Kasus: mafia tanah

  • Sidang Dugaan Mafia Tanah di Gresik, Saksi yang Sempat Mangkir Akhirnya Datang

    Sidang Dugaan Mafia Tanah di Gresik, Saksi yang Sempat Mangkir Akhirnya Datang

    Gresik (beritajatim.com)- Sidang lanjutan perkara dugaan mafia tanah pemalsuan dokumen pengurusan sertifikat hak milik (SHM) kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Gresik. Dalam sidang itu, saksi Charis Wicaksono yang sempat mangkir dua kali akhirnya memberi kesaksian.

    Pria yang menjabat Manajer Operasional PT Kodaland Inti Properti itu mengaku membayar Rp 60 juta kepada Budi Riyanto yang kini DPO sebagai jasa proses pengukuran ulang batas tanah. Padahal Budi sudah purna tugas di BPN Gresik.

    Charis pun menjelaskan terkait latar belakang proses pengukuran ulang batas tanah. Yang berada di wilayah Desa Manyarrejo Kecamatan Manyar tersebut. Bahwa pihak perusahaannya dan pelapor Tjong Cien Sing sudah bersepakat untuk pelurusan batas tanah.

    “Sekitar 2011, saat itu saya belum bekerja di perusahaan. Sehingga tidak mengetahui secara detail poin-poin kesepakatan tersebut,” paparnya,” Selasa (30/9/2025).

    Meski demikian, Charis tak menampik bahwa kesepakatan dalam rangka menunjang aktifitas perusahaan. Sebab, pada akhir 2012 sudah dibangun pagar dan akses jalan. Kesepakatan berlanjut untuk mengurus SHM pada awal 2023 silam. Pihaknya pun merekomendasikan Budi untuk membantu pengurusan.

    “Agar cepat dan tidak ada masalah. Karena saya sendiri sudah sering dibantu untuk mengurus SHM perusahaan,” ungkapnya.

    Charis mengaku hanya satu kali terlibat aktif selama proses pengurusan. Tepatnya pada tahapan pengukuran ulang batas-batas tanah. “Saya hanya menandatangani 1 blangko kosong saja. Persyaratan yang lain diurus oleh Budi,” pungkas Charis.

    Keterangan tersebut pun memantik kecurigaan dari Johan Avie, selaku Penasehat Hukum terdakwa. Pasalnya, pembayaran jasa kepada Budi dikirim melalui rekening perusahaan. Termasuk Surat Perintah Setor (SPS) dari BPN yang seharusnya diajukan oleh pemohon.

    “Ini aneh, dalam berkas permohonan adalah Tjong. Namun yang paling aktif justru pihak perusahaan,” ungkapnya heran.

    Hakim Ketua Sarudi mengakui perbedaan keterangan dibandingkan dengan saksi-saksi sebelumnya. Termasuk keterangan para terdakwa berkaitan dengan oknum lain yang ikut terlibat.

    “Yang jelas jika keterangan berubah-ubah akan berpengaruh pada hukuman yang diterima,” paparnya.

    Sidang sengketa tanah ini ditunda pada Kamis (2/10) mendatang. Agenda sidang tersebut mendengarkan keterangan saksi ahli dan keterangan terdakwa. [dny/but]

  • Bank Tanah Beri Sertifikat Tanah Buat Masyarakat Terdampak Pembangunan Bandara IKN

    Bank Tanah Beri Sertifikat Tanah Buat Masyarakat Terdampak Pembangunan Bandara IKN

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah melalui Badan Bank Tanah (BBT) memberikan Sertifikat Hak Pakai bagi masyarakat di Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) yang terdampak Pembangunan Bandara VVIP Ibu Kota Nusantara (IKN).

    Kepala Badan Bank Tanah, Parman Nataatmadja menjelaskan bahwa pemberian hak tersebut juga diberikan kepada masyarakat PPU yang terdampak pembangunan jalan bebas hambatan atau Tol Akses IKN seksi 5B (Jembatan Pulau Balang—Riko).

    “Melalui pelaksanaan reforma agraria di atas HPL Badan Bank Tanah di wilayah PPU ini, maka fungsi Badan Bank Tanah telah mendapatkan porsi yang paripurna sesuai mandat dalam PP Nomor 64 Tahun 2021,” kata Parman dalam keterangan tertulis, Sabtu (27/9/2025).

    Adapun, penyerahan sertifikat tanah tahap I ini diberikan kepada subjek reforma agraria terdampak pembangunan Bandara VVIP IKN dan jalan bebas hambatan seksi 5B yang jumlahnya sebanyak 129 subjek.

    Dari total tersebut, penyerahan sertifikat hak pakai tahap awal diberikan kepada 23 subjek Reforma Agraria, sementara untuk sisanya akan diterbitkan dan diserahkan secara bertahap.

    Deputi Bidang Pemanfaatan Tanah dan Kerja Sama Usaha Badan Bank Tanah, Hakiki Sudrajat menerangkan bahwa melalui skema hak pakai subjek penerima manfaat mendapatkan kepastian hukum atas tanah yang mereka garap. Celah penyalahgunaan tanah negara juga dapat diminimalkan sehingga subjek penerima manfaat dapat terlindungi dari praktik mafia tanah.

    Nantinya, setelah 10 tahun subjek penerima manfaat dapat meningkatkan status hak pakai mereka menjadi sertifikat hak milik. Mereka juga mendapatkan manfaat ekonomi dari kenaikan nilai tanah serta dapat dijadikan jaminan kredit.

    “Hari ini kita mencatat sejarah baru agraria di Indonesia. Untuk pertama kalinya sertifikat hak pakai di atas HPL Badan Bank Tanah diserahkan kepada masyarakat. Tentu ini juga menjadi kado indah bagi subjek penerima manfaat di peringatan Hari Agraria dan Tata Ruang,” kata Hakiki.

    Dengan demikian, kegiatan penyerahan sertifikat tersebut menjadi salah satu implementasi Reforma Agraria yang dijalankan oleh Badan Bank Tanah sebagaimana diamanatkan dalam PP Nomor 64 Tahun 2025.

  • Puluhan Warga Malang Laporkan Mafia Tanah ke Polda Jatim, Sertifikat Ganda Jadi Sorotan

    Puluhan Warga Malang Laporkan Mafia Tanah ke Polda Jatim, Sertifikat Ganda Jadi Sorotan

    Surabaya (beritajatim.com) – Puluhan warga Desa Ngajum, Kecamatan Balesari, Kabupaten Malang, berbondong-bondong mendatangi Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Jawa Timur, Rabu (25/9/2025) siang. Mereka melaporkan dugaan tindakan sewenang-wenang mafia tanah dengan didampingi advokat senior, Masbuhin. Laporan itu teregister dengan Nomor: LP/B/1197/VIII/2025/SPKT/POLDA JAWA TIMUR.

    Masbuhin menegaskan mafia tanah merupakan ancaman serius karena tidak hanya merugikan kepemilikan pribadi, tetapi juga menggangu stabilitas hukum, ekonomi, dan sosial.

    “Praktik mereka tidak hanya berdampak pada kepemilikan tanah secara perorangan, tetapi juga menggangu stabilitas hukum, ekonomi dan sosial, seperti yang dialami puluhan warga,” ujarnya di Mapolda Jatim, Rabu (25/9/2025).

    Kasus ini bermula dari tanah perkebunan tebu yang dikuasai warga Ngajum sejak 30 tahun lalu dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) terbitan Kantor Pertanahan Kabupaten Malang sejak 1994. Warga juga rutin membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Namun pada 2024, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Malang menerbitkan SHM atas nama orang lain di lahan yang sama, memunculkan indikasi sertifikat ganda.

    “Contohnya warga atas nama Tarimin, dia sudah menguasai dan memiliki lahan perkebunan sejak tahun 1993, dengan Sertifikat Hak Milik No. 603, dengan luas 4.630 m2, tiba-tiba diatas tanah perkebunan dia sekarang ini, muncul dan terbit Sertifikat Hak Milik Baru dari BPN Kabupaten Malang pada tanggal 31 Juli 2024, Sertifikat No. 01049, atas nama : MSE, dengan mengabungkan luas tanah milik 3 warga termasuk Tarimin,” beber Masbuhin.

    Contoh lain, SHM No. 173 atas nama Soekari Poerwanto yang telah dijual kepada Sri Rahayu sejak 2013 dengan akta jual beli PPAT No. 134/2013. Namun, pada 2024 kembali diterbitkan SHM baru No. 02148 atas nama MDZ. “Masih banyak lagi modus-modus kejahatan serupa dan memiliki pola yang sama,” tambah Masbuhin.

    Menurutnya, dugaan praktik mafia tanah ini dilakukan dengan memalsukan dokumen untuk sertifikasi melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL), serta berkolusi dengan oknum aparat atau pejabat terkait.

    Sejauh ini, sekitar 20 warga dengan total lahan 15 hektar telah melapor, namun diperkirakan ada 30 warga lainnya yang juga menjadi korban. “Mafia tanah tersebut telah mempergunakan cara-cara untuk merebut atau mengklaim tanah milik warga ini secara ilegal dengan modus operandi pemalsuan dokumen,” tegas Masbuhin.

    Firma hukum Masbuhin & Partners telah ditunjuk warga Malang untuk membongkar kasus ini. Tim advokat bahkan sudah turun ke lapangan pada 19 September 2025 guna melakukan identifikasi dan verifikasi.

    Usai laporan masuk, Polda Jatim langsung memulai pemeriksaan saksi secara cepat. “Sehingga harapan kami jajaran penyidik Ditreskrimum Polda Jatim segera dapat membongkar kasus mafia tanah yang meresahkan warga Malang, dan bisa menyeret pihak-pihak yang menjadi Dader (pelaku utama), Doen Pleger (penyuruh), Medepleger (turut melakukan), dan Medeplichtige (pembantu), termasuk sponsorship (pendana alias bandarnya),” pungkas Masbuhin. [uci/beq]

  • Carut Marut Sengketa Tanah di Gresik, Ini Pesan Kepala ATR/BPN

    Carut Marut Sengketa Tanah di Gresik, Ini Pesan Kepala ATR/BPN

    Gresik (beritajatim.com)- Kasus sengketa tanah masih terjadi di Kabupaten Gresik. Hal ini seiring dengan adanya laporan temuan kasus pemalsuan sertifikat tanah yang dialami oleh Tjong Cien. Dimana luas lahan miliknya dari semula 32.751 meter persegi sejak tahun 2010 lantas berkurang 30.459 meter di tahun 2023.

    Terkait dengan itu, Kepala Kementrian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN) Gresik, Rarif Setiawan menegaskan lembaganya memiliki tanggungjawab tidak hanya dalam administrasi pertanahan, melainkan juga dalam memastikan kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat.

    “Di tengah keruwetan proses hukum, BPN Gresik hadir sebagai penjamin kepastian hak. Melalui mekanisme pertanahan yang berlaku, luas tanah milik Tjong Cien akhirnya dipulihkan kembali menjadi 32.751 meter persegi sesuai keadaan semula,” katanya, Rabu (24/9/2025).

    Masih menurut Rarif Setiawan, kasus ini menjadi pengingat bagi masyarakat. Sengketa tanah tidak hanya soal sertifikat, tetapi menyangkut kepastian hukum yang berdampak pada rasa keadilan warga.

    “Praktik mafia tanah dapat terjadi melalui celah kecil, mulai dari proses pengukuran ulang hingga penerbitan dokumen. Untuk itu, saya mengajak masyarakat untuk proaktif melakukan pengawasan dan tidak ragu melapor ke BPN bila menemukan indikasi penyimpangan,” paparnya.

    Fakta pemulihan hak ini kemudian menjadi pertimbangan majelis hakim untuk membuka opsi perdamaian. Dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Gresik, Tjong Cien menyatakan kesediaannya memberikan maaf kepada para terdakwa dengan syarat penguasaan penuh atas tanahnya dikembalikan.

    “Saya bersedia memaafkan, asalkan tanah saya benar-benar kembali dalam penguasaan penuh, bukan hanya secara sertifikat tetapi juga di lapangan karena sampai saat ini masih dikuasai perusahaan,” pungkas Tjong Cien. [dny/but]

  • Ketua Ombudsman RI : Pelayananan publik Pemprov Kepri masuk zona hijau

    Ketua Ombudsman RI : Pelayananan publik Pemprov Kepri masuk zona hijau

    Tanjungpinang (ANTARA) – Ketua Ombudsman Republik Indonesia (RI) Mokhammad Najih menyatakan kualitas pelayanan publik di lingkup Pemerintahan Provinsi Kepulauan Riau (Pemprov Kepri) tahun 2024 masuk kategori nilai tertinggi atau zona hijau.

    “Secara umum, pelayanan publik Pemerintahan Kabupaten/Kota se-Kepri juga masuk golongan zona hijau, nilainya di atas rata-rata nasional,” kata Najih dalam kunjungannya ke Kota Tanjungpinang, Kepri, Senin.

    Ia menjelaskan pelayanan publik zona hijau adalah predikat kualitas tinggi yang diberikan kepada lembaga atau instansi pemerintah yang telah berhasil memenuhi standar pelayanan publik, ditunjukkan melalui penilaian kepatuhan terhadap aturan, tidak adanya maladministrasi, serta efektivitas dalam mengelola input, proses, pengaduan, dan output pelayanan.

    Najih menyebut predikat itu menunjukkan keinginan dan keseriusan pemerintah daerah di Kepri untuk terus meningkatkan kualitas pelayanan publik terhadap semua elemen masyarakat.

    Ia menekankan pentingnya tata kelola pelayanan publik bagi penyelenggara negara dan pemerintahan, sehingga masyarakat betul-betul merasakan dampak positif dari kehadiran pemerintah.

    “Sejauh ini, pengaduan layanan publik di Kepri yang masuk ke Ombudsman, dapat diselesaikan dengan baik bersama seluruh penyelenggara layanan terkait,” ujarnya.

    Najih melanjutkan jenis pengaduan yang paling banyak diterima Ombudsman di Kepri didominasi masalah agraria atau pertanahan, seperti layanan pengurusan sertifikat tanah, lalu pemenuhan hak dan proses penyelesaian tumpang tindih pengukuran tanah, serta isu sengketa lahan.

    Ia menyatakan masalah pertanahan sering diadukan masyarakat, karena tanah merupakan aset penting bagi masyarakat.

    Sementara penyelenggara layanan dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional (BPN), kata dia, tugasnya secara administratif menetapkan siapa yang paling memenuhi syarat atas kepemilikan tanah, maka itulah yang diakui.

    “Ombudsman ikut membantu BPN mengatasi masalah warkah tanah, karena kadang kala muncul isu mafia tanah yang dapat menghambat proses penyelesaiannya,” ujar Najih.

    Dia menambahkan Ombudsman terus mengawasi pelayanan pemerintah daerah dengan cara menerima dan menindaklanjuti pengaduan masyarakat terkait maladministrasi, lalu menilai kepatuhan terhadap standar pelayanan publik, serta memberikan rekomendasi perbaikan untuk meningkatkan pelayanan pemda.

    Melalui pengawasan itu pula, Ombudsman mendorong transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi masyarakat untuk mencegah dan memberantas maladministrasi, sehingga pelayanan publik menjadi lebih baik dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

    “Penyelenggara layanan berkewajiban menerapkan standar pelayanan publik berkualitas, cepat, mudah, terjangkau dan terukur bagi masyarakat,” demikian Kepala Ombudsman RI.

    Pewarta: Ogen
    Editor: Budi Suyanto
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Hak jawab PT Tjitajam atas berita rencana pembangunan stadion di Depok

    Hak jawab PT Tjitajam atas berita rencana pembangunan stadion di Depok

    Bagaimana mungkin pihak lain yang berutang kemudian aset orang lain, dalam hal ini aset PT Tjitajam yang dijadikan pelunasan utang? Ini kan sangat berbahaya. Kami yakin ini cara kerja mafia tanah.

    Jakarta (ANTARA) – PT Tjitajam menyampaikan hak jawab atas pemberitaan ANTARA yang berjudul Kementerian PU godok pembangunan stadion berstandar FIFA di Depok.

    Berikut hak jawab PT Tjitajam yang dikirimkan kepada ANTARA, di Jakarta, Selasa:

    Polemik rencana pembangunan stadion bertaraf internasional di Kota Depok berbuntut panjang, ihwal lahan seluas 53,8 hektare yang terletak di Tanah Merah Cipayung, Kota Depok itu nyatanya merupakan aset milik PT Tjitajam.

    Dalam hal ini PT Tjitajam mempertanyakan apa yang menjadi dasar Pemkot Depok membangun stadion tersebut? Sementara, hak atas kepemilikan lahan tersebut sudah jelas milik klien kami yaitu PT Tjitajam, berdasarkan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) Nomor 257/Cipayung Jaya yang sudah terbit sejak 25 Agustus 1999.

    Bidang tanah tersebut sampai dengan ini statusnya telah diletakkan sita jaminan oleh Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur pada tahun 1999, yang pelaksanaan sitanya itu melalui Pengadilan Negeri Cibinong dan perkara tersebut telah berkekuatan hukum tetap.

    Karena gejolak usaha pembajakan saham PT Tjitajam di Dirjen AHU (Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum) oleh oknum mafia tanah, berikut aset-aset tanahnya terus berlanjut, maka tahun 2018 Klien mengajukan gugatan kembali di Pengadilan Negeri Cibinong, sebagai penggugat intervensi.

    Kemudian pada gugatan tersebut selain mengabulkan gugatan klien kami sebagai sebagai PT Tjitajam yang sah dan membatalkan seluruh Akta-akta dan Pengesahan AHU PT Tjitajam versi Cipto Sulistio. Ade Prasetyo dkk, hakim yang mengadili perkara juga menganggap perlu untuk meletakkan lagi sita jaminan, terhadap seluruh aset PT Tjitajam termasuk SHGB Nomor 257/Cipayung Jaya yang rencananya ingin dibangun stadion bertaraf internasional.

    Nah, oleh karena 10 putusan itu sudah inkrah atau berkekuatan hukum tetap yang memenangkan klien kami, baik di Pengadilan Negeri atau perdata biasa sampai PK (Peninjauan Kembali), termasuk Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang juga sampai PK, putusan pidana karena klien kami pada tahun 2022 sempat dikriminalisasi oleh oknum penyidik Jatanras Polda Metro Jaya dalam perebutan lahan, saham dan aset-aset tanah PT Tjitajam.

    Tuduhan atas perbuatan pidana terhadap klien sampai ke tahap persidangan dan Putusannya pun juga sampai ke Mahkamah Agung (MA) di mana amar putusannya itu ‘bebas’ atau Vrijspraak. Putusan-putusan tersebut sudah dieksekusi oleh Pengadilan Negeri Cibinong, dan Pengadilan Tata Usaha Negara, baik di Jakarta maupun di Jawa Barat.

    Maka, menurutnya, semua pihak yang ikut dalam perkara ini termasuk Pemkot Depok, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Depok yang merupakan pihak dalam perkara dimaksud baik sebagai Tergugat/Turut Tergugat, dan lembaga pemerintahan lainnya itu harusnya tunduk, terhadap 10 putusan yang telah ditetapkan inkrah dalam pokok perkara tersebut.

    Karena yang memenangkan perkara itu klien kami (PT Tjitajam). Sehingga aset-aset yang termasuk Tanah Merah Cipayung tersebut, sesuai dengan SHGB Nomor 257/Cipayung Jaya itu adalah milik PT Tjitajam dan masa berlaku SHGB itu selesai pada 2029.

    Satgas BLBI mengklaim bahwa lahan itu telah diperoleh negara, berdasarkan adanya Perjanjian Penyelesaian Pinjaman tertanggal 11 Desember 1998, antara PT Tjitajam dengan PT Mitra Bina Unggul yang menjaminkan Tanah Merah di Bank Central Dagang (BCD), setelah adanya krisis moneter yang menyebabkan BCD menjadi salah satu bank yang bermasalah dan menerima bantuan dari negara, maka bentuk pelunasan utang negara, aset-asetnya kemudian dikuasai dan dikelola oleh negara.

    Dan khusus untuk Tanah Merah telah dilakukan pengamanan aset seperti pemblokiran pada Badan Pertanahan Nasional (BPN), dan pengamanan aset pada tahun 2023, namun yang cukup mengejutkan dan membuat heran penguasaan Tanah Merah Cipayung Jaya oleh Satgas BLBI atau Kemenkeu bukanlah sertifikat PT Tjitajam, melainkan hanya SK Kanwil Jawa Barat Nomor : 960/HGB/KWBPN/1997 Tanggal 29 Oktober 1997.

    Dan perlu kami tegaskan PT Tjitajam tidak pernah berutang sepeserpun dan tidak pernah menerima aliran uang. Baik dengan PT Mitra Unggul Bina Nusa maupun Bank Central Dagang, merupakan bank yang diketahui secara umum dimiliki oleh keluarga Hovert Tantular yang hingga saat ini masih buronan negara.

    Bagaimana mungkin pihak lain yang berutang kemudian aset orang lain, dalam hal ini aset PT Tjitajam yang dijadikan pelunasan utang? Ini kan sangat berbahaya. Kami yakin ini cara kerja mafia tanah.

    Dari fakta persidangan perkara yang ada berdasarkan bukti dari Satgas BLBI ternyata Hindarto Tantular/Anton Tantular, selaku pemegang saham PT Bank Central Dagang-BBKU memiliki utang kepada negara sebesar Rp1.470.120.709.878.01 (Satu Triliun Empat Ratus Tujuh Puluh Miliar Seratus Dua Puluh Tujuh Juta Tujuh Ratus Sembilan Puluh Ribu Delapan Ratus Tujuh Puluh Delapan dan 1/100 Rupiah).

    Utang mereka inilah yang menyebabkan penguasaan aset oleh Satgas BLBI, terhadap Tanah Merah Cipayung milik PT Tjitajam sangat tidak adil dan tak berdasarkan hukum. Menurut kami kasus PT Tjitajam ini adalah bukti nyata masih maraknya mafia tanah di Indonesia yang dilakukan oknum berbaju dinas.

    Pewarta: Shofi Ayudiana
    Editor: Budisantoso Budiman
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Kasus Mafia Tanah Mbah Tupon, 6 Tersangka Diserahkan ke Kejati
                
                    
                        
                            Yogyakarta
                        
                        14 Agustus 2025

    Kasus Mafia Tanah Mbah Tupon, 6 Tersangka Diserahkan ke Kejati Yogyakarta 14 Agustus 2025

    Kasus Mafia Tanah Mbah Tupon, 6 Tersangka Diserahkan ke Kejati
    Tim Redaksi
    YOGYAKARTA, KOMPAS.com –
    Penanganan kasus mafia tanah dengan korban Tupon Hadi Suwarno atau Mbah Tupon telah memasuki tahap II.
    Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda DIY telah menyerahkan enam tersangka beserta barang bukti ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) DIY.
    Enam tersangka beserta barang bukti diserahkan ke Kejati DIY pada 12 Agustus 2025. Enam tersangka diserahkan ke Kejati DIY setelah berkas perkara dinyatakan lengkap atau P21.
    Sedangkan berkas perkara satu orang tersangka yakni inisial AH (60) belum dinyatakan P21.
    Kabid Humas Polda DIY Kombes Pol Ihsan mengatakan enam tersangka dan barang bukti telah diserahkan ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) DIY.
    “Penyidik Ditreskrimum Polda DIY telah menyerahkan enam tersangka berikut barang bukti kepada Kejaksaan Tinggi DIY pada 12 Agustus 2025,” ujar Kabid Humas Polda DIY Kombes Pol Ihsan dalam keterangan tertulis, Rabu (13/08/2025).
    Dengan telah diserahkanya tersangka serta barang bukti, selanjutnya kasus ini menjadi kewenangan dari jaksa penuntut umum (JPU).
    “Dengan demikian kasus ini selanjutnya menjadi kewemangan jaksa penuntut umum. Ini adalah bentuk komitmen kami untuk mengusut tuntas kasus tersebut dan Kami akan terus mengawal proses hukumnya,” ucapnya.
    Polda DIY lanjut Ihsan berkomitmen terhadap perlindungan hak-hak masyarakat. Khususnya dalam hal kepemilikan tanah yang sah secara hukum dengan memberantas praktik mafia tanah.
    Ihsan juga mengimbau seluruh masyarakat untuk mewaspadai berbagai modus penipuan atau penggelapan terkait tanah. Masyarakat juga tidak perlu ragu melaporkan ke kepolisian apabila menemukan indikasi adanya praktik mafia tanah di wilayahnya.
    Seperti diketahui, kasus ini berawal dari laporan yang dibuat pada 14 April 2025, dengan dugaan tindak pidana penipuan atau penggelapan melalui modus pecah bidang terhadap objek Sertifikat Hak Milik (SHM) milik korban.
    Polda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menetapkan tujuh orang tersangka dalam kasus dugaan mafia tanah dengan korban Tupon Hadi Suwarno atau dikenal Mbah Tupon.
    Tujuh orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka yakni inisial BR, laki-laki usia 60 tahun alamat Kasihan, Kabupaten Bantul, TK, laki-laki usia 54 tahun alamat Kasihan, Kabupaten Bantul, VW, Perempuan usia 50 tahun alamat Pundong, Kabupaten Bantul, TY, laki-laki usia 50 tahun alamat Sewon, Kabupaten Bantul, MA, laki-laki usia 47 tahun alamat Kotagede, Kota Yogyakarta, IF, perempuan usia 46 tahun alamat Kotagede, Kota Yogyakarta dan AH, laki-laki usia 60 tahun alamat Kraton, Kota Yogyakarta.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Nusron Sebut Konflik Tanah di RI Pasti Libatkan Orang Besar

    Nusron Sebut Konflik Tanah di RI Pasti Libatkan Orang Besar

    Jakarta

    Menteri Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid menyebut bahwa konflik pertanahan di Indonesia dipastikan melibatkan ‘orang besar’ atau individu, kelompok yang memiliki pengaruh di Indonesia. Hal tersebut ia ungkapkan saat Rapat Kerja dengan Komisi II DPR RI, Rabu (9/7/2025).

    “Karena semua konflik pertanahan di Indonesia ini pasti melibatkan orang besar,” katanya.

    Meski begitu, Nusron tidak menjelaskan lebih lanjut siapa saja orang-orang besar di balik persoalan pertanahan di Indonesia. Ia mengatakan bahwa orang besar ini sulit disentuh jika hanya dengan pendekatan administratif biasa.

    Namun, ia menegaskan kementeriannya berkomitmen untuk terus melakukan perbaikan guna mengatasi permasalahan pertanahan di Indonesia.

    “Dan orang besar di Indonesia ini bisanya hanya takut dua hal. Pertama sama pasal hukum dan kedua sama kematian. Itu orang besar itu. Kalau ditakut-takuti sama kita-kita, dan nggak ada pasal hukumnya kadang masih, dipanggil Pak Tejo Dirjen masih begini-begini pak. Tapi kalau dipanggil dengan pasal hukumnya ya lain cerita,” katanya.

    Dalam rapat tersebut, Anggota Komisi II DPR RI Romy Soekarno menyinggung persoalan konflik agraria, dualisme sertifikat, dan tanah negara yang dikuasai swasta di wilayah Jakarta dan sekitarnya selama ini mengindikasikan adanya permainan mafia tanah. Hal ini dikarenakan proses penyelesaiannya berjalan lambat.

    “Di Jakarta dan sekitarnya terhadap begitu banyak kasus pertanahan baik itu konflik agraria, dualisme sertifikat, tanah negara yang dikuasai swasta sehingga indikasi kuat adanya permainan mafia tanah,” katanya.

    “Namun penjelasannya seperti berjalan di tempat bahkan tidak jarang dibiarkan mengendap dalam waktu yang tidak rasional. Hal ini semata soal teknisi bukan hanya semata teknik birokrasi tapi menyangkut sensitivitas kelembagaan terhadap urgensi masalah,” tambahnya.

    Lihat juga video: Gaya Menteri Hadi Turun Tangan Atasi Konflik Tanah di Blora

    (acd/acd)

  • Pengusaha Bandar Lampung Terlibat Kasus Mafia Tanah, Aset Kemenag Dijual Pakai Sertifikat Palsu

    Pengusaha Bandar Lampung Terlibat Kasus Mafia Tanah, Aset Kemenag Dijual Pakai Sertifikat Palsu

    Dalam perkara dugaan korupsi terkait penerbitan hak atas tanah dengan Sertifikat Hak Pakai Nomor 12/NT/1982, Kejati Lampung sebelumnya telah menahan dua tersangka lainnya. Mereka adalah LKM, mantan Kepala BPN Lampung Selatan, dan TRS, seorang Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).

    Keduanya diduga memanipulasi data kepemilikan tanah milik Kemenag, yang kemudian dialihkan kepada TSS. Padahal, tanah tersebut masih tercatat sebagai aset negara. Parahnya, pemindahan dilakukan dengan menggunakan dua identitas berbeda yang salah satunya terbukti palsu. “TSS adalah pihak yang membeli tanah tersebut, padahal secara hukum tanah itu masih milik Kemenag RI. Kami pastikan salah satu dari identitas yang digunakan dalam transaksi itu adalah palsu,” ungkap dia.

    Masagus menyebut, akibat ulah para tersangka, negara mengalami kerugian hingga Rp54,4 miliar. Jumlah itu didapat berdasarkan hasil penilaian aset oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) serta penghitungan resmi dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Lampung. Hingga kini, tim penyidik telah memeriksa sedikitnya 50 orang saksi untuk mendalami keterlibatan pihak lain dalam jaringan mafia tanah tersebut.

    Pengumpulan alat bukti juga masih berlangsung guna memperkuat konstruksi hukum dan membuka potensi tersangka tambahan. “Kejati Lampung berkomitmen menangani kasus ini secara profesional, transparan, dan akuntabel. Kami juga akan terus memberikan informasi perkembangan penanganan perkara kepada masyarakat sesuai aturan yang berlaku,” tegas dia.

  • Sengketa Lahan Belum Usai, Alumni SMAN 1 Bandung Lawan Gugatan PLK
                
                    
                        
                            Bandung
                        
                        29 Juni 2025

    Sengketa Lahan Belum Usai, Alumni SMAN 1 Bandung Lawan Gugatan PLK Bandung 29 Juni 2025

    Sengketa Lahan Belum Usai, Alumni SMAN 1 Bandung Lawan Gugatan PLK
    Tim Redaksi
    BANDUNG, KOMPAS.com
    – Ikatan Alumni SMA Negeri 1 Bandung,
    Kota Bandung
    ,
    Jawa Barat
    , akan terus menunjukkan perlawanan dalam
    sengketa lahan
    sekolah yang saat ini diklaim oleh
    Perkumpulan Lyceum Kristen
    (PLK).
    Mereka menilai klaim kepemilikan PLK atas sebagian lahan sekolah tersebut tidak berdasar dan berpotensi mengancam kelangsungan pendidikan bagi masyarakat Kota Bandung.
    Ketua Ikatan
    Alumni SMAN 1 Bandung
    , Arief Budiman, mengatakan bahwa sejumlah langkah hukum dan advokasi publik terus dilakukan, termasuk penggalangan dukungan dari masyarakat serta berkoordinasi dengan pemerintah daerah.
    Ia menerangkan bahwa gugatan PLK atas sertifikat lahan hak guna pakai Nomor 11 Tahun 1999 bukan yang pertama kali;
    Bahkan, pernah terjadi pada tahun 2017 dan terakhir tahun 2024.
    “Kemudian setelah itu, dengan kekalahan kami di PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara) Bandung, ini tentu membuat
    shock
    . Bahwa sungguh sangat ada ketidakadilan di proses ini. Tapi walaupun bagaimana, kami tetap menghargai proses hukum yang berlanjut,” kata Arief di SMAN 1 Bandung, Jalan Ir. H. Juanda, Kota Bandung, Minggu (29/6/2025).
    Arief menegaskan bahwa
    alumni SMAN 1 Bandung
    akan berjuang melalui dua cara, yakni pertama, melalui upaya hukum dengan menyertakan Biro Hukum Setda Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan tim advokasi, serta kedua, melakukan kampanye penolakan secara luring maupun daring.
    “Ini kami mengadakan kegiatan-kegiatan dari tiap-tiap angkatan alumni SMAN 1 Bandung, seperti yang kami lakukan hari ini, itu dalam langkah kami mengaktifikasi. Ada ketidakadilan, ada sesuatu yang, tanda kutip, kita berani ini ada mafia tanah di belakang ini yang memang membuat satu skenario besar,” terangnya.
    Ia pun menilai bahwa proses hukum yang berjalan di pengadilan seharusnya adil, namun sudah tercederai dengan memenangkan PLK atas sengketa lahan SMAN 1 Bandung.
    Menurutnya, bila lahan SMAN 1 Bandung berhasil direbut oleh pihak swasta, dikhawatirkan hal tersebut akan terjadi juga terhadap sekolah lainnya di Indonesia.
    “Mewakili alumni yang merasa sangat keberatan dengan hasil keputusan itu. Kalau bisa, seluruh rakyat Indonesia tahu ada ketidakadilan di proses ini, karena dampaknya bukan hanya untuk SMAN 1, ini nanti akan banyak korban-korban berikutnya,” tutur Arief.
    Arief menambahkan bahwa civitas akademika dan alumni SMAN 1 Bandung akan mempertahankan lahan sekolah, meskipun proses pengadilan terhadap upaya banding akan memakan waktu lama.
    “Kita semua kompak, seluruh alumni SMAN 1, tiap angkatan bergantian mengadakan kegiatan dengan tajuk ‘Save Smansa’ untuk tetap terus kami yakin bahwa proses ini juga cukup panjang. Tapi kami juga tidak akan pernah kalah untuk bisa terus berjuang,” pungkasnya.
    Sebelumnya diberitakan, Biro Hukum Setda Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah melayangkan banding kepada Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) Jakarta atas putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung yang mementingkan Perkumpulan Lyceum Kristen (PLK).
    Memori banding kasus sengketa lahan ini telah diterima PT TUN Jakarta pada 12 Juni 2025 serta terdaftar dengan nomor perkara Banding nomor 131/B/2025/PT.TUN.JKT.
    Adapun dalam putusannya, PTUN Bandung telah mengabulkan seluruh gugatan dari PLK dan menolak eksepsi yang diajukan oleh tergugat, yaitu Kepala Kantor Pertanahan/BPN Kota Bandung, serta tergugat intervensi, yaitu Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.