Kasus: korupsi

  • Tom Lembong Tersenyum Dengar Jokowi Akui Kebijakan Negara dari Presiden

    Tom Lembong Tersenyum Dengar Jokowi Akui Kebijakan Negara dari Presiden

    GELORA.CO  – Kuasa hukum mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Tom Lembong, Zaid Mushafi, angkat bicara mengenai pernyataan Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) yang mengakui seluruh kebijakan negara berasal dari presiden. Menurutnya, Tom menyikapi pernyataan Jokowi tersebut dengan senyuman

    “Ya tentunya dia (Tom Lembong) menyikapinya dengan senyum, kebenaran akan menemukan jalannya,” kata kuasa hukum Tom, Zaid Mushafi di Gedung Mahkamah Agung (MA) Jakarta, Senin (4/8/2025).

    Zaid menyayangkan kenapa Jokowi baru mengakui hal tersebut setelah Tom mendapatkan abolisi. Padahal saksi yang telah dihadirkan dalam persidangan juga meminta agar Jokowi dihadirkan untuk menjelaskan apakah benar Tom mendapatkan arahan dari presiden terkait impor gula.

    “Seharusnya sedari awal Pak Jokowi dimintai keterangan. Karena kan di sidang sudah jelas ahli hukum administrasi negara yang diundang atau dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum sudah menyatakan, ‘hadirkan saja Pak Jokowi, betul tidak memberikan keterangan’,” ujar Zaid.

    Dengan adanya pengakuan Jokowi ini, kuasa hukum memandang ada proses hukum yang tidak sesuai terhadap Tom.

    “Faktanya Pak Jokowi ber-statement demikian, memang itu perintah beliau, ah artinya kan jadi terbukti,” ujar dia.

    Sebelumnya, Jokowi angkat bicara mengenai kasus korupsi impor gula yang mengakibatkan Tom Lembong (Thomas Trikasih Lembong) divonis 4,5 tahun penjara. Jokowi mengakui semua kebijakan seluruhnya ada di tangan presiden.

    Namun, dia menegaskan kebijakan teknis ada di kementerian. 

    Respons disampaikan Jokowi menyusul adanya pembelaan dari kubu Tom bahwa kebijakan impor gula diambil atas perintah Jokowi yang saat itu menjabat presiden.

    “Seluruh kebijakan negara dari presiden, siapa pun presidennya. Tapi untuk teknisnya ada di kementerian. Jadi level teknis ada di kementerian,” kata Jokowi saat dijumpai di kediamannya di Kelurahan Sumber, Kecamatan Banjarsari, Kota Solo, Kamis (31/7/2025).

  • Terungkap, Alasan Polisi Coba Geledah Rumah Jampidsus Kejagung

    Terungkap, Alasan Polisi Coba Geledah Rumah Jampidsus Kejagung

    GELORA.CO –  Upaya penggeledahan dilakukan kepolisian Polda Metro Jaya di kediaman pribadi Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah di kawasan Jakarta Selatan (Jaksel), Jumat (1/8/2025) lalu. Ada apa dibalik upaya yang dikabarkan sempat berujung pengerahan aparat TNI tersebut?

    Pihak Kejaksaan Agung (Kejagung) mengiyakan terjadinya percobaan penggeledahan tersebut. Mereka menilai upaya penggeledahan tersebut tak sesuai dengan prosedur hukum acara.

    Seorang pejabat di Gedung Bundar Kejagung mengungkapkan pada Republika bahwa penggeledahan itu mengacu surat perintah terkait kasus penganiayaan dan penculikan. “Penggeledahan itu tidak benar maksud dan juga tujuannya. Karena dalam SPDP-nya itu disebutkan terkait kasus penganiayaan, dan disebutkan juga katanya ada kaitannya dengan penculikan,” ujar sumber tersebut kepada Republika, Senin (4/8/2025).

    “Kalau itu perkaranya soal penganiayaan, apa Jampidsus (Febrie) ikut melakukan penganiayaan? Kalau itu penculikan, apa Jampidsus juga melakukan penculikan?,” kata sumber itu. Sumber itu menceritakan, penjelasan penyidik kepolisian pada saat akan melakukan penggeledahan di rumah Jampidsus karena terkait dengan masalah keributan yang berujung pada penganiayaan yang dilakukan oleh seseorang berinisial F.

    Sementara perbuatan yang dilakukan F itu, menurut pihak Kejagung, tak ada hubungannya dengan Febrie selaku Jampidsus. Jampidsus Febrie, pun mengaku tak ada sangkut-pautnya dengan F. “Juga disebutkan soal obstruction of justice dalam kasus penganiayaan dan penculikan yang dilakukan Ferri (F) itu, kalau yang digeladah itu rumahnya Jampidsus, apa hubungannya? Kan nggak mungkin di rumah Jampidsus jadi tempat menyembunyikan pelaku penganiayaan itu. Pelakunya kan sudah ditahan juga sama mereka di sana (Polda Metro Jaya). Jadi apa alasannya geladah di rumah Jampidsus?,” ujar sumber tersebut.

    Karena alasan-alasan tersebut, upaya paksa penggeledahan yang dilakukan penyidik kepolisian ketika itu mendapat penolakan. Tetapi kata sumber itu menegaskan, penolakan tersebut bukan dilakukan oleh anggota-anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI). Melainkan mendapat penolakan sendiri dari Jampidsus Febrie sebagai pemilik kediaman.

    Penjelasan tersebut, pun menjawab soal pemberitaan di sejumlah media yang menyebutkan beberapa personel TNI yang ‘menyuruh pulang’ penyidik kepolisian dari kediaman Jampidsus Febrie saat hendak melakukan penggeledahan. Sumber Republika itu mengatakan, penjagaan personel TNI di rumah Jampidsus sudah lama dilakukan sejak skandal dugaan teror dan penguntitan oleh Densus 88 terhadap Febrie, pada Juli 2024 lalu.

    “Kalau adanya pengamanan anggota TNI itu, kan sudah dari lama. Itu kan setelah kasus penguntitan dulu, dan setelah itu ada juga MoU (kerja sama) antara Kejaksaan Agung (Kejagung) dengan TNI dalam melakukan pengamanan internal, dan pribadi terhadap pejabat-pejabat di kejaksaan,” kata pejabat tersebut.

    Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Anang Supriatna menambahkan, Jampidsus Febrie Adriansyah adalah salah-satu pejabat utama di Kejagung yang dalam beberapa tahun terakhir ini berhasil mengungkap korupsi-korupsi kelas kakap.

    Karena itu, kata Anang, pengamanan ketat terhadap Jampidsus Febrie oleh TNI berdasarkan kebutuhan yang maksimal. “Kebutulan kan memang Pak Febrie ini sebagai Jampidsus yang menangani perkara-perkara korupsi yang itu membutuhkan pengamanan maksimal,” ujar Anang.

    Diberitakan sebelumnya, penyidik dari Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya mendatangani rumah kediaman pribadi Jampidsus Febrie Adriansyah di Jalan Radio-1, Kebayoran Baru, di Jaksel, pada Jumat (1/8/2025). Kedatangan para penyidik kepolisian itu dengan tujuan melakukan penggeledahan. Disebutkan di beberapa pemberitaan penggeledahan di rumah Jampidsus Febrie itu terkait dengan kasus penganiayaan, dan penculikan yang dilakukan oleh seorang berinisial F. Pihak Polda Metro Jaya belum memberikan keterangan hingga berita ini dilansir.

    Sebelumnya, pada Mei 2024 lalu, Jampidsus juga sempat mengalami penguntitan. Dari informasi yang dihimpun Republika, satu anggota Densus 88 yang ditangkap terkait peristiwa itu, berinisial Bripda IM. Dia ditangkap di restoran Gontran Cherrier yang berada di Cipete, Jakarta Selatan (Jaksel), Sabtu (16/5/2024) lalu. 

    Bripda IM ditangkap oleh personel polisi militer (PM) yang melakukan pengawalan melekat terhadap aktivitas Febrie Adriansyah sebagai pejabat tinggi di Kejagung. Diketahui, aksi pengintaian itu dilakukan oleh enam anggota Densus 88 yang berasal dari Jawa Tengah (Jateng) dan Jawa Barat (Jabar).

    Namun, yang berhasil ditangkap dan diinterogasi hanya Bripda IM, sedangkan lima pengintai lainnya berhasil kabur. Saat Bripda IM diinterogasi di Gedung Kartika, Kejagung, terungkap adanya misi khusus bernama “Sikat Jampidsus”. Pada Senin (27/5/2024), Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo bertemu dengan Jaksa Agung ST Burhanuddin di Istana Presiden. Dari pertemuan tersebut, Jenderal Listyo Sigit mengatakan tak ada masalah dengan Kejagung.

    Pada akhir Mei itu juga, kelompok yang mengatasnamakan Koalisi Sipil Selamatkan Tambang (KSST) melaporkan Jampidsus Febrie ke KPK. KSST mengaku diri sebagai gabungan dari MAKI, Indonesian Police Watch (IPW), dan para praktisi hukum serta pegiat ekonomi. Selain melaporkan Jampidsus Febrie, kelompok tersebut juga turut melaporkan Kepala Pusat Pemulihan Aset (PPA) Kejakgung berinisial ST dan sejumlah pihak swasta bernama AH, BSS, dan YS dari pihak PT IUM.

    Koordinator KSST, Ronald, menerangkan, pelaporan tersebut terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi berupa penyalahgunaan wewenang dan persekongkolan jahat dalam pelaksanaan lelang saham PT Gunung Bara Utama (GBU). Perusahaan batu bara di Kalimantan Timur tersebut adalah aset sitaan Jampidsus Kejakgung sejak 2021 dari terpidana Heru Hidayat (HH) pada perkara inkrah korupsi Jiwasraya yang merugikan negara Rp 16,8 triliun.

    Buntut penguntitan kala itu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) RI Marsekal TNI (Purn) Hadi Tjahjanto mengingatkan jajaran Polri dan Kejaksaan Agung fokus mengerjakan tugas pokok dan fungsinya masing-masing. “Saya pun sudah berbicara dengan kedua pimpinan ini dan tetap fokus pada pelaksanaan tugas sesuai dengan tugasnya masing-masing,” kata Hadi Tjahjanto menjawab pertanyaan wartawan saat dia ditemui pada sela-sela kegiatannya di Jakarta, Selasa (28/5/2024).

  • Terkuaknya Korupsi Skala Besar Sektor Pertahanan Ukraina

    Terkuaknya Korupsi Skala Besar Sektor Pertahanan Ukraina

    Jakarta

    Setelah memicu kontroversi sengit pembatasan kewenangan Biro Anti Korupsi Nasional (NABU) dan Kejaksaan Khusus Antrikorupsi (SAPO) Ukraina pada akhir Juli lalu, para penyidiknya berhasil mengungkap “skandal korupsi skala besar” di sektor pertahanan yakni “penggelapan anggaran sistematis” dana publik untuk militer, serta “penerimaan dan pemberian keuntungan secara ilegal dalam skala sangat besar.”

    Empat orang telah ditangkap terkait kasus ini, termasuk anggota parlemen Oleksiy Kuznetsov yang berasal dari Partai Sluha Narodu, atau partai “Pelayan Rakyat” dari Presiden Volodymyr Zelenskyy. Keanggotaan Kuznetsov sebagai anggota fraksi di parlemen untuk sementara ditangguhkan selama masa penyelidikan.

    Tudingan korupsi ini juga menyasar sejumlah pemimpin pemerintahan kota dan wilayah, anggota Garda Nasional Ukraina, dan manajer perusahaan alat utama sistem pertahanan.

    Para tersangka diduga telah menandatangani kontrak pembelian peralatan militer, termasuk suku cadang drone, dengan harga yang “di mark up” jauh lebih tinggi. Mereka diduga menerima suap sebesar 30 persen. Sejauh ini tidak ada informasi lebih lanjut terkait total kerugian anggaran negara.

    Zelenskyy: Tidak ada toleransi terhadap korupsi

    Presiden Zelenskyy menyatakan berterima kasih kepada otoritas antikorupsi atas kerja keras mereka. “Tidak ada toleransi terhadap korupsi, kerja sama tim yang jelas untuk mengungkap kasus suap ini, dan pada akhirnya, vonis yang adil,” tegas kepala negara Ukjraina itu. “Penting bagi para pejuang antikorupsi untuk bekerja secara independen,”imbuhnya. Undang-undang yang disahkan Kamis(31/7) lalu memperlengkapi otoritas dengan “semua perangkat yang diperlukan” untuk mengungkap kasus-kasus korupsi.

    Sebelumnya, pada 24 Juli lalu, Zelenskyy telah meneken UU anti korupsi yang membatasi kewenangan lembaga antikorupsi NABU dan SAPO dan menempatkan lembaga itu di bawah Kejaksaan Agung. Dengan itu, secara faktual otonomi kedua lembaga anti rasuah itu berakhir. Karena Jaksa Agung yang ditunjuk presiden dapat mengakses semua kasus korupsi yang diusut NABU, memberi instruksi kepada penyidik NABU, hingga memindahkan atau menghentikan kasus tanpa transparansi yang jelas.

    Kasus penyuapan dan penggelapan anggaran merupakan masalah serius yang meluas di Ukraina. Indeks korupsi Transparency International saat ini menempatkan Ukraina pada peringkat 105 dari 180 negara. Dana Barat yang dimaksudkan untuk mendukung Ukraina dalam perang melawan agresi Rusia berulang kali lenyap tanpa terlacak.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Jerman

    Editor: Agus Setiawan

    (ita/ita)

  • Profil Hakim Dennie Arsan, Pembaca Vonis Tom Lembong yang Dilaporkan ke MA
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        4 Agustus 2025

    Profil Hakim Dennie Arsan, Pembaca Vonis Tom Lembong yang Dilaporkan ke MA Nasional 4 Agustus 2025

    Profil Hakim Dennie Arsan, Pembaca Vonis Tom Lembong yang Dilaporkan ke MA
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong atau
    Tom Lembong
    melaporkan tiga hakim yang memberikan vonis dalam kasus importasi gula ke
    Mahkamah Agung
    (
    MA
    ), pada Senin (4/8/2025).
    Salah satu hakim yang dilaporkan adalah
    Dennie Arsan Fatrika
    , yang merupakan Ketua Majelis saat pembacaan vonis Tom Lembong di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jakarta, pada Jumat (18/7/2025).
    “Yang menjadi catatan adalah ada salah satu hakim anggota yang menurut kami selama proses persidangan itu tidak mengedepankan presumption of innocent (praduga tak bersalah). Dia tidak mengedepankan asas itu, tapi mengedepankan asas presumption of guilty (praduga bersalah),” ujar Kuasa hukum Tom Lembong, Zaid Mushafi.
    Dengan asas tersebut, Tom Lembong menjadi seolah-olah harus bersalah dan hanya perlu mencari alat bukti.
    Selain ke MA, Tom Lembong juga melaporkan tiga hakim tersebut ke
    Komisi Yudisial
    (
    KY
    ), masih terkait dengan dugaan pelanggaran etik perilaku hakim.
    Tiga hakim yang dilaporkan yakni:
    Lantas, siapakah Dennie Arsan Fatrika? Sosok yang membacakan vonis 4 tahun enam bulan untuk Tom Lembong. Berikut profilnya:
    Dilansir situs web Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, diakses Kompas.com pada Senin (4/8/2025), Dennie Arsan Fatrika bergelar Sarjana Hukum (SH) dan Magister Hukum (MH).
    Berikut adalah keterangan yang tercantum di situs web PN Pusat:
    Pada 2008, Dennie tercatat sebagai hakim Pengadilan Negeri Lubuk Basung di Kabupaten Agam, Sumatera Barat.
    KOMPAS.com/SYAKIRUN NI’AM Mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Tom Lembong resmi dibebaskan dari Rutan Cipinang, Jakarta Timur pada Jumat (1/8/2025) malam. Diketahui, Tom Lembong mendapat abolisi dari Presiden Prabowo Subianto.
    Pada 2017, dia menjadi Wakil Ketua Pengadilan Negeri Baturaja. Setahun kemudian, Dennie menjadi Ketua Pengadilan Negeri Baturaja.
    Kamis 21 Oktober 2021, sebagaimana dilansir situs resmi Pengadilan Tinggi Bandung, Dennie dilantik menjadi Ketua Pengadilan Negeri Karawang.
    Disebutkan pula di situs Pengadilan Tinggi Bandung, Dennie pernah menjadi Wakil Ketua Pengadilan Negeri Bogor yang meraih predikat Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM).
    Sebelum mendapatkan
    abolisi
    dari Presiden Prabowo Subianto, Tom Lembong divonis 4 tahun dan 6 bulan penjara dalam kasus dugaan korupsi importasi gula.
    Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat menyebut, Tom Lembong terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan jaksa penuntut umum.
    “Menjatuhkan pidana kepada terdakwa, Thomas Trikasih Lembong oleh karena itu dengan pidana penjara selama 4 tahun dan 6 bulan,” kata Ketua Majelis Hakim Dennie Arsan Fatrika membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (18/7/2025).
    Berdasarkan fakta persidangan, Majelis Hakim menilai perbuatan Tom Lembong menerbitkan 21 persetujuan impor (PI) gula kristal mentah untuk perusahaan gula swasta dan melibatkan koperasi dalam operasi pasar memenuhi unsur pasal yang didakwakan jaksa.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Ramai Isu Polisi Gagal Geledah Rumah Jampidsus karena Dijaga TNI, Ini Respons Kejagung

    Ramai Isu Polisi Gagal Geledah Rumah Jampidsus karena Dijaga TNI, Ini Respons Kejagung

    GELORA.CO – Media sosial diramaikan dengan adanya pemberitaan dari salah satu media yang menyebut bahwa ada upaya penggeledahan rumah Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah pada Kamis (31/7/2025) oleh kepolisian. Namun, upaya tersebut gagal lantaran ada banyaknya personel TNI yang berjaga.

    Kejaksaan Agung (Kejagung) hari ini memberikan respons terkait kabar adanya upaya penggeledahan kediaman Jampidsus Febrie Adriansyah oleh polisi. Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Anang Supriatna, mengatakan bahwa, Kejaksaan tidak menerima laporan terkait adanya penggeledahan tersebut.

    “Sumbernya dari mana? Sumbernya harus jelas. Sampai hari ini tidak ada,” katanya.

    Terkait adanya penebalan pengamanan personel TNI yang berjaga di rumah Jampidsus, Anang mengatakan bahwa hal tersebut merupakan bagian dari pengamanan biasa yang telah disepakati dalam nota kesepahaman antara TNI dan Kejagung.

    Bahkan, lanjut dia, pengamanan juga telah tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 66 Tahun 2025 tentang Pelindungan Negara terhadap Jaksa. Pada Pasal 4, diatur pemberian pelindungan negara kepada jaksa dan Kejaksaan oleh Polri dan TNI.

    “Pak Febrie ini, kan, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus yang menangani perkara-perkara korupsi. Anda tahu lah, pasti pengamanan dari dulu sudah ada di TNI,” ujarnya.

    Seorang pejabat di Gedung Bundar Kejagung mengungkapkan kepada Republika bahwa, penggeledahan itu mengacu surat perintah terkait kasus dugaan penganiayaan dan penculikan. “Penggeledahan itu tidak benar maksud dan juga tujuannya. Karena dalam SPDP-nya itu disebutkan terkait kasus penganiayaan, dan disebutkan juga katanya ada kaitannya dengan penculikan,” ujarnya, Senin.

    “Kalau itu perkaranya soal penganiayaan, apa Jampidsus (Febrie) ikut melakukan penganiayaan? Kalau itu penculikan, apa Jampidsus juga melakukan penculikan?,” kata sumber itu.

    Sumber itu menceritakan, penjelasan penyidik kepolisian pada saat akan melakukan penggeledahan di rumah Jampidsus karena terkait dengan masalah keributan yang berujung pada penganiayaan yang dilakukan oleh seseorang berinisial F. Sementara perbuatan yang dilakukan F itu, menurut pihak Kejagung, tak ada hubungannya dengan Febrie selaku Jampidsus.

    “Juga disebutkan soal obstruction of justice dalam kasus penganiayaan dan penculikan yang dilakukan Ferri (F) itu, kalau yang digeladah itu rumahnya Jampidsus, apa hubungannya? Kan nggak mungkin di rumah Jampidsus jadi tempat menyembunyikan pelaku penganiayaan itu. Pelakunya kan sudah ditahan juga sama mereka di sana (Polda Metro Jaya). Jadi apa alasannya geladah di rumah Jampidsus?” ujar sumber tersebut.

    Karena alasan-alasan tersebut, upaya paksa penggeledahan yang dilakukan penyidik kepolisian ketika itu mendapat penolakan. Tetapi kata sumber itu menegaskan, penolakan tersebut bukan dilakukan oleh anggota-anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI), melainkan mendapat penolakan dari Jampidsus Febrie sebagai pemilik kediaman.

  • Jokowi Akui Keluarkan Kebijakan Impor Gula, Tom Lembong Hanya Tersenyum

    Jokowi Akui Keluarkan Kebijakan Impor Gula, Tom Lembong Hanya Tersenyum

    Bisnis.com, JAKARTA — Eks Menteri Perdagangan (Mendag) Tom Lembong hanya tersenyum usai Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) mengakui soal impor gula merupakan kebijakan presiden.

    Kuasa Hukum Tom Lembong, Zaid Mushafi mengatakan Tom Lembong tidak terlalu mempersoalkan terkait dengan pernyataan Jokowi itu.

    “Ya tentunya dia menyikapinya dengan senyum, kebenaran akan menemukan jalannya gitu ya salah satunya keterangan Pak Jokowi,” ujar Zaid di Mahkamah Agung (MA), Senin (4/8/2025).

    Namun demikian, Zaid selaku pengacara Tom Lembong tetap menyayangkan bahwa pernyataan Jokowi itu muncul usai adanya keputusan pemberian abolisi dari Presiden Prabowo Subianto.

    Padahal, Jokowi seharusnya bisa saja tampil di persidangan saat diminta ahli untuk hadir memberikan keterangan dalam kapasitasnya sebagai saksi.

    “Sampai sidang diputus tidak ada keterangan. Sampai putusan sudah berjalan selama satu minggu tidak ada keterangan dari Pak Jokowi. Tapi setelah abolisi keluar keterangannya,” imbuhnya.

    Dengan demikian, kubu Tom merasa curiga bahwa ada “dalang” dibalik proses penegakan hukum terhadap kasus korupsi impor gula Tom Lembong.

    “Dugaan masyarakat dan kita semua khususnya kami tim hukum bahwasannya ini ada praktik penegakan hukum yang tidak baik dan benar dan cenderung diskriminasi Ini bisa jadi terbukti,” pungkasnya.

    Berdasarkan informasi yang dihimpun, Jokowi mengungkap bahwa kebijakan negara itu seluruhnya berdasarkan dari Presiden. Namun, untuk teknisnya diserahkan ke Kementerian terkait.

    “Seluruh kebijakan negara itu dari presiden. Siapa pun presidennya. Tapi untuk teknisnya, itu ada di kementerian,” kata Jokowi di Solo, Jumat (1/8/2025).

  • Tambang Ilegal Masih Merajalela di RI, Ini Biang Keroknya

    Tambang Ilegal Masih Merajalela di RI, Ini Biang Keroknya

    Jakarta, CNBC Indonesia – Praktik pertambangan ilegal atau Pertambangan Tanpa Izin (PETI) di Indonesia masih menjadi isu yang belum tuntas. Bahkan yang terbaru, kegiatan PETI berada di dekat kawasan strategis nasional yakni di Ibu Kota Negara Nusantara (IKN), Kalimantan Timur.

    Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat, setidaknya per November 2024, terdapat sekitar 2.000 titik PETI tersebar di Indonesia. Negara bahkan harus menanggung kerugian hingga triliunan rupiah dari praktik tambang ilegal tersebut.

    Tak ayal, dari kasus tambang ilegal di IKN saja, Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri menyebutkan kerugian negara akibat adanya aktivitas pertambangan batu bara ilegal di wilayah IKN Nusantara ini mencapai Rp 5,7 triliun.

    Lantas, kenapa tambang ilegal di Indonesia masih merjalela?

    Direktur Eksekutif Center of Economics and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menilai persoalan PETI merupakan masalah struktural yang telah berlangsung cukup lama dan cenderung dibiarkan begitu saja.

    “Ada beberapa faktor masih adanya tambang ilegal. Bahkan di dekat lokasi prioritas seperti IKN. Yang pertama saya kira ini masalah koordinasi dan juga masalah pembiaran,” ungkap Bhima kepada CNBC Indonesia, dikutip Senin (4/8/2025).

    Bhima mengatakan, maraknya PETI juga tidak terlepas dari lemahnya koordinasi antar lembaga, terutama antara Kementerian ESDM, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Kehutanan, dan pemerintah daerah. Menurutnya, sebelum Undang-Undang Cipta Kerja berlaku, kewenangan perizinan tambang berada di tangan pemerintah daerah.

    Namun, setelah kewenangan tersebut ditarik ke pemerintah pusat, banyak pemda memilih untuk lepas tangan dalam hal pengawasan. Sementara, kapasitas pusat untuk mengawasi seluruh wilayah tambang di Indonesia sangat terbatas.

    Kondisi itu lantas membuat pengawasan menjadi longgar dan tambang-tambang ilegal pun bermunculan di mana-mana. Ditambah lagi, terdapat keterlibatan aktor lokal dalam mendukung keberlangsungan tambang ilegal.

    “Kedua, ada faktor aktor-aktor lokal yang melakukan beking atau menjaga tambang-tambang ilegal tadi. Nah dinasti politik konglomerat lokal itu mendukung adanya praktik tambang yang ilegal, termasuk juga pendanaan politik pada saat Pemilu. Itu banyak studinya menunjukkan ke sana, jadi ada pembiaran,” ujarnya.

    Di samping itu, lonjakan harga komoditas juga menjadi pemicu masifnya aktivitas tambang ilegal, terutama seperti tambang emas. Sebagai contoh, saat harga emas hampir menyentuh Rp 1,9 juta per gram, banyak tambang emas ilegal baru bermunculan.

    Kemudian, persoalan yang paling serius adalah korupsi dalam penegakan hukum. Ia mengatakan bahwa banyak tambang ilegal justru merasa aman karena menyetor pungli kepada oknum pengawas tambang maupun pejabat pemerintahan.

    “Dan juga sanksi kepada tambang yang ilegal ini masih sangat ringan dan kalau tambang ilegal bermunculan kan seharusnya mereka yang udah tau bisa dilihat bisa dilacak tambang ilegalnya dilakukan penegakan hukum aturannya sudah jelas sebenarnya tapi penegakan hukumnya yang kurang. Itu yang membuat tambang ilegal masif,” kata Bhima.

    Ada Beking di Balik Tambang Ilegal

    Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Sudirman Widhy turut buka suara perihal maraknya praktik pertambangan ilegal di berbagai wilayah Indonesia.

    Menurut dia, Perhapi sejak lama telah aktif memberikan masukan kepada pemerintah, terutama kepada aparat penegak hukum agar bertindak lebih tegas dalam memberantas praktik yang merugikan negara.

    Hal ini berangkat dari banyaknya laporan yang diterima Perhapi, baik dari masyarakat maupun dari perusahaan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) resmi yang menyampaikan keberadaan aktivitas tambang ilegal di wilayah kerja mereka.

    “Pada kenyataannya praktik pertambangan ilegal ini masih saja muncul di banyak area, sehingga kemudian muncul prasangka di tengah-tengah masyarakat jika para penambang ilegal tersebut bisa bekerja karena merasa dibekingi oleh oknum,” kata Widhy.

    Namun, pihaknya tetap memberikan apresiasi atas langkah-langkah penindakan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. Seperti operasi terbaru yang dilakukan oleh Bareskrim Polri dalam menindak praktik pertambangan batu bara ilegal di daerah Samboja, Kalimantan Timur, yang merupakan bagian dari kawasan pengembangan di IKN.

    Meski demikian, upaya pemberantasan melalui penindakan saja tidak akan cukup untuk menyelesaikan persoalan tambang ilegal. Ia menilai perlu adanya strategi pencegahan yang dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan oleh pemerintah.

    Terpisah, Ketua Badan Kejuruan (BK) Pertambangan Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Rizal Kasli menjelaskan, praktik tambang ilegal sejatinya tidak hanya terjadi di Indonesia, namun juga marak di negara-negara lain seperti di Afrika, Asia, dan Amerika.

    “Terutama dipengaruhi oleh harga komoditas yang bagus seperti emas, batubara dan lain-lain. Terdapatnya sumber daya dan cadangan komoditas yang gampang dijangkau dan diolah,” kata Rizal.

    Selain itu, faktor utama maraknya PETI adalah kesulitan ekonomi masyarakat, tingginya pengangguran, lemahnya pengawasan, dan tidak tegasnya penegakan hukum. Lebih ironis lagi, praktek ini kerap mendapat perlindungan dari oknum aparatur negara.

    “Sebenarnya kegiatan ini kasat mata tapi gak pernah bisa diberantas secara tuntas karena di sana bermain dana yang cukup besar,” katanya.

    Rizal menilai meski pemerintah sudah mengeluarkan berbagai aturan terkait pertambangan, namun implementasi pengawasan dan penindakan hukum masih sangat minim. Satgas-satgas yang dibentuk juga belum mampu menuntaskan persoalan ini.

    “Kemudian ada pemodal (cukong) dan jaringan perdagangan baik bahan pendukung maupun produknya. Mereka beroperasi dengan terang-terangan bahkan seperti di wilayah IKN pun tidak luput dari kegiatan PETI ini. Sudah banyak Satgas yang dibentuk, namun tetap saja hal ini sulit diberantas,” ujarnya.

    Direktur Eksekutif Indonesia Mining Association (IMA) Hendra Sinadia menilai bahwa tata kelola pertambangan di Indonesia terus mengalami perbaikan dalam 15 tahun terakhir ini. Ia lantas mengingatkan situasi pada tahun 2010 lalu, dimana terdapat lebih dari 15.000 izin tambang yang tersebar, banyak di antaranya bermasalah.

    Kondisi pertambangan pada saat itu kemudian mulai dibenahi lewat koordinasi dan supervisi oleh KPK dalam kerangka Stranas Pencegahan Korupsi, yang menghasilkan pemetaan izin tambang menjadi kategori Clear and Clean (CNC) dan non-CNC.

    “Akhirnya kan izin ini mulai dibenahi ya dan kemudian dipetakan mana yang clear and clean mana yang non-clear clean. Jadi sudah berjalan,” ujarnya.

    Namun, ia mengakui bahwa PETI masih menjadi persoalan yang tak kunjung selesai. Polanya pun tidak banyak berubah, marak saat harga komoditas tinggi seperti emas dan batu bara dan menyebar di banyak daerah.

    (pgr/pgr)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Hasan Nasbi Klaim Amnesti dan Abolisi dari Prabowo Bisa Perkuat Persatuan Bangsa

    Hasan Nasbi Klaim Amnesti dan Abolisi dari Prabowo Bisa Perkuat Persatuan Bangsa

    Bisnis.com, JAKARTA — Kepala Komunikasi Kepresidenan (Presidential Communication Office/PCO) Hasan Nasbi menegaskan bahwa keputusan Presiden Prabowo Subianto dalam memberikan amnesti dan abolisi, termasuk kepada tokoh-tokoh yang terjerat kasus hukum, dilakukan dengan pertimbangan yang sangat matang.

    Hal ini disampaikan dalam menanggapi pertanyaan wartawan soal kemungkinan pemberian amnesti dan abolisi tambahan menjelang peringatan Hari Kemerdekaan ke-80 Republik Indonesia, Hasan menjelaskan bahwa praktik tersebut bukanlah hal baru dalam sejarah kenegaraan Indonesia.

    “Amnesti dan abolisi kan biasanya dilakukan oleh presiden menjelang bulan kemerdekaan. Dan ini juga sudah pernah dilakukan oleh presiden-presiden sebelumnya,” ujarnya usai acara peluncuran program Cek Kesehatan Gratis (CKG) di SMAN 6 Tangerang Selatan, Senin (4/8/2025).

    Ketika ditanya soal kontroversi pemberian amnesti kepada Hasto Kristiyanto, yang merupakan salah satu tokoh terpidana kasus korupsi, Hasan menyatakan bahwa keputusan tersebut telah melalui proses pertimbangan konstitusional oleh Presiden Ke-8 RI itu.

    “Presiden pasti sudah punya pertimbangan sangat matang untuk mengeluarkan keputusan abolisi atau amnesti. Itu adalah hak yang diberikan oleh konstitusi kepada presiden,” tegasnya.

    Meskipun ini kali pertama hak amnesti diberikan untuk kasus yang beririsan dengan tindak pidana korupsi, tetapi Hasan menekankan bahwa konteksnya tidak semata-mata soal hukum, melainkan soal menjaga keutuhan sosial dan politik bangsa.

    Menjawab pertanyaan soal adanya persyaratan khusus dalam pemberian amnesti atau abolisi untuk pelaku kasus korupsi, Hasan kembali menekankan bahwa keputusan sepenuhnya merupakan kewenangan Presiden sebagai kepala negara.

    “Itu hak konstitusional presiden. Pertimbangan-pertimbangan sepenuhnya ada di tangan beliau. Presiden konsisten mengedepankan persatuan bangsa,” ujar Hasan.

    Menurutnya, pemberian abolisi dan amnesti justru dapat menjadi alat pemersatu bangsa dalam momentum reflektif seperti Hari Kemerdekaan.

    “Presiden konsisten mengedepankan persatuan Bangsa. Abolisi dan Amnesti bisa diberikan oleh presiden untuk memperkuat persatuan bangsa,” pungkas Hasan.

  • Gempar Suap Menteri Singapura, Miliuner Ong Beng Seng Mengaku Bersalah

    Gempar Suap Menteri Singapura, Miliuner Ong Beng Seng Mengaku Bersalah

    Jakarta

    Miliuner Singapura, Ong Beng Seng, mengaku bersalah atas tuduhan bersekongkol dengan mantan menteri yang telah divonis bersalah dalam kasus suap langka di negara itu.

    Ong mengakui perbuatannya di sidang yang berlangsung di Singapura, Senin (04/08). Pengusaha hotel berumur 79 tahun yang juga berperan dalam ajang balap Formula 1 di Singapura itu dapat dijatuhi hukuman penjara maksimal tujuh tahun.

    Para jaksa menuduh Ong Beng Seng memberikan sejumlah hadiah kepada mantan Menteri Perhubungan Singapura, Subramaniam Iswaran, yang kala itu masih aktif menjabat di kabinet. Pemberian itu mencakup, antara lain tiket menonton Grand Prix Formula 1, penginapan di hotel mewah di Qatar, dan perjalanan jet pribadi.

    Para menteri di Singapura tidak boleh menyimpan pemberian yang diberikan kepada mereka, menurut regulasi yang berlaku di negara itu. Anggota kabinet Singapura dapat menyimpan hadiah itu asalkan mereka membayar nilai pasar hadiah tersebut kepada pemerintah.

    Syarat lainnya, para menteri juga wajib melaporkan apa pun yang mereka terima dari orang-orang yang berbisnis dengan mereka.

    Kasus yang melibatkan Iswaran dan Ong Beng Seng mengejutkan publik karena negara yang menjadi pusat keuangan Asia Tenggara itu yang membanggakan diri dengan citra bersih mereka.

    Iswaran dan Ong Beng Seng sebelumnya ditangkap Juli 2023. Total hadiah yang diterima Iswaran dan Ong bernilai lebih dari Rp5 miliar (S$403.000).

    Saat pemberian hadiah oleh Ong terjadi, Iswaran duduk di komite pengarah F1 dari sisi pemerintah. Iswaran juga menjadi kepala negosiator untuk urusan bisnis terkait F1.

    Bukan cuma soal pemberian hadiah, Ong juga didakwa bersekongkol dengan Iswaran untuk menghalangi proses pengusutan hukum. Menurut jaksa, Ong membantu Iswaran melakukan pembayaran tiket pesawat dari Doha ke Singapura yang dipersoalkan secara hukum.

    Lahir di Malaysia pada tahun 1946, Ong pindah ke Singapura saat masih kecil dan mendirikan perusahaan perhotelan dan properti pada tahun 1980-an.

    Ong tengah menderita kanker sumsum tulang langka. Otoritas pengadilan sebelumnya mengizinkan Ong bepergian ke luar negeri untuk keperluan medis dan pekerjaan.

    Perusahaannya, Hotel Properties Limited, pada April lalu menyebut Ong akan mengundurkan diri sebagai direktur pelaksana untuk “mengatasi kondisi medisnya”.

    Bagaimana vonis untuk eks menteri Singapura, Subramanian Iswaran?

    Subramanian Iswaran adalah menteri pertama Singapura yang diadili terkait tuduhan korupsi selama hampir 50 tahun. (Getty Images)

    Subramanian Iswaran, seorang menteri senior di dalam kabinet pemerintahan Singapura, telah dijatuhi hukuman 12 bulan penjara oleh pengadilan negara tersebut.

    Iswaran, 62 tahun, juga telah mengaku bersalah menerima gratifikasi senilai lebih dari S$403.000 (sekitar Rp4,8 miliar) saat menjabat serta menghalangi jalannya penyelidikan.

    Gratifikasi yang diterima Iswaran mencakup tiket Grand Prix Formula 1, sepeda Brompton T-line, alkohol, dan tumpangan jet pribadi.

    Hakim Vincent Hoong, yang memimpin persidangan kasus tersebut di Pengadilan Tinggi Singapura, menekankan bahwa kejahatan pria yang menjabat menteri transportasi tersebut merupakan penyalahgunaan kekuasaan dan mencederai kepercayaan masyarakat terhadap lembaga publik.

    Hakim Hoong juga mencatat bahwa Iswaran tampaknya berpikir bahwa ia akan dibebaskan.

    “Dalam suratnya kepada perdana menteri, ia menyatakan bahwa ia menolak (dakwaan) dan menyatakan keyakinannya yang kuat bahwa ia akan dibebaskan,” kata Hakim Hoong.

    “Oleh karena itu, saya merasa sulit untuk menerima bahwa ini merupakan indikasi penyesalannya.”

    Tidak jelas kapan Iswaran akan melapor ke penjara, tetapi pengacaranya meminta hakim untuk mempercepat prosesnya.

    Gaji yang besar tidak korupsi?

    Iswaran akan menjalani hukumannya di Penjara Changi, penjara yang sama untuk menahan terpidana mati di Singapura. Di sana, sel-selnya tidak memiliki kipas angin dan sebagian besar narapidana tidur di atas tikar jerami, bukan di tempat tidur.

    Ia adalah tokoh politik pertama Singapura yang disidang di pengadilan dalam hampir 50 tahun.

    Singapura bangga dengan citranya yang bersih dan bebas dari korupsi. Namun, citra tersebut, serta reputasi Partai Aksi Rakyat yang berkuasa, telah tercoreng akibat kasus Iswaran.

    Anggota parlemen Singapura termasuk yang berpenghasilan tertinggi di dunia. Beberapa menteri bahkan berpenghasilan lebih dari S$1 juta (sekitar Rp11,9 miliar).

    Para pejabat Singapura menjustifikasi jumlah tersebut dengan dalih bahwa gaji yang besar memerangi korupsi.

    Iswaran akan menjalani hukumannya di Penjara Changi, penjara yang sama untuk menahan terpidana mati di Singapura. (Getty Images)

    Para menteri dilarang menerima hadiah kecuali mereka membayar nilai pasar hadiah tersebut kepada pemerintah. Mereka juga harus melaporkan apa pun yang mereka terima dari orang-orang yang memiliki hubungan bisnis dengan mereka.

    “Nilai [hadiah] itu tidak signifikan mengingat dia sudah bertahun-tahun mengabdi. Namun, dengan gajinya, seharusnya dia mampu untuk tidak menerimanya [hadiah],” kata Eugene Tan, seorang profesor hukum di Singapore Management University.

    “Saya pikir publik mengharapkan pengadilan untuk tidak menunjukkan toleransi terhadap perilaku semacam ini,” sambungnya.

    Jika pegawai negeri menerima hadiah besar, kepercayaan publik akan terkikis

    Tim kuasa hukum Iswaran telah meminta hakim menjatuhkan hukuman penjara selama delapan minggu, jika hakim menganggap hukuman penjara diperlukan.

    Pengacaranya berpendapat bahwa tuduhan tersebut bukan penyalahgunaan kekuasaan dan tidak merugikan pemerintah.

    Di lain pihak, jaksa meminta hukuman penjara selama delapan hingga sembilan bulan, dengan mengatakan Iswaran “lebih dari sekadar penerima hadiah pasif”.

    “Jika pegawai negeri dapat menerima hadiah besar dalam situasi seperti itu, dalam jangka panjang kepercayaan publik terhadap netralitas dan integritas pemerintah akan sangat terkikis,” kata Wakil Jaksa Agung, Tai Wei Shyong.

    Baca juga:

    “Tidak menghukum tindakan seperti itu akan mengirimkan sinyal bahwa tindakan seperti itu ditoleransi,” imbuhnya.

    Pada Kamis (03/10), Hakim Hoong mengatakan bahwa pemegang jabatan tinggi memiliki dampak yang sangat besar terhadap kepentingan publik.

    “Orang-orang seperti itu menentukan standar bagi para pegawai negeri dalam menjalankan tugas dengan standar integritas yang tinggi dan harus terhindar dari persepsi bahwa mereka rentan terhadap pengaruh keuntungan finansial,” katanya.

    Trik menghindari penyelidikan

    Iswaran pernah memegang beberapa jabatan di kantor perdana menteri: di kementerian dalam negeri, kementerian komunikasi, dan yang terbaru, kementerian transportasi.

    Tuduhan terhadap Iswaran pertama kali muncul pada Juli tahun lalu.

    Hampir semua tuduhan terhadapnya berasal dari hubungannya dengan miliarder property, Ong Beng Seng, yang membantu membawa Grand Prix Formula 1 ke Singapura. Ong Beng Seng juga sedang diselidiki.

    Iswaran bertemu CEO McLaren, Zak Brown, menjelang F1 Grand Prix di Singapura pada 2022. (Getty Images)

    Ketika Iswaran mengetahui pihak berwenang sedang menyelidiki rekan-rekan Ong, ia meminta Ong untuk menagih biaya tiket pesawatnya ke Doha, kata Hakim Hoong pada hari Kamis (02/10).

    Dengan meminta untuk ditagih dan membayar tiket, Iswaran bertindak dengan pertimbangan dan perencanaan yang matang guna menghindari penyelidikan atas pemberian hadiah tersebut, imbuh Hakim Hoong.

    Baca juga:

    Iswaran awalnya didakwa dengan 35 tuduhan, termasuk dua tuduhan korupsi, satu tuduhan menghalangi keadilan, dan 32 tuduhan “memperoleh barang-barang berharga saat berstatus pegawai negeri”. Namun dalam persidangan pada akhir September, Iswaran mengaku bersalah atas pelanggaran yang lebih ringan setelah tuduhan korupsi diubah.

    Pengacara tidak mengonfirmasi apakah kesepakatan pembelaan telah dicapai.

    “Sistemnya masih berjalan dan masih ada komitmen publik. Namun, kasus khusus ini tentu saja tidak akan menguntungkan partai,” kata Tan.

    Skandal politisi Singapura

    Kasus terhadap Iswaran merupakan salah satu dari serangkaian skandal politik yang mengguncang Partai Aksi Rakyat (PAP) yang berkuasa. Partai itu telah lama menggembar-gemborkan sikap antikorupsi dan perbuatan tak bermoral.

    Sebelum Iswaran, terakhir kali politikus Singapura menghadapi penyelidikan korupsi terjadi pada 1986. Ketika itu, Menteri Pembangunan Nasional, Teh Cheang Wan, diselidiki karena menerima suap. Ia bunuh diri sebelum didakwa.

    Kemudian, mantan Menteri Negara untuk Lingkungan Hidup, Wee Toon Boon, dijatuhi hukuman 18 bulan penjara pada 1975 atas kasus yang melibatkan lebih dari S$800.000 (Rp9,5 miliar).

    Pada 2023, dua menteri diselidiki atas tuduhan korupsi terkait transaksi real estat. Keduanya bebas dari tuduhan pelanggaran. Kemudian, ketua parlemen mengundurkan diri karena berselingkuh dengan salah satu anggota parlemen.

    Skandal properti tersebut menimbulkan pertanyaan tentang posisi istimewa yang dimiliki para menteri di Singapura pada saat biaya hidup meningkat.

    Singapura akan menyelenggarakan pemilihan umum paling lambat November 2025.

    Perolehan suara rakyat PAP menurun dalam pemilihan umum terakhir, dan partai tersebut menghadapi tantangan dari Partai Pekerja selaku oposisi yang semakin berpengaruh.

    Partai Pekerja memenangkan total 10 kursi di parlemen dalam pemilihan terakhir, tetapi juga diguncang oleh skandal. Pemimpinnya, Pritam Singh, telah didakwa berbohong di bawah sumpah kepada komite parlemen. Ia telah menolak tuduhan tersebut.

    Tonton juga Video: Peringatan PM Singapura untuk Negara di Dunia: Kenali Bahaya

    (ita/ita)

  • Babak Baru Kasus Korupsi Impor LNG dari AS, Siapa yang Dibidik KPK?

    Babak Baru Kasus Korupsi Impor LNG dari AS, Siapa yang Dibidik KPK?

    Bisnis.com, JAKARTA — Perkara korupsi pengadaan gas alam cair atau liquified natural gas (LNG) PT Pertamina (Persero) yang diusut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memasuki babak baru.

    Selain menahan dua tersangka setelah Karen Agustiawan, penegak hukum komisi antirasuah menemukan bukti baru perkara dugaan korupsi lain saat menyusuri jejak rasuah LNG. 

    Awalnya, perkara LNG Pertamina yang merugikan keuangan negara US$113,83 juta berdasarkan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) hanya menjerat Galaila Karen Kardinah, atau Karen Agustiawan. Dia adalah perempuan pertama yang menjabat Direktur Utama Pertamina pada 2009-2014. 

    Kini, Karen resmi menyandang status terpidana korupsi usai Mahkamah Agung (MA) memberatkan hukuman terhadapnya menjadi 13 tahun penjara. Padahal, pada vonis pengadilan tingkat pertama 2024, Karen hanya dijatuhi pidana penjara 9 tahun atau lebih ringan dari tuntutan jaksa KPK. 

    Tidak lama setelah vonis Karen, lembaga antirasuah lalu mengumumkan dua mantan Direktur Gas Pertamina yaitu Hari Karyuliarto dan Yenni Andayani sebagai tersangka.

    Dua mantan anak buah Karen itu sebelumnya masing-masing menjabat sebagai Direktur Gas Pertamina 2012-2014 (Hari) dan Senior Vice President Gas and Power Pertamina 2013-2014 sekaligus Direktur Gas Pertamina 2015-2018 (Yenni).

    Penahanan keduanya lalu baru dilaksanakan sekitar satu tahun setelah mereka menyandang status tersangka. Pada Kamis (31/7/2025), Hari dan Yenni resmi menyandang status sebagai tahanan KPK. 

    Keduanya diduga berperan dalam impor LNG oleh Pertamina periode 2013-2020, dari pemasok Corpus Christie Liquefaction, asal Amerika Serikat (AS). Perusahaan dengan singkatan CCL itu adalah anak usaha Cheniere Energy, Inc., yang terdaftar di bursa New York, AS.  

    Pengadaan itu merugikan keuangan negara sebesar US$113.839.186,60 atau setara sekitar Rp1,8 triliun. 

    “Bahwa Tersangka HK dan YA diduga memberikan persetujuan pengadaan LNG impor tanpa adanya pedoman pengadaan; memberikan izin prinsip tanpa didukung dasar justifikasi dan analisa secara teknis dan ekonomi,” jelas Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu pada konferensi pers, Kamis (31/7/2025).

    Berdasarkan konstruksi perkaranya, pembelian LNG impor dari CCL dilakukan dengan penandatangan kontrak pembelian tahun 2013 dan 2014, yang selanjutnya kedua kontrak digabungkan menjadi satu kontrak pada 2015.

    Jangka waktu kontrak pembelian yang diteken yaitu selama 20 tahun, dan pengiriman pasokan gas alam cair itu untuk periode 2019-2039. Artinya, kontrak pembelian untuk 20 tahun dan saat ini masih berjalan. 

    “Nilai kontrak kurang lebih dari US$12 miliar tergantung harga gas. [Kontrak pembelian] berjalan sampai dengan sekarang,” ungkap Asep. 

    Selain diduga memberikan persetujuan tanpa pedoman pengadaan maupun izin prinsip, Hari dan Yenni bersama-sama Karen diduga mengadakan impor LNG itu sebelum adanya kepastian siapa yang bakal menjadi pembeli dan pemakainya. 

    “Seharusnya sudah jelas, sudah bisa diprediksi keuntungannya. Faktanya LNG tidak pernah masuk dan harganya lebih mahal dari produk gas di Indonesia,” terang Asep. 

    Selain itu, KPK menduga bahwa pembelian LNG dari CCL itu tanpa disertai rekomendasi dari Kementerian ESDM. 

    Hal itu diduga berimplikasi pada iklim bisnis migas di dalam negeri. Apalagi saat ini Indonesia tengah mengembangkan sejumlah blok migas seperti Masela, Andaman, Teluk Bintuni, serta sejumlah blok di Kalimantan. 

    Di luar itu, penyidik turut mengendus dugaan kedua tersangka sengaja melakukan impor LNG itu tanpa persetujuan RUPS dan Komisaris, serta memalsukan dokumen persetujuan direksi Pertamina. 

    Kedua tersangka disangkakan melanggar pasal 2 ayat (1) atau 3 UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. 

    Atas penahanannya, Hari Karyuliarto mengingatkan pemerintah agar tidak mengimpor gas alam cair lagi dari AS. Dia menyinggung rencana pemerintah untuk membeli produk energi dari AS senilai US$15 miliar, sebagai kesepakatan dari penurunan tarif impor dari 32% menjadi 19% pada tahun ini. 

    “Sebaiknya jangan beli LNG dari Amerika lagi. Pemerintah kan mau beli dari Amerika lagi untuk negosiasi tarif,” kata Hari kepada awak media sesaat sebelum dibawa ke rumah tahanan, Kamis (31/72025). 

    Sementara itu, perseroan melalui keterangan tertulis menyatakan menghormati proses hukum yang tengah berjalan di KPK. 

    “Kami juga menyerahkan sepenuhnya kepada aparat penegak hukum dan berharap proses hukum dapat berjalan dengan baik,” ujar Vice President Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso, dikutip Jumat (1/8/2025).

    Selain itu, perseroan memastikan operasional perusahaan dan pelayanan energi kepada masyarakat tetap berjalan seperti biasa.

    Bukti Perkara Baru Kasus LNG

    Sepanjang perjalanan penyidikan hingga penuntutan perkara LNG, ternyata penegak hukum menemukan bukti baru untuk dugaan rasuah lain. Kasus itu sudah naik ke tahap penyidikan dan berkaitan dengan pengelolaan investasi modal (investment capital) dan pinjaman jangka panjang (long-term loans) pada PPT Energy Trading Co.Ltd 2015-2022. 

    PPT Energy Trading adalah perusahaan yang berkantor di Jepang dan Singapura. Sebagian besar sahamnya dimiliki Pertamina.

    KPK telah menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) baru untuk perkara tersebut pada Juli 2025 lalu. Kemudian, sebanyak tiga orang yakni berinisial MH (PPT ET), MZ (Swasta) dan OA (Swasta), telah dicegah ke luar negeri berdasarkan surat Keputusan per 24 Juli 2025. 

    Pada konferensi pers yang sama, Asep menjelaskan bahwa kasus dugaan korupsi di lingkungan PPT ETS merupakan kelanjutan dari perkara LNG. Dugaan korupsi di PPT ETS berangkat dari temuan bahwa LNG Pertamina hasil impor dari CCL yang tidak laku di dalam negeri akhirnya dijual oleh PPT ETS. Harganya juga sudah tidak ekonomis. 

    Pria yang juga Direktur Penyidikan KPK itu mengonfirmasi bahwa bukti permulaan kasus PPT ETS ditemukan saat penanganan perkara LNG. 

    “Betul, kita susuri, diusut dan ketemu di situ,” kata Asep.

    Dalam catatan Bisnis, beberapa pejabat PPT ETS maupun Pertamina sudah pernah diperiksa terkait dengan penjualan LNG hasil impor dari CCL dengan harga yang sudah tidak ekonomis melalui PPT ETS. Artinya, pasokan LNG yang tidak terserap dalam negeri itu dijual ke anak usaha sendiri.

    Adapun, PPT ETS diduga menikmati keuntungan dari penjualan LNG ‘murah’ tersebut. Berdasarkan sumber Bisnis, profit penjualan LNG itu diduga digelapkan oleh para pegawai PPT ETS melalui bagi-bagi ‘bonus’. Pegawai PPT ETS dimaksud merupakan pegawai Pertamina yang ditempatkan di perusahaan tersebut. 

    Pada sekitar awal 2025 ini, penyidik KPK pun memeriksa tiga orang mantan pejabat PPT ETS maupun Pertamina yaitu Operation Manager PPT ETS September 2016-Mei 2021 Bayu Satria Irawan, Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina 2012-2014 Hanung Budya Yuktyanta serta International Director PPT ETS Januari 2017-Januari 2020 Mochamad Harun. 

    Ketiga saksi diperiksa terkait dengan pembagian modus yang diduga menyalahi aturan. 

    “Didalami terkait dengan pembagian bonus di PPT ETS yang diduga menyalahi aturan dan penyidik mendalami apakah bonus yang menyalahi aturan tersebut merupakan strategi ‘penggelapan’ yang bertujuan untuk menguntungkan beberapa orang di Pertamina yang turut menjabat di PPT ETS,” ujar Juru Bicara KPK saat itu, Tessa Mahardika Sugiarto.