Kasus: mafia tanah

  • Cara Menyelesaikan Sengketa Tanah atau Sertifikat Ganda di Indonesia

    Cara Menyelesaikan Sengketa Tanah atau Sertifikat Ganda di Indonesia

    Jakarta, Beritasatu.com – Masalah sengketa tanah kerap menjadi persoalan yang kompleks, terutama jika melibatkan sertifikat ganda. Kondisi ini bisa menimbulkan ketidakpastian hukum dan merugikan pihak yang berhak atas tanah tersebut.

    Sertifikat ganda biasanya muncul akibat kesalahan administrasi, tumpang tindih kepemilikan, atau bahkan praktik mafia tanah. Jika Anda menghadapi situasi ini, langkah cepat dan tepat sangat diperlukan agar hak kepemilikan tetap terlindungi.

    Lantas, apa saja yang harus dilakukan ketika terjadi sengketa atau sertifikat ganda tanah? Berikut adalah beberapa langkah yang perlu diambil jika Anda terlibat dalam sengketa terkait sertifikat ganda atau klaim kepemilikan tanah yang sama.

    Penyelesaian Sengketa Tanah

    Penyelesaian sengketa pertanahan dapat ditempuh melalui dua jalur utama, yaitu jalur litigasi dan nonlitigasi, yakni sebagai berikut:

    Penyelesaian Sengketa Lewat Jalur Litigasi

    Penyelesaian sengketa melalui jalur litigasi adalah proses yang melibatkan badan peradilan, di mana pihak yang merasa dirugikan dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri atau Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), sesuai dengan lokasi objek sengketa. Dalam proses litigasi, pengadilan akan memutuskan sengketa berdasarkan bukti-bukti yang diajukan oleh kedua belah pihak.

    Penyelesaian Sengketa Nonlitigasi

    Selain melalui pengadilan, sengketa pertanahan dapat diselesaikan melalui jalur nonlitigasi. Ada beberapa metode penyelesaian sengketa nonlitigasi, antara lain:

    1. Negosiasi

    Negosiasi adalah cara penyelesaian sengketa yang sering dilakukan pertama kali saat perselisihan terjadi. Pada tahap ini, pihak yang bersengketa akan melakukan pertemuan langsung tanpa melibatkan pihak ketiga. Tujuannya adalah untuk mencapai kesepakatan yang dapat diterima oleh kedua belah pihak.

    2. Mediasi

    Mediasi melibatkan pihak ketiga yang netral untuk membantu kedua pihak menemukan solusi yang saling menguntungkan. Badan Pertanahan Nasional (BPN) sering kali bertindak sebagai mediator dalam sengketa pertanahan, terutama yang berkaitan dengan sertifikat hak atas tanah.

    3. Konsiliasi

    Konsiliasi adalah kelanjutan dari mediasi, dengan peran yang lebih aktif dari pihak ketiga (konsiliator). Konsiliator akan mencari solusi dan mengusulkan kepada para pihak yang bersengketa. Jika disepakati, solusi tersebut menjadi kesepakatan yang mengikat.

    4. Arbitrase

    Arbitrase adalah bentuk penyelesaian sengketa yang melibatkan arbiter yang disepakati oleh kedua pihak. Proses ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, yang menyatakan bahwa arbiter akan membantu menyelesaikan sengketa dengan keputusan yang adil dan mengikat.

    Sengketa pertanahan dapat diselesaikan baik melalui jalur litigasi di pengadilan maupun jalur nonlitigasi yang lebih cepat dan fleksibel, seperti negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan arbitrase. Mediasi yang dilakukan oleh BPN sering kali menjadi langkah pertama dalam penyelesaian sengketa pertanahan di Indonesia.

    Namun, apabila mediasi gagal, jalur litigasi tetap tersedia sebagai pilihan terakhir. Penting bagi pihak yang terlibat dalam sengketa pertanahan untuk memahami kedua jalur ini agar dapat memilih langkah yang sesuai dengan situasi yang ada.

    Menghadapi sengketa tanah, terutama yang melibatkan sertifikat ganda, memang bukan perkara mudah. Oleh karena itu, memahami jalur penyelesaian sengketa baik melalui litigasi maupun nonlitigasi menjadi langkah krusial untuk melindungi hak kepemilikan tanah.

  • Napi Korupsi di Semarang Diduga Bebas Plesiran, Kini Dipindah ke LP Super Maximum Nusakambangan

    Napi Korupsi di Semarang Diduga Bebas Plesiran, Kini Dipindah ke LP Super Maximum Nusakambangan

    PIKIRAN RAKYAT – Narapidana kasus tindak pidana korupsi di Lapas Semarang, Agus Hartono (AH) diduga sering plesiran ke luar lapas. Dia dilaporkan keluar dan masuk lapas di luar ketentuan yang berlaku.

    Dari informasi yang dihimpun, Agus Hartono sempat dipergoki berada di sebuah restoran bersama keluarganya di wilayah Kota Semarang. Dia menjalani hukuman dalam kasus dugaan korupsi dan tindak pidana pencucian uang di sejumlah bank pemerintah dengan kerugian mencapai ratusan miliar rupiah.

    Selain itu, Agus Hartono juga dijatuhi hukuman dalam tindak pidana pemalsuan surat di PN Kota Salatiga.

    Dipindahkan ke Nusakambangan

    Terpidana kasus tindak pidana korupsi Agus Hartono kini dipindah dari Lapas Semarang ke lapas dengan keamanan sangat maksimal di Pulau Nusakambangan, Cilacap. Pemindahannya dilakukan atas dugaan pelanggaran kerap meninggalkan tempatnya menjalani hukuman di luar ketentuan yang berlaku.

    “Terhadap pelanggaran yang dilakukan AH, di era sebelum saya, sudah diambil tindakan dengan dipindah ke Nusakambangan,” kata Kepala Lapas Semarang Mardi Santoso di Semarang, Sabtu 8 Februari 2025.

    Akan tetapi, dia tidak menjelaskan secara detil waktu pemindahan terpidana kasus korupsi yang juga terjerat dalam perkara mafia tanah di Kota Salatiga tersebut.

    Mardi Santoso sendiri mulai menjabat sebagai Kepala Lapas Semarang pada 18 Januari 2025 menggantikan Usman Madjid. Sementara terhadap petugas yang terlibat dalam pelanggaran yang dilakukan Agus Hartono, juga sudah dijatuhi sanksi disiplin sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

    Menurutnya, pada saat ini Lapas Semarang dalam kondisi sangat kondusif. Mardi Santoso pun berkomitmen untuk terus menjaga integritas dan akan menindak tegas pelanggaran yang dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku.

    Lapas Semarang juga akan terus meningkatkan sinergi dengan aparat penegak hukum untuk memastikan keamanan dan ketertiban lapas.

    3 Mega Kasus Agus Hartono

    Agus Hartono terlibat dua kasus kredit macet di tiga bank berbeda, dan kini menjalani total 18,5 tahun penjara dan denda puluhan miliar rupiah. Satu kasus lagi yang sudah dalam pengusutan yakni kasus mafia tanah di Salatiga, Jawa Tengah.

    Kredit Macet di BPD Jawa Barat dan Banten

    Agus Hartono adalah mantan Direktur Utama (Dirut) PT Citra Guna Perkasa dan PT Seruni Prima Perkasa yang melakukan berbagai tindak pidana korupsi (tipikor). Kasus pertama yang menjeratnya adalah terkait kredit macet di PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (Perseroda) Tbk atau BJB cabang Semarang pada 2017.

    Dia disebut mencairkan kredit dengan menggunakan order pembelian palsu. Selain itu, dia menggunakan kredit tersebut tidak sesuai dengan tujuan pengajuannya. Akibat perbuatannya, negara rugi mencapai Rp25 miliar.

    Agus Hartono pun divonis 10,5 tahun penjara karena dianggap hakim PN Semarang terbukti bersalah melanggar Pasal 2 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 yang sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 2019 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

    Vonis tersebut dijatuhkan kepada pada 18 Juli 2023 silam. Selain itu, Agus Hartono juga dijatuhi hukuman denda sebesar Rp 400 juta subsider tiga bulan penjara.

    Dia juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 14,7 miliar. Jika tidak bisa membayar, maka asetnya akan disita. Namun, apabila asetnya memiliki nilai yang tidak sesuai dengan besaran uang pengganti, maka Agus Hartono dihukum tambahan berupa empat tahun penjara.

    Kredit Macet di Bank Mandiri

    Tak hanya di Bank BJB, Agus Hartono juga melakukan korupsi terkait kredit macet di Bank Mandiri. Tak tanggung-tanggung, dia membuat negara rugi mencapai Rp93 miliar dan membuatnya divonis dua tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider dua bulan penjara.

    Selain itu, Agus Hartono juga wajib membayar uang pengganti Rp52 miliar. Namun, jaksa mengajukan banding terkait vonis hakim tipikor PN Semarang tersebut.

    Banding jaksa pun diterima oleh hakim tinggi Supraja, Winarto, dan Jeldi Ramadhan pada Selasa 4 Februari 2025 lalu. Hukuman terhadap Agus Hartono pun justru diperberat dua kali lipat menjadi 8 tahun penjara.

    Terlibat Mafia Tanah di Salatiga

    Tak hanya kasus korupsi, Agus Hartono juga ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus mafia tanah di Salatiga, Jawa Tengah. Dia diduga terlibat dalam aksi penipuan bersama dua rekannya, yakni Donni Iskandar Sugiyo Utomo (DI) alias Edward Setiadi dan Nur Ruwaidah alias Ida.9

    Kasus ini bermula pada 2016, ketika tersangka Edward Setiadi dan Ida mengaku sebagai notaris dan menawarkan pembelian tanah kepada masyarakat. Mereka berhasil mendapatkan 11 bidang tanah seluas 3 hektare dengan memberikan uang muka Rp 10 juta kepada masing-masing pemilik tanah.

    Setelah itu, Edward Setiadi meminjam sertifikat tanah korban dengan alasan akan dicek keasliannya di Badan Pertanahan Nasional (BPN). Namun, tanpa sepengetahuan pemilik tanah, seluruh sertifikat tersebut justru dialihkan atas nama Agus Hartono dan dijadikan jaminan di bank.

    Tanah tersebut akhirnya digadai sebesar Rp 2,5 miliar, padahal nilai pasarnya pada tahun 2016 mencapai Rp 13 miliar.

    Pada tahun 2018, Agus Hartono mengalami kredit macet, sehingga bank melakukan penyitaan terhadap tanah-tanah yang dijadikan agunan. Namun, ketika dilakukan pengecekan, pemilik tanah menyatakan bahwa mereka belum menerima pembayaran secara penuh.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Kementerian ATR/BPN Kebakaran, Ini Deretan Kasus yang Ditangani

    Kementerian ATR/BPN Kebakaran, Ini Deretan Kasus yang Ditangani

    Bisnis.com, JAKARTA – Kantor Kementerian ATR/BPN mengalami kebakaran pada Sabtu malam (8/2/2025). Sampai saat ini, belum diketahui penyebab kebakaran tersebut.

    Kepala Bagian Pemberitaan dan Hubungan Antar Lembaga (PHAL) Biro Hubungan Masyarakat (Humas) Kementerian ATR/BPN Risdianto Prabowo Samodro menyampaikan, kebakaran yang terjadi sekitar pukul 23.00 WIB itu terjadi di Lantai 1 ruang Biro Hubungan Masyarakat.

    “Terkait kebakaran yang terjadi di Kementerian ATR/BPN. Perlu kami sampaikan bahwa kebakaran terjadi di Lantai 1 ruang Biro Hubungan Masyarakat. Kebakaran terjadi sekitar pukul 23.00 dan berhasil ditangani dengan cepat oleh Pemadam Kebakaran sehingga tidak menyebar ke area yang lebih luas,” katanya dikutip dari Antara, Minggu (9/2/2025). 

    Adapun belakangan ini, kementerian yang bertugas menyelenggarakan urusan agraria/pertanahan dan tata ruang diketahui tengah menangani sejumlah kasus. 

    Beberapa kasus yang mendapat banyak sorotan diantaranya terkait pemagaran laut, sertifikat hak milik (SHM) tanah perumahan Tambun, hingga mafia tanah. 

    Berikut deretan kasus viral yang tengah ditangani oleh Kementerian ATR/BPN

    1.Pagar Laut

    Polemik pemagaran laut sepanjang 30,16 kilometer (km) di pesisir Kabupaten Tangerang, Banten hingga saat ini masih terus bergulir. Proses investigasi masih terus dilakukan untuk mengetahui siapa dalang di baliknya. 

    Adapun, Menteri ATR/BPN Nusron Wahid telah mencopot enam orang pegawai pertanahan terkait dengan penerbitan sertifikat hak guna bangunan (SHGB) dan SHM di kawasan pagar laut Tangerang. 

    Nusron mengatakan bahwa pencopotan enam pegawai ini dilakukan berdasarkan hasil investigasi dan audit yang dilakukan pihaknya. Selain mencopot, Nusron juga memberikan sanksi berat kepada dua pejabat.

    “Kemudian kita memberikan sanksi berat pembebasan dan penghentian dari jabatannya kepada 6 pegawai dan sanksi berat kepada 2 pegawai,” kata Nusron saat rapat kerja dengan Komisi II DPR, Kamis (30/1/2025).

    Selain itu, Nusron juga mengatakan pihaknya telah membatalkan sebagian sertifikat hak guna bangunan (SHGB) di area pagar laut milik anak usaha Agung Sedayu Group yakni PT Intan Agung Makmur (IAM). 

    Nusron menuturkan bahwa dirinya telah membatalkan setidaknya 50 bidang SHGB milik PT Intan Agung Makmur (IAM). Perusahaan yang terafiliasi Agung Sedayu Group tersebut diketahui memiliki SHGB untuk total 243 bidang di area pagar laut. 

    “Hari ini, ada lah kalau sekitar 50-an sertifikat [yang dibatalkan]. [Sisanya] Insya Allah secepatnya selesai,” kata Nusron saat ditemui di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Tangerang, Jumat (24/1/2025).

    2. Mafia Tanah

    Mafia tanah masih menjadi isu yang perlu ditangani. Nusron pada November 2024 bertemu dengan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo di Gedung Utama Mabes Polri, Jakarta Selatan pada hari ini, Jumat (8/11/2024). 

    Nusron mengemukakan bahwa dia dan Kapolri sudah sepakat tidak akan sama sekali mentoleransi mafia tanah. Bagi yang sudah terbukti salah, katanya, akan dikenakan pasal berlapis. 

    “Kami tadi berdua sudah sepakat untuk mafia tanah kita zero toleransi. Akan kita gas terus, dan yang sudah terbukti salah akan kita kenakan pasal berlapis, tidak hanya tindak pidana umum, tapi kita akan kejar sampai TPPU-nya, sampai penggunaan duitnya, tempat menyimpan duitnya supaya dikembalikan kepada negara, kalau itu tanah negara, kalau itu tanahnya rakyat supaya dikembalikan kepada rakyat,” katanya di Gedung Utama Mabes Polri, Jakarta Selatan pada hari ini, Jumat (8/11/2024).

    3. SHM tanah perumahan Tambun

    Terbaru, mengenai praktik penerbitan sertifikat hak milik (SHM) ganda yang ada di Cluster Setia Mekar Residence 2, Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi.

    Untuk diketahui sebelumnya, ramai di media sosial para penghuni Cluster Setia Mekar Residence 2 melakukan demonstrasi lantaran huniannya digusur oleh PN Cikarang.

    Adapun, penggusuran hunian masyarakat tersebut dilakukan berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Bekasi dengan Nomor 128/PDT.G/1996/PN.BKS tanggal 25 Maret 1997. Padahal para penghuni mengaku menggenggam SHM resmi yang telah didapat selama 30 tahun lamanya.

    Nusron mengatakan pihaknya segera mengecek praktik penerbitan SHM ganda yang ada di Cluster Setia Mekar Residence 2, Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi. 

    Dia mengaku telah mendengar kabar dan aduan mengenai hal itu. Akan tetapi, dirinya belum dapat memberikan informasi lanjutan lantaran tengah dalam tahap investigasi. 

    “Pastinya saya belum paham, saya cek terlebih dahulu daripada saya keliru, nanti saatnya [saya cek],” jelasnya saat ditemui di Kantor Kementerian ATR/BPN, Rabu (5/2/2025).

  • ‘Jangan Ganggu Kemiskinan Kami’, Rakyat Menjerit Akibat Prabowo Tak Mampu Kendalikan Menterinya

    ‘Jangan Ganggu Kemiskinan Kami’, Rakyat Menjerit Akibat Prabowo Tak Mampu Kendalikan Menterinya

    PIKIRAN RAKYAT – Kelangkaan gas LPG 3 Kg tidak hanya memicu kritik terhadap pemerintah, tetapi juga menyoroti sulitnya masyarakat yang terdampak kebijakan baru pemerintah tersebut. Salah satu yang paling menarik perhatian adalah sosok Effendi, warga Tangerang, Banten, yang meneriakkan protesnya langsung di hadapan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia.

    “Kami menghormati negara kami. Kami kesulitan. Kami sudah dua minggu mencari gas. Bagaimana ceritanya gas 3 kg ini dihilangkan? Kalau memang dari pusatnya Rp17.500 lalu di pengecernya Rp20.000, harusnya pemerintah memperhitungkannya,” tuturnya, Selasa 4 Februari 2025.

    “Dapur kami harus ngebul. Kami jualan harus jalan. Jangan ganggu kemiskinan kami,” kata Effendi menambahkan, dengan suara lirih.

    Tak hanya sampai di situ, kelangkaan gas LPG 3 kg membuat para warga sampai harus antre panjang demi mendapatkan benda berwarna hijau melon yang sangat dibutuhkan tersebut.

    “Saya sekarang lagi masak pak, saya tinggal demi antre gas doang. Bukan masalah ambil gasnya, anak kami lapar pak, butuh makan, butuh kehidupan pak, logikanya jalan dong pak,” tutur Effendi.

    “Jangan begini pak, lihat dampaknya, kami harus mengantre seperti ini. Minimal ada sosialisasi pak, kasih kami waktu jangan menyusahkan kami dengan aturan itu, jangan rakyat yang dikorbankan,” ujarnya menambahkan.

    Prabowo Harus Tanggung Jawab

    Amarah terhadap kelangkaan gas LPG 3 kg juga masih dirasakan oleh masyarakat. Seorang ibu rumah tangga di Mijen, Semarang, Jawa Tengah, Tari (35) marah lantaran dibuat repot terkait kelangkaan gas elpiji 3kg.

    “Tiga hari muter-muter nyari gas kosong di warung-warung sekitaran rumah. Giliran nemu pangkalan untuk pelanggannya, padahal udah agak jauhan,” ucapnya.

    Menurut Tari, kebijakan pemerintah yang membolehkan kembali distribusi gas LPG 3 kg menunjukkan pemerintah tak serius dalam membuat kebijakan.

    “Pemerintah mencla-mencle. Kebijakan menyangkut kepentingan banyak orang dibuat mainan. Kasihan para warga miskin yang selalu jadi korban dari kebijakan yang digulirkan pemerintah,” katanya.

    Tari pun menilai Presiden Prabowo Subianto yang harus bertanggung jawab atas kegaduhan ini.

    “Tidak usah menterinya yang diganti, tapi presidennya aja. Kelihatan sekali kalau tidak ada koordinasi yang bagus antara pemimpin dengan bawahannya, apakah bisa seorang menteri mengeluarkan kebijakan sedangkan presiden tidak tahu? ‘Omon-omon’ macam apa itu?” tuturnya.

    Bahlil Minta Maaf

    Bahlil Lahadalia meminta maaf karena antrean panjang masyarakat saat membeli gas LPG 3 kg. Antrean panjang sempat terjadi beberapa hari, karena kebijakan larangan pengecer menjual gas LPG 3 kg. Dia mengakui kebijakan untuk menata distribusi gas elpiji bersubsidi agar tepat sasaran tersebut masih ada kekurangan.

    “Saya minta maaf jika ada antrean panjang atau kendala lainnya,” ucapnya, Selasa 4 Februari 2025.

    Bahlil Lahadalia pun menanggapi aksi protes yang dilakukan warga Tangerang dengan tenang, dan berjanji segera menyelesaikan masalah itu.

    “Pemerintah harus objektif. Jika kami masih kurang maksimal dalam memastikan kesejahteraan masyarakat, saya dengan rendah hati meminta maaf,” ujarnya.

    Bahlil Lahadalia menuturkan, Prabowo Subianto sudah memerintahkannya untuk mengatasi permasalahan tersebut. Dia menindaklanjutinya dengan akan menaikkan status 375 ribu pengecer menjadi subpangkalan elpiji 3 kg.

    Langkah ini bertujuan untuk memastikan distribusi elpiji bersubsidi tepat sasaran dan harga tetap terjangkau. “Agar distribusi dapat dikontrol dengan sistem informasi dan teknologi, sehingga harga tetap terjangkau dan tidak ada penyalahgunaan,” tuturnya.

    Peringatan Darurat Garuda Hitam

    Ilustrasi Garuda Pancasila berlatar hitam dengan tulisan ‘Peringatan Darurat’ sempat viral di media sosial. Kemunculannya adalah reaksi atas berbagai masalah, mulai kelangkaan gas LPG 3 kg hingga mafia pertanahan.

    Drone Emprit, lembaga pemantau media sosial, mengamati gambar garuda hitam ini terlacak di sosial media X setidaknya sejak tanggal 3 Februari 2025 malam, atau dua hari setelah pemberlakukan pembatasan distribusi gas LPG 3 kilogram ke pengecer.

    Analis Drone Emprit, Rizal Nova Mujahid mengatakan bahwa garuda hitam mulai terdeteksi pada pukul 22.36 WIB, dicuitkan @BudiBukanIntel. Menurut pelacakan Drone Emprit, lambang garuda hitam ini muncul sebagai reaksi atas pertanyaan akun @out_of_court mengenai “Peringatan Darurat” atas isu terkini.

    Akun @BudiBukanIntel, sebelumnya juga dikenal menggaungkan lambang garuda biru bernarasikan “Peringatan Darurat” pada 2024 lalu sebagai reaksi atas isu calon kepala daerah yang mengemuka di media sosial.

    @BudiBukanIntel memposting gambar garuda hitam dengan cuitan berbunyi: “Raise the black flag” atau “Naikkan bendera hitam”.

    Masalah yang Disinggung dalam Garuda Hitam

    Rizal Nova Mujahid mengatakan bahwa tagar #peringatandarurat mencapai puncak perbincangan pada 4 Februari 2025. Pada tanggal itu, tagar tersebut mendapat sekitar 8000 mention.

    Tagar ini bergaung karena dicuitkan setidaknya 200 akun dengan jumlah pengikut yang tergolong banyak. Kemudian akun-akun tersebut menyumbang percakapan tertinggi.

    Berdasarkan pemantauannya, 200 akun ini adalah akun asli, bukan non-organik. Dia menyebut, salah satunya adalah @YLBHI yang memiliki pengikut sekitar 123.000. Akun @YLBHI dimiliki oleh Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia.

    #peringatandarurat digunakan warganet untuk membicarakan sejumlah isu, seperti LPG 3 kilogram, reformasi polisi, permasalahan pendidikan kesehatan, mafia tanah, pemangkasan anggaran pemerintahan, Makan Bergizi Gratis, juga permintaan Prabowo mengevaluasi menterinya.

    #peringatandarurat kerap muncul berbarengan dengan #IndonesiaGelap. Tren tagar menurun seiring Presiden Prabowo Subianto meminta pengecer kembali diperbolehkan menjual gas LPG 3 kilogram.

    Kontrol saat Tak Ada Oposisi di DPR

    Lambang garuda hitam dianggap sebagai bentuk keprihatinan dan kekhawatiran mengenai arah kebijakan pemerintah.

    “Menunjukkan ada ketidakjelasan apa sih sebenarnya yang pemerintah mau lakukan,” kata pengamat politik dan peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Aisah Putri Budiatri.

    Dia melihat, berbagai kebijakan pemerintah, seperti pengetatan anggaran, membuat masyarakat bingung. Di sisi lain warga juga sempat ditimpa masalah kelangkaan gas elpiji 3kg.

    Menurutnya, kemunculan narasi garuda hitam di media sosial adalah bukti bahwa masyarakat menyadari permasalahan yang tengah terjadi. Aisah Putri Budiatri mengatakan, viralnya lambang tersebut menunjukkan warga sedang melakukan kontrol publik.

    Menurutnya, kontrol publik ini diperlukan karena lembaga lain, seperti DPR tak menjalankan check and balances secara maksimal. Ditambah lagi DPR tak punya fraksi yang benar-benar menunjukkan diri sebagai oposan.

    “Ini jadi harapan satu-satunya nih, bahwa ada peran pengawasan (melalui narasi garuda hitam) terhadap negara supaya enggak jadi tiran,” kata Aisah Putri Budiatri, dikutip Pikiran-Rakyat.com dari BBC.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Dokumen Tanah Ini Tak Berlaku Lagi Mulai 2026, Segera Urus Sebelum Jadi Kasus

    Dokumen Tanah Ini Tak Berlaku Lagi Mulai 2026, Segera Urus Sebelum Jadi Kasus

    PIKIRAN RAKYAT – Perubahan regulasi terkait dokumen kepemilikan tanah telah ditetapkan oleh pemerintah, yang berdampak pada status hukum berbagai bukti kepemilikan tradisional seperti girik, petuk D, letter C, dan sejenisnya.

    Berdasarkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (Permen ATR/BPN) Nomor 16 Tahun 2021, dokumen-dokumen tersebut tidak akan diakui lagi sebagai bukti kepemilikan tanah mulai 2 Februari 2026.

    Oleh karena itu, pemilik tanah yang masih menggunakan bukti kepemilikan tradisional perlu segera mengurus sertifikat hak milik (SHM) guna memastikan perlindungan hukum atas aset tanah yang dimiliki.

    Dasar Penghapusan Dokumen Tanah Tradisional

    Regulasi mengenai perubahan status dokumen kepemilikan tanah adat ini tidak hanya diatur dalam Permen ATR/BPN Nomor 16 Tahun 2021, tetapi juga diperkuat oleh Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2021.

    Dalam pasal 96 PP tersebut, dinyatakan bahwa bukti kepemilikan tanah adat hanya dapat digunakan sebagai petunjuk dalam proses pendaftaran tanah, bukan sebagai bukti kepemilikan yang sah.

    Dengan kata lain, setelah batas waktu lima tahun sejak PP tersebut diberlakukan, dokumen tradisional ini tidak dapat lagi digunakan untuk mengklaim hak kepemilikan atas suatu bidang tanah.

    Kepala Seksi Penetapan Hak dan Pendaftaran BPN Kota Depok, Dindin Saripudin menegaskan bahwa dokumen seperti girik, petuk D, letter C, dan sejenisnya hanya bisa dijadikan sebagai petunjuk untuk mendaftarkan tanah ke dalam sistem administrasi pertanahan nasional.

    Hal ini bertujuan untuk memperjelas kepemilikan tanah dan mencegah terjadinya sengketa atau klaim ganda atas suatu bidang tanah.

    Dokumen Tanah yang Tidak Berlaku Lagi Mulai 2026

    Berikut adalah daftar dokumen tanah yang tidak akan berlaku lagi sebagai alat bukti kepemilikan tanah mulai 2 Februari 2026:

    Petok D

    Buku register yang dibuat oleh pemerintah desa atau kelurahan untuk mencatat kepemilikan tanah di wilayah tertentu.

    Letter C

    Surat keterangan dari desa atau kelurahan yang mencatat identitas pemilik dan informasi dasar tentang tanah.

    Girik

    Bukti pembayaran pajak tanah yang digunakan sebagai tanda kepemilikan, meskipun tidak memiliki kekuatan hukum sebagai sertifikat.

    Pipil

    Dokumen pajak tanah yang berlaku sebelum Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Tahun 1960 diterbitkan, yang banyak ditemukan di wilayah Bali dan sekitarnya.

    Verponding Indonesia

    Bukti kepemilikan tanah dari zaman kolonial Belanda yang berupa tagihan pajak tanah dan bangunan.

    Petuk Pajak Bumi/Landrente

    Bukti pembayaran pajak tanah yang dulu digunakan untuk menunjukkan hak kepemilikan, tetapi kini tidak lagi memiliki kekuatan hukum.

    Kekitir

    Surat kepemilikan tanah yang banyak ditemukan di Jawa dan sering digunakan dalam transaksi tanah sebelum sistem sertifikat diperkenalkan.

    Pentingnya Tingkatkan Status Kepemilikan Tanah Jadi SHM

    Sertifikat Hak Milik (SHM) merupakan bukti kepemilikan tanah yang memiliki kekuatan hukum tertinggi di Indonesia. SHM diakui dalam Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 dan memberikan hak penuh kepada pemiliknya untuk menguasai, menggunakan, serta memindahtangankan tanah tersebut.

    Berbeda dengan dokumen kepemilikan tradisional, SHM dapat menjadi perlindungan hukum yang kuat terhadap ancaman sengketa tanah dan praktik mafia tanah yang semakin marak terjadi.

    Menurut Kepala BPN Kota Depok, Indra Gunawan, masyarakat diimbau untuk segera meningkatkan status kepemilikan tanah menjadi SHM guna menghindari potensi permasalahan hukum di masa depan.

    Dengan memiliki SHM, pemilik tanah memiliki jaminan hukum atas asetnya serta dapat lebih mudah melakukan transaksi jual beli atau peralihan hak tanpa hambatan administratif.
    Selain itu, pemerintah saat ini tengah mengembangkan sistem sertifikat tanah elektronik untuk meningkatkan keamanan dokumen kepemilikan dan mengurangi risiko pemalsuan sertifikat.

    Dengan sistem ini, data kepemilikan tanah akan tersimpan secara digital, mempermudah proses administrasi serta meminimalisir risiko kehilangan atau pemalsuan sertifikat tanah.

    Langkah-Langkah yang Harus Dilakukan Pemilik Tanah Adat

    Agar hak atas tanah tetap terlindungi, pemilik tanah yang masih menggunakan dokumen kepemilikan adat perlu segera melakukan langkah-langkah berikut:

    Mengajukan Sertifikasi Tanah

    Pemilik tanah harus segera mendaftarkan tanah ke kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk mendapatkan sertifikat hak milik (SHM).

    Menyiapkan Dokumen Pendukung

    Dokumen tradisional seperti girik, petuk D, atau letter C tetap dapat digunakan sebagai petunjuk dalam proses pendaftaran tanah. Oleh karena itu, dokumen-dokumen ini perlu disiapkan bersama bukti pendukung lainnya seperti identitas pemilik tanah dan surat pernyataan riwayat tanah.

    Berkonsultasi dengan BPN Terdekat

    Untuk memastikan kelengkapan persyaratan dan prosedur yang tepat, pemilik tanah dapat berkonsultasi langsung dengan kantor BPN terdekat atau Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa proses pengajuan sertifikat berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

    Konsekuensi Jika Tidak Mengurus Sertifikat Hak Milik

    Jika tanah tidak segera didaftarkan dan dikonversi menjadi SHM sebelum 2026, pemilik tanah berisiko mengalami berbagai permasalahan, antara lain:

    Kesulitan dalam pembuktian kepemilikan saat terjadi sengketa tanah. Tidak memiliki hak hukum yang kuat dalam transaksi jual beli tanah. Berpotensi terkena klaim oleh pihak lain, termasuk oleh mafia tanah. Tanah berstatus ilegal, sehingga tidak dapat digunakan sebagai jaminan kredit atau investasi.

    Oleh karena itu, sangat penting untuk segera mengurus sertifikat tanah agar status kepemilikan diakui secara sah oleh negara dan mendapatkan perlindungan hukum yang optimal.

    Mulai tahun 2026, berbagai dokumen kepemilikan tanah tradisional seperti girik, petuk D, letter C, dan lainnya tidak lagi diakui sebagai bukti kepemilikan yang sah. Perubahan ini didasarkan pada Permen ATR/BPN Nomor 16 Tahun 2021 dan PP Nomor 18 Tahun 2021, yang memberikan waktu hingga 2 Februari 2026 bagi pemilik tanah untuk mengurus sertifikat hak milik (SHM).

    Mengurus SHM tidak hanya memberikan kepastian hukum, tetapi juga melindungi tanah dari potensi sengketa dan praktik mafia tanah. Oleh karena itu, segera lakukan sertifikasi tanah melalui kantor BPN terdekat agar hak atas tanah tetap terjaga secara hukum.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Girik Tidak Akan Berlaku Lagi di Tahun 2026, Begini Tanggapan Kementerian ATR/BPN

    Girik Tidak Akan Berlaku Lagi di Tahun 2026, Begini Tanggapan Kementerian ATR/BPN

    JABAR EKSPRES – Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menegaskan bahwa girik atau bukti kepemilikan tanah lama tidak lagi berlaku setelah kawasan dinyatakan lengkap terdaftar. Penegasan ini merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2021, yang mengatur bahwa sertipikat tanah yang telah terbit lebih dari lima tahun tidak dapat dicabut atau diganti kecuali melalui perintah pengadilan.

    Menteri ATR/Kepala BPN, Nusron Wahid, menjelaskan bahwa girik secara otomatis tidak berlaku setelah seluruh tanah di suatu kawasan telah terpetakan dan diterbitkan sertipikatnya. “Ketika suatu kawasan sudah dinyatakan lengkap, sudah terpetakan siapa pemiliknya, dan sudah ada sertipikatnya, girik otomatis tidak berlaku lagi. Kecuali, jika ada cacat administrasi yang terbukti dalam waktu kurang dari lima tahun, maka girik masih dapat digunakan sebagai bukti,” ujarnya dalam pertemuan media yang bertajuk Catatan Akhir Tahun Kementerian ATR/BPN di Aula Prona, Jakarta, Selasa (31/12/2024).

    Lebih lanjut, Menteri Nusron menegaskan bahwa jika usia sertipikat telah lebih dari lima tahun, maka persoalan hanya dapat diselesaikan melalui pengadilan. “Sertipikat tanah adalah produk hukum. Sesuai PP Nomor 18 Tahun 2021, produk hukum hanya dapat digantikan dengan produk hukum lain atas perintah pengadilan,” tambahnya.

    Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah (Dirjen PHPT), Asnaedi menjelaskan bahwa girik awalnya merupakan bukti kepemilikan tanah lama berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA). Dalam UU tersebut, pemilik tanah diberikan waktu untuk mendaftarkan tanah mereka. Namun, dengan berjalannya waktu dan beberapa peraturan tambahan, hak atas tanah yang bersumber dari girik seharusnya sudah tidak berlaku.

    “Selama ini, banyak sengketa dan konflik tanah yang berawal dari girik. Bahkan, girik seringkali menjadi celah yang dimanfaatkan oleh mafia tanah melalui dokumen palsu. Maka dari itu, penghapusan girik ini bertujuan untuk mencegah konflik di masa depan,” ungkap Asnaedi.

    Oleh sebab itu, dengan keberhasilan program Kabupaten/Kota Lengkap, girik kini tidak lagi relevan. “Seperti yang disampaikan oleh Pak Menteri, begitu seluruh tanah di suatu kawasan sudah lengkap dan terdaftar, girik dengan sendirinya tidak berlaku lagi,” tegas Asnaedi.

  • Faizal Assegaf Desak Prabowo Bentuk Satgas Anti-Mafia Tanah, Alasannya Masuk Akal

    Faizal Assegaf Desak Prabowo Bentuk Satgas Anti-Mafia Tanah, Alasannya Masuk Akal

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Pengamat politik Faizal Assegaf mendorong Presiden Prabowo Subianto untuk segera membentuk Satuan Tugas (Satgas) Anti-Mafia Tanah jika serius memberantas praktik kejahatan pertanahan di Indonesia. 

    “Jika Prabowo punya nyali dan serius membela aspirasi rakyat untuk berantas kejahatan mafia tanah, segera bentuk Satgas Anti-Mafia Tanah,” ujar Faizal di X @faizalassegaf (2/2/2025).

    Dikatakan Faizal, pembentukan Satgas ini merupakan solusi konkret agar pemerintah dapat bertindak cepat dan tegas dalam menegakkan keadilan bagi masyarakat yang menjadi korban. 

    Faizal mengusulkan agar Satgas Anti-Mafia Tanah ini berada langsung di bawah kewenangan Presiden.

    Selain itu, ia menyarankan agar tim ini diisi oleh tokoh-tokoh kritis yang dikenal memiliki rekam jejak dalam penegakan hukum dan advokasi rakyat. 

    Beberapa nama yang disebutnya antara lain mantan Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu, mantan Ketua KPK Abraham Samad, mantan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto, pakar hukum Refly Harun, akademisi Margarito Kamis, serta advokat senior Todung Mulya Lubis. 

    Selain itu, ia juga menyebut keterlibatan perwakilan akademisi, aktivis, serta figur dari kalangan militer dan kepolisian seperti mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo dan mantan Wakapolri Oegroseno. 

    “Dengan demikian, ribuan praktik kejahatan mafia tanah yang telah berlangsung bertahun-tahun dapat dituntaskan melalui sinergi negara dan rakyat,” tegas Faizal. 

    Faizal menegaskan bahwa tanpa langkah konkret dari pemerintah, masyarakat akan terus menjadi korban kehilangan hak atas tanah mereka akibat praktik mafia tanah yang semakin merajalela. 

  • Demo di Kantor BPN Bekasi Ricuh, Massa Tuntut Pencabutan Sertifikat dan HGB Laut

    Demo di Kantor BPN Bekasi Ricuh, Massa Tuntut Pencabutan Sertifikat dan HGB Laut

    GELORA.CO – – Demonstrasi di Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, berlangsung ricuh pada Jumat (31/1/2025) siang. Massa yang tergabung dalam Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Sniper Indonesia terlibat saling dorong dengan polisi.

    Massa mencoba menerobos barikade di depan kantor BPN di Cikarang Selatan, Kabupaten Bekasi. Mereka menuntut BPN mencabut sertifikat dan Hak Guna Bangunan (HGB) yang telah diterbitkan.

    Kericuhan mereda setelah polisi memfasilitasi pertemuan antara kedua belah pihak. Massa aksi mempertanyakan penerbitan sertifikat dan HGB di laut Tarumajaya dan menuntut agar sertifikat tersebut dicabut untuk dua perusahaan yang beroperasi di sana.

    BPN Kabupaten Bekasi mengakui telah menerbitkan sertifikat di Desa Segara Jaya pada 2021 untuk 64 warga melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Namun, pada Juli 2022, terjadi perubahan tanpa prosedur untuk 11 warga di perairan laut dengan luas 72 hektare. 

    Atas temuan tersebut, pada 20 Desember 2024, BPN Kabupaten Bekasi melaporkan hal ini ke Inspektorat Bidang Investasi. 

    BPN juga mengakui adanya penerbitan surat Hak Guna Bangunan untuk PT Mega Agung Nusantara di perairan Tarumajaya pada 2013 hingga 2018. Saat ini, lokasi tersebut telah dipagari bambu.

    Massa pengunjuk rasa menduga adanya mafia tanah di balik terbitnya sertifikat tersebut dan meminta agar BPN mencabut sertifikat laut yang telah diterbitkan. Mereka mengancam akan kembali dengan jumlah massa yang lebih banyak jika tuntutan mereka tidak dipenuhi

  • Mafia Tanah Kuasai Pesisir, Negara Harus Sita Lahan Pagar Laut

    Mafia Tanah Kuasai Pesisir, Negara Harus Sita Lahan Pagar Laut

    GELORA.CO -Adanya nama warga yang dicatut dalam sertifikat di atas lahan pagar laut mengungkapkan permainan mafia tanah di Kabupaten Tangerang. 

    Komunikolog politik dan hukum nasional, Tamil Selvan alias Kang Tamil, meyakini bahwa alas hak yang menjadi landasan diterbitkannya PM1 oleh kepala desa merupakan berkas palsu. Dirinya mendorong agar Kejaksaan melakukan uji forensik terhadap kertas yang dilampirkan seolah sebagai alas hak tahun 70 dan tahun 80.

    “PM1 itu kan ada alas haknya yang katanya surat dari tahun 70-an bahkan 60-an, maka diuji forensik saja kertasnya, benar nggak dari tahun segitu. Kalau ternyata palsu, mafia sisilia dan mafia meksiko mesti berguru sama mafia tanah di Tangerang,” kata Kang Tamil kepada RMOL, Jumat, 31 Januari 2025.

    Akademisi Universitas Dian Nusantara ini menerangkan, bahwa permasalahan hak lahan tidak selesai dengan pembatalan sejumlah sertifikat HGB pagar laut yang dilakukan Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid beberapa waktu yang lalu. Sebab, alas hak atas lahan tersebut masih ada. Untuk itu, seluruh lahan yang telah terbit di atas laut pantai utara Tangerang harus disita negara secara sah.

    “Sertifikat itu dokumen negara, artinya yang dibatalkan adalah pencatatan negara atas haknya. Tapi apakah haknya ikut batal, secara hukum ini bisa diperdebatkan karena alasnya ada, terlepas itu nanti dibuktikan palsu atau asli. Maka yang penting hak ini harus diambil alih negara, agar 10 atau 20 tahun ke depan tidak muncul lagi pengakuan atas lahan di atas laut itu milik orang per orang. Landasan hukumnya jelas Pasal 33 UUD 1945 dan UU 5/1960 tentang peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria,” jelas Kang Tamil.

    Terkait pembatalan 50 sertifikat lahan laut yang dilakukan Menteri ATR/BPN Nusron Wahid, Kang Tamil mengatakan bahwa pada aplikasi Sentuh Tanahku terlihat jelas seluruh pesisir utara Kabupaten Tangerang telah terkavling dan ada nomor sertifikatnya.

    “Pembatalan 50 itu bukan akhir, jelas kok di aplikasi milik ATR/BPN bisa kita lihat ratusan kavling terbentuk. Ini yang harus segera diambil alih negara,” terangnya.

    Proses kavling lahan laut tersebut mengingatkan Kang Tamil terhadap kasus 900 hektare dengan NIB yang dimiliki tiga orang, di mana saat itu dirinya berjuang untuk mengembalikan tanah warga di tiga Kecamatan di Kabupaten Tangerang, hingga akhirnya mendapat respon dari Menteri ATR/BPN saat itu, Sofyan Djalil.

    “2021 kami berjuang menyelamatkan tanah warga hingga akhirnya 2.989 sertifikat yang overlaping dikembalikan kepada warga oleh Menteri BPN Sofyan Djalil. Nah ini, apa pemainnya itu-itu juga? Kita serahkan pada proses hukum yang sudah berjalan, saya yakin Kejaksaan akan mengusut tuntas persoalan ini,” pungkasnya.

  • Setelah Heboh Pagar Laut Misterius Kini Geger 460 Hektare Laut di Perairan Subang Punya Sertifikat – Halaman all

    Setelah Heboh Pagar Laut Misterius Kini Geger 460 Hektare Laut di Perairan Subang Punya Sertifikat – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG – Polemik pagar laut misterius di Tangerang dan Bekasi belum usai.

    Kini muncul kehebohan baru di jagat media sosial X atau Twitter, apa?

    Ada sertifikat hak milik (SHM) untuk 460 hektare lahan di wilayah perairan Kabupaten Subang. 

    Informasi itu diunggah Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, HAM dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD, melalui akun X pribadinya, Kamis (30/1/2025). 

    Dalam akun X pribadinya, Mahfud MD menyebut di Subang ada 460 hektare laut yang dikapling dengan modus membeli tanah dari rakyat.

    “Tanahnya tidak ada (yang ada hanya laut), sertifikatnya ada,” tulis Mahfud MD.

    Lebih parah lagi, kata dia, nama warga ada yang dicatut sebagai pemilik sertifikat tanahnya, padahal warga yang bersangkutan tidak tahu dan tidak merasa punya sertifikat tanah tersebut. 

    “Bapak Presiden, benang merah mafia tanah dan laut mudah dibaca. Tugas Bapak sangat berat, tapi Bapak harus melawan kelelahan dan semoga terus sehat utk melawan mafia ini,” katanya.

     

    Respons Bupati Subang

    Sementara itu, Penjabat Bupati Subang, Ade Afriandi mengaku baru tahu ada warga yang dicatut namanya sebagai pemilik SHM untuk 460 hektare lahan perairan laut di Kampung Cirewang, Desa Pangarengan, Kecamatan Legonkulon.

    “Saya juga baru baca kaitan dengan warga Subang namanya dicatut di sertifikat,” ujar Ade.

    Saat ini, kata dia, Pemda Subang sedang berkordinasi dengan Badan Pertanahan (BPN) untuk melihat data konkrit soal SHM lahan yang berada di wilayah perairan.

    “Saya rencana akan berkunjung ke kantor pertanahan untuk menyampaikan informasi kemudian seperti apa yang diketahui oleh ATR BPN Subang soal itu. Tapi sampai hari ini saya belum dapat itu daftar namanya,” katanya.

    Ade memastikan, pemerintah bakal mencari tahu kebenaran soal kabar pencatutan nama warga untuk SHM itu, termasuk mencari penyebab hal tersebut bisa terjadi.

    “Dari informasi masyarakat melalui media saya dalam konteks kepentingan masyarakat Subang yang namanya dicatut perlu dikonfirmasi dan perlu didiskusikan apakah itu betul, dan kalau betul bagaimana bisa terjadi dan pengawasan lanjutan agar tidak terulang,” ucapnya.

     

    Status Laut Bersertifikat di Legonkulon dan Patimban Subang: Sudah Dibatalkan BPN Jabar Tahun 2023

    Kasus ratusan hektar laut bersertifikat di Subang terus menuai sorotan dari masyarakat.

    Selain laut yang disertifikatkan sebanyak 500 bidang, juga sertifikat program TORA tersebut mencatut nama para nelayan setempat.

    Kepala BPN/ATR Subang Hermawan, saat dikonfirmasi awak media menegaskan bahwa sertifikat laut sebanyak 500 bidang di pesisir Utara Subang meliputi wilayah Legonkulon dan Patimban sudah dibatalkan sejak 2023 lalu.

    “Sertifikat tersebut sudah dibatalkan oleh BPN Jabar dan Kejagung pada 2023 dan sudah dihapus dari sistem,” ujar Hermawan, Kamis(30/1/2025) saat ditemui di kantornya.

    Terkait penetapan laut disertifikatkan melalui program TORA, pihak BPN menyebut berdasarkan peta tahun 1942.

    “Di peta tersebut, 500 bidang yang disertifikatkan itu sepenuhnya merupakan daratan,” ucapnya.

    “Saat pengukuran 2021, lahan tersebut sedikit tergenang dan saat ini semuanya sudah jadi lautan akibat abrasi,” imbuhnya.

    Terkait penarik sertifikat, Hermawan menyebut sertifikat tak masalah sekalipun tidak ditarik juga karena sertifikat untuk 500 bidang tersebut sudah dibatalkan.

    “Sertifikatnya sudah ditarik, dan sudah dihapus dari sistem, sekalipun tidak ditarik sertifikat tersebut tak bisa digunakan untuk kepentingan apapun,” katanya.

    “Jadi sebenarnya masalah sertifikat laut ini sudah clear dan sudah dibatalkan oleh pihak Kanwil BPN  Jabar dan Kejaksaan Agung,” imbuhnya lagi.

    Senada juga disampaikan oleh PJ.Bupati Subang Ade Afriandi menyebut kasus laut bersertifikat di Patimban tersebut sudah dibatalkan.

    “Laut bersertifikat tersebut sudah dibatalkan sejak 2021, semuanya sudah clear,”ucapnya.

    Terkait adanya pengaturan nama nelayan di sertifikat tersebut, pihak PJ Bupati akan memanggil pihak desa, karena semua pasti awalnya dari pihak desa.

    ” Kami akan minta keterangan pihak desa seperti apa awalnya nama nelayan dicatut namanya untuk sertifikat tersebut,” katanya.

    Seperti diberitakan sebelumnya, Berdasarkan investigasi aktivis lingkungan Subang, di pesisir Utara Subang khususnya di kawasan kecamatan Legonkulon terdapat Ratusan hektare laut  telah disertifikat oleh BPN Subang.

    Ironisnya, sertifikat hak milik (SHM) tersebut keluar melalui Program Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) pada 2021 dengan mencatut ratusan nama nelayan setempat.

    Aktivis lingkungan Subang, Asep Sumarna Toha mengungkapkan, dalam Program TORA 2021, ATR/BPN Kabupaten Subang telah menerbitkan sertifikat untuk 500 bidang seluas 900 hektare. 

    Dari jumlah itu, 307 bidang ternyata merupakan objek laut seluas 462 hektare, yang dimulai dari Teluk Cirewang, Desa Pangarengan, Kecamatan Legonkulon hingga perairan Desa Patimban, Kecamatan Pusakanagara, Subang.

    “Awalnya kita dapat informasi dari masyarakat bahwa ada beberapa bidang yang bersertifikat, maka kita turun dan kita mendapatkan data dari BPN berupa nominatif 500 bidang dan kita juga mendapatkan sertifikat surat ukur satu bendel, dan ini yang terindikasi lautnya 307 bidang,” kata Asep Sumarna, Kamis(30/1/2025).

    Asep menjelaskan, penerbitan sertifikat oleh ATR/BPN didasarkan Surat Keterangan Desa (SKD) dilengkapi Akta Jual Beli (AJB).

    Semestinya, tanah atau objek laut yang telah bersertifikat, dikuasai atau dimanfaatkan oleh warga pemiliknya. Namun faktanya, nama-nama yang tercatat sebagai penerima sertifikat sama sekali tidak mengetahuinya.

    “Nama-nama penerima manfaat itu yang tercatat sebagai penerima manfaat SHM yang 500 bidang itu, 99 persen mereka itu tidak menerima, tidak mengetahui bahwa mereka tercatat sebagai penerima manfaat,” kata Asep.

    Atas hal tersebut, kata Asep, pihaknya telah melaporkan ke Kejaksaan Agung.

    Setelah diteliti, Kejagung merekomendasikan agar sertifikat itu dibatalkan karena cacat prosedural, cacat hukum, dan cacat administrasi.

    “Dan per akhir November 2023 oleh ATR/BPN Provinsi itu resmi dibatalkan laut bersertifikat tersebut,” katanya.(tribun network/thf/TribunJabar.com)