Kasus: nepotisme

  • Tim Ganjar-Mahfud Minta Prabowo-Gibran Didiskualifikasi

    Tim Ganjar-Mahfud Minta Prabowo-Gibran Didiskualifikasi

    Jakarta (beritajatim.com) – Ketua Tim Hukum Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis mengatakan, pengajuan permohonan gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) untuk Pilpres 2024 ke Mahkamah Konstitusi (MK) dilatarbelakangi pelbagai nepotisme dan abuse of power yang terjadi di seluruh Indonesia.

    Dia pun menyebut, Pilpres 2024 sebagai pengkhianatan terhadap UUD 1945 dan mengancam keberlangsungan demokrasi di Indonesia. Pihaknya pun meminta MK mendiskualifikasi pasangan Prabowo-Gibran dan digelar pemungutan suara ulang di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

    “Penyelenggaraan Pilpres 2024 yang sudah ditentukan hasilnya melalui cara-cara yang melawan hukum dan melanggar etika merupakan lonceng kematian bagi tatanan sosial-politik di Indonesia,” tuding Todung.

    Dia yakin, telah terjadi pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis dan masif (TSM) berupa nepotisme yang kemudian melahirkan abuse of power guna memenangkan Paslon nomor urut 2. Tim Kuasa Hukum Ganjar-Mahfud mencatat pelanggaran prosedur dalam setiap tahapan Pilpres 2024.

    Paling jelas, kata Todung, yakni penerimaan pendaftaran pasangan calon nomor urut 02 yang tidak memenuhi syarat dalam PKPU No. 19/2023. Pelanggaran selanjutnya terjadi beruntun, yaitu verifikasi yang tidak berdasarkan PKPU No. 19/2023.

    Pada tahap kemudian, terdapat kejanggalan dan kesalahan data Daftar Pemilih Tetap Pemilihan Umum 2024. Pada hari pemungutan suara, pelanggaran juga banyak terjadi, mulai dari ketidaksesuaian jadwal, hingga surat suara yang telah tercoblos.

    Todung menyesalkan pelanggaran juga masih terjadi pasca-pemungutan suara. Misalnya, KPPS tidak memberikan C Hasil Salinan, hingga ketidaksesuaian jumlah Surat Suara dengan jumlah pemilih.

    Lantas terdapat juga kejanggalan dan pelanggaran sesudahnya, sehingga membuat gaduh. Todung menuding terjadi pelanggaran yang pada intinya berupa penggunaan teknologi informasi yang problematika dan menyesatkan melalui penggunaan Sistem Informasi Rekapitulasi Elektronik (Sirekap).

    Disebutkan, ada 5 permasalahan pada Sirekap, yaitu persiapan yang tidak memiliki landasan hukum, algoritma input data penghitungan suara dalam masa persiapan menguntungkan Paslon nomor urut 2.

    “Penggunaan Sirekap menghambat penyelenggaraan Pilpres 2024 dengan banyaknya kendala teknis yang dihadapi oleh penggunanya, dan memuat data-data keliru yang menguntungkan Paslon 02 dalam rekapitulasi, dan data yang ditampilkan melalui laman resminya mengalami perubahan tampilan tanpa alasan yang jelas,” kata Todung. [hen/aje]

  • UGM Serukan “Kampus Menggugat”, Tegakkan Etika, Konstitusi dan Perkuat Demokrasi

    UGM Serukan “Kampus Menggugat”, Tegakkan Etika, Konstitusi dan Perkuat Demokrasi

    Yogyakarta (beritajatim.com)– Segenap civitas akademika Universitas Gadjah Mada (UGM) membuat gerakan ‘Kampus Menggugat”. Gerakan ini sekaligus sebagai seruan berupa ‘Tegakkan Etika dan Konstitusi serta Perkuat Demokrasi.

    Seruan dan gerakan ini berlatarbelakang atas keprihatinan segenap civitas akademika atas demokrasi dan konstitusi di Indonesia yang terkoyak selama 5 tahun terakhir ini.

    Dalam gerakan yang dibacakan Selasa (12/3/2024) sore di Balairung UGM, Guru Besar Fisipol UGM Prof Wahyudi Kumorotomo menyampaikan tiga hal utama dan penting dalam gerakan moral Kampus Menggugat.

    Pertama, universitas sebagai benteng etika menjadi lembaga ilmiah independen yang memiliki kebebasan akademik penuh untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan menyuarakan kebenaran berbasis fakta, nalar, dan penelitian ilmiah.

    Kedua, segenap elemen masyarakat sipil terus kritis terhadap jalannya pemerintahan dan tak henti memperjuangkan kepentingan rakyat banyak. Ormas sosial keagamaan, pers, NGO, CSO, tidak terkooptasi, apalagi menjadi kepanjangan tangan pemerintah.

    Ketiga, para pemegang kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif diminta memegang teguh prinsip-prinsip demokrasi secara substansial dan menjunjung tinggi amanah konstitusi dalam menjalankan kekuasaan demi mewujudkan cita-cita proklamasi dan janji reformasi. Politik dinasti tak boleh diberi ruang dalam sistem demokrasi.

    “Menegakkan supremasi hukum dan memberantas segala macam bentuk korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) tanpa mentolerir pelanggaran hukum, etika dan moral dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara,” ucapnya.

    Selanjutnya, secara serius mewujudkan keadilan ekonomi dan sosial bagi semua warga dan tak membiarkan negara dibajak oleh para oligark dan para politisi oportunis yang terus mengeruk keuntungan melalui kebijakan-kebijakan yang merugikan rakyat pada umumnya.

    Ia juga menegaskan sebagai akademisi yang memahami hak dan tanggungjawab konstitusional, kami mengetuk nurani segenap elemen masyarakat untuk bersinergi membangun kembali etika dan norma yang terkoyak dan mengembalikan marwah konstitusi yang dilanggar.

    Sementara pernyataan yang dibacakan oleh Prof Budi Setiadi Daryono, disebutkan bahwa universitas adalah benteng etika dan akademisi adalah insan ilmu pengetahuan yang bertanggungjawab untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, menjaga keadaban (civility), dan mewujudkan keadilan dan kesejahteraan.

    “Pelanggaran etika dan konstitusi meningkat drastis menjelang Pemilu 2024 dan memperburuk kualitas kelembagaan formal maupun informal. Kemunduran kualitas kelembagaan ini menciptakan kendala pembangunan bagi siapapun presiden Indonesia 2024-2029 dan selanjutnya. Konsekuensinya, kita semakin sulit untuk mewujudkan cita-cita Indonesia emas 2045, yang membayang justru adalah Indonesia cemas,” katanya.

    Konstitusi, lanjutnya, memberikan amanah eksplisit kepada semua warga negara Indonesia, untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, membangun peradaban, menjaga keberlanjutan pembangunan, menjaga lingkungan hidup, dan menegakkan demokrasi.

    Sementara, akademisi menjalankan tugas konstitusi mencerdaskan kehidupan bangsa dan membangun peradaban melalui Tri Dharma Perguruan Tinggi. Tugas ini, menurutnya, hanya dapat dilakukan ketika etika dan kebebasan mimbar ditegakkan.

    “Pelanggaran etika bernegara oleh para elit politik, akan mudah dicontoh oleh berbagai elemen masyarakat. Hal ini mengancam kelangsungan berbangsa dan bernegara, dan menjauhkan Indonesia sebagai negara hukum,” tegasnya.

    Sejumlah civitas akademika dan guru besar UGM hadir dalam acara ini seperti Prof Koentjoro, Prof Wahyudi Kumorotomo, Prof Budi Setiadi Daryono, Prof Sigit Riyanto Zaenal Arifin Mochtar serta Wakil Rektor III UGM Arie Sujito.

    Tak hanya dari UGM saja hadir pula dari perwakilan perguruan tinggi lain di Yogyakarta seperti Rektor Universitas Islam Indonesia (UII), Prof Fathul Wahid, Universiras Widya Mataram, Prof Edy Suandy, Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hukum dan HAM Busyro Muqoddas serta sejumlah budayawan dan aktivis kampus. [aje]

  • Turut Mendukung Praktik Korupsi, Staf Sahat Dituntut 4 Tahun

    Turut Mendukung Praktik Korupsi, Staf Sahat Dituntut 4 Tahun

    Surabaya (beritajatim.com) – Rusdi, office boy (OB) sekaligus staf sekretariatan DPRD Jatim dituntut empat tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Arif Suhermanto, Jumat (8/9/2023). Dalam tuntutannya Jaksa menyebut Rusdi mendukung praktik kejahatan kolusi korupsi dan nepotisme (KKN). Termasuk menciderai kepercayaan masyarakat.

    Dalam sidang yang digelar di ruang Cakra PN Tipikor Surabaya, Jaksa Arif menyebut Rusdi juga diwajibkan membayar denda Rp200 juta, atau subsider pidana penjara pengganti enam bulan. “Menuntut terdakwa Rusdi pidana penjara 4 tahun, dikurangi selama terdakwa selama tahanan, dan pidana denda sebesar 200 juta subsider pidana pengganti kurungan 6 bulan, dan terdakwa tetap ditahan,” ujar Jaksa Arif.

    “Hal memberatkan, terdakwa Rusdi tidak mendukung pemerintah yang bersih dari KKN, perbuatan terdakwa menciderai masyarakat,” lanjutnya.

    Sedangkan, hal yang meringankan atas tuntutan terdakwa Rusdi. Yakni, terdakwa memiliki tanggung jawab menghidupi istri dan ketiga anaknya yang masih sekolah.

    Kemudian, selalu bersikap sopan selama persidangan. Dan, terdakwa telah mengakui perbuatannya dalam dakwaan selama persidangan. “Hal meringankan, terdakwa Mengakui perbuatannya, terdakwa memiliki tanggung keluarga, dan selama menjalani proses hukum terdakwa bersikap sopan,” pungkasnya.

    Arif menerangkan pasal yang diterapkan dalam tuntutannya terhadap terdakwa Rusdi. Yakni, memutuskan terdakwa Rusdi telah meyakinkan bersalah melakukan tindakan melanggar hukum bersama sama sebagaimana dakwaan pertama melanggar Pasal Tipikor.

    Diantaranya, Pasal 12 a Jo Pasal 15 Pasal 12 huruf a Jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP. [uci/kun]

    BACA JUGA: Suap Dana Pokir DPRD Jatim, Sahat Ingkari Terima Rp39,5 M