnis.com, JAKARTA— Sejumlah pengamat telekomunikasi menyoroti langkah WhatsApp yang kian agresif memperluas layanan bisnis di Indonesia, namun belum memberikan kontribusi optimal terhadap perekonomian nasional.

    Pengamat telekomunikasi dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Agung Harsoyo, menilai WhatsApp telah menjadi platform komunikasi dominan di Indonesia dengan lebih dari 140 juta pengguna. 

    Pendapatan signifikan WhatsApp, menurutnya, diperoleh melalui layanan WhatsApp Business API, integrasi pembayaran, dan monetisasi data ekosistem Meta.

    Diketahui, induk Whatsapp, Meta, membukukan pendapatan sebesar US$164,50 juta pada 2024 meningkat 22% dibandingkan dengan 2023.

    “Di lain sisi, kontribusi WhatsApp pada pembangunan industri digital Indonesia masih minim. Pemerintah [Komdigi] dapat menerapkan Digital Services Tax atau Significant Economic Presence Rule untuk WA [dan platform asing lain] dengan pengguna atau omzet signifikan di Indonesia,” kata Agung saat dihubungi Bisnis pada Selasa (12/8/2024).

    Agung menambahkan, pemerintah bersama Kementerian Keuangan maupun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga dapat mewajibkan pendaftaran badan usaha atau entitas yang memiliki otoritas penuh, bukan sekadar kantor perwakilan di Indonesia, agar tunduk pada UU ITE, UU PDP, dan perpajakan nasional. 

    Dia menilai, dengan jumlah pengguna yang besar, pemerintah bisa mendorong WhatsApp untuk ikut serta dalam program literasi digital, keamanan siber, dan pengembangan UMKM.

    “Karena WhatsApp memanfaatkan infrastruktur telekomunikasi yang dibangun oleh operator jaringan, maka sewajarnya pemerintah membuat regulasi yang mewajibkan WhatsApp untuk bersinergi dalam bisnisnya dengan industri ini. Hal ini akan menguntungkan semua pihak. Industri, pemerintah, dan pelanggan,” tutur Agung.

    Country Director, Indonesia, Meta, Pieter Lydian dalam acara WhatsApp Business Summit ketiga yang digelar di Jakarta, Selasa (12/8/2025). Whatsapp memperkenal fitur baru kepada sejumlah pelanggan korporasi

    Senada, Pengamat Telekomunikasi sekaligus Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute, Heru Sutadi, mengkritik ketimpangan perlakuan antara pelaku usaha lokal dan penyedia layanan over-the-top (OTT) global.

    “Nah itu. Kita ini jadi bangsa yang aneh. UMKM saja ditagih pajak, tapi WhatsApp dibiarkan dan OTT lain dibiarkan menyedot uang rakyat Indonesia tanpa dikenakan kewajiban apapun,” kata Heru kepada Bisnis.

    Heru mengaku telah berulang kali menyampaikan persoalan ini, namun kerap dijawab pemerintah dengan alasan menunggu ketentuan Organization for Economic Co-operation and Development (OECD). 

    “Itu sudah beberapa tahun lalu. Padahal kan saat itu saja kita bukan anggota OECD. Sehingga, rakyat curiga, ada apa di belakang bebasnya kewajiban OTT dari kewajiban yang diharuskan dijalankan perusahaan Indonesia,” tambahnya.

    Di sisi lain, WhatsApp baru saja memperkenalkan serangkaian pembaruan fitur untuk memperkuat posisi mereka di pasar Indonesia. 

    Dalam ajang WhatsApp Business Summit ketiga di Jakarta pada Selasa (12/8/2025), Country Director Indonesia Meta, Pieter Lydian, mengatakan Indonesia menjadi salah satu pasar terdepan secara global dalam komunikasi bisnis melalui pesan.

    Sejumlah brand seperti Paragon, Hyundai, dan Danone telah memanfaatkan Iklan di Status, sementara kreator seperti Tiara Andini dan Jerome Polin telah menggunakan fitur Langganan Saluran. WhatsApp juga memungkinkan penggunaan aplikasi WhatsApp Business gratis dan WhatsApp Business Platform secara bersamaan tanpa mengganti nomor, seperti yang dilakukan jaringan klinik kecantikan Lavalen.

    Menurutnya, sebanyak 88% masyarakat Indonesia mengirimkan pesan kepada bisnis setiap minggunya.

    WhatsApp kini menghadirkan peningkatan fitur panggilan suara dan video untuk WhatsApp Business Platform, integrasi pengelolaan iklan lintas platform melalui Advantage+ berbasis AI, serta pembaruan pada tab Pembaruan yang kini digunakan 1,5 miliar orang per hari.

    Sebelumnya, muncul wacana pembatasan layanan panggilan suara dan video berbasis internet seperti WhatsApp Call, yang ramai diperbincangkan usai forum diskusi publik pada 16 Juli 2025. 

    Namun, Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid menegaskan pemerintah tidak memiliki rencana membatasi layanan tersebut.

    “Saya tegaskan pemerintah tidak merancang ataupun mempertimbangkan pembatasan WhatsApp Call,” kata Meutya. 

    Dia juga menyampaikan permohonan maaf jika isu ini sempat menimbulkan keresahan di tengah masyarakat. Meutya memastikan saat ini Komdigi fokus pada agenda prioritas nasional seperti memperluas akses internet di wilayah tertinggal, meningkatkan literasi digital, serta memperkuat keamanan dan perlindungan data pribadi di ruang digital.

  • Wamendag Sebut Ekonomi Digital Tentukan Masa Depan Indonesia

    Wamendag Sebut Ekonomi Digital Tentukan Masa Depan Indonesia

    Jakarta

    Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) Dyah Roro Esti mengatakan peran penting ekonomi digital dalam mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional. Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto menargetkan pertumbuhan ekonomi 8%.

    Berdasarkan data yang ia kutip dari Badan Pusat Statistik (BPS) pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2025 diklaim tumbuh sebesar 5,12% dari tahun ke tahun.

    “Kami menyadari bahwa ekonomi digital menempati posisi strategis sebagai salah satu sumber utama pembangunan ekonomi Indonesia di masa yang mendatang,” ujar Roro dalam sambutannya di WhatsApp Business Summit, Jakarta, Selasa (12/8/2025).

    Sementara itu, Roro mengungkapkan bahwa dari data laporan e-Conomy SEA, nilai ekonomi digital Indonesia merupakan kekuatan terbesar di kawasan Asia Tenggara pada 2024 yang mencapai USD 90 miliar atau sekitar Rp 1,4 triliun. Bahkan, Indonesia diproyeksikan menyumbang sekitar USD 356 miliar terhadap ekonomi digital ASEAN pada 2030.

    Disampaikannya, sektor e-Commerce menjadi kontribusi terbesar dari perekonomian digital Indonesia dengan transaksi sekitar Rp 512 triliun di 2024 atau meningkat lebih 12,77% dari tahun ke tahun.

    “Dan perkembangan e-Commerce ini tentunya tidak lepas dari dukungan UMKM mengingat bahwa UMKM juga memberikan kontribusi 67% terhadap penyerapan tenaga kerja dan juga tidak kalah penting terhadap UMKM mempunyai kontribusi 61% terhadap PDP nasional kita,” tuturnya.

    WhatsApp Business Summit di Jakarta, Selasa (12/8/2025). Foto: Agus Tri Haryanto/detikINET

    Dari sisi pemerintah, Roro mengatakan akan terus melakukan dukungan kepada penggiat UMKM dalam negeri, di mana mayoritas dari mereka adalah dari kalangan perempuan.

    “Baik perempuan maupun laki-laki juga memberdayakan manusia Indonesia yang merupakan fokus utama Presiden Prabowo Subianto, yaitu dari mana kita meningkatkan kualitas SDM melalui berbagai macam program mulai dengan gizi yang kita urus, edukasi kita urus, sampai juga pelaku UMKM yang merupakan bagian dari komponen ataupun masyarakat produktif kita sambut agar berkontribusi lebih banyak lagi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional kita,” pungkasnya.

    (agt/agt)

  • Heboh BI Intip Seluruh Transaksi Via Payment ID, Cek Detailnya

    Heboh BI Intip Seluruh Transaksi Via Payment ID, Cek Detailnya

    Bisnis.com, JAKARTA — Rencana Bank Indonesia (BI) menerapkan sistem pemantauan transaksi melalui Payment ID memicu kontroversi. Meski sejatinya sistem ini bisa mendorong transparansi dan mencegah penyalahgunaan transaksi, namun belum jelasnya infrastruktur keamanan dan aturan main, membuat banyak pihak mempertanyakan urgensi penerapan sistem pengawasan transaksi yang akan diluncurkan 17 Agustus 2025 itu.

    Anggota Komisi I DPR RI dari PDI Pejuangan (PDI) Sarifah Ainun Jariyah, misalnya, meminta pelaksanaannya ditunda. Menurutnya, pengawasan melekat melalui Payment ID rentan karena infrastruktur keamanan yang dinilai belum siap.

    “Kita harus belajar dari negara lain. Insentif, bukan paksaan. Perlindungan, bukan eksploitasi. Komisi I DPR akan terus mengawal isu ini untuk memastikan hak warga terlindungi,” kata Sarifah dikutip dari Antara, Minggu (10/8/2025).

    Lantas Apa Itu Payment ID?

    Payment ID secara sederhana dimaknai sebagai sistem pemantauan transaksi seluruh warga Indonesia. Nantinya, setiap orang akan memiliki identitas pembayaran yang terintegrasi dengan nomor induk kependudukan alias NIK sehingga BI memantau seluruh transaksi, baik perbankan, multifinance, pinjol, hingga e-wallet.

    Dalam catatan Bisnis, Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia Dudi Dermawan menjelaskan bahwa Payment ID merupakan bagian dari Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2030. Dalam Payment ID, setiap orang akan memiliki kode unik untuk mengidentifikasi transaksi pembayaran.

    “Payment ID di-generate dari NIK, NIK di-generate dari data kependudukan. Jadi, seluruh data di bank nantinya terkait dengan nomor rekening maka akan ada ekuivalen yang terkait dengan Payment ID-nya,” ujar Dudi katanya Juli lalu.

    Adapun berdasarkan BSPI 2030, pemanfaatan Payment ID mencakup tiga fungsi. Pertama, kunci identifikasi untuk membentuk data profil pelaku sistem pembayaran. Kedua, kunci otentifikasi data dalam pemrosesan transaksi. Ketiga, kunci unik dalam proses agregasi antara data profil individu dengan data transaksional.

    Dudi menjelaskan bahwa Payment ID dapat mengintegrasikan seluruh aktivitas keuangan dengan identitas tersebut. Misalnya, BI dapat mengidentifikasi seseorang yang memiliki lebih dari satu rekening bank, memiliki pinjaman/kredit di multifinance, memiliki akun e-wallet dan uang elektronik, hingga memiliki akun pinjaman online atau pinjol.

    Data Transaksi Mencurigakan Januari – Juni 2025

    Sumber: PPATK, non bank termasuk e-wallet

    Integrasi itu membuat otoritas moneter bisa mengetahui aktivitas pembayaran, transfer, dan seluruh transaksi. BI juga bisa mengetahui nominal dan sumber pendapatan seseorang, kewajiban dan utang yang sedang dimiliki, penempatan investasi, hingga aktivitas pinjol.

    Data tersebut menurutnya bisa menjadi acuan untuk menilai kesehatan keuangan seseorang, apakah rasio pinjaman atau kreditnya masih dalam batas aman terhadap total penghasilannya, juga profil keuangan seseorang yang terkait dengan aktivitas berisiko seperti pinjol ilegal. “Payment ID ini sangat powerful … Ini jauh lebih akurat dibandingkan sistem penilaian konvensional seperti SLIK [Sistem Layanan Informasi Keuangan OJK],” ujarnya.

    Diterapkan Bertahap

    Adapun BI mengungkapkan implementasi sistem pemantauan transaksi seluruh warga Indonesia alias Payment ID akan berlangsung bertahap mulai 2026. 

    “Payment ID sebagai bagian dari pengembangan infrastruktur data SP akan diimplementasikan secara bertahap mulai 2026,” ungkap Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia (BI) Dicky Kartikoyono dalam keterangan resmi, Senin (28/7/2025). 

    Pada tahap awal, Dicky menyampaikan bahwa pengembangan sistem itu akan diawali dengan tahap eksperimentasi untuk menguji model bisnis, mekanisme pembentukan, dan pemanfaatan Payment ID. 

    Eksperimentasi dilakukan secara terbatas, antara lain pada use case penyaluran bantuan sosial (Bansos) untuk mendukung program digitalisasi Bansos yang dilakukan oleh pemerintah.

    Dicky menjelaskan bahwa BI akan mengembangkan Payment ID sebagai unique identifier yang merepresentasikan pelaku sistem pembayaran, baik individu maupun entitas. Tujuannya, untuk mendukung penguatan integritas transaksi pembayaran, perluasan inklusi keuangan, dan perumusan kebijakan.

    Nantinya, format Payment ID terdiri dari 9 digit alfanumerik yang akan dibentuk berdasarkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) atau Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang di-hash dengan formula enkripsi terkini.

    Adapun pembentukan dan pemanfaatan Payment ID akan dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip keamanan data sesuai Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP), antara lain pemanfaatan Payment History hanya dapat dilakukan setelah memperoleh consent atau persetujuan dari individu pemilik data.

    Dicky berharap implementasi secara bertahap ini setidaknya memberikan manfaat bagi masing-masing pelaku terkait. Pertama, bagi pemerintah hal ini akan mendukung program transformasi digital pemerintah dan pertumbuhan ekonomi nasional.

    Kedua, bagi Bank Indonesia, hal ini memperkuat kapabilitas bank sentral dalam memelihara stabilitas sistem pembayaran, mencapai stabilitas nilai rupiah, dan turut menjaga stabilitas sistem keuangan. Ketiga, bagi industri, Payment ID menjadi alat untuk menjamin ekosistem dan integritas transaksi, serta mendukung sistem keuangan yang built on trust.

    Sementara bagi masyarakat, pembentukan payment history akan mendukung perluasan akses pembiayaan dan kualitas kredit.

  • Telkom Luncurkan WMS Fit dan WMS Standard, Solusi Wi-Fi All-in-One untuk Dukung Performa Bisnis – Page 3

    Telkom Luncurkan WMS Fit dan WMS Standard, Solusi Wi-Fi All-in-One untuk Dukung Performa Bisnis – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Seiring meningkatnya kebutuhan konektivitas cepat dan stabil di berbagai sektor usaha, PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (Telkom) merespons dengan menghadirkan dua solusi Wi-Fi terkini: WMS Fit dan WMS Standard. Diluncurkan di awal 2025, layanan ini dirancang untuk memenuhi kebutuhan bisnis yang semakin terdigitalisasi dengan solusi Wi-Fi end-to-end yang sepenuhnya dikelola oleh Telkom.

    WMS Fit hadir sebagai varian baru yang lebih fleksibel, sementara WMS Standard merupakan penguatan dari layanan dasar Wifi.id Managed Service (WMS) yang kini dilengkapi fitur dan paket yang lebih komprehensif. Dengan sistem berlangganan bulanan, pelanggan tak perlu repot mengurus operasional, pemantauan performa, maupun perbaikan gangguan semua pengelolaan jaringan dilakukan secara otomatis oleh Telkom melalui teknologi auto-provisioning.

    “WMS Standard dan WMS Fit ini adalah solusi Wi-Fi yang benar-benar bisa digunakan oleh pelanggan untuk menyelesaikan kebutuhan konektivitas mereka. Mereka bisa mengeksplorasi berbagai fitur yang tersedia di WMS ini, untuk meningkatkan value bisnisnya. Bersama dengan pelanggan WMS, kita memajukan perekonomian Indonesia dan juga meningkatkan usage dari Wi-Fi di Indonesia,” ujar EGMDigital Connectivity Service Telkom Teuku Muda Nanta.

    WMS Standard memanfaatkan access point sebagai titik akses Wi-Fi, yang dipasang pada perangkat dilokasi pelanggan. Sehingga, ideal untuk venue berskala besar dengan kepadatan pengguna tinggi, seperti perkantoran, institusi pemerintahan, atau area publik, yang membutuhkan solusi Value Added Service (VAS) yang lebih kompleks.

    Sementara itu, WMS Fit ditujukan untuk pelanggan dengan kebutuhan utilisasi VAS yang lebih sederhana,seperti Security Type Management dan Dashboard Venue Owner. WMS Fit memiliki tiga pilihan kecepatan, yaitu 50, 75, dan 100 Mbps dengan perangkat ONT premium sebagai titik akses. WMS Fit menawarkan solusi hemat biaya dan mudah dioperasikan, sesuai untuk lokasi dan jumlah user yang relatif sedikit, serta mencukupi untuk satu lokasi satu titik SSID, seperti kafe atau retail kecil.

    Pelanggan tidak perlu khawatir akan keamanan dan privasi data, karena kedua hal tersebut menjadi prioritas utama Telkom. Terdapat sistem yang dapat mencegah komunikasi antar-perangkat pengguna yang terkoneksi WMS, sedangkan untuk pengelolaan data pribadi mengikuti standar Perlindungan DataPribadi (PDP) yang wajib dipatuhi.

    Untuk memudahkan uji coba skala besar, Telkom menyediakan opsi Proof of Concept (POC) bagi enterprise dan instansi pemerintahan, untuk melihat kompatibilitas layanan WMS di lokasi yang dibutuhkan. Terkait instalasi dari produk WMS akan dibantu dengan sistem auto‐provisioning, sedangkan tim teknisi hanya perlu melakukan penarikan kabel di lokasi pelanggan yang telah terdata pada sistem Telkom.

    Begitu pula dengan aktivasi layanannya yang akan secara otomatis di-deliver oleh sistem. Sehingga, pelanggan bisamerasakan layanan WMS ini terinstalasi dan teraktivasi dengan cepat. Customer experience juga menjadi aspek yang sangat diperhatikan Telkom, melalui layanan call center yang selalu siap dalam memberikan solusi terkait kendala yang dihadapi pelanggan.

    Jika terjadi gangguan atau kerusakan pada layanan WMS, pelanggan dapat menghubungi call center Tenesa atau melalui helpdesk, email, WhatsApp, dan nomor telepon yang tersedia tanpa dipungut biaya tambahan. Solusi Value Added Service yang dihadirkan Telkom melalui layanan WMS Standard dan WMS Fit, menjadi nilai tambah layanan.

    VAS yang ditawarkan Telkom membantu pelanggan mengembangkan bisnisnya dengan lebih baik.Lebih lanjut, pemesanan WMS Standard maupun WMS Fit dapat dilakukan melalui website IndiBiz di https://indibiz.co.id ataupun dengan menghubungi sales representative dan mengunjungi Telkom Experience Center terdekat untuk menemukan paketisasi yang sesuai dengan kebutuhan Anda. Dengan jaringan terluas di Indonesia dan dukungan tim operasional yang tersebar di seluruh wilayah, Telkom siap menjadi mitra terpercaya dalam kebutuhan konektivitas bisnis Anda.

    #ElevatingYourFuture

     

    (*)

  • Mulai 17 Agustus Keluar Masuk Uang Digital Diawasi Negara, Tersambung ke NIK dan Terpantau Pajak

    Mulai 17 Agustus Keluar Masuk Uang Digital Diawasi Negara, Tersambung ke NIK dan Terpantau Pajak

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Pemerintah melalui Bank Indonesia bakal meluncurkan Payment ID pada 17 Agustus 2025. Itu akan memungkinkan pemantauan uang digital warga.

    Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran (DKSP) BI Dicky Kartikoyono mengatakan Payment ID saat ini masih dalam tahap uji coba. Agar dapat digunakan pada ‘one use case’ tertentu saja, yaitu membantu akurasi penyaluran bantuan sosial non tunai.

    “Saat ini Payment ID masih dalam tahap uji coba/eksperimentasi untuk dapat digunakan pada satu use case tertentu saja yaitu membantu akurasi penyaluran bantuan sosial nontunai, yang akan dimulai prosesnya di 17 Agustus,” kata Dicky Kartikoyono dikutip ANTARA, Sabru (2/8/2025).

    Payment ID merupakan kode unik transaksi keuangan yang terintegrasi dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK). Wacana ini jadi sorotan sebelum diluncurkan.

    Pasalnya, Payment ID disebut bisa memantau keuangan warga. Rencana pengembangan Payment ID sendiri sudah tercantum dalam Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia 2030.

    Pada dasarnya, ada tiga fungsi utama Payment ID. Pertama, sebagai kunci identifikasi profil pelaku sistem pembayaran.

    Kemudian kedua, sebagai alat otentikasi data dalam pemrosesan transaksi. Ketiga, sebagai penghubung antara profil individu dan data transaksi secara rinci.

    Dicky mengklaim, pengembangan dan penggunaan Payment ID sepenuhnya tunduk pada prinsip kerahasiaan data pribadi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP).

    “Oleh karenanya, pengembangan dan penggunaan data Payment ID dilindungi dan tunduk sepenuhnya pada kerahasiaan data individu sebagaimana diatur dalam UU PDP,” ujar dia.

  • Anggota DPR: Transfer data ke AS landasan hukum perlindungan data WNI

    Anggota DPR: Transfer data ke AS landasan hukum perlindungan data WNI

    Jakarta (ANTARA) – Anggota Komisi I DPR RI Nurul Arifin menilai kesepakatan transfer data antara Indonesia dan Amerika Serikat sebagai bagian dari kesepakatan tarif impor menjadi landasan hukum yang kuat bagi perlindungan data pribadi warga negara Indonesia.

    Menurut dia, kesepakatan tersebut bukanlah bentuk penyerahan data pribadi WNI secara bebas, melainkan merupakan upaya membangun tata kelola data lintas negara yang sah, aman, dan akuntabel.

    “Kesepakatan ini justru menjadi landasan hukum yang kuat bagi perlindungan data pribadi WNI, khususnya saat menggunakan layanan digital dari perusahaan berbasis di Amerika Serikat, seperti media sosial, mesin pencari, layanan cloud, dan e-commerce,” kata Nurul dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Rabu.

    Nurul memandang prinsip utama dalam kerja sama tersebut adalah menjaga tata kelola data yang baik, melindungi hak individu, serta menjunjung tinggi kedaulatan hukum nasional.

    Nurul juga menekankan bahwa pemindahan data pribadi lintas negara hanya diizinkan untuk kepentingan yang sah, terbatas, dan memiliki dasar hukum yang jelas.

    Dia menuturkan pengawasan transfer data tersebut tetap berada di tangan otoritas Indonesia dan dilakukan dengan prinsip kehati-hatian.

    Hal tersebut sebagaimana ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi, serta Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.

    Dia menyampaikan bahwa langkah tersebut menempatkan Indonesia sejajar dengan negara-negara anggota G7 yang telah lebih dulu menerapkan mekanisme transfer data lintas batas secara aman, seperti Amerika Serikat, Kanada, Jepang, Jerman, Prancis, Italia, dan Britania Raya.

    “Saya yakin pemerintah telah melakukan kesepakatan ini dengan penuh kehati-hatian. Tidak ada yang dirugikan dalam hal ini karena merujuk pada undang-undang dan prinsip menghargai kedua negara,” katanya.

    Sebelumnya, Wakil Menteri Komunikasi dan Digital Nezar Patria menegaskan bahwa transfer data pribadi dari Indonesia ke Amerika Serikat tetap patuh terhadap ketentuan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (PDP).

    Nezar di Kantor Kemkomdigi, Jakarta, Senin (28/7), menjelaskan perpindahan data dari Indonesia ke luar negeri telah diatur pada UU PDP pasal 56.

    Menurutnya, Indonesia memegang prinsip perpindahan data secara adekuat dan apabila hal tersebut tidak sesuai dengan standar yang telah diatur, maka dalam prosesnya harus mendapatkan persetujuan pemilik data terlebih dahulu.

    “Jangan ada salah paham, itu bukan berarti Indonesia bisa mentransfer semua data pribadi secara bebas ke Amerika Serikat. Kita tetap ada protokol seperti yang sudah diatur oleh Undang-Undang PDP yang disahkan di sini,” katanya.

    Menurutnya, transfer data yang dimaksud sebagai bagian dari kesepakatan tarif antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS) hanya mencakup data komersial seperti penggunaan mesin pencari dan transaksi komersial melalui platform yang berbasis di Amerika Serikat.

    Sebelumnya, Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan poin penting dalam kesepakatan tarif impor yang disepakati dengan Pemerintah Indonesia, salah satu di antaranya menyebut soal pemindahan data pribadi.

    “Indonesia juga akan memberikan kepastian terkait kemampuan untuk memindahkan data pribadi keluar dari wilayahnya ke Amerika Serikat melalui pengakuan bahwa Amerika Serikat merupakan negara atau yurisdiksi yang memberikan perlindungan data yang memadai berdasarkan hukum Indonesia,” tulis pernyataan tersebut.

    Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
    Editor: Didik Kusbiantoro
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Legislator: Data warga bocor momentum bentuk lembaga perlindungan data

    Legislator: Data warga bocor momentum bentuk lembaga perlindungan data

    Jakarta (ANTARA) – Anggota Komisi I DPR RI Oleh Soleh meminta pemerintah menjadikan insiden dugaan kebocoran data 4,6 juta warga Jawa Barat oleh peretas yang ditawarkan dalam forum dark web sebagai momentum mempercepat pembentukan lembaga perlindungan data pribadi.

    “Pemerintah harus segera menunjukkan komitmen dengan membentuk lembaga perlindungan data pribadi yang mandiri,” kata Oleh Soleh dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa.

    Dia meminta pemerintah segera membentuk lembaga perlindungan data pribadi yang independen dan memiliki kewenangan penuh, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP).

    “UU PDP sudah memberikan mandat yang jelas. Lembaga ini harus independen, kuat secara finansial, dan memiliki kewenangan penuh untuk mengawasi kepatuhan, menyelidiki kebocoran, serta memberikan sanksi. Tanpa lembaga ini, UU PDP hanya akan menjadi macan ompong,” ujarnya.

    Menurut dia, tanpa adanya lembaga independen yang memiliki kewenangan penuh maka penegakan hukum terhadap pelanggaran data menjadi tidak efektif dan pihak yang bertanggung jawab sulit untuk dimintai pertanggungjawaban.

    Untuk itu, soleh meminta pemerintah pusat serta Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk tidak hanya fokus pada penanganan insiden kebocoran data tersebut.

    “Saya meminta pemerintah untuk melakukan investigasi menyeluruh mengenai penyebab kebocoran data yang terus berulang,” ucapnya.

    Dia juga menilai insiden kebocoran data tersebut merupakan pukulan telak bagi keamanan siber nasional, serta menunjukkan adanya celah serius dalam sistem perlindungan data yang dikelola oleh lembaga publik di tingkat daerah.

    “Insiden kebocoran data warga Jawa Barat ini membuktikan bahwa perlindungan data pribadi di negara ini masih sangat minim. Ini adalah kegagalan sistemik yang menunjukkan bahwa sistem pengamanan data yang ada tidak lagi dapat diandalkan,” katanya.

    Terakhir, dia menekankan pula pentingnya edukasi masyarakat mengenai risiko kebocoran data dan langkah-langkah perlindungan diri, serta meminta pemerintah untuk segera melakukan audit keamanan siber secara menyeluruh di semua institusi publik.

    “Kepercayaan publik terhadap pemerintah akan terkikis jika perlindungan data pribadi terus diabaikan. Pemerintah harus segera membuktikan komitmennya dengan membentuk lembaga yang diperlukan untuk melindungi data pribadi warga negara,” katanya.

    Sebelumnya, Akun dengan nama “DigitalGhostt” di platform media sosial X mengklaim telah membobol dan menguasai data pribadi milik 4,6 juta warga Jawa Barat.

    Dalam unggahannya pada 10 Juli 2025 pukul 16.33 WIB akun tersebut menuliskan quote dalam bahasa Inggris yang mempertanyakan keamanan siber Indonesia dalam melindungi data warganya.

    “Hello Indonesian people (especially the people of West Java), could your personal data be in my possession? Where is the cyber defense? Is it asleep on a pile of money? (Artinya: Halo masyarakat Indonesia (terutama masyarakat Jawa Barat), mungkinkah data pribadi Anda ada di tangan saya? Di mana pertahanan sibernya? Apakah ia tertidur di atas tumpukan uang?),” tulis akun tersebut seperti yang dilihat ANTARA, Minggu (27/7).

    Adapun Senin (28/7), Wakil Gubernur Jawa Barat Erwan Setiawan mengklaim data pribadi 4,6 juta masyarakat Jabar yang disebut bocor dan kini diperjualbelikan di dark web, bukanlah berasal dari sistem resmi milik Pemerintah Provinsi Jabar.

    “Sudah kami cek dan pastikan, tidak ada data dari sistem Pemprov Jabar yang bocor. Logo yang digunakan itu hanya klaim sepihak dari oknum yang ingin memanfaatkan nama baik pemerintah untuk kepentingan pribadi,” ujar Erwan di Gedung Sate Bandung.

    Erwan mengatakan tim persandian dan keamanan informasi dari Diskominfo Jawa Barat telah melakukan penelusuran menyeluruh, dan hasilnya menunjukkan tidak ada pelanggaran keamanan atau pembobolan sistem data milik Pemprov.

    Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
    Editor: Didik Kusbiantoro
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Saldo Rekening Masyarakat Bakal Dipelototi Pemerintah dengan Payment ID

    Saldo Rekening Masyarakat Bakal Dipelototi Pemerintah dengan Payment ID

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Bank Indonesia akan meluncurkan Payment ID bertepatan pada HUT RI, 17 Agustus 2025. Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran (DKSP) BI Dicky Kartikoyono mengatakan Payment ID saat ini masih dalam tahap uji coba.

    Agar dapat digunakan pada ‘one use case’ tertentu saja, yaitu membantu akurasi penyaluran bantuan sosial non tunai.

    “Saat ini Payment ID masih dalam tahap uji coba/eksperimentasi untuk dapat digunakan pada satu use case tertentu saja yaitu membantu akurasi penyaluran bantuan sosial nontunai, yang akan dimulai prosesnya di 17 Agustus,” kata Dicky Kartikoyono dikutip ANTARA, Selasa (29/7/2025).

    Payment ID merupakan kode unik transaksi keuangan yang terintegrasi dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK). Wacana ini jadi sorotan sebelum diluncurkan.

    Pasalnya, Payment ID disebut bisa memantau keuangan warga. Rencana pengembangan Payment ID sendiri sudah tercantum dalam Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia 2030.

    Pada dasarnya, ada tiga fungsi utama Payment ID. Pertama, sebagai kunci identifikasi profil pelaku sistem pembayaran.

    Kemudian kedua, sebagai alat otentikasi data dalam pemrosesan transaksi. Ketiga, sebagai penghubung antara profil individu dan data transaksi secara rinci.

    Dicky mengklaim, pengembangan dan penggunaan Payment ID sepenuhnya tunduk pada prinsip kerahasiaan data pribadi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP).

    “Oleh karenanya, pengembangan dan penggunaan data Payment ID dilindungi dan tunduk sepenuhnya pada kerahasiaan data individu sebagaimana diatur dalam UU PDP,” ujar dia.

  • Harus Ada Kepastian Hukum dan Perlindungan Warga

    Harus Ada Kepastian Hukum dan Perlindungan Warga

    JAKARTA – Permintaan data pribadi dari pemerintah Amerika Serikat kepada Indonesia dalam konteks kerja sama perdagangan kedua negara memicu kekhawatiran sejumlah pihak. Pengamat yang juga Praktisi Kecerdasan Artifisial dan Big Data, Alva Erwin, menilai bahwa permintaan tersebut harus direspons secara hati-hati dan tidak boleh melanggar prinsip-prinsip perlindungan data pribadi yang telah diatur dalam undang-undang di Indonesia.

    Menurut Erwin, hingga saat ini belum ada kejelasan resmi dari pihak pemerintahan Donald Trump terkait detail permintaan data pribadi yang dimaksud. Namun, ia mengingatkan bahwa Indonesia sudah memiliki Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) Nomor 27 Tahun 2022 sebagai payung hukum utama, meskipun peraturan pelaksanaannya dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP) maupun Peraturan Presiden (Perpres) belum diterbitkan.

    “UU PDP itu kiblatnya dari GDPR (General Data Protection Regulation) Uni Eropa. Di sana sangat tegas: data pribadi tidak boleh dibawa keluar dari yurisdiksi kecuali negara tersebut punya adequate protection, perlindungan data pribadi yang dinilai cukup,” kata Alva,, yang juga menjadi anggota Board of Expert di Center of Excellence for AI and Advance Technology di Universitas Trisakti.

    Ia menjelaskan bahwa di Uni Eropa, terdapat otoritas khusus seperti Komisi Eropa yang secara berkala melakukan penilaian terhadap negara-negara lain dan menentukan apakah suatu negara layak mendapat status adequate protection. Jika ditemukan ketidaksesuaian, status tersebut bisa dicabut sewaktu-waktu.

    Erwin menilai bahwa Indonesia juga perlu memiliki otoritas serupa yang berwenang memberikan penilaian apakah suatu negara, termasuk Amerika Serikat, layak menerima data pribadi dari warga Indonesia. Tanpa adanya peraturan turunan dan lembaga yang melakukan penilaian tersebut, Indonesia bisa saja melanggar kedaulatan datanya sendiri.

    “Kalau tidak ada adequate protection, seharusnya tidak boleh diserahkan. Maka perlu segera dibuat otoritas resmi yang bisa menilai dan menetapkan status perlindungan data pribadi negara lain,” tegasnya.

    Meskipun pemerintah AS bisa saja berdalih bahwa permintaan data dilakukan untuk tujuan bisnis, seperti layanan pelanggan atau kebutuhan sistem perdagangan, Erwin menekankan bahwa aspek konsen atau persetujuan pengguna tidak boleh diabaikan. Bahkan dalam hal pengguna secara sukarela memberikan data mereka saat mendaftar layanan, tetap harus ada batasan terkait pengelolaan dan distribusinya lintas negara.

    Ia juga menyinggung bahwa Undang-Undang ITE dan turunannya sudah lebih maju dalam hal regulasi, khususnya melalui  Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PP PSTE), yang mewajibkan penyimpanan data di dalam negeri. Sementara itu, UU PDP yang semestinya menjadi acuan utama, belum memiliki aturan pelaksana.

    “Momentum ini harus dipakai untuk mempercepat penerbitan peraturan turunan dari UU PDP agar sistem perlindungan data kita berjalan maksimal dan efisien,” ujarnya.

    Menanggapi kemungkinan permintaan AS, Erwin juga menegaskan bahwa publik berhak tahu jenis data apa yang diminta dan untuk kepentingan apa. Jangan sampai isu ini malah menciptakan noise atau kebingungan di masyarakat, karena penanganannya bersifat lintas sektoral dan sangat kompleks.

    “Kita harus memastikan permintaan tersebut tetap comply dengan peraturan di Indonesia. Kalau tidak, itu berpotensi melanggar UU PDP. Jadi ini bukan sekadar soal teknis, tapi juga soal kedaulatan digital dan perlindungan warga negara,” pungkasnya.