Kasus: korupsi

  • Begini Nasib Penerima Bansos Usai Ditemukan 500 Ribu NIK Aktif Main Judol, Terlibat Korupsi dan Terorisme

    Begini Nasib Penerima Bansos Usai Ditemukan 500 Ribu NIK Aktif Main Judol, Terlibat Korupsi dan Terorisme

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang mengungkap bahwa sekitar 571.410 Nomor Induk Kependudukan (NIK) penerima bantuan sosial (bansos) terindikasi digunakan untuk aktivitas judi online (judol) sepanjang tahun 2024 mencengangkan banyak pihak.

    Tak tanggung-tanggung, total transaksi mencapai Rp 957 miliar. Lebih mencengangkan, lebih dari 100 NIK di antaranya juga terindikasi terlibat dalam pendanaan terorisme, serta sejumlah NIK terkait tindak pidana korupsi.

    Temuan ini berasal dari uji cepat yang dilakukan PPATK terhadap data NIK penerima bansos dengan data pemain judol hingga 2024.

    “Ternyata ada juga NIK-nya yang terkait dengan tindakan pidana korupsi, bahkan ada yang pendanaan terorisme ada,” ujar Ketua PPATK Ivan Yustiavandana di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (10/7/2025).

    Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Abidin Fikri, menegaskan bahwa temuan ini menunjukkan adanya kelemahan serius dalam sistem penyaluran dan pengawasan bansos.

    “Bantuan sosial yang seharusnya menjadi jaring pengaman bagi masyarakat rentan justru disalahgunakan untuk aktivitas ilegal seperti judi online, korupsi, hingga pendanaan terorisme. Ini tidak hanya melanggar tujuan bansos, tetapi juga mengkhianati amanah rakyat,” kata Abidin dalam keterangan tertulis, Jumat (11/7/2025)

    Abidin mendesak pemerintah untuk memperkuat sistem perlindungan data kependudukan dan mereformasi mekanisme penyaluran bansos agar lebih transparan dan tepat sasaran.

    “Komisi VII akan terus mengawal isu ini dan memastikan bansos benar-benar sampai kepada yang berhak. Kami juga mendorong pemerintah untuk meningkatkan literasi digital dan edukasi masyarakat agar tidak mudah terjerumus ke dalam praktik judi online,” katanya.

  • IBC Angkat Bicara soal Dirut Jadi Tersangka Kasus Tata Kelola Minyak

    IBC Angkat Bicara soal Dirut Jadi Tersangka Kasus Tata Kelola Minyak

    Jakarta

    Kejaksaan Agung menetapkan sembilan tersangka baru terkait kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina (Persero), Sub Holding dan Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) Tahun 2018-2023. Salah satu tersangka tersebut yakni Direktur Utama PT Industri Baterai Indonesia (IBI) atau Indonesia Battery Corporation (IBC) Toto Nugroho.

    Toto menjadi tersangka karena perannya saat menjabat sebagai VP Intermediate Supply PT Pertamina (Persero) tahun 2017-2018.

    Menanggapi hal tersebut, Head of Corporate Secretary IBC Indira Rawiyakhirty menjelaskan pihaknya menghormati dan menyerahkan sepenuhnya proses hukum atas kasus ini di Kejaksaan Agung. Indira mengatakan bahwa proses hukum yang terjadi pada Toto Nugroho bukanlah kasus atau peristiwa hukum yang terjadi di lingkungan IBC.

    “Dengan demikian, proses hukum tersebut tidak mempengaruhi kegiatan usaha PT IBI dan aktivitas bisnis PT akan tetap berjalan seperti biasa,” katanya dalam keterangan tertulis, Jumat (11/7/2025).

    Indira menegasakan, bahwa dalam menjalankan kegiatan usahanya, PT IBI berkomitmen untuk senantiasa mengedepankan kaidah-kaidah tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance). “Serta merujuk pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” katanya.

    Sebagai informasi, Kejaksaan Agung menjelaskan peran Toto dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina (Persero), Sub Holding dan Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) Tahun 2018-2023 ialah melakukan dan menyetujui pengadaan impor minyak mentah dengan mengundang DMUT/supplier yang tidak memenuhi syarat sebagai peserta lelang (dikenai sanksi karena tidak mengembalikan kelebihan bayar).

    Kemudian menyetujui DMUT/supplier tersebut sebagai pemenang meskipun praktik pelaksanaan pengadaan tidak sesuai dengan prinsip dan etika pengadaan yaitu value based yang dicantumkan dalam lelang impor minyak mentah dan perlakuan istimewa kepada supplier tersebut.

    Kejaksaan Agung mengungkap bahwa total kerugian kasus korupsi itu mencapai Rp 285 triliun. Kejaksaan Agung juga mengungkap sembilan orang tersangka baru kasus korupsi tata kelola minyak mentah, diantaranya yakni sebagai berikut :

    1. Alfian Nasution (AN), VP Supply dan Distribusi PT Pertamina (Persero) tahun 2011-2015.
    2. Hanung Budya Yuktyanta (HB), Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina (Persero) tahun 2014.
    3. Toto Nugroho (TN), VP Intermediate Supply PT Pertamina (Persero) tahun 2017-2018.
    4. Dwi Sudarsono (DS), VP Product Trading ISC Pertamina tahun 2019-2020.
    5. Arief Sukmara (AS), Direktur Gas, Petrokimia & Bisnis Baru PT Pertamina International Shipping (PIS)6. Hasto Wibowo (HW), SVP Integrated Supply Chain (ISC) Pertamina tahun 2018-2020.
    7. Martin Haendra Nata (MH), Business Development Manager PT Trafigura tahun 2019-2021.
    8. Indra Putra Harsono (IP), Business Development Manager PT Mahameru Kencana Abadi.
    9. Mohammad Riza Chalid (MRC), Beneficial Owners PT Tanki Merak dan PT Orbit Terminal Merak.

    Lihat juga Video ‘Kejagung Tetapkan 9 Tersangka Korupsi Minyak Mentah’:

    (acd/acd)

  • Dalami Proses Penganggaran Proyek Jalan di Sumut, KPK Cecar 2 Saksi

    Dalami Proses Penganggaran Proyek Jalan di Sumut, KPK Cecar 2 Saksi

    Jakarta

    KPK telah memeriksa 2 orang saksi terkait kasus korupsi proyek jalan di wilayah Sumatera Utara (Sumut). KPK mendalami soal bagaimana proses penganggaran dalam kasus ini.

    “Saksi didalami terkait proses penganggaran 2 proyek yang dimenangkan tersangka KIR-RAY,” kata Jubir KPK Budi Prasetyo kepada wartawan, Jumat (11/7/2025).

    Pemeriksaan dua orang itu dilakukan pada Kamis (10/7) kemarin. Pemeriksaan dilakukan di gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.

    “Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK,” sebutnya.

    Saksi yang diperiksa ialah Muhammad Haldun (PNS) dan Ryan Muhammad (PNS).

    Diketahui, dalam kasus ini telah ditetapkan 5 orang tersangka. Berikut ini lima orang tersangka dalam kasus ini:

    Dalam kasus ini, Topan diduga mengatur perusahaan swasta pemenang lelang untuk memperoleh keuntungan ekonomi.KPK menduga Topan mendapat janji fee Rp 8 miliar dari pihak swasta yang dimenangkan dalam proyek jalan senilai Rp 231,8 miliar itu.

    KPK mengatakan Akhirun dan Rayhan telah menarik duit Rp 2 miliar yang diduga akan dibagikan ke pejabat yang membantu mereka mendapat proyek.

    (ial/fca)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Kejagung Tetapkan Toto Nugroho Tersangka Korupsi, Manajemen IBC Buka Suara – Page 3

    Kejagung Tetapkan Toto Nugroho Tersangka Korupsi, Manajemen IBC Buka Suara – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta PT Industri Baterai Indonesia atau Indonesia Battery Corporation (IBC) buka suara terkait penetapan Toto Nugroho (TN) sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung. TN ditetapkan tersangka dalam kapasitasnya sebagai VP Integrated Supply Chain Pertamina periode 2017-2018.

    Adapun, penetapan tersangka berkaitan dengan Penyidikan Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam Tata Kelola Minyak Mentah dan Produk Kilang pada PT. Pertamina (Persero), Sub Holding dan Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) Tahun 2018 sampai dengan 2023.

    “PT IBI menghormati dan menyerahkan sepenuhnya proses hukum atas kasus ini di Kejaksaan Agung,” tulis keterangan resmi IBC, Jumat (11/7/2025).

    Dalam keterangan yang sama, IBC menegaskan proses hukum yang sedang berjalan bukan kasus atau peristiwa hukum yang terjadi di lingkungan perusahaan.

    “Dengan demikian, proses hukum tersebut tidak mempengaruhi kegiatan usaha PT IBI dan aktivitas bisnis PT IBI akan tetap berjalan seperti biasa,” seperti dikutip.

    Dalam menjalankan kegiatan usahanya, PT IBI berkomitmen untuk senantiasa mengedepankan kaidah-kaidah tata Kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance) serta merujuk pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

     

  • Pertamina Bicara Kasus Tata Kelola Minyak yang Menyeret Riza Chalid

    Pertamina Bicara Kasus Tata Kelola Minyak yang Menyeret Riza Chalid

    Jakarta

    PT Pertamina (Persero) buka suara soal kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina, subholding, dan kontraktor yang diketahui terjadi dalam kontrak kerja sama pada periode 2018-2023.

    Vice President Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko mengatakan pihaknya menghormati dan menyerahkan seluruh proses hukum kepada aparat berwenang. Ia mengatakan pihaknya juga akan bersikap kooperatif dan siap bekerja sama dengan aparat berwenang dan berharap proses hukum dapat berjalan lancar.

    “Pertamina selalu menghormati proses hukum yang sedang berjalan di Kejaksaan Agung,” kata Fadjar dalam keterangan tertulis, Jumat (11/7/2025).

    Fadjar juga menegaskan bahwa di tengah berjalannya proses hukum, pelayanan Pertamina terkait energi kepada masyarakat tetap menjadi prioritas utama dan operasional perusahaan tetap berjalan normal seperti biasa.

    “Sebagai perusahaan yang berkomitmen terhadap prinsip Good Corporate Governance (GCG), Pertamina akan terus meningkatkan transparansi dan tata kelola di seluruh proses bisnis terutama dalam aspek operasional perusahaan,” katanya.

    Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkapkan bahwa total kerugian kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina mencapai Rp 285 triliun.

    “Berdasarkan hasil perhitungan yang sudah dipastikan jumlahnya, itu totalnya Rp 285.017.731.964.389,” kata Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejagung Abdul Qohar dalam jumpa pers di Gedung Kejagung, Jakarta Selatan, Kamis (10/7/2025) malam dikutip dari detiknews.

    Qohar menerangkan total kerugian itu bertambah dari angka yang sebelumnya diumumkan Kejagung. Sebelumnya, Kejagung menyebutkan kerugian dalam kasus tersebut nilainya Rp 193,7 triliun.

    Dalam jumpa pers tersebut, Kejagung sekaligus mengumumkan penetapan 9 tersangka baru. Di mana, salah satu tersangkanya adalah pengusaha Mohammad Riza Chalid. Riza merupakan beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa dan PT Orbit Terminal Mohammad Riza Chalid (MRC). Kejagung mengatakan Riza tiga kali mangkir pemeriksaan.

    “Khusus MRC, selama tiga kali berturut-turut dipanggil dengan patut, tidak hadir. Berdasarkan informasi, yang bersangkutan tidak tinggal di dalam negeri,” kata Qohar.

    Qohar menjelaskan Riza saat ini berada Singapura. Kejagung telah berkoordinasi dengan Kejaksaan Singapura terkait keberadaan Riza.

    “Kami sudah kerja sama dengan perwakilan kejaksaan Indonesia di luar negeri, khususnya di Singapura. Kami sudah ambil langkah-langkah, karena informasinya ada di sana,” jelas Qohar.

    “Jadi langkah-langkah ini kami tempuh untuk bagaimana kita bisa menemukan dan bisa mendatangkan yang bersangkutan,” imbuhnya.

    Berikut daftar sembilan orang tersangka baru kasus korupsi tata kelola minyak mentah:

    1. Alfian Nasution (AN), VP Supply dan Distribusi PT Pertamina (Persero) tahun 2011-2015.
    2. Hanung Budya Yuktyanta (HB), Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina (Persero) tahun 2014.
    3. Toto Nugroho (TN), VP Intermediate Supply PT Pertamina (Persero) tahun 2017-2018.
    4. Dwi Sudarsono (DS), VP Product Trading ISC Pertamina tahun 2019-2020.
    5. Arief Sukmara (AS), Direktur Gas, Petrokimia & Bisnis Baru PT Pertamina International Shipping (PIS)6. Hasto Wibowo (HW), SVP Integrated Supply Chain (ISC) Pertamina tahun 2018-2020.
    7. Martin Haendra Nata (MH), Business Development Manager PT Trafigura tahun 2019-2021.
    8. Indra Putra Harsono (IP), Business Development Manager PT Mahameru Kencana Abadi.
    9. Mohammad Riza Chalid (MRC), Beneficial Owners PT Tanki Merak dan PT Orbit Terminal Merak.

    (acd/acd)

  • Profil Saudagar Minyak Riza Chalid yang Jadi Tersangka Kasus Korupsi Pertamina

    Profil Saudagar Minyak Riza Chalid yang Jadi Tersangka Kasus Korupsi Pertamina

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) akhirnya menetapkan saudagar minyak Mohammad Riza Chalid (MRC) sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina-KKKS periode 2018-2023.

    Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus Kejagung RI Abdul Qohar mengatakan pihaknya telah mengumpulkan barang bukti yang cukup untuk menetapkan saudagar minyak Riza Chalid sebagai tersangka. 

    “Kesembilan yaitu tersangka MRC [M Riza Chalid] selaku Beneficial Owner PT Orbit Terminal Merak,” ujar Qohar di Kejagung, Kamis (10/7/2025) malam.

    Dalam kasus ini, Riza diduga telah melakukan intervensi kebijakan terhadap tata kelola minyak Pertamina dengan memberikan renca kerja sama penyewaan terminal BBM di Merak. 

    “Dengan melakukan intervensi kebijakan tata kelola Pertamina berupa memasukkan rencana kerja sama penyewaan terminal BBM Merak yang pada saat itu PT Pertamina belum memerlukan penambahan penyimpanan stok BBM,” kata Qohar di Kejagung, Kamis (10/7/2025).

    Adapun pada intinya, kasus ini melibatkan penyelenggara negara dengan broker. Kedua belah pihak diduga bekerja sama dalam pengaturan proses pengadaan impor minyak mentah dan impor produk kilang periode 2018-2023. 

    Akibat adanya beberapa perbuatan melawan hukum tersebut, Kejagung mengungkap bahwa negara dirugikan sekitar Rp285 triliun. Lantas siapa sebenarnya Riza Chalid? 

    Profil Riza Chalid: The Gasoline Godfather

    Dikutip dari Solopos, Mohammad Riza Chalid atau dikenal juga dengan Reza Chalid adalah pengusaha asal Indonesia dengan berbagai bidang usaha dari ritel mode, kebun sawit, jus, hingga minyak bumi. 

    Dia dijuluki sebagai Saudagar Minyak atau The Gasoline Godfather karena dianggap mendominasi bisnis impor minyak. Dia bahkan kerap dianggap sebagai penguasa abadi bisnis minyak di Indonesia. 

    Dikutip dari Wikipedia, Selasa (25/2/2025), namanya menjadi kontroversial karena terkait dengan bisnis perminyakan di Indonesia yang melibatkan Petral, perusahaan milik Pertamina berbasis di Singapura yang bertanggung jawab dalam memasok minyak mentah dan BBM dengan harga yang tidak kompetitif. 

    Nilai bisnisnya diperkirakan mencapai US$30 miliar per tahun. Dengan total kekayaan yang diperkirakan mencapai US$415 juta, Riza Chalid merupakan orang terkaya ke-88 dalam daftar 150 orang terkaya versi Globe Asia 2015.

    Riza Chalid diketahui memiliki sejumlah perusahaan seperti Supreme Energy, Paramount Petroleum, Straits Oil dan Cosmic Petroleum. Semua perusahaan Riza yang berbasis di Singapura didaftarkan di Kepulauan Virgin, sebuah wilayah yang dikenal di seluruh dunia sebagai surga pajak orang-orang kaya.

  • Kasus Korupsi Pengadaan Tanah, Eks Direktur Polinema Malang Ajukan Praperadilan
                
                    
                        
                            Surabaya
                        
                        11 Juli 2025

    Kasus Korupsi Pengadaan Tanah, Eks Direktur Polinema Malang Ajukan Praperadilan Surabaya 11 Juli 2025

    Kasus Korupsi Pengadaan Tanah, Eks Direktur Polinema Malang Ajukan Praperadilan
    Tim Redaksi
    MALANG, KOMPAS.com
    – Eks Direktur Politeknik Negeri
    Malang
    (Polinema) yang menjabat pada periode 2017–2021, Awan Setiawan, melayangkan gugatan praperadilan terhadap Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur.
    Langkah hukum ini diambil sebagai respons atas penetapan status tersangka dan penahanan dalam kasus dugaan korupsi pengadaan tanah untuk perluasan kampus tahun anggaran 2020.
    Gugatan dengan nomor register perkara 20/Pid.Pra/2025/PN.Sby ini didaftarkan di Pengadilan Negeri Surabaya pada 25 Juni 2025. Sidang perdana praperadilan telah digelar pada 8 Juli 2025, namun pihak Kejati Jatim sebagai termohon tidak hadir. Akibatnya, sidang ditunda hingga 15 Juli 2025.
    Kuasa hukum tersangka, Sumardhan, mengatakan bahwa penetapan status tersangka terhadap Awan Setiawan dinilai tidak memiliki dasar hukum yang kuat.
    “Penetapan tersangka dan penahanan terhadap klien kami tidak memiliki dasar hukum yang kuat. Ini adalah bentuk ketidakadilan dan mengesampingkan mekanisme hukum,” kata Sumardhan pada Jumat (11/7/2025).
    Selain itu, ia memprotes Kejati Jatim yang menjadwalkan pemeriksaan terhadap Awan Setiawan sebagai tersangka pada hari ini, Jumat (11/7/2025), sebelum adanya putusan praperadilan.
    Surat panggilan diterima pada Kamis (10/7/2025).
    Sumardhan menilai panggilan pemeriksaan ini melanggar Pasal 227 KUHAP yang mensyaratkan surat diterima paling lambat tiga hari sebelum pemeriksaan.
    “Kami menyayangkan Kejaksaan Tinggi sebagai penegak hukum justru tidak menghargai proses hukum yang berjalan. Kami meminta pemeriksaan ditunda hingga ada putusan praperadilan sebagai bentuk penghormatan terhadap hak asasi tersangka,” katanya.
    Sumardhan juga menegaskan bahwa Awan Setiawan telah mendelegasikan seluruh wewenang teknis kepada panitia resmi, sehingga tidak terlibat langsung dalam proses yang dipermasalahkan. Panitia yang dimaksud yakni Tim Pengadaan Tanah (dikenal sebagai Tim 9).
    “Klien kami seharusnya tidak ditetapkan sebagai tersangka, apalagi ditahan. Telah terjadi pelimpahan kewenangan kepada panitia pengadaan tanah yang sah. Ketika mandat sudah dilimpahkan, maka tanggung jawab teknis berada di tangan panitia,” katanya.
    Ia membantah pernyataan Kejaksaan Tinggi Jawa Timur yang menyebut proses pengadaan tanah untuk perluasan kampus itu dilakukan tanpa panitia. Sumardhan menjelaskan bahwa kliennya telah menerbitkan Surat Keputusan (SK) Direktur Nomor 689 Tahun 2019 yang diperbarui dengan SK Nomor 2888 Tahun 2020 untuk membentuk panitia pengadaan tanah.
    “Isu bahwa pengadaan tanah dilakukan tanpa panitia adalah tidak benar. Kami memiliki bukti SK pembentukannya. Tuduhan bahwa harga ditetapkan sepihak antara klien kami dan penjual (berinisial BS) juga kami bantah. Penetapan harga dilakukan melalui rapat pleno panitia yang dihadiri notaris,” jelasnya.
    Lebih lanjut, ia memaparkan bahwa harga tanah yang disepakati justru menguntungkan negara. Dikatakannya, data Kantor Pertanahan Kota Malang untuk nilai wajar tanah di lokasi tersebut adalah Rp 6.500.000 per meter persegi.
    Setelah melalui negosiasi oleh panitia, harga yang disepakati dengan penjual adalah Rp 6 juta per meter persegi.
    “Negara untung Rp 500.000 per meter. Jadi, di mana letak kerugian negaranya? Terlebih, pembayaran belum lunas. Dari total nilai kontrak Rp 42,6 miliar, baru terbayar Rp 22,6 miliar. Bagaimana bisa auditor menghitung kerugian negara jika transaksi belum selesai?” ungkapnya.
    Ia juga menegaskan bahwa pembayaran yang sudah berjalan dilakukan atas perintah Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), bukan atas perintah langsung tersangka. Menurutnya, peran direktur sebagai Pengguna Anggaran (PA) adalah melakukan pengawasan.
    Hal ini diperkuat dengan adanya Surat Teguran Nomor 178/DIR/PL/2022 dan 179/DIR/PL/2022, yang keduanya tertanggal 7 September 2022, yang ditujukan kepada PPK.
    “Fungsi pengawasan telah dijalankan sesuai prosedur. Maka secara administratif dan hukum, tidak seharusnya klien kami dijerat pidana korupsi,” katanya.
    Diberitakan sebelumnya, Kejaksaan Tinggi Jawa Timur menetapkan dua orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan tanah untuk perluasan kampus Politeknik Negeri Malang (Polinema) pada Rabu (11/6/2025) malam.
    Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Jatim, Saiful Bahri Siregar mengatakan penahanan tersebut dilakukan setelah pemeriksaan maraton di ruang Pidana Khusus Kejati Jatim sejak siang hari.
    Saiful mengatakan, penetapan tersangka itu dilakukan karena pengadaan tanah untuk perluasan kampus yang dilakukan pada tahun 2019 itu tidak melibatkan panitia pengadaan tanah.
    “Namun pada 2020, pelaku Awan menerbitkan surat keputusan panitia pengadaan tanah, setelah ada kesepakatan harga dengan Hadi,” ujarnya.
     
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Sederet Pembelaan Sekjen PDIP Hasto usai Dituntut 7 Tahun Penjara

    Sederet Pembelaan Sekjen PDIP Hasto usai Dituntut 7 Tahun Penjara

    Bisnis.com, JAKARTA — Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto telah membacakan pledoi atau pembelaan usai dituntut penjara selama 7 tahun. Hasto lagi-lagi menyinggung tentang kriminalisasi.

    Hasto, misalnya, mengeklaim bahwa perkara yang menjeratnya sebagai terdakwa saat ini adalah proses ‘daur ulang’. Perkara itu berangkat dari penanganan kasus suap penetapan anggota DPR 2019-2024, yang menjerat buron Harun Masiku. 

    Dia menyebut proses ‘daur ulang’ itu tidak lepas dari proses politik yang bergulir pada Pemilihan Umum 2024. Bahkan, dia mengeklaim telah menyelami tekanan sebelum adanya Pemilu serentak untuk eksekutif hingga legislatif pusat maupun daerah itu. 

    Menurut Hasto, tekanan dialami olehnya sejak menolak keikutsertaan tim nasional Israel pada pertandingan sepak bola yang bakal diselenggarakan di Indonesia beberapa waktu lalu. Dalam catatan Bisnis, pertandingan dimaksud adalah kompetisi U-20 pada 2023. 

    “Aspek ideologis dan historis sikap PDI Perjuangan yang saya suarakan tersebut berhubungan dengan komunike politik dalam Konferensi Asia Afrika [KAA] tahun 1955 di Bandung. Kesepakatan politik tersebut ditandatangani oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan memberikan dukungan penuh terhadap kemerdekaan Palestina. Sikap tersebut dijalankan dengan konsisten sebagai sebuah prinsip ” ucapnya di dalam ruang sidang. 

    Politisi asal Yogyakarta itu lalu menyampaikan, kini masyarakat Indonesia tahu dan menyadari kejahatan kemanusiaan tanpa yang dilakukan Israel di Gaza. 

    Sebagaimana diketahui, gelombang penolakan terhadap keikutsertaan timnas Israel di U-20 pada dua tahun lalu berujung pada batalnya Indonesia menjadi tuan rumah. Beberapa politisi PDIP saat itu, khususnya yang menjabat kepala daerah, diketahui secara terbuka menyampaikan penolakan tersebut. Misalnya, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan Gubernur Bali I Wayan Koster. 

    “Saya yang menerima kriminalisasi hukum, yang salah satunya disebabkan oleh penolakan terhadap kehadiran Israel, menjadikan proses daur ulang kasus ini sebagai konsekuensi atas sikap politik yang saya ambil,” klaimnya. 

    Ketua KPU Ditekan Kasus

    Di sisi lain, Hasto juga menyebut ada beberapa saksi persidangan yang mengubah keterangannya terkait dengan perkara suap dan perintangan penyidikan kasus Harun Masiku. Salah satunya mantan Komisioner KPU Hasyim Asy’ari. 

    Pada nota pembelaan atau pledoi yang dibacakannya pada Kamis (10/7/2025), Hasto menyebut ada beberapa saksi yang memberikan keterangan berbeda dengan persidangan pada perkara yang sama saat 2020 lalu, dengan terdakwa Wahyu Setiawan, Agustina Tio Fridelina serta Saeful Bahri. 

    Pertama, saksi Wahyu Setiawan. Komisioner KPU 2017-2022 itu sebelumnya sudah terpidana pada perkara suap penetapan anggota DPR 2019-2024. Perkara itu juga menjerat Harun Masiku yang saat ini masih buron. 

    Wahyu lalu dihadirkan lagi sebagai saksi di persidangan saat Hasto menjadi terdakwanya. Namun, politisi asal Yogyakarta itu menyebut Wahyu memberikan keterangan berbeda saat persidangan 2025 dan 2020 yang lalu. 

    Menurut Hasto, keterangan itu berkaitan dengan pemberian uang dari Hasto untuk pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) DPR Harun Masiku di KPU. Dia menduga Wahyu mendapatkan tekanan karena Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksanya dan menggeledah rumahnya pada Desember 2023 terkait dengan dugaan pencucian uang. 

    “Undangan TPPU inilah yang menjadi bentuk ancaman sehingga akhirnya Wahyu Setiawan memberikan keterangan baru, meskipun tidak terbukti kebenarannya di persidangan in,” kata Hasto di ruang sidang. 

    Tidak hanya Wahyu, mantan Komisioner KPU lain yakni Hasyim Asy’ari juga disebut mengubah keterangannya terkait dengan perkara itu. Hasyim sebelumnya menjabat sebagai komisioner periode 2017-2022, dan menjabat Ketua KPU 2022-2027 sebelum akhirnya dipecat pada 2024. 

    Keterangan Hasyim yang disoroti Hasto adalah terkait dengan pertemuannya dengan Wahyu di Pejaten Village. Hasyim disebut mengaku mendengar adanya pertemuan Hasto dan Wahyu di salah satu mal di Jakarta itu. 

    Hasto lalu menyebut keterangan itu baru muncul pada persidangan 2025 ketika dia menjadi terdakwa, namun tidak muncul pada 2020 lalu.

    Dia kemudian menduga bahwa keterangan Hasyim yang berubah memiliki keterkaitan dengan skandal penggunaan pesawat jet pribadi oleh komisioner KPU. Skandal itu turut menyeret Hasyim dan kini sudah dilaporkan ke Dumas KPK. 

    “Beberapa minggu setelah Saudara Hasyim Asy’ari diperiksa di KPK, saya mendengarkan bahwa yang bersangkutan ditekan karena telah menyewa private jet ketika menjadi Ketua KPU. Karena itu bukan satu kebetulan, satu hari sebelum pemeriksaan Hasyim Asy’ari di persidangan ini, muncul pemberitaan di media massa berkaitan dengan charter private jet tersebut,” tutur Hasto.

    Mengaku Pegal Tulis Pledoi

    Nota pembelaan yang dibacakan Hasto atas tuntutan pidana Jaksa Penuntut Umum (JPU) itu terdiri dari 108 halaman, termasuk daftar pustaka. Dia menyebut pledoi itu disusun olehnya sendiri. 

    “Ini adalah pleidoi yang saya tulis tangan sendiri, sampai pegal-pegal, dan ini akan mengungkapkan suatu perjuangan di dalam mendapatkan keadilan berdasarkan kebenaran,” ujarnya kepada wartawan sebelum jalannya sidang. 

    Hasto menyinggung tudingan bahwa dakwaan dan tuntutan yang dilayangkan jaksa merupakan rekayasa hukum. Hal itu turut ditulisnya di dalam pledoi yang dia susun di Rutan KPK cabang Gedung Merah Putih, Jakarta. 

    Tuntutan Jaksa KPK

    Adapun, JPU dari KPK menuntut Hasto dengan hukuman pidana penjara selama tujuh tahun. Berdasarkan surat tuntutan 1.300 halaman yang dibacakan itu, JPU meminta Majelis Hakim untuk menyatakan Hasto terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum melakukan perbuatan yang melanggar pasal 21 tentang Undang-Undang (UU) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.

    JPU juga meminta Majelis Hakim menyatakan Hasto terbukti melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a UU Tipikor jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

    “Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara 7 tahun,” ujar JPU di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Kamis (3/7/2025).

    Selain pidana badan berupa kurungan penjara, Hasto dituntut hukuman denda sebesar Rp600 juta subsidair enam bulan kurungan. 

    Hasto sebelumnya didakwa mencegah dan merintangi penyidikan kasus suap penetapan anggota DPR 2019-2024, yang menjerat buron Harun Masiku. Dia juga didakwa ikut memberikan suap kepada anggota KPU 2017-2022 Wahyu Setiawan, bersama-sama dengan Harun, Saeful Bahri serta Donny Tri Istiqomah. 

  • Alasan KPK Tidak Periksa Khofifah di Jakarta pada Kasus Suap Dana Hibah

    Alasan KPK Tidak Periksa Khofifah di Jakarta pada Kasus Suap Dana Hibah

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap dana hibah kelompok masyarakat (pokmas) bersumber dari APBD Jawa Timur. Namun, akhirnya pemeriksaan tidak dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.

    Gedung Merah Putih yang terletak di Kuningan, Jakarta Selatan adalah pusat dari seluruh kegiatan KPK baik pencegahan hingga penindakan. Pejabat negara maupun daerah, menteri sampai gubernur hingga bupati/wali kota datang ke KPK apabila dipanggil untuk memberikan keterangan baik pada proses penyelidikan dan penyidikan.

    Untuk proses penyidikan, banyak pejabat-pejabat di daerah yang dipanggil untuk menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih. Hal itu tidak terkecuali saksi maupun tersangka kasus suap dana hibah kelompok masyarakat (pokmas) yang bersumber dari APBD Jatim. 

    Pada pengembangan kasus tersebut, KPK telah menetapkan 21 orang tersangka di antaranya adalah mantan Ketua DPRD Jatim, Kusnadi. Sementara itu, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa dipanggil untuk diperiksa di Gedung Merah Putih, Jakarta, Jumat (20/6/2025).

    Khofifah lalu saat itu meminta penyidik untuk menjadwalkan ulang pemeriksaannya. Alhasil, baru hari ini, Kamis (10/7/2025), penyidik memeriksa Gubernur Jatim yang terpilih dari dua kali Pilkada itu. Namun, pemeriksaan dilakukan di Polda Jatim.

    Hal tersebut kontras dengan pemanggilan Khofifah sebelumnya yang dijadwalkan di Gedung Merah Putih, 20 Juni 2025 lalu. Tidak hanya itu, pada hari ini pula, penyidik memeriksa mantan Ketua DPRD Jatim, Kusnadi. 

    Politisi PDI Perjuangan (PDIP) itu terkonfirmasi hadir memenuhi panggilan penyidik. Akan tetapi, berbeda dengan Khofifah, dia diperiksa di Jakarta meski sama-sama berasal dari Jatim.

    Ketua KPK Setyo Budiyanto menyebut pemeriksaan Khofifah dilakukan di Jatim karena bersamaan dengan upaya paksa yang tengah dilakukan penyidik pada kasus lain di sana. Dia mengungkap efisiensi tidak lepas dari faktor mengapa tim penyidik memutuskan untuk tidak memeriksa Khofifah di ibu kota. 

    “Bahkan sudah beberapa hari yang lalu sampai beberapa hari ke depan, mereka semua ada di Surabaya atau di Jawa Timur dan sekitarnya. Nah, ini berkaitan juga efisiensi, bersamaan ya. Mereka melakukan kegiatan di perkara yang lain gitu. Jadi dalam rangka efisiensi ya sekalian aja melakukan pemeriksaan di situ,” jelasnya kepada wartawan, Kamis (10/7/2025). 

    Adapun pemeriksaan Kusnadi tetap dilaksanakan di Jakarta, terang Setyo, lantaran adanya pertimbangan penyidik yang menangani kasus dana hibah. Dia memastikan semua keputusan juga dilatarbelakangi oleh efisiensi dan efektivitas. 

    Lembaga antirasuah membantah soal anggapan bahwa ada perlakuan khusus atau pengistimewaah terhadap Khofifah. Juru Bicara KPK Budi Prasetyo pada keterangan terpisah memastikan gubernur itu sudah menjalani pemeriksaan hari ini. 

    “Pada prinsipnya tidak ada pengistimewaan dalam pemeriksaan terhadap saksi. Saat ini saksi sudah menjalani pemeriksaan oleh Penyidik,” katanya kepada wartawan. 

    Budi menerangkan, penyidik menggali keterangan Khofifah terkait dengan perencanaan, penganggaran serta pelaksanaan dana hibah pokmas yang bersumber dari APBD Jatim itu. 

    “Yang bersangkutan baru selesai menjalani proses pemeriksaan pada pukul 17.55 Penyidik menggali keterangan dari Ybs terkait proses perencanaan, penganggaran, dan pelaksanaan dana Hibah dari Prov. Jawa Timur untuk Kelompok Masyarakat dan Lembaga,” ujarnya. 

    Untuk diketahui, Khofifah pun diperiksa masih dalam kapasitasnya sebagai saksi. Sementara itu, Kusnadi sudah berstatus sebagai tersangka meski belum ditahan. 

    Pemeriksaan Khofifah tidak lepas dari saat OTT KPK 2022 lalu pada awal penanganan kasus tersebut. Saat itu, penegak hukum menggeledah ruangan kerja Khofifah, Wakil Gubernur Jatim Emil Dardak serta Sekda Jatim Adhy Karyono. 

    KPK pada Desember 2022 lalu turut menemukan dan mengamankan sejumlah bukti terkait dengan perkara dugaan suap dana hibah yang berasal dari APBD Jawa Timur saat menggeledah ruangan kerja Khofifah dan Emil. 

    Bukti-bukti dimaksud berupa dokumen penyusunan anggaran APBD dan juga bukti elektronik yang diduga memiliki kaitan erat dengan perkara. Meski demikian, Khofifah saat itu menyebut tidak ada dokumen yang dibawa oleh KPK pada saat dilakukan penggeledahan di ruang kerja Gubernur Jatim pada 21 Desember 2022. 

    Selain kantor Khofifah dan Emil, penyidik lembaga antikorupsi juga menggeledah kantor Sekretaris Daerah, BPKAD dan Bappeda Jatim.

    “Yang terkonfirmasi di ruang gubernur tidak ada dokumen yang dibawa, di ruang Wagub tidak ada dokumen yang dibawa, di ruang Sekda ada flashdisk yang dibawa, jadi posisinya seperti itu,” kata Khofifah, Kamis (22/12/2022).

    Pada pengembangan perkara suap dana hibah ini, KPK telah menetapkan sebanyak 21 orang tersangka. Empat orang tersangka adalah penerima suap, di mana tiga di antaranya adalah penyelenggara negara.  

    Kemudian, 17 orang lainnya adalah pemberi suap. Sebanyak 15 di antaranya adalah kalangan swasta, dan 2 lainnya adalah penyelenggara negara. 

    Perkara itu sebelumnya berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK di Jawa Timur pada Desember 2022 lalu. Salah satu tersangka yang ditetapkan dari OTT itu yakni Wakil Ketua DPRD Jawa Timur Sahat Tua P. Simanjuntak (STPS).   

    Dalam catatan Bisnis, KPK pada perkara sebelumnya menduga tersangka STPS menerima uang sekitar Rp5 miliar untuk pengurusan alokasi dana hibah untuk kelompok masyarakat itu.

  • Tersangkanya Bos Minyak Riza Chalid Disebut sebagai Pembersihan Besar-besaran

    Tersangkanya Bos Minyak Riza Chalid Disebut sebagai Pembersihan Besar-besaran

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Pegiat Medsos, Eko Kuntadhi menyoroti terkait nama Muhammad Riza Chalid (MRC) sebagai tersangka baru kasus tindak pidana korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina (Persero), Sub Holding, serta Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada periode 2018-2023.

    Lewat cuitan di akun media sosial X pribadinya, Eko Kuntadhi memberi sorotan.

    Ia menyebut penetapan Muhammad Riza Chalid (MRC) sebagai tersangka baru menjadi tindakan awal.

    Tindakan awal yang dimaksud adalah adanya upaya untuk melakukan pembersihan besar-besaran.

    “Wuaaa, pembersihan besar-besaran nih…,” tulisnya dikutip Jumat (11/7/2025).

    Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) RI kembali menetapkan 9 tersangka baru dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina (Persero), Sub Holding, serta Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada periode 2018-2023.

    Penetapan tersangka diumumkan pada Kamis (10/7/2025). Dari 9 nama, terselip nama Muhammad Riza Chalid (MRC) sebagai tersangka baru.

    “MRC selaku beneficial owner PT Orbit Terminal Merak,” kata Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung Abdul Qohar, dalam konferensi pers di Gedung Jampidsus Kejagung, Jakarta.

    Adapun untuk Riza Chalid dikenal sebagai seorang pengusaha Indonesia.

    Publik mengenalnya dengan julukan ‘Saudagar Minyak’ atau ‘The Gasoline Godfather’. Riza diketahui memiliki sejumlah perusahaan di Singapura, a.l. Supreme Energy, Paramount Petroleum, Straits Oil, dan Cosmic Petroleum.