Kasus: PDP

  • Komdigi Sebut Nilai Deposit Judi Online Tembus Rp17 Triliun

    Komdigi Sebut Nilai Deposit Judi Online Tembus Rp17 Triliun

    Bisnis.com, JAKARTA— Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) memaparkan nilai deposit judi online pada semester I/2025 sudah mencapai Rp17 triliun.

    Safriansyah Yanwar Rosyadi, Direktur Pengendalian Ruang Digital Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), menyampaikan sepanjang 2025, Komdigi telah melakukan penanganan terhadap lebih dari 7,2 juta konten perjudian daring. Nilai deposit judi online pada semester I/2025 sudah mencapai Rp17 triliun. Namun, fenomena ini terus berevolusi dengan cepat.

    “Kami sudah memblokir jutaan konten, tapi yang tumbuh juga tak kalah cepat. Ini tantangan global yang menuntut kerja bersama,” ujar Safriansyah, di Jakarta, Selasa (21/10).

    Hal itu disampaikannya saat memberikan sambutan dalam forum group discussion (FGD) bertema Membangun Kolaborasi Digital Bebas Perjudian Daring. Acara ini merupakan bentuk kolaborasi antara Katadata dengan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) yang turut dihadiri oleh para pemangku kepentingan mulai dari regulator, aparat penegak hukum, industri keuangan, hingga perwakilan asosiasi internet.

    Berdasarkan laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), perputaran transaksi judi online di Indonesia mencapai Rp927 triliun selama periode 2017 hingga kuartal I/2025. Angka ini menunjukkan bahwa praktik ilegal tersebut tidak lagi berskala kecil, melainkan sudah menjadi fenomena sistemik yang menembus berbagai lapisan masyarakat.

    Pada kesempatan yang sama, Direktur Strategi dan Kebijakan Pengawasan Ruang Digital Komdigi, Muchtarul Huda menjelaskan, upaya pemerintah berlandaskan kerangka hukum yang kuat seperti UU ITE, UU PDP, hingga PP 71/2019. Namun, imbuhnya, regulasi saja tidak cukup.

    “Kita butuh AI-based detection system, integrasi database lintas instansi, serta kerja sama internasional dalam mengurangi masifnya perjudian daring di Indonesia.”

    Dalam konteks pemberantasan judi daring, Penyelenggara Jasa Pembayaran (PJP) kerap kali dijadikan kambing hitam atas maraknya praktik transaksi perjudian daring. Padahal, dalam ekosistem tersebut, layanan keuangan tidak berada di hulu, melainkan di tahap akhir yang kerap disalahgunakan oleh pelaku untuk memanfaatkan netralitas sistem pembayaran digital.

    PJP, menurut Huda, menjadi mitra penting bagi pemerintah dalam menutup celah transaksi yang digunakan jaringan judi daring. Untuk itu, perlu kolaborasi ideal antara Komdigi, industri pembayaran, PPATK, dan Polri yang mencakup pemblokiran rekening mencurigakan, sistem deteksi transaksi ilegal, serta kampanye literasi keuangan yang masif.

    Menurut Erika, Kabid Perlindungan Data pada Asisten Deputi Koordinasi Pelindungan Data dan Transaksi Elektronik, Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan, persoalan judi daring kini juga terkait keamanan nasional.

    “Rantai operasinya kompleks, dari pendaftaran domain massal hingga transaksi lintas negara menggunakan e-wallet, QRIS, bahkan kripto,” jelasnya.

    Ia menambahkan, 70% pemain judi daring berpenghasilan di bawah Rp5 juta, dan sebagian adalah penerima bansos. Pada Juli 2025, sebanyak 603.000 penerima bantuan sosial diketahui terlibat dalam aktivitas judi daring, dan bantuan mereka dihentikan.

    Kemenko Polkam kini mendorong grand strategy pemberantasan judi daring dari tiga lapis. Yakni pemutusan domain dan hosting di hulu, patroli siber kolaboratif di tengah, hingga interdiksi finansial di hilir.

    “Pendekatannya harus pentahelix, melibatkan pemerintah, industri, akademisi, komunitas, dan masyarakat,” tegas Erika.

    Erika juga mengapresiasi salah satu perusahaan dompet digital, DANA, yang secara konsisten berperan aktif dalam memerangi praktik perjudian daring serta aktif berkolaborasi dengan pemerintah untuk memperkuat upaya pemberantasan praktik perjudian daring.

    Danang Tri Hartono, Deputi Bidang Analisis dan Pemeriksaan, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menanggapi, judi daring sebagai silent killer ekonomi nasional. Menurutnya, uang yang berputar dalam praktik ini tidak menciptakan nilai tambah di dalam negeri.

    “Uangnya lari ke luar negeri, ekonomi kita kehilangan sirkulasi. Karena itu, diplomasi multilateral antarnegara sangat penting,” tandasnya.

    Sementara itu, AKBP Alvie Granito Pandhita dari Dittipidsiber Polri menyoroti aspek kemanusiaan di balik praktik ini. Polri mencatat, sepanjang 2024–2025 telah dilakukan penyitaan aset senilai hampir Rp925 miliar dari jaringan perjudian daring.

    “Ada pekerja Indonesia yang direkrut untuk mengoperasikan situs judi di luar negeri dengan iming-iming gaji besar, tapi berujung eksploitasi,” ungkapnya.

    Ketua Bidang Hukum dan Kepatuhan Perbanas Fransiska Oei menyampaikan industri keuangan juga berada di garis depan pencegahan. Pihaknya telah memperkuat lapisan deteksi terhadap rekening dan transaksi ilegal.

    “Bank dan PJP sudah melaporkan rekening mencurigakan ke PPATK, dan kami mendukung penuh integrasi data lintas otoritas. Teknologi crawling AI dapat membantu mempercepat deteksi rekening yang terlibat dalam jaringan judi daring,” ujarnya.

    Fransiska menambahkan, industri juga berupaya menjaga kepercayaan publik agar tidak tergerus akibat penyalahgunaan sistem oleh pihak-pihak tak bertanggung jawab. Transaksi digital adalah tulang punggung ekonomi masa depan. Karena itu, industri keuangan berkomitmen memastikan sistem pembayaran tetap aman, transparan, dan beretika.

    Pada kesempatan yang sama, Syarif Lumintarjo, Ketua Bidang Koordinator Infrastruktur dan IDNIC APJII menilai, pertumbuhan internet dan digitalisasi pasti membawa sisi lain yang saling bertolak belakang.

    “Teknologi mempercepat apa yang sebelumnya kita lakukan. Dulu judi dilakukan offline, sekarang online. Inilah paradoks teknologi,” ujarnya.

    Syarif menambahkan, paradoks itu muncul lantaran teknologi yang diciptakan untuk mempermudah hidup justru juga mempercepat penyebaran perilaku negatif. Persoalan perjudian daring tidak berhenti pada aspek teknologi. Di balik maraknya situs-situs ilegal itu, terdapat pula paradoks sosial.

    Dalam membangun ruang digital yang bebas dari perjudian daring, bukan sekadar soal memblokir situs atau menindak pelaku, tetapi membentuk ekosistem kepercayaan yang melibatkan seluruh pihak. Pemerintah sebagai regulator, industri pembayaran sebagai penjaga gerbang transaksi, media sebagai penyampai data dan edukasi publik, serta masyarakat sebagai garda terdepan.

    Kolaborasi lintas sektor inilah yang menjadi fondasi bagi Indonesia menuju ekonomi digital yang sehat, beretika, dan berdaulat, di mana teknologi tidak lagi menjadi alat eksploitasi, melainkan sarana pemberdayaan bagi seluruh warganya.

    CEO & Co-Founder Katadata Metta Dharmasaputra menilai peran media berbasis data menjadi penting untuk memperkuat kesadaran publik.

    “Sangat disayangkan melihat angka deposit perjudian daring mencapai Rp17 triliun. Padahal, jika digunakan untuk pembangunan bisa jauh lebih bermanfaat bagi masyarakat,” kata Metta.

  • Menengok Keamanan Siber Era Prabowo-Gibran
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        15 Oktober 2025

    Menengok Keamanan Siber Era Prabowo-Gibran Nasional 15 Oktober 2025

    Menengok Keamanan Siber Era Prabowo-Gibran
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Di tengah pesatnya transformasi digital, ancaman keamanan siber nasional menjadi kian nyata.
    Indonesia masih rentan terhadap serangan siber, terlihat dari terjadinya kasus peretasan dan kebocoran data di satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo dan Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming.
    Di awal Oktober ini, sebanyak 341.000 data personel polisi yang tersebar berisi informasi nama lengkap, pangkat, satuan tugas, nomor telepon, dan alamat surel.
    Selain itu, ada 133,4 juta serangan siber terjadi di Tanah Air dalam kurun waktu enam bulan, yakni Januari-Juni 2025.
    Temuan tersebut adalah hasil riset berjudul “Indonesia Waspada: Ancaman Digital di Indonesia Semester 1 Tahun 2025” yang dirilis platform intelijen ancaman siber nasional milik Prosperita Group, AwanPintar.id.
    Dalam riset ini, disebutkan bahwa 68,37 persen jenis serangan adalah “Generic Protocol Command Decode”, yang merupakan serangan awal peretas (
    hacker
    ) untuk menguji ketahanan suatu sistem.
    “Serangan terbanyak masih berasal dari kategori
    Generic Protocol Command Decode
    , yang biasanya menjadi indikasi awal upaya peretas untuk menguji kerentanan sistem,” jelas Founder AwanPintar.id, Yudhi Kukuh dalam acara Virtual Media Briefing yang digelar Awanpintar.id, 26 Agustus 2025 lalu.
    Pemerintah Indonesia telah menyadari soal adanya tantangan terkait keamanan siber tersebut serta memiliki sejumlah kebijakan hingga kerja sama untuk mengatasinya.
    Salah satu langkah konkret yang diambil ialah pemblokiran terhadap konten terkait judi online oleh Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi).
    Dari catatan
    Kompas.com
    , sejak Presiden RI Prabowo Subianto menjabat atau 20 Oktober 2024 hingga 23 April 2025 tercatat sudah ada 1,3 juta konten judi
    online
    yang diblokir.
    “Sepanjang 20 Oktober 2024 hingga 23 April 2025, Komdigi telah menangani lebih dari 1,3 juta konten perjudian
    online
    ,” kata Menteri Komdigi Meutya Hafid dalam keterangan resmi, Sabtu (3/5/2025) lalu.
    Saat itu, Meutya mengatakan, rincian pemblokiran mencakup 1.192.000 situs judi dan 127.000 konten di media sosial.
    Selain pemblokiran konten ilegal, Kementerian Komdigi juga telah menerbitkan Pedoman Etika AI yang terkait pengembangan dan penerapan AI yang bertanggung jawab di Indonesia.
    Pada 27 Februari 2025, Wakil Menteri Komdigi Nezar Patria mengungkapkan pihaknya juga tengah menyiapkan regulasi terkait keamanan siber.
    “Soal regulasi keamanan siber, saat ini sedang berlangsung diskusi yang bertujuan untuk membuat regulasi yang melindungi infrastruktur penting masyarakat tanpa menghambat inovasi digital,” ungkapnya, dikutip dari situs resmi Komdigi.
    Menurut Nezar, Komdigi juga menyiapkan program keamanan informasi, seperti standar sistem publik dan audit aplikasi.
    Progam ini akan menjadi inisiatif dalam penerapan standar keamanan untuk sistem elektronik publik, audit keamanan aplikasi, dan memfasilitasi sertifikasi keamanan untuk kementerian, lembaga hingga pemerintah daerah.
    “Terakhir soal kerja sama internasional. Kementerian Komdigi secara aktif berpartisipasi dalam Kerja Sama Keamanan Siber ASEAN, bermitra dengan negara-negara lain dan pertukaran intelijen ancaman internasional untuk membangun ketahanan siber nasional,” imbuhnya.
    Dalam aspek penegakan hukum, pihak Kepolisian terus melakukan penindakan terhadap pelaku kasus kejahatan siber seperti judi hingga penipuan online.
    Baru-baru ini, polisi menangkap seorang inisial WFT (22) atau orang di balik “Bjorka”, peretas yang kerap disebut-sebut terlibat dalam sejumlah kebocoran data di Indonesia.
    Penangkapan pemilik akun X @bjorkanesiaa versi 2020 itu dilakukan pada Selasa (23/9/2025) di Minahasa, Sulawesi Utara.
    Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Dave Laksono menilai kesadaran akan ancaman digital yang kompleks dan lintas sektor sudah semakin meningkat di satu tahun terakhir.
    “Dalam satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo, perhatian terhadap keamanan siber semakin meningkat,” kata Dave kepada
    Kompas.com
    .
    Meski sejumlah lembaga telah melakukan penguatan, lanjut Dave, koordinasi nasional masih perlu ditingkatkan.
    Hal ini dinilai perlu agar respons terhadap serangan siber lebih cepat dan terpadu.
    Politikus Partai Golkar ini pun memberikan sejumlah usulan, termasuk dibuatnya peta jalan keamanan siber nasional.
    “Saya mendorong pemerintah untuk memperkuat kelembagaan, meningkatkan anggaran dan SDM, serta menyusun peta jalan keamanan siber nasional yang komprehensif,” ucap Dave.
    Dave juga mendorong ada evaluasi dan harmonisasi regulasi agar tidak terjadi tumpang tindih kebijakan khususnya di sektor keamanan siber.
    “Komisi I DPR RI terus mendorong agar isu ini masuk dalam kebijakan strategis nasional dan terbuka untuk berdialog dengan semua pemangku kepentingan,” tuturnya.
    Dari sisi regulasi, Indonesia sudah memiliki sejumlah regulasi di antaranya Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP). Beleid ini diketahui mengatur soal perlindungan data pribadi di Indonesia.
    Terbaru, pemerintah juga sedang menggodok Rancangan Undang-Undang (RUU) Keamanan dan Ketahanan Siber (KKS).
    Menteri Hukum Supratman Andi Agtas mengungkapkan, draf RUU tersebut sedang disusun bersama Kementerian Komunikasi dan Digital serta Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).
    “Sementara disusun drafnya, jadi di Kementerian Hukum sekarang ada panitia antar kementerian, kemudian dari BSSN, kemudian juga dari Komdigi,” kata Supratman di Graha Pengayoman Kemenkum, Jakarta, Jumat (3/10/2025).
    Supratman menyatakan, akan secepatnya menyerahkan draf RUU KKS ke DPR RI untuk dibahas.
    Dihubungi terpisah, pakar keamanan siber, Pratama Persadha berpandangan kehadiran aturan keamanan dan ketahanan siber sangat mendesak dan tidak dapat ditunda.
    Menurutnya, perlu ada payung hukum yang komprehensif agar koordinasi antar lembaga tidak tumpang tindih, khususnya saat menangani insiden siber.
    “RUU KKS seharusnya mengatur dengan jelas peran dan kewenangan antar lembaga, mekanisme pertukaran data lintas instansi, standar keamanan siber bagi infrastruktur vital nasional (kritis nasional), serta tanggung jawab hukum bagi penyelenggara sistem elektronik dalam melindungi data pengguna,” papar Pratama saat dihubungi Kompas.com, Rabu (15/10/2025).
    Dia juga menekankan dalam RUU KKS perlu memuat aspek terkait mekanisme manajemen krisis siber nasional, protokol kolaborasi internasional, dan perlindungan terhadap sumber daya manusia siber (
    cyber workforce protection
    ) yang kerap menjadi target serangan.
    Dalam konteks keamanan siber, pemerintahan era Presiden Prabowo selama satu tahun ini sudah progresif.
    Arah kebijakan pemerintah era Prabowo, kata Pratama, sudah menunjukkan intensi kuat untuk mengoptimalkan pertahanan ruang siber, meskipun implementasinya masih mengalami tantangan struktural dan koordinatif.
    “Sejauh ini, capaian pemerintah dapat dikatakan progresif dalam aspek penindakan dan penegakan hukum, namun masih perlu penajaman dalam strategi preventif, tata kelola data, serta pembangunan infrastruktur keamanan siber yang lebih berdaulat,” ujar Pratama.
    Chairman Communication and Information System Security Research Center (CISSReC) ini menilai langkah pemerintah dalam penangkap pelaku dan memblokir jutaan situs ilegal belum cukup memberikan efek jera.
    Namun, ia mengatakan langkah tersebut wujud komitmen negara dalam menjaga moralitas dan keamanan digital masyarakat.
    Misalkan pada kasus judi online, ia menyarankan strategi keamanan siber jangan berhenti pada tindakan “takedown” atau “blocking” pada situs semata, tetapi harus mengarah ke server permainan judi online tersebut.
    Pratama mengatakan, strategi keamanan siber harus diperluas ke ranah deteksi dini, intelijen siber, dan penguatan keamanan infrastruktur digital nasional.
    “Pemerintah perlu menekankan pendekatan intelijen yang berbasis data besar (big data intelligence) guna memetakan pola kejahatan siber, jaringan pendanaan ilegal, serta hubungan antara situs, aplikasi, dan individu yang beroperasi di bawah sistem lintas negara,” paparnya.
    Aspek lain yang disorot adalah peran Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), yang juga bertanggung jawab untuk menjaga keamanan informasi nasional.
    Ia berpandangan BSSN perlu bertransformasi karena kewenangan dan kapasitas operasionalnya masih belum sebanding dengan kompleksitas ancaman digital di Indonesia.
    “BSSN perlu ditransformasikan menjadi lembaga dengan otoritas lebih besar dalam menetapkan standar keamanan nasional, melakukan audit siber pada sektor-sektor strategis, serta memimpin koordinasi penanganan insiden siber lintas lembaga,” kata Pratama.
    Pemerintah diminta menempatkan BSSN sejajar dengan lembaga strategis negara lainnya dalam hal kebijakan, bukan sekadar lembaga teknis.
    BSSN juga perlu diperkuat dengan pengembangan laboratorium forensik digital nasional, peningkatan kapasitas sumber daya manusia terkait siber, dan pembangunan Pusat Operasi Keamanan Nasional (National Cyber Operations Center) yang terhubung langsung dengan infrastruktur digital kritis.
    Selain BSSN, Pratama mendorong pembentukan Lembaga Pelindungan Data Pribadi (PDP) sebagai lembaga independen yang mengawasi, menegakkan, dan memastikan kepatuhan terhadap regulasi data pribadi.
    Diharapkan Lembaga PDP bukan hanya menjadi pengawas tetapi juga regulator yang memiliki kewenangan untuk memberikan panduan teknis, melakukan investigasi, serta menjatuhkan sanksi administratif dan finansial.
    “Lembaga PDP juga harus bekerja beriringan dengan BSSN dalam membangun ekosistem keamanan informasi nasional, misalnya melalui sertifikasi keamanan sistem elektronik dan audit kepatuhan data lintas sektor,” imbuhnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Badan Pengawas Data Bocor Belum Berdiri, Warga RI Rasakan Dampaknya

    Badan Pengawas Data Bocor Belum Berdiri, Warga RI Rasakan Dampaknya

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pembentukan Badan Pelindungan Data Pribadi yang diperintahkan undang-undang untuk melindungi warga RI sudah molor nyaris 1 tahun. Ironisnya, UU PDP justru beberapa kali digunakan untuk menyeret warga biasa dalam kasus pidana.

    Meskipun Indonesia sudah 4 tahun memiliki Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi, upaya mencegah dan menghukum peristiwa kebocoran data milik warga RI masih tersendat karena pemerintah belum juga melaksanakan perintah UU untuk membentuk badan pengawas.

    Seharusnya badan pengawas terbentuk 1 tahun setelah UU no. 27 tahun 2022 tentang PDP diterbitkan. UU PDP diundangkan pada 17 Oktober 2022. Oleh karena itu, badan pengawas seharusnya sudah berdiri sejak 17 Oktober 2024.

    Peneliti Lembaga Studi & Advokasi Masyarakat (ELSAM), Parasurama Pamungkas menjelaskan fungsi PDP untuk menghukum keteledoran lembaga dan perusahaan dalam mengelola data pribadi bergantung kepada badan pengawas.

    Karena badan pengawas tidak ada, UU PDP belum juga bisa digunakan untuk menjatuhkan sanksi administratif atau menggugat secara perdata.

    “Belum-belum, itu problemnya, jadi memang belum ada tuh exercise penggunaan undang-undang PDP untuk kasus-kasus kebocoran data pribadi dalam 3 tahun terakhir,” kata Parasurama kepada CNBC Indonesia, Selasa (14/10/2025).

    Kasus hukum yang sudah menggunakan pidana dalam UU PDP cenderung pada kejahatan yang ringan. Namun, aparat menggunakan hukuman dengan pidana yang maksimal.

    “Ada, misalnya yang soal SIM card gitu ya, dia meminjam SIM card, mendaftarkan SIM card atas nama orang lain Kemudian ada juga yang dia jual-beli akun rekening, itu juga ada beberapa kayak gitu. Jadi sebenarnya kasus-kasusnya kecil gitu ya, tetapi ternyata aparat penegak hukum menggunakannya secara maksimal,” dia menuturkan.

    Di sisi lain, kasus kebocoran data besar belum ada yang menggunakan aturan ini termasuk yang melibatkan perusahaan besar hingga platform digital.

    Fakta ini, dia mengatakan sangat disayangkan. Karena tak ingin UU PDP pada akhirnya semacam UU ITE dengan batasan hukuman pidananya tidak begitu jelas.

    “Jadi akan baik ketika mekanisme-mekanisme administratif serta perdata yang diamanatkan di undang-undang PDP digunakan untuk menyelesaikan kasus kebocoran selama 3 tahun ini,” jelasnya.

    Pakar Keamanan Siber dari Vaksincom, Alfons Tanujaya menyoroti perbedaan perlakuan dalam UU PDP antara perusahaan dan lembaga pemerintah. Institusi swasta diberikan hukuman yang cukup berat termasuk terkait finansial, sedangkan hukuman untuk sesama badan publik ringan.

    “Kalau yang swasta atau yang asing kan ada hukumannya gitu. Hukuman denda finansial atau berat,” kata Alfons kepada CNBC Indonesia, Selasa (14/10/2025).

    Ini juga yang membuat banyak perusahaan swasta lebih berbenah dalam hal pelindungan data pribadi sebab mereka dibebankan sanksi yang berat jika melanggar.

    “Itu akan mengubah. Tapi akan lebih banyak mengubah swasta daripada pemerintah,” ujarnya.

    Dia mengatakan hal ini jadi kritik yang perlu diperhatikan. Jangan sampai pemerintah membuat aturan yang adil dan tidak memberatkan pihak lain.

    Salah satu sanksi yang diberikan termasuk sanksi administratif. Dalam Pasal 57 ayat (3) disebutkan bisa dibebankan paling tinggi 2% dari pendapatan tahunan atau penerimaan tahunan pada variabel pelanggaran.

    Pasal 70 juga mengatur pelanggaran pada korporasi berupa denda sebanyak 10 kali dari maksimal pidana denda. Selain itu, juga ada pidana tambahan seperti perampasan keuntungan, pembayaran ganti rugi, hingga mencabut izin dan membubarkannya.

    Aturan pidana dalam UU PDP

    Ada sejumlah pasal yang mengatur soal hukuman pidana hingga denda pada para pelanggar UU PDP. Berikut pasal yang mengatur hal tersebut:

    Pasal 67 ayat (1)

    Setiap Orang yang dengan sengaja dan melawan hukum memperoleh atau mengumpulkan Data Pribadi yang bukan miliknya dengan maksud untuk menguntungkandiri sendiri atau orang lain yang dapat mengakibatkan kerugian Subjek Data Pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

    Pasal 67 ayat (2)

    Setiap Orang yang dengan sengaja dan melawan hukum mengunglapkan Data Pribadi yang bukan miliknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun
    dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).

    Pasal 67 ayat (3)

    Setiap Orang yang dengan senqaja dan melawan hukum menggunakan Data Pribadi yang bukan miliknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
    dan/atau pidana denda paling banyak Rp5.00O.OOO.000,00 (lima miliar rupiah).

    Pasal 68

    Setiap Orang yang dengan sengaja membuat Data Pribadi palsu atau memalsukan Data Pribadi dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang dapat mengakibatkan kerugian bagi orang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau pidana denda paling
    banyak Rp6.0OO.000.000,00 (enam miliar rupiah).

    (dem/dem)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Telkom (TLKM) Fokus Tingkatkan Kontribusi AdXelerate Bagi Pendapatan B2B

    Telkom (TLKM) Fokus Tingkatkan Kontribusi AdXelerate Bagi Pendapatan B2B

    Bisnis.com, JAKARTA — PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk. (TLKM) fokus mengakselerasi AdXelerate untuk memacu pendapatan dari segmen business to business (B2B).  Setelah diperkenalkan tahun lalu, kontribusi yang diberikan solusi digital AdXelerate diharapkan memasuki tahap akselerasi.

    AdXelerate merupakan hasil kolaborasi strategis antara MDMedia, Telkomsel, dan sejumlah mitra penyedia data serta marketing technology. 

    Layanan ini menjadi angin segar bagi dunia periklanan digital Indonesia dengan menghadirkan solusi yang lebih relevan, efisien, dan tepat sasaran bagi para pengiklan 

    Direktur Enterprise Business Telkom, Veranita Yosephine, mengatakan inisiatif tersebut baru dibangun tahun lalu dan kini tengah memasuki tahap scaling up. Meski kontribusinya mulai terasa, namun dampaknya belum signifikan mengingat skala bisnis Telkom yang sangat besar.

    “Bukan karena inisiatif ini kecil, tetapi karena Telkomnya memang sangat besar. Jadi butuh waktu, dan kami sangat konsisten,” kata Vera ditemui disela Telkom AdXelerate Executive Connect di Jakarta pada Kamis (9/10/2025).

    Vera menjelaskan, Telkom berupaya memperkuat kemampuan AdXelerate dengan menjalin kemitraan strategis bersama WPP Media, serta membuka peluang kolaborasi dengan mitra lain di masa mendatang. 

    Melalui langkah ini, Telkom ingin menghadirkan solusi personalization advertising yang dapat membantu bisnis menjadi lebih efisien, terarah, dan personal dalam membangun keterlibatan serta loyalitas pelanggan, sehingga mampu meningkatkan pendapatan dengan biaya yang lebih efisien.

    Lebih lanjut, Vera menilai AdXelerate memiliki keunggulan kompetitif berkat dukungan ekosistem besar Telkom Group baik dari sisi skala ekonomi, akses konsumen, hingga kemitraan strategis.

    Vera menambahkan, keunggulan lain Telkom terletak pada keahlian yang telah lama dimiliki perusahaan dalam memahami secara mendalam mekanisme kerja personalisasi digital. 

    Selain itu, Telkom juga didukung oleh jaringan kemitraan yang luas, baik dengan mitra bereputasi global maupun lokal, yang semakin memperkuat posisi perusahaan di industri tersebut.

    Pengemudi motor melintas di depan logo Telkom

    Terkait proyeksi pertumbuhan, Vera menyebut bahwa kontribusi AdXelerate akan bergantung pada sejauh mana fitur-fiturnya dimanfaatkan secara maksimal oleh para pelaku bisnis.

    “Hal ini tergantung pada sejauh mana sebuah bisnis memanfaatkan seluruh elemen yang ada dalam AdXelerate. Kami berharap dapat mendorong pertumbuhan pada kisaran satu digit, atau bahkan mencapai dua digit, jika seluruh fitur yang dimiliki AdXelerate digunakan dan dioptimalkan secara maksimal,” kata Vera. 

    Sementara itu, Direktur Strategic Business Development & Portfolio Telkom, Seno Soemadji, menegaskan bahwa inisiatif ini tidak hanya berorientasi pada pertumbuhan Telkom semata, melainkan juga pada pembangunan ekosistem digital nasional.

    Seno menilai, AdXelerate menjadi tonggak penting dalam strategi digitalisasi Telkom dan upaya kemandirian teknologi nasional.

    “Karena selama ini kita masih bergantung dengan teknologi dari luar, kita bangun sendiri untuk kepentingan kita sendiri, sehingga manfaat ekonominya juga berputar di dalam negara kita,” tutur Seno.

    Seno menegaskan pengembangan platform digital tersebut merupakan langkah penting dan menjadi pencapaian tersendiri bagi Telkom sebagai pelopor dalam pembangunan platform digital di Indonesia.

    Dia mengatakan, inisiatif ini dibangun dengan prinsip transparansi agar bisnis dapat lebih terbuka terhadap digital agency, sekaligus memastikan kepatuhan terhadap regulasi Perlindungan Data Pribadi (PDP). Selain itu, Seno menilai kehadiran platform ini juga menjadi bentuk kebanggaan nasional.

    Seno juga menyoroti nilai tambah AdXelerate dalam menciptakan transparansi dan efisiensi bagi mitra bisnis, dengan kemampuan untuk melacak efektivitas kampanye baik di ranah daring maupun luring.

    “Contoh salah satu permasalahan pendasar di digital edge itu adalah transparency—dalam artian seberapa efektif advertising atau inisiatif yang kita sampaikan. Kelebihannya adalah kita bisa melakukan follow up bahkan dari online menuju offline,” katanya.

    Lebih jauh, Seno menjelaskan bahwa melalui sinergi dengan Danantara, Telkom kini memiliki akses yang lebih luas ke berbagai BUMN dan ekosistem pelanggan potensial seperti KAI dan Himbara, di luar basis pelanggan Telkomsel.

    “Kita dibukakan juga akses ke audience dari KAI misalnya, termasuk dari perbankan, dari Himbara. Dan itu adalah potential market kita yang saat ini tidak tersentuh secara terintegrasi,” ungkapnya.

    Seno optimistis, potensi pasar AdXelerate terbuka luas lintas industri terutama di sektor ritel dan UMKM yang menjadi tulang punggung ekonomi nasional.

    Secara keseluruhan, Telkom menargetkan kontribusi pendapatan dari segmen enterprise meningkat menjadi lebih dari 30% dalam lima tahun ke depan, dari posisi saat ini yang masih di bawah 20%. Pada semester I/2025, segmen enterprise Telkom membukukan pendapatan sebesar Rp10 triliun, berkontribusi sekitar 13% dari total pendapatan Telkom Group yang mencapai Rp73 triliun.

  • Prabowo Siapkan Aturan AI, Pengusaha Bilang Begini

    Prabowo Siapkan Aturan AI, Pengusaha Bilang Begini

    Jakarta, CNBC Indonesia – Indosat Ooredoo Hutchison (IOH) menyatakan dukungannya terhadap langkah pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) mengenai kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI). Dukungan itu sejalan dengan visi Indonesia untuk menjadi AI nation di masa depan.

    Director & Chief Business Officer IOH, Muhammad Buldansyah, mengatakan pihaknya aktif terlibat dalam berbagai inisiatif yang berkaitan dengan pengembangan dan tata kelola AI di Indonesia.

    “Nomor satu, kita ingin jadi AI nation. Oleh karena itu, kita mendukung regulasi-regulasi mengenai AI,” ujar Danny kepada media di Kantor Pusat IOH, Jakarta Pusat, Selasa (7/10/2025).

    Ia menjelaskan, Indosat tak hanya mendukung dari sisi kebijakan, tetapi juga berkontribusi dalam pengembangan talenta AI di dalam negeri.

    Program pengembangan sumber daya manusia dan kolaborasi global terus dilakukan untuk memperkuat ekosistem AI nasional.

    Foto: Pemerintah Siapkan Aturan AI, Industri Bilang Begini. (CNBC Indonesia/ Intan Rakhmayanti Dewi)
    Pemerintah Siapkan Aturan AI, Industri Bilang Begini. (CNBC Indonesia/Intan Rakhmayanti Dewi)

    “Kita cukup aktif dalam hal ini, bukan cuma Indosat saja, tapi mitra-mitra global. Kita lihat mana yang sangat cocok, bisa ditelaah di Indonesia sebagai referensi,” katanya.

    Menurut Danny, Indosat percaya bahwa AI memiliki peran penting dalam mendukung visi Indonesia Emas 2045. Namun, penerapan teknologi ini harus tetap mengedepankan aspek moral dan etika.

    “Bukan membatasi, mengatur bagaimana AI itu harusnya digunakan secara moral, etik gitu ya. Nah ini yang perlu dilakukan,” ucapnya.

    Dikabarkan sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) sedang menggodok Roadmap dan Peraturan Presiden terkait AI. Draf Perpres rencananya akan dikerjakan pada September 2025 untuk dilempar ke publik.

    Untuk Perpres, aturan ini akan melewati proses harmonisasi di Kementerian Hukum dan koordinasi dengan Sekretariat Negara.

    Dengan begitu aturan yang dirumuskan tidak tumpang tindih serta tidak kontradiktif dengan aturan yang ada sebelumnya.

    Perpres soal AI akan memperkuat aturan soal adopsi teknologi baru. Sebelumnya, Indonesia sudah memiliki sejumlah aturan, mulai dari surat edaran etika AI, UU ITE, UU PDP dan serangkaian permen termasuk soal Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE).

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Polisi Didesak Proses Pidana Kasus @Bjorkanesiaaa Sesuai UU PDP

    Polisi Didesak Proses Pidana Kasus @Bjorkanesiaaa Sesuai UU PDP

    Bisnis.com, JAKARTA— Pemerhati Kebijakan Digital sekaligus Pendiri Raksha Initiatives, Wahyudi Djafar menegaskan penanganan kasus akun @Bjorkanesiaaa harus dilakukan melalui mekanisme tindak pidana sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP). 

    Menurutnya, polemik mengenai keaslian akun tersebut tidak menjadi hal yang penting dalam konteks penegakan hukum siber.

    “Dalam ruang digital yang menghormati anonimitas dan pseudonimitas, siapa pun berhak menggunakan identitas apa pun. Tidak dikenal pembedaan antara asli [orisinal] dan palsu [salinan],“ kata Wahyudi dalam keterangan resmi, Senin (6/10/2025).

    Dia menjelaskan, perbedaan antara akun asli dan palsu hanya relevan pada dokumen atau informasi elektronik yang membutuhkan otentikasi dari pihak berwenang, atau untuk akun yang digunakan mengakses layanan tertentu yang memerlukan verifikasi dari penyedia platform. 

    Dalam hal ini, lanjut Wahyudi akun @Bjorkanesiaaa menjadi instrumen untuk melakukan tindak kejahatan, sehingga memperdebatkan keasliannya menjadi tidak relevan. 

    “Artinya, sepanjang terdapat fakta dan bukti bahwa akun tersebut diduga melakukan suatu tindak pidana, maka sudah seharusnya penegakan hukum pidana dilakukan,” kata Wahyudi.

    Wahyudi menyoroti sejak disahkannya UU PDP pada Oktober 2022, kasus-kasus pelanggaran data pribadi terus bermunculan. Namun, dari berbagai kasus tersebut, banyak yang tidak diselesaikan melalui proses hukum yang akuntabel, sehingga kasus serupa terus berulang tanpa kejelasan mengenai pelaku maupun motifnya. 

    Akibatnya, korban sebagai subjek data pribadi tidak mendapatkan akses terhadap ganti rugi atau pemulihan sebagaimana mestinya. 

    Dia juga menilai kondisi ini semakin berlarut karena hingga kini pemerintah belum merampungkan pembentukan peraturan pemerintah sebagai turunan UU PDP serta otoritas pelindungan data pribadi (PDP Authority), yang seharusnya menjadi dasar pelaksanaan standar kepatuhan. 

    “Dalam hukum Indonesia, penegakan hukum pidana menjadi salah satu mekanisme penyelesaian yang disediakan oleh undang-undang ketika terjadi pelanggaran [kejahatan] pelindungan data pribadi,” katanya.

    Lebih lanjut, Wahyudi menjelaskan selain mekanisme hukum pidana, UU PDP juga menyediakan jalur administratif bagi pelanggaran kepatuhan dan jalur perdata sebagai sarana penyelesaian sengketa untuk memperoleh ganti kerugian. 

    Dia menegaskan ketentuan pidana dalam UU PDP berlaku terhadap setiap orang, baik perseorangan (natural person) maupun korporasi. Dalam penjelasannya, Wahyudi memaparkan UU PDP memuat ancaman sanksi berat bagi pelaku kejahatan data pribadi. 

    Antara lain, pidana penjara hingga lima tahun dan denda maksimal Rp5 miliar bagi pihak yang secara melawan hukum memperoleh, mengumpulkan, atau menggunakan data pribadi milik orang lain untuk keuntungan pribadi. Sedangkan pelaku yang membuat atau memalsukan data pribadi dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau pihak lain dapat dipidana hingga enam tahun penjara dan denda Rp6 miliar.

    Dia menambahkan, unsur pidana dalam UU PDP juga berkaitan dengan pelanggaran terhadap keamanan informasi termasuk kerahasiaan, integritas, dan ketersediaan data yang substansinya serupa dengan sejumlah delik yang diatur dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik serta Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru. 

    Bahkan, khusus untuk penyalahgunaan data pribadi kependudukan, Pasal 95 UU Administrasi Kependudukan juga memuat ancaman pidana dan denda.

    “Dengan pengaturan pidana tersebut di atas, kaitannya dengan kasus yang melibatkan akun @Bjorkanesiaaa, sepanjang terdapat bukti permulaan yang cukup yang mengarahkan pada adanya dugaan unsur tindak pidana, maka sudah seyogyanya penegakan hukum pidana dilakukan,” ujarnya.

    Dia mencontohkan, jika akun tersebut terbukti melakukan pengumpulan data pribadi secara melawan hukum untuk menguntungkan diri sendiri atau pihak lain, maka ketentuan Pasal 65 ayat (1) jo. Pasal 67 ayat (1) UU PDP dapat dijadikan rujukan dalam proses penegakan hukumnya. Wahyudi juga menyoroti ketentuan Pasal 69 UU PDP yang memungkinkan dijatuhkannya pidana tambahan berupa perampasan harta kekayaan hasil tindak pidana dan/atau kewajiban membayar ganti kerugian.

    “Artinya, dengan mekanisme ini, korba khususnya subjek data pribadi yang dirugikan oleh pelaku juga dapat mengajukan restitusi untuk mendapatkan akses ganti kerugian [pemulihan] bersamaan dengan proses penegakan hukum pidananya,” katanya.

    Menurut Wahyudi, penanganan kasus dugaan pelanggaran data pribadi yang melibatkan akun @Bjorkanesiaaa akan menjadi ujian konsistensi pemerintah dalam menegakkan hukum pelindungan data pribadi, terutama melalui jalur pidana. Menjelang tiga tahun berlakunya UU PDP pada 17 Oktober mendatang, sejatinya telah ada sejumlah kasus serupa yang diproses hukum dengan pola dan karakter berbeda-beda, bahkan beberapa di antaranya telah berkekuatan hukum tetap.

    Namun, kasus ini dinilai menarik perhatian publik karena diduga melibatkan rangkaian pelanggaran yang kompleks, mulai dari pengumpulan hingga pembukaan data pribadi secara melawan hukum. 

    “Selain itu, kasus ini juga dapat menjadi pintu masuk bagi korban [subjek data pribadi] untuk mendapatkan ganti kerugian [pemulihan] melalui mekanisme penegakan hukum pidana, sembari menunggu implementasi standar kepatuhan dan pembentukan otoritas pelindungan data pribadi,” pungkas Wahyudi.

  • Fakta-Fakta Penangkapan Hacker Bjorka

    Fakta-Fakta Penangkapan Hacker Bjorka

    Bisnis.com, JAKARTA – Baru-baru ini, polisi mengatakan telah menangkap hacker Bjorka karena diduga telah menjual data orang Indonesia, tetapi apakah yang ditangkap adalah Bjorka asli?

    Hacker Bjorka Kembali naik daun di Indonesia. Kehadiran Bjorka  di Indonesia menjadi pro kontra, sebab ada netizen yang suka tetapi ada juga yang tidak suka.

    Bjorka juga acap kali dikenal sebagai sosok yang mengkritisi kebijakan pemerintah. Hacker asal Indonesia ini juga pernah viral dan mengirimi pesan kepada Kominfo terkait data registrasi SIM card.

    Simak Fakta-fakta tentang penangkapan Bjorka:

    1. Kominfo Sebut Bjorka Jual Data NPWP

    Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Kemenkominfo Prabunindya Revta Revolusi menyampaikan terkait dugaan kebocoran data nomor pokok wajib pajak (NPWP) yang dilakukan oleh peretas (hacker) Bjorka di Breach Forums. Kini pihaknya tengah menindaklanjuti terkait adanya dugaan kebocoran data NPWP.

    Sejumlah data pajak petinggi negara mulai dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) hingga Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi bocor di situs Breach Forums.

    “Saat ini, Kementerian Kominfo sedang menindaklanjuti dan terus berkoordinasi secara intensif bersama BSSN [Badan Siber dan Sandi Negara], DJP Kementerian Keuangan, dan Kepolisian RI,” kata Prabu melalui keterangan di laman resmi Kemenkominfo, dikutip pada Senin (23/9/2024).

    Prabu menyampaikan bahwa Kemenkominfo telah mengirimkan surat permintaan klarifikasi kepada DJP Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pada 18 September 2024 terkait dugaan kebocoran data pribadi. Hal ini mengacu Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PP PSTE).

    Dalam keterangan resminya, Kemenkominfo menegaskan bahwa Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) mengatur ketentuan pidana terhadap setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum, salah satunya apabila mengungkapkan data pribadi yang bukan miliknya dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4 miliar.

    2. Polri Sebut Data Jokowi dan Sri Mulyani Bocor

    Dirtipidsiber Bareskrim Polri, Brigjen Himawan Bayu Aji mengatakan penyelidikan itu dilakukan melalui kolaborasi dengan pihak terkait, seperti Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).

    “Kita juga sedang melakukan penyelidikan [kasus kebocoran data NPWP],” ujarnya di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa (24/9/2024).

    Dia menambahkan, salah satu kolaborasi untuk membuat terang kasus dugaan kebocoran data itu dengan menunggu hasil digital forensik bersama BSSN. Kini polisi juga menunggu dengan komunikasi dengan BSSN untuk melakukan forensic.

    Diberitakan sebelumnya, Bjorka diduga memperjualbelikan data NPWP dari Direktorat Jenderal atau Ditjen Pajak Kementerian Keuangan. Nama Presiden Joko Widodo dan anak-anaknya, yakni Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep, juga Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan anak buahnya dalam dugaan kebocoran data itu. 

    3. Polisi Sebut Borjka Jual Beli Data Ilegal di Dark Web

    Polda Metro Jaya masih menghitung keuntungan WFT (22) pria yang diduga peretas atau hacker Bjorka dalam perkara jual beli data ilegal di dark web. Wakil Direktur Siber Polda Metro Jaya, AKBP Fian Yunus mengatakan pihaknya masih perlu waktu untuk menghitung keuntungan dari perbuatan WFT tersebut.

    “Iya masih kita hitung, kan butuh waktu untuk membuka harta kekayaan. Butuh waktu belum kita dapatkan, butuh waktu,” ujarnya kepada wartawan, Sabtu (4/10/2025).

    Fian mengemukakan bahwa keuntungan Bjorka dalam memperjualbelikan data yang diperolehnya itu bisa sampai puluhan juta dalam satu kali transaksi. Transaksi transaksi tersebut menggunakan metode pembayaran mata uang kripto alias cryptocurrency.

    “Pengakuannya sekali dia menjual data itu kurang lebih nilainya puluhan juta. Jadi tergantung orang-orang yang membeli data yang dia jual, melalui dark forum,” imbuhnya.

    4. Bjorka Kritisi Lembaga Gizi MBG

    Baru-baru ini, akun Instagram yang diduga milik peretas (hacker) yang dikenal dengan nama Bjorka, @bjorkanism, membantah kabar dirinya telah ditangkap oleh pihak kepolisian.

    Melalui unggahan pada Sabtu (4/10/2025), akun yang mengaku sebagai Bjorka itu menyatakan masih bebas. Dia sekaligus menyindir pemerintah Indonesia agar fokus pada urusan lain seperti permasalahan makan bergizi gratis.

    “Ya, aku masih hidup dan bebas. Urus saja lembaga gizi bodoh kalian itu, fokus pada masalah di negaramu sendiri, jangan bicarakan aku sebelum aku ungkap data sialan itu,” tulis akun tersebut dalam unggahan Instagram Story.

    Unggahan itu muncul tak lama setelah Polda Metro Jaya menyatakan telah menangkap seorang pria yang mengaku sebagai pemilik akun Bjorka. Penangkapan tersebut terkait dugaan akses ilegal, manipulasi, dan peretasan data 4,9 juta nasabah bank.

    Sebelumnya, Kasubidpenmas Polda Metro Jaya Kombes Reonald Simanjuntak mengatakan pria tersebut berinisial WFT (22). Dia ditangkap di Minahasa, Sulawesi Utara pada 23 September 2025. “Yang bersangkutan ditangkap pada Selasa, 23 September 2025 di Desa Totolan, Kecamatan Kakas Barat, Kabupaten Minahasa, Provinsi Sulawesi Utara,” ujar Reonald di Polda Metro Jaya, Kamis (2/10/2025).

    Wadirsiber Polda Metro Jaya AKBP Fian Yunus mengatakan Bjorka terkenal dengan pemilik akun di dark web sejak 2020. Dia juga sempat mengganti akunnya beberapa kali seperti @SkyWave, @ShintHunter, hingga terakhir @Opposite6890 pada Agustus 2025.

    Tujuan penggantian akun ini dilakukan untuk menyamarkan diri sendiri agar sulit dilacak oleh aparat penegak hukum (APH). Adapun, tindak pidana yang dipersangkakan terhadap Bjorka ini berkaitan dengan data yang diperjualbelikan

    “Pelaku mengklaim bahwa yang bersangkutan memiliki data-data dari beberapa institusi baik di dalam maupun di luar negeri dan itu diperjualbelikan,” tutur Fian.

    Sementara itu, Wakil Direktur Siber Polda Metro Jaya AKBP Fian Yunus mengakui bahwa pihaknya masih perlu menelusuri bukti lain untuk menyatakan bahwa WFT merupakan Bjorka asli.

  • Rencana SIM Card Face Recognition, Pakar Ingatkan Keamanan Data

    Rencana SIM Card Face Recognition, Pakar Ingatkan Keamanan Data

    Jakarta

    Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) berencana memperberlakukan registrasi kartu SIM berbasis face recognition atau pengenalan wajah pada tahun ini. Kebijakan pemerintah itu direspon oleh pakar teknologi dari Institut Teknologi Bandung (ITB).

    Dosen Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung (STEI ITB), Ian Josef Matheus Edward mengatakan, langkah tersebut dinilai sudah tepat karena akan memperkuat basis autentikasi digital masyarakat Indonesia.

    Disampaikannya juga, rencana Komdigi ini sejalan dengan arah pembangunan ekosistem identitas digital nasional yang lebih terintegrasi.

    “Sudah benar, karena ke depannya NIK (Nomor Induk Kependudukan) akan menjadi NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) dan lain-lain. Di dalam NIK sudah ada sidik jari dan retina, tinggal ditambah wajah. Bisa dikatakan dimulai dari sekarang, yaitu SIM card,” ujar Ian kepada detikINET, Jumat (3/10/2025).

    Menurutnya, konsep identitas digital terintegrasi ini akan membentuk satu ekosistem sejak awal di Indonesia yang sekarang sedang dilakukan pemerintah.

    “Ke depannya sejak lahir sudah ada NIK, NPWP, punya email (wajib registrasi dengan NIK), nomor telepon (termasuk SIM card atau eSIM), bahkan alokasi penyimpanan data sekian terabyte yang diberikan dan tercatat oleh negara. Itu semua juga untuk kenyamanan pengguna,” jelasnya.

    Meski begitu, Ian menekankan pentingnya kesadaran keamanan data atau security awareness agar kebijakan ini tidak menimbulkan celah kebocoran informasi.

    “Security awareness harus ditanamkan sejak dini, termasuk melalui sosialisasi. Selain itu, tata kelola keamanan data perlu memiliki SOP yang jelas, serta pusat data harus dijalankan oleh profesional dengan integritas yang teruji,” tegasnya.

    Terkait perlindungan data pribadi pelanggan seluler tersebut dengan belum terbentuknya lembaga khusus Pelindungan Data Pribadi, Ian memandang keberadaan badan tersebut penting adanya.

    “Khusus untuk lembaga pengawas PDP, tentu negara sedang menyiapkan, karena UU PDP harus dibuat turunannya sampai level pelaksanaan teknis. Sehingga baik orang-orangnya maupun kelembagaannya, termasuk koordinasi antar kementerian serta peran masyarakat, benar-benar sesuai dengan tantangan perlindungan data pribadi,” tutur Ian.

    Sebelumnya, Kementerian Komdigi menargetkan penerapan registrasi face recognition atau pengenalan wajah untuk pengguna seluler pada tahun ini. Hal itu diungkapkan oleh Direktur Jenderal Ekosistem Digital Kementerian Komdigi, Edwin Hidayat Abdullah, ditemui usai peresmian Veeam Data Cloud di Jakarta, Kamis (25/9/2025).

    “Kita juga dalam proses mengatur, kemarin kita launch e-SIM dan memperkenalkan biometrik untuk registrasi guna mengurangi scam. Aturannya sedang dibuat menuju nanti registrasi SIM dengan biometrik,” ujar Edwin.

    Adapun, operator seluler eksisting saat ini, mulai dari Indosat Ooredoo Hutchison, Telkomsel, dan XLSmart, menyatakan kesiapannya dalam menerapkan registrasi SIM card face recognition kepada pelanggan.

    (agt/rns)

  • Lembaga PDP Masih Belum Dibentuk, Menkomdigi Ungkap Alasannya

    Lembaga PDP Masih Belum Dibentuk, Menkomdigi Ungkap Alasannya

    Jakarta

    Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid, mengungkapkan perkembangan terbaru terkait nasib Lembaga Pelindungan Data Pribadi (PDP) yang tak kunjung dibentuk.

    Sebagai informasi, Undang-Undang PDP sudah disahkan sejak 2022. Hingga Oktober 2025, lembaga PDP belum dibentuk pemerintah, padahal diamanatkan sudah ada terhitung sejak dua tahun disahkannya UU PDP atau tepatnya Oktober 2024.

    Terkait hal itu, Menkomdigi mengatakan bahwa proses pembentukan badan tersebut masih dalam pembicaraan lintas kementerian dan lembaga terkait.

    “Untuk lembaga PDP memang masih dalam perbicaraan dan juga harmonisasi di tingkat Sekretariat Negara, dan juga Kementerian PANRB. Jadi, kami mengikuti nanti badannya seperti apa, masih dalam perbicaraan,” kata Meutya dalam peluncuran Garuda Spark Innovation Hub Jakarta, Kamis (2/10/2025).

    Lembaga PDP diamanatkan UU sebagai otoritas independen yang akan menjalankan fungsi pengawasan, penegakan, hingga mediasi terkait pelanggaran data pribadi di Indonesia. Namun hingga kini pemerintah belum menentukan bentuk dan desain kelembagaannya.

    Sementara itu, UU PDP yang menjadi acuan dari ‘wasit pelindungan data pribadi’ ini masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2026.

    Chairman CISRReC Pratama Persadha turut merespon perubahan UU PDP yang masuk ke dalam Prolegnas Prioritas 2026.

    Menurut Pratama bahwa UU PDP yang sudah disahkan belum dijalankan secara penuh. Kebocoran data yang menimpa puluhan juta akun warga menunjukkan urgensinya, tetapi implementasi masih terhambat karena Badan PDP belum terbentuk dan Peraturan Pemerintah sebagai aturan turunan belum selesai.

    “Jika revisi dilakukan sebelum UU benar-benar dijalankan, hal ini akan kontraproduktif dan berisiko mengaburkan fokus penegakan,” ungkapnya.

    (agt/agt)

  • Komdigi Pastikan Implementasi UU PDP Sejalan dengan Standar Internasional

    Komdigi Pastikan Implementasi UU PDP Sejalan dengan Standar Internasional

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menegaskan implementasi Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) tidak hanya berfokus pada relevansi di tingkat nasional, tetapi juga kompatibel dengan standar internasional seperti General Data Protection Regulation (GDPR) di Uni Eropa.

    Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Komdigi, Alexander Sabar, mengatakan strategi Komdigi mencakup dua kepentingan utama yang dijalankan secara seimbang.

    “Pertama, melindungi kepentingan nasional melalui penguatan infrastruktur lokal, interoperabilitas kebijakan, dan diplomasi regulasi,” ujar Alexander kepada Bisnis, Jumat (26/9/2025).

    Kedua, lanjut Alexander, menjaga kepercayaan publik dengan memastikan UU PDP dijalankan secara transparan, akuntabel, dan berbasis hak subjek data pribadi. Menurut Alexander, Komdigi juga membuka ruang dialog inklusif dengan berbagai pemangku kepentingan agar kebijakan UU PDP mampu menjawab kebutuhan masyarakat sekaligus tantangan global yang terus berkembang.

    “Dengan pendekatan ini, UU PDP diharapkan menjadi instrumen strategis untuk menjaga kepercayaan publik, memperkuat daya saing digital, dan melindungi kedaulatan data Indonesia di era global,” katanya.

    Sebelumnya, Komdigi mengungkap pembentukan lembaga pengawas UU PDP ditargetkan rampung tahun ini. Hampir tiga tahun sejak UU PDP disahkan, aturan turunan dan lembaga pengawas yang diamanatkan undang-undang tersebut belum kunjung terbentuk.

    Alexander menegaskan, pembentukan lembaga pengawas PDP tidak semata-mata dipengaruhi oleh faktor administratif, melainkan mencerminkan kompleksitas kelembagaan dan regulasi yang harus diselaraskan lintas sektor.

    “Proses ini mencakup penentuan bentuk hukum lembaga, perumusan kewenangan, serta harmonisasi dengan arsitektur kebijakan digital nasional yang membutuhkan langkah hati-hati dan inklusif,” ujarnya.

    Dia menambahkan, kesiapan anggaran, penguatan sumber daya manusia (SDM), serta penataan struktur kelembagaan menjadi aspek teknis penting yang perlu dipersiapkan secara matang.

    “Pemerintah pun berkomitmen memastikan lembaga ini tidak hanya terbentuk secara formal, tetapi juga mampu menjalankan fungsi pengawasan secara efektif dan independen. Dengan memperhatikan dinamika tersebut, target realistis pembentukan lembaga pengawas diarahkan pada akhir 2025,” kata Alexander.

    Namun, lanjutnya, target tersebut masih dengan catatan penyelesaian Peraturan Presiden (Perpres) sebagai dasar hukum operasional dapat segera dituntaskan melalui dukungan lintas kementerian dan partisipasi publik yang aktif.

    Alexander menekankan meskipun lembaga pengawas belum terbentuk, pelaksanaan UU PDP tetap berjalan dengan arah yang jelas.

    “Dalam masa transisi ini, Komdigi sebagai pemrakarsa UU dan RPP PDP berperan strategis sebagai pengarah kebijakan sekaligus fasilitator koordinasi lintas sektor,” katanya.

    Dia menuturkan, Komdigi terus mendorong harmonisasi kebijakan PDP antara kementerian, lembaga, sektor swasta, serta memastikan prinsip-prinsip UU PDP terinternalisasi dalam setiap program transformasi digital nasional.

    “Komdigi tidak berjalan sendiri, melainkan bersinergi dengan Kemenko Polhukam, BSSN, K/L terkait, APH, lembaga sektoral, hingga pelaku industri,” ujar Alexander.

    Sambil menunggu lembaga pengawas PDP berfungsi penuh, Komdigi juga mengusulkan pendekatan koordinatif sebagai strategi utama. Langkah tersebut mencakup harmonisasi regulasi sektoral, penyusunan mekanisme audit, serta asesmen risiko yang dapat diterapkan lintas sektor.

    “Dengan pendekatan tersebut, kepatuhan terhadap UU PDP dapat terjaga secara substansial,” ungkap Alexander.