Kasus: korupsi

  • Prabowo diundang bos Majalah Forbes bicara di Global CEO Conference

    Prabowo diundang bos Majalah Forbes bicara di Global CEO Conference

    Pemimpin Utama sekaligus Pemimpin Redaksi Majalah Forbes Steve Forbes (tengah) menyampaikan alasannya mengundang secara khusus Presiden Prabowo Subianto berbicara dalam forum ekonomi dan bisnis tingkat dunia Forbes Global CEO Conference pada sesi jumpa pers di Istana Kepresidenan RI, Jakarta, Rabu (23/7/2025). ANTARA/Genta Tenri Mawangi.

    Prabowo diundang bos Majalah Forbes bicara di Global CEO Conference
    Dalam Negeri   
    Editor: Novelia Tri Ananda   
    Kamis, 24 Juli 2025 – 06:47 WIB

    Elshinta.com – Presiden Prabowo Subianto diundang oleh Malcolm Stevenson Forbes Jr. (Steve Forbes), pemimpin utama sekaligus pemimpin redaksi (bos) majalah bisnis ternama dunia, Forbes, untuk hadir sebagai pembicara dalam acara tahunan Forbes Global CEO Conference di Jakarta pada 14—15 Oktober 2025.

    Forbes Global CEO Conference dilaksanakan pertama kali oleh majalah Forbes pada 2001 di Singapura, dan konferensi itu pun rutin digelar di negara-negara berbeda tiap tahunnya. Jakarta pernah menjadi tuan rumah Forbes CEO Global Forum pada 2016.

    “Rencananya Forbes mengadakan juga CEO Global Forum pada Oktober 2025 tanggal 14 sampai dengan 15, yang juga mengundang Bapak Presiden Prabowo Subianto untuk berbicara langsung karena yang akan diundang lebih dari 400 CEO dan pemimpin ternama seluruh dunia akan hadir di Indonesia, karena itu Steve Forbes juga menyampaikan salah satu rencananya (langsung kepada Presiden Prabowo),” kata Menteri Investasi Rosan Perkasa Roeslani, dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (23/7) malam.

    Saat mendampingi Presiden Prabowo menerima Steve Forbes di Istana Kepresidenan RI, Jakarta (23/7), Rosan Roeslani menjelaskan Steve Forbes, seorang warga Amerika Serikat yang diketahui menetap di New Jersey, datang langsung ke Jakarta dan menyerahkan undangan Forbes Global CEO Conference itu langsung kepada Presiden Prabowo.

    Keduanya kemudian berdiskusi selama kurang lebih 2 jam membahas berbagai isu perekonomian, investasi, dan dagang, termasuk hubungan Indonesia dan Amerika Serikat. Selepas pertemuan, Forbes kemudian menyampaikan alasannya mengapa mengundang secara khusus Presiden Prabowo untuk berbicara dalam Forbes Global CEO Conference pada Oktober mendatang.

    “Kemajuan yang telah dicapai Indonesia, dan yang lebih penting lagi akan dicapai Indonesia akan menjadi catatan penting bagi masyarakat dunia, dan saya pikir akan menjadi inspirasi bagi negara-negara lain. Kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh Presiden anda (Presiden Prabowo, red.) merupakan sebuah inspirasi,” kata Steve Forbes.

    Dia melanjutkan Forbes pun berharap Presiden Prabowo dapat berbicara mengenai kebijakan-kebijakan deregulasinya yang membuat iklim berbisnis menjadi lebih terbuka dan kondusif.

    “Beliau membuat kemajuan pesat dalam deregulasi, hasil pertanian meningkat, belum lagi ada pemberantasan korupsi yang menjadikan bisnis lebih lancar dan mudah di Indonesia,” kata Forbes menjawab pertanyaan wartawan.

    Terakhir, Forbes juga menilai Indonesia telah membuat banyak kemajuan, termasuk untuk menjadi negara yang lebih demokratis, sejak akhir 1990-an. Walaupun demikian, Forbes meyakini Indonesia saat ini dan ke depannya akan membuat lebih banyak kemajuan, terutama selama pemerintahan dipimpin oleh Presiden Prabowo.

    “Ini seperti roket yang perlahan lepas landas dan kemudian bergerak maju. Kami menilai Indonesia ibarat roket yang berada dalam kecepatan penuh untuk menghilangkan berbagai hambatan dalam berbisnis, dan memungkinkan masyarakatnya meningkatkan taraf hidup mereka. Jadi, kami menilai, melihat ukuran negara ini yang besar, Indonesia akan menjadi inspirasi bagi negara-negara lain tidak hanya di ASIA, tetapi juga di seluruh dunia,” kata Steve Forbes menjawab pertanyaan dari ANTARA saat dia ditemui selepas bertemu Presiden Prabowo, Rabu.

    Sumber : Antara

  • Adu Cepat dengan Polri, Kejagung Panggil 6 Produsen di Kasus Beras Oplosan

    Adu Cepat dengan Polri, Kejagung Panggil 6 Produsen di Kasus Beras Oplosan

    Bisnis.com, Jakarta — Satuan Tugas Khusus Penanganan dan Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Korupsi (P3TPK) Kejaksaan Agung langsung tancap gas menyelidiki perkara beras oplosan.

    Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Anang Supriatna mengemukakan sebagai langkah awal dalam menangani perkara itu ada enam produsen beras yang dipanggil dan dimintai klarifikasi terkait kasus beras oplosan tersebut.

    Keenam produsen beras itu menurut Anang adalah PT Wilmar Padi Indonesia, PT Food Station, PT Belitang Panen Raya, PT Unifood Candi Indonesia, PT Subur Jaya Indoutama, dan PT Sentosa Utama Lestari (Javagroup).

    “Jadi saat ini Tim Satgassus memanggil 6 perusahaan dulu. Nanti perkembangan ada lebih dekat, nanti lihat seiring proses pengembangan penyelidikan. Tapi fokusnya sekarang pemanggilan terhadap 6,” tutur Anang di Kantor Kejaksaan Agung Jakarta, Kamis (24/7/2025).

    Anang mengungkapkan Satgassus P3TPK telah mengirim surat pemanggilan ke enam produsen beras itu pada hari Kamis 23 Juli 2025 kemarin. 

    Namun sayangnya, Anang membeberkan keenam produsen beras itu belum ada yang memberikan konfirmasi kehadiran.

    “Belum ada konfirmasi kehadiran sampai saat ini,” katanya.

    Dia mengemukakan penyelidikan terhadap kasus beras oplosan itu sendiri didasari dari tim Satgassus P3TPK yang sudah bergerak lebih dulu di lapangan menelusuri dugaan korupsi dari produksi beras tidak sesuai standar nasional Indonesia (SNI). 

    Selain itu, Anang juga memastikan bahwa penyelidikan ini tidak akan tumpang tindih dengan penyidikan di Satgas Pangan Polri.

    “Jadi tujuan dari proses hukum yang kita lakukan ini dengan harapan ke depannya dapat mengembalikan proses atau ekosistem distribusi dan penjualan beras dilaksanakan dengan sesuai ketentuan. Jadi untuk itu kita sudah minta lanjutkan,” ujarnya

  • PDIP Yakin Hasto Divonis Bebas Besok

    PDIP Yakin Hasto Divonis Bebas Besok

    GELORA.CO -DPP PDIP meyakini Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat akan memvonis bebas Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto pada Jumat besok, 25 Juli 2025.

    Keyakinan itu didasari dari sejumlah fakta persidangan kasus yang menjerat Hasto Kristiyanto dalam beberapa kesempatan.

    “Kalau urusan besok kami optimis bahwa Pak Hasto Insya Allah, kalau membaca dari setiap babak persidangan akan bebas,” kata Ketua DPP PDIP Said Abdullah kepada wartawan di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Kamis, 24 Juli 2025. 

    Sementara itu, Ketua DPP PDIP sekaligus Ketua DPR Puan Maharani tidak bicara banyak. 

    Ia hanya mendoakan yang terbaik untuk Hasto Kristiyanto.

    “Yang terbaik,” ucap Puan singkat.

    Diberitakan RMOL sebelumnya, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada PN Jakarta Pusat akan menggelar sidang pembacaan vonis terhadap Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto pada Jumat, 25 Juli 2025. 

    Hasto menjadi terdakwa dalam kasus dugaan suap terkait pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR untuk Harun Masiku dan perintangan penyidikan. Jaksa menuntut Hasto dengan pidana penjara selama tujuh tahun

  • Kejagung Pastikan Bakal Panggil Nadiem Makarim Lagi

    Kejagung Pastikan Bakal Panggil Nadiem Makarim Lagi

    Bisnis.com, Jakarta — Penyidik Kejaksaan Agung memastikan bakal memeriksa eks Mendikbudristek Nadiem Makarim lagi di perkara korupsi pengadaan chromebook.

    Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Anang Supriatna mengatakan bahwa tim penyidik masih membutuhkan keterangan dari Nadiem Makarim terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan laptop berjenis chromebook tersebut dalam rangka melengkapi pemberkasan.

    Maka dari itu, Anang menegaskan penyidik bakal memanggil kembali Nadiem Makarim untuk dimintai keterangan sebagai saksi. “Jadi sepanjang diperlukan oleh penyidik untuk menambahkan keterangan, maka yang bersangkutan (Nadiem Makarim) pasti dipanggil lagi,” tuturnya di Kejaksaan Agung Jakarta, Kamis (24/7/2025).

    Anang menegaskan bahwa tidak hanya Nadiem Makarim saja yang akan dimintai keterangan, tetapi saksi-saksi pendukung lainnya untuk pemberkasan empat orang tersangka perkara korupsi pengadaan chromebook.

    “Tapi yang sekarang pemanggilan lebih pada saksi-saksi yang mendukung untuk keterangan terhadap empat tersangka. Itu saja dulu,” katanya.

    Sebelumnya, Kejagung menetapkan empat tersangka dalam kasus dugaan korupsi pada Kemendikbudristek dalam program digitalisasi pendidikan periode tahun 2019–2022. 

    Direktur Penyidikan pada Jampidsus Abdul Qohar mengungkapkan bahwa empat tersangka itu adalah JT (Jurist Tan) selaku Staf Khusus (Stafsus) Mendikbudristek tahun 2020–2024 dan IBAM (Ibrahim Arief) selaku mantan konsultan teknologi di Kemendikbudristek. 

    Kemudian, SW (Sri Wahyuningsih) selaku Direktur Sekolah Direktur Sekolah Dasar (SD) Direktorat PAUD Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Kemendikbudristek Tahun 2020–2021 sekaligus sebagai kuasa pengguna anggaran di lingkungan Direktorat Sekolah Dasar pada tahun anggaran 2020–2021. 

    Terakhir, MUL (Mulyatsyah) selaku Direktur Sekolah Menengah Pertama (SMP) Direktorat PAUD Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Kemendikbudristek Tahun 2020–2021 sekaligus sebagai kuasa pengguna anggaran di lingkungan Direktorat Sekolah Menengah pertama tahun anggaran 2020–2021. 

    “Dalam pelaksanaan pengadaan tersebut, SW, MUL, JT, dan IBAM telah melakukan perbuatan melawan hukum menyalahgunakan kewenangan dengan membuat petunjuk pelaksanaan yang mengarah ke produk tertentu, yaitu Chrome OS untuk pengadaan TIK pada tahun anggaran 2020–2022,” kata Qohar. 

    Akibat perbuatan para tersangka, negara diperkirakan mengalami kerugian sekitar Rp1,9 triliun.

  • KPK Segera Umumkan Tersangka Kasus CSR BI, Tidak Lewati Agustus

    KPK Segera Umumkan Tersangka Kasus CSR BI, Tidak Lewati Agustus

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera mengumumkan para pihak yang ditetapkan tersangka pada kasus dugaan korupsi dana Program Sosial Bank Indonesia (PSBI). 

    Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan, pihaknya sudah melaksanakan gelar perkara atau expose terkait dengan penanganan perkara tersebut.

    Hasilnya, KPK memperkirakan bakal mengumumkan para pihak yang ditetapkan sebagai tersangka tidak melewati Agustus 2025.

    “Kemarin kami sudah expose dan kemarin, minggu ini, mungkin dalam waktu dekat lah, tidak lewat bulan Agustus mudah-mudahan sudah kami umumkan termasuk nama-namanya,” terang Asep pada konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (24/7/2025). 

    Sebelumnya, pada keterangan terpisah, Asep menjelaskan bahwa penanganan kasus tersebut kini masih difokuskan untuk mengusut dugaan keterlibatan dua anggota DPR RI, yang sebelumnya menjabat anggota Komisi XI. Mereka adalah Satori (Nasdem) dan Heri Gunawan (Gerindra). 

    Satori dan Heri, maupun staf keduanya di DPR juga telah diperiksa beberapa kali sebagai saksi. Rumah kedua anggota legislatif itu juga telah digeledah penyidik beberapa waktu lalu. 

    Meski demikian, kasus yang naik ke tahap penyidikan sejak Desember 2024 itu belum memiliki tersangka. Lembaga antirasuah menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) umum guna melakukan pemeriksaan, penggeledahan maupun upaya lain. 

    KPK menduga Satori dan Heri melalui yayasannya telah menerima dana PSBI. Namun, KPK menduga lembaganya yayasan-yayasan tersebut tidak menggunakan dana CSR itu sesuai dengan fungsinya. 

    Misalnya, apabila awalnya dana CSR ditujukan untuk membangun rumah rakyat 50 unit, kenyataan di lapangan rumah yang dibangun tidak sampai jumlah tersebut. 

    “Tidak 50-nya dibangun. Tapi hanya misalkan 8 atau 10. Terus yang 40-nya ke mana? Ya itu tadi. Yang 40-nya dalam bentuk uangnya tidak dibangunkan rumah. Akhirnya dibelikan properti. Yang baru ketahuan baru seperti itu,” kata Asep, pada kesempatan terpisah.

    Pada perkembangan lain, beberapa anggota DPR lain yang menjabat di Komisi XI juga telah dipanggil KPK. Misalnya, Charles Meikyansyah (Nasdem), Fauzi Amro (Nasdem), Dolfie Othniel Frederic Palit (PDIP) serta Ecky Awal Mucharam (PKS). 

    Pada keterangan KPK, Dolfie khususnya dipanggil dalam kapasitasnya sebagai Ketua Panja Pengeluaran Rencana Kerja dan Anggaran Otoritas Jasa Keuangan (OJK).  

    Adapun beberapa pihak dari BI juga telah dipanggil maupun diperiksa oleh penyidik. Beberapa yang telah diperiksa adalah mantan Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono serta mantan Kepala Divisi Hubungan Kelembagaan BI, Irwan. Tidak hanya itu, Deputi Gubernur BI Filianingsih Hendarta juga sudah dipanggil namun berhalangan hadir pada 19 Juni 2025. 

    Di samping itu, ruangan kerja Gubernur BI Perry Warjiyo juga digeledah oleh penyidik KPK pada Desember 2024 lalu. 

    Kepala Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso menyampaikan pihaknya akan terus berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait, agar proses tersebut berjalan dengan baik.  

    Dia juga menyatakan lembaganya menghormati proses hukum yang bergulir terkait dengan dugaan korupsi penyaluran dana CSR itu. “Bank Indonesia menghormati proses hukum yang sedang berlangsung dan berkomitmen untuk mendukung sepenuhnya upaya penegakan hukum yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),” terang Ramdan. 

    Kendati deretan pejabat BI sudah pernah dipanggil, KPK diketahui sampai dengan saat ini belum kunjung memanggil Gubernur BI Perry Warjiyo. Hal itu kendati ruangan kerjanya telah digeledah penyidik pada Desember 2024 lalu. 

  • Mendesak Reformasi Sistem Pemilihan Umum

    Mendesak Reformasi Sistem Pemilihan Umum

    Jakarta

    Tidak sedikit kawan-kawan saya yang berseloroh, “Demokrasi itu bukan tujuan, bukankah ia hanya jalan untuk mencapai kesejahteraan?”, lalu yang lain menyahut, “Ya betul, lihat Tiongkok, luar biasa bargaining position-nya di kancah global, dan tidak perlu repot-repot dengan demokrasi.”

    Obrolan itu bermula dari pembahasan hangat seputar pemilihan umum (pemilu), dengan konteks putusan Mahkamah Konstitusi (MK) 135/2024 yang memisahkan pemilu nasional dan pemilu daerah.

    Namun, saya masih meyakini demokrasi sebagai jalan kehidupan berbangsa dan bernegara, mengutip Abraham Lincoln “No man is good enough to govern another man without that other’s consent.”

    Langkah untuk menjamin “persetujuan” tersebut memiliki legitimasi yang kuat melalui proses pemilu yang demokratis. Saya memahami mungkin sebagian dari kita telah jenuh, bosan, atau mungkin marah, dengan “janji manis” demokrasi yang tak kunjung datang.

    Beragam efek samping pemilu yang tidak diharapkan telah menimbulkan permasalahan, seperti maraknya politik uang (money politic) yang ikut menyumbang terjadinya korupsi, biaya tinggi dalam pemilu (pusat maupun daerah), dan lamban atau lemahnya institusionalisasi demokrasi.

    Nah, reformasi terbuka lebar melalui masuknya RUU Pemilu dalam prioritas prolegnas 2025, akan tetapi sayang sampai sekarang kita belum tahu kapan pembahasannya akan dilangsungkan.

    Urgensi Reformasi Pemilu

    Reformasi sistem pemilu kian mendesak untuk segera dilakukan di Indonesia. Terlebih, setelah keluarnya keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) 135/2024 tentang pemisahan pemilu nasional dan pemilu daerah. Riuh rendah terkait putusan ini, terus saling bersahutan hingga saat ini. Namun, sepatutnya publik tidak boleh hanyut dalam kondisi ini.

    Seharusnya yang kita lakukan adalah mendesak agar DPR dan pemerintah, segera melakukan pembahasan terhadap revisi UU Pemilihan Umum (RUU Pemilu).

    Mengapa desakan itu penting? Setidaknya terdapat 2 (dua) putusan MK sebelumnya yang berharga bagi perbaikan pelaksanaan Pemilu 2029 mendatang. Pertama, putusan tentang penghapusan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden. Kedua, putusan soal ambang batas parlemen yang tidak lagi 4 persen. Sayangnya sampai dengan saat ini, belum jelas kapan RUU Pemilu akan dibahas.

    Siapa yang menjadi leading sector RUU Pemilu masih belum jelas, namun sepatutnya tidak perlu berebut siapa yang akan menjadi leading sector pembahasan RUU Pemilu. Apakah akan diserahkan kepada Komisi II, Badan Legislasi (Baleg) ataupun Panitia Khusus (Pansus)? Tidak jadi masalah, toh sama-sama DPR juga.

    Melemahnya Partai Politik

    Pemilihan anggota DPR baik pusat maupun daerah, semakin terpersonalisasi pada figur kandidat dari pada partai politik, terutama setelah diterapkannya proporsional daftar terbuka pada Pemilu 2009.

    Aspinall dan Berenschot (2020) menyebut fenomena tersebut menyebabkan terjadinya apa yang disebut sebagai free-wheeling clientelism (klientelisme gelindingan roda lepas), yang membuat partai politik terdegradasi perannya dalam proses pemilihan dibandingkan kandidat itu sendiri.

    Declaining partai politik terlihat dari semakin rendahnya party-id dari partai politik di Indonesia. Dari survei Politika Research & Consulting (PRC) sejak 2020 hingga 2024 menunjukkan bahwa orang yang merasa dekat dengan partai politik tertentu hanya berkisar 15,2 persen hingga 10,3 persen saja dari total pemilih. Hal ini menunjukkan bahwa perlu segera dilakukan perbaikan atas pelembagaan partai politik.

    Selain itu, melemahnya partai politik tercermin dari semakin berkurangnya jumlah pemilih yang mencoblos partai politik. Pemilih lebih cenderung mencoblos kandidat atau figur (caleg) dari pada partai politik. Apabila dibandingkan pada Pemilu 2019 dan Pemilu 2024, menunjukkan hampir semua partai politik mengalami penurunan jumlah pemilih yang mencoblos partai politik, kecuali hanya Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang mengalami peningkatan.

    Ketika mekanisme yang digunakannya adalah electoral threshold jumlah suara terbuang (tidak terkonversi menjadi kursi DPR) harusnya lebih kecil apabila dibandingkan dengan penerapan parliamentary threshold, namun ternyata tidak selalu demikian. Suara terbuang menjadi sumber kritik bagi pemerhati demokrasi di Indonesia.

    Semakin besarnya suara terbuang mencerminkan terjadinya disproporsionalitas di dalam sistem Pemilu kita yang menganut proporsionalitas.

    Pemilu pasca reformasi (1999-2024), berdasarkan data KPU RI menunjukkan bahwa suara terbuang terbesar terjadi pada Pemilu 2009 yang mencapai 19.047.481 suara atau setara dengan 18,3 persen total suara sah. Di sisi lain, suara terbuang terendah pada Pemilu di Indonesia terjadi pada tahun 2014 dengan 2.964.975 suara atau setara dengan 2,4 persen (sudah menggunakan parliamentary threshold).

    Namun sejak itu, jumlah suara terbuang kian meningkat 13.595.842 suara atau 9,7 persen (2019) dan 17.304.303 suara atau 11,4 persen (2024). Salah satu bukti empiris yang mendukung mengapa suara terbuang pada Pemilu 2014 relatif lebih sedikit adalah, karena partai politik peserta Pemilu relatif sedikit (12 partai politik) jika dibandingkan dengan periode Pemilu pasca reformasi lainnya.

    Menanti Arah Baru?

    Ambang batas pencalonan Pilpres yang sudah digugurkan, menandakan lahirnya sebuah baru dalam Pilpres di Indonesia. Artinya semua partai politik berhak mencalonkan presiden dan wakil presidennya. Sudah seharusnya momentum ini bisa dijadikan oleh partai politik untuk menggerakkan pendalaman demokrasi (deepening democracy) dan menciptakan sistem yang lebih inklusif.

    Sikap anti-partai politik yang selama ini seperti mewabah harus dilawan dengan gerakan nyata, dengan merebut hati rakyat. Bagaimanapun juga partai politik adalah pilar penting dalam demokrasi.

    Secara konseptual oleh Norris (2004) perdebatan tentang reformasi elektoral secara umum adalah perdebatan memilih di antara adversarial democracy dan consensual democracy. Indonesia sendiri lebih cenderung pada consensual democracy. Visi utama consensual democracy adalah menekankan pada pengambilan keputusan secara konsensus, tawar-menawar atau kompromi di antara beragam partai politik di parlemen, mendukung sistem elektoral proporsional yang mengurangi hambatan bagi partai minoritas, memaksimalkan partisipasi pemilih, dan parlemen yang mencerminkan keragaman.

    Namun di sisi lain, consensual democracy memiliki kelemahan karena menghasilkan hasil elektoral yang tidak tegas atau koalisi pemerintahan yang cenderung lemah, tidak efektif, dan tidak stabil, memungkinkan terjadinya permasalahan fragmentasi multi-partai, dan cenderung mendorong pengambilan keputusan yang lambat dan terlalu berhati-hati.

    Karena adanya kelemahan atau kelebihan itu barangkali yang membuat adanya usulan jalan ketiga, seperti usul tentang sistem pemilu campuran dalam pemilihan anggota legislatif. Hemat penulis, Indonesia harus bisa belajar dengan caranya sendiri. Apakah jalan yang dipilih adalah memberikan peluang yang lebih besar terhadap partai-partai kecil atau partai baru, namun disisi lain menimbulkan “bahaya” fragmentasi partai.

    Ada pula jalan lainnya, seperti mengurangi jumlah partai di level nasional, untuk mendorong penyederhanaan partai politik (multi-partai sederhana).

    Apapun langkah yang akan diambil oleh para pengambil kebijakan, RUU Pemilu mendesak untuk dilakukan pembahasan serta mengedepankan partisipasi publik yang bermakna (meaningful participation).

    Sudah saatnya momentum RUU Pemilu menjadi ajang konsolidasi sistem politik Indonesia untuk jangka panjang. Tidak ada sistem pemilihan yang benar-benar sempurna, tapi yang bisa kita lakukan adalah menentukan sistem pemilihan secara sadar yang paling menunjang agar bangsa Indonesia bisa bertumbuh.

    Faris Widiyatmoko. Dosen FISIP UPNV Jakarta dan Direktur Eksekutif Politika Research & Consulting.

    (rdp/rdp)

  • Putusan Banding, Hukuman Eks Pejabat MA Zarof Ricar Diperberat Jadi 18 Tahun Penjara

    Putusan Banding, Hukuman Eks Pejabat MA Zarof Ricar Diperberat Jadi 18 Tahun Penjara

    Bisnis.com, JAKARTA — Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Jakarta menambah hukuman eks pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar menjadi 18 tahun penjara. Hukuman Zarof Ricar lebih lama 2 tahun dibandingkan dengan putusan pengadilan tingkat pertama yang hanya 16 tahun penjara. 

    Adapun, putusan majelis hakim tinggi Jakarta dibacakan oleh Albertina Ho yang juga mantan anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pembacaan putusan itu berlangsung pada hari ini, Kamis (24/7/2025). 

    Albertina saat membacakan putusan banding mengemukakan bahwa Zarof telah terbukti melakukan pemufakatan jahat dengan memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim untuk memengaruhi putusan perkara. Selain itu, Zarof juga terbukti menerima gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya. 

    “Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 18 tahun dan denda sejumlah Rp1 miliar dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan,” demikian dikutip dari laman resmi MA. 

    Putusan PN Tipikor

    Dalam catatan Bisnis, Zarof sebelumnya telah dituntut oleh jaksa penuntut umum (JPU) agar dihukum maksimal menjalani pidana 20 tahun penjara dan denda Rp1 miliar. Namun majelis hakim PN Tipikor hanya memvonis eks pejabat Mahkamah Agung (MA) itu selama 16 tahun penjara.

    Ketua Majelis Hakim Rosihan Juhriah Rangkuti menyatakan Zarof telah terbukti secara sah dan melakukan tindak pidana pemufakatan jahat terkait vonis bebas Ronald Tannur.

    Selain itu, Zarof juga dinilai bersalah atas dakwaan menerima gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atas tugasnya.

    “Menjatuhkan pidana oleh karena itu dengan pidana penjara selama 16 tahun,” ujarnya di PN Tipikor, Jakarta, Rabu (18/6/2025).

    Kemudian, hakim juga membebankan denda Rp1 miliar terhadap Zarof. Adapun, jika uang itu tidak dibayar maka akan diganti dengan enam bulan pidana.

    “Dan denda sejumlah Rp 1 miliar dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar maka diganti kurungan enam bulan,” pungkasnya.

  • Mahfud Harap Hasto Dapat Keadilan, Tak Bernasib Seperti Tom Lembong
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        24 Juli 2025

    Mahfud Harap Hasto Dapat Keadilan, Tak Bernasib Seperti Tom Lembong Nasional 24 Juli 2025

    Mahfud Harap Hasto Dapat Keadilan, Tak Bernasib Seperti Tom Lembong
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan
    Mahfud MD
    berharap, Sekretaris Jenderal PDI-P
    Hasto Kristiyanto
    mendapatkan keadilan pada sidang vonis
    kasus Harun Masiku
    , Jumat (24/7/2025).
    Mahfud tidak mau Hasto bernasib sama seperti eks Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong alias
    Tom Lembong
    yang menurutnya mendapatkan vonis tidak adil dalam kasus korupsi impor gula.
    “Saya tidak boleh meramal, tetapi saya berharap keadilan akan turun, tidak seperti Tom Lembong yang di mana itu putusannya memang mempunyai masalah-masalah yang sangat prinsipil,” ujar Mahfud di kantor DPP Golkar, Jakarta Barat, Kamis (24/7/2025).
    Mahfud berpandangan, hakim yang menangani perkara Tom Lembong tidak mengerti konsep antara norma dan asas, serta syarat dan unsur.
    Dia mengatakan, hakim yang tidak paham hal-hal seperti itu sangatlah berbahaya.
    Maka dari itu, Mahfud berharap Hasto bisa mendapat keadilan pada vonis besok.
    “Mudah-mudahan besok Mas Hasto juga mendapat keadilan. Seperti apa? Saya tidak tahu, karena itu hakim,” ujar dia.
    Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta akan menggelar sidang pembacaan putusan terhadap Hasto pada Jumat besok.
    Diketahui, jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Hasto selama tujuh tahun penjara.
    Dalam pertimbangannya, jaksa menilai Hasto tidak mengakui perbuatan perintangan penyidikan kasus dugaan suap pergantian antar waktu (PAW) Harun Masiku.
    “Terdakwa tidak mengakui perbuatannya,” kata jaksa KPK Wawan Yunarwanto dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (3/7/2025).
    Tak hanya itu, jaksa menilai tindakan Hasto tersebut tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.
    Selain pidana badan, jaksa juga menuntut Hasto dihukum membayar denda Rp 650 juta subsidair enam bulan kurungan.
    Dalam perkara ini, Hasto dinilai terbukti menyuap anggota KPU Wahyu Setiawan agar Harun Masiku menjadi anggota DPR lewat mekanisme PAW.
    Hasto juga dianggap telah menrintangi penyidikan terhadap Harun Masiku yang berstatus buron sejak 2020.
    Menurut jaksa, perbuatan Hasto telah memenuhi seluruh unsur Pasal 21 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 Ayat (1) dan Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • KPK dan Kemenhut Beda Data Soal Tambang Ilegal di Kawasan Hutan

    KPK dan Kemenhut Beda Data Soal Tambang Ilegal di Kawasan Hutan

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap temuan atas sejumlah tambang yang beroperasi di kawasan hutan, namun tidak memiliki izin Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH) dari Kementerian Kehutanan (Kemenhut). Masalahnya, data jumlah perusahaan yang diduga beroperasi ilegal di kawasan hutan itu masih berbeda antarlembaga. 

    Awalnya, Ketua KPK Setyo Budiyanto menyebut kajian dari Kedeputian Pencegahan dan Monitoring serta Kedeputian Koordinasi dan Supervisi (Korsup) KPK mengungkap beberapa permasalahan terkait dengan perusahaan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) di kawasan hutan.

    Hasil kajian menunjukkan, ternyata tidak semua pemegang IUP itu memiliki izin untuk beroperasi di kawasan hutan. “Nah ini ada IUP yang kemudian dia memiliki PPKH, Pinjam Pakai Kawasan Hutan. Tapi ada yang tidak punya,” ujarnya pada konferensi pers bersama dengan tujuh kementerian di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (24/7/2025). 

    Setyo tidak memerinci lebih lanjut berapa tambang yang dimaksud olehnya diduga beroperasi ilegal di hutan. Namun demikian, dia menyebut ada total 9.009 tambang dengan kepemilikan IUP. Hanya lebih dari setengahnya yang diketahui aktif.

    Temuan itu berdasarkan kajian ataupun gerakan yang dilakukan oleh KPK sejak beberapa tahun lalu.   “IUP itu ada 9.000-an lah. Kemudian dari 9.000 itu yang aktif 4.252. Berarti sisanya 4.755 itu [ditemukan] enggak aktif,” terangnya.

    Untuk diketahui, pemerintah mengatur bahwa penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pertambangan dilakukan melalui pemberian Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH). 

    Pada kesempatan yang sama, saat dikonfirmasi secara terpisah, Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni masih enggan memberikan data yang dihimpun kementeriannya ihwal jumlah IUP yang beroperasi tanpa PPKH. 

    Raja Juli mengatakan bahwa pihaknya telah berkoordinasi dengan Kedeputian Pencegahan untuk melakukan rekonsiliasi data. Menurutnya, data soal luas lahan tambang yang beroperasi di kawasan hutan tanpa izin pun masih berbeda antar kementerian dan lembaga. 

    “Sementara, data yang kami miliki masih selisih sekitar 50.000 hektare dengan KPK, kami juga memiliki data berbeda dengan [BKPM, red],” ujarnya.

    Pria yang juga Sekjen Partai Solidaritas Indonesia (PSI) itu menargetkan, kementeriannya bakal mengundang lagi KPK untuk rekonsiliasi data terkait dengan IUP tanpa PPKH itu. 

    “Apakah kesalahannya karena memang data yang belum komplit atau metodologinya, berdasarkan citra satelit, tingkat kepercayaannya berapa persen sehingga memiliki implikasi pada berapa luasan sebenarnya,” ujarnya. 

    Adapun hari ini KPK menyerahkan temuan hasil kajian pencegahan korupsi di sektor pertambangan kepada tujuh kementerian yaitu Kementerian Kehutanan, Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan, Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan serta Kementerian Perhubungan.

  • Cerita Corsec Diminta Dirut ASDP Antar Emas ke Pejabat BUMN
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        24 Juli 2025

    Cerita Corsec Diminta Dirut ASDP Antar Emas ke Pejabat BUMN Nasional 24 Juli 2025

    Cerita Corsec Diminta Dirut ASDP Antar Emas ke Pejabat BUMN
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Eks Corporate Secretary (Corsec) PT Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (ASDP) Indonesia Ferry, Imelda Aldini Pohan mengaku pernah diminta
    Ira Puspadewi
    mengantarkan emas ke asisten Deputi di Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
    Ira merupakan Direktur Utama (Dirut) PT ASDP 2017-2024 yang menjadi terdakwa dugaan korupsi kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN) oleh perusahaan negara tersebut.
    Pada persidangan perkara itu, jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengonfirmasi, apakah Imelda pernah diminta menyerahkan emas ke pihak BUMN.
    “Apakah saudara pernah mengumpulkan uang untuk pembelian emas yang ditujukan untuk asisten deputi di Kementerian BUMN?” tanya jaksa KPK di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (24/7/2025).
    Imelda membantah mengumpulkan uang dari jajaran direksi untuk membeli emas guna diserahkan pada asisten deputi di Kementerian BUMN.
    Imelda menjelaskan, saat itu ia baru bergabung menjadi Corsec di PT ASDP pada awal 2018. Sebelumnya, ia bekerja di perusahaan swasta.
    Pada satu waktu, kata Imelda, Ira menghubunginya melalui sambungan telepon dan memintanya untuk mengantar bingkisan ke asisten deputi di perusahaan BUMN.
    “Saya diminta untuk mengantar, saya by phone oleh Bu Ira, saya telepon tapi saya tolak karena pada saat itu saya masih baru,” kata Imelda.
    “Mengantar apa?” tanya jaksa KPK.
    “Mengantarkan bingkisan,” jawab Imelda.
    “Bingkisan apa?” timpal jaksa KPK.
    “Emas,” jawab Imelda.
    Menurut Imelda, ia menerima penjelasan bahwa penyerahan bingkisan berisi emas itu merupakan cara PT ASDP untuk menjaga hubungan dengan pihak ketiga.
    Namun, Imelda tetap pada pendiriannya dan menolak melaksanakan perintah tersebut karena takut terjerat korupsi.
    Ia juga menyampaikan penolakannya pada tim Corsec.
    Imelda bahkan menyampaikan pada Direktur Sumber Daya Manusia (SDM) 2017-2019 yang merekrutnya, Wing Antariksa, ingin mengundurkan diri.
    “Setelah itu, saya, karena Pak Wing yang merekrut saya waktu interview, saya sampaikan saya hampir mau resign pada saat itu,” jelas Imelda.
    Sebelumnya, saat dicecar jaksa KPK, Wing menyebut jajaran direksi dimintai uang Rp 50 juta hingga Rp 100 juta oleh Ira yang baru menjabat Dirut PT ASDP.
    Saat itu disebutkan, uang yang dikumpulkan akan digunakan untuk membeli emas dan diserahkan kepada pihak Kementerian BUMN.
    “Seingat saya itu di awal periode Ibu Ira sebagai direktur utama. Sempat ada diskusi bahwa yang bersangkutan ingin menyampaikan terima kasih kepada kementerian BUMN karena telah diangkat di PT ASDP,” jawab Wing.
    “Saat itu yang bersangkutan menyampaikan akan memberikan emas,” ujar Wing.
    Keterangan ini kemudian dibantah oleh kuasa hukum Ira, Soesilo Aribowo. Menurutnya, tidak ada pungutan uang Rp 50 juta hingga Rp 100 juta.
    Soesilo juga mengeklaim, pemberian itu bukan gratifikasi maupun suap dan tidak terkait KSU PT ASDP dengan PT JN.
    “Fakta yang ada, tidak ada pengumpulan uang sampai Rp 50 juta per orang. Setahu saya seperti itu,” kata Soesilo.
    “Itu bukan bagian dari gratifikasi atau penyuapan, saya kira karena waktu itu empati saja kepada orang yang waktu itu sakit, dan beliau (pejabat deputi BUMN) itu sudah meninggal,” tambahnya.
    Dalam perkara ini, jaksa KPK mendakwa tiga mantan direktur PT ASDP melakukan korupsi yang merugikan negara Rp 1,25 triliun.
    Mereka adalah eks Direktur Utama PT ASDP Ferry, Ira Puspadewi, mantan Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP Ferry, Yusuf Hadi, dan mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP Ferry, Harry Muhammad Adhi Caksono.
    Korupsi dilakukan dengan mengakuisisi PT JN, termasuk kapal-kapal perusahaan itu yang sudah rusak dan karam.
    “Berdasarkan laporan uji tuntas engineering (due diligence) PT BKI menyebut, terdapat 2 unit kapal yang belum siap beroperasi, yaitu KMP Marisa Nusantara karena dari status, kelas, dan sertifikat perhubungan lainnya telah tidak berlaku, dan KMP Jembatan Musi II karena kapal saat inspeksi dalam kondisi karam,” ujar jaksa.
    Akibat perbuatan mereka, negara mengalami kerugian Rp 1,25 triliun dan memperkaya pemilik PT JN, Adjie Rp 1,25 triliun.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.