Tabrak Satu Keluarga hingga Tewas, Pengemudi Calya Minta Maaf
Tim Redaksi
PEKANBARU, KOMPAS.com
– Antoni Romansyah (44), pengemudi mobil Calya yang terlibat dalam kecelakaan yang merenggut nyawa satu keluarga di Pekanbaru, Riau, meminta maaf kepada keluarga korban dan masyarakat.
Permintaan maaf
tersebut disampaikan saat konferensi pers di Mapolresta Pekanbaru pada Kamis (2/1/2025).
Dalam konferensi pers tersebut, Antoni terlihat mengenakan baju tahanan berwarna oranye dan kedua tangannya diborgol.
Ia mengungkapkan penyesalannya atas insiden tragis yang terjadi.
“Kepada pihak keluarga, aku mohon maaf yang sebesar-besarnya. Untuk masyarakat Pekanbaru juga saya minta maaf,” ucapnya.
Antoni mengaku telah menggunakan narkotika jenis sabu sebelum mengemudikan mobil dari Palembang menuju Pekanbaru.
“Saya menyesal,” katanya.
Kecelakaan lalu lintas yang terjadi pada Rabu (1/1/2025) sekitar pukul 06.30 WIB di Jalan Hangtuah, Kecamatan Tenayan Raya, mengakibatkan tewasnya tiga orang dari satu keluarga.
Menurut Kepala Satuan Lalu Lintas (Kasatlantas) Polresta Pekanbaru, Kompol Alvin Agung Wibawa, ketiga korban merupakan pasangan suami istri dan seorang anak lelaki mereka.
“Ketiga korban menunggangi sepeda motor, ditabrak mobil Calya F 1817 VI yang mana pengemudinya sedang di bawah pengaruh
narkoba
,” jelas Alvin saat diwawancarai.
Korban bernama Anton Sujarwo (30) ini mengalami luka berat di kepala, kaki kanan patah, dan leher patah, dan meninggal dunia saat dalam perawatan medis di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau.
Sementara itu, istri dan anaknya, Afrianti (42) dan Aditia Aprilio Anjani (10), meninggal di lokasi kejadian akibat luka berat yang mereka alami.
Selain Antoni, polisi mengamankan dua penumpang mobil, Lidia Rustiawati (25) asal Jawa Barat dan Deni (30) asal Palembang.
Ketiganya dalam kondisi di bawah pengaruh narkotika setelah dugem di tempat hiburan malam pada malam tahun baru.
“Ketiganya kita amankan. Berdasarkan hasil pemeriksaan urine, ketiganya positif amphetamine dan methamphetamine. Mereka habis dugem,” ungkap Alvin.
Atas perbuatannya, Antoni Romansyah telah ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat dengan Pasal 310 ayat 4 dan Pasal 312 UU 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas, dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kasus: Narkoba
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5062793/original/018087200_1734939164-WhatsApp_Image_2024-12-23_at_13.44.37.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Kasus Polisi Peras Penonton DWP, Berpotensi Ada Unsur Pidana – Page 3
Sementara itu, Sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) telah menjatuhkan putusan Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) terhadap Direktur Reserse Narkoba Polda Metro Jaya Kombes Donald Parlaungan Simanjuntak. Pemecatan itu terkait dengan kasus dugaan pemerasan warga negara (WN) Malaysia saat menonton penyelenggaraan event Djakarta Warehouse Project (DWP) 2024.
Donald bersama dua terperiksa lain menjalani sidang pada Selasa 31 Desember 2024, pukul 11.00 WIB hingga Rabu 1 Januari 2025, jam 04:00 WIB. Sidang turut dihadiri pihak eksternal seperti Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas). Hasil sidang dibeberkan Komisioner Kompolnas Mohammad Choirul Anam.
“Sidang ini untuk Direktur dan Kanit Narkoba (Polda Metro Jaya), putusannya PTDH. Sementara untuk Kasubdit belum ada putusan karena diskors dan akan dilanjutkan pada hari Kamis,” kata Anam dalam keterangannya, Rabu (1/1/2025).
Atas putusan itu, Anam mengatakan kedua terperiksa mengajukan banding. “Kedua orang tersebut yang di PTDH mengajukan banding,” ujar dia.
Di sisi lain, Anam membeberkan beberapa catatan penting dalam sidang etik. Pertama terkait saksi baik yang memberatkan maupun meringankan terperiksa.
“Dalam konteks pemeriksaan saksi ini jadi lebih mendalam, peristiwanya jadi lebih terang dengan hadirnya saksi yang memberatkan maupun yang meringankan, sehingga majelis punya kesempatan untuk cross check untuk membandingkan mana yang faktual, mana yang jujur, mana yang sesuai kenyataan, mana yang tidak,” ujar dia.
“Nah, saling cross check itu terjadi dan dilakukan, makanya juga memakan waktu yang cukup lama,” sambung dia.
Kedua, Komisi etik turut memeriksa bukti-bukti dan menelaah berbagai argumen terkait peristiwa. Mulai dari alur perencanaan, alur pelaksanaan, maupun alur setelah hari H termasuk juga pelaporan aktivitasnya. Anam berpendapat dengan adanya mekanisme tersebut menjadikan sidang menjadi akuntabel.
“Kami mengapresiasi mekanisme akuntabilitas yang kemarin ada dalam sidang etik tersebut,” ujar dia.
Reporter: Rahmat Baihaqi
Sumber: Merdeka.com
-
Kasus DWP, Kasubdit 3 Ditresnarkoba Polda Metro dan 2 Anak Buahnya Jalani Sidang Etik – Page 3
Sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) telah menjatuhkan putusan Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) terhadap Direktur Reserse Narkoba Polda Metro Jaya Kombes Donald Parlaungan Simanjuntak. Pemecatan itu terkait dengan kasus dugaan pemerasan warga negara (WN) Malaysia saat menonton penyelenggaraan event Djakarta Warehouse Project (DWP) 2024.
Donald bersama dua terperiksa lain menjalani sidang pada Selasa 31 Desember 2024, pukul 11.00 WIB hingga Rabu 1 Januari 2025, jam 04:00 WIB. Sidang turut dihadiri pihak eksternal seperti Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas). Hasil sidang dibeberkan Komisioner Kompolnas Mohammad Choirul Anam.
“Sidang ini untuk Direktur dan Kanit Narkoba (Polda Metro Jaya), putusannya PTDH. Sementara untuk Kasubdit belum ada putusan karena diskors dan akan dilanjutkan pada hari Kamis,” kata Anam dalam keterangannya, Rabu (1/1/2025).
Atas putusan itu, Anam mengatakan kedua terperiksa mengajukan banding. “Kedua orang tersebut yang di PTDH mengajukan banding,” ujar dia.
Di sisi lain, Anam membeberkan beberapa catatan penting dalam sidang etik. Pertama terkait saksi baik yang memberatkan maupun meringankan terperiksa.
“Dalam konteks pemeriksaan saksi ini jadi lebih mendalam, peristiwanya jadi lebih terang dengan hadirnya saksi yang memberatkan maupun yang meringankan, sehingga majelis punya kesempatan untuk cross check untuk membandingkan mana yang faktual, mana yang jujur, mana yang sesuai kenyataan, mana yang tidak,” ujar dia.
“Nah, saling cross check itu terjadi dan dilakukan, makanya juga memakan waktu yang cukup lama,” sambung dia.
Kedua, Komisi etik turut memeriksa bukti-bukti dan menelaah berbagai argumen terkait peristiwa. Mulai dari alur perencanaan, alur pelaksanaan, maupun alur setelah hari H termasuk juga pelaporan aktivitasnya. Anam berpendapat dengan adanya mekanisme tersebut menjadikan sidang menjadi akuntabel.
“Kami mengapresiasi mekanisme akuntabilitas yang kemarin ada dalam sidang etik tersebut,” ujar dia.
Reporter: Rahmat Baihaqi
Sumber: Merdeka.com
-

Hari Ini, 1 Personel Polda Metro Jaya Jalani Sidang Etik Lanjutan Kasus Pemerasan WN Malaysia Senilai Rp2,5 Miliar
loading…
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko menjelaskan seorang polisi berinisial M, hari ini menjalani sidang KKEP Polri terkait kasus pemerasan WN Malaysia. Foto/Ist
JAKARTA – Seorang anggota polisi berinisial M, pejabat di Ditresnarkoba Polda Metro Jaya kembali menjalani sidang Komisi Kode Etik Profesi (KKEP) Polri lanjutan hari ini, Kamis (2/1/2025).
Sidang etik ini terkait kasus pemerasan terhadap 45 Warga Negara (WN) Malaysia saat menonton konser Djakarta Warehouse Project (DWP) di JIExpo Kemayoran, Jakarta Pusat dengan barang bukti yang diamankan Rp2,5 miliar.
Diketahui, dia telah menjalani sidang KKEP pada Selasa 31 Desember 2024. Jadwalnya bersamaan dengan Mantan Direktur Reserse Narkoba Polda Metro Jaya Kombes Donald Parlaungan Simanjunt, dan Kepala Unit (Kanit) Reserse Narkoba yang belum dibeberkan identitasnya.
Bedanya, dua anggota Polri itu sudah dijatuhi sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) oleh majelis sidang etik. Sedangkan M belum menerima putusan, karena sidang yang dijalaninya belum rampung.
“Untuk satu (M) terduga pelanggar, sidang etik masih terus berjalan dan akan kembali dilanjutkan pada Kamis, 2 Januari,” kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko kepada wartawan, dikutip Kamis (2/1/2025).
“Untuk seluruh keputusan sidang akan disampaikan melalui konferensi pers setelah sidang 1 orang (M) terduga pelanggar yang diskors rampung dilakukan,” sambungnya.
Di sisi lain, ia memastikan seluruh proses jalannya sidang etik tersebut juga diikuti dan diawasi oleh pihak Kompolnas selaku pengawas eksternal Polri.
-

Polres Ponorogo: Kasus Narkoba Turun, Tapi Barang Bukti Justru Melonjak
Ponorogo (beritajatim.com) – Perang terhadap narkoba konsisten dilakukan jajaran Polres Ponorogo. Selama tahun 2024, Satuan Reserse Narkoba (Satresnarkoba) Polres Ponorogo mencatat pengungkapan 58 kasus narkoba dengan total 61 tersangka. Jumlah ini menunjukkan penurunan dibandingkan tahun 2023 yang mencatat 75 kasus dengan 88 tersangka.
Kapolres Ponorogo, AKBP Anton Prasetyo, tak henti-hentinya mengimbau masyarakat untuk menjauhi narkoba dalam bentuk apa pun. Sebab, narkoba hanya akan merugikan diri sendiri dan orang lain.
“Kami di Polres Ponorogo berkomitmen untuk memberantas narkoba hingga ke akar-akarnya,” ungkap AKBP Anton, ditulis Kamis (02/01/2025).
Dengan komitmen kuat dari pihak kepolisian dan dukungan masyarakat, diharapkan Ponorogo dapat terus memperkuat upaya pemberantasan narkoba demi melindungi generasi mendatang. Sehingga kelak lahir dari Ponorogo para penerus dan jadi pemimpin bangsa ini.
“Kami apresiasi kinerja Satresnarkoba selama tahun 2024 ini,” katanya.
Anton menjelaskan bahwa dari 58 kasus yang terjadi pada tahun 2024 lalu, terdapat 18 kasus sabu-sabu, 3 kasus ganja dan ganja sintetis, serta 37 kasus obat keras daftar G. Meski jumlah kasus dan tersangka menurun, Ia menekankan bahwa volume barang bukti yang disita justru meningkat signifikan.
Barang bukti sabu-sabu yang diamankan oleh Satresnarkoba naik 270 persen, dari 38,94 gram pada 2023 menjadi 105,13 gram di 2024. Selain itu, barang bukti ganja juga melonjak tajam dari 3,64 gram menjadi 272,26 gram.
“Salah satu pengungkapan kasus paling menonjol tahun 2024 ya terjadi pada 31 Juli lalu, di mana Satresnarkoba berhasil menyita 55 gram sabu-sabu dari 3 tersangka, yaitu CDT, FY, dan NN,” katanya.
Sebaliknya, barang bukti berupa obat keras menunjukkan penurunan. Jika pada 2023 disita sebanyak 52.707 butir, tahun 2024 jumlahnya hanya 26.774 butir, turun sekitar 51 persen. Choirul menambahkan bahwa sepanjang 2024, pihaknya berhasil menyelamatkan 6.698 jiwa dari bahaya narkoba, dengan nilai materiil yang diperkirakan mencapai Rp 266,7 juta.
“Tidak berhenti di sini, kami akan terus melakukan berbagai upaya untuk memberantas peredaran narkoba di Ponorogo,” tutup Anton. [end/aje]
-

Kasus Polisi Peras Penonton DWP, Kompolnas: Tidak Boleh Terulang Kembali
Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) mengingatkan agar kasus anggota polisi yang melakukan pemerasan terhadap warga negara Malaysia di pergelaran Djakarta Warehouse Project (DWP) tidak boleh terulang kembali.
“Kasus ini harus menjadi pembelajaran kita semua dan tidak boleh terulang kembali,” ujar anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Choirul Anam dalam pesan singkat kepada Beritasatu.com, Rabu (1/1/2025).
Anam menjelaskan, Direktur Reserse Narkoba Polda Metro Jaya Kombes Donald Simanjuntak dan kepala unit (kanit) dijatuhi sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) atau pemecatan dalam sidang pelanggaran kode etik dan profesi Polri (KEPP) yang berlangsung Selasa (31/1/2024) hingga Rabu (1/1/2025).
Sementara itu, kasubdit yang juga menjalani sidang etik belum dijatuhi putusan. Alasannya sidang diskors dan akan dilanjutkan pada Kamis (2/1/2025).
“Kami Kompolnas memberikan catatan terhadap proses sidang ini. Pertama, sidang ini memakan waktu yang banyak karena beberapa hal. Kedua, soal saksinya yang cukup banyak,” jelasnya.
Saksi tersebut, menurut Anam, dimintakan keterangan secara bergantian dari dirnarkoba, kasubdit, dan kanit. Kondisi itulah yang membuat banyak memakan waktu terkait kasus polisi peras penonton DWP.
Anam memberikan catatan dalam pemeriksaan saksi dilakukan secara konfrontasi baik yang meringankan maupun memberatkan. “Itu yang menurut kami proses yang baik. Di samping antara saksi juga dikonfrontasi, juga dikonfrontasi soal bukti,” ungkapnya terkait dirnarkoba Polda Metro Jaya dipecat kasus pemerasan penonton DWP.
Anam menyampaikan, pemeriksaan juga dilakukan secara terurai mulai dari waktu kejadian, proses kejadian, hingga pelaporan dugaan pemerasan penonton konser DWP.
“Nah, itu juga diperiksa oleh Majelis Kode Etiknya. Ini satu langkah yang menurut saya bagus, profesional,” tegasnya.
Anam pun mengapresiasi pemeriksaan kasus ini berlangsung dengan memperhatikan struktur pertanggungjawaban dan struktur pengawasan dugaan pemerasan penonton konser DWP tersebut.
“Siapa yang menggerakkan orang, siapa yang digerakkan atau siapa yang memberikan perintah, siapa yang melaksanakan perintah itu juga diurai,” bebernya.
Anam menegaskan, proses yang juga tidak kalah penting adalah soal dana atau uang. “Nah, soal dana, soal uang itu juga ditelusuri. Ya, bagaimana mendapatkannya, siapa saja yang bisa terlibat,” pungkasnya terkait kasus polisi peras penonton DWP.
-
/data/photo/2024/12/22/67676edea418f.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Kasus Pemerasan Polisi di DWP, Apa Sanksi yang Diberikan?
Kasus Pemerasan Polisi di DWP, Apa Sanksi yang Diberikan?
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Kasus pemerasan yang melibatkan sejumlah polisi di acara
Djakarta Warehouse Project
(DWP) di Kemayoran, Jakarta Pusat, mengundang perhatian publik dan tindakan tegas dari pihak kepolisian.
Kasus ini terjadi pada 13-15 Desember 2024, dan sudah mulai diusut setelah laporan dari para penonton yang menjadi korban.
Dua anggota polisi telah mendapatkan sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) setelah menjalani sidang etik yang dilakukan oleh Divpropam Polri pada Rabu, 31 Desember 2024.
Kedua polisi tersebut adalah mantan Direktur Reserse Narkoba Polda Metro Jaya Kombes Donald Parlaungan Simanjuntak dan seorang polisi yang diidentifikasi dengan inisial Y, yang diduga adalah AKP Yudhy Triananta Syaeful, mantan Panit 1 Unit 3 Subdit 3 Ditresnarkoba Polda Metro Jaya.
Dugaan ini diperkuat oleh daftar 34 polisi yang baru-baru ini dimutasi.
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko juga mengonfirmasi bahwa satu anggota polisi lainnya berinisial M akan menjalani sidang etik.
“Untuk satu (M) terduga pelanggar, sidang etik masih terus berjalan dan akan kembali dilanjutkan pada Kamis, 2 Januari 2025,” tambah Truno.
Namun, identitas polisi berinisial M tersebut belum diungkap secara resmi.
Berdasarkan informasi yang beredar, M diduga adalah mantan Kasubdit 3 Ditresnarkoba Polda Metro Jaya, AKBP Malvino Edward Yusticia.
Kasus pemerasan ini terungkap setelah sejumlah penonton DWP mengungkapkan pengalaman buruk mereka di media sosial, khususnya Instagram.
Banyak yang melaporkan bahwa mereka telah diperas dan diintimidasi oleh oknum polisi.
Pihak penyelenggara, Ismaya Live, kemudian mengonfirmasi adanya insiden tersebut dan mendorong para penonton yang mengalami pemerasan untuk melapor kepada pihak berwajib.
Salah satu korban, Ilham, seorang penonton asal Malaysia, berbagi pengalamannya yang menyedihkan.
Ia mengaku bahwa oknum polisi menarik tangannya di tengah konser dan memintanya untuk menyerahkan paspor dan uang.
Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri mengidentifikasi 18 polisi yang diduga terlibat dalam aksi pemerasan terhadap penonton DWP 2024.
Mereka terdiri dari anggota Polda Metro Jaya, Polres Metro Jakarta Pusat, dan Polsek Kemayoran.
Kepala Divisi (Kadiv) Propam Polri Irjen Abdul Karim menyatakan bahwa ke-18 polisi tersebut telah diamankan dan ditempatkan dalam penempatan khusus (patsus) di Propam Mabes Polri.
“Jadi ada terdapat 18 orang, masih tetap jumlahnya sama yang sudah kita amankan, ini sudah meliputi dari personel polsek, polres, maupun polda,” ujar Abdul di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (24/12/2024).
Menanggapi kasus pemerasan ini, Polda Metro Jaya melakukan mutasi terhadap 34 anggotanya.
Surat telegram (TR) mengenai mutasi ini ditandatangani oleh Kepala Biro Sumber Daya Manusia (SDM) Polda Metro Jaya Kombes Muh. Dwita Kumu Wardana.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi membenarkan adanya surat telegram tersebut.
“Benar,” ujar Ade Ary Syam saat dihubungi pada Kamis (26/12/2024).
Sementara itu, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menyatakan akan melakukan penyelidikan lebih lanjut saat ditanya apakah mutasi ini terkait dengan kasus DWP,
“Kita akan cek dulu ya apakah betul, dan apakah terkait dengan kasus dugaan pemerasan oleh oknum polisi,” ungkap Komisioner Kompolnas Choirul Anam.
Kasus ini menjadi sorotan masyarakat dan menimbulkan harapan untuk tindakan tegas terhadap oknum-oknum yang merusak citra kepolisian dan melakukan tindakan kriminal.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
/data/photo/2025/01/02/67760f6d58766.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)


