Megawati Pilih Kader Senior Golkar Constant Karma Gantikan Yerimias Bisai Jadi Bacawagub Papua
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Ketua Umum
PDI-P
Megawati Soekarnoputri memilih kader senior Partai Golkar,
Constant Karma
menggantikan
Yerimias Bisai
sebagai bakal calon wakil gubernur (Bacawagub) Provinsi
Papua
, yang didiskualifikasi merujuk putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Constant Karma, pada hari ini, resmi mendaftarkan diri ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) Papua bersama Benhur Tomi Mano sebagai calon gubernur.
Ketua DPP PDI-P Komarudin Watubun yang menyertai pendaftaran keduanya menyebutkan, Constant Karma dipilih Megawati dari lima orang nominator yang diusulkan DPD PDI-P Provinsi Papua, setelah menelusuri rekam jejaknya secara teliti dan cermat.
Kata Komarudin, lima nama tersebut adalah hasil seleksi dari 38 nominator yang didaftarkan dan mendaftarkan diri pada DPD PDI-P Provinsi Papua sebagai calon pengganti Yerimias Bisai.
“DPD PDI Perjuangan Provinsi Papua lantas mengirim dan mengusulkan lima nama tersebut kepada DPP PDI Perjuangan. Setelah meneliti dan menelusuri rekam jejak Pak Karma, Ibu Ketua Umum memutuskan memilih Pak Constant Karma sebagai pengganti Pak Yerimias Bisai,” ujar Komarudin dalam keterangan yang diterima, Minggu (9/3/2025).
Komarudin menilai Constant Karma yang kader senior Partai Golkar adalah sosok yang sarat pengalaman di bidang pemerintahan.
“Sosok Pak Constant Karma, selain kaya pengalaman di bidang pemerintahan dan merupakan kader senior Golkar, juga punya rekam jejak bersih dari ‘tiga huruf’, kolusi, korupsi, nepotisme (KKN),” tutur dia.
Dia bilang, Constant Karma juga dikenal bersih dari praktik KKN selama menduduki jabatan strategis di pemerintahan.
Diketahui, kader senior Golkar itu pernah menjabat sebagai Kepala Dinas Peternakan Kabupaten Jayawijaya, Kepala Dinas Peternakan Provinsi Papua, Wakil Gubernur, Sekretaris Daerah Provinsi Papua, dan Penjabat Gubernur Provinsi Papua.
Komarudin menambahkan, keberadaan Constant Karma sebagai kader senior Golkar di Papua, akan memberikan dampak elektoral yang positif bagi Benhur Tomi Mano.
“Saya percaya keputusan Ketua Umum DPP PDI Perjuangan memilih Pak Karma sekaligus menampung aspirasi sejumlah kader, fungsionaris, simpatisan Partai Golkar di Provinsi Papua yang tidak terwadahi,” katanya.
“Sebagai contoh, mantan Gubernur Papua, Pak Barnabas Suebu. Beliau senior Golkar Papua, yang pada Pilgub lalu berkampanye untuk kemenangan Tomi Mano dan Yerimias Bisai,” sambung Komarudin.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kasus: nepotisme
-
/data/photo/2025/03/09/67cd9895b55f4.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Megawati Pilih Kader Senior Golkar Constant Karma Gantikan Yerimias Bisai Jadi Bacawagub Papua
-

Jubir PSI Nilai Kenaikan Pangkat Letkol Teddy Sesuai Mekanisme dan Prosedur
loading…
Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya bersama Menteri BUMN Erick Thohir dan Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi meninjau Terminal 2 Bandara Soekarno Hatta. Foto/Dok Setkab
JAKARTA – Juru Bicara (Jubir) Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Wiryawan menilai kenaikan pangkat Teddy Indra Wijaya dari Mayor menjadi Letnan Kolonel (Letkol) sudah sesuai mekanisme dan prosedur di lingkungan TNI. Dia mengajak semua pihak menghargai keputusan Mabes TNI dalam menaikkan pangkat Teddy tersebut.
“Kenaikan pangkat tersebut sudah sesuai mekanisme dan prosedur di lingkungan TNI, yang berbasis pada prestasi dan rekam jejak pengabdian. Proses kenaikan ini mengikuti sistem meritokrasi yang ketat, tidak ada intervensi politik atau nepotisme,” kata Wiryawan dalam keterangan tertulis, Minggu (9/3/2025).
Dia menjelaskan, setiap prajurit yang memenuhi syarat berhak mendapatkan kenaikan pangkat sebagai bentuk apresiasi atas dedikasi dan kontribusinya kepada bangsa. “Letkol Teddy memiliki rekam jejak yang baik dalam bertugas sebagai prajurit profesional,” ujarnya.
Baca Juga
“Kenaikan pangkat ini mencerminkan kepercayaan institusi terhadap kinerja dan dedikasi Letkol Teddy,” ujar mantan Ketua Umum Presidium Pusat Himpunan Mahasiswa Buddhis Indonesia (Hikmahbudhi) ini.
Dia pun semua pihak untuk mengabaikan isu-isu miring yang tidak berdasar dan bukan berdasarkan fakta. “Mari kita fokus pada bagaimana Letkol Teddy dan para prajurit lain dapat terus berkontribusi bagi bangsa daripada memperdebatkan sesuatu yang sudah sesuai prosedur. Kita harus mendukung profesionalisme TNI yang kuat dan solid demi keamanan nasional,” pungkasnya.
(rca)
-

Menhut Bagi-bagi Jabatan ke 11 Kader PSI, Kompetensi Diragukan tak Sepadan Gaji Fantastis, Rocky Gerung: Melanggengkan Nepotisme
Berdasarkan lampiran Kepmenhut Nomor 32 Tahun 2025, penanggung jawab mendapatkan honor Rp50 juta. Wakil penanggung jawab menerima Rp40 juta. Sementara, masing-masing dewan penasihat ahli (4 orang) akan mendapatkan uang bulanan sebesar Rp25 juta.
Ketua pelaksana, ketua harian I dan II, sekretaris/koordinator sekretariat serta para ketua bidang, menerima honor Rp30 juta per bulan.
Anggota bidang menerima Rp20 juta. Level staf kesekretariatan bidang mendapatkan honor sebesar Rp8 juta per bulan.
Rocky Gerung menilai penunjukan dan penempatan kader partai dalam jumlah besar di satu kementerian menimbulkan pertanyaan besar terkait tujuannya.
Satu-satunya alasan logis dari kebijakan ini, tutur Rocky, adalah kepentingan politik dan potensi penyalahgunaan kekuasaan.
“Satu-satunya keterangan adalah untuk mencuri, mencuri informasi, membangun jaringan. Itu sudah koruptif sejak dalam pikiran,” kata Rocky lewat kanal YouTube miliknya, Jumat (7/3/2025).
Akademisi Universitas Indonesia ini menilai banyaknya kader PSI yang masuk ke dalam struktur kementerian yang mengelola sumber daya besar, seperti hutan dan kekayaan alam, berpotensi melanggengkan praktik nepotisme.
“Cara menjalankannya betul-betul dinastikal, itu bahkan bisa disebut nepotisme, karena dari partai yang sama menguasai kementerian negara yang sebetulnya di dalamnya ada bisnis besar di situ soal hutan dan sumber daya dalamnya,” kata Rocky.
Selain itu, Rocky juga menyinggung fantastis tim yang mencapai Rp50 juta hingga Rp100 juta per bulan. Rocky menilai kebijakan ini bertentangan dengan visi Presiden Prabowo Subianto yang ingin menekan pengeluaran negara.
-

Kader PSI Kuasai Kemhut, Denis Malhotra:Aturan Tak Berlaku, Semua Sesuka Hati
FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Pegiat media sosial Denis Malhotra mengkritik dugaan bagi-bagi jabatan di Kementerian Kehutanan yang melibatkan kader Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
Ia bahkan menyebut bahwa suami istri mendapatkan posisi strategis dalam kementerian tersebut.
Denis mengibaratkan kondisi politik Indonesia saat ini dengan fabel Animal Farm karya George Orwell, yang menggambarkan bagaimana kekuasaan dapat disalahgunakan oleh kelompok tertentu.
“Merujuk fabel Animal Farm, Republik Indonesia di era Prabowo kini sah menjadi peternakan binatang,” ujar Denis di X @denismalhorta (7/3/2025).
Dikatakan Denis, tata kelola pemerintahan saat ini tidak lagi berlandaskan aturan dan prinsip meritokrasi, melainkan lebih didasarkan pada kepentingan kelompok tertentu.
“Tata kelola negara-pemerintahan tidak lagi berlandaskan aturan tetapi murni berasaskan suka-suka,” tandasnya.
Sebelumnya diketahui, salah satu yang menjadi sorotan adalah pasangan suami istri Andy Budiman dan Suci Mayang Sari, yang diketahui sama-sama mendapatkan posisi di kementerian tersebut.
Unggahan akun X @PaltiWest2024 membagikan tangkapan layar biodata Andy Budiman yang mencantumkan informasi bahwa ia merupakan kader PSI dan suami dari Suci Mayang Sari.
Dalam unggahannya, akun tersebut menulis, “Anjir Andi Budiman dan Suci Mayang Sari ini suami istri toh?! Nepotisme ga nanggung ini mah..” disertai dengan emoji tertawa.
Tak hanya itu, akun yang sama juga menyebut bahwa Kemhut kini dipenuhi oleh kader PSI, mirip dengan fenomena di Kementerian Koperasi yang dikaitkan dengan kelompok Projo.
-

Sebut PSI Teladan Kolusi dan Nepotisme, Andi Sinulingga: Tinggal Korupsinya Aja
FAJAR.CO.ID,JAKARTA — Politisi senior, Andi Sinulingga menyebut Partai Solidaritas Indonesia (PSI) sebagai teladan kolusi dan nepotisme. Terutama bagi anak muda.
PSI diketahui dikenal sebagai partai anak muda. Karena kadernya yang didominasi anak muda.
“Teladan Kolusi dan Nepotisme ala anak-anak muda jaman now,” kata Andi Sinulingga dokutip dari unggahannya di X, Jumat (7/3/2025).
Hal tersebut diungkapkan Andi Sinulingga menanggapi Operation Management Office (OMO) Indonesia Forestry and Other Land Use (FOLU) Net Sink Kementerian Kehitanan (Kemenhut) 2030.
Struktur OMO FOLU Net Sink itu menjadi sorotan belakangan ini, karena didominasi kader PSI. Sementara Menteri Kehutanan diketahui adalah kader PSIX
Menurut Andi Sinulingga, sisa satu lagi tindakan tak terpuji yang dilakukan PSI. Sehingga predikatnya bisa lengkap dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN).
“Tinggal korupsinya aja, maka lengkaplah sudah,” pungkasnya.
Adapun OMO FOLU Net Sink merupakan sebuah program aksi mitigasi penurunan emisi gas rumah kaca dari sektor kehutanan dan lahan. Pengangkatan itu berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 32 Tahun 2025.
Pengangkatan itu berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 32 Tahun 2025. FOLU Net Sink 2030
(Arya/Fajar) -

Komisi II DPR Minta Kepala Daerah Tidak Rekrut Pegawai Non-ASN
Jakarta, Beritasatu.com – Anggota DPR Komisi II dari Fraksi PKB Eka Widodo meminta semua kepala daerah tingkat provinsi dan kabupaten/kota yang baru dilantik periode 2025-2030 untuk mematuhi larangan melakukan rekrutmen pegawai Non-ASN. Selain akan menambah beban anggaran negara, kata Edo, rekrutmen pegawai non-ASN atau tenaga honorer selama ini terkesan liar dan rekrutmennya diam-diam.
Menurut Edo, kebijakan pelarangan rekrutmen pegawai non-ASN sebagai pemulihan persoalan kepegawaian di lingkungan pemerintahan.
“Kebijakan ini akan menciptakan budaya baik dan berkeadilan, mengikis budaya nepotisme, mengobati kepercayaan masyarakat yang terlanjur negatif dan memandang pemerintah diskriminatif dalam rekrutmen pegawai,” ujar Edo kepada wartawan, Kamis (6/3/2025).
Dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU), Rabu (5/3/2025) kemarin, Komisi II DPR meminta menteri PANRB berkoordinasi dengan Kemendagri untuk melarang dan memberikan sanksi kepada kepala daerah periode 2025-2030 yang melakukan pengangkatan pegawai non-ASN atau sebutan lain, baik melalui belanja pegawai maupun belanja dan jasa.
Edo mengingatkan, bila praktik siluman dalam rekrutmen kepegawaian di pemerintahan masih terjadi, masyarakat bisa melapor ke pihak yang berwenang.
“Ada unsur malaadministasi karena kategori perilaku atau perbuatan yang melanggar hukum dan etika dalam penyelenggaraan pemerintahan,” tandas Edo.
Edo juga mengungkapkan tindakan melawan kebijakan merekrut pegawai honorer sebagaimana yang disepakati dalam RDPU ada unsur penyalahgunaan kewenangan (abuse of power), penyimpangan prosedur, prilaku diskriminatif, dan berlaku tidak adil.
“Bekerja di pemerintahan memang menjadi impian banyak orang, tujuannya mulia sebagai abdi negara. Bila rekrutmennya dilakukan dengan melanggar aturan, tidak adil, membatasi kesempatan orang lain, dan diskriminatif, maka akan melahirkan pejabat-pejabat yang sama buruk dan cenderung korup,” jelas Edo mengenai larangan merekrut pegawai non-ASN.
-

Merawat Asa Good Governance Walau Dirusak Perilaku Koruptif
Jakarta –
Ketika ruang publik terus dibanjiri data dan fakta tentang semakin maraknya korupsi dalam beragam modus, cita-cita bersama untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, bersih dan efektif (Good Governance) kini tampak bagaikan isapan jempol. Bahkan, reformasi birokrasi yang telah berjalan puluhan tahun pun terlihat gagal mereduksi perilaku koruptif banyak oknum pada sejumlah institusi negara dan institusi daerah.
Banyak elemen masyarakat seperti sudah kehabisan kata atau ungkapan untuk mengekspresikan rasa marah dan kecewa bahkan rasa sakit, saat menyimak dan memahami informasi tentang kasus-kasus korupsi terbaru. Dan, saat mengenangkan kembali komitmen bangsa dan riwayat kerja memberantas korupsi yang sudah berlangsung hampir tiga dekade, nyata sekali yang tampak di permukaan itu nihil. Sebagian bahkan sudah pasrah dan enggan membahas perilaku koruptif di negara ini.
Eliminasi korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) menjadi kehendak bersama dan dikukuhkan sebagai komitmen bangsa yang dicanangkan tahun 1998. Dikenal sebagai produk reformasi, yang salah satu turunannya adalah pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan kewajiban melakukan reformasi birokrasi.
Tujuan strategisnya adalah mewujudkan good governance itu. Artinya, lebih dari tiga dekade sudah kerja pemberantasan korupsi dan reformasi birokrasi dilaksanakan dengan konsisten. Masyarakat pun mencatat bahwa sudah begitu banyak koruptor ditangkap, diadili dan dipernjara, termasuk koruptor yang pernah menjabat menteri, gubernur atau bupati hingga level oknum pejabat dan pegawai rendahan pada kementerian dan lembaga (K/L) maupun institusi daerah.
Tragis, karena semua catatan historis itu nyatanya tidak menumbuhkan efek jera. Alih-alih terjadi reduksi, perilaku koruptif banyak oknum pada K/L, termasuk institusi daerah, justru semakin berani, ganas, brutal dan tak jarang dilakukan dengan terang-terangan. Bahkan per skala, nilai korupsi pun terus menggelembung; dari puluhan atau ratusan miliar di tahun-tahun terdahulu, menjadi puluhan dan ratusan triliun per hari-hari ini.
ADVERTISEMENT
`;
var mgScript = document.createElement(“script”);
mgScript.innerHTML = `(function(w,q){w[q]=w[q]||[];w[q].push([“_mgc.load”])})(window,”_mgq”);`;
adSlot.appendChild(mgScript);
},
function loadCreativeA() {
var adSlot = document.getElementById(“ad-slot”);
adSlot.innerHTML = “;console.log(“🔍 Checking googletag:”, typeof googletag !== “undefined” ? “✅ Defined” : “❌ Undefined”);
if (typeof googletag !== “undefined” && googletag.apiReady) {
console.log(“✅ Googletag ready. Displaying ad…”);
googletag.cmd.push(function () {
googletag.display(‘div-gpt-ad-1708418866690-0’);
googletag.pubads().refresh();
});
} else {
console.log(“⚠️ Googletag not loaded. Loading GPT script…”);
var gptScript = document.createElement(“script”);
gptScript.src = “https://securepubads.g.doubleclick.net/tag/js/gpt.js”;
gptScript.async = true;
gptScript.onload = function () {
console.log(“✅ GPT script loaded!”);
window.googletag = window.googletag || { cmd: [] };
googletag.cmd.push(function () {
googletag.defineSlot(‘/4905536/detik_desktop/news/static_detail’, [[400, 250], [1, 1], [300, 250]], ‘div-gpt-ad-1708418866690-0’).addService(googletag.pubads());
googletag.enableServices();
googletag.display(‘div-gpt-ad-1708418866690-0’);
googletag.pubads().refresh();
});
};
document.body.appendChild(gptScript);
}
}
];var currentAdIndex = 0;
var refreshInterval = null;
var visibilityStartTime = null;
var viewTimeThreshold = 30000;function refreshAd() {
var adSlot = document.getElementById(“ad-slot”);
if (!adSlot) return;currentAdIndex = (currentAdIndex + 1) % ads.length;
adSlot.innerHTML = “”; // Clear previous ad content
ads[currentAdIndex](); // Load the appropriate adconsole.log(“🔄 Ad refreshed:”, currentAdIndex === 0 ? “Creative B” : “Creative A”);
}var observer = new IntersectionObserver(function(entries) {
entries.forEach(function(entry) {
if (entry.isIntersecting) {
if (!visibilityStartTime) {
visibilityStartTime = new Date().getTime();
console.log(“👀 Iklan mulai terlihat, menunggu 30 detik…”);setTimeout(function () {
if (visibilityStartTime && (new Date().getTime() – visibilityStartTime >= viewTimeThreshold)) {
console.log(“✅ Iklan terlihat 30 detik! Memulai refresh…”);
refreshAd();
if (!refreshInterval) {
refreshInterval = setInterval(refreshAd, 30000);
}
}
}, viewTimeThreshold);
}
} else {
console.log(“❌ Iklan keluar dari layar, reset timer.”);
visibilityStartTime = null;
if (refreshInterval) {
clearInterval(refreshInterval);
refreshInterval = null;
}
}
});
}, { threshold: 0.5 });document.addEventListener(“DOMContentLoaded”, function() {
var adSlot = document.getElementById(“ad-slot”);
if (adSlot) {
ads[currentAdIndex](); // Load the first ad
observer.observe(adSlot);
}
});Dalam beberapa pekan terakhir ini saja, ruang publik nyata-nyata dijejali informasi dan berita tentang korupsi mulai dari anggaran untuk program bantuan sosial (bansos). Dari total anggaran program bansos sebesar Rp 500 triliun, tak kurang dari separuhnya tidak tepat sasaran.
Kemudian, korupsi di tubuh manajemen Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) merugikan negara Rp 11,7 triliun; korupsi di tubuh manajemen PT Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (ASDP) menyebabkan negara rugi Rp. 893 miliar. Kerugian negara dari kasus korupsi Jiwasraya mencapai Rp 16,8 triliun.
Dalam kasus korupsi tata niaga timah, negara rugi sampai Rp 300 triliun. Dan, ruang publik pun akhirnya harus menerima ledakan dahsyat yang disulut oleh informasi tentang kasus mega korupsi terbaru, yakni kasus mengoplos bensin yang mengakibatkan kerugian negara sampai Rp 968,5 triliun. Dari mega kasus ini, masyarakat sebagai konsumen pun jelas sangat dirugikan.
Di masa lalu, kasus mega korupsi yang menyita perhatian masyarakat dalam rentang waktu yang sangat lama adalah kebijakan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang diberikan Bank Indonesia kepada puluhan bank karena mengalami masalah likuiditas ketika terjadi krisis moneter 1998. BI menyalurkan BLBI sampai Rp 147,7 triliun dan diterima 48 bank.
Hasil audit BPK terhadap pemanfaatan dana BLBI oleh 48 bank itu mengindikasikan terjadinya penyimpangan sebesar Rp 138 triliun. Selain kasus BLBI, kasus lainnya adalah korupsi pembiayaan proyek e-KTP pada rentang waktu 2010-2012. Dalam proyek ini, negara rugi Rp 2,314 triliun.
Tak hanya memprihatinkan, tetapi fakta-fakta ini sangat mengerikan, utamanya saat membayangkan masa depan anak-cucu bangsa. Jika perilaku koruptif para oknum di K/L demikian ganas seperti sekarang ini, masih adakah harapan dan kemampuan untuk mewujudkan good governance? Model reformasi birokrasi seperti apa lagi yang dibutuhkan negara agar good governance itu bisa diwujudkan?
Patut diingatkan lagi dan juga digarisbawahi bahwa kehendak bersama mewujudkan good governance tak boleh pupus, kendati terus menerus dirusak oleh perilaku tamak dan koruptif dari banyak oknum yang diberi amanah melaksanakan tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) semua K/L dan Tupoksi semua pemerintah daerah.
Dalam konteks itu, semua K/L serta semua pemerintah daerah patut untuk membuka lagi, memahami dan memaknai pernyataan bernada imbauan dari Presiden Prabowo Subianto ketika memaparkan materi pembekalan di forum rapat pimpinan (Rapim) TNI-Polri di Jakarta, pada akhir Januari 2025. Presiden, saat itu, menegaskan sambil mengingatkan bahwa semua Undang-undang (UU), peraturan presiden (Perpres), peraturan pemerintah serta produk hukum lainnya tidak akan ada makna dan artinya jika tidak ditegakkan dengan konsisten.
Terjemahan dari penegasan presiden ini adalah perintah kepada semua K/L dan pemerintah daerah untuk melaksanakan semua UU, Perpres, peraturan pemerintah serta produk hukum lainnya dengan benar dan baik serta konsisten. Tujuannya utamanya adalah untuk mewujudkan good governance demi kebaikan bangsa-negara, kini dan di masa depan.
Harap juga diingat bahwa kegagalan mewujudkan good governance yang berulang-ulang bisa berakibat sangat fatal, yang biasanya akan diwujudnyatakan dengan menyuarakan ketidakpuasan dan ketidakpercayaan banyak komunitas kepada regulator atau K/L dan institusi daerah.
Berpijak pada rentetan fakta kasus korupsi itu, tidak berlebihan untuk mengatakan bahwa puluhan tahun kerja pemberantasan korupsi ternyata masih minim progres. Sudah menjadi fakta bahwa korupsi semakin marak dalam satu dekade terakhir, dengan ragam modus dan skala yang begitu besar jika mengacu pada nilai kerugian negara.
Selain itu, patut pula untuk mengatakan bahwa puluhan tahun reformasi birokrasi berjalan tetap belum dapat mengeliminasi peluang tindak pidana korupsi dan juga perilaku koruptif oknum pada sejumlah K/L dan institusi daerah.
Bagi masyarakat kebanyakkan, skala korupsi yang justru terus membesar hingga ratusan triliun lebih menggambarkan tidak semua K/L dan pemerintah daerah menunjukan itikad baik memberantas korupsi di lingkungan kerja masing-masing. Sebaliknya, yang tampak adalah terbentuknya kelompok atau organisasi kejahatan di tubuh sejumlah K/L untuk merampok keuangan negara dan membohongi rakyat.
Dari kecenderungan seperti itu, kesimpulan lain yang layak dimunculkan adalah lumpuh atau tidak berfungsinya pengawasan internal di sejumlah K/L. Tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) Inspektorat Jenderal (Itjen) melakukan pengawasan internal pada K/L terkesan tidak berjalan efektif.
Sebagai bagian dari upaya merawat asa mewujudkan good governance, pada waktunya nanti, pemerintah bersama DPR perlu merumuskan strategi baru pemberantasan korupsi, serta merancang model lain reformasi birokrasi untuk mengeliminasi perilaku koruptif oknum pada K/L dan institusi daerah. Dan, tak kalah pentingnya adalah memulihkan Tupoksi Inspektorat Jenderal atau pengawasan pada semua K/L dan daerah.
Bambang Soesatyo, Anggota DPR RI; Ketua MPR RI ke-15; Ketua DPR RI ke-20; Ketua Komisi III DPR RI ke-7; Dosen Tetap Pascasarjana (S3) Ilmu Hukum Universitas Borobudur, Universitas Jayabaya dan Universitas Pertahanan (UNHAN)
(ega/ega)
Hoegeng Awards 2025
Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu
-

Gubernur Sultra tegaskan tak akan rombak OPD
Kendari (ANTARA) – Gubernur Sulawesi Tenggara Mayjen (Pur) TNI Andi Sumangerukka menegaskan bahwa tidak merombak terhadap jajaran kepala organisasi perangkat daerah (OPD) yang kini bertugas di Sultra.
Gubernur Sultra Andi Sumangerukka saat ditemui di Kendari, Sabtu mengatakan bahwa dalam pemerintahannya akan mengedepankan persatuan dan kerja sama tanpa membeda-bedakan latar belakang politik.
Ia mengimbau kepada seluruh kepala OPD agar tidak khawatir dengan masa lalu, terutama terkait dengan perbedaan pandangan politik dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024. Sebab, Pilkada telah selesai dan kini saatnya semua pihak bersatu untuk membangun Sultra ke depan.
“Tidak usah takut, saya tidak seperti itu, saya melihat ke depan,” kata Gubernur Sulawesi Tenggara periode 2025—2030 kelahiran 11 Maret 1963 itu.
Andi menyebutkan bahwa meskipun telah memberi sinyal tidak ada perombakan formasi jajaran OPD, pihaknya menegaskan jika evaluasi tetap menjadi bagian dari sistem pemerintahan.
Ia akan menilai kinerja setiap kepala OPD berdasarkan hasil kerja yang telah dicapai serta target yang belum terpenuhi.
“Pasti ada evaluasi, jadi kalau kita mau mengukur kinerja itu pasti ada evaluasi terkait apa yang sudah dikerjakan dan apa yang belum,” ujarnya.
Sebagai bentuk komitmen tersebut, pihaknya juga telah melaksanakan penandatanganan pakta integritas dan perjanjian kerja sama dengan semua pimpinan OPD lingkup Pemerintah Provinsi Sultra.
“Penandatanganan ini dilakukan agar para kepala OPD ini tidak terlibat dalam kasus korupsi dan nepotisme. Ini juga supaya mereka bisa mengedepankan kejujuran dalam menjalankan tugas,” ucapnya.
Dia menyebutkan bahwa pakta integritas yang diteken oleh para kepala OPD ini bukan semata janji antara atasan dan bawahan, melainkan janji individu kepada Tuhan sehingga wajib untuk dipertanggungjawabkan.
Pewarta: La Ode Muh. Deden Saputra/Haslan
Editor: Iskandar Zulkarnaen
Copyright © ANTARA 2025 -
/data/photo/2024/04/02/660b0bac869b2.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Resep Menjadi Negara Adikuasa Regional dan Macan Asia yang Disegani
Resep Menjadi Negara Adikuasa Regional dan Macan Asia yang Disegani
Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran. Pengamat sosial dan kebijakan publik. Peneliti di Indonesian Initiative for Sustainable Mining (IISM). Pernah berprofesi sebagai Wartawan dan bekerja di industri pertambangan.
KEINGINAN
Presiden
Prabowo Subianto
untuk menjadikan
Indonesia
sebagai negara kuat di banyak bidang agar disegani negara-negara lain cukup bisa dipahami.
Toh nyatanya Indonesia secara umum dan simbolik memang besar, setidaknya untuk ukuran regional.
Dari sisi demografis, sisi ekonomi, dan sisi karakteristik negara kepulauan yang melekat (archipelago), mengindikasikan bahwa Indonesia sebenarnya dan semestinya telah lama menjadi “regional great power”, setidaknya untuk level Asia Tenggara.
Sehingga cukup bisa dimaklumi mengapa Prabowo sangat berambisi untuk menyesuaikan potensi besar tersebut dengan kenyataan di lapangan di dalam waktu yang diasumsikan relatif singkat, maksimum dua periode pemerintahan beliau.
Memang selama ini, secara simbolik Indonesia ditahbiskan oleh publik global sebagai “negara senior” di kawasan Asia tenggara, khususnya di dalam Organisasi seperti
ASEAN
.
Namun secara faktual, nyatanya “gelar simbolik” tersebut belum didukung oleh fakta yang ada, karena itulah ditahbiskan hanya secara simbolik.
Dari sisi militer, boleh jadi jumlah dan kekuatan pertahanan Indonesia terbilang besar. Namun dari sisi kecanggihan teknologi pertahanan, misalnya, dibanding Singapura, tentu Indonesia harus rela berada di bawahnya.
Dari sisi demografis pun demikian, jumlah penduduk Indonesia terbesar di Asia Tenggara. Namun lagi-lagi dari sisi kualitas SDM, Indonesia masih jauh di bawah Malaysia atau Vietnam, bahkan Filipina, alih-alih Singapura.
Pun secara geopolitis, di level Asia Tenggara saja, Indonesia bukanlah negara dan kekuatan yang benar-benar bisa dikategorikan “leader”.
Tidak ada negara anggota ASEAN yang benar-benar bergantung kepada Indonesia secara geopolitis di satu sisi dan tak ada negara di ASEAN yang benar-benar berada di bawah “sphere of influence” Indonesia di sisi lain.
Sebut saja, misalnya, ketika kudeta terjadi di Myanmar beberapa tahun lalu. Terbukti Indonesia sebagai “pemimpin simbolik” ASEAN tidak bisa berbuat apa-apa untuk memengaruhinya.
Bahkan, China yang dianggap berada di belakang kudeta tersebut tak berkomunikasi sedikitpun dengan Indonesia.
Mengapa bisa demikian? Karena memang Myanmar, sekalipun secara kategoris dari berbagai sisi terbilang berada di bawah Indonesia, tidak berada di dalam “ruang lingkup pengaruh” Indonesia di satu sisi dan karena Indonesia secara faktual memang dianggap bukan “Regional Great Power” di sisi lain.
Apalagi dari sisi
soft power
, secara ekonomi, budaya, pendidikan,
governance
, dan SDM, misalnya, Indonesia boleh jadi masih setara atau bahkan berada di bawah Filipina.
Di level ASEAN, secara agregate memang ekonomi Indonesia paling besar, sama dengan aspek demografi. Namun, secara ekonomi, finansial Singapura sangat jelas memiliki “soft power” ketimbang Indonesia.
Singapura memiliki layanan finansial berkelas dunia, sistem perdagangan yang juga tak kalah mendunianya, pun sistem pendidikan berkualitas global, tata kelola pemerintahan yang diakui semua pihak, budaya disiplin plus budaya antikorupsi kelas wahid, dan SDM-SDM yang memiliki
skill
yang setara dengan di negara-negara maju.
Semua itu membuat negeri Singa itu menjadi “role model” di banyak bidang, bukan saja untuk negara-negara Asia Tenggara, tapi juga dunia.
Ambil contoh lain, misalnya, tentang pengaruh
soft power
negara lain terhadap generasi muda Indonesia.
Secara faktual budaya K-Pop terbukti lebih berhasil menjadi kiblat gaya hidup anak muda di Indonesia hari ini, setelah generasi sebelumnya juga sangat dipengaruhi oleh budaya “Hollywood” dari Paman Sam dan “Bollywood” dari India, plus budaya “anime” dari Jepang.
Hanya sinteron yang sangat dramatis-artifisial yang mampu memengaruhi “emak-emak” Indonesia, itupun dalam konotasi negatif.
Bahkan dalam perkembangan mutakhirnya, dengan viralnya tagar “Kabur Saja Dulu”, semakin memperjelas fakta orientasi psikologis dan kultural generasi muda kita yang sudah jauh berada di luar sana, tidak lagi ada di sini di negerinya sendiri, Indonesia.
Jadi kembali kepada ambisi Prabowo Subianto untuk menempatkan Indonesia di tengah-tengah radar internasional sebagai “regional great power”, ambisi tersebut tentu sangat bisa dipahami dan semestinya juga didukung semua pihak di Indonesia.
Selama dilakukan dengan cara dan jalan yang bisa diterima oleh semua pihak, bukan dengan jalan melemahkan demokrasi atau dengan jalan menciptakan oligarki-oligarki baru yang berada di bawah lindungan pemimpin baru, sekaligus menikmati berbagai fasilitas serta kemudahan dari pemerintah, misalnya.
Karena dengan cara dan strategi yang tidak tepat, Indonesia berpotensi stagnan alias tak bergerak ke atas dalam konteks dan hierarki status geopolitik internasional.
Misalnya, semakin bersemi korupsi dan nepotisme di Indonesia, maka serta merta akan mendegradasi Indonesia secara geopolitik di tingkat global dan stempel sebagai kepala negara koruptor akan melekat di jidat para pimpinannya sekaligus.
Oleh karena itu, ambisi regional Prabowo tersebut cukup sejalan dengan semangat antikorupsi yang memang sudah sejak dulu beliau suarakan.
Namun, apakah sudah didukung oleh fakta yang ada setelah selama beberapa bulan beliau menjadi presiden?
Nampaknya masih jauh “panggang dari api”. Semoga beberapa kasus korupsi yang mulai diproses belakangan bukanlah bagian dari perang politik, tapi murni proses penegakan “law enforcement”. Sehingga masih tersisa harapan baik untuk waktu mendatang.
Selain masalah korupsi, masalah demokrasi juga semestinya bisa menjadi “nilai unggul” Indonesia di tataran regional.
Indonesia adalah negara yang paling demokratis di Asia Tenggara, dengan tatanan dinasti politik (
dynastic politics
) yang lebih rendah dibanding Filipina, yakni negara demokratis lainnya di Asia Tenggara.
Untuk menjadi kiblat budaya politik demokratis di kawasan Asia Tenggara, sangat jelas sekali Indonesia berpotensi besar.
Selama Prabowo mewujudkan ambisi antikorupsinya di satu sisi dan melestarikan demokrasi yang substansial di sisi lain, maka Indonesia akan menjadi negara yang memiliki
soft power
politik di tingkat Asia Tenggara.
Penduduk dari negara-negara yang setengah hati menjalankan demokrasi di Asia Tenggara tentu akan menjadikan Indonesia sebagai patokan demokrasi yang ingin mereka dapatkan.
Namun, jika Indonesia justru mengesampingkan “political comparative advantage” tersebut, risikonya Indonesia justru akan menjadi “follower” di Asia dan Asia Tenggara, karena menganggap bahwa
political comparative advantage
dari status negara paling demokratis di Asia Tenggara bukanlah sebagai “soft power” dan justru dikesampingkan.
Yang terjadi kemudian adalah bahwa Indonesia akan ditertawakan di pentas internasional karena mencatumkan demokrasi di dalam konstitusinya, tapi yang dijalankan justru bentuk politik yang sama sekali tidak demokratis.
Lalu secara geopolitik, langkah yang dituju oleh Prabowo untuk mencoba bersanding dengan para pemimpin dari negara “Regional Great Power” lainnya, seperti Vladimir Putin, Xi Jinping, Recep Tayyip Erdo?an, Narendra Modi, dan memasukkan Indonesia ke dalam BRICS, pun segera akan memasuki OECD, sejatinya baru setengah jalan.
Karena setengah jalan lagi ada di kawasan di mana Indonesia berada, yakni Asia Tenggara.
Rusia berusaha terus mempertahankan pengaruhnya di negara-negara bekas bagian Uni Soviet dulu, sebagai infrastruktur geopolitik Rusia menjadi
Great Power
.
China pun sama, hampir semua negara saat ini sangat bergantung kepada China dalam satu dan lain hal, terutama Asia dan Afrika.
India pun tak berbeda, negara-negara yang dianggap satu rumpun budaya dan religius dengan India masih sangat bergantung kepada India secara geopolitis, seperti Bangladesh dan Sri Langka, misalnya.
Pun apa yang dilakukan Erdogan di Suriah baru-baru ini serta peran Turkiye di Libya juga adalah bagian dari upaya geopolitik Turkiye untuk menunjukkan ototnya (
sphere of influence
) sebagai negara regional
great power
di kawasan Asia Minor, persis seperti apa yang dilakukan Iran di Suriah dan Lebanon, misalnya, karena Iran juga mencandra dirinya sebagai regional
Great Power.
Tak terkecuali dengan Arab Saudi yang terus menunjukkan pengaruhnya di Afghanistan dan Yaman, misalnya, sebagai simbol dari upaya Arab Saudi dalam mempertahankan statusnya sebagai salah satu
the great power
di wilayah Timur Tengah dalam rangka menyaingi Iran.
Dengan kata lain, berusaha menyejajarkan diri dengan pemimpin-pemimpin negara regional
great power
lain adalah salah satu strategi penting, tapi menentukan kawasan yang menjadi domain di mana pengaruh sebuah “regional great power” direalisasikan adalah hal penting lainnya.
Karena itu, sangat penting bagi pemerintahan yang baru di sini untuk merangkul negara-negara Asia Tenggara lainnya secara halus (secara geopolitik), menebar dan memperlihatkan otot yang ada (
sphere of influence
), dan mendapatkan pengakuan dari mereka atas status Indonesia sebagai
great power
di Asia Tenggara, adalah langkah strategis lanjutan yang harus diambil oleh Presiden Prabowo Subianto.
Namun, masalahnya tentu tak semudah membalik telapak tangan. Secara ekonomi, misalnya, perekonomian Indonesia harus benar-benar bisa tumbuh tinggi sekaligus progresif alias membesar secara signifikan, di mana perekonomian negara-negara Asia Tenggara lainnya menjadi sangat terpengaruh dengan apapun perkembangan yang terjadi di Indonesia.
Celakanya, faktanya hari ini ekonomi Indonesia bergerak cukup positif, tapi negara-negara lain di Asia Tenggara tidak terlalu bergantung kepada Indonesia.
Mitra dagang utama Indonesia secara regional bukanlah ASEAN, tapi negara lain, seperti China, Amerika Serikat, dan Uni Eropa.
Bandingkan dengan Amerika Serikat, misalnya, meskipun defisitnya sangat besar dengan China, tapi mitra dagang utamanya tetap Kanada dan Meksiko, sebagai dua negara besar yang dianggap berada di bawah “sphere of influence” negeri Paman Sam.
Ketegasan Presiden Donald Trump kepada dua negara ini sejak terpilih kembali menjadi presiden adalah bagian dari pertunjukan taring Amerika Serikat sebagai negara
Great Power.
Lebih dari itu, secara geopolitik, Indonesia harus bisa bertindak bahwa Indonesia adalah protektor Asia Tenggara dalam segala urusan.
Sehingga apapun yang ingin dilakukan oleh negara besar dan
great power/super power
lain di Asia Tenggara, seharusnya menjadikan Indonesia sebagai negara pertama yang akan diajak untuk berbicara.
Sayangnya hal itu pun masih jauh dari harapan. Bung Karno mengampanyekan “ganyang Malaysia” pada awalnya adalah karena ketersinggungan beliau terhadap rencana Inggris yang ingin memerdekakan Malaysia (termasuk Singapura kala itu), tanpa terlebih dahulu berkonsultasi dengan Indonesia yang di mata Bung Karno kala itu adalah “Regional Great Power” di Asia Tenggara.
Hari ini, Presiden Prabowo Subianto yang kerap mereferensikan dirinya kepada kepemimpinan nasionalistik Sukarno tentu harus belajar banyak dari kegagalan-kegagalan di masa lalu bahwa untuk menjadi negara besar dan “great power regional” tidak bisa sekadar didukung oleh narasi-narasi perlawanan terhadap negara adikuasa, tapi juga harus membangun Indonesia dari dalam di satu sisi dan membangun “ruang pengaruh/sphere of influence” tersendiri di kawasan Asia tenggara di sisi lain, agar Indonesia benar-benar secara defacto dianggap sebagai
great power
di tingkat regional.
Faktanya, karena Indonesia belum mampu bertindak sebagai “great power” di Asia Tenggara, maka hampir semua anggota ASEAN justru berada dalam pengaruh dua kekuatan besar dunia, yakni Amerika Serikat dan China.
Apalagi, ketika Prabowo bertemu dengan Xi Jinping tempo hari dan memberikan pernyataan bahwa penyelesaian masalah Laut China Selatan di Laut Natuna antara Indonesia dengan China bisa diselesaikan dengan jalur bilateral, serta merta membuat negara-negara anggota ASEAN justru mencurigai Indonesia dan semakin pesimistis bahwa Indonesia layak dianggap sebagai
Great Power
kawasan Asia Tenggara.
Pasalnya, apa yang disampaikan oleh Presiden Prabowo melenceng dari “soliditas keserumpunan ASEAN” yang selama ini telah dibangun di satu sisi dan melenceng dari komitmen awal ASEAN untuk penyelesaian masalah Laut China Selatan dengan China harus melalui jalur multilateral dan jalur ASEAN.
Dengan kata lain, yang disampaikan Prabowo justru membuat Indonesia berpotensi dikucilkan di Asia Tenggara, alih-alih dianggap sebagai “senior” di Asia Tenggara.
Jadi secara geopolitik di Asia Tenggara, Indonesia harus mulai bersuara lantang dan menggandeng negara-negara yang bisa mengambil keuntungan ekonomi dan politik dari Indonesia, dalam makna positif tentunya, di mana Indonesia melebarkan sayap-sayap ekonominya ke negara-negara seperti Timor Leste, Brunei Darussalam, Myanmar, Filipina, dan bahkan Malaysia, sebelum Indonesia bisa menggandeng Singapura dan Vietnam, misalnya, yang dalam banyak hal tercandra lebih progresif dari Indonesia.
Bahkan catatan khusus harus diberikan untuk Timor Leste, misalnya. Sekalipun pernah lepas dari Indonesia, tapi karena langsung bersebelahan dengan Indonesia, Indonesia semestinya harus bisa merebut kembali Timor Leste dalam makna geopolitis.
Jangan biarkan pihak lain “cawe-cawe” di negara kecil yang berbatasan langsung dengan Indonesia itu.
Bahkan Indonesia harus mendorong BUMN dan para oligar-oligar dalam negeri untuk mencari peluang investasi dan berekspansi ke negara tetangga, termasuk Timor Leste, agar tidak hanya menjadi raja kandang yang terus-menerus disusui oleh ibu pertiwi.
Hal ini sangat strategis dan urgen dilakukan, mengingat dari berbagai sisi, Indonesia bisa menjadi mitra strategis bagi negara-negara tersebut di satu sisi dan bisa memberikan “sesuatu”, baik secara ekonomi maupun geopolitik dan pertahanan, di sisi lain.
Gunanya tentu untuk menapaki jalan dalam mendapatkan pengakuan dari negara-negara tetangga terdekat sebagai negara regional
great power.
Pun langkah tersebut bisa dijadikan bagian dari bidak catur geopolitik Indonesia untuk mengunci pengakuan dari negara-negara terdekat atas kedaulatan teritorial Indonesia, terutama di daerah-daerah yang sedang berkonflik dengan pemerintahan pusat, seperti Papua.
Tujuan teknisnya tentu seperti yang dilakukan China di lembaga-lembaga internasional di mana mayoritas negara di dunia tak lagi mempersoalkan kebijakan-kebijakan China di Xinjiang dan Tibet, misalnya, karena mayoritas negara di dunia kini sudah semakin bergantung kepada China, terutama dari sisi ekonomi, teknologi, dan militer.
Dan tentu saja langkah-langkah strategis yang “outward looking” ini harus dijalankan bersamaan dengan pembenahan dan penguatan kapasitas internal Indonesia dari segala sisi secara “superserius” dan “superfokus”, terutama dari sisi ekonomi, pertahanan, SDM, dan ilmu pengetahuan serta teknologi. Semoga!
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Korupsi Pertamina Buat Masyarakat Resah, PKB Ingin Presiden Jadikan Ini Momentum untuk BUMN Berbenah – Halaman all
TRIBUNNEWS.COM – Wakil Ketua Harian PKB Najmi Mumtaza Rabbany buka suara terkait adanya kasus korupsi tata kelola minyak mentah yang terjadi di PT Pertamina Patra Niaga.
Diketahui korupsi di Pertamina ini ramai jadi perbincangan publik, terlebih saat muncul isu adanya Pertamax oplosan.
Hal ini pun membuat banyak masyarakat merasa resah dan dirugikan.
Menanggapi kasus korupsi di Pertamina, Najmi mendukung agar Presiden Prabowo Subianto memanfaatkan momentum ini untuk membersihkah praktik korupsi di BUMN, terutama di Pertamina.
“Kami di PKB tentu mendukung penuh langkah Pak Presiden Prabowo untuk bersih-bersih BUMN, terutama di Pertamina, ya,” kata Najmi, dilansir Kompas.com, Sabtu (1/3/2025).
Menurut Najmi, pembenahan di PT Pertamina ini harus dilakukan agar tidak ada lagi kecurangan yang terjadi di BUMN.
“Bagi kami, dugaan korupsi di (lingkungan) PT Pertamina harus menjadi momentum untuk berbenah, tidak ada lagi kecurangan oleh siapa pun di tubuh BUMN,” imbuh Najmi.
Lebih lanjut, Najmi menilai pemberantasan korupsi di BUMN ini seharusnya menjadi prioritas pemerintah.
Agar pemerintah juga bisa mengamankan dan menyelamatkan aset negara.
Selain itu pembenahan di BUMN ini juga bisa membantu untuk meningkatkan kepercayaan publik kepada BUMN.
Mengingat setelah kasus korupsi di Pertamina ini muncul, kekecewaan yang dialami masyarakat sangat besar.
Mereka banyak yang tak percaya lagi dengan Pertamina dan memilih membeli BBM di perusahaan swasta.
Hal ini pun membuat tingkat kepercayaan publik ke Pertamina menjadi menurun.
“Pemberantasan korupsi harus menjadi prioritas utama untuk menyelamatkan aset negara dan meningkatkan kepercayaan publik terhadap BUMN,” terang Najmi.
Najmi menambahkan, BUMN adalah perusahaan negara, sehingga sudah seharusnya pengelolaan BUMN ini bisa transparan dan profesional.
Bukan malah dimanfaatkan oleh oknum-oknum tidak bertanggungjawab untuk mendapatkan keuntungan pribadi.
“BUMN adalah perusahaan negara yang seharusnya dikelola dengan transparan dan profesional, bukan menjadi lahan bancakan segelintir oknum untuk meraup keuntungan pribadi dan golongan.”
“Jangan biarkan Presiden berjuang sendirian. Rakyat harus bersatu padu melawan para koruptor yang menggasak uang negara dan telah menyengsarakan hidup rakyat selama ini,” pungkasnya.
Buntut Kasus Korupsi di Pertamina, DPR Desak Audit Pengadaan BBM
Anggota Komisi VI DPR RI, Sadarestuwati, mendesak agar dilakukan audit menyeluruh terhadap proses pengadaan BBM bersubsidi Pertalite RON 90 dan Pertamax RON 92.
Hal ini merespons dugaan kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) periode 2018-2023.
Sadarestuwati meminta agar audit dilakukan secara transparan guna mengembalikan kepercayaan publik terhadap penyelenggara negara.
“Kami mendengar bahwa kerugian negara yang ditangani Kejaksaan Agung sebesar Rp 193,7 triliun. Itu baru perhitungan di satu tahun saja, bukan kerugian selama periode 2018-2023. Artinya, penyelenggaraan BBM ini telah melenceng dari tujuan awalnya,” kata Sadarestuwati saat dihubungi pada Jumat (28/2/2025).
Dia menyoroti dugaan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang terus membayangi Pertamina.
Menurutnya, fenomena trust issue di masyarakat kian menguat akibat berbagai dugaan ketidakwajaran dalam pengelolaan BBM, termasuk perbedaan kualitas antara Pertalite dan Pertamax yang menjadi perbincangan luas.
“Pertamina itu harus menghadirkan BBM yang murah dan berkualitas untuk kesejahteraan rakyat. Kasus ini justru memperlihatkan bahwa Pertamina hadir untuk penderitaan rakyat. Ini serba kacau dan berkebalikan.”
“Sampai beredar luas itu lelucon Pertamax adalah Pertalite yang enggak antre. Jangan disalahkan rakyat merasa ada trust issue dan marah,” ujar Sadarestuwati.
Sadarestuwati juga menilai bahwa permasalahan BBM ini bisa jadi merupakan fenomena gunung es yang dampaknya lebih luas dari yang terlihat.
“Coba dihitung, ada berapa konsumen di pabrikan mobil dan bengkel mobil yang mengadu ke Komisi VI terkait urusan ‘Pertalite yang nggak antre’ ini. Korbannya itu masyarakat lho, jangan dianggap enteng. Saya akan minta Badan Perlindungan Konsumen ikut turun tangan biar komprehensif,” jelasnya.
Dia menegaskan bahwa audit dan penyelidikan harus dilakukan tanpa pandang bulu, termasuk mengusut dugaan konflik kepentingan di dalam tubuh Pertamina.
“Rakyat tahu itu masih ada kaitannya dengan Nepotisme. Benar itu, rakyat tahu tapi mereka diam tak berani bersuara,” ucap Sadarestuwati.
Selain meminta audit, Sadarestuwati juga mendesak Pertamina untuk memberikan penjelasan secara terbuka kepada publik.
Dia menyoroti keluhan masyarakat yang merasa kualitas BBM tidak konsisten, bahkan kendaraan mereka mengalami kendala kecil setelah menggunakan Pertamax.
“Kan kecewa rakyat sudah beli BBM Non-Subsidi ternyata diperlakukan seperti ini,” tutur Sadarestuwati.
(Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Fersianus Waku)(Kompas.com/Tria Sutrisna)
Baca berita lainnya terkait Kasus Korupsi Minyak Mentah.