Kasus: mafia tanah

  • Buka-bukaan Korban Salah Gusur Tambun, Ungkap Kepala PN Arogan hingga Dugaan Suap
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        27 Februari 2025

    Buka-bukaan Korban Salah Gusur Tambun, Ungkap Kepala PN Arogan hingga Dugaan Suap Megapolitan 27 Februari 2025

    Buka-bukaan Korban Salah Gusur Tambun, Ungkap Kepala PN Arogan hingga Dugaan Suap
    Tim Redaksi
    BEKASI, KOMPAS.com
    – Sejumlah pemilik rumah korban
    salah gusur Pengadilan
    Negeri (PN) Cikarang di Desa Setia Mekar, Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, mengadu ke Komisi III DPR RI.
    Warga hadir dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (26/2/2025).
    Di hadapan legislator, mereka buka-bukaan mengenai Kepala PN Cikarang, HA, yang dinilai arogan terhadap korban salah gusur.
    Bahkan, para korban juga mengungkap dugaan suap terhadap aparat penegak hukum di balik eksekusi lahan seluas 3,6 hektar itu. 
    Asmawati, salah satu pemilik rumah korban salah gusur mengungkapkan arogansi Kepala PN Cikarang, HA, di hadapan Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman.
    Ia bercerita pengalamannya saat bertemu HA di PN Cikarang sebelum rumahnya dieksekusi pada 30 Januari 2025.
    Dalam pertemuan itu, Asmawati membawa surat pengantar dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Bekasi yang memuat legalitas lahan dan sertifikat milik enam warga Desa Setia Mekar.
    “Saya bilang, ‘Mohon izin Bapak Kepala, saya bawa surat dari BPN’. (Dijawab) ‘Oh enggak, sudah inkrah, siapa yang melawan, amankan’,” kata Asmawati menirukan pernyataan HA. 
    Pernyataan HA itu membuat Asmawati merasa tertekan hingga harus dilarikan ke rumah sakit.
    Asmawati mengaku sempat pingsan setelah upayanya mendapat keadilan terhalang di hadapan petugas pengadilan, menjelang eksekusi rumahnya.
    “Saya pingsan, Pak, masuk ke rumah sakit. Dia tidak menanggapi sama sekali, baik di kantor PN Cikarang maupun di dalam eksekusi. Saya syok, saya masuk rumah sakit, sampai sekarang belum begitu pulih,” tuturnya.
    “Kepala PN Cikarang diduga menerima suap mafia tanah namanya MJ dan J, saksi ada, tetangga,” kata Asmawati.
    Adapun MJ merupakan penggugat lahan 3,6 hektar di Setia Mekar. Sedangkan J adalah rekan MJ.
    Gugatan ini yang menjadi awal petaka rumah milik enam warga rata dengan tanah setelah PN Cikarang diduga salah mengeksekusi obyek lahan dan bangunan.
    Sementara itu, Mirsan, korban salah gusur lainnya, mengatakan, ia dan sejumlah warga menerima surat undangan untuk membahas perdamaian terkait polemik lahan tersebut.
    Setelah menerima surat, Mirsan dan beberapa warga bertemu dengan MJ dan J di salah satu kantor advokat.
    Dalam pertemuan itu, Mirsan mengaku diminta untuk membeli kembali tanah mereka sendiri.
    Tawaran tersebut ditolak oleh Mirsan. Namun, beberapa warga lainnya menyanggupi permintaan tersebut.
    “Berhubung saya berdasarkan sertifikat yang sah, pada waktu itu saya pasang badan, saya tidak membayar lagi ke atas nama MJ dan J, karena saya berdasarkan sertifikat,” ujar Mirsan. 
    Buntut penolakan itu, Mirsan menyebut, J mengancam tidak akan bisa mempertahankan tanah dan bangunannya.
    Kepada Mirsan, J mengaku telah menyuap sejumlah pihak untuk memastikan eksekusi lahan dapat dilaksanakan.
    “Jadi dia ngomong, ‘walaupun Anda mau melapor ke mana, itu saya sudah hambur (tebar uang)’, dalam arti sudah nyogok,” ungkap Mirsan.
    Menanggapi informasi itu, Habiburokhman bertanya siapa saja pihak yang diduga menerima uang suap dari J.
    Mirsan menjawab bahwa berdasarkan pengakuan J, perempuan itu diduga menyuap aparat kepolisian, pengadilan, lurah, bahkan ketua RT setempat. 
    “Sampai ke kepolisian, ke pengadilan, lurah, RT. Itu sudah semua,” ungkap Mirsan.
    Merespons pengaduan para korban, Habiburokhman berjanji akan memanggil semua pihak yang disebutkan oleh Mirsan.
    “Oke nanti kami panggil semua,” tuturnya, yang disambut tepuk tangan warga yang hadir dalam RDP tersebut.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Polisi Diminta Selidiki Pagar Hutan Lindung 48 Hektare di Pantai Deli Serdang
                
                    
                        
                            Medan
                        
                        24 Februari 2025

    Polisi Diminta Selidiki Pagar Hutan Lindung 48 Hektare di Pantai Deli Serdang Medan 24 Februari 2025

    Polisi Diminta Selidiki Pagar Hutan Lindung 48 Hektare di Pantai Deli Serdang
    Tim Redaksi
    MEDAN, KOMPAS.com
    – DPRD
    Deli Serdang
    dan Ombudsman Sumut meninjau lokasi
    pemagaran
    48 hektare kawasan
    hutan lindung
    di pesisir pantai di Desa Rugemuk, Kecamatan Pantai Labu, Kabupaten Deli Serdang, Senin (24/2/2025).
    Saat berada di sana, tampak pagar sepanjang 800 meter itu sudah dalam kondisi roboh.
    Sebab, sehari sebelumnya, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) bersama warga telah meruntuhkannya.
    Ketua DPRD Deli Serdang, Zakky Syahri, saat meninjau, mengatakan dirobohkannya pagar itu tidak serta-merta menyelesaikan persoalan.
    Dia kemudian meminta Aparat Penegak Hukum (APH), baik polisi maupun institusi lainnya, menyelidiki dugaan pelanggaran hukum terkait pemagaran tersebut.

    Hutan lindung
    itu tidak boleh dikuasai atau digarap oleh masyarakat, makanya kita minta kepada APH, kalau ada pelanggaran hukum, untuk segera menindaklanjuti, apalagi orang-orang yang menguasai lahan tersebut,” ujar Zakky usai melakukan peninjauan.
    “Karena sesuai perintah presiden, tanah negara harus segera diambil apabila dikuasai oleh pihak lain,” tambah Zakky.
    Zakky juga mengatakan saat peninjauan dia melihat lahan yang dipagar terdapat tambak udang.
    Dia menduga izin penambakan itu juga tidak ada.
    “Karena tidak mungkin dikeluarkan izin usaha di atas tanah hutan lindung,” ungkapnya.
    Di sisi lain, Zakky juga mengatakan saat ini Polda Sumut telah turun tangan menyelidiki persoalan ini.
    Dia berharap, jika ada mafia tanah yang terlibat, polisi segera menangkapnya.
    “Kita apresiasi pihak Polda hari ini, pihak Polda (telah) memanggil pihak terkait, termasuk camat dan lain-lain. Semoga (kalau) ada mafia tanah ini langsung diproses dengan hukum,” ujarnya.
    Selain itu, kata Zakky, pihak DPRD akan menggelar rapat dengar pendapat (RDP) untuk mengetahui persoalan ini secara komprehensif, termasuk menyelidiki pengakuan pihak pengusaha yang menyebut telah memiliki surat keterangan tanah (SKT) dari kecamatan.
    “Kan masih katanya (ada SK-nya), tidak mungkin Pemkab mengeluarkan izin di atas lahan tanah hutan lindung, masih katanya. Makanya mau kita dalami di RDP, Insya Allah kita laksanakan minggu ini,” ujarnya.
    Sementara itu, Kepala Ombudsman Sumut, Herdensi, mengimbau agar semua pihak yang berkaitan dengan pemagaran bisa menyelesaikannya secara substantif.
    “Jadi bukan hanya membongkar pagarnya, tapi secara substantif menyelesaikan masalahnya. Kalau memang ini ternyata hutan lindung, ya harus dilindungi. Orang-orang yang tak bertanggung jawab melakukan pengelolaan di sini, saya kira harus ada langkah-langkah hukum untuk menyelesaikannya,” harapnya.
    Sebelumnya diberitakan, kawasan hutan lindung di pesisir pantai Desa Rugemuk dipagari oleh pengusaha tambak dengan luas lahan yang dipagar mencapai 48 hektare dan panjang sekitar 800 meter lebih.
    Pantauan
    Kompas.com
    pada Kamis (21/2/2025) menunjukkan bahwa pagar tersebut memiliki tinggi sekitar 3 meter dan jarak dari pantai ke lokasi pemagaran sekitar 300 meter (sebelumnya 30 meter).
    Dari pantai di dekat lokasi pagar, terdapat plang yang menyatakan bahwa tanah di sekitar lokasi merupakan kawasan hutan negara.
    Terkait pemagaran itu, Kepala Dinas LHK Sumut, Yuliani Siregar, terjun langsung ke lokasi pembongkaran.
    Ia menegaskan bahwa kawasan hutan adalah milik negara dan bukan milik perorangan.
    “Saya langsung sama masyarakat yang membongkarnya. Alasan pembongkaran yang pertama, adanya pengaduan masyarakat. Kedua, itu kawasan hutan, kawasan hutan lindung. Mana ada orang yang bisa memiliki kawasan hutan tanpa izin,” ujar Yuliani saat dihubungi melalui telepon seluler, Minggu (23/2/2025).
    Yuliani menjelaskan bahwa berdasarkan pengamatannya di lapangan, terdapat sekitar 48 hektar lahan hutan yang dipagari oleh seorang pengusaha bernama Albert.
    Dia menegaskan bahwa lahan hutan tidak boleh diperjualbelikan.
    Ketika ditanya mengenai klaim pengusaha tersebut yang menyatakan telah membeli lahan dari masyarakat pada tahun 1982 dan memiliki Surat Keterangan Tanah (SKT) dari camat dan lurah setempat, Yuliani mengaku heran.
    Ia menegaskan bahwa lahan hutan tidak boleh diperjualbelikan.
    Perusahaan yang memagari lokasi tersebut adalah PT Tun Sewindu.
    Melalui kuasa hukumnya, Junirwan Kurnia, dijelaskan bahwa kliennya telah membeli lahan tersebut dari masyarakat sejak tahun 1982 melalui proses ganti rugi.
    Pada tahun 1988, kliennya membangun pagar yang kini berukuran 900 meter dengan beton setinggi 40-50 meter dan sisanya terbuat dari seng.
    “Jadi pagar itu sudah lama, cuma kemarin itu diperbaharui. Untuk lahan itu kita sudah memiliki SK Camat dan Lurah. Nah, kenapa itu dipagar? Karena kita tidak tahu bahwa itu kawasan hutan dulunya,” ungkap Junirwan.
    Dia menambahkan bahwa baru pada tahun 1991 ada SK Penetapan Kawasan Hutan yang menyatakan bahwa sebagian lahan tersebut masuk ke dalam kawasan hutan lindung.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kasus Dugaan Korupsi Lahan Tol Baleno, Kejaksaan Geledah Kantor Perusahaan Swasta – Halaman all

    Kasus Dugaan Korupsi Lahan Tol Baleno, Kejaksaan Geledah Kantor Perusahaan Swasta – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Tim penyidik Kejaksaan Negeri Musi Banyuasin (Kejari Muba) menggeledah dua kantor perusahaan swasta PT SMB. 

    Penggeledahan dilakukan terkait penyidikan dugaan korupsi pemalsuan dokumen ganti rugi lahan yang digunakan untuk proyek Tol Bayung Lencir-Tempino (Baleno) tahun 2024.

    Dua kantor PT SMB yang digeledah berada di Jalan M Isa 3 Palembang dan di Jalan Tungkal Jaya, Musi Banyuasin.

    Penggeledahan dipimpin Kepala Kejari Muba, Roy Riady.

    Kasi Penkum Kejati Sumsel, Vanny Yulia Eka Sari, mengatakan penggeledahan dan penyitaan dokumen tersebut adalah bagian dari proses penyidikan kasus korupsi yang sedang ditangani Kejari Muba.

    “Benar, penggeledahan ini dilakukan untuk kepentingan penyidikan tindak pidana korupsi yang melibatkan pemalsuan dokumen terkait tanah untuk proyek tol,” kata Vanny saat dikonfirmasi wartawan, Sabtu (22/22/2025).

    Menurut Vanny, sejumlah barang bukti diamankan penyidik dalam penggeledahan tersebut.

    Antara lain, fotokopi Hak Guna Usaha (HGU), dokumen rapat, bundelan dokumen survei, dan berbagai dokumen lain yang diduga kuat berkaitan dengan tindak pidana korupsi.

    Dokumen yang kami amankan tersebut diduga berkaitan dengan dugaan praktik pemalsuan dalam pengadaan tanah tol dan potensi kerugian negara.

    Sementara itu, Kajari Musi Banyuasin Roy Riady mengungkapkan bahwa penyidik sedang mendalami kemungkinan adanya dugaan praktik mafia tanah yang dilakukan PT SMB.

    Perusahaan yang bergerak di sektor perkebunan kelapa sawit ini diduga mengklaim tanah negara sebagai milik pribadi atau korporasi untuk memperoleh keuntungan dari uang negara.

    “Kami sedang mendalami dugaan pemanfaatan tanah negara secara ilegal, serta indikasi korupsi dalam pengelolaan sawit oleh PT SMB yang bisa merugikan negara,” ujar Roy.

    Di sisi lain, penggeledahan ini juga merupakan bagian dari serangkaian langkah investigasi yang mendalam untuk mengungkap praktik-praktik ilegal yang berpotensi merugikan keuangan negara.

    Kejari Muba pun dipastikan terus bekerja agar proses hukum berjalan transparan dan adil.

    Langkah Kejari Muba ini mendapat apresiasi dari Ketua Umum DPP Gerakan Pembaharu Pemuda Sumatra Selatan (Garuda Sumsel), Jhon Kenedy.

    “Kami mendesak agar pengungkapan kasus mafia tanah ini dilakukan secara transparan dan menyeluruh, hingga tuntas keakar-akarnya. Jangan sampai ini terkesan sebagai pencitraan atau berdasarkan pesanan pihak tertentu,” kata Kenedy.

    Ia menilai masih banyak kasus agraria lain yang perlu diusut tuntas, di antaranya anak usaha grup perusahaan tersebut.

    “Pola penguasaan lahannya pun diduga merugikan keuangan negara untuk memastikan adanya kepastian hukum dan keadilan yang sejati di masyarakat,” ujar Kenedy saat dihubungi.

    Kenedy yang juga tokoh pemuda dan masyarakat Muba itu menekankan pentingnya penegakan hukum yang adil dan tanpa diskriminasi di Sumsel.

    “Jika terbukti ada perbuatan melawan hukum, maka harus ditindak tegas,” tegasnya

    Ketua DP Jaringan Anti Korupsi (JAKOR) Sumsel, Fadrianto, juga memberikan apresiasi dan dukungan atas langkah hukum yang diambil Kejari Muba terkait dugaan korupsi proses pembebasan lahan Jalan Tol Baleno.

    “Kami mendukung penuh upaya ini untuk mengungkap kasus ini hingga tuntas, terutama terkait dengan kerugian negara dalam dugaan KKN, manipulasi tanah, serta penguasaan tanah yang kemudian mendapatkan ganti rugi dalam proyek jalan tol tersebut,” ujar Fadrianto.

    Menurutnya, penggeledahan ini merupakan komitmen tinggi yang ditunjukkan Kejari Muba dalam memberantas korupsi dan mafia tanah.

    Apalagi, pihaknya telah menyampaikan sejumlah laporan dugaan mafia tanah di Sumsel yang merugikan keuangan negara ke Kejaksaan Agung (Kejagung).

    Ia menambahkan, pihaknya berencana akan menggelar aksi unjuk rasa dalam waktu dekat.

    Aksi ini bertujuan untuk mendukung Kejari Muba dalam mengusut tuntas kasus dugaan keterlibatan oknum pejabat di Musi Banyuasin.

  • Buruh Desak PN Sidoarjo Eksekusi Lahan Kejayan Mas 9,85 Hektare

    Buruh Desak PN Sidoarjo Eksekusi Lahan Kejayan Mas 9,85 Hektare

    Sidoarjo (beritajatim.com) – Ratusan buruh yang tergabung dalam Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Kabupaten Sidoarjo menggelar aksi unjuk rasa di depan Pengadilan Negeri (PN) Sidoarjo, Selasa (18/2/2025). Mereka menuntut eksekusi lahan seluas 9,85 hektare di Desa Tambakoso, Kecamatan Waru, yang telah memiliki kekuatan hukum tetap.

    Buruh yang mayoritas berasal dari PT Kejayan Mas meminta pengadilan segera mengeksekusi lahan tersebut sesuai putusan kasasi.

    “Secara sah atau berkekuatan hukum tetap, tanah itu milik atau dimenangkan oleh PT Kejayan Mas. Tanah tersebut sudah dibeli secara sah dari keluarga almarhumah Elok Wahibah dan almarhum Musofaini,” ujar Sekjen SPSI Sidoarjo, Sholeh.

    Sholeh menegaskan bahwa tidak ada alasan bagi PN Sidoarjo untuk menunda eksekusi lebih lama.

    “Secara putusan Pengadilan Tinggi dan Kasasi, sengketa tanah itu dimenangkan oleh PT Kejayan Mas,” tambahnya.

    Menurutnya, lahan tersebut akan digunakan untuk pembangunan perumahan buruh.

    “Makanya kami mengingatkan dan meminta kepada PN Sidoarjo untuk segera mengeksekusi tanah tersebut,” terangnya.

    Mediasi. Pihak PN Sidoarjo menemui perwakilan demonstran dan kuasa hukum PT Kejayan Mas

    Kuasa hukum PT Kejayan Mas, Abdul Salam, menegaskan bahwa permohonan eksekusi telah diajukan ke PN Sidoarjo.

    “Objek lahan yang diajukan eksekusi bukan tanpa dasar. Pihaknya sudah membayar lunas objek tersebut pada tahun 2019 kepada Miftahur Roiyan dan Elok Wahibah, termohon eksekusi,” jelasnya.

    Ia juga meminta aparat kepolisian untuk bertindak tegas jika ada pihak yang menghalangi eksekusi.

    “Pengadilan Negeri Sidoarjo jangan takut sama mafia tanah atau penghalang eksekusi. Polisi harus berani menangkap mafia tanah atau siapapun yang menghalangi eksekusi tanah PT Kejayan Mas,” pintanya.

    Sementara itu, juru bicara PN Sidoarjo, I Putu Gede Astawa, menemui perwakilan buruh dan menegaskan bahwa pihaknya telah menerima salinan putusan serta telah menjadwalkan rencana eksekusi.

    “PN Sidoarjo sudah merencanakan eksekusi, tinggal menunggu perintah eksekusi dari Ketua PN Sidoarjo,” urainya.

    Setelah berunjuk rasa di PN Sidoarjo, ratusan buruh melanjutkan aksinya ke Kejari Sidoarjo dan Mapolresta Sidoarjo. Demonstrasi ini mendapat pengawalan ketat dari aparat kepolisian. [isa/beq]

  • Kongkalikong Kades Kohod dengan Oknum di Kasus Pagar Laut, Pantes Jadi OKB dan Punya Rubicon

    Kongkalikong Kades Kohod dengan Oknum di Kasus Pagar Laut, Pantes Jadi OKB dan Punya Rubicon

    PIKIRAN RAKYAT – Ketua Riset dan Advokasi Publik LBH PP Muhammadiyah, Gufroni membongkar kongkalikong Kades Kohod, Arsin bin Asip dengan para oknum. Dari aksinya, dia diduga meraup keuntungan hingga Rp23,2 miliar di kasus pagar laut misterius Tangerang.

    Dia membeberkan bahwa Arsin bin Asip telah menyulap 116 hektare lahan sekitar pagar laut. Modusnya, tanah yang diklaim area tambak padahal bidang laut dibuatkan girik palsu.

    Dalam aksinya, Kades Kohod itu bersekongkol dengan para oknum untuk membuat girik palsu yang kemudian diterbitkan Sertifikat Hak Milik dan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHM/SHGB).

    “Arsin dapat Rp1.500/meter dibayar di awal,” ucap Gufroni, Senin 17 Februari 2025.

    Dia menuturkan bahwa setelah SHGB/SHM terbit, Arsin bin Asip kembali mendapat Rp20.000/meter.

    “Kami sudah melaporkan praktek culas Arsin ke Bareskrim Polri pada Jum’at, 17 Januari 2025 lalu,” kata Gufroni.

    “Jadi, dia dapat Rp20 ribu/meter dikali 116 hektare, maka totalnya Rp23,2 miliar. Udah banyak banget, maka wajar kalau kekayaan dia melesat jadi orang kaya baru dari awalnya dia bukan siapa-siapa,” tuturnya menambahkan.

    Sementara itu, Kades Kohod Arsin bin Asip melalui kuasa hukumnya, Yunihar membantah kliennya terlibat dalam kasus pagar laut misterius. Bahkan, dia mengungkapkan bahwa kliennya menjadi korban, karena telah ditipu oleh dua orang pelaku yang menjadi mafia tanah berinisial SP dan C.

    “Tentunya Ini terjadi akibat dari kekurangan pengetahuan dan tidak hati-hati Pak Arsin. Pak Arsin ini hanya korban,” ujarnya.

    Kades Kohod: Saya juga Korban

    Kades Kohod, Arsin bin Asip menyampaikan permintaan maaf atas kegaduhan di kasus Pagar Laut. Namun, dia mengklaim bahwa dirinya masuk sebagai korban terkait penerbitan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) pagar laut Tangerang.

    Sosok yang menghilang ketika ramai sorotan kepemilikan Rubicon dan dan sejumlah kendaraan lainnya itu menyampaikan klarifikasi dalam rekaman video berdurasi kurang lebih dua menit.

    “Saya ingin sampaikan bahwa saya juga adalah korban dari perbuatan yang dilakukan oleh pihak lain,” ucap Arsin bin Asip, Sabtu 15 Februari 2025.

    Dia mengaku, kasus SHGB/SHM pagar laut yang menyeret namanya itu terjadi akibat kurangnya pengetahuan Kades Kohod tersebut dalam mengeluarkan surat kepemilikan tanah yang akhirnya muncul sertifikat tanah itu.

    “Ini terjadi akibat dari kekurangan pengetahuan dan tidak hati-hati, kehati-hatian yang saya dapat lakukan pelayanan publik di Desa Kohod,” ujar Arsin bin Asip.

    Arsin bin Asip menyampaikan, dari kejadian ini tentunya akan menjadi pelajaran dan evaluasi internal perangkat Desa Kohod untuk ke depannya.

    “Evaluasi akan dilakukan agar hal-hal buruk dalam pelayanan Desa Kohod di kemudian hari tidak terulang lagi,” ucapnya.

    Dalam kesempatan tersebut, Arsin bin Asip juga menyampaikan permohonan maaf kepada warga Kobod dan masyarakat Indonesia atas perilaku serta tindakannya yang membuat gaduh selama ini.

    “Saya Arsin secara pribadi maupun jabatan saya sebagai kepala desa, atas kegaduhan di Desa Kohod. Pada kesempatan ini, dengan kerendahan hati saya ingin menyampaikan permohonan maaf,” tuturnya.

    Rubicon yang Jadi Sorotan

    Pada awal ramai kasus Pagar Laut Tangerang, Arsin bin Asip selaku Kades Kohod menjadi sorotan karena memiliki mobil mewah Jeep Wrangler Rubicon. Anggota DPR, Dede Yusuf menilai ini sebagai indikasi adanya permainan antara pengembang dan wilayah tertentu yang diberikan kemudahan dalam perizinan.

    Warga Desa Kohod membenarkan bahwa Arsin memiliki Rubicon sejak awal menjabat sebagai Kades pada 2021. Namun, kendaraan tersebut kini tidak terlihat di rumahnya sejak kasus pagar laut mencuat. Selain Rubicon, empat motor yang dimilikinya juga diduga telah dijual.

    Arsin juga memiliki Honda Civic Vtec berwarna putih keluaran tahun 2019 dengan nomor pelat B 412 SIN, yang jika dibaca menyerupai namanya. Mobil ini masih terparkir di rumahnya, namun pajaknya telah menunggak selama 4,5 tahun dengan denda mencapai Rp42.259.000.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Modernisasi Layanan untuk Masyarakat, Gedung Baru Kantor Pertanahan Kota Surabaya II Rampung

    Modernisasi Layanan untuk Masyarakat, Gedung Baru Kantor Pertanahan Kota Surabaya II Rampung

    TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA – Pembangunan Gedung Kantor Pertanahan Kota Surabaya II yang terletak di Jalan Medokan Sawah Gang Masjid kini telah resmi selesai, Sabtu, (15/2/2025). 

    Dengan total anggaran sebesar Rp 8,9 miliar, gedung ini bertujuan untuk memperbarui fasilitas dan meningkatkan kualitas layanan pertanahan bagi masyarakat Surabaya. 

    Sebagai bagian dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Surabaya, pembangunan ini memberikan kemudahan bagi masyarakat dalam mengakses layanan pertanahan seperti pengurusan sertifikat tanah, pengukuran, dan administrasi lainnya.

    Proyek pembangunan Gedung Kantor Pertanahan Kota Surabaya II dimulai pada 18 Juli 2024 dengan peletakan batu pertama oleh Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Jawa Timur, Lampri, A.Ptnh, SH, MH. 

    Gedung ini dilengkapi dengan fasilitas modern yang diharapkan mampu mempercepat dan mempermudah proses layanan pertanahan di Surabaya. 

    Ini adalah langkah strategis untuk mengatasi berbagai tantangan yang selama ini dirasakan oleh masyarakat terkait administrasi pertanahan yang lambat dan tidak efisien.

    Tujuan utama dari pembangunan ini adalah untuk memberikan pelayanan pertanahan yang lebih cepat dan lebih efisien dengan fasilitas yang lebih baik. 

    Dengan adanya kantor pertanahan yang baru, masyarakat dapat mengakses layanan seperti pengurusan sertifikat tanah, pendaftaran tanah, dan pengukuran dengan lebih mudah dan tanpa kendala.

    “Pembangunan gedung baru ini akan memberikan kemudahan akses bagi masyarakat, mempercepat proses administrasi pertanahan, serta mengurangi potensi terjadinya praktik mafia tanah yang selama ini meresahkan,” ujar Agustinus, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).

    Pembangunan gedung ini melibatkan berbagai pihak yang bekerja sama dengan baik, seperti Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), penyedia jasa konstruksi CV. Al-Fath, dan konsultan pengawas.

    Dengan pengawasan yang ketat, semua pihak berusaha untuk memastikan kualitas pembangunan tetap terjaga dan sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan. Proyek ini diselesaikan dalam waktu 169 hari kalender, dengan lingkup pekerjaan yang mencakup pembangunan struktur utama gedung serta fasad bangunan.

    Proyek ini juga tidak lepas dari tantangan cuaca dan aspek teknis lainnya, namun dengan kerja sama yang solid antar pihak terkait, pembangunan Gedung Kantor Pertanahan Kota Surabaya II berhasil selesai tepat waktu.

    “Kami berkomitmen untuk menyelesaikan proyek ini sesuai jadwal, menjaga kualitas, dan memastikan anggaran digunakan secara tepat,” Ujar Projek Manager Cv.Alfatih Hari Wahyudi.

    Efisiensi anggaran merupakan salah satu fokus utama dalam proyek pembangunan ini. Setiap rupiah yang dikeluarkan harus memberikan manfaat maksimal untuk masyarakat. Tidak hanya soal penghematan biaya, tetapi juga optimalisasi sumber daya yang ada, memastikan bahwa pembangunan berjalan secara efektif dan tetap menjaga kualitas.

    Penggunaan material berkualitas dengan harga terjangkau, pengelolaan waktu yang ketat, serta pengawasan yang intensif menjadi faktor kunci dalam menjaga efisiensi anggaran. Dengan cara ini, biaya pembangunan dapat ditekan tanpa mengurangi kualitas bangunan.

    Gedung baru ini bukan hanya soal fasilitas yang lebih modern, tetapi juga memberikan manfaat jangka panjang bagi masyarakat Surabaya. Dengan tersedianya gedung ini, layanan pertanahan akan lebih cepat dan transparan, yang mengurangi potensi praktik mafia tanah yang kerap merugikan masyarakat.

    Dampak jangka panjang dari pembangunan Gedung Kantor Pertanahan Kota Surabaya II diharapkan dapat meningkatkan kepuasan publik. Pengurusan sertifikat tanah, pendaftaran tanah, dan berbagai layanan lainnya akan lebih cepat dan efisien.

     Namun, dengan adanya kebijakan efisiensi anggaran dari pemerintah pusat, pembangunan tahap berikutnya dari Gedung BPN Surabaya II yang dijadwalkan pada tahun 2025 kemungkinan besar akan tertunda. Meskipun demikian, masyarakat berharap agar gedung baru ini dapat dimanfaatkan secara optimal untuk mendukung transparansi dan efisiensi dalam layanan pertanahan.

  • Akhirnya Kades Kohod Bongkar 2 Sosok Ini Diduga Terlibat Pemalsuan Sertifikat Tanah Pagar Laut

    Akhirnya Kades Kohod Bongkar 2 Sosok Ini Diduga Terlibat Pemalsuan Sertifikat Tanah Pagar Laut

    TRIBUNJATENG.COM, TANGERANG – Terkuak dua sosok misterius berinisial SP dan C yang diduga terlibat pemalsuan sertifikat area pagar laut perairan Tangerang. 

    Kades Kohod, Arsin membantah keterlibatannya dalam mafia tanah.

    Justru, Arsin menempatkan dirinya sebagai korban.

    Kuasa hukum Kades Kohod, Yunihar, menyebut dua orang yang diduga jadi pelaku pemalsuan sertifikat area pagar laut perairan Tangerang. 

    “Ada pihak ketiga berinisial SP dan C,” ujar Yunihar dalam konferensi pers di kediaman Arsin, Jalan Kalibaru Kohod, Desa Kohod, Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, Jumat (14/2/2025). 

    Yunihar melanjutkan, pada pertengahan 2022 silam, SP dan C datang ke kantor Desa Kohod. 

    Keduanya menawarkan bantuan untuk mengurus peningkatan alas hak tanah berupa tanah garap milik sejumlah warga menjadi sertifikat. 

    “Klien kami tidak mengetahui secara detail dan tidak terlibat dalam penerbitan SHM maupun SHGB. Klien kami menduga itu semua dilakukan dan diurus oleh pihak ketiga tadi,” ujar dia.

    Pagar laut sepanjang 30,16 Kilometer yang belum diketahui pemiliknya membentang di 6 kecamatan perairan Kabupaten Tangerang, Banten. (net/KKP)

    Yunihar melanjutkan, kepala desa dan perangkat di bawahnya wajib membantu pengurusan tersebut.

    Arsin pun disebut melayani kedua orang itu seperti biasa.

    “Sekdes itu betul melayani. Kemudian dokumen-dokumen yang diserahkan itu, ada beberapa yang dimasukkan ke dalam nomor pembukuan surat. Tapi surat itu semua dibuat oleh pihak sana (SP dan C), dimasukkan di dalam permohonan surat. Setelah surat itu selesai, dikembalikan ke sana,” papar Yunihar.

    Saat ditanya apakah SP dan C ini mewakili perusahaan atau pegawai Kementerian ATR/BPN, Yunihar menampiknya.

    “Nanti teman-teman boleh korek ke Bareskrim ya. Tapi intinya mereka itu pihak ketiga, pihak yang menawarkan jasa, bukan atas nama PT, bukan juga atas nama kelembagaan desa,” lanjut dia. Atas dasar itu, Yunihar menganggap Arsin justru adalah korban dari mafia tanah yang bermain di Desa Kohod.

    “Faktanya klien kami sebagai Kepala Desa Kohod juga sebagai korban akibat kurangnya pengetahuan dalam birokrasi dan terlalu percaya kepada pihak ketiga yang berinisial SP dan C,” ujar dia. 

    Diketahui, kasus dugaan pemalsuan sertifikat area pagar laut di perairan Tangerang sedang diselidiki Bareskrim Polri.

    Proses penyelidikan di kepolisian simultan dengan proses penyelidikan yang dilakukan Kementerian Kelautan dan Perikanan.

    Polri mengungkapkan, kepala desa dan sekretaris desa Kohod telah mengakui sejumlah barang yang disita oleh penyidik benar digunakan untuk membuat surat izin palsu di lahan pagar laut Tangerang. 

    “Dan, ini sudah kita dapatkan dari keterangan kepala desa maupun sekdes yang juga mengakui bahwa alat-alat itulah yang digunakan (untuk membuat surat palsu),” ujar Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Pol Djuhandhani Rahardjo Puro, saat ditemui di Gedung Rupatama Mabes Polri, Jakarta, Rabu (12/2/2025). 

    Barang-barang yang disita oleh penyidik setelah menggeledah Kantor Kelurahan Kohod dan rumah Kepala Desa Kohod, Arsin, pada Senin (10/2/2025) malam, antara lain, 1 buah printer, 1 unit layar monitor, dan keyboard, serta stempel sekretariat Desa Kohod.

    “Kemudian, peralatan-peralatan lainnya yang kita duga sebagai alat yang digunakan untuk memalsukan girik dan surat-surat lainnya,” ujar Djuhandhani. (*)

     

  • Kades Kohod Sebut Sosok SP dan C Pelaku Pemalsuan Sertifikat Area Pagar Laut
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        14 Februari 2025

    Kades Kohod Sebut Sosok SP dan C Pelaku Pemalsuan Sertifikat Area Pagar Laut Megapolitan 14 Februari 2025

    Kades Kohod Sebut Sosok SP dan C Pelaku Pemalsuan Sertifikat Area Pagar Laut
    Tim Redaksi
    TANGERANG, KOMPAS.com
    – Kuasa hukum
    Kades Kohod
    , Yunihar, menyebut dua orang yang diduga jadi pelaku pemalsuan sertifikat area pagar laut perairan Tangerang.
    “Ada pihak ketiga berinisial SP dan C,” ujar Yunihar dalam konferensi pers di kediaman Arsin, Jalan Kalibaru Kohod, Desa Kohod, Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, Jumat (14/2/2025).
    Yunihar melanjutkan, pada pertengahan 2022 silan, SP dan C datang ke kantor Desa Kohod.
    Keduanya menawarkan bantuan untuk mengurus peningkatan alas hak tanah berupa tanah garap milik sejumlah warga menjadi sertifikat.
    “Klien kami tidak mengetahui secara detail dan tidak terlibat dalam penerbitan SHM maupun SHGB. Klien kami menduga itu semua dilakukan dan diurus oleh pihak ketiga tadi,” ujar dia.
    Yunihar melanjutkan, kepala desa dan perangkat di bawahnya wajib membantu pengurusan tersebut. Arsin pun disebut melayani kedua orang itu seperti biasa.
    “Sekdes itu betul melayani. Kemudian dokumen-dokumen yang diserahkan itu, ada beberapa yang dimasukkan ke dalam nomor pembukuan surat. Tapi surat itu semua dibuat oleh pihak sana (SP dan C), dimasukkan di dalam permohonan surat. Setelah surat itu selesai, dikembalikan ke sana,” papar Yunihar.
    Saat ditanya apakah SP dan C ini mewakili perusahaan atau pegawai Kementerian ATR/BPN, Yunihar menampiknya.
    “Nanti teman-teman boleh korek ke Bareskrim ya. Tapi intinya mereka itu pihak ketiga, pihak yang menawarkan jasa, bukan atas nama PT, bukan juga atas nama kelembagaan desa,” lanjut dia.
    Atas dasar itu, Yunihar menganggap Arsin justru adalah korban dari mafia tanah yang bermain di Desa Kohod.
    “Faktanya klien kami sebagai Kepala Desa Kohod juga sebagai korban akibat kurangnya pengetahuan dalam birokrasi dan terlalu percaya kepada pihak ketiga yang berinisial SP dan C,” ujar dia.
    Diketahui, kasus dugaan pemalsuan sertifikat area pagar laut di perairan Tangerang sedang diselidiki Bareskrim Polri. Proses penyelidikan di kepolisian simultan dengan proses penyelidikan yang dilakukan Kementerian Kelautan dan Perikanan.
    Polri mengungkapkan, kepala desa dan sekretaris desa Kohod telah mengakui sejumlah barang yang disita oleh penyidik benar digunakan untuk membuat surat izin palsu di lahan pagar laut Tangerang.
    “Dan, ini sudah kita dapatkan dari keterangan kepala desa maupun sekdes yang juga mengakui bahwa alat-alat itulah yang digunakan (untuk membuat surat palsu),” ujar Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Pol Djuhandhani Rahardjo Puro, saat ditemui di Gedung Rupatama Mabes Polri, Jakarta, Rabu (12/2/2025).
    Barang-barang yang disita oleh penyidik setelah menggeledah Kantor Kelurahan Kohod dan rumah Kepala Desa Kohod, Arsin, pada Senin (10/2/2025) malam, antara lain, 1 buah printer, 1 unit layar monitor, dan keyboard, serta stempel sekretariat Desa Kohod.
    “Kemudian, peralatan-peralatan lainnya yang kita duga sebagai alat yang digunakan untuk memalsukan girik dan surat-surat lainnya,” ujar Djuhandhani.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Warga Korban Gusuran Lahan Perumnas Jadi Korban Mafia Tanah

    Warga Korban Gusuran Lahan Perumnas Jadi Korban Mafia Tanah

    JAKARTA – Mamat, salah satu Aparatur Sipil Negara (ASN) Pemkot Jakarta Timur bidang kesehatan tak menyangka jika dirinya menjadi korban mafia tanah. Terlebih, peristiwa itu terjadi di tempat dirinya bertugas, yakni di Jakarta Timur. Bahkan, dia menyaksikan sendiri jika rumahnya yang telah dibeli secara tunai, dibongkar menggunakan ekskavator PN Jakarta Timur.

    Mamat mengaku, saat membeli rumah di lahan tersebut, dirinya sudah melakukan pengecekan dan mendapatkan informasi terkait status tanah. Namun, Mamat sudah terlanjur memberikan uang kepada penjual rumah, karena tergiur harga murah.

    “Saya sudah dikasih tahu, tapi duit saya sudah masuk, bilang apa? Dikembaliin tidak bisa, namanya pencuri, namanya pengkhianat, namanya mafia.. susah!,” cetusnya dengan rasa kecewa, Kamis, 13 Februari.

    Mamat juga merasa ditipu oleh penjual rumah. Sebelum dilakukan transaksi pembelian rumah, Mamat diyakini dengan prosedur penjualan melalui notaris yang dibawa oleh penjual.

    “Kita dibohongi, dia pakai akta notaris juga. Namanya (nama notaris) saya lupa, alamatnya di Kalimalang. Perumnas kalau menuntut harusnya di pihak penjual, inisial S dan anteknya,” geramnya.

    Mamat membeli bangunan berbentuk rumah tersebut kepada seorang pria berinisial S. Bahkan terdapat pula pengacara dalam transaksi pembelian rumah.

    “S dan anteknya yaitu pengacara. Saya lupa namanya. Saya beli bangunan sama S,” katanya.

    Padahal, Mamat yang bekerja sebagai ASN di bidang kesehatan itu, akan memasuki masa pensiun pada 5 tahun mendatang. Namun dia terpaksa harus membayar cicilan dari gadai SK PNS ke Bank DKI untuk membeli rumah tersebut.

    “Saya 5 tahun lagi pensiun,” ucapnya.

  • Ulah Koruptor di Semarang Pelesiran Berujung Dipindah ke Nusakambangan

    Ulah Koruptor di Semarang Pelesiran Berujung Dipindah ke Nusakambangan

    Jakarta

    Terpidana kasus korupsi, Agus Hartono, kepergok pelesiran di luar penjara. Karena ulahnya, penahanan Agus dipindahkan dari Lapas Kelas 1 Semarang, Kedungpane, ke Lapas Super Maximum Security di Nusakambangan.

    Dirangkum detikcom, Senin (10/2/2025), Agus bisa keluar dari Lapas saat menjalani masa hukumannya. Dia tepergok penegak hukum sedang makan bersama keluarganya di sebuah restoran di Semarang dan kemudian ditindak.

    Kepala Lapas Semarang Mardi Santoso tidak membantah saat ditanya terkait kabar tersebut. Dia menegaskan telah melakukan beberapa tindakan.

    “Terhadap narapidana berinisial AH yang melanggar peraturan, di era sebelum saya bertugas di sini, sudah diambil tindakan berupa dipindahkan ke Lapas Super Maximum Security Nusakambangan,” kata Mardi dalam keterangannya, dilansir detikJateng, Sabtu (8/2).

    Mardi tidak menjelaskan detail kronologi pelanggaran itu. Dia juga tidak menyebut berapa petugas yang terlibat dan sanksi apa yang diberikan.

    “Petugas yang terlibat dalam pelanggaran ini telah diberikan tindakan disiplin sesuai peraturan dan ketentuan yang berlaku,” ujarnya.

    Dia menegaskan akan menjaga integritas dan akan menindak tegas jika ada pelanggaran. Mardi juga menegaskan kondisi Lapas kondusif.

    Kasus Agus Hartono Berlipat-lipat

    Agus Hartono (Foto: Afzal Nur Iman/detikJateng)

    Berstatus terpidana perkara korupsi, pengusaha asal Semarang itu ketahuan pelesiran di luar penjara padahal kasus yang menjeratnya tak cuma satu. Siapa sebenarnya Agus Hartono dan bagaimana jejak hitamnya?

    Nama Agus Hartono muncul ke permukaan pada akhir November 2022. Saat itu dia mengaku diperas jaksa di Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah (Kejati Jateng) yang memang sedang mengusut perkara dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit pada PT Citra Guna Perkasa. Agus Hartono sendiri berstatus sebagai direktur utama di perusahaan itu.

    Tak tanggung-tanggung, Agus Hartono mengaku diperas Rp 10 miliar. Singkat cerita Kejaksaan Agung (Kejagung) bergerak mengusut tetapi tidak menemukan bukti yang cukup sehingga dugaan pemerasan itu disetop.

    Menariknya adalah saat itu Agus Hartono ternyata berstatus tersangka perkara mafia tanah yang diusut Polda Jateng. Dari catatan detikcom, setidaknya 5 perkara yang menjerat Agus Hartono. Berikut daftarnya:

    1. Kasus Pertama

    Perkara pertama Agus Hartono terkait kredit macet yang disebut merugikan negara Rp 25 miliar. Pada 20 Juni 2023, dia dituntut 16 tahun penjara dan membayar uang pengganti Rp 14 miliar lebih.

    Namun putusannya lebih ringan. Agus Hartono divonis 10 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 400 juta serta membayar uang pengganti Rp 14 miliar lebih.

    Putusan ini kembali turun pada tingkat banding yaitu menjadi 9 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta. Sedangkan untuk besaran uang pengganti masih sama.

    Hukuman Agus Hartono ini sudah berkekuatan hukum tetap atau inkrah setelah majelis kasasi di Mahkamah Agung (MA) menguatkan putusan banding.

    2. Kasus Kedua

    Perkara kedua masih terkait kredit macet tetapi dari bank yang berbeda. Dalam kasus ini, Agus Hartono divonis 7 tahun penjara dan denda Rp 400 juta serta membayar uang pengganti Rp 2,2 miliar lebih.

    Namun di tingkat banding, vonis Agus Hartono lagi-lagi dikurangi yaitu menjadi 6 tahun dan denda Rp 400 juta. Hukuman uang pengganti juga berkurang menjadi Rp 1,1 miliar lebih.

    Yang mengejutkan pada tingkat kasasi yang diketuai Syamsul Rakan Chaniago dibantu Haswandi dan Lucas Prakoso. Majelis kasasi itu membatalkan vonis Agus Hartono. Menurut majelis kasasi, perbuatan Agus Hartono terbukti melakukan perbuatan sebagaimana didakwakan tapi perbuatan itu bukan merupakan suatu tindak pidana tetapi ranah perdata.

    Dalam kasus ini Agus Hartono didakwa bersama-sama dengan seorang bernama Donny Iskandar Sugiyo Utomo. Nah, untuk Donny, majelis kasasi tetap menjatuhkan vonis 6 tahun penjara dan denda Rp 400 juta serta menghukum agar Donny membayar uang mengganti Rp 2,2 miliar lebih.

    3. Kasus Ketiga

    Tampaknya Agus Hartono sebagai pengusaha kerap tersandung kredit macet. Untuk perkara ketiga masih sama yaitu terkait kredit macet tetapi dari bank berbeda lagi. Perkara ini disebut merugikan negara hingga Rp 93 miliar.

    Dalam kasus ini Agus Hartono divonis 2 tahun penjara dan denda Rp 500 juta serta wajib membayar uang pengganti Rp 52 miliar lebih. Hukuman Agus Hartono kemudian diperberat menjadi 8 tahun penjara di tingkat banding.

    Untuk perkara ini masih berproses atau belum inkrah.

    4. Kasus Keempat

    Untuk perkara keempat ini masih bertalian dengan kasus ketiga tetapi yang diusut adalah terkait tindak pidana pencucian uang atau TPPU. Agus Hartono dihukum 1 tahun penjara dan denda Rp 200 juta. Hukumannya lalu diperberat menjadi 8 tahun di tingkat banding.

    5. Kasus Kelima

    Selain kasus-kasus korupsi, Agus Hartono juga dijerat kasus lain yaitu pidana umum terkait pemalsuan surat. Jika perkara-perkara sebelumnya diadili di Semarang, untuk kasus ini Agus Hartono diadili di Salatiga.

    Dalam perkara itu Agus Hartono divonis 10 bulan penjara. Hukuman itu berkurang menjadi 4 bulan penjara di tingkat banding.

    3 Pejabat Lapas Semarang Dicopot

    Foto: Menteri Imipas Agus Andrianto meminta jajaran menyederhanakan seluruh kegiatan seremonial dan mengalokasikan anggaran ke program berdampak bagi masyarakat luas. (dok Imipas)

    Menteri Imigrasi dan Permasyarakatan (Imipas) Agus Andrianto langsung menindak tegas dengan mencopot 3 pejabat Lapas Semarang. Ketiga pejabat yang dimaksud adalah Kepala Lapas, Kepala Pembinaan dan Kepala Ketertiban Lapas.

    “Kalapas, Kepala Pembinaan dan Kepala Ketertiban sudah saya copot,” kata Agus kepada wartawan, Senin (10/2/2025).

    Agus menyebut ketiganya diperiksa. Agus berujar ketiganya diperiksa di Kanwil Permasyarakatan Jateng.

    “Dalam rangka pemeriksaan, posisi di Kanwil Pas Jateng,” imbuh dia.

    Halaman 2 dari 3

    (fas/dek)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu