Kasus: korupsi

  • Hotman Paris Akui Sering Disadap Saat Tangani Kasus: Pengacara Sekarang HP-nya Harus Lima atau Tujuh

    Hotman Paris Akui Sering Disadap Saat Tangani Kasus: Pengacara Sekarang HP-nya Harus Lima atau Tujuh

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Pengacara Kondang Hotman Paris Hutapea mengaku sering disadap. Terutama dalam mendampingi kasus narkoba.

    “Narkoba itu sering (disadap),” kata Hotman Di sebuah siniar yang diunggah di YouTube Kementerian Hukum RI, dikutip Sabtu (26/7/2025).

    Tidak hanya narkoba, kasus korupsi pun, kata dia juga demikian. Ia mengungkapkan, pengacara dalam mendampingi kasus saat ini punya handphone lebih dari satu.

    “Terutama sekarang ini lagi benar-benar on dalam kasus korupsi, jadi makanya kita pengacara ini sekarang handphone-nya harus lima atau tujuh,” jelasnya.

    Pernyataan Hotman itu, diungkap saat host di siniar itu menanyakan apakah pernah ada pengalaman menangani kasus, dimana pendampingan kasus tersebut disadap.

    Pertanyaan kepada Hotman itu, setelah narasumber lain di siniar tersebut, Wakil Menteri Hukum (Wamenkum) Edward Omar Sharif Hiariej menjelaskan mengenai pasal penyadapan dalam Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP).

    Ia mulanya menjelaskan, bahwa sejumlah pasal di dalam RUU KUHAP memang ada pengecualian. Pengecualian misalnya terkait upaya paksa dan sebagainya.

    “Dikecualikan untuk Kejaksaan Agung, penyidikan pada KPK, dan penyidikan kepada TNI. Termasuk di dalamnya penyadapan,” jelasnya.

    Pakar Hukum Pidana itu mengatakan, dalam RUU KUHAP yang baru, ada upaya pakaa yang lebih banyak. Sementara yang lama hanya lima upaya paksa.

    “Penangkapan, penahanan, kmudian penggeledahan, penyitaan, san pemeriksaan surat. Ditambah empat dalam RKUHAP yang baru ini, ada penetapan tersangka, kemudian ada pencegahan keluar negeri, ada penyadapan, dan ada pemblokiran,” paparnya.

  • Eks Pimpinan KPK Pertanyakan Pengawasan KY di Sidang Tom Lembong
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        26 Juli 2025

    Eks Pimpinan KPK Pertanyakan Pengawasan KY di Sidang Tom Lembong Nasional 26 Juli 2025

    Eks Pimpinan KPK Pertanyakan Pengawasan KY di Sidang Tom Lembong
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
    Saut Situmorang
    mempertanyakan
    Komisi Yudisial
    (KY) dalam mengawasi jalannya sidang kasus impor gula yang menjerat mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong.
    Menurut Saut, KY tidak bisa tinggal diam karena vonis 4,5 tahun penjara terhadap
    Tom Lembong
    sudah menjadi perbincangan publik.
    “Bagaimana dengan KY, itu sudah dilaporin loh. Kalau KY enggak hadir juga di sana, dia salah besar tuh. Karena ini kasus sudah dibicarakan di mana-mana,” kata Saut dalam program
    Gaspol! Kompas.com
    , dikutip pada Sabtu (26/7/2025).
    Saut berpandangan, bila berkaca dari jalannya sidang, Tom Lembong semestinya dibebaskan.
    Sebab, menurut dia, ada banyak hal yang janggal dari kasus korupsi impor gula yang menjerat Tom Lembong.
    Misalnya, ia mempersoalkan Tom Lembong diputus bersalah padahal Tom sama sekali tidak menerima keuntungan dari kebijakan impor gula yang dia teken.
    Saut juga menyebutkan bahwa ada banyak menteri perdagangan yang mengambil kebijakan impor serupa, tetapi tidak diseret ke muka hukum seperti Tom Lembong.
    “Kalau memang kita mau bertanya kenapa kok seperti saat itu, saya udah ngikutin betul dari awal case ini gitu. Dan saya sudah terbiasa bentuk-bentuk kayak begini. Yang menurut saya, memang Tom Lembong harus dibebaskan,” kata Saut.
    Ia mengatakan, jika KY tidak turun tangan atas
    vonis Tom Lembong
    , hal itu semakin menunjukkan bermasalahnya hukum di Indonesia,
    “Kalau KY tidak hadir memantau itu, dan mereka menganggap ini tidak sesuatu abuse of power oleh tiga orang yang logika, nalar, argumentasinya, hukumnya sama,” kata Saut.
    “Gue bilang, oh iya benar rupanya. Hakim Indonesia ini memang pendidikannya memang mereka tuh jauh di bawah kalau hakim-hakim di luar negeri,” ujar dia.
    Tom Lembong dihukum 4,5 tauhn penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta karena dianggap terbukti melakukan perbuatan korupsi terkait impor gula kristal mentah.
    Menurut majelis hakim, kebijakan Tom Lembong mengimpor gula kristal mentah telah merugikan negara sebesar Rp 194.718.181.818,19 atau Rp 194,7 miliar.
    Kerugian itu timbul akibat kemahalan harga pembelian gula kristal putih (GKP) PT PPI kepada perusahaan gula swasta yang mengimpor gula kristal mentah (GKM) atas izin Tom Lembong.
    Dalam putusan tersebut, hakim juga mempertimbangkan hal-hal meringankan dalam putusan Tom Lembong.
    Salah satunya, Tom Lembong tidak menikmati hasil korupsi tersebut.
    “Terdakwa tidak menikmati hasil tindak pidana korupsi yang dilakukan. Terdakwa bersikap sopan di persidangan, tidak mempersulit dalam persidangan,” ujar hakim anggota Alfis Setiawan saat membacakan pertimbangan hukum putusan
    Vonis yang dijatuhkan hakim itu lantas menuai kritik dari publik dan pakar hukum.
    Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD berpandangan, Tom semestinya tidak dihukum karena jalannya persidangan tidak menemukan niat jahat atau
    mens rea
    dalam perbuatan Tom Lembong.
    “Untuk menghukum seseorang, selain actus reus (perbuatan pidana), masih harus ada mens rea atau niat jahat. Dalam konteks vonis Tom Lembong ini, ternyata tidak ditemukan
    mens rea
    atau niat jahat,” kata Mahfud, Selasa (22/7/2025).
    Mantan ketua Mahkamah Konstitusi ini juga menyinggung kebijakan impor gula yang dilakukan oleh Tom Lembong itu dilakukan atas perintah.
    Dengan demikian, kebijakan yang dilakukan Tom Lembong itu berasal dari hulu yang mengalir kepadanya, untuk diteruskan lagi sampai ke hilir.
    “Menurut saya, tidak ada unsur mens rea sehingga tidak bisa dipidanakan. Dalilnya ‘
    geen straf zonder schuld
    ‘, artinya ‘tidak ada pemidanaan jika tidak ada kesalahan’. Unsur utama kesalahan itu adalah
    mens rea
    . Nah, di kasus Tom Lembong tidak ditemukan
    mens rea
    karena dia hanya melaksanakan tugas dari atas yang bersifat administratif,” kata Mahfud.
    Mahfud menambahkan, vonis Tom Lembong juga mempunyai sejumlah kelemahan, misalnya tidak menunjukkan rangkaian logis tentang actus reus atau perbuatan pidana yang dilakukan Tom Lembong.
    Pakar hukum tata negara ini juga menilai vonis tersebut lemah karena hakim membuat hitungan kerugian negaranya dengan cara sendiri, bukan merujuk pada perhitungan resmi yang dibuat oleh BPKP.
    “Hakim juga bercanda lucu bahwa salah satu yang memberatkan Tom Lembong adalah membuat kebijakan yang kapitalistik. Tampaknya hakim tak paham bedanya ide dan norma,” ujar Mahfud.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • KPK Duga Topan Ginting Tak Kerja Sendiri, Dapat Perintah untuk Terima Suap
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        26 Juli 2025

    KPK Duga Topan Ginting Tak Kerja Sendiri, Dapat Perintah untuk Terima Suap Nasional 26 Juli 2025

    KPK Duga Topan Ginting Tak Kerja Sendiri, Dapat Perintah untuk Terima Suap
    Editor
    JAKARTA, KOMPAS.com-
    Komisi Pemberantasan Korupsi (
    KPK
    ) menduga Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Sumatera Utara nonaktif Topan Obaja Putra Ginting (TOP) mendapatkan perintah untuk menerima suap dalam kasus dugaan korupsi terkait proyek pembangunan jalan.
    “Kami juga menduga-duga bahwa TOP ini bukan hanya sendirian. Oleh sebab itu, kami akan lihat ke mana yang bersangkutan berkoordinasi dengan siapa, atau mendapat perintah dari siapa,” ujar Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (25/7)/2025), dikutip dari
    Antara
    .
    Asep menjelaskan penelusuran tersebut dilakukan dengan menggali informasi melalui keluarga Topan Obaja Putra Ginting.
    “Misalkan yang bersangkutan sampai saat ini masih belum memberikan keterangan, kami juga tidak akan berhenti sampai di sana. Kami akan mencari keterangan dari pihak-pihak yang lain, termasuk juga informasi dari barang bukti elektronik yang saat ini masih sedang kami buka di laboratorium forensik kami,” kata Asep.
    Oleh karena itu, KPK saat ini sedang mendalami dua hal dalam penyidikan kasus di Sumut itu, yakni alur perintah serta aliran dana terkait tindak pidana korupsi.
    “Alur perintahnya tentunya mendahului dari proses tadi kan. Pasti perintahnya dulu kan awalnya, memerintahkan gini-gini, baru dieksekusi. Setelah dieksekusi, baru uangnya dibagikan,” ujar dia.
    Sebelumnya, pada 26 Juni 2025, KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terkait kasus dugaan korupsi pada proyek pembangunan jalan di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Provinsi Sumut, dan Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah I Sumut.
    Selanjutnya, pada 28 Juni 2025, KPK menetapkan lima orang sebagai tersangka dalam kasus yang terbagi menjadi dua klaster tersebut, yakni Kepala Dinas PUPR Sumut Topan Obaja Putra Ginting (TOP), Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah Gunung Tua Dinas PUPR Sumut merangkap pejabat pembuat komitmen Rasuli Efendi Siregar (RES).
    Kemudian, PPK di Satker PJN Wilayah I Sumut Heliyanto (HEL), Dirut PT Dalihan Natolu Group M. Akhirun Efendi (KIR), dan Direktur PT Rona Na Mora M. Rayhan Dulasmi Piliang (RAY).
    Klaster pertama berkaitan dengan empat proyek pembangunan jalan di lingkungan Dinas PUPR Sumut, sedangkan klaster kedua terkait dua proyek di Satker PJN Wilayah I Sumut.
    Total nilai enam proyek di dua klaster tersebut sekitar Rp231,8 miliar.
    Untuk peran para tersangka, KPK menduga M. Akhirun Efendi dan M. Rayhan Dulasmi Piliang sebagai pemberi dana suap.
    Sementara penerima dana di klaster pertama adalah Topan Obaja Putra Ginting dan Rasuli Efendi Siregar, sedangkan di klaster kedua adalah Heliyanto.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Terpopuler, Indonesia ke final dan wanita jatuh dari apartemen Tebet 

    Terpopuler, Indonesia ke final dan wanita jatuh dari apartemen Tebet 

    Jakarta (ANTARA) – Terdapat sejumlah berita unggulan Antara pada Jumat (26/7) yang masih menarik disimak pada hari ini. Mulai dari Timnas Indonesia maju ke final Piala AFF 2025 setelah singkirkan Thailand hingga jatuhnya seorang wanita di sebuah apartemen di Tebet.
    Berikut daftar beritanya:

    1. Indonesia maju ke final setelah singkirkan Thailand lewat adu penalti

    Timnas U-23 Indonesia berhasil maju ke final setelah menyingkirkan Timnas U-23 Thailand lewat adu penalti pada semifinal Kejuaraan ASEAN U-23 2025 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, Jumat (25/7).

    Baca selengkapnya di sini.

    2. Seorang wanita jatuh dari lantai 33 apartemen di Tebet

    Pihak Kepolisian mendalami kasus wanita inisial JA (24) yang jatuh dari lantai 33 sebuah apartemen di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, pada Jumat pagi pukul 05.30 WIB.

    Baca selengkapnya di sini.

    3. KPK: Ridwan Kamil samarkan kepemilikan kendaraan dengan nama pegawai

    Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (RK) menyamarkan kepemilikan kendaraan yang disita lembaga antirasuah itu dengan nama pegawainya.

    Baca selengkapnya di sini.

    4. Pemerintah pastikan WNI di Thailand dan Kamboja dalam keadaan aman

    Wakil Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Wamenko Polkam) Lodewijk Freidrich Paulus memastikan warga negara Indonesia yang berada di Thailand dan Kamboja dalam kondisi aman.

    Baca selengkapnya di sini.

    5. Daftar lengkap merek dan mobil baru yang tampil di GIIAS 2025

    Tahun ini, GIIAS 2025 menampilkan lebih dari 60 merek otomotif global, didukung oleh lebih dari 120 industri pendukung, dan menempati area seluas 120.000 meter persegi.

    Pameran ini juga menjadi ajang peluncuran berbagai kendaraan baru, termasuk mobil listrik, kendaraan hybrid, hingga mobil konsep masa depan.

    Baca selengkapnya ada di sini.

    Pewarta: Agita Tarigan/Fatihani Syahira
    Editor: Syaiful Hakim
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • MenPAN-RB Sebut Stranas PK Wujud Akselerator Reformasi Birokrasi-Struktural

    MenPAN-RB Sebut Stranas PK Wujud Akselerator Reformasi Birokrasi-Struktural

    Jakarta

    Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kantor Staf Presiden (KSP), Kementerian Dalam Negeri, dan Bappenas telah menyusun draft laporan Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) 2025-2026 Semester I Tahun 2025.

    Stranas PK 2025-2026 merupakan kelanjutan dari aksi periode-periode sebelumnya yang lebih difokuskan pada penguatan efektivitas pelaksanaan dari setiap aksi. Hal itu bertujuan untuk memastikan dampak nyatanya, sehingga dapat lebih terukur secara spesifik.

    Menteri PANRB, Rini Widyantini mengatakan Stranas PK tidak hanya menjadi instrumen pengawasan, tetapi juga akselerator reformasi struktural yang mendukung pertumbuhan ekonomi dan daya saing Indonesia. Hal itu diungkapkan olehnya saat menghadiri rapat koordinasi Tim Nasional Pencegahan Korupsi di Jakarta, Kamis (24/7).

    “Sesuai dengan arahan Presiden Prabowo secara konsisten menekankan pentingnya reformasi birokrasi khususnya terkait pemberantasan korupsi dan kebocoran anggaran mengingat bahwa reformasi birokrasi tidak semata-mata soal efisiensi, tetapi juga soal integritas dan akuntabilitas,” kata Rini dalam keterangan tertulis, Sabtu (26/7/2025).

    Perlu diketahui saat ini ada 15 aksi Stranas PK yang berkaitan dengan tiga fokus utama Stranas PK meliputi perizinan dan tata niaga, keuangan negara, serta penegakan hukum dan reformasi birokrasi.

    Adapun fokus pertama terkait perizinan dan tata niaga secara rinci terdiri dari lima aksi meliputi Aksi Satu Peta Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah dan Tumpang Tindih Izin di Kawasan Hutan, Aksi Pengawasan Kuota Impor, Aksi Transparansi Data Beneficial Ownership, Aksi Reformasi Tata Kelola Logistik Nasional, dan Aksi Digitalisasi Layanan Publik dan Perizinan.

    “Sementara itu, fokus ketiga yakni penegakan hukum dan reformasi birokrasi terdiri dari lima aksi yaitu Aksi Peningkatan Integritas Partai Politik Melalui Penerapan Sistem Informasi Partai Politik, Aksi Penguatan Peran dan Kualitas APIP, Aksi Penguatan Tata Kelola Penanganan Perkara Pajak, Aksi Penguatan Tata Kelola Penanganan Perkara Pidana Berbasis Teknologi Informasi, dan Aksi Kerjasama BUMN-BUMD,” tuturnya.

    Oleh karena itu diperlukan penyesuaian Aksi Stranas PK 2025-2026 yang bertujuan untuk mendukung upaya pencegahan korupsi pada program-program prioritas Presiden. Diharapkan peran strategi Stranas PK dalam mendukung agenda pembangunan nasional akan diperkuat dengan memfokuskan pengawalan pada program-program prioritas Presiden dan upaya korupsi bukan sekadar instrument pengawasan namun tetap menjadi bagian integral dari transformasi birokrasi.

    (prf/ega)

  • Pengacara Hasto Kritik Hakim yang Selalu Bermasker

    Pengacara Hasto Kritik Hakim yang Selalu Bermasker

    GELORA.CO  — Sidang putusan terhadap Hasto Kristiyanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat, memanas bukan hanya karena vonis yang dijatuhkan, melainkan juga karena kontroversi yang muncul soal kebiasaan Ketua Majelis Hakim Rios Rahmanto menggunakan masker sepanjang proses sidang.

    Protes resmi disampaikan oleh tim kuasa hukum Hasto, Ronny Talapessy, yang mempertanyakan transparansi persidangan terbuka.

    Menanggapi hal tersebut, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memberikan klarifikasi secara menyeluruh tentang alasan masker menjadi bagian rutin pengadilan.

    Sidang vonis yang digelar hari Jumat, 25 Juli 2025, berlangsung di ruang Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat dengan Ketua Majelis Rios Rahmanto yang tetap mengenakan masker hitam mulai dari awal hingga akhir persidangan.

    Ronny Talapessy secara keras menyuarakan protes setelah sidang usai dengan menyatakan bahwa praktik itu menimbulkan kesan bahwa persidangan sesungguhnya tidak sepenuhnya terbuka.

    Ia bahkan menegaskan bahwa sidang tersebut terkesan sebagai “pesanan politik” karena ketua majelis tak memperlihatkan wajahnya sejak dakwaan dibacakan hingga vonis diucapkan.

    Sebagai tanggapan, Juru Bicara PN Jakarta Pusat, Andi Saputra yang juga menjabat sebagai Jubir I khusus isu korupsi menegaskan bahwa kebiasaan mengenakan masker oleh Hakim Rios bukan hal baru dan bukan berkaitan dengan kasus tertentu.

    Ia menjelaskan bahwa hakim tersebut pernah dua kali terinfeksi COVID‑19 dan sejak itu nyaman memakai masker sebagai langkah menjaga kesehatan, terutama di tengah polusi udara yang kerap buruk di Jakarta.

    Kebiasaan ini juga diterapkan di sidang-sidang lainnya, tidak hanya saat mengadili Hasto, sehingga protes tim hukum dipandang tidak berdasar.

    Sidang tersebut berakhir dengan vonis pidana penjara selama 3,5 tahun dan denda Rp 250 juta terhadap Hasto Kristiyanto, yang terbukti melakukan suap terkait pergantian antarwaktu anggota DPR RI Harun Masiku. Majelis hakim menyatakan bahwa tuduhan perintangan penyidikan tidak terbukti, sehingga vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa KPK yang sebelumnya mengancam tujuh tahun penjara dan denda Rp 600 juta subsider enam bulan kurungan

    Sebelum vonis ini, Ronny Talapessy secara konsisten menyuarakan keberatan terhadap tuntutan jaksa. Sejak tuntutan dibacakan pada awal Juli 2025, Ronny menilai tuntutan jaksa KPK tidak logis, tidak berdasar fakta sidang, dan banyak ditopang asumsi tanpa bukti kuat.

    Ia menyoroti tidak ditemukan saksi yang menyatakan keterlibatan langsung Hasto dalam dugaan suap maupun perintangan penyidikan, serta tidak ada motif menguntungkan yang terbukti secara nyata

    Selain itu, peran sistem keamanan sidang juga menjadi sorotan. Sebanyak 1.087 personel gabungan dikerahkan untuk menjaga jalannya sidang agar tetap aman dan tertib.

    Namun, meski pengamanan ketat diterapkan, kerumunan massa dan pihak media tetap menyoroti aspek transparansi prosedural persidangan yang seharusnya menjadi barometer keterbukaan institusi peradilan

  • 18 Tahun Penjara untuk Zarof Ricar Sang Makelar Kasus…
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        26 Juli 2025

    18 Tahun Penjara untuk Zarof Ricar Sang Makelar Kasus… Nasional 26 Juli 2025

    18 Tahun Penjara untuk Zarof Ricar Sang Makelar Kasus…
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –

    Pengadilan Tinggi DKI Jakarta
    memperberat hukuman mantan pejabat Mahkamah Agung (MA)
    Zarof Ricar
    dari 16 tahun menjadi 18 tahun penjara.
    Zarof merupakan terdakwa kasus korupsi terkait pemufakatan jahat dalam percobaan suap hakim kasasi yang menyidangkan perkara pelaku pembunuhan Gregorius Ronald Tannur dan gratifikasi.
    “Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 18 tahun,” kata kata ketua majelis hakim PT Jakarta Albertina Ho dalam salinan putusan sebagaimana dikutip, Jumat (25/7/2025).
    Selain pidana badan, majelis hakim juga tetap menghukum Zarof membayar denda Rp 1 miliar subsidair 6 bulan kurungan.
    Sementara itu, barang bukti berupa uang Rp 915 miliar dan 51 kilogram emas yang ditetapkan sebagai barang bukti tetap disita untuk negara.
    “Menetapkan terdakwa tetap berada dalam tahanan,” kata mantan anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) tersebut.
    Sebelumnya, pada pengadilan tingkat pertama, Zarof dihukum 16 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsidair 6 bulan kurungan.
    Perbuatannya dinilai terbukti melanggar Pasal 6 Ayat (1) juncto Pasal 15 dan Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
    Zarof dinilai terbukti bermufakat dengan pengacara pelaku pembunuhan Gregorius Ronald Tannur, Lisa Rachmat, untuk menyuap Hakim Agung Soesilo.
    Atas vonis pada pengadilan tingkat pertama itu, Kejaksaan Agung mengajukan banding.
    Direktur Penuntutan (Dirtut) pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Sutikno, mengungkapkan alasannya terkait uang senilai Rp 8,8 miliar yang harus dikembalikan kepada Zarof Ricar.
    “Kenapa kami banding? Karena pertimbangan barang bukti yang mengarah itu dikembalikan senilai Rp 8 miliar. Kami tidak sepaham dengan itu,” kata Sutikno dikutip dari
    Antaranews
    , Kamis (26/6/2025).
    Setelah putusan banding dijatuhkan, Kejagung belum berkomentar lebih jauh karena belum mendapatkan salinan putusan banding dari Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
    “(Kejaksaan) sampai saat ini belum mendapatkan salinan lengkapnya. Saya tidak bisa berkomentar terlalu jauh, tapi saya mendengar hanya dari berita-berita dari luar,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Anang Supriatna, Jumat
    Anang mengatakan, Kejaksaan baru akan menyatakan sikap setelah menerima dan menelaah putusan banding yang diputuskan oleh Pengadilan Tinggi.
    Selain dihukum karena pemufakatan jahat, Zarof kini terjerat kasus dugaan suap terkait pengurusan perkara.
    Kasus suap ini terkuak usai Kejagung menemukan uang senilai Rp 920 miliar dan 51 kg emas saat menggeledah rumah Zarof Ricar.
    “Ini pengembangan dari data-data yang kita temukan kita geledah di rumah ZR beberapa waktu lalu,” ujar eks Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar, 10 Juli 2025.
    Harli mengatakan, Zarof bersama dengan Lisa Rachmat (LR) dan Isidorus Iswardojo (II) ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap penanganan perkara di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dan Mahkamah Agung tahun 2023-2025.
    Saat itu, Isidorus yang tengah berperkara meminta bantuan Zarof melalui Lisa, pengacaranya, untuk memenangkan perkara di tingkat banding dan kasasi.
    “Maka LR (Lisa Rachmat) juga bersepakat dengan II dan meminta ZR untuk melakukan suap,” lanjut Harli.
    Komplotan ini diduga menyuap majelis hakim di PT DKI dan di MA, masing-masing senilai Rp 5 miliar.
    Sementara, Zarof menerima uang senilai Rp 1 miliar sebagai imbalan.
    “Kalau penanganan perkara yang di Pengadilan Tinggi, itu sekitar Rp 6 miliar. Jadi, Rp 5 miliar menurut ZR akan diserahkan ke majelis dan Rp 1 miliar sebagai fee. Sedangkan, di tingkat kasasi sekitar Rp 5 miliar,” lanjut Harli.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Teka-teki Keberadaan Eks Staf Nadiem Jurist Tan, di Australia atau Singapura?

    Teka-teki Keberadaan Eks Staf Nadiem Jurist Tan, di Australia atau Singapura?

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) merespons soal pernyataan Koordinator Masyarakat Anti-korupsi (MAKI) Boyamin Saiman mengenai keberadaan tersangka korupsi pengadaan Chromebook, Jurist Tan.

    Kepala Pusat Penerangan Hukum alias Kapuspenkum Kejagung RI, Anang Supriatna menyatakan bahwa pihaknya memang sudah mendengar informasi terkait dengan keberadaan Jurist Tan di Australia.

    “Yang jelas kalau JT, ya kalau saya pernah dengar bahwa ada menyebutkan bahwa ada di Australia,” ujar Anang di Kejagung, Jumat (25/7/2025).

    Meskipun begitu, Anang menekankan, saat ini penyidik korps Adhyaksa masih berfokus pada prosedur pemanggilan terhadap bekas anak buah Nadiem Makarim itu.

    Dalam catatan Bisnis, Jurist Tan telah dilakukan pemanggilan dua kali dan selalu mangkir. Oleh karena itu, penyidik akan menjadwalkan panggilan ketiga dan dilanjutkan dengan penerbitan red notice.

    “Kan tinggal pemanggilan ketiga, biasanya pemanggilan ketiga itu disertai dengan penyertaan DPO,” pungkasnya.

    Boyamin Ungkap Jurist di Australia

    Dalam keterangan tertulisnya, Boyamin menyatakan telah berkeliling selama satu pekan ke Australia dari 17-25 Juli 2025. Selama di Australia, pria yang mengaku menjadi detektif partikelir ini tengah berusaha melacak keberadaan Jurist Tan.

    “Selama di Australia telah berusaha melacak keberadaan Tersangka Jurist Tan dan terdapat dugaan dia tinggal di Sydney tepatnya kawasan Waterloo , New South Wales, Australia, bersama suaminya inisial ADH dan seorang putranya,” ujar Boyamin.

    Dia juga mengemukakan bahwa Jurist memang sempat berada di Singapura seperti pencatatan perlintasan terakhir imigrasi Tanah Air. Namun, Jurist kemudian terlacak berada di Australia.

    Atas informasi itu, Boyamin mengklaim bahwa dirinya telah mengirimkan dokumen terkait Jurist Tan kepada penyidik Kejagung RI agar segera dapat memboyongnya ke Indonesia.

    “Selain data alamat, saya kepada Penyidik telah menyerahkan data-data berupa foto ADH [suami Jurist Tan] dan nomor Ponsel Indonesia yang digunakan Jurist Tan dan suaminya ADH,” jelasnya.

    Melintas ke Singapura 

    Sementara itu, Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (Imipas) mengungkap tersangka Jurist Tan telah melintas ke luar negeri sejak 13 Mei 2025.

    Plt Direktur Jenderal Imigrasi Yuldi Yusman mengatakan berdasarkan catatan penerbangan terakhir di Indonesia, anak buah Nadiem itu menuju Singapura.

    “Pengecekan pada sistem SIPP, yang bersangkutan terbang keluar dari Indonesia menuju Singapura dengan menggunakan pesawat, dengan pesawat Singapore Airlines,” ujar Yuldi saat dihubungi, Rabu (23/2/2025).

    Dengan demikian, Yuldi menekankan bahwa berdasarkan data perlintasan imigrasi hingga Kamis (17/7/2025), Jurist Tan dinyatakan sudah tidak berada di Indonesia.

    “Dari data perlintasan per Kamis 17 Juli 2025 pukul 17.30 WIB yang bersangkutan tidak berada di Indonesia,” pungkasnya.

  • Gerakan Kudatuli Jilid Dua Menggema di Sidang Hasto PDIP, Ribka Tjiptaning Ungkit Reformasi

    Gerakan Kudatuli Jilid Dua Menggema di Sidang Hasto PDIP, Ribka Tjiptaning Ungkit Reformasi

    Selain vonis 3,5 tahun penjara, Hasto juga diberikan hukuman denda sebesar Rp250 juta. Uang itu wajib dibayarkan dalam waktu sebulan setelah vonis berkekuatan hukum tetap, atau pidana penjara Hasto bakal ditambah.

    “Menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa Hasto Kristiyanto dengan pidana penjara selama tiga tahun dan enam bulan. Dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, diganti dengan pidana penjara tiga bulan,” kata Ketua Majelis Rios Rahmanto di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat (25/7).

    Hukuman tersebut lebih ringan dibandingkan tuntutan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yakni 7 tahun penjara.

    Hasto Kristiyanto didakwa menyuap eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan bersama dengan Advokat Donny Tri Istiqomah, Kader PDIP Saeful Bahri, dan buronan Harun Masiku. Uang yang diberikan dimaksudkan agar Harun bisa mendapatkan kursi sebagai anggota DPR lewat jalur PAW.

    Selain itu, Hasto juga didakwa melakukan perintangan penyidikan. Salah satu tuduhan terhadapnya yakni, memerintahkan Harun dan stafnya, Kusnadi merusak ponsel.

    Dalam dugaan perintangan penyidikan, Hasto didakwa melanggar Pasal 21 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

    Sementara itu, dalam dugaan suap, dia didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. (Pram/Fajar)

  • 3
                    
                        Dugaan Korupsi di Kemendikbudristek Era Nadiem: Chromebook, Google Cloud, dan Kuota Internet
                        Nasional

    3 Dugaan Korupsi di Kemendikbudristek Era Nadiem: Chromebook, Google Cloud, dan Kuota Internet Nasional

    Dugaan Korupsi di Kemendikbudristek Era Nadiem: Chromebook, Google Cloud, dan Kuota Internet
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Aparat penegak hukum mencium ada sejumlah kasus dugaan korupsi yang terjadi di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) pada era
    Nadiem Makarim
    .
    Setelah Kejaksaan Agung (
    Kejagung
    ) membongkar kasus dugaan korupsi terkait pengadaan laptop berbasis Chromebook, kini Komisi Pemberantasan Korupsi (
    KPK
    ) membuka penyelidikan soal korupsi di tubuh Kemendikbudristek.
    Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu mengungkapkan, dugaan korupsi yang diselidiki KPK berkaitan dengan pengadaan
    Google Cloud
    dan kuota internet gratis.
    “Ada perangkat kerasnya (laptop Chromebook), ada tempat penyimpanan datanya (Google Cloud), ada paket datanya (kuota internet gratis) untuk menghidupkan itu (laptop Chromebook). Iya betul (ada penyelidikan kuota internet gratis terkait Google Cloud dan Chromebook),” kata Asep, Jumat (25/7/2025), dikutip dari
    Antara
    .
    Kendati ada kaitannya, Asep menyebutkan bahwa kasus yang diselidiki oleh KPK berbeda dengan
    kasus korupsi laptop Chromebook
    yang bergulir di Kejagung.
    “Terkait dengan Google Cloud, apakah sama dengan Chromebook yang sekarang sedang ditangani? Berbeda jawabannya,” ujar Asep.
    Ia menjelaskan, pengusutan kasus laptop Chromebook berkaitan dengan perangkat keras, sedangkan penanganan kasus Google Cloud yang diusut berkaitan dengan peranti lunak.
    Meski ada perbedaan di dalam penanganannya, Asep menegaskan, KPK tetap berkomunikasi dengan Kejagung dalam menangani kasus ini.
    “Kami tentunya juga sudah berkomunikasi dengan pihak Kejaksaan Agung untuk penanganan perkaranya karena nanti ini menjadi hal yang berbeda. Walaupun, ini paket yang tidak bisa dipisah antara
    hardware
    dengan
    software
    ,” kata Asep.
     
    Asep menyebutkan, kasus yang ditangani KPK ini terjadi pada masa pandemi Covid-19 lalu.
    “Waktu itu kita ingat zaman Covid-19, ya pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran daring. Tugas-tugas anak-anak kita yang sedang belajar dan lain-lain, kemudian hasil ujian, itu datanya disimpan dalam bentuk cloud. Google Cloud-nya,” kata Asep, Kamis (24/7/2025).
    Asep mengatakan, penyimpanan data tersebut sangat besar sehingga harus dilakukan pembayaran terhadap Google Cloud.
    Dia mengatakan, proses pembayaran tersebut yang tengah diselidiki KPK.
    Sementara itu, diketahui bahwa Kemendikbudristek pernah memberikan bantuan kuota internet untuk membantu kelancaran sistem pembelajaran jarak jauh pada masa pandemi Covid-19.
    Untuk peserta didik jenjang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) mendapatkan 20 GB per bulan, dengan rincian 5 GB untuk kuota umum dan kuota belajar 15 GB.
    Peserta didik jenjang pendidikan dasar dan menengah mendapatkan 35 GB per bulan dengan rincian 5 GB untuk kuota umum dan kuota belajar 30 GB.
    Paket kuota internet untuk mahasiswa dan dosen mendapatkan 50 GB per bulan dengan rincian 5 GB kuota umum dan 45 GB kuota belajar.
    Sementara kasus di KPK masih berada dalam tahap penyelidikan, Kejagung telah menetapkan empat orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait pengadaan laptop berbasis Chromebook di Kemendikbudristek.
    Mereka adalah mantan Stafsus Mendikbudristek era Nadiem Makarim, Jurist Tan; eks Konsultan Teknologi di lingkungan Kemendikbudristek, Ibrahim Arief; Direktur Jenderal PAUD Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Kemendikbudristek tahun 2020-2021, Mulyatsyahda; dan Direktur Sekolah Dasar Kemendikbudristek, Sri Wahyuningsih.
    Kejagung menduga kasus korupsi pengadaan laptop tersebut menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 1,98 triliun.
     
    Dugaan kasus korupsi ini bermula pada 2020-2022, saat Kemendikbudristek melaksanakan kegiatan pengadaan laptop untuk siswa pendidikan usia dini (PAUD), SD, SMP, dan SMA dengan total anggaran sebesar Rp 9,3 triliun.
    Laptop tersebut nantinya akan dibagikan dan digunakan anak-anak sekolah, termasuk yang berada di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).
    Dalam proses pengadaan laptop itu, keempat tersangka diduga menyalahgunakan kewenangannya dengan membuat petunjuk pelaksanaan (juklak) yang mengarahkan ke produk tertentu, yaitu Chrome OS atau Chromebook.
    Padahal, dalam kajian awal Kemendikbudristek, laptop berbasis Chrome OS atau Chromebook memiliki sejumlah kelemahan, sehingga dinilai tidak efektif digunakan di Indonesia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.