Kasus: Narkoba

  • Usai Penggerebekan Berdarah di Rio, Brasil Lanjut Operasi di Sao Paolo

    Usai Penggerebekan Berdarah di Rio, Brasil Lanjut Operasi di Sao Paolo

    Sao Paulo

    Otoritas Brasil melancarkan operasi di negara bagian Sao Paulo untuk memberantas pencucian uang yang dilakukan oleh salah satu kelompok kejahatan terorganisir terbesar di negara itu, First Capital Command (PCC). Operasi ini diluncurkan usai penggerebekan berdarah di Rio de Janeiro.

    Dilansir AFP, Jumat (31/10/2025), operasi ini dilakukan dua hari setelah polisi Rio de Janeiro melakukan penggerebekan paling mematikan yang pernah dilakukan terhadap faksi kriminal besar lainnya, Comando Vermelho, atau Komando Merah. Sebanyak 121 orang tewas dalam operasi ini.

    Comando Vermelho dan First Capital Command (PCC) mengendalikan perdagangan kokain di Brasil, dengan jangkauan yang menyebar ke seluruh Amerika Latin dan, dalam kasus PCC, hingga ke Eropa.

    Pada hari Kamis waktu setempat, petugas dikerahkan ke Campinas, di tenggara kota Sao Paulo, untuk mengeksekusi sembilan surat perintah penangkapan dan sebelas surat perintah penggeledahan. Operasi ini menargetkan “pengusaha, influencer, dan pengedar narkoba,” kata kantor kejaksaan dalam sebuah pernyataan.

    Pihak berwenang juga menyita properti dan membekukan rekening bank.

    Media lokal melaporkan bahwa operasi tersebut telah menghasilkan empat penangkapan dan kematian satu tersangka. Pihak berwenang belum mengonfirmasi detailnya.

    Pada bulan Agustus, polisi melakukan operasi yang jauh lebih besar yang membongkar skema pencucian uang PCC dalam bisnis bahan bakar.

    Presiden Luiz Inácio Lula da Silva menandatangani undang-undang untuk memperkuat pemberantasan kejahatan terorganisir, termasuk hukuman yang lebih berat bagi individu yang terkait dengan kelompok tersebut.

    “Kita tidak bisa menerima bahwa kejahatan terorganisir terus menghancurkan keluarga, menindas penduduk, dan menyebarkan narkoba serta kekerasan di seluruh kota,” tulis Lula pada hari Rabu di X.

    “Kita membutuhkan kerja sama terkoordinasi yang menyerang tulang punggung perdagangan narkoba tanpa membahayakan petugas polisi, anak-anak, dan keluarga yang tidak bersalah,” imbuhnya.

    Ia mencontohkan operasi sebelumnya terhadap PCC yang telah menargetkan sektor keuangannya tanpa menimbulkan korban jiwa.

    PCC diduga telah mencuci hampir USD 10 miliar antara tahun 2020 dan 2024 melalui rantai produksi bahan bakar.

    (lir/lir)

  • Modus Baru! Pil Double L Diselundupkan ke Lapas Mojokerto Lewat Kue Kering

    Modus Baru! Pil Double L Diselundupkan ke Lapas Mojokerto Lewat Kue Kering

    Mojokerto (beritajatim.com) – Upaya penyelundupan obat terlarang ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIB Mojokerto berhasil digagalkan petugas dalam sebuah operasi pengawasan rutin pada Kamis, 24 Juli 2025.

    Dalam insiden yang terjadi pada pukul 08.42 WIB ini, petugas menemukan modus baru yang terbilang unik dan berbahaya. Yakni, penyelundupan pil koplo jenis Double L yang larut dalam makanan ringan, tepatnya dalam bentuk kue kering atau snack.

    Kejanggalan pertama kali terdeteksi saat petugas Lapas memeriksa barang bawaan seorang perempuan berinisial IA, istri dari narapidana berinisial LT yang terjerat kasus narkotika. Ketika petugas mencicipi salah satu kue yang dibawa IA, mereka merasakan rasa pahit yang tidak biasa.

    Temuan ini kemudian dilaporkan ke Satuan Narkoba Polres Mojokerto Kota untuk penyelidikan lebih lanjut. Dari hasil pemeriksaan laboratorium, ternyata kue kering tersebut positif mengandung pil Double L dengan berat total mencapai 222,34 gram.

    Kasat Narkoba Polres Mojokerto Kota, Iptu Arif Setiawan, mengungkapkan bahwa satu botol pil Double L yang digunakan dalam pencampuran tersebut berisi sekitar 10 ribu butir. Pil-pil tersebut dicampurkan ke dalam adonan kue, lalu dibentuk menyerupai stik dan keciput.

    “Rencananya, snack yang mengandung pil Double L ini akan dijual di dalam Lapas Kelas IIB Mojokerto dengan harga sekitar Rp10 ribu per stik,” jelasnya, Kamis (30/10/2025).

    Dari hasil penyelidikan lebih lanjut, terungkap bahwa IA, istri dari narapidana LT, tidak mengetahui bahwa makanan yang ia bawa mengandung narkotika. IA mengaku hanya dititipi makanan untuk diserahkan kepada suaminya di Lapas.

    Pihak berwajib kini tengah memburu orang yang mengirimkan makanan tersebut, yang telah masuk dalam daftar pencarian orang (DPO). “Istrinya tidak tahu isi sebenarnya, ia hanya diminta mengantarkan makanan oleh seseorang, dan saat ini orang tersebut sedang kami buru,” tambah Iptu Arif Setiawan.

    Kue kering yang menganding pil koplo

    Menurut Kapolres Mojokerto Kota, AKBP Herdiawan Arifianto, peredaran narkoba di dalam lembaga pemasyarakatan merupakan salah satu perhatian utama pihak kepolisian. Ia juga memberikan apresiasi kepada petugas Lapas Kelas IIB Mojokerto yang dengan cepat mendeteksi kejanggalan pada barang bawaan pengunjung.

    “Kami berkomitmen untuk terus memberantas peredaran narkoba, termasuk di dalam lembaga pemasyarakatan,” ujarnya.

    Saat ini, tiga orang yang terlibat dalam kasus penyelundupan narkoba ini telah diamankan dan akan dijerat dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Dengan berhasilnya pengungkapan ini, petugas Lapas Kelas IIB Mojokerto kembali membuktikan peran mereka dalam menjaga keamanan dan mencegah peredaran barang haram di dalam penjara. [tin/suf]

  • Ngerinya Penggerebekan Berdarah Geng Narkoba di Brasil

    Ngerinya Penggerebekan Berdarah Geng Narkoba di Brasil

    Rio de Janeiro

    Sekitar pukul 6 pagi pada Selasa (28/10), fotografer Bruno Itan terbangun oleh rentetan bunyi pesan dari ponselnya. Rumor penembakan beredar di komunitas warga di Complexo do Alemo, tempat ia dibesarkan.

    Pagi itu menjadi awal operasi polisi paling berdarah di wilayah metropolitan Rio de Janeiro sejak 1990, menurut catatan Universitas Federal Fluminense di Brasil.

    Setidaknya 121 orang tewas dan 113 orang ditangkap, sebagaimana disebutkan data resmi Kepolisian Sipil dan Militer Rio de Janeiro.

    Operasi tersebut melibatkan 2.500 petugas keamanan yang membawa 180 perintah penahanan, 100 perintah masuk penjara.

    Rangkaian peristiwa itu terjadi di kawasan seluas 9 juta meter persegi atau sekitar 12 kali luas Kompleks Gelora Bung Karno di Jakarta.

    ‘Hukuman mati’

    Aksi aparat yang disebut pemerintah setempat sebagai “operasi terbesar yang dilakukan oleh pasukan keamanan Rio de Janeiro” merupakan bagian dari Operasi Pembendungan.

    Tujuannya adalah untuk menahan ekspansi geng Comando Vermelho, yang mendominasi beberapa wilayah kota.

    Gubernur Claudio Castro menggambarkan operasi tersebut sebagai sebuah “keberhasilan” dan “pukulan telak bagi kejahatan.”

    Di sisi lain, kelompok-kelompok perlindungan hak asasi manusia menyebut operasi itu sebagai pembantaian. Mereka bahkan mempertanyakan efektivitasnya sebagai kebijakan keamanan,

    Gubernur Claudio Castro menggambarkan operasi tersebut sebagai sebuah “keberhasilan” dan “pukulan telak bagi kejahatan.” (Bruno Itan)

    Reuters

    EPA/Shutterstock

    Hal itu diamini oleh fotografer Bruno Itan.

    “Di Brasil tidak ada hukuman mati. Setiap penjahat, apa pun perbuatannya, harus ditangkap dan diadili untuk menentukan hukumannya. Namun kemarin di sini, di Complexo do Alemo dan Complexo da Penha, hukuman mati telah diterapkan,” ucapnya.

    “Yang menentukan hukuman mati ini adalah polisi sendiri. Mereka yang memutuskan siapa yang akan hidup dan siapa yang akan mati,” lanjut sang fotografer.

    Baca juga:

    Lahir di Recife, Bruno pindah ke Complexo do Alemo bersama keluarganya pada usia 10 tahun.

    Ia mulai memotret pada 2008 melalui kursus Memrias do PAC, yang ditawarkan oleh pemerintah federal di komunitas tersebut.

    Ia juga bekerja sebagai fotografer resmi untuk pemerintah Rio de Janeiro antara 2011 dan 2017.

    Bruno Itan adalah pendiri proyek Olhar Complexo, yang menawarkan kursus fotografi gratis untuk anak-anak dan remaja di wilayah kumuh tersebut alias favela.

    Karyanya berfokus pada penggambaran realitas dan kehidupan sehari-hari di favela itu.

    “Pandangan saya selalu tertuju pada sisi positif di favela serta keberagaman dan budaya yang ada di sana. Namun, sayangnya, kita tahu bahwa realitas favela tidak hanya itu,” ujarnya.

    Operasi ini merupakan operasi paling mematikan yang pernah tercatat di wilayah metropolitan Rio de Janeiro sejak 1990 (Bruno Itan)

    Begitu mengetahui 2.500 petugas polisi terlibat dalam operasi tersebut, Bruno Itan memutuskan untuk meninggalkan rumah dan pergi ke lokasi.

    Setibanya di lokasi, sekitar pukul 10.00 pagi, ia mendapati mobil-mobil terbakar, lubang-lubang bekas peluru, dan warga yang panik.

    “Saya melihat penembakan, saya melihat mobil-mobil yang terbakar, saya mulai merekam. Warga juga melaporkan banyaknya kebrutalan polisi,” ungkapnya.

    Di Rumah Sakit Getlio Vargas, jenazah terus berdatangan. Hingga saat itu, jumlah korban tewas resmi adalah 64 orang.

    “Banyak jenazah berdatangan, termasuk jenazah petugas polisi,” ujarnya.

    Pencarian anggota keluarga yang hilang

    Menurut Bruno, wartawan dilarang masuk ke kompleks Penha.

    “Polisi melepaskan tembakan ke udara dan tidak mengizinkan kami lewat. Mereka membentuk barisan dan berkata, ‘Pers tidak diizinkan lewat sini.’”

    Baca juga:

    Karena tumbuh besar di favela, ia berhasil masuk ke tempat itu. “Saya tiba di kompleks itu, dan saya tinggal sampai subuh untuk memotret.”

    Malam harinya, warga mulai mencari sanak saudara mereka yang hilang. Jumlahnya tidak sesuai dengan jumlah kematian yang tercatat saat itu.

    Pada pagi hari, keluarga-keluarga mulai melakukan pencarian di pegunungan Misericordia, yang memisahkan Complexo da Penha dari Complexo do Alemo.

    Para keluarga membaringkan jenazah sanak saudara mereka yang terbunuh dalam operasi polisi terhadap geng narkoba (EPA/Shutterstock)

    EPA/Shutterstock Para keluarga mengucapkan selamat tinggal kepada sanak saudara mereka yang terbunuh dalam operasi polisi terhadap geng narkoba.

    Jenazah-jenazah orang yang tewas akibat operasi kepolisian dibaringkan di jalan Kota Rio de Janeiro (EPA/Shutterstock)

    Warga memindahkan setidaknya 55 jenazah ke Alun-alun So Lucas, di Estrada Jose Rucas, salah satu jalan utama di wilayah tersebut.

    “Keluarga-keluarga pergi sendiri untuk mengevakuasi jenazah. Mereka berhasil tiba dengan sepeda motor dan mobil; mereka menutupi jenazah dengan terpal dan membawanya ke sini, ke Alun-alun Complexo da Penha,” ujarnya.

    “Awalnya, sekitar 20 jenazah tiba. Dan kemudian, wow!, tak henti-hentinya. 25, 30, 35, 40, 45 jenazah tiba… Mereka adalah nyawa, terlepas dari apa yang telah mereka perbuat.”

    Sejumlah pengendera sepeda motor mengangkat tangan mereka saat operasi berlangsung (EPA/Shutterstock)

    Selain empat petugas polisi, orang-orang tewas lainnya adalah “teroris narkoba,” menurut gubernur Rio de Janeiro (Reuters)

    Kepolisian Sipil Rio de Janeiro akan membuka penyelidikan untuk mengklarifikasi pemindahan jenazah dari hutan oleh warga. Penyelidikan akan menentukan apakah terdapat dugaan “kecacatan prosedural”, menurut Felipe Curi, sekretaris Kepolisian Sipil Rio de Janeiro.

    Baca juga:

    Curi menyatakan bahwa jenazah yang dibaringkan di tempat umum telah dimanipulasi.

    “Kami memiliki gambar semua jenazah mengenakan pakaian kamuflase, rompi antipeluru, dan membawa senjata perang. Kemudian, beberapa jenazah muncul hanya mengenakan pakaian dalam atau celana pendek, bertelanjang kaki, dan tanpa busana apa pun. Dengan kata lain, sebuah keajaiban terjadi,” ujarnya.

    “Tampaknya mereka memasuki sebuah gedung dan berganti pakaian. Kami memiliki gambar orang-orang yang memindahkan jenazah dari hutan dan menempatkannya di jalan umum, lalu menelanjangi para penjahat ini,” ujar pejabat kepolisian tersebut.

    ‘Ini tidak normal’

    Bruno Itan juga menyoroti jumlah orang yang meninggal akibat luka tusuk.

    “Ini tidak normal. Ini mungkin operasi terbesar dalam sejarah negara ini,” kata Bruno, mengenang pembantaian Carandiru, ketika 111 narapidana dibunuh untuk memadamkan pemberontakan di Lembaga Pemasyarakatan So Paulo pada 1992.

    “[Jenazah-jenazah itu] dipenggal, cacat total […] tanpa wajah, tanpa separuh wajah, tanpa lengan, tanpa kaki,” katanya.

    “Yang benar-benar mengejutkan saya adalah jumlah jenazah dengan luka tusuk; ada banyak foto yang menunjukkan bahwa itu adalah akibat senjata tajam, mengerti?”

    Seorang perempuan berduka atas kematian anggota keluarganya akibat operasi kepolisian di Rio de Janeiro (EPA/Shutterstock)

    Dalam ingatannya, “bau kematian” masih terasa.

    “Di tempat saya sekarang, tidak ada lagi jenazah, tetapi baunya tetap ada bahkan di dalam jiwa saya,” ujarnya.

    “Saya sangat terkejut dengan kebrutalan yang terjadi. Penderitaan keluarga, para ibu yang pingsan, ibu hamil yang menangis, para ayah yang murka… saya bisa saja menjadi salah satu dari mereka. Jika saya tidak mengenal fotografi, saya bisa saja tiba-tiba menjadi salah satu dari mereka.”

    Operasi tersebut melibatkan 2.500 petugas keamanan yang membawa 180 perintah penahanan, 100 perintah masuk penjara (EPA/Shutterstock)

    Baginya, kebijakan keamanan di favela masih didasarkan pada kekerasan.

    “Sayangnya, kebijakan keamanan publik selalu didasarkan pada kekerasan. Tidak pernah pada aksi sosial, pendidikan, perumahan, kesehatan, atau budaya, yang dibutuhkan favela untuk menyelamatkan orang-orang ini.”

    Comando Vermelho adalah geng narkoba terbesar di Rio de Janeiro (EPA/Shutterstock)

    Bruno Itan, yang telah mendokumentasikan operasi-operasi keamanan lain, seperti operasi di Jacarezinho yang menewaskan 28 orang pada Mei 2021, mengatakan bahwa tidak ada yang sebanding dengan apa yang disaksikannya pada 28 Oktober.

    “Saya pikir saya telah menyaksikan operasi terburuk dalam hidup saya. Tidak ada yang sebanding dengan apa yang saya saksikan di sini hari ini,” ujarnya.

    Mobil-mobil dibakar dalam peristiwa yang terjadi di kawasan seluas 9 juta meter persegi atau sekitar 12 kali luas Kompleks Gelora Bung Karno di Jakarta (EPA/Shutterstock)

    Pada Rabu (29/10), Kejaksaan Federal Brasil meminta Institut Medis Forensik Rio de Janeiro menyediakan, dalam waktu 48 jam, semua data autopsi jenazah para korban operasi polisi di Rio de Janeiro.

    Dokumen tersebut juga menuntut pemerintah Negara Bagian Rio de Janeiro untuk menunjukkan bahwa mereka telah mematuhi putusan Mahkamah Agung Federal (STF) dalam kasus ADPF 635, sebuah tindakan yang mempertanyakan tingkat keparahan aksi yang dilakukan kepolisian Rio.

    Tindakan itu memaksa pemerintah Negara Bagian Rio untuk menyampaikan rencana berisi aturan dan parameter tindakan kepolisian, yang diterima oleh Mahkamah Agung pada April.

    Reuters

    Kejaksaan Federal dan Ombudsman meminta agar pemerintahan Gubernur Claudio Castro mengklarifikasi dan menunjukkan kepatuhan terhadap poin-poin yang tercantum dalam rencana tersebut, seperti penggunaan kamera tubuh oleh para petugas; penyampaian justifikasi formal atas operasi tersebut; dan keberadaan ambulans di area terdampak.

    Bruno Itan mengamati semuanya dengan letih dan frustrasi.

    “Jika masyarakat berpikir mereka menang, bahwa mereka berjaya, saya pikir kita semua akan kalah.”

    “Sayangnya, kebijakan keamanan publik untuk favela selalu didasarkan pada ancaman senapan,” keluhnya.

    “Saya jamin, ketika seseorang tewas dalam perdagangan narkoba, ada dua atau tiga orang lagi yang akan terjerumus lagi.”

    Pihak berwenang memperlihatkan sejumlah senjata yang disita dalam operasi kepolisian, saat konferensi pers (Reuters)

    (nvc/nvc)

  • 132 Orang Tewas dalam Operasi Narkoba di Rio de Janeiro

    132 Orang Tewas dalam Operasi Narkoba di Rio de Janeiro

    Rio de Janeiro

    Operasi pemberantasan narkoba berskala besar terhadap sindikat kejahatan Comando Vermelho atau Red Command di Rio de Janeiro menyebabkan 132 tersangka tewas, 81 orang ditangkap, dan empat polisi gugur, menurut pejabat setempat pada Rabu (29/10).

    Gubernur Rio de Janeiro Claudio Castro mengatakan bahwa dalam operasi yang digelar pada Selasa (28/10), sedikitnya 64 orang tewas. Namun, warga di sekitar lokasi melaporkan jumlah korban yang lebih banyak, bahkan sempat membaringkan puluhan jenazah di jalan sebagai bentuk protes dan bukti bahwa korban sebenarnya lebih banyak dari data resmi.

    “Kami akan terus tegas menghadapi narkoterorisme,” tulis Castro di media sosial saat mengumumkan operasi tersebut.

    Ia menambahkan, sekitar 2.500 personel keamanan dikerahkan di wilayah kumuh padat penduduk di kompleks favela Alemao dan Penha, yang terletak di pinggiran kota Rio dekat bandara internasional.

    “Sayangnya, sejumlah anggota kepolisian juga menjadi korban jiwa,” ujar Gubernur Castro.

    Pihak kepolisian negara bagian menyebut, salah satu tersangka yang berhasil ditangkap merupakan orang kepercayaan dari salah satu pimpinan utama kelompok Comando Vermelho.

    Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia menyatakan “terkejut dan prihatin” atas operasi kepolisian yang masih berlangsung di Rio de Janeiro.

    Operasi besar menjelang KTT Iklim COP30

    Operasi yang dijuluki Operation Containment itu digelar hanya beberapa hari sebelum dua acara besar berlangsung di Rio de Janeiro menjelang KTT Iklim COP30 yang akan diadakan di kota Belem pada 10 November mendatang.

    Sebagai kota terbesar kedua di Brasil, Rio akan menjadi tuan rumah dua ajang pemanasan: KTT C40, yang mempertemukan lebih dari 100 wali kota dunia, serta Earthshot Prize milik Pangeran William yang setiap tahun memberikan penghargaan kepada lima inisiatif lingkungan terbaik. Acara tersebut juga akan dihadiri sejumlah selebritas, termasuk penyanyi Kylie Minogue dan juara dunia F1 asal Jerman, Sebastian Vettel.

    Rio dikenal sering melakukan operasi keamanan berskala besar menjelang acara internasional. Aksi serupa pernah digelar menjelang Piala Dunia 2014, Olimpiade 2016, KTT G20 tahun lalu, dan KTT BRICS awal tahun ini.

    Pada Februari 2018, pemerintah pusat bahkan menempatkan polisi militer untuk memimpin keamanan di kota itu dengan alasan situasi yang terus memburuk.

    Awal bulan ini, organisasi hak asasi manusia Human Rights Watch (HRW) menyerukan kepada Gubernur Claudio Castro agar memveto rancangan undang-undang yang telah disetujui parlemen negara bagian. Aturan itu memberikan bonus besar bagi polisi yang berhasil “menetralisir” tersangka, sesuatu yang dinilai berpotensi meningkatkan jumlah pembunuhan oleh aparat.

    “Memberi imbalan kepada polisi karena membunuh bukan hanya tindakan brutal, tetapi juga melemahkan keamanan publik karena menciptakan insentif finansial untuk menembak alih-alih menangkap tersangka,” kata Cesar Munoz, Direktur HRW untuk Brasil.

    Operasi terbesar melawan sindikat Comando Vermelho

    Pemerintah negara bagian Rio menyebut operasi ini sebagai yang terbesar sepanjang sejarah dalam upaya memberantas kelompok Comando Vermelho. Aparat menargetkan 250 surat perintah penggeledahan dan penangkapan, dengan dukungan dua helikopter, 32 kendaraan lapis baja, serta 12 kendaraan penghancur untuk merobohkan barikade yang dibangun para pengedar narkoba.

    Gubernur Claudio Castro mengunggah video di media sosial yang menunjukkan sebuah drone melepaskan proyektil. Ia mengatakan video itu memperlihatkan betapa besarnya ancaman yang dihadapi aparat penegak hukum.

    “Beginilah cara polisi Rio diserang oleh para kriminal: dengan bom yang dijatuhkan dari drone. Inilah skala tantangan yang kami hadapi. Ini bukan kejahatan biasa, melainkan narkoterorisme,” ujarnya.

    Catatan redaksi: Jumlah korban dalam laporan ini telah diperbarui dari 20 menjadi 64 dan kini mencapai 132 orang tewas, sesuai data terakhir yang dirilis pihak berwenang.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Ausirio Sangga Ndolu

    Editor: Melisa Lolindu

    (nvc/nvc)

  • Bertambah, Korban Tewas Penggerebekan Geng Narkoba di Brasil Jadi 132 Orang

    Bertambah, Korban Tewas Penggerebekan Geng Narkoba di Brasil Jadi 132 Orang

    Rio de Janeiro

    Jumlah korban tewas dalam penggerebekan kepolisian paling berdarah di Brasil, yang menargetkan geng narkoba paling tua dan paling berpengaruh di Rio de Janeiro, kembali bertambah. Sedikitnya 132 orang tewas dalam perang kontroversial melawan geng narkoba yang mengakar di area miskin di negara tersebut.

    Penggerebekan berdarah itu mengungkap sisi gelap kota Rio de Janeiro yang penuh kekerasan, namun juga dicintai para wisatawan karena pantainya yang indah dan budayanya yang semarak.

    Kantor pembela umum negara bagian Rio de Janeiro, seperti dilansir AFP, Kamis (30/10/2025), melaporkan sedikitnya 132 orang tewas dalam penggerebekan paling mematikan dalam sejarah kota tersebut.

    Secara terpisah, Kepolisian negara bagian Rio de Janeiro mengumumkan bahwa jumlah korban tewas sementara mencapai 119 orang, yang disebut terdiri atas 115 tersangka kriminal dan empat personel kepolisian.

    Keluarga para korban tewas mengecam apa yang mereka gambarkan sebagai eksekusi oleh polisi. Sedangkan pemerintah negara bagian tersebut memuji operasi yang berhasil dalam melawan Comando Vermelho, geng pengedar narkoba tertua dan terkuat di Rio de Janeiro.

    Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva menyerukan tindakan terhadap kejahatan terorganisir yang tidak membahayakan polisi atau warga sipil, saat tantangan keamanan Brasilia terungkap hanya beberapa hari sebelum negara itu menjadi tuan rumah perundingan iklim PBB COP30 di Amazon.

    “Kita tidak dapat menerima bahwa kejahatan terorganisir terus menghancurkan keluarga-keluarga, menindak penduduk, dan menyebarkan narkoba serta kekerasan di seluruh kota,” tulis Lula da Silva dalam pernyataan via media sosial X.

    “Kita membutuhkan kerja sama terkoordinasi yang menyerang tulang punggung perdagangan narkoba tanpa membahayakan para polisi, anak-anak, dan keluarga yang tidak bersalah,” tegasnya.

    Para anggota geng narkoba ditangkap polisi Brasil dalam penggerebekan di Rio de Janeiro Foto: REUTERS/Aline Massuca Purchase Licensing Rights

    Lula da Silva mengutus Menteri Kehakiman Ricardo Lewandoswki ke Rio de Janeiro untuk bertemu dengan Gubernur Claudio Castro guna menawarkan kerja sama dari pemerintah federal. Lewandowski mengatakan dirinya menawarkan bantuan kepada Rio de Janeiro untuk “mengatasi krisis keamanan ini secepat mungkin”.

    Sementara itu, hakim Alexandre de Moraes memanggil Castro untuk menjelaskan aksi penggerebekan kepolisian tersebut.

    Penggerebekan itu melibatkan ratusan personel kepolisian yang didukung helikopter, kendaraan lapis baja, dan drone yang pada Selasa (28/10) waktu setempat, memasuki dua favela, atau pemukiman kumuh padat penduduk, yang menjadi basis Comando Vermelho.

    Baku tembak sengit terjadi antara polisi dan para anggota geng narkoba tersebut, dengan penduduk yang ketakutan berlarian mencari perlindungan.

    Saat penggerebekan berlangsung para anggota Comando Vermelho menyita puluhan bus dan menggunakannya untuk membarikade jalan raya utama, serta mengirim drone peledak untuk menyerang polisi.

    Gubernur Castro menggambarkan penggerebekan terhadap apa yang disebutnya sebagai “narkoterorisme itu sebagai “keberhasilan” dan mengatakan yang menjadi korban hanyalah para polisi yang tewas.

    Otoritas Rio de Janeiro menyebut sebanyak 113 orang telah ditahan dan 91 senapan disita, beserta sejumlah besar narkoba.

    Mengenai puluhan mayat yang bergelimpangan di area kumuh setempat, Sekretaris Kepolisian Sipil, Felipe Curi, dalam pernyataannya menyebut mayat-mayat tersebut “dipajang di jalanan” setelah para penduduk setempat melucuti “pakaian kamuflase, rompi dan senjata” yang mereka kenakan.

    Sekretaris Kepolisian Militer, Marcelo de Menezes, menambahkan bahwa pasukan khusus elite sengaja mendorong “para penjahat” ke area hutan yang berbatasan dengan dua favela tersebut untuk “melindungi para penduduk”. Pertempuran, sebut De Menezes, sebagian besar terjadi di dalam hutan tersebut.

    Lihat Video ‘Puluhan Mayat Tergeletak Setelah Polisi Brasil Serbu Markas Narkoba’:

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)

  • Pendiri Telegram Berduit Rp 284 Triliun Tapi Anti Hidup Mewah

    Pendiri Telegram Berduit Rp 284 Triliun Tapi Anti Hidup Mewah

    Jakarta

    Pendiri dan CEO Telegram Pavel Durov, berlimpah hartanya. Forbes mencatat, kekayaannya saat ini adalah USD 17,1 miliar atau lebih dari Rp 284 triliun. Namun pria asal Rusia ini dikenal sederhana, bahkan memakai smartphone yang sangat murah.

    Durov dikenal tak pernah menggembar-gemborkan gaya hidup mewah. Jika diperhatikan, penampilannya pun simpel dan hampir selalu mengenakan kaus berwarna gelap.

    Pada tahun 2017, di ulang tahunnya yang ke-33, Durov membagikan di halaman pribadinya daftar semua hal yang telah ia tinggalkan demi kesehatan dan kesejahteraan fisik, mental, dan spiritualnya.

    Ia sepertinya sudah tidak tertarik pada godaan dunia. Hal-hal yang telah ia tinggalkan termasuk alkohol, nikotin, narkoba, kafein, makanan cepat saji, gula, dan televisi.

    Dalam postingan di akun Telegram resminya beberapa waktu silam, diketahui pula bahwa dia memakai ponsel murah meriah. Durov memamerkan ponselnya yang rusak di mana casingnya terlepas dari bodi lantaran terpapar cuaca sangat panas di Dubai. Telegram memang kini kantor pusatnya di Uni Emirat Arab.

    Menariknya, HP yang dipakainya itu adalah Galaxy A52, ponsel kelas menengah besutan Samsung. Smartphone ini meluncur beberapa tahun silam dan harga barunya sekitar Rp 5 juta, namun tampaknya saat ini sudah tidak diproduksi yang baru. Durov mengaku sudah cukup lama menggunakannya sebagai HP utama.

    “Aku telah menggunakan Samsung seharga USD 180 ini sebagai perangkat utamaku selama dua tahun terakhir. Aku memilihnya karena ini adalah salah satu ponsel yang paling banyak digunakan di kalangan pengguna Telegram,” tulisnya di Telegram.

    “Aku ingin memahami pengalaman mereka untuk melayani mereka dengan lebih baik. Tapi sepertinya aku akan segera mengganti ponselku,” imbuh pria berusia 40 tahun itu, dikutip detikINET dari Gagadget.

    Sebelumnya, Durov mengklaim meninggalkan Rusia karena tak mau menerima perintah pemerintah mana pun. Ia menyebut klaim Telegram dikendalikan Rusia sebagai rumor palsu yang disebar pesaing yang mengkhawatirkan pertumbuhan Telegram.

    “Aku lebih suka bebas daripada menerima perintah dari siapa pun,” kata Durov tentang kepergiannya dari Rusia. Dia pernah coba ke Amerika Serikat tapi menurutnya, terutama dalam merekrut talenta global, birokrasi di sana terlalu berat dan dia diserang di jalanan San Francisco oleh orang yang coba mencuri ponselnya.

    Yang lebih mengkhawatirkan, katanya, ia mendapat terlalu banyak perhatian dari badan keamanan AS termasuk FBI. Durov mengklaim lembaga-lembaga AS mencoba mempekerjakan pegawainya untuk menemukan backdoor Telegram. FBI belum menanggapi tudingan Durov ini.

    Durov pun memilih Uni Emirat Arab karena negara itu adalah netral yang ingin berteman dengan semua dan tidak bersekutu dengan negara adidaya mana pun. Jadi dia merasa Uni Emirat Arab adalah tempat terbaik untuk Telegram.

    Durov yang tahun lalu sempat ditahan otoritas Perancis terkait tudingan Telegram disalahgunakan kaum kriminal itu juga baru-baru ini mengatakan anak-anaknya akan berbagi seluruh harta kekayaannya. Ia dilaporkan memiliki lebih dari 100 anak lewat donasi sperma.

    “Mereka semua adalah anak saya dan akan memiliki hak yang sama! Saya tidak ingin mereka bertengkar setelah saya meninggal dunia,” ujar Durov seperti dikutip dari BBC.

    (fyk/fay)

  • Polres Mojokerto Kota Gagalkan Peredaran Narkoba Senilai Rp1,3 miliar Selama Agustus–Oktober 2025

    Polres Mojokerto Kota Gagalkan Peredaran Narkoba Senilai Rp1,3 miliar Selama Agustus–Oktober 2025

    Mojokerto (beritajatim.com) – Upaya Polres Mojokerto Kota dalam memberantas peredaran narkoba kembali membuahkan hasil. Dalam kurun waktu Agustus hingga Oktober 2025, Satuan Reserse Narkoba (Satnarkoba) berhasil mengungkap 29 kasus dengan total 31 tersangka, serta menyelamatkan potensi kerugian masyarakat akibat narkoba senilai Rp1,367 miliar.

    Kapolres Mojokerto Kota, AKBP Herdiawan Arifianto, dalam rilis resminya menyampaikan bahwa dari hasil pengungkapan tersebut, pihaknya berhasil mengamankan berbagai jenis barang bukti, mulai dari 1,045 kilogram sabu-sabu, 10,5 butir pil ekstasi, 770 butir pil double L, serta 222,34 gram sabu-sabu yang dikemas dalam bentuk makanan ringan (snack).

    “Snack ini sudah dicampur obat keras berbahaya dan dikemas seperti makanan ringan biasa. Modus ini dilakukan untuk mengelabui masyarakat maupun petugas,” jelas AKBP Herdiawan dalam rilis di Aula Hayam Wuruk, Mapolres Mojokerto Kota, Kamis (30/10/2025).

    Selain itu, turut diamankan sembilan buah timbangan elektronik, 31 unit handphone, 13 sepeda motor, dan uang tunai sebesar Rp1.825.000 yang digunakan sebagai alat bantu transaksi.

    Menurut AKBP Herdiawan, selama periode tiga bulan terakhir penyidik mencatat 14 laporan polisi pada bulan Agustus, 11 laporan pada September, dan empat laporan pada Oktober.

    “Para tersangka yang diamankan berasal dari berbagai latar belakang pekerjaan, baik swasta maupun pengangguran, dan berdomisili di sejumlah daerah seperti Kota dan Kabupaten Mojokerto, Jombang, Gresik, Bangkalan, dan Surabaya. Rata-rata motif mereka adalah untuk memperoleh keuntungan ekonomi,” katanya.

    Dari hasil operasi tersebut, Polres Mojokerto Kota memperkirakan sebanyak 11.241 jiwa berhasil diselamatkan dari bahaya penyalahgunaan narkoba, dengan nilai ekonomis barang bukti yang digagalkan mencapai Rp1,367,149,000.

    Seluruh tersangka kini menjalani proses hukum dan dijerat dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika serta Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Ancaman hukumannya bervariasi, mulai dari 4 tahun penjara hingga hukuman seumur hidup atau mati bagi pelaku utama.

    “Para pelaku ini kami tahan di Rutan Polres Mojokerto Kota, dan sebagian lainnya dititipkan di Lapas Kelas IIB Mojokerto sebanyak 25 tersangka. Kami akan terus berkomitmen menekan peredaran narkoba demi melindungi generasi muda,” tegasnya. [tin/kun]

  • Anak Kades Jalani Hukuman Percobaan Narkoba Lolos Seleksi Sekdes di Kwadungan Ngawi, Atong: Brutal

    Anak Kades Jalani Hukuman Percobaan Narkoba Lolos Seleksi Sekdes di Kwadungan Ngawi, Atong: Brutal

    Ngawi (beritajatim.com) – Proses seleksi calon perangkat salah satu Desa di Kecamatan Kwadungan, Kabupaten Ngawi, tengah menjadi sorotan publik.

    Masyarakat setempat menilai proses seleksi tersebut tidak adil dan tidak transparan, bahkan memunculkan dugaan kuat adanya praktik nepotisme dan politik uang.

    Kisruh bermula ketika salah satu peserta seleksi, RS, yang diketahui merupakan anak dari Kepala Desa di salah satu Desa di Kwadungan, dinyatakan lolos sebagai Calon Sekretaris Desa dengan nilai tertinggi, yakni 85,2 pada ujian tertulis dan praktik komputer.

    Namun, fakta bahwa RS saat ini masih berstatus narapidana narkoba dengan bebas bersyarat pada 2026 nanti  memantik kemarahan warga.

    “Anak kades nyalon perangkat (sekdes) tapi statusnya masih masa percobaan (5 bulan) narkoba. Harusnya waktu cari SKCK itu ada keterangannya,” ujar salah satu warga yang enggan disebut namanya, Kamis (30/10/2025).

    Warga juga menyoroti adanya pelanggaran terhadap Peraturan Daerah Kabupaten Ngawi yang mengatur bahwa sebelum membuka pendaftaran umum, posisi jabatan sekdes harus terlebih dahulu ditawarkan kepada perangkat desa yang masih aktif.

    “Kalau tidak ada (yang berminat), baru boleh dibuka pendaftaran umum,” lanjut warga tersebut.

    Meskipun masyarakat telah melayangkan protes dan keberatan kepada panitia seleksi, aspirasi tersebut tampaknya diabaikan. Akibatnya, muncul kecurigaan bahwa proses seleksi telah diatur sedemikian rupa untuk meloloskan anak kepala desa.

    Krisis Moralitas Kepemimpinan

    Pengamat kebijakan publik asal Ngawi, Agus Fatoni, menilai apa yang terjadi di salah satu Desa Kecamatan Kwadungan sebagai bentuk keculasan yang nyata dan brutal dalam tata kelola pemerintahan desa. Ia bahkan menyebut kasus ini sebagai kasus merosotnya kepemimpinan.

    “Sungguh nyata sekali pola dan cara-cara culasnya. Publik akhirnya mengetahui. Tak hanya bagi warga setempat namun bagi seluruh masyarakat Ngawi. Ngisin-ngisini(memalukan),” ujar Agus Fatoni yang karib disapa Atong ini.

    Menurutnya, praktik semacam ini tidak hanya mencederai rasa keadilan masyarakat, tetapi juga menghancurkan kepercayaan publik terhadap kepemimpinan di tingkat desa.

    “Yang sangat menghina dan meluluhlantakkan keadilan warga, seakan Ngawi tak punya daya mengatasi kebrutalan dan keculasan,” tegas Atong.

    Ia pun menegaskan bahwa persoalan ini bukan semata-mata soal regulasi, tetapi menyangkut moralitas dan etika kepemimpinan di daerah.

    “Ini bukan masalah regulasi lagi. Ini tentang adakah ketegasan dan itikad baik elite Ngawi menjaga kondusifitas, rasa keadilan, dan etika masyarakat. Atau mereka justru membiarkan kebrutalan Tirak hanya dengan alasan regulasi semata,” ujarnya.

    Atong mendesak pemerintah Kabupaten Ngawi, khususnya Bupati Ngawi, untuk turun tangan secara tegas dan transparan dalam menindaklanjuti dugaan penyimpangan ini.

    “Pemangku kepentingan di Ngawi harus segera bertindak untuk menyelamatkan norma sosial, etika, dan keadilan masyarakat. Jangan sampai ini menjadi catatan buruk di periodisasi 2024–2029,” pungkasnya.

    Krisis ini menjadi simbol kerapuhan integritas di level pemerintahan desa. Masyarakat berharap ada langkah konkret dari aparat terkait agar praktik-praktik penyimpangan serupa tidak kembali terulang di wilayah lain. (ted)

  • Kala Kejagung-Polri Adu Ekspos Barang Sitaan ke Prabowo

    Kala Kejagung-Polri Adu Ekspos Barang Sitaan ke Prabowo

    Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Prabowo Subianto baru-baru ini menyaksikan langsung hasil ‘barang tangkapan’ dari Kejaksaan Agung  (Kejagung) dan Polri.

    Kedua lembaga penegak hukum tersebut seakan berlomba untuk memamerkan hasil tangkapannya ke Prabowo. Hasil yang diekspos ke publik pun bernilai fantastis.

    Prabowo menghadiri langsung ekspos pemusnahan barang bukti narkoba di Mabes Polri pada Rabu (29/10/2025) didampingi langsung oleh Kapolri Listyo Sigit Prabowo dan sejumlah menteri lainnya.

    Berdasarkan pantauan Bisnis di lokasi, terlihat juga barang bukti berupa sabu, ganja, ekstasi hingga etomidate ditampilkan di lokasi. Barang bukti narkoba itu dikemas dengan kemasan warna-warni dan ditumpuk setinggi satu meter.

    Selain barang bukti narkoba, terlihat tumpukan uang menjadi barang bukti. Aset berupa mobil dan tanah juga terpampang dalam sebuah tulisan dengan total senilai Rp241 miliar.

    “Pemusnahan barang bukti narkoba periode Oktober 2024-Oktober 2025, 214,84 ton senilai Rp29,37 triliun,” tulisan dalam poster di lokasi.

    Adapun, barang bukti narkoba itu merupakan hasil dari pengungkapan 49.306 kasus dengan tersangka mencapai 65.572 orang. Di samping itu, Polri juga telah melaksanakan 1.898 program rehabilitasi penyalahguna narkoba melalui restorative justice.

    Selanjutnya, Polri juga mengembangkan perkara narkoba ini ke arah TPPU. Total, dari 22 kasus besar Polri berhasil menyita total aset TPPU dari tindak pidana narkoba senilai Rp221,386 miliar.

    Ekspos Uang Sitaan Kejagung

    Sementara itu, Kejagung pada Senin (20/10/2025) mengundang langsung Prabowo untuk menyerahkan uang sitaan Rp13 triliun terkait kasus pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO).

    Terlihat, uang itu terdiri dari pecahan Rp100.000 dan dikemas dengan bungkus plastik. Di samping itu, nampak juga papan penanda uang ini dengan tulisan Rp13,25 triliun di atas tumpukan uang tersebut.

    Sebelumnya, Dirtut Jampidsus Kejagung RI, Sutikno mengatakan uang belasan triliun itu merupakan hasil sitaan dari tiga korporasi yaitu Wilmar Group, Permata Hijau Group dan Musim Mas Group.

    “Uang titipan 3 group korporasi total sebesar Rp13 triliun yang sudah disita pada Senin diserahkan ke negara,” ujar Sutikno saat dikonfirmasi, Senin (20/10/2025).

    Dia menambahkan dalam perkara ini masih ada total Rp4 triliun uang yang belum dibayar oleh dua korporasi, yakni Permata Hijau Group dan Musim Mas Group.

    Menurut Sutikno, apabila dua grup korporasi ini tidak bisa membayarkan beban uang pengganti dalam perkara CPO ini, maka nantinya barang bukti yang telah disita sebelumnya bakal dilelang.

    “Sedangkan sisanya sebesar Rp4 triliun ditagihkan kepada 2 Group Korporasi, yaitu Permata Hijau Group dan Musim Mas Group atau kalau tidak dibayar maka BB kedua Group tersebut dilelang,” pungkasnya.

  • Puja-puji Prabowo untuk Polri…

    Puja-puji Prabowo untuk Polri…

    Puja-puji Prabowo untuk Polri…
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Presiden RI Prabowo Subianto memuji instansi Kepolisian ketika menghadiri pemusnahan narkoba hasil sitaan Polri yang digelar di Lapangan Bhayangkara, Mabes Polri, Jakarta, Rabu (29/10/2025).
    Menurut Prabowo, polisi semakin peka dalam menghadapi tuntutan bangsa dan negara.
    Ia menyebut, polisi selalu berada di garda terdepan bersama TNI, khususnya terkait produksi pangan.
    “Teruskan upaya ini. Saya lihat polisi sekarang semakin peka terhadap tuntutan bangsa dan negara, polisi sekarang berada di depan bersama yang lain, bersama TNI di bidang produksi pangan,” kata Prabowo, dalam pidatonya.
    Prabowo juga mengapresiasi Korps Bhayangkara karena telah mengubah 228 kampung narkoba menjadi 118 kampung bebas narkoba.
    Dia menilai, bangsa Indonesia saat ini memiliki kekayaan besar yang harus dikelola dengan keberanian dan integritas.
    “Bangsa Indonesia adalah bangsa yang sekarang sangat besar, semua orang tahu kekayaan kita sekarang. Masalahnya kita harus berani mengelola kekayaan tersebut, kita tidak boleh takut menegakkan hukum, takut menegakkan kebenaran,” tutur dia.
    Prabowo menekankan bahwa polisi dan tentara harus gotong royong.
    Dia meminta mereka tidak perlu ragu-ragu dan memikirkan apa yang dilakukan di negara Barat.
    “Ini Indonesia, Bung. Kita enggak usah ragu-ragu, kita enggak usah berpikir bahwa apa yang dari Barat itu pasti benar. Kita ini gotong royong, semua ini, ya kita satu keluarga. Polisi punya kekuatan, tentara punya kekuatan, ya kita kerja semua untuk rakyat,” imbuh Prabowo.
     
    Kepala negara menilai, polisi di seluruh dunia kerap mendapat makian.
    Menurut dia, fenomena ini tidak lepas dari kekesalan masyarakat ketika ditegur polisi saat berbuat kesalahan.
    Padahal, tugas polisi memanglah menegur orang yang bersalah.
    “Saya ini orangnya enggak suka basa-basi. Polisi selalu dijelek-jelekkan, selalu dimaki-maki di mana seluruh dunia. Karena memang tugasnya menertibkan,” kata Prabowo.
    “Saya juga waktu muda dulu, bukan sekarang, kalau lampu merah, ‘ada polisi enggak?’. (Lalu menerobos lalu lintas), salah saya, ngaku, saya enggak benar. Polisi itu tugasnya menertibkan, priiit, kita salah, kita dongkol,” imbuh Prabowo.
    Di sisi lain, Presiden RI mengatakan, dalam satuan korps pasti ada oknum atau anak buah yang nakal, termasuk di Polri.
    “Kemudian, pastilah dalam korps yang ratusan ribu, ada yang enggak bener, itu ada,” kata Prabowo, dalam pidatonya.
    Prabowo juga mengaku merasakan hal ini ketika memimpin satuan pasukan khusus di TNI.
    Menurut dia, tugas pimpinan korps untuk menertibkan oknum tersebut.
    “Saya mantan panglima, saya tahu anak buah saya ada yang nakal, ada yang brengsek. Ya itu tugas kita,” papar dia.
    Ketua Umum Partai Gerindra ini pun mencontohkan hal ini seperti anak nakal yang ada di sekolah.
    Meski ada anak yang nakal, menurut dia, tidak otomatis membuat sekolah dan gurunya juga ikut bersalah.
    “Saya ambil contoh begini. Kalau ada sekolah muridnya ada yang tawuran, apa sekolahnya salah? Apa guru-gurunya semuanya salah? Ini anak ya memang bandel,” ungkap dia.
    Meski begitu, Prabowo meyakini institusi penegakan hukum di Indonesia pasti akan menindak anggotanya yang tidak tertib.
    “Saya kira institusi kita, polisi, tentara, kejaksaan, semua tidak ragu-ragu menindak anggotanya yang tidak tertib. Saya percaya itu,” tegas Prabowo.
     
    Pada kesempatan ini, Prabowo memberikan tiga tugas untuk Kapolri Jenderal (Polisi) Listyo Sigit Prabowo, yakni memberantas narkoba, penyelundupan, dan judi
    online
    (judol).
    “Saya minta Kapolri, tiga hal, anda yang memimpin untuk saya, satu pemberantasan narkoba, dua penyelundupan, tiga judi
    online
    ,” kata Prabowo.
    Menurut Prabowo, peredaran narkoba merupakan salah satu masalah besar Indonesia karena merusak masa depan bangsa.
    Prabowo juga memberi atensi khusus terhadap narkoba yang telah merusak masa depan generasi muda.
    Selain itu, Prabowo menyebut, masalah utama bangsa lainnya adalah kebocoran kekayaan negara.
    “Apapun yang kita inginkan, mustahil kita capai kalau kekayaan kita tidak kita kuasai, tidak kita kelola. Kekayaan itu ibarat darah di suatu badan. Kalau darah kita bocor, mengalir sekian cc, di ujungnya manusia badan itu mati, sama,” kata Prabowo.
    Polri pun diminta untuk menjadi garda terdepan dalam melindungi rakyat Indonesia dari berbagai ancaman.
    Terlebih, saat ini ada modus kartel-kartel yang menggunakan kapal selam dalam melancarkan aksinya untuk mengedarkan narkoba.
    “Saya ingatkan di mana-mana, tentara harus jadi tentara rakyat, polisi harus jadi polisi rakyat, sehingga rakyat nanti yang jadi mata dan telinga, rakyat yang lapor,” ujar Prabowo.
    “Bahkan, sekarang ada modus si kartel-kartel narkoba punya kapal selam, saudara-saudara, dia punya kapal selam,” sambung dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.