Republik Srimulat
Dosen Fakultas Hukum Universitas Pasundan & Sekretaris APHTN HAN Jawa Barat
LANGIT
boleh kelabu, jalan boleh berlubang, tetapi tawa masih memantul dari dinding—seolah menolak retak.
Di sudut-sudut kota, radio tua kadang memutar lakon
Srimulat
: ledakan guyon, jeda, tepuk tangan palsu yang terasa sungguh.
Ironisnya, riuh gelak itu kini seperti gema republik—yang di panggungnya pemerintah bergincu, oposisi berkumis palsu, dan khalayak menanti lucu.
Kita menatapnya, kadang malu, kadang maklum, sebab lelucon kerap lebih jujur daripada pidato kenegaraan.
Negara selalu membutuhkan teater. Ia membangun set: gedung parlemen bergaya futuristik dengan cat yang terkelupas; baliho berisi janji yang diulang sampai pudar; konferensi pers yang mengkilap, namun kata-katanya serupa suara gamelan patah.
Di panggung ini para aktor—menteri, juru bicara, influencer bersertifikat—menambahkan “selo” dan “cis” sebagai efek tertawa.
Seperti di Srimulat, kejanggalan sengaja dipelihara: logika dibalik, kesalahan dilupakan, dan penonton digiring percaya bahwa kekonyolan adalah takdir yang mempersatukan.
Tahun-tahun belakangan, parodi tak lagi sekadar cermin; ia menjadi alat
kekuasaan
. Satire diproduksi resmi—varietas “lucu tapi patuh”—agar kritik kehilangan gigi.
Ketika parlemen tergopoh mengejar tenggat undang-undang, publik disodori drama komedi: akrobat kursi rapat yang kosong, adu pantun di rapat pansus, selebgram diundang untuk “sosialisasi”.
Srimulat pernah membuat kita tertawa karena jarak antara panggung dan realitas; kini republik membuat kita khawatir karena jarak itu menghilang.
Di belakang lakon selalu ada sutradara. Ia tak tertawa; ia menghitung durasi, mengatur lampu, memutus siapa boleh bicara.
Kuasa di republik ini cenderung memilih mode lawak: menutup blunder dengan musik organ tunggal, mengganti skandal dengan gimik kuliner, atau mencuri fokus menggunakan topik “guyon” tentang penasihat spiritual presiden.
Kini, kekuasaan itu juga menghibur dengan hukum. Di tengah vonis yang baru saja dijatuhkan kepada seorang terdakwa korupsi, Istana menggelar pertunjukan lain: pemberian amnesti dan abolisi.
Bukan untuk para penyair pengkritik, bukan bagi aktivis pembela lingkungan, tetapi kepada mereka yang jejak pidananya terekam dalam gegap gempita persidangan.
Hukum dijahit ulang di ruang belakang, diserahkan dengan senyum. Bukan keadilan yang mengantar pulang, melainkan kuasa yang membebaskan.
Satu tanda tangan mengalahkan ribuan lembar berkas dakwaan. Seperti guyon Srimulat: salah bukan soal bukti, tapi siapa yang pegang mikrofon.
Dalam hening, korupsi berganti kostum menjadi amal, nepotisme menyerupai “legacy”, dan sensor dikemas sebagai “moderasi konten”.
Namun, panggung hidup karena penonton. Kita, para pembayar tiket yang dipungut lewat pajak, kerap tergoda ikut tertawa.
Ada rasa lega ketika komedi menanggalkan kemarahan. Tapi di antara derai tawa itu, ada sepasang mata anak muda yang baru di-PHK—dari 9,9 juta pengangguran terbuka menurut data BPS (Mei 2025); ada petani yang benihnya tergadai—di tengah utang sektor pertanian yang menembus Rp 82 triliun; ada perawat kontrak yang gagal jadi ASN—dari 160.000 tenaga kesehatan non-ASN yang masih menunggu kepastian.
Mereka ikut menepuk tangan, meski dalam hati penuh denting cemas.
Republik Srimulat membuat rakyat terhibur sesaat, lalu pulang membawa keresahan yang dilipat rapi di saku.
Srimulat lahir di era yang serba sumbing—masa ketika tertawa menjadi bentuk perlawanan halus.
Dalam desingan kontrol politik, mereka menyelipkan sindiran pada hegemoni feodal dan represi militer.
Kini, kita mewarisi memori itu, tapi lupa menggigit. Lelucon dibiarkan tanpa dendam: ia menguap sebagai hiburan
streaming
, bukan pengingat luka.
Padahal humor sejatinya tajam, seperti pisau dapur yang sanggup mengupas kesewenang-wenangan. Tanpa ingatan, tawa meluruh jadi tepuk tangan otomatis, kehilangan subversi.
Kebijakan hari ini kerap dibungkus kosa kata lucu: “pemutihan lahan”, “penataan ulang tarif”, “relaksasi pajak dosa”, “digitalisasi santai”. Bahasa meninabobokkan akal.
Seperti pernah disindir Goenawan Mohamad, kata-kata dapat membentuk pagar tak kasatmata yang membatasi cara kita melihat kenyataan.
Republik Srimulat mengganti debat serius dengan lelucon berbumbu slogan. Percakapan publik menari di atas jargon, sementara detail pasal diselipkan sunyi di lembar penjelasan. Ketika kata kehilangan beban, hukum pun kehilangan gravitasinya.
Ada ironi besar: semakin banyak panggung humor, semakin tipis ruang tertawa bebas. Komika dipanggil polisi—seperti Mamat Alkatiri yang dilaporkan karena materi lawaknya soal “polisi dan candaan narkoba” (Mei 2023); karikaturis ditangkap—seperti kasus “Putik” di Pamekasan (Januari 2024) yang sketsanya dianggap menghina tokoh publik; warga dituntut UU ITE karena unggahan meme.
Negara memproduksi candaan, tapi takut pada tawa yang tak ia kendalikan. Di sini, gelak tawa resmi adalah tanda kesetiaan; tawa liar dianggap makar.
Maka republik ini bagai badut yang melarang lelucon. Kita dipaksa tertawa pada waktu yang tepat, dengan volume yang diukur, demi menjaga kesepakatan sandiwara.
Meski begitu, harap berderak seperti kayu panggung tua. Di sela skenario, muncul generasi yang menyusun satire baru: kanal YouTube investigatif, puisi di media sosial, film indie yang menggulung fakta dalam absurditas.
Mereka mengembalikan fungsi humor sebagai lampu sorot, bukan sekadar kembang api. Dalam naskah baru itu, rakyat bukan hanya penonton; mereka penulis, sutradara, sekaligus auditor kebenaran.
Jika panggung resmi terus mengulang kelakar usang, publik akan menciptakan teater alternatif—tanpa gincu palsu dan tawa kalengan.
Republik Srimulat mungkin tak bisa menghapus derita, tetapi ia mengingatkan: ketawa adalah hak politik, dan guyon bisa lebih dalam dari pidato.
Ketika lakon kekuasaan semakin menyerupai dagelan, cara paling waras adalah menertawakan sekaligus menelanjangi.
Namun hari-hari ini, panggung itu menawarkan pertunjukan baru yang getir: seseorang divonis, dan tak lama kemudian dihapuskan oleh surat sakti dari Istana.
Abolisi tak pernah dibahas publik, amnesti tak sempat ditimbang publik. Dalihnya hukum, tapi lakonnya guyon. Seolah negara ini bersandiwara sampai akhir babak.
Lelucon yang baik tak berhenti pada
punchline
; ia mendorong kita bangkit, menata ulang panggung, menulis dialog yang lebih jujur.
Suatu hari, barangkali, kita menyaksikan pertunjukan baru—di mana tawa bukan kamuflase, melainkan tanda bahwa pemerintah dan rakyat sama-sama manusia. Dan ketika tirai tertutup, kita pulang tanpa rasa diperdaya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kasus: nepotisme
-
/data/photo/2025/08/04/6890813e0a322.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
7 Kronologi Kasus Silfester Matutina: Divonis sejak 2019 karena Fitnah Jusuf Kalla, tetapi Belum Ditahan Nasional
Kronologi Kasus Silfester Matutina: Divonis sejak 2019 karena Fitnah Jusuf Kalla, tetapi Belum Ditahan
Editor
JAKARTA, KOMPAS.com –
Kasus yang menjerat Ketua Umum Solidaritas Merah Putih (Solmet) Silfester Matutina kembali mencuat.
Pada 2019, Silfester sebenarnya telah divonis 1,5 tahun penjara. Namun, hingga kini belum ditahan untuk menjalani hukuman tersebut.
Vonis itu terkait kasus fitnah terhadap Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI, Jusuf Kalla.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Anang Supriatna mengatakan, putusan pengadilan terhadap perkara Silfester sudah berkekuatan hukum tetap (inkrah).
Oleh sebab itu, tidak ada alasan untuk menunda penahanan terhadap pimpinan organ relawan Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi).
“Harus dieksekusi, harus segera (ditahan), kan sudah inkrah. Kita enggak ada masalah semua,” kata Anang di Gedung Kejagung, Jakarta, Senin (4/8/2025).
Silfester dituduh memfitnah Jusuf Kalla akibat orasinya pada 15 Mei 2017. Pada saat itu, Silfester menyebut JK sebagai akar permasalahan bangsa.
“Jangan kita dibenturkan dengan Presiden Joko Widodo. Akar permasalahan bangsa ini adalah ambisi politik Jusuf Kalla,” kata Silfester dalam orasi itu.
Silfester juga menuduh JK menggunakan isu rasis demi memenangkan pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Jakarta saat itu, Anies Baswedan dan Sandiaga Uno, dalam Pilkada DKI Jakarta.
Silfester juga mengatakan bahwa JK berkuasa hanya demi kepentingan Pilpres 2019 dan kepentingan korupsi daerah kelahirannya.
“Kita miskin karena perbuatan orang-orang seperti JK. Mereka korupsi, nepotisme, hanya perkaya keluarganya saja,” lanjut Silfester dalam orasi.
Orasi itu membuat Silfester akhirnya dilaporkan ke polisi oleh Jusuf Kalla, melalui kuasa hukumnya. Kuasa hukum JK, Muhammad Ihsan, mengatakan awalnya JK tidak berniat melaporkan Silfester.
Namun, muncul desakan dari warga di kampung halaman JK di Sulawesi Selatan untuk melaporkan Silfester.
“Desakan keluarga membuat pak JK tak bisa menolak. Akhirnya pak JK mengatakan jika langkah hukum dianggap yang terbaik, silakan dilakukan langkah hukum,” kata Ihsan saat itu.
Dua tahun kemudian, Silfester divonis hukuman 1,5 tahun penjara. Namun hingga kini, Silfester belum menjalani hukuman kurungan itu.
Kapuspenkum Kejagung, Anang Supriatna, mengatakan, Silfester telah diundang kembali kemarin terkait kasusnya.
“Informasi dari pihak Kejari Jakarta Selatan, diundang yang bersangkutan. Kalau enggak diundang ya silakan (datang),” kata Anang.
Sementara itu, Silfester mengaku siap menghadapi proses hukum tersebut dan menyebut tak ada masalah berarti yang perlu dikhawatirkan.
“Saya sudah menjalankan prosesnya. Nanti kita lihat lagi seperti apa kelanjutannya,” kata Silfester saat ditemui Kompas.com seusai diperiksa sebagai saksi dalam kasus tudingan ijazah palsu Presiden Joko Widodo di Polda Metro Jaya, Senin (4/8/2025).
Ketika ditanya apakah dirinya siap ditahan, Silfester menjawab singkat.
“Enggak ada masalah,” kata dia.
Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris Jenderal Peradi, Ade Darmawan, menegaskan bahwa hingga saat ini belum ada surat resmi dari Kejari Jaksel yang menyatakan Silfester akan segera dieksekusi.
“Belum ada suratnya,” ucap Ade.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Penuntasan Sederet Kasus Jokowi Tinggal Tunggu Momen Pas
GELORA.CO – Penuntasan kasus-kasus yang terkait dengan Presiden ke-7 RI Joko Widodo alias Jokowi oleh Presiden Prabowo Subianto diyakini hanya menunggu momen dan waktu yang tepat.
Menurut Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR), Hari Purwanto, dengan posisinya sebagai presiden, mestinya Prabowo sangat mudah mengeksekusi agenda-agenda yang menjadi harapan publik.
“Namun posisinya masih dilingkari oleh Jokowi dan dinastinya, apalagi wapresnya masih anak kandung dari Jokowi. Saat ini penuntasan kasus-kasus yang terkait dengan Jokowi dan lain-lain hanya menunggu momen dan waktu yang tepat,” kata Hari kepada RMOL, Minggu 3 Agustus 2025.
Hari menilai, bila Prabowo masih mempertahankan loyalis Jokowi dan melingkar di dalam Kabinet Merah Putih (KMP), maka mustahil kasus ijazah palsu dan dugaan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) Jokowi akan terungkap.
Hari melanjutnya, viralnya bendera One Piece menjadi sinyal kepada Prabowo dan loyalisnya. Sebab logo One Piece pernah digunakan Gibran Rakabuming Raka pada masa kampanye Pilpres 2024.
“Gibran sempat menggunakan pin Jolly Roger di dada kirinya saat mengunjungi rumah Presiden Prabowo Subianto di Jakarta, 21 Januari 2024 lalu. Apakah kemunculan bendera One Piece merupakan cara pendukung Gibran merongrong Prabowo?” pungkas Hari.
-

Cerita ‘Budak Korporat’ Stres-Sering Begadang, Berakhir Serangan Jantung
Jakarta –
Seorang ‘budak korporat’ di India menceritakan tempat kerjanya yang ‘toxic’. Ini membuat dirinya stres, sering begadang, hingga mengakibatkan serangan jantung.
Dikutip dari Times of India, karyawan dengan nama pengguna @YahkStraight1780 membagikan pengalaman menyesakkan tersebut di Reddit. Karyawan tersebut bekerja di salah satu perusahaan startup di India.
Di masa-masa awal kerja, dirinya menyadari bahwa ada yang salah dengan budaya di kantornya. Seperti tekanan pekerjaan yang tinggi, nepotisme, hingga gaslighting atau bentuk manipulasi psikologis negatif.
Budaya kerja yang buruk ini berbeda dengan kantor sebelumnya. Dirinya memiliki pengalaman bekerja dengan perusahaan-perusahaan Amerika Serikat (AS) dan Eropa. Menurutnya, kantor-kantor tersebut sangat menjunjung budaya kerja sehat.
Tidak kuat dengan tekanan dan budaya di kantor startup India, karyawan tersebut memilih untuk mengundurkan diri. Namun setelah berminggu-minggu, ia mengalami serangan jantung.
“Dalam beberapa minggu, serangan jantung hebat. Dua stent (ring) darurat. Dokter bilang, 30 menit lagi (terlambat) bisa berakibat fatal,” tulisnya di Reddit.
Apakah Stres Menyebabkan Serangan Jantung?
Stres kronis, sebenarnya tidak berhubungan langsung dengan serangan jantung. Namun, stres merupakan salah satu faktor risiko utama.
Ini karena stres kronis berkontribusi terhadap tekanan darah tinggi, peradangan, dan ketidakseimbangan hormon, yang semuanya meningkatkan risiko penyakit jantung seiring waktu.
Sebuah studi di National Library of Medicine, menunjukkan stres kronis dapat mengurangi aliran darah ke otot jantung, bahkan pada individu yang sehat.
Stres dan depresi jangka panjang seperti trauma emosional di lingkungan kerja yang tidak sehat dapat meningkatkan risiko penyakit jantung, hingga kematian dini.
Halaman 2 dari 2
(dpy/up)
-

Jawaban PM Anwar Ibrahim Saat Didemo ‘Turun Anwar’
Jakarta –
Ribuan warga Malaysia menggelar demonstrasi di Kuala Lumpur pada Sabtu (26/7) dalam aksi memprotes biaya hidup yang melonjak dan mendesak Anwar Ibrahim mundur. PM Malaysia Anwar Ibrahim buka suara terkait demonstrasi tersebut.
Dirangkum detikcom, Senin (28/7/2025), dalam aksinya, para demonstran juga menuntut Perdana Menteri (PM) Anwar Ibrahim, yang dianggap gagal memenuhi janji reformasi, untuk mundur dari jabatannya.
Unjuk rasa yang diselenggarakan oleh partai-partai oposisi ini menandai aksi protes besar pertama di negara tersebut sejak Anwar naik ke tampuk kekuasaan setelah pemilu tahun 2022 lalu.
Para demonstran, seperti dilansir AFP, Sabtu (26/7/2025), berkumpul di berbagai titik di sekitar pusat kota Kuala Lumpur sebelum berkumpul dalam jumlah besar di area Lapangan Merdeka pada Sabtu (26/7) waktu setempat.
Penyebab Anwar Ibrahim Didesak Mundur
Sejumlah demonstran tampak membawa poster bertuliskan “Turun Anwar” saat para personel kepolisian secara ketat mengawasi jalannya aksi protes
“Dia (Anwar) telah memerintah negara ini selama tiga tahun dan belum memenuhi janji-janji yang dibuatnya,” kata salah satu demonstran, Fauzi Mahmud (35), yang datang dari Selangor.
“Dia telah mengunjungi banyak negara untuk mendatangkan investasi, tetapi kami belum melihat apa pun,” ucapnya kepada AFP, merujuk pada kunjungan Anwar baru-baru ini ke luar negeri, seperti Rusia dan Eropa.
“Biaya hidup masih tinggi,” ujar Fauzi yang seorang insinyur ini.
Anwar ditunjuk sebagai PM Malaysia dengan tiket reformis dan berjanji untuk memberantas korupsi, nepotisme, dan kronisme dalam sistem politik yang terpecah belah di negara tersebut.
Beberapa hari menjelang unjuk rasa, Anwar mengumumkan serangkaian langkah populis untuk mengatasi berbagai masalah dan keluhan rakyat. Salah satunya dengan memberikan bantuan uang tunai sebesar 100 Ringgit, setara Rp 387 ribu, kepada seluruh warga Malaysia yang berusia 18 tahun ke atas.
Bantuan tunai itu akan dibayarkan satu kali, mulai 31 Agustus mendatang.
Anwar juga mengumumkan bahwa sekitar 18 juta pengendara Malaysia akan memenuhi syarat untuk membeli bahan bakar yang disubsidi besar-besaran dengan harga 1,99 Ringgit (Rp 7.712) per liter, dibandingkan harga saat ini sebesar 2,05 Ringgit (Rp 7.944) per liter.
Mahathir Ikut Turun ke Jalan
Mantan Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohamad, turut turun ke jalan saat ribuan massa menggelar demo pada Sabtu dan mendesak Anwar Ibrahim mundur.
Dilansir AFP, (27/7/2025), mantan mentor Anwar, itu juga mengkritik Anwar dihadapan massa. Ia mendesak agar Anwar Ibrahim mundur.
“Sudah tiga tahun, apa yang didapat rakyat? Saya pikir dia (Anwar) senang melihat kita menderita,” kata Mahathir.
“Cukup, tolong, mundurlah,” kata Mahathir, yang bulan lalu merayakan ulang tahunnya yang ke-100 dan merupakan salah satu politisi tertua di dunia.
Respons Anwar Ibrahim
Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim merespons demonstrasi yang menuntutnya mundur. Anwar mengatakan dirinya tidak diundang.
“Yah, saya tidak diundang,” kata Anwar kepada wartawan ketika ditanya tentang demonstrasi tersebut, seperti dilaporkan The Star dikutip dari Malaymail, Minggu (27/7/2025).
Sementara itu, dalam sebuah unggahan di Facebook, Anwar menyampaikan rasa terima kasih kepada petugas keamanan dan tanggap darurat, serta menyerukan agar keterlibatan demokratis terus berlanjut, melampaui protes.
“Saya menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya kepada seluruh anggota pasukan keamanan mulai dari kepolisian, pemadam kebakaran, tim medis, dan relawan yang telah bertugas dengan profesionalisme, disiplin, dan dedikasi,” ujar Anwar, seraya memuji mereka atas upaya mereka dalam memastikan keselamatan publik dan kelancaran acara.
Lebih lanjut, Anwar juga mendoakan massa yang berkumpul agar dapat pulang dengan selamat. Anwar juga mendesak agar mereka terus berpartisipasi dalam wacana nasional.
“Kritik dan perbedaan pandangan tidak boleh dipandang sebagai permusuhan,” tulisnya.
“Faktanya, mereka harus terus berkembang dan tumbuh sebagai urat nadi negara-bangsa yang dewasa, progresif, dan berdaulat,” ungkapnya.
Anwar, yang telah lama mencitrakan dirinya sebagai pemimpin reformis, mengatakan ia tetap “teguh dan konsisten” dalam menegakkan prinsip-prinsip demokrasi, khususnya hak atas kebebasan berbicara dan mengkritik.
Anwar juga menunjuk sesi Tanya Jawab Perdana Menteri (PMQT) di Parlemen sebagai bukti keterbukaan pemerintahannya terhadap pengawasan.
“Anggota Parlemen bebas mengajukan pertanyaan apa pun secara langsung, dan mengajukan keberatan kepada saya sebagai perdana menteri secara langsung,” ujarnya.
“Saya mendesak Anda untuk terus mendesak anggota parlemen agar hadir dan berpartisipasi aktif, terutama dalam PMQT,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Anwar juga mengajak rakyat Malaysia untuk bergerak lebih dari sekadar protes, mendorong mereka untuk “terlibat dalam dialog dan wacana, menemukan titik temu, serta memetakan dan membangun bangsa ini bersama-sama,”.
“Tidak hanya di jalanan, tetapi dengan bangkit untuk menjelajahi, menguasai, dan merebut batas-batas baru sehingga negara ini dapat didorong maju dengan kekuatan dan semangat,” tambahnya.
Mengakhiri postingannya dengan nada berwawasan ke depan, Anwar mengajak masyarakat untuk kembali ke Kuala Lumpur dalam waktu dekat, menyoroti upaya restorasi yang akan datang di situs-situs bersejarah seperti Gedung Sultan Abdul Samad.
“Landmark-landmark ini sedang menjalani konservasi skala besar agar kita dapat meningkatkan pariwisata dan mendukung perekonomian di ibu kota, yang kaya akan nilai sejarah, harapan, dan semangat kebangsaan, terutama bertepatan dengan Tahun Kunjungan Malaysia 2026 yang akan datang,” ujarnya.
Halaman 2 dari 4
(yld/fas)
-

Ribuan Demonstran Malaysia Turun ke Jalan, Tuntut Anwar Ibrahim Mundur
Kuala Lumpur –
Ribuan warga Malaysia turun ke jalanan ibu kota Kuala Lumpur pada Sabtu (26/7) waktu setempat dalam aksi memprotes biaya hidup yang melonjak. Dalam aksinya, para demonstran juga menuntut Perdana Menteri (PM) Anwar Ibrahim, yang dianggap gagal memenuhi janji reformasi, untuk mundur dari jabatannya.
Unjuk rasa yang diselenggarakan oleh partai-partai oposisi ini menandai aksi protes besar pertama di negara tersebut sejak Anwar naik ke tampuk kekuasaan setelah pemilu tahun 2022 lalu.
Para demonstran, seperti dilansir AFP, Sabtu (26/7/2025), berkumpul di berbagai titik di sekitar pusat kota Kuala Lumpur sebelum berkumpul dalam jumlah besar di area Lapangan Merdeka pada Sabtu (26/7) waktu setempat.
Sejumlah demonstran tampak membawa poster bertuliskan “Turun Anwar” saat para personel kepolisian secara ketat mengawasi jalannya aksi protes.
“Dia (Anwar) telah memerintah negara ini selama tiga tahun dan belum memenuhi janji-janji yang dibuatnya,” kata salah satu demonstran, Fauzi Mahmud (35), yang datang dari Selangor.
“Dia telah mengunjungi banyak negara untuk mendatangkan investasi, tetapi kami belum melihat apa pun,” ucapnya kepada AFP, merujuk pada kunjungan Anwar baru-baru ini ke luar negeri, seperti Rusia dan Eropa.
“Biaya hidup masih tinggi,” ujar Fauzi yang seorang insinyur ini.
Salah satu demonstran memakai ikat kepala bertuliskan “Turun Anwar” dalam unjuk rasa di Kuala Lumpur Foto: AFP/MOHD RASFAN
Anwar ditunjuk sebagai PM Malaysia dengan tiket reformis dan berjanji untuk memberantas korupsi, nepotisme, dan kronisme dalam sistem politik yang terpecah belah di negara tersebut.
Beberapa hari menjelang unjuk rasa, Anwar mengumumkan serangkaian langkah populis untuk mengatasi berbagai masalah dan keluhan rakyat. Salah satunya dengan memberikan bantuan uang tunai sebesar 100 Ringgit, setara Rp 387 ribu, kepada seluruh warga Malaysia yang berusia 18 tahun ke atas.
Bantuan tunai itu akan dibayarkan satu kali, mulai 31 Agustus mendatang.
Anwar juga mengumumkan bahwa sekitar 18 juta pengendara Malaysia akan memenuhi syarat untuk membeli bahan bakar yang disubsidi besar-besaran dengan harga 1,99 Ringgit (Rp 7.712) per liter, dibandingkan harga saat ini sebesar 2,05 Ringgit (Rp 7.944) per liter.
Para analis politik menilai pengumuman itu sebagai langkah strategis untuk meredakan frustrasi publik yang semakin meningkat, dan mencegah orang-orang ikut dalam aksi protes pada Sabtu (26/7) ini.
Namun, survei terbaru yang dilakukan Merdeka Centre for Opinion Research, lembaga independen yang berbasis di Malaysia, mendapati bahwa mayoritas pemilih Malaysia memberikan tingkat kepuasan positif sebesar 55 persen kepada Anwar. Alasannya antara lain meredanya gejolak politik dan upaya meningkatkan profil Malaysia melalui kepemimpinan di ASEAN tahun ini.
Lihat juga Video: Bahas Blok Ambalat, Prabowo-Anwar Ibrahim Setuju Eksploitasi Bersama
Halaman 2 dari 2
(nvc/dhn)
-

Anak Gubernur Kalsel Jadi Komisaris Bank, Denny: Alhamdulillah, Janji Gibran 19 Juta Lapangan Kerja Mulai Terpenuhi
FAJAR.CO.ID,JAKARTA — Pegiat media sosial, Denny Siregar memberikan sindiran keras Gubernur Kalimantan Selatan (Kalsel) H. Muhidin.
Hal ini berkaitan dengan empat anggota baru Dewan Komisaris Bank Kalsel untuk periode 2025–2030.
Salah satu nama yang menyita perhatian adalah Hj. Karmila Muhidin, putri sulung Gubernur Muhidin, yang dilantik sebagai Komisaris Non Independen.
Lewat cuitan di akun media sosial X pribadinya, Denny Siregar memberikan sindirannya.
Ia mengaku bersyukur karena satu lapangan kerja dari 19 juta yang dijanjikan sudah dilaksanakan.
Ini juga merupakan sindiran untuk janji dari Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka yang menjanjikan 19 juta lapangan kerja.
“Alhamdulillah, 1 lapangan pekerjaan dari 19 juta yang dijanjikan sudah tertunaikan..,” tulisnya dikutip Rabu (16/7/2025).
Sebelumnya, Selain Hj. Karmila, sang adik Rahmah Hayati juga telah lebih dulu menduduki kursi Dewan Pengawas di RSUD Ulin Banjarmasin dua jabatan kunci di institusi penting milik Pemprov Kalsel, yang kini dikendalikan keluarga dekat Gubernur.
Muhidin berdalih, penempatan anaknya sebagai bentuk “strategi koordinatif”, bukan nepotisme. “Kalau ada keluhan masyarakat, anak saya bisa langsung menyampaikan ke saya. Kalau orang lain mungkin sungkan,” ujar Muhidin saat merespons aksi damai dari kelompok masyarakat sipil, Sahabat Anti Kecurangan Bersatu (Sakutu), beberapa bulan lalu.
(Erfyansyah/fajar)
/data/photo/2025/06/11/6848fa433faee.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/06/02/683d61e281ae3.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)

/data/photo/2025/07/08/686ca738c236f.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)