Kasus: nepotisme

  • Warga Pendatang Jadi Sebab Lonjakan Pendaftaran PSSU
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        5 Mei 2025

    Warga Pendatang Jadi Sebab Lonjakan Pendaftaran PSSU Megapolitan 5 Mei 2025

    Warga Pendatang Jadi Sebab Lonjakan Pendaftaran PSSU
    Penulis
    JAKARTA, KOMPAS.com – 
    Lonjakan jumlah pelamar petugas Penanganan Prasarana dan Sarana Umum (
    PPSU
    ) di DKI Jakarta ternyata dipicu oleh meningkatnya jumlah
    warga pendatang
    yang datang ke ibu kota usai Lebaran 2025.
    Hal tersebut disampaikan langsung oleh Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, saat meninjau proses perekrutan PPSU di Balai Kota, Senin (5/5/2025).
    Menurut Pramono, setelah masa arus balik Lebaran, pergerakan warga ke Jakarta mengalami peningkatan signifikan.
    Banyak di antara mereka datang dengan harapan mendapatkan pekerjaan di Jakarta, termasuk menjadi petugas PPSU.
    “Karena memang kemarin setelah lebaran yang arus mudiknya pada waktu itu berkurang, yang datang bertambah. Dan yang datang bertambah inilah yang kemudian mereka banyak mencari peluang bekerja, salah satunya di PPSU,” kata Pramono, dikutip dari situs resmi Pemprov DKI Jakarta.
    Minat terhadap posisi PPSU tahun ini memang melonjak tajam. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mencatat lebih dari 7.000 pelamar mendaftar untuk mengisi kuota rekrutmen PPSU sebanyak 1.100 orang.
    Jumlah ini menunjukkan rasio persaingan yang ketat, yakni sekitar satu posisi diperebutkan oleh enam hingga tujuh orang.
    Gubernur Pramono menegaskan, bahwa proses perekrutan akan dilakukan secara adil dan transparan tanpa celah untuk praktik nepotisme atau “orang dalam”.
    Dirinya telah memantau langsung tahapan seleksi di tingkat kelurahan dan kantor wali kota guna memastikan integritas proses tersebut.
    “Saya bilang supaya ini fairness, tidak ada istilah orang dalam, transparan,” tegas Pramono.
    Lebih lanjut, Pramono menambahkan, bahwa hasil akhir seleksi akan ditentukan berdasarkan penilaian objektif sesuai dengan kriteria yang ditetapkan oleh Balai Kota.
    Melihat tingginya animo masyarakat terhadap pekerjaan PPSU, Pemprov DKI Jakarta berencana membuka rekrutmen tambahan pada akhir 2025 atau awal 2026, dengan kuota 506 orang.
    Kondisi ini sekaligus menyoroti tantangan ketenagakerjaan di Jakarta pasca-Lebaran, di mana urbanisasi terus mendorong lonjakan pencari kerja.
    Pemprov DKI Jakarta pun dihadapkan pada tanggung jawab besar untuk menyediakan lapangan kerja yang layak, serta memastikan proses perekrutan berjalan jujur dan adil.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kata KPK & Erick Thohir Soal Direksi BUMN Bukan Penyelenggara Negara

    Kata KPK & Erick Thohir Soal Direksi BUMN Bukan Penyelenggara Negara

    Bisnis.com, JAKARTA — Implementasi Undang-undang No.1/2025 tentang Badan Usaha Milik Negara alias BUMN tampaknya akan berimbas signifikan dalam proses pemberantasan perkara hukum di tubuh perusahaan pelat merah. Apalagi dalam beleid itu, BUMN telah dikeluarkan dari rumpun ‘penyelenggara negara’. 

    Adapun pekan lalu, Menteri BUMN dan jajaran bertemu dengan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sejumlah isu dibahas salah satunya terkait dengan status direksi hingga komisaris pasca pelaksanaan UU BUMN versi terbaru.

    Sejauh ini lembaga antikorupsi, masih  akan mengkaji substansi bahwa direksi maupun komisaris dalam regulasi itu bukan penyelenggara negara.

    “Perlu ada kajian, baik itu dari Biro Hukum maupun dari Kedeputian Penindakan, untuk melihat sampai sejauh mana aturan ini akan berdampak terhadap penegakan hukum yang bisa dilakukan di KPK,” ujar Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto dilansir dari Antara, Senin (5/5/2025).

    Tessa menjelaskan bahwa kajian diperlukan mengingat komitmen Presiden Prabowo Subianto yang menginginkan untuk meminimalkan, bahkan menghilangkan kebocoran anggaran.

    Selain itu, kata dia, kajian dibutuhkan agar KPK dapat memberikan masukan kepada pemerintah terkait perbaikan maupun peningkatan suatu peraturan perundang-undangan, terutama yang berkaitan dengan pemberantasan korupsi.

    Sementara itu, dia menyatakan bahwa KPK merupakan pelaksana UU. Dengan demikian, penegakan hukum terkait tindak pidana korupsi tidak boleh keluar dari aturan yang ada, termasuk mengenai direksi maupun komisaris BUMN dalam UU BUMN.

    “Kalau memang saat ini bukan merupakan penyelenggara negara yang bisa ditangani oleh KPK, ya tentu KPK tidak bisa menangani,” jelasnya.

    Konsultasi Erick Thohir 

    Di sisi lain, Menteri BUMN Erick Thohir berkoordinasi dengan berbagai lembaga, termasuk KPK, untuk membahas sederet perubahan di tubuh perusahaan pelat merah menyusul lahirnya Undang-Undang (UU) No.1/2025 tentang BUMN. 

    Erick menjelaskan Kementerian BUMN  saat ini masih berkoordinasi untuk menyinkronkan berbagai aturan baru di UU BUMN, termasuk mengenai status penyelenggara negara pada petinggi pelat merah. Dia menyebut koordinasi dilakukan salah satunya dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

    “Justru kenapa kita ada sinkronisasi dengan KPK, Kejaksaan, BPK, semua ini ya tadi, untuk supaya semuanya transparan, dan ada juklak-juklak daripada penugasan yang lebih ini,” katanya kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (29/4/2025). 

    Lebih lanjut, Erick memastikan bakal ada peraturan turunan yang akan mendefinisikan lebih lanjut aturan mengenai status penyelenggara negara bagi komisaris-direksi BUMN sebagaimana tertuang di dalam UU. 

    Menurutnya, beleid tersebut belum sepenuhnya dijalankan dan masih dirapikan sebelum seutuhnya diterapkan. 

    “Iya pasti, ini kan namanya baru lahir. Baru lahir, belum jalan. Justru kita rapikan sebelum jalan, dari pada nanti ikut geng motor tabrak-tabrakan, mendingan kita rapikan,” kata pria yang merangkap sebagai Ketua Dewan Pengawas Danantara itu. 

    Erick memastikan upaya sinkronisasi definisi soal status penyelenggara negara atas komisaris-direksi BUMN itu akan terus dilakukan. Dia enggan berkomentar lebih lanjut. 

    “Iya itu UU-nya ada definisinya, tapi tentu ini yang kita harus sinkronisasi. Saya tidak mau terlalu mendetailkan, nanti ada perbedaan persepsi yang jadi polemik baru. Nah ini yang kita tidak mau, kenapa sejak awal kita langsung rapatkan,” terang Menteri BUMN sejak 2019 itu.

    Poin Perubahan UU BUMN

    Berdasarkan catatan Bisnis, rancangan Revisi Undang-undang No.19/2003 tentang BUMN versi DPR menegaskan bahwa Badan Pengelola Investasi Danantara serta Direksi, Komisaris, hingga Dewan Pengawas BUMN bukan bagian dari rumpun penyelenggara negara. Ketentuan mengenai status kepegawaian Badan tercantum dalam Pasal 3 Y RUU BUMN.

    Sementara itu, ketentuan yang mengatur mengenai status Direksi, Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN bukan penyelenggara negara diatur secara eksplisit dalam Pasal 9G.

    Pasal tersebut berbunyi sebagai berikut:

    “Anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN bukan merupakan penyelenggara negara.” 

    Adapun, Pasal 87 angka 5 menyatakan bahwa pegawai BUMN juga bukan penyelenggara negara. Namun demikian, aturan itu hanya melekat kepada mereka yang diangkat hingga diberhentikan sesuai dengan peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. 

    Di sisi lain, untuk komisaris atau dewan pengawas yang berasal dari penyelenggara negara, statusnya sebagai penyelenggara tetap melekat.  

    Menariknya, ketentuan mengenai status kepegawaian karyawan hingga direksi BUMN bersifat lex specialist, kecuali ketentuan lainnya terkait penyelenggara negara yang tidak diatur dalam RUU BUMN. 

    Itu artinya tidak ada celah dari undang-undang lain untuk mengintervensi status BUMN bukan sebagai penyelenggara negara. 

    Ketentuan tersebut juga berlaku terhadap UU No.28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), terutama Pasal 2, yang kategorikan pegawai BUMN sebagai penyelenggara negara. Aturan inilah yang sering menjadi rujukan penegak hukum untuk menindak oknum di BUMN. 

  • Pelamar PPSU di Jakarta tembus lebih dari 7 ribu orang

    Pelamar PPSU di Jakarta tembus lebih dari 7 ribu orang

    Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung. ANTARA/Risky Syukur

    Pelamar PPSU di Jakarta tembus lebih dari 7 ribu orang
    Dalam Negeri   
    Editor: Novelia Tri Ananda   
    Minggu, 04 Mei 2025 – 16:51 WIB

    Elshinta.com – Jumlah pelamar pekerjaan Penanganan Prasarana dan Sarana Umum (PPSU) di Jakarta mencapai lebih dari tujuh ribu orang.

    “Ini, sudah lebih dari komposisi yang dibutuhkan,” kata Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung dalam keterangan resmi di Jakarta, Minggu. 

    Dengan demikian, lanjut Pramono, alokasi untuk PPSU tetap sehingga tak bisa ditambah lebih dari 1.100 orang.  Pram menyebut akan mengawasi proses perekrutan petugas PPSU agar transparan dan bersih dari unsur nepotisme. Ia juga sudah menginstruksikan jajaran lurah, camat dan wali kota agar tidak mengambil keputusan dalam menetapkan proses penentuan petugas PPSU yang akan direkrut.

    “Proses rekrutmen akan dilakukan secara transparan dan kita membuka diri terhadap berbagai masukan,” kata Pram.

    Ia menegaskan hanya Gubenur DKI Jakarta yang bisa menetapkan personel yang direkrut dan dilakukan berjenjang mulai dari lurah, camat hingga wali kota.

    “Sampai saat ini proses rekrutmen masih belum sampai di meja saya. Nanti setelah sampai di saya, akan saya buat secara transparan dan terbuka sehingga rumor tentang orang dalam, tak ada,” demikian Pramono.

    Data yang dihimpun menyebutkan, jumlah petugas Penanganan Prasarana dan Sarana Umum (PPSU) aktif di DKI Jakarta saat ini diperkirakan berkisar antara 10.687 hingga 18.960 orang.  Jumlah itu bervariasi tergantung pada kebutuhan masing-masing dari total 267 kelurahan, dengan setiap kelurahan biasanya mempekerjakan antara 40 hingga 70 petugas.

    Pada 2025, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membuka rekrutmen untuk 1.652 posisi PPSU baru guna mengisi kekosongan di berbagai kelurahan.  Gaji petugas PPSU di DKI Jakarta mengikuti Upah Minimum Provinsi (UMP) 2025, yaitu sebesar Rp5.396.791 per bulan . Selain gaji pokok, petugas juga menerima berbagai tunjangan, termasuk BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan dan Tunjangan Hari Raya (THR) .

    Sumber : Antara

  • Soeharto Berpeluang Peroleh Gelar Pahlawan Tahun Ini, 2 Kali Pernah Gagal

    Soeharto Berpeluang Peroleh Gelar Pahlawan Tahun Ini, 2 Kali Pernah Gagal

    Soeharto Berpeluang Peroleh Gelar Pahlawan Tahun Ini, 2 Kali Pernah Gagal
    Penulis
     
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Menteri Sosial (
    Mensos
    ) Saifullah Yusuf menyebut, Presiden ke-2 RI
    Soeharto
    berpeluang mendapatkan gelar
    Pahlawan Nasional
    pada tahun ini. Setelah sempat dua kali diajukan tetapi kandas.
    Sebab, menurut Mensos, keputusan mengenai pemberian
    gelar Pahlawan Nasional
    akan diumumkan pada November 2025
    “Jadi, itu nanti akan diputus bulan November lah, akhir Oktober atau bulan November itu oleh Presiden. Kalau dari kami, tentu targetnya sebelum Agustus sudah bisa naik ke Dewan Gelar,” kata Mensos di Kompleks Istana, Jakarta, Rabu (30/4/2025).
    Namun, pria yang karib disapa Gus Ipul ini menjelaskan bahwa tim dari Kementerian Sosial (Kemensos) masih dalam proses pengkajian. Sebab, ada syarat yang harus dipenuhi sebelum diajukan kepada Dewan Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan.
    Gus Ipul lantas mengungkapkan, syarat-syarat yang diperlukan untuk pengajuan Soeharto kali ini sudah diselesaikan.
    Oleh karena itu, Mensos menyebut, Soeharto berpeluang mendapatkan gelar Pahlawan Nasional pada 2025.
    “Beliau itu kan sudah dua kali diajukan. Sudah dua kali diajukan dari tahun 2010, 2015, dan sekarang secara normatif sudah terpenuhi semua,” ujar Gus Ipul.
    Dia pun menjelaskan bahwa pengajuan gelar pahlawan untuk Soeharto sebelumnya terkendala Ketetapan (TAP) MPR Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
    Akan tetapi, nama Soeharto sudah dicabut dari TAP MPR tersebut pada September 2024. Sehingga, tidak ada lagi kendala bagi Soeharto memeroleh gelar Pahlawan Nasional.
    “Dulu kendalanya itu dari risalah yang saya baca itu karena ada TAP MPR itu kan. Sekarang, TAP MPR-nya sudah dicabut. Jadi, maka saya sebut berpeluang untuk mendapatkan gelar pahlawan tahun ini,” kata Gus Ipul.
    Diketahui, Nama Soeharto kembali diusulkan sebagai calon Pahlawan Nasional 2025 oleh Kementerian Sosial (Kemensos) bersama Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP) pada Maret 2025.
    Mensos mengatakan, pengusulan tersebut dilakukan secara berjenjang, mulai dari tingkat daerah hingga ke pemerintah pusat.
    Selain itu, ada syarat umum dan syarat khusus yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan.
    Namun, tak berhenti pada persyaratan. Sebab, nama yang berhasil masuk dalam daftar usulan akan diberikan kepada Dewan Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan untuk kembali dikaji sebelum akhirnya diberikan kepada Presiden.
    Sebagaimana diketahui, tidak hanya Soeharto yang disebut-sebut masuk dalam daftar usulan, ada sembilan nama lainnya yang tengah dikaji.
    Berikut 10 nama calon yang diusulkan masuk dalam daftar calon Pahlawan Nasional termasuk asal daerah pengusul:
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Prabowo Disebut Bakal Putuskan Gelar Pahlawan untuk Soeharto Tahun Ini
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        30 April 2025

    Prabowo Disebut Bakal Putuskan Gelar Pahlawan untuk Soeharto Tahun Ini Nasional 30 April 2025

    Prabowo Disebut Bakal Putuskan Gelar Pahlawan untuk Soeharto Tahun Ini
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Menteri Sosial (Mensos) Saifullah Yusuf, yang akrab disapa Gus Ipul, mengungkapkan bahwa keputusan mengenai pemberian
    gelar Pahlawan
    Nasional kepada Presiden ke-2 Republik Indonesia,
    Soeharto
    , akan diumumkan pada bulan November tahun ini.
    “Jadi, itu nanti akan diputus bulan November lah, akhir Oktober atau bulan November itu oleh Presiden. Kalau dari kami, tentu targetnya sebelum Agustus sudah bisa naik ke Dewan Gelar,” kata Gus Ipul, di Kompleks Istana, Jakarta, Rabu (30/4/2025).
    Gus Ipul mengatakan, proses pengajuan
    gelar pahlawan
    untuk Soeharto saat ini sedang dibahas oleh tim
    Kementerian Sosial
    (Kemensos).
    Ia menambahkan bahwa syarat-syarat yang diperlukan untuk pengajuan tersebut sudah diselesaikan.
    Soeharto, lanjut dia, telah diajukan dua kali untuk mendapatkan gelar pahlawan, yaitu pada tahun 2010 dan 2015.
    “Beliau itu kan sudah dua kali diajukan. Sudah dua kali diajukan dari tahun 2010, 2015, dan sekarang secara normatif sudah terpenuhi semua,” ujar Gus Ipul.
    Dia pun menjelaskan pengajuan gelar pahlawan untuk Soeharto sebelumnya terkendala Ketetapan (TAP) MPR Nomor XI/MPR/1998 soal korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
    Akan tetapi, saat ini TAP MPR itu sudah dicabut. Maka itu, Sekretaris Jenderal PBNU ini menyebut pemberian gelar pahlawan bisa diberikan ke Soeharto.
    “Dulu kendalanya itu dari risalah yang saya baca itu karena ada TAP MPR itu kan, nah sekarang TAP MPR-nya sudah dicabut. Jadi, maka saya sebut berpeluang untuk mendapatkan gelar pahlawan tahun ini,” ungkapnya.
    Diketahui, wacana pemerintah untuk memberikan gelar pahlawan nasional kepada Presiden ke-2 Republik Indonesia Soeharto kembali mencuat dalam beberapa waktu terakhir.
    Usulan Soeharto menjadi pahlawan nasional datang dari Kementerian Sosial (Kemensos) bersama Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP).
    Dalam pemberian gelar pahlawan nasional, Soeharto haruslah dinilai memenuhi syarat umum dan syarat khusus yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Direksi BUMN Bukan Penyelenggara Negara, Erick Thohir Koordinasi dengan KPK

    Direksi BUMN Bukan Penyelenggara Negara, Erick Thohir Koordinasi dengan KPK

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri BUMN Erick Thohir berkoordinasi dengan berbagai lembaga, termasuk KPK, untuk membahas sederet perubahan di tubuh perusahaan pelat merah menyusul lahirnya Undang-Undang (UU) No.1/2025 tentang BUMN.

    Salah satunya mengenai posisi komisaris hingga direksi BUMN yang diatur bukan merupakan penyelenggara negara. 

    Erick menjelaskan Kementerian BUMN  saat ini masih berkoordinasi untuk menyinkronkan berbagai aturan baru di UU BUMN, termasuk mengenai status penyelenggara negara pada petinggi pelat merah. Dia menyebut koordinasi dilakukan salah satunya dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

    “Justru kenapa kita ada sinkronisasi dengan KPK, Kejaksaan, BPK, semua ini ya tadi, untuk supaya semuanya transparan, dan ada juklak-juklak daripada penugasan yang lebih ini,” katanya kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (29/4/2025). 

    Lebih lanjut, Erick memastikan bakal ada peraturan turunan yang akan mendefinisikan lebih lanjut aturan mengenai status penyelenggara negara bagi komisaris-direksi BUMN sebagaimana tertuang di dalam UU. 

    Menurutnya, beleid tersebut belum sepenuhnya dijalankan dan masih dirapikan sebelum seutuhnya diterapkan. 

    “Iya pasti, ini kan namanya baru lahir. Baru lahir, belum jalan. Justru kita rapikan sebelum jalan, dari pada nanti ikut geng motor tabrak-tabrakan, mendingan kita rapikan,” kata pria yang merangkap sebagai Ketua Dewan Pengawas Danantara itu. 

    Erick memastikan upaya sinkronisasi definisi soal status penyelenggara negara atas komisaris-direksi BUMN itu akan terus dilakukan. Dia enggan berkomentar lebih lanjut. 

    “Iya itu UU-nya ada definisinya, tapi tentu ini yang kita harus sinkronisasi. Saya tidak mau terlalu mendetailkan, nanti ada perbedaan persepsi yang jadi polemik baru. Nah ini yang kita tidak mau, kenapa sejak awal kita langsung rapatkan,” terang Menteri BUMN sejak 2019 itu.

    Berdasarkan catatan Bisnis, rancangan Revisi Undang-undang No.19/2003 tentang BUMN versi DPR menegaskan bahwa Badan Pengelola Investasi Danantara serta Direksi, Komisaris, hingga Dewan Pengawas BUMN bukan bagian dari rumpun penyelenggara negara. Ketentuan mengenai status kepegawaian Badan tercantum dalam Pasal 3 Y RUU BUMN.

    Sementara itu, ketentuan yang mengatur mengenai status Direksi, Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN bukan penyelenggara negara diatur secara eksplisit dalam Pasal 9G.

    Pasal tersebut berbunyi sebagai berikut:

    “Anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN bukan merupakan penyelenggara negara.” 

    Adapun, Pasal 87 angka 5 menyatakan bahwa pegawai BUMN juga bukan penyelenggara negara. Namun demikian, aturan itu hanya melekat kepada mereka yang diangkat hingga diberhentikan sesuai dengan peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. 

    Di sisi lain, untuk komisaris atau dewan pengawas yang berasal dari penyelenggara negara, statusnya sebagai penyelenggara tetap melekat.  

    Menariknya, ketentuan mengenai status kepegawaian karyawan hingga direksi BUMN bersifat lex specialist, kecuali ketentuan lainnya terkait penyelenggara negara yang tidak diatur dalam RUU BUMN. 

    Itu artinya tidak ada celah dari undang-undang lain untuk mengintervensi status BUMN bukan sebagai penyelenggara negara. 

    Ketentuan tersebut juga berlaku terhadap UU No.28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), terutama Pasal 2, yang kategorikan pegawai BUMN sebagai penyelenggara negara. Aturan inilah yang sering menjadi rujukan penegak hukum untuk menindak oknum di BUMN. 

  • MK Gugurkan Gugatan Penambahan Tes IQ dan Akademik dalam Syarat Capres-Cawapres
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        29 April 2025

    MK Gugurkan Gugatan Penambahan Tes IQ dan Akademik dalam Syarat Capres-Cawapres Nasional 29 April 2025

    MK Gugurkan Gugatan Penambahan Tes IQ dan Akademik dalam Syarat Capres-Cawapres
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Gugatan Pasal 169 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) dinyatakan gugur oleh
    Mahkamah Konstitusi
    (MK).
    Adapun gugatan ini meminta agar
    Pasal 169 UU Pemilu
    7/2017 menambah syarat capres-cawapres.
    Syarat yang ingin diajukan penambahan yakni tes akademik dan pengetahuan minimal S1 atau S2 dari universitas yang kredibel.
    “Menetapkan, menyatakan permohonan pemohon gugur,” ujar Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo dalam ruang sidang MK, Jakarta Pusat, Selasa (29/4/2025).
    Dalam pertimbangannya, MK menyebut pemohon atas nama
    Muhammad Hudaya Munib
    tak pernah hadir dalam sidang pemeriksaan pada 19 Maret 2025.
    MK sempat menghubungi kembali pemohon, tetapi tidak menanggapi dan tidak memberikan keterangan ketidakhadirannya dalam sidang.
    “Dengan demikian, permohonan pemohon harus dinyatakan gugur. Oleh karenanya, terhadap permohonan
    a quo
    , Mahkamah mengeluarkan ketetapan,” ucap Suhartoyo.
    Terkait isi gugatan, pemohon awalnya juga ingin menambah tes pemahaman tentang konstitusi, ekonomi, dan geopolitik agar keputusan berbasis ilmu pengetahuan.
    Kedua adalah tes bahasa dan retorika publik.
    Pemohon menginginkan agar capres-cawapres mempunyai skor TOEFL 550 dan tes
    public speaking
    .
    Ketiga, terkait psikotes, yaitu IQ, EQ, dan tes kepribadian.
    Keempat, pengalaman kepemimpinan minimal 10 tahun.
    Kelima, rekam jejak bersih dari nepotisme, termasuk jejak korupsi, dan tidak boleh maju karena faktor dinasti politik.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Perilaku Koruptif di Dunia Pendidikan, Komisi X DPR Soroti Minimnya Nilai Kejujuran
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        27 April 2025

    Perilaku Koruptif di Dunia Pendidikan, Komisi X DPR Soroti Minimnya Nilai Kejujuran Nasional 27 April 2025

    Perilaku Koruptif di Dunia Pendidikan, Komisi X DPR Soroti Minimnya Nilai Kejujuran
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian menilai pendidikan di Indonesia masih fokus pada capaian akademik saja. Sementara itu,
    nilai kejujuran
    dan tanggung jawab masih kurang.
    Hal ini merespons temuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lewat
    Survei Penilaian Integritas
    (SPI) yang menemukan
    perilaku koruptif
    di lingkungan pendidikan.
    “Fenomena ini menunjukkan bahwa pendidikan kita masih terlalu menitikberatkan pada capaian akademik semata, sementara nilai kejujuran dan tanggung jawab. Nampaknya, belum sepenuhnya tertanam kuat dalam diri siswa maupun mahasiswa,” kata Hetifah kepada Kompas.com, dikutip Minggu (27/4/2025).
    Hetifah menilai temuan KPK mengenai masih maraknya perilaku koruptif di dunia pendidikan, seperti
    menyontek
    , plagiasi, dan perilaku koruptif lainnya, merupakan peringatan bagi semua pihak.
    Temuan ini, kata Hetifah, harus menjadi peringatan serius dan evaluasi bagi dunia pendidikan di Tanah Air.
    “Hal ini harus menjadi bahan evaluasi, bukan hanya bagi pemangku kepentingan bidang pendidikan, tetapi bagi kita semua terhadap sistem pendidikan nasional, terutama dalam aspek pembentukan karakter, integritas, dan etika peserta didik,” ujarnya.
    Politikus Partai Golkar ini menilai, guru, dosen, dan pemerintah, harus memperkuat pendidikan karakternya secara menyeluruh.
    Menurutnya, penguatan ini tidak hanya melalui kurikulum formal, tetapi juga melalui keteladanan, iklim sekolah dan kampus yang sehat. Termasuk sistem evaluasi yang tidak melulu berbasis nilai ujian.
    Selain itu, guru dan dosen perlu menanamkan nilai integritas dalam proses pembelajaran.
    “Fenomena ini adalah peringatan bahwa kita tidak hanya perlu mencetak generasi cerdas, tetapi juga generasi yang jujur dan bertanggung jawab,” lanjut Hetifah.
    Di sisi lain, keluarga dan masyarakat juga harus mengambil peran. Hetifah menilai orangtua harus menanamkan nilai kejujuran sejak dini.
    Orangtua juga diminta tidak hanya menuntut anak untuk berprestasi secara akademik, tetapi juga mendukung proses belajar yang sehat dan bermakna.
    “Masyarakat harus menjadi mitra aktif sekolah dan kampus dalam menciptakan ekosistem pendidikan yang menjunjung tinggi nilai moral, karena keberhasilan pendidikan sejati bukan hanya diukur dari nilai di atas kertas, tetapi dari karakter yang terbentuk,” sambungnya.
    Berdasarkan Survei Penilaian Integritas (SPI), integritas pendidikan tahun 2024 berada di angka 69,50 atau masuk dalam posisi koreksi.
    Adapun skor tersebut turun dari skor SPI 2023 yang berada di angka 71.
    “Indeks Integritas Pendidikan Nasional tahun 2024 69,50 berada di level koreksi atau bermakna bahwa upaya perbaikan integritas melalui internalisasi nilai-nilai integritas sudah dilakukan, meski implementasi serta pengawasan belum merata, konsisten, dan optimal,” kata Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK, Wawan Wardiana, dalam acara peluncuran SPI Pendidikan di Gedung C1 KPK, Jakarta, Kamis (24/4/2025).
    Wawan mengatakan terdapat beberapa temuan dari hasil SPI Pendidikan 2024, baik di tingkat sekolah maupun perguruan tinggi.
    Pertama, terkait kejujuran akademik, menunjukkan bahwa 78 persen sekolah dan 98 persen kampus masih ditemukan kasus menyontek.
    “Kasus plagiarisme masih ditemukan pada guru/dosen di satuan pendidikan, yaitu kampus (43 persen), sekolah (6 persen),” ujarnya.
    Terkait ketidakdisiplinan akademik, menunjukkan bahwa 69 persen siswa masih ada guru yang terlambat hadir ke sekolah, dan 96 persen mahasiswa menyatakan masih ada dosen yang terlambat ke kampus.
    Bahkan disebut juga, 96 persen kampus dan 64 persen sekolah masih ada dosen/guru yang tidak hadir tanpa alasan yang jelas.
    Terkait gratifikasi, ada 30 persen dari guru/dosen dan 18 persen kepala sekolah/rektor masih menganggap pemberian hadiah dari siswa atau wali murid sebagai hal yang wajar untuk diterima.
    “65 persen sekolah ditemukan bahwa orang tua siswa terbiasa memberikan bingkisan atau hadiah kepada guru saat hari raya atau kenaikan kelas,” kata dia.
    Kemudian, ada 43 persen sekolah dan 68 persen kampus yang menentukan vendor pelaksana/penyedia barang dan jasa berdasarkan relasi pribadi.
    Pengadaan/pembelian barang dan jasa dilakukan secara kurang transparan, dengan persentase sebanyak 75 persen sekolah dan 87 persen kampus.
    Terkait penggunaan Dana
    BOS
    , sebanyak 12 persen sekolah menggunakan dana BOS tidak sesuai peruntukkannya.
    Di antaranya, 17 persen sekolah masih ditemukan pungutan terkait dana BOS; 40 persen sekolah masih ditemukan nepotisme dalam pengadaan barang dan jasa atau proyek; dan 47 persen sekolah masih melakukan penggelembungan biaya penggunaan dana lainnya.
    Selain itu, hasil survei menunjukkan 28 persen sekolah masih ditemukan pungutan di luar biaya resmi dari sekolah dalam penerimaan siswa baru.
    “Pungutan lain juga ditemukan dalam pungli pengajuan sertifikat dan pengajuan dokumen di sekolah dan kampus,” ucap dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kuasa Hukum Hasto Sebut Uang Suap PAW DPR RI Bersumber dari Harun Masiku – Halaman all

    Kuasa Hukum Hasto Sebut Uang Suap PAW DPR RI Bersumber dari Harun Masiku – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kuasa hukum Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto, Febri Diansyah, menyatakan bahwa uang suap pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) DPR RI 2019-2024 bersumber dari Harun Masiku.

    Febri meyakini dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) perihal dugaan suap terhadap kliennya itu tidak terbukti.

    Pasalnya, menurut dia, apa yang menjadi dakwaan Jaksa tidak berkesesuaian dengan keterangan saksi yang telah dihadirkan dalam sidang sebelumnya.

    “Jadi tadi ada satu poin penting yang ada di dakwaan penuntut umum yang tidak terbukti,” kata Febri kepada wartawan di sela-sela persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (24/4/2025).

    Febri menuturkan, sebelumnya pada dakwaan, jaksa menyebut Hasto diduga menyuap mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan Rp600 juta yang diberikan dalam dua tahap.

    Akan tetapi, Wahyu dalam keterangannya pada sidang pekan lalu dan eks anggota Bawaslu, Agustiani Tio Fridelina sebagai perantara pemberi suap dalam sidang hari ini menyatakan, penyetoran uang suap itu hanya satu kali yakni 17 Desember 2019.

    Tak hanya itu, kata Febri, dari suap Rp 600 juta yang dijanjikan tersebut diketahui baru Rp200 juta yang diserahkan Tio dan kader PDIP Saeful Bahri kepada Wahyu.

    Atas hal ini, Febri pun berkesimpulan bahwasanya sumber uang suap yang selama ini dituduhkan terhadap kliennya itu justru diduga kuat berasal dari Harun Masiku yang kini berstatus buronan KPK.

    “Uangnya dari mana? Uangnya dari Harun Masiku. Itu yang tadi clear terbukti dan berkesesuaian dengan sidang sebelumnya. Jadi, kalau bisa disebut bagian penting dari dakwaan KPK tadi, itu gugur,” katanya.

    Hasto didakwa

    Hasto Kristiyanto telah didakwa melakukan tindak pidana korupsi berupa suap dalam kepengurusan PAW Harun Masiku.

    Hal itu diungkapkan JPU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat membacakan berkas dakwaan Hasto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat (14/3/2025).

    “Telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai suatu perbuatan berlanjut memberi atau menjanjikan sesuatu,” kata Jaksa KPK Wawan Yunarwanto.

    Dalam kasus tersebut, Hasto didakwa bersama-sama dengan orang kepercayaanya, yakni Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku, memberikan uang sejumlah 57.350 ribu dolar Singapura (SGD) kepada mantan anggota KPU Wahyu Setiawan.

    Uang tersebut diberikan kepada Wahyu agar KPU bisa mengupayakan menyetujui pergantian calon anggota legislatif terpilih dari daerah pemilihan Sumatra Selatan 1 atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.

    “Yang bertentangan dengan kewajiban Wahyu Setiawan selaku anggota KPU RI yang termasuk penyelenggara negara sebagaimana diatur dalam Pasal 5 angka 4 dan angka 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme,” ucap Jaksa.

    Jaksa mengatakan peristiwa itu bermula pada 22 Juni 2019 dilaksanakan rapat pleno DPP PDIP untuk membahas perolehan suara Nazarudin Kiemas calon anggota legislatif dapil Sumatera Selatan 1 yang telah meninggal dunia.

    Adapun dalam pemilu 2019, Nazarudin dinyatakan memperoleh 34.276 suara, disusul Riezky Aprilia 44.402 suara, Darmadi Djufri 26.103 suara, Doddy Julianto Siahaan 19.776 suara, Diana Oktasari 13.310 suara.

    Kemudian di urutan kelima ada Harun Masiku dengan perolehan suara 5.878 suara, Suharti 5.669 suara dan Irwan Tongari 4.240 suara.

    Lalu berdasarkan hasil rapat pleno tersebut, Hasto selaku Sekjen memerintahkan Tim Hukum PDIP, Donny Tri Istiqomah menjadi pengacara partai untuk menggugat materi Pasal 54 ayat (5) huruf k tentang peraturan KPU nomor 3 tahun 2019 ke Mahkamah Agung (MA).

    Setelah itu, Hasto memanggil Donny dan Saeful Bahri ke rumah aspirasi di Jakarta Pusat untuk memberi perintah agar membantu Harun Masiku untuk menjadi anggota DPR RI.

    “Dan melaporkan setiap perkembangan, baik mengenai komitmen penyerahan uang dan segala hal terkait pengurusan Harun Masiku kepada Terdakwa,” ujar Jaksa.

    Selang satu bulan, yakni Juli 2019, DPP PDIP kembali menggelar rapat pleno dengan keputusan menetapkan Harun Masiku sebagai caleg mengganti posisi Nazarudin Kiemas.

    Atas keputusan itu Hasto pun memberitahu kepada Donny Tri untuk mengajukan surat permohonan kepada KPU.

    Kemudian, DPP PDIP bersurat kepada KPU yang pada pokoknya meminta agar perolehan suara Nazarudin Kiemas dialihkan kepada Harun Masiku.

    “Menindaklanjuti surat dari DPP PDIP tersebut yang pada pokoknya KPU RI tidak dapat memenuhi permohonan DPP PDI-P karena tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku,” sebutnya.

    Setelah tidak bisa memenuhi permintaan DPP PDIP, KPU pun menetapkan Riezky Aprilia sebagai calon anggota DPR RI terpilih berdasarkan rapat pleno terbuka pada 31 Agustus 2019.

    Akan tetapi operasi pengajuan Hasto sebagai anggota DPR masih berlanjut. Hasto meminta fatwa dari MA hingga menyuap Wahyu Setiawan sebesar 57.350 SGD atau setara Rp600 juta.

    Atas perbuatan tersebut, Hasto didakwa dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

  • Harun Al Rasyid Jadi Deputi Pengawasan, Eks Penyidik KPK: Agar Penyelenggaraan Haji Bebas dari KKN – Halaman all

    Harun Al Rasyid Jadi Deputi Pengawasan, Eks Penyidik KPK: Agar Penyelenggaraan Haji Bebas dari KKN – Halaman all

    Eks penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Harun Al Rasyid resmi dilantik sebagai Deputi Bidang Pengawasan, Pemantauan, dan Evaluasi.

    Tayang: Jumat, 25 April 2025 01:18 WIB

    Tribunnews.com/ Rizki Sandi Saputra

    HARUN AL RASYID – Kasatgas Penyelidik KPK Harun Al Rasyid saat ditemui awak media di Kantor Komnas HAM RI, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (2/6/2021). 

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Badan Penyelenggara (BP) Haji Republik Indonesia resmi melantik eks penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Harun Al Rasyid sebagai Deputi Bidang Pengawasan, Pemantauan, dan Evaluasi.

    Adapun pelantikan itu dilakukan oleh Kepala BP Haji Mochamad Irfan Yusuf alias Gus Irfan di Asrama Haji Bekasi, Jawa Barat pada Rabu (23/4/2024) lalu.

    Tentang hal itu, eks penyidik KPK Yudi Purnomo mengatakan dipilihnya sosok Harun yang dikenal sebagai raja operasi tangkap tangan (OTT) KPK ini menjadi bentuk komitmen pencegahan korupsi khususnya dalam penyelenggaran ibadah haji.

    “Keputusan tepat dan bentuk konkret komitmen agar penyelenggaraan haji bebas dari KKN sehingga jemaah tidak dirugikan dan tidak ada penyelewengan dana haji Karena yang dipilih adalah orang yang mempunyai kapasitas untuk melakukan pengawasan secara ketat tanpa kompromi,” kata Yudi dalam keterangannya, Kamis (24/4/2025).

    Harun yang sebelumnya tergabung dalam Satgassus Pencegahan Korupsi Polri ini menurut Yudi tak usah lagi diragukan kredibilitasnya khususnya saat menangkap para koruptor.

    Meski dia disingkirkan oleh eks Ketua KPK Firli Bahuri karena tidak lulus dalam tes wawasan kebangsaan (TWK), pengalamannya tidak diragukan lagi.

    Yudi meyakini Harun yang diangkat melalui keputusan Presiden Prabowo tertanggal 8 April 2025 itu bisa memberikan kerja nyata agar penyelenggaraan haji bisa bebas dari praktek korupsi.

    “Sehingga ke depannya penyelenggaraan haji tidak akan ada lagi korupsi, kolusi dan nepotisme dalam berbagai hal seperti transportasi, konsumsi, penginapan dan lain sebagainya,” ungkapnya.

    “);
    $(“#latestul”).append(“”);
    $(“.loading”).show();
    var newlast = getLast;
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest_section/?callback=?”, {start: newlast,section:’1′,img:’thumb2′}, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast + 1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;
    if(val.c_url) cat = “”+val.c_title+””;
    else cat=””;

    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }
    else{
    $(“#latestul”).append(‘Tampilkan lainnya’);
    $(“#test3”).val(“Done”);
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    else if (getLast > 150) {
    if ($(“#ltldmr”).length == 0){
    $(“#latestul”).append(‘Tampilkan lainnya’);
    }
    }
    }
    });
    });

    function loadmore(){
    if ($(“#ltldmr”).length > 0) $(“#ltldmr”).remove();
    var getLast = parseInt($(“#latestul > li:last-child”).attr(“data-sort”));
    $(“#latestul”).append(“”);
    $(“.loading”).show();
    var newlast = getLast ;
    if($(“#test3”).val() == ‘Done’){
    newlast=0;
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest”, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast + 1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;
    if(val.c_url) cat = “”+val.c_title+””;
    else cat=””;
    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }else{
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    else{
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest_section/?callback=?”, {start: newlast,section:sectionid,img:’thumb2′,total:’40’}, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast+1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;

    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }else{
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    }

    Berita Terkini