Kasus: PDP

  • Bisnis Data Center di Indonesia Diprediksi Prospektif 3-5 Tahun ke Depan, Ini Alasannya

    Bisnis Data Center di Indonesia Diprediksi Prospektif 3-5 Tahun ke Depan, Ini Alasannya

    Bisnis.com, JAKARTA — Pengamat telekomunikasi mengungkap industri pusat data (data center) di Indonesia diprediksi akan mengalami pertumbuhan signifikan dalam tiga hingga lima tahun ke depan. 

    Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute Heru Sutadi mengatakan prospek industri pusat data dalam beberapa tahun ke depan sangat menjanjikan. Menurutnya, pertumbuhan ini tidak terlepas dari meningkatnya kebutuhan pemrosesan data besar di sektor e-commerce, layanan publik, hingga fintech.

    “Industri data center di Indonesia diprediksi tumbuh pesat dalam 3–5 tahun ke depan, didorong oleh adopsi kecerdasan buatan [AI] dan kebutuhan pemrosesan data besar. Transformasi digital di sektor e-commerce, fintech, dan layanan publik meningkatkan permintaan infrastruktur digital,” katanya kepada Bisnis pada (2/7/2025). 

    Heru menyoroti laporan pasar data center Indonesia yang diperkirakan mencapai US$3,98 miliar atau setara Rp64,87 triliun pada 2028 dengan CAGR 14%. Kapasitas data center AI-ready diproyeksikan melonjak dari 200 MW saat ini menjadi 971,9 MW pada 2025 dan 2.110 MW pada 2030. 

    Menurutnya lonjakan tersebut turut didukung oleh berbagai kebijakan pemerintah seperti Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE), peta jalan Making Indonesia 4.0, serta penetrasi teknologi Internet of Things (IoT). Namun demikian, tantangan tetap membayangi, terutama dalam aspek keekonomian energi dan regulasi.

    “Tantangan terbesar keberlanjutan data center di Indonesia adalah keekonomian energi dan regulasi,” katanya. 

    Heru menyebut data center membutuhkan pasokan listrik besar, tetapi biaya energi tinggi dan ketergantungan pada gas impor menghambat daya saing. 

    “Regulasi seperti UU PDP dan KBLI 63112 menuntut kepatuhan ketat, termasuk residensi data dan izin lingkungan, yang sering kompleks,” ungkapnya.

    Heru juga menekankan pentingnya revisi regulasi yang relevan agar pertumbuhan industri ini tetap sejalan dengan kepentingan nasional dan mendukung keberlanjutan sektor digital. Termasuk melakukan revisi terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 mengenai keberadaan pusat data agar kembali pada semangat awal yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012, yaitu mewajibkan pusat data untuk layanan di Indonesia beserta pusat pemulihan data (data recovery center)-nya ditempatkan di wilayah Indonesia untuk semua jenis layanan.

    Optimisme terhadap potensi pasar data center Indonesia juga terlihat dari langkah perusahaan infrastruktur digital global, EDGNEX Data Centers by DAMAC. Menurut masuknya investasi asing mencerminkan tingginya kepercayaan investor terhadap pasar Indonesia. Namun, dia juga mengingatkan akan potensi ketidakseimbangan antara suplai dan permintaan.

    “Namun, tanpa permintaan yang sepadan, ada risiko overcapacity. Kapasitas saat ini hanya 200 MW, jauh dari kebutuhan 2.000 MW. Proyeksi backlog 20–30% pada 2030 menunjukkan potensi ketimpangan jika ekspansi tidak diimbangi strategi pasar yang matang,” katanya.

    Dia menegaskan pentingnya kolaborasi antara investor asing dengan pelaku lokal serta dukungan regulasi yang adaptif agar momentum pertumbuhan ini tidak hanya bersifat sementara, tapi juga berkelanjutan. Dalam pandangannya, Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi pusat data regional, terutama dengan adanya hambatan pengembangan data center di negara-negara tetangga yang sebelumnya dominan di kawasan.

    EDGNEX Data Centers by DAMAC sebelumnya mengumumkan pembangunan pusat data generasi berikutnya dengan teknologi AI-ready di Jakarta, yang menjadi fasilitas kedua mereka di Indonesia. Investasi tersebut mencapai US$2,3 miliar atau sekitar Rp37 triliun, menjadikannya salah satu pengembangan pusat data AI terbesar di Asia Tenggara.

    Lokasi proyek telah memasuki tahap awal konstruksi setelah proses akuisisi lahan diselesaikan pada Maret lalu. Fase pertama ditargetkan mulai beroperasi pada Desember 2026, dengan penggunaan rak AI berdensitas tinggi dan target Power Usage Effectiveness (PUE) sebesar 1,32—jauh di bawah standar global rata-rata, yang menandakan efisiensi energi tinggi.

    Hussain Sajwani, pendiri DAMAC Group, menyatakan komitmen perusahaannya dalam menjembatani kesenjangan digital di pasar Asia Tenggara, terutama Indonesia.

    “Kami bangga membangun salah satu pusat data paling canggih dan berkelanjutan di kawasan ini, yang dirancang untuk mendukung gelombang inovasi dan pertumbuhan digital berikutnya,” ujarnya dalam keterangan resmi.

  • 34 Ribu Konten Judi Online Diblokir, Kemenko Polkam Ungkap Modus Baru – Page 3

    34 Ribu Konten Judi Online Diblokir, Kemenko Polkam Ungkap Modus Baru – Page 3

    Sebagai bagian dari upaya penguatan, Desk Pemberantasan Judi Daring menggelar rapat koordinasi di Yogyakarta bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), serta pemerintah daerah.

    Agenda rapat meliputi penguatan literasi keamanan digital, dukungan terhadap implementasi Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) dan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), serta dorongan untuk peningkatan pelatihan kriptografi.

    “Tantangan utama yang masih dihadapi adalah rendahnya literasi keamanan digital Pemda dan masyarakat serta meningkatnya transaksi ilegal melalui crypto,” ujar Menko Polkam Budi Gunawan, Sabtu (21/6/2025).

     

     

    Reporter: Genantan Saputra/Merdeka.com

  • Kemenko Polkam Sinkronisasi Aturan Perlindungan Data Pribadi dan UU ITE – Page 3

    Kemenko Polkam Sinkronisasi Aturan Perlindungan Data Pribadi dan UU ITE – Page 3

    Dia mendorong, adanya pedoman teknis dalam bentuk Rencana Peraturan Pemerintah Pelindungan Data Pribadi (RPP PDP) dan peraturan pelaksana UU ITE. Tujuannya, untuk mendukung pelaksanaan yang terukur dan seragam di seluruh Indonesia.

    “Arahan Menko Polkam Bapak Budi Gunawan adalah penyelesaian kebijakan turunan UU PDP, termasuk pembentukan Lembaga Pengawas Pelindungan Data Pribadi dan peningkatan kapasitas pengamanan sistem oleh BSSN,” jelas Syaiful.

    Syaiful berharap, arahan Menko Polkam menjadi langkah awal menjaring aspirasi dan pemetaan kesiapan daerah secara konkret, sebagai bahan koordinasi lintas kementerian/lembaga.

    “Kemenko Polkam akan terus mendorong kolaborasi lintas sektor untuk menjamin bahwa pelindungan data pribadi dan keamanan transaksi elektronik menjadi bagian dari ketahanan nasional, serta menjawab tantangan nyata dalam era transformasi digital yang semakin kompleks,” dia menandasi.

    Sebagai informasi, arahan Menko Polkam disambut baik Pemerintah Daerah se-DIY. Mereka menyampaikan apresiasi atas dukungan pusat serta mengharapkan guideline teknis yang lebih operasional agar implementasi pelindungan data dapat berjalan efektif dan sesuai dengan amanat regulasi nasional.

     

  • Prabowo: Kita Tidak Mau Disuruh-suruh oleh Siapa pun – Page 3

    Prabowo: Kita Tidak Mau Disuruh-suruh oleh Siapa pun – Page 3

    Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto mengungkap Belanda telah merampas kekayaan senilai USD 31 triliun selama ratusan tahun menjajah Indonesia. Menurut dia, hal ini berdasarkan hasil penelitian terbaru yang disampaikan beberapa minggu lalu.

    “Baru ada suatu research beberapa minggu lalu yang menceritakan kepada kita bahwa selama Belanda menjajah kita, Belanda telah mengambil kekayaan kita senilai dengan uang sekarang USD31 triliun,” kata Prabowo saat membuka Indo Defence Expo dan Forum di Jiexpo Kemayoran Jakarta Pusat, Rabu (11/6/2025).

    Menurut dia, angka tersebut setara dengan Produk Domestik Bruto (PDP) Indonesia saat ini yang senilai USD1,5 triliun. Prabowo menuturkan kekayaan yang dirampas Belanda setara dengan 140 tahun anggaran Indonesia.

    “Kekayaan yang telah diberikan atau diambil dari bangsa Indonesia adalah sama dengan mungkin 18 kali seluruh produksi bangsa Indonesia, 18 kali GDP kita atau sama kurang lebih anggaran kita 140 tahun,” jelasnya.

    “Dan selama belanda menduduki indonesia, belanda telah menikmati GDP per kapita nomor 1 di dunia,” sambung Prabowo.

  • Kejahatan Siber Meningkat, Prabowo Harus Segera Bentuk Lembaga PDP!

    Kejahatan Siber Meningkat, Prabowo Harus Segera Bentuk Lembaga PDP!

    Jakarta, Beritasatu.com – Presiden Prabowo Subianto harus segera membentuk Lembaga Perlindungan Data Pribadi (PDP) karena keberadaannya sangat urgen, mengingat kejahatan siber di Indonesia makin meningkat.

    Pembentukan Lembaga Perlindungan Data Pribadi merupakan amanat dari Undang-Undang UU Nomor 27 Tahun 2022 tentang PDP. Dalam Pasal 58 disebutkan, pemerintah berperan mewujudkan  Lembaga PDP dan ditetapkan oleh presiden.

    Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber dan dan Komunikasi (CISSReC) Pratama Dahlia Persadha mengatakan Indonesia memang sudah memiliki Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) untuk melindungi ruang siber dari berbagai kejahatan dan penyalahgunaan teknologi informasi.

    Tetapi, lanjut dia, UU UTE belum mengatur semua, sehingga perlu segera diterapkan UU PDP untuk melindungi warga negara di ruang siber. 

    Hanya saja, UU PDP yang seharusnya sudah diimplementasikan sejak 17 Oktober 2024, kenyataannya sampai sekarang tidak dijalankan. Alasannya karena Lembaga PDP belum dibentuk oleh presiden, padahal keberadaannya sangat mendesak.

    “Lembaga Perlindungan Data Pribadi itu harus ada dahulu sehingga ketika terjadi penyalahgunaan data, privasi, peretasan, dan lain-lain, lembaga ini nanti yang bertanggung jawab melakukan investigasi, penyidikan-penyidikan, bahkan sampai kepada penuntutan,” kata Pratama kepada Beritasatu.com, Senin (9/6/2025).

    Implementasi Peraturan Pemerintah tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak (PP Tunas) menguatkan upaya pemberantasan judi online (judol) yang menyasar anak-anak. – (ANTARA/Iqbal-Perdinan)

    Pratama menegaskan keberadaan Lembaga PDP penting untuk melindungi masyarakat dari berbagai kejahatan siber, seperti pencurian data pribadi di intenet, peretasan, penyalahgunaan data atau identitas seseorang untuk pembuatan konten-konten negatif di media sosial, dan lainnya. Lembaga ini juga berperan dalam penegakan hukum.

    “Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi ini harus segera diimplementasikan dan mendesak,” ujar Pratama.

    Sebelumnya, pemerintah sudah menyusun peraturan presiden tentang pembentukan Lembaga PDP. Pada Jumat (21/3/2025), sempat digelar rapat evaluasi kelembagaan lintas kementerian membahas rancangan perpres tersebut yang dipimpin oleh Deputi Bidang Kelembagaan dan Tata Laksana Kementerian PANRB Nanik Muwarti.

    Tetapi, sampai sekarang belum ada kejelasan dari pemerintah kapan prepres tersebut diterbitkan.

  • Prospek Data Center RI Menjanjikan, Regulasi dan Perizinan jadi Tantangan

    Prospek Data Center RI Menjanjikan, Regulasi dan Perizinan jadi Tantangan

    Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Penyelenggara Data Center Indonesia atau IDPRO menilai industri pusat data nasional menunjukkan pertumbuhan menjanjikan, tetapi masih tertinggal dari negara tetangga dalam hal kapasitas dan daya saing regional.

    Ketua Umum Indonesia Data Center Provider Organization (IDPRO) (IDPRO) Hendra Kusuma memaparkan pertumbuhan pasar pusat data dan cloud Indonesia berada di kisaran 14 % –20% per tahun. Namun, sayangnya, lanjut dia terkait dengan daya saing Asean, Indonesia masih jauh tertinggal dalam persoalan kapasitas data.

    Saat ini, kata Hendra, total kapasitas daya pusat data di Indonesia secara total baru menyentuh 500 megawatt, jauh di bawah Malaysia dan Singapura yang masing-masing telah menembus angka 1,5 gigawatt. Padahal, Indonesia memiliki keunggulan demografis dan geografis yang ideal dengan penetrasi internet mencapai 77% dan volume trafik data terbesar di kawasan.

    “Yang ironis, kita punya pengguna internet terbanyak, ekonomi digital terbesar, tapi kapasitas pusat data kita justru kecil,” terangnya kepada Bisnis, dikutip, Minggu (8/6/2025).

    Dia kembali menegaskan besarnya potensi geografis Indonesia yang strategis untuk menjadi data center hub di regional Asia Pasifik. Namun, faktanya, kata dia memang banyak investor memilih masuk ke negara lain karena proses perizinan, peraturan perundang-undangan, dan insentif fiskalnya lebih besar.

    Salah satu akar masalah, tegasnya, adalah regulasi yang belum cukup memantik minat investor. Setelah relaksasi PP No.82/2012 Penyelenggaraan Sistem Dan Transaksi Elektronik menjadi PP 71/2019, data pribadi diperbolehkan disimpan di luar negeri. Hal ini menimbulkan kekhawatiran terhadap kedaulatan digital karena banyak timbul kasus pencurian data.

    Menurutnya saat ini, dengan keberadaan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) tahun 2022 memang menjadi langkah maju, tetapi lembaga pengawas yang dijanjikan dalam UU tersebut belum juga terbentuk.

    Selain itu, IDPRO mencatat kendala besar dalam perizinan dan infrastruktur dasar. Menurutnya membangun pusat data di luar kawasan industri masih sangat rumit tetapi infrastruktur energi dan konektivitas di kawasan timur Indonesia belum memadai,

    Tak hanya itu, tantangan lainnya adalah minimnya tenaga ahli. Industri pusat data berkembang cepat, tetapi suplai talenta digital tak sebanding.

    “Terjadi bajak-membajak talenta. Harus ada strategi memperbesar pool of talent melalui pendidikan dan pelatihan yang sesuai kebutuhan industri,” jelasnya.

    Untuk mempercepat pembangunan ekosistem pusat data, IDPRO menekankan pentingnya sinergi antar sektor, terutama energi, telekomunikasi, dan pendidikan. Energi terbarukan seperti geothermal dan teknologi gelombang laut dinilai potensial untuk menopang kebutuhan daya pusat data yang ramah lingkungan.

    “Kolaborasi dengan Internet Service Provider [ISP] dan perguruan tinggi juga penting, agar konektivitas lancar dan pasokan SDM terjaga,” tambahnya.

  • Gaet Raksasa Teknologi, Jurus Anyar Telkom Perkuat Keamanan Data Nasional

    Gaet Raksasa Teknologi, Jurus Anyar Telkom Perkuat Keamanan Data Nasional

    Jakarta

    Telkom melalui Telkom Solution memperkuat perlindungan data nasional dengan memperkokoh kemitraan strategis dengan giant tech company, salah satunya Thales, sebuah perusahaan cyber security asal Prancis.

    Dalam gelaran Customer Gathering bertajuk “Ensuring Robust Data Protection in the Age of Digital Transformation” Telkom menjelaskan tentang layanan komersial paket dan solusi perlindungan data Telkom Solution kepada para pemangku kepentingan dari sektor keuangan, BUMN, dan instansi pemerintah.

    “Telkom berada di garda terdepan dalam mendukung kepatuhan terhadap regulasi perlindungan data nasional. Melalui kolaborasi strategis dengan Thales, kami menghadirkan solusi digital yang tidak hanya kuat dari sisi teknologi, tapi juga relevan dengan kebutuhan industri dan regulasi yang berlaku,” ujar OVP Enterprise Product Development Telkom, Tanto Suratno dalam keterangan tertulisnya.

    Acara yang dihadiri oleh para eksekutif seperti Chief of IT dan Chief of Cyber Security dari berbagai institusi pemerintahan, BUMN dan private sector berlangsung sangat produktif, membicarakan bagaimana peran strategis Telkom Solution membantu proses bisnis mereka dengan aman.

    Ini menjadi cara Telkom untuk memperkuat pemahaman dan urgensi penerapan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) dalam lingkungan bisnis dan institusi negara.

    “Kami sangat berterima kasih kepada Telkom Solution dan Thales atas inisiatifnya menggelar sosialisasi penting tentang keamanan siber. Apalagi tadi dijelaskan tentang keamanan data yang ternyata memiliki beberapa layer keamanan. Dan sebagai pelaku bisnis, harus tahu kebutuhan yang pertama dan prioritas di setiap layernya untuk mendukung keamanan data,” jelas Ferry Andrianto, salah satu peserta yang hadir di lokasi.

    Senada dengan Ferry, Hopy Familianto yang mewakili salah satu peserta dari perusahaan BUMN juga mengaku sangat antusias dengan program tersebut. Menurutnya, acara ini menjadi edukasi yang produktif untuk memahami pentingnya keamanan siber. Apalagi perusahaan yang memiliki jutaan database pelanggan.

    “Saya sangat senang dengan acara yang diselenggarakan oleh Telkom Solution ini. Harapannya akan ada acara serupa dengan durasi lebih lama lagi untuk menggali lebih dalam dari para pakar dan narasumber yang Telkom Solution hadirkan,” harap Hopy usai mengikuti acara tersebut.

    Kolaborasi antara Telkom Indonesia dan Thales dalam acara ini menjadi bagian penting dalam penyediaan solusi perlindungan data yang tangguh, terstandar global, dan siap mendukung akselerasi digital dan keamanan data nasional yang terintegrasi dalam layanan Telkom Solution.

    (agt/agt)

  • Ini Alasan Wasit Data RI Belum Terbentuk Sampai Sekarang

    Ini Alasan Wasit Data RI Belum Terbentuk Sampai Sekarang

    Jakarta, CNBC Indonesia – Lembaga untuk pengawasan pelindungan data pribadi (PDP) yang diamanatkan dalam undang-undang belum juga terbentuk. Ternyata masih dalam proses di tingkat pemerintah.

    Lembaga tersebut diatur melalui Peraturan Presiden yang pembuatannya diatur melalui Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kementerian PAN-RB).

    Staf Khusus Menteri Bidang Hubungan Antar Lembaga dan Program Strategis Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) Aida Rezalina menjelaskan aturan tersebut bisa dikeluarkan asalkan Peraturan Pemerintahnya sudah selesai.

    “Tapi memang persyaratan untuk Perpres ini keluar, PP nya harus keluar dulu,” kata Aida di kantor Kemkomdigi, Jakarta, Kamis (5/6/2025).

    Menurutnya PP telah telah dibahas sekitar dua pertiga dari isinya. Harmonisasi tengah dilakukan dilakukan di Kementerian Hukum.

    “Karena PDP tuh banyak banget pasalnya kan, karena sangat detail sekali ya. Sudah dua per tiga saat ini. Kita juga terus mendorong Kemenkum untuk ayo kita selesaikan sama-sama,” ujarnya.

    “Nanti kalau ini selesai, nanti si Perpresnya akan langsung go-show lah,” kata Aida melanjutkan.

    Dia tak memastikan kapan Perpres soal lembaga itu bisa diselesaikan.

    Sebagai informasi, fungsi dan wewenang lembaga PDP diatur melalui pasal 59 dan 60 UU PDP. Lembaga itu bertugas mengawasi penyelenggaraan dan penegakan hukum administrasi pelanggaran aturan tersebut.

    (fab/fab)

  • Era Bakar Duit Starlink Bakal Berakhir

    Era Bakar Duit Starlink Bakal Berakhir

    Bisnis.com, JAKARTA — Harga layanan satelit orbit rendah, Starlink, yang dipatok mulai dari Rp700.000-an per bulan dinilai sebagai harga promo yang sewaktu-waktu dapat menghilang. Pengusaha satelit lokal meyakini era ‘bakar duit’ tersebut segera berakhir.

    Sekretaris Jenderal Asosiasi Satelit Indonesia, Sigit Jatiputro menilai strategi harga murah yang selama ini diterapkan Starlink tak bisa berlangsung selamanya. Dia memperkirakan harga layanan satelit berbasis Low Earth Orbit (LEO) seperti Starlink berpotensi naik dalam waktu 2-3 tahun ke depan, tergantung dinamika pasar dan geopolitik.

    Menurut Sigit, model bisnis Starlink memang berbeda dari operator satelit konvensional. Sebagai satelit yang dapat melayani seluruh dunia,

    Starlink kemungkinan menerapkan skema subsidi sehingga setiap wilayah berbeda-beda. Ada yang murah, ada juga yang mahal. Namun, pada akhirnya harga layanan tersebut akan naik secara merata.

    “Prosesnya mahal, sebenarnya mahal. Jadi mereka bakar duit. Mereka punya bisnis model yang beda banget cara dapetin uangnya,” ujar Sigit kepada Bisnis, Senin (2/5/2025).

    Dia mencontohkan, di negara asal seperti Amerika Serikat, Starlink bisa menutup sebagian besar biaya operasional lewat proyek-proyek Universal Service Obligation (USO) atau subsidi pemerintah. Sementara itu pendapatan dari luar negeri, hanya tambahan pendapatan karena satelit Starlink melewati suatu wilayah.

    “Dia berani karena sebagian udah ditanggung di negaranya,” jelasnya.

    Sigit menegaskan, harga layanan satelit ke depan sangat bergantung pada beberapa faktor. Salah satunya adalah kondisi krisis global yang bisa mengganggu rantai pasok dan menekan kapasitas satelit di kawasan tertentu.

    Di sisi lain, Sigit melihat dalam 2-3 tahun mendatang, jumlah pemain layanan satelit LEO akan bertambah seiring banyak negara yang meluncurkan satelit serupa. Pada kondisi tersebut dia mengingatkan perlunya regulasi yang tepat agar ekonomi digital tetap berjalan dan kepentingan nasional tetap terjaga.

    Sigit juga menyoroti aspek keamanan data, terutama untuk sektor-sektor strategis seperti perbankan dan pertambangan. Dia menilai, ke depan, keamanan data akan menjadi prioritas utama dibanding sekadar efisiensi biaya.

    “Bayangin aja kalau misalnya di 3 tahun lagi ada 10 operator kayak gitu. Kira-kira gimana membuat regulasi yang pas supaya ekonominya jalan, tapi juga di dalam terproteksi,” tegas Sigit.

    Terkait regulasi, Sigit menyebut sudah ada aturan perlindungan data pribadi (PDP) dan kewajiban penempatan data center di Indonesia. Namun, dia mengakui implementasi di lapangan masih menghadapi tantangan, terutama soal kepatuhan operator asing. “Aturannya ada, masalahnya dari asing itu apakah mereka comply pada itu, kita enggak tahu. Selalu ada kekhususan ketika diberikan izin,” kata Sigit.

    Nasib GEO

    Sementara itu, kemunculan Starlink di Indonesia sejak 19 Mei 2024, membawa tantangan baru bagi industri satelit konvensional, khususnya satelit Geostationary Orbit (GEO).

    Layanan LEO dikenal dengan latensi rendah dan bandwidth besar, serta harga yang lebih murah dibandingkan GEO. Namun, apakah ini berarti satelit GEO sudah tak relevan di era digital saat ini?

    Sekretaris Jenderal Asosiasi Satelit Indonesia, Sigit Jatiputro, menilai persaingan dengan LEO memang semakin berat. Operator GEO harus dapat menyesuaikan model bisnis agar tetap kompetitif di mata publik.

    “Saya enggak nyebut harga GEO harus diturunin, tapi bisnis modelnya harus lebih pas supaya bisa mendekati persepsi publik yang sama harganya dengan LEO,” tambahnya.

    Meski begitu, Sigit menegaskan satelit GEO masih relevan, terutama untuk kebutuhan tertentu. “GEO efisien untuk area yang luas sekaligus, misalnya untuk siaran TV nasional atau komunikasi di daerah terpencil yang cakupannya besar,” jelasnya.

    Selain itu, untuk sektor yang membutuhkan keamanan tinggi seperti perbankan dan pertahanan, satelit GEO tetap menjadi pilihan utama. “Kalau untuk keamanan, misalnya perbankan atau defense, enggak ada pilihan lain, harus pakai GEO. Kalau ke LEO, otomatis karena sekarang punyanya asing, itu pasti di luar pusat kontrol kita,” tegas Sigit.

  • RUU Statistik & Fondasi Kebijakan Berbasis Data

    RUU Statistik & Fondasi Kebijakan Berbasis Data

    Bisnis.com, JAKARTA — Di tengah dinamika perkembangan zaman yang makin cepat, kebutuhan data yang akurat, relevan, dan tepat waktu menjadi isu krusial bagi pengambilan keputusan di tingkat nasional.

    Undang-undang (UU) No. 16 Tahun 1997 tentang Statistik, yang selama ini menjadi dasar penyelenggaraan statistik resmi di Indonesia, kini menghadapi tantangan dan tuntutan untuk diperbarui.

    Pentingnya pembaruan ini menjadi sorotan utama dalam rapat pleno pengambilan keputusan tentang RUU perubahan atas UU ini yang dilakukan oleh Badan Legislasi DPR RI.

    Panitia Kerja (Panja) telah melakukan rapat dengan berbagai pihak, termasuk kementerian, lembaga, dan pakar, untuk penyusunan RUU Statistik.

    Pembahasan intensif materi muatan RUU Statistik dilakukan pada 28—30 April 2025. Materi RUU terdiri dari 15 bab dan 95 pasal, termasuk penyusunan konsideran menimbang, perbaikan tujuan penyelenggaraan statistik, dan perbaikan rumusan terkait sistem statistik nasional.

    Dalam proses pengambilan keputusan mengenai RUU tentang statistik, beberapa pihak yang terlibat antara lain; Pimpinan Badan Legislasi DPR RI, lalu ada Anggota Badan Legislasi DPR RI, Ketua Panja Penyusunan RUU yang bertanggung jawab untuk menyampaikan laporan hasil kerja tentang penyusunan RUU kepada anggota Badan Legislasi dan mengawasi proses penyusunan RUU, ada Fraksi-fraksi di DPR, dan tenaga ahli yang membantu dalam kajian dan analisis mengenai RUU yang disusun juga berperan dalam memberikan masukan berbasis data dan informasi terkait statistika.

    Partisipasi beragam pihak ini bertujuan untuk menjamin bahwa keputusan yang diambil adalah komprehensif dan mencerminkan kebutuhan serta aspirasi masyarakat.

    Dalam penyusunan RUU tentang statistik, beberapa langkah yang diambil adalah sebagai berikut: pengumpulan pandangan, penyusunan laporan, pengesahan RUU, penandatanganan draf RUU, dan integrasi dan kolaborasi data.

    Langkah-langkah ini mencerminkan upaya untuk memastikan bahwa RUU tentang statistik memberikan solusi yang relevan terhadap kebutuhan data dalam konteks pembangunan nasional dan tata kelola yang lebih baik.

    Adapun materi RUU tentang Statistik antara lain; pengumpulan data melalui sensus dilaksanakan paling sedikit sekali dalam 5 tahun, mekanisme akuisisi data memperhatikan hak dan kewajiban serta pengintegrasian data statistik dalam sistem informasi data statistik, dan pengaturan mengenai statistik resmi negara atau official statistik untuk memastikan data statistik yang dihasilkan BPS dan kementerian atau lembaga berkualitas.

    Proses penyusunan RUU ini dimulai dengan memahami bahwa UU yang ada sudah tidak relevan dengan kondisi kekinian. Perubahan yang masif dalam cara pengolahan dan pendistribusian data akibat perkembangan teknologi informasi menuntut adanya struktur hukum yang lebih adaptif.

    Arah Kebijakan Pembangunan

    Data statistik bukan sekadar angka-angka, tetapi sebuah aset strategis yang dapat menentukan arah kebijakan, perencanaan, serta evaluasi pembangunan nasional. Dalam rapat tersebut, tiap fraksi di DPR RI memberikan pandangan yang konstruktif, menandakan bahwa isu statistik mengemuka sebagai bagian penting dari kepentingan publik.

    Salah satu poin menarik dari diskusi adalah komitmen dari semua pihak untuk tidak hanya merevisi, tetapi juga menyediakan kerangka hukum yang dapat menjamin kualitas dan keandalan data statistik.

    Dalam konteks ini, Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), misalnya, dengan tegas menggarisbawahi pentingnya penggunaan teknologi canggih dalam pengolahan data, disertai dengan regulasi yang ketat untuk melindungi hak-hak individu dan menjamin data yang diperoleh memenuhi standar ilmiah.

    Hal ini menunjukkan kesadaran akan kebutuhan untuk menjaga integritas statistik di era digital. PAN juga berpendapat ketentuan pada pasal 15 dan pasal 27 RUU statistik yang memberikan hak BPS mengakses sumber data, mengkompilasi, mengakuisisi data dan data statistik dari lembaga lain dan akuisisi data individu dimana perlu diselaraskan secara ketat dengan UU No. 27 Tahun 2022 tentang perlindungan data pribadi (PDP).

    Rapat pleno juga mencerminkan kesepakatan bahwa RUU yang disusun tidak hanya menjadi sekadar dokumen hukum, tetapi harus mampu menjadi solusi nyata bagi tuntutan masyarakat.

    Berbagai usulan mengenai penguatan Badan Pusat Statistik (BPS) sebagai lembaga independen untuk pengelolaan data, pengaturan mengenai interopabilitas sistem informasi statistik, serta perluasan hak dan kewenangan dalam pengawasan statistik sektoral, menjadi bagian integral dari pembahasan.

    Ada pula penekanan pada partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan statistik, menjadikan setiap individu sebagai bagian dari proses pengumpulan data.

    Dalam kerangka ini, posisi Badan Legislasi DPR RI sangat strategis, dengan memastikan bahwa hasil dari pembahasan RUU ini bukan hanya memenuhi kepentingan administratif, tetapi juga mampu memberikan dampak langsung kepada rakyat.

    Setiap pasal dan kebijakan yang dilahirkan harus mencerminkan aspirasi masyarakat secara luas. Seperti diungkapkan dalam rapat, implementasi dari RUU ini diharapkan dapat menciptakan sistem statistik yang transparan, akuntabel, dan berorientasi pada kebutuhan publik.

    Adapun penandatanganan draf RUU yang dilakukan setelah rapat adalah simbolisasi dari kesepakatan semua pihak untuk melangkah lebih jauh dalam proses legislatif, sehingga diharapkan RUU ini dapat segera disahkan dalam rapat paripurna mendatang.

    Proses ini bukanlah akhir, tetapi justru awal dari komitmen untuk mewujudkan sistem statistik yang berbasis pada data yang valid dan berguna untuk pengambilan keputusan yang berbasis bukti.

    Secara keseluruhan, proses pengambilan keputusan mengenai RUU perubahan atas UU Nomor 16 Tahun 1997 tentang statistik di DPR RI menunjukkan era baru dalam penyelenggaraan data statistik di Indonesia yang lebih responsif dan adaptif terhadap perubahan zaman.

    Hal ini harus diimbangi dengan accountability lembaga statistik melalui regulasi yang jelas dan kuat, selain perlunya dukungan semua stakeholder untuk memastikan keberhasilan implementasi statistik yang sesungguhnya.

    Ke depan, harapan besar tertuju kepada BPS dan lembaga terkait dalam mengawal pelaksanaan UU yang baru agar data statistik tidak hanya menjadi angka-angka, tetapi berfungsi maksimal sebagai alat pengambilan keputusan demi kesejahteraan masyarakat.

    Ketika statistik dikelola dengan baik, ia akan menjadi pilar kebijakan publik yang tangguh, menjamin setiap aspek kehidupan masyarakat menjadi lebih baik, adil, dan makmur.

    Dalam situasi inilah, pembaruan undang-undang statistik tidak hanya sebuah kebutuhan hukum tetapi juga penting untuk memastikan Indonesia dapat bersaing dalam dunia yang serba data.

    Upaya ini wajib didukung oleh semua pihak, karena pada akhirnya, keberhasilan dalam penyelenggaraan statistik yang baik adalah indikator keberhasilan dalam mencapai tujuan pembangunan nasional yang berkelanjutan dan inklusif bagi seluruh rakyat Indonesia.