Kasus: korupsi

  • Paspor Harun Masiku Dicabut, KPK Terus Buru Buronan – Page 3

    Paspor Harun Masiku Dicabut, KPK Terus Buru Buronan – Page 3

    KPK pada 9 Januari 2020 mengumumkan empat orang tersangka dalam kasus dugaan pengurusan pengganti antarwaktu (PAW) calon anggota DPR RI periode 2019–2024.

    Empat orang tersangka tersebut adalah Harun Masiku dan Saeful Bahri selaku pemberi suap, serta mantan anggota KPU RI Wahyu Setiawan dan anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI Agustiani Tio Fridelina.

    Dalam perkembangan kasus itu, Harun Masiku selalu mangkir dari panggilan penyidik KPK hingga dimasukkan daftar pencarian orang (DPO) sejak 17 Januari 2020.

    Dalam pengembangan penyidikan kasus dugaan korupsi Harun Masiku, KPK pada 24 Desember 2024, menetapkan dua orang tersangka baru dalam rangkaian kasus Harun Masiku, yakni Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto dan advokat Donny Tri Istiqomah.

    Namun, Hasto telah dibebaskan pada 1 Agustus 2025 setelah Keputusan Presiden tentang Pemberian Amnesti terbit dan diserahkan kepada pimpinan KPK.

  • Besok, KPK Panggil Nadiem Makarim Terkait Kasus Google Cloud – Page 3

    Besok, KPK Panggil Nadiem Makarim Terkait Kasus Google Cloud – Page 3

    Sementara itu, Kejaksaan Agung saat ini sedang mengusut kasus dugaan korupsi dalam program digitalisasi pendidikan di Kemendikbudristek tahun 2019–2022 terkait pengadaan Chromebook.

    Kejagung telah menetapkan empat tersangka dalam kasus tersebut, yakni mantan Staf Khusus Mendikbudristek era Nadiem Makarim bernama Jurist Tan, mantan konsultan teknologi di Kemendikbudristek Ibrahim Arief, Direktur Sekolah Dasar Kemendikbudristek tahun 2020–2021 Sri Wahyuningsih, serta Direktur Sekolah Menengah Pertama Kemendikbudristek tahun 2020–2021 Mulyatsyah.

     

  • Nasib Terdakwa Kasus Impor Gula, Tetap Diproses Hukum Saat Tom Lembong Dapat Abolisi
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        6 Agustus 2025

    Nasib Terdakwa Kasus Impor Gula, Tetap Diproses Hukum Saat Tom Lembong Dapat Abolisi Nasional 6 Agustus 2025

    Nasib Terdakwa Kasus Impor Gula, Tetap Diproses Hukum Saat Tom Lembong Dapat Abolisi
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Abolisi yang diterima eks Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong menimbulkan perdebatan baru dalam kasus importasi gula di tahun 2015-2016.
    Para terdakwa yang berasal dari kalangan korporasi menuntut agar Jaksa Penuntut Umum (JPU) mencabut dakwaan terhadap mereka karena Tom, sebagai pelaku utama dalam kasus ini, sudah bebas dan ditiadakan proses serta akibat hukumnya.
    Dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada Selasa (5/8/2025) para kuasa hukum terdakwa menyampaikan sebuah surat permohonan tersebut kepada majelis hakim dan jaksa penuntut umum (JPU).
     “Kami mohon kepada Kejaksaan agar Kejaksaan menarik mencabut surat dakwaan,” ujar kuasa hukum dari Direktur PT Angels Products Tony Wijaya, Hotman Paris, yang mewakili para terdakwa.
    Hotman mengatakan, dengan terbitnya Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 18 Tahun 2025 tentang abolisi kepada Tom Lembong, proses hukum importasi gula dinilai sudah sepatutnya ditiadakan.
    “Intinya majelis, terkait dengan adanya Keppres tentang abolisi yang tegas-tegas menyatakan semua proses hukum dan akibat hukumnya terkait kasus gula impor ditiadakan,” kata Hotman.
    Ia menyinggung posisi Tom selaku eks Mendag yang dulu duduk sebagai terdakwa dan diduga memperkaya pihak korporasi.
    Tom dinilai sebagai pelaku utama tindak pidana, sementara pihak korporasi merupakan pihak yang turut serta.
    Karena Tom Lembong sudah menerima abolisi alias proses dan akibat hukumnya sudah ditiadakan, pihak korporasi meminta agar kasus mereka juga dicabut.
    “Tom Lembong dituduh melakukan pelanggaran hukum untuk memperkaya klien kami. Padahal, Tom Lembong sudah tidak lagi diproses akibat hukum,” kata Hotman.
    Dalam sidang kemarin, pihak Kejagung yang diwakili JPU mengusulkan agar sidang untuk terdakwa lainnya tetap dilanjutkan.
    Salah seorang JPU mengingatkan, dalam keputusan presiden yang diteken Presiden Prabowo Subianto, hanya Tom Lembong yang mendapatkan abolisi.
    “Di dalam keppres tersebut, kan tidak implisit menyebutkan para terdakwa. Cuma di situ hanya untuk satu orang, saudara Thomas Trikasih Lembong di keppres nomor 18 tahun 2025,” kata JPU itu.
    Menilik ke belakang, Direktur Penuntutan Jampidsus Kejagung Sutikno juga pernah menegaskan bahwa keppres itu mengaturr abolisi yang diberikan Presiden Prabowo bersifat personal untuk Tom Lembong.
    Abolisi untuk Tom juga sudah disebutkan tidak menghentikan proses pidana bagi terdakwa lainnya.
    “Jadi, proses (penegakan hukum) ini kan bukan berarti diberhentikan, terus bebas gitu untuk yang lainnya. Enggak, enggak. Ini hanya yang bersangkutan, Pak Tom Lembong, diberikan abolisi. Secara perseorangan, sendirian, di perkara ini,” kata Sutikno, Jumat (1/8/2025) lalu.
    Sutikno menjelaskan, penyidik punya banyak cara untuk melakukan penyidikan.
    Selain kesaksian dari Tom, ada barang bukti lain yang mendukung untuk membuktikan adanya korupsi impor gula.
    “Kita menangani perkara kan pakai alat bukti yang ada. Alat bukti kan banyak. Itu perkara lain tetap berjalan,” ujar dia menegaskan.
    Kendati para terdakwa mengajukan keberatan, majelis hakim memutuskan untuk tetap melanjutkan sidang.
    “Majelis mengambil sikap untuk tetap dilanjutkan. Sementara kalau nanti ada perkembangan terbaru, ya majelis juga akan menentukan sikapnya lagi,” kata ketua majelis hakim Dennie Arsan Fatika di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa.
    Dennie menegaskan, majelis hakim tidak mengesampingkan permohonan yang diajukan terdakwa, tetapi hakim sepakat dengan jaksa bahwa hanya Tom Lembong yang mendapatkan abolisi dari Prabowo.
    “Kami tetap bersikap, karena memang keppres berupa abolisi yang ditujukan hanya kepada satu orang. Satu orang terdakwa, tidak menunjuk kepada terdakwa lainnya walaupun perkara atau kasusnya adalah bersamaan,” kata Dennie.
    Hakim berpendapat, kehadiran JPU hari ini juga menunjukkan sikap Jaksa Agung terhadap kasus importasi gula.
    “Adanya penuntut umum tetap hadir di persidangan hari ini, kehadiran penuntut umum di sini, kami rasa ya secara tidak langsung tetap merupakan perintah dari Jaksa Agung untuk meneruskan perkara ini,” lanjut Dennie.
    Namun, jika memang nanti ada perubahan sikap, majelis hakim juga akan menyingkap lagi.
    Dennie meminta semua pihak memaklumi dan mengerti keputusan yang diambil oleh majelis hakim.
    Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan, permintaan para terdakwa ini masuk akal karena usai abolisi, Tom dianggap tidak berbuat salah dalam kasus impor gula.
    “Secara logika bisa ya, karena keputusan importasi gula dianggap tidak ada dan tidak bermasalah,” kata Fickar saat dihubungi, Rabu (6/8/2025).
    Ia mengatakan, jika melihat konstruksi kasus yang ada, abolisi yang diterima Tom bisa berdampak pada kasus yang tengah dijalani terdakwa dari pihak korporasi ini.
     
    “Dampaknya seharusnya berlaku juga pada mereka yang didakwa soal kasus (impor gula),” ujar dia.
    Selain Tom Lembong, ada 10 terdakwa lain yang juga diduga terlibat dalam kasus dugaan korupsi importasi gula.
    Satu terdakwa telah divonis bersalah oleh majelis hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
    Ia adalah Mantan Direktur PT PPI, Charles Sitorus, yang dihukum 4 tahun penjara dalam kasus dugaan korupsi importasi gula.
    Sementara, ada sembilan terdakwa dari pihak korporasi yang masih menjalani proses persidangan.
    Para terdakwa ini adalah, Direktur Utama (Dirut) PT Angels Products, Tony Wijaya NG; Direktur PT Makassar Tene, Then Surianto Eka Prasetyo; Direktur Utama PT Sentra Usahatama Jaya, Hansen Setiawan; Direktur Utama PT Medan Sugar Industry, Indra Suryaningrat,
    Kemudian, Direktur Utama PT Permata Dunia Sukses Utama, Eka Sapanca; Presiden Direktur PT Andalan Furnindo, Wisnu Hendraningrat; kuasa Direksi PT Duta Sugar International, Hendrogiarto A Tiwow; Direktur Utama PT Berkah Manis Makmur, Hans Falita Hutama; dan Direktur PT Kebun Tebu Mas, Ali Sandjaja Boedidarmo.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Amnesti dan Abolisi, Tunduknya Hukum pada Politik?
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        6 Agustus 2025

    Amnesti dan Abolisi, Tunduknya Hukum pada Politik? Nasional 6 Agustus 2025

    Amnesti dan Abolisi, Tunduknya Hukum pada Politik?
    Pengamat hukum pidana dan kebijakan publik

    TUHAN
    selalu berpihak dan memberikan jalan pada kebenaran, God works in the mysterious way, Tuhan bekerja dengan cara-cara yang tak terduga,” demikian perkataan Tom Lembong usai menerima abolisi, yang ditirukan oleh Anies Baswedan.
    Pemberian Amnesti oleh Presiden Prabowo Subianto kepada Hasto Kristianto dan Abolisi kepada Tom Lembong mungkin boleh dikatakan sebagai akhir dari perjalanan kasus dugaan tindak pidana korupsi dengan segala nuansa politik yang berakhir antiklimaks.
    Dalam konteks ketatanegaraan, pemberian amnesti dan abolisi bukan merupakan keputusan Pemerintah, melainkan hak prerogatif presiden, sebagai konsekuesi logis dari kedudukan presiden sebagai kepala negara menurut Pasal 14 UUD 1945 yang diberikan dengan memperhatikan pertimbangan DPR.
    Secara hukum, dengan diberikannya amnesti kepada Hasto Kristianto, maka semua akibat hukum pidananya dihapuskan. Sedangkan dengan diberikannya abolisi, proses hukum (penuntutan) terhadap Tom Lembong menjadi ditiadakan.
    Dibalik sukacita dari bebasnya kedua tokoh itu, ada sejumlah permasalahan hukum yang tersisa. Antara lain bagaimana nasib pelaku lainnya yang didakwa dengan penyertaan dan sudah usangnya UU Darurat No. 11/1954 tentang Amnesti dan Abolisi yang konteksnya waktu itu adalah kedaruratan akibat dari persengketaan politik antara Republik Indonesia dan Kerajaan Belanda.
    “Politiæ legibus, non leges politiis, adaptandæ”, demikianlah postulat yang artinya “politik harus disesuaikan dengan hukum, dan bukan hukum yang disesuaikan dengan politik.”
    Terkesan postulat ini bersifat idealis dan normatif. Namun, kenyataannya tidak selalu realistis dalam praktiknya.
    Postulat tersebut sejalan dengan pandangan dari Aji Wibowo yang pernah menyampaikan kepada penulis, “hukum memang merupakan produk politik, tapi hukum jangan dipolitisir”, baik dalam pembentukan maupun penegakannya.
    Dalam kondisi penegakan hukum yang belum ideal, memang tidak dapat disangkal menguatnya fenomena
    judicial caprice
    , yaitu ketidakpercayaan pada putusan pengadilan karena sulit diprediksi hasilnya dan dianggap jauh dari nilai-nilai hukum, kemanfaatan, dan keadilan.
    Di sinilah ruang bagi presiden sebagai kepala negara untuk menghadirkan keseimbangan dengan cara memberikan pengampunan (
    presidential pardon
    ) dalam bentuk grasi, amnesti, abolisi, dan juga pemulihan harkat dan martabat seseorang melalui rehabilitasi.
    Dahulu mantan Presiden Jokowi juga pernah memberikan amnesti terhadap Baiq Nuril dan Saiful Mahdi yang terjerat UU ITE.
    Meskipun konteks amnesti dalam UU Darurat No. 11/1954 adalah untuk kejahatan politik, tapi keputusan tersebut mendapat dukungan luas, termasuk dari masyarakat sipil, sebagaimana postulat, “equum et bonum est lex legum”, apa yang baik dan adil itulah hukumnya.
    Namun demikian, tanpa parameter yang jelas, pemberian amnesti dan abolisi dapat bernuansa politis, menjustifikasi tuduhan politisasi hukum, dan juga dapat membuat impunitas, khususnya bagi korupsi sebagai tindak pidana khusus yang dianggap
    extraordinary crime
    , yang juga harus dilihat perspektif kepentingan umum.
    Sebagai perbandingan, sebenarnya ketentuan Pasal 35 ayat (1) huruf c UU Kejaksaan telah memungkinkan Jaksa Agung untuk mengesampingkan perkara demi kepentingan umum.
    Adapun yang dimaksud dengan “kepentingan umum” adalah kepentingan bangsa dan negara dan/atau kepentingan masyarakat luas dengan memperhatikan saran dan pendapat dari badan-badan kekuasaan negara yang mempunyai hubungan dengan masalah tersebut.
    UU No.1 Tahun 2023 (KUHP Baru) yang akan berlaku 3 Januari 2026 nanti telah membuka kemungkinan dari pengecualian dari hak Negara untuk memidana seseorang yang melakukan tindak pidana (
    ius puniendi
    ) berupa gugurnya kewenangan penuntutan dan gugurnya kewenangan pelaksanaan pidana.
    Dalam relevansinya dengan
    presidential pardon
    , Pasal 132 ayat (1) huruf h KUHP Baru telah mengatur bahwa dengan diberikannya amnesti atau abolisi, maka kewenangan penuntutan sebagai proses peradilan yang dimulai dari penyidikan menjadi gugur.
    Sedangkan, Pasal 140 KUHP Baru menyebutkan bahwa kewenangan pelaksanaan pidana dinyatakan gugur, jika terpidana mendapatkan grasi atau amnesti.
    Sederhananya, gugurnya kewenangan penuntutan itu dalam hal perkaranya belum berkekuatan hukum tetap. Sedangkan gugurnya pelaksanaan pidana adalah dalam hal perkaranya sudah berkekuatan hukum tetap, sehingga pelaksanaan sanksi pidana itu tidak perlu dijalani terpidana.
    Pertanyaan yang seringkali diajukan kepada penulis adalah dalam hal konteks apa amnesti atau abolisi dibedakan pemberiannya.
    Secara umum, penulis berpendapat pemberian amnesti yang menghapuskan akibat hukum pidana berarti peristiwa pidananya telah ada dan diasumsikan bahwa seseorang dianggap bersalah telah melakukan tindak pidana.
    Sebaliknya dalam abolisi, peristiwa pidananya sudah ada, tapi pemberi abolisi kemungkinan belum teryakinkan apakah seseorang benar-benar bersalah melakukan suatu tindak pidana, sehingga proses hukum dan penuntutannya dihentikan.
    Sebagaimana perkataan Paulus, seorang Yuris Romawi, “Deletio, oblivio vel exctinctio accusationis”, yang artinya “penghapusan, membuat dilupakan dan peniadaan tuduhan”.
    Tentu
    presidential pardon
    ini juga berbeda dengan alasan penghapus pidana, khususnya dalam kaitannya penyertaan tindak pidana (
    delneeming
    ).
    Dalam penyertaan, apabila salah satu pelaku dilepaskan dari tanggung jawab pidana karena adanya alasan pembenar, misalnya karena menjalankan perintah undang-undang (Pasal 50 KUHP), maka konsekuensinya pelaku lainnya juga harus dilepaskan. Namun tidak demikian halnya dengan alasan pemaaf.
    Dengan diberikannya abolisi kepada Tom Lembong memunculkan pertanyaan, bagaimana nasib para terdakwa lainnya yang didakwa dengan penyertaan?
    Penulis berpandangan, meskipun abolisi tidak berlaku bagi pelaku lainnya, maka akan menjadi suatu ketidakadilan jika pelaku yang merupakan pejabat negara dihentikan penuntutannya, tapi pelaku lainnya, misalnya, swasta masih tetap diproses, bahkan dihukum karena melakukan tindak pidana korupsi.
    Dengan dianutnya sistem pembagian kekuasaan (
    distribution of power
    ) yang merujuk pada konsep trias politica dari eksekutif, yudikatif dan legislatif, maka dapat dikatakan pembagian kekuasaan tersebut sama sekali tidak terpisah-pisah, melainkan saling melakukan fungsi kontrol pengawasan sesuai dengan prinsip
    checks and balances.
    Grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi (GAAR) sebagai hak prerogatif presiden yang diberikan oleh konstitusi itu ibarat sebuah pedang bermata dua: bisa mendatangkan kebaikan dan kemaslahatan. Sebaliknya, jika disalahgunakan justru dapat mendatangkan impunitas.
    Dalam perspektif negara hukum seharusnya perlu ada peraturan setingkat UU yang mengatur parameter yang jelas, objektif dan berkeadilan, sebagaimana langkah Pemerintah dalam menginisiasi naskah akademik dari RUU GAAR sejak tahun 2022 yang belum kunjung selesai.
    Untuk itu, agar pemberian GAAR tidak bernuansa politis dan mengakibatkan impunitas khususnya untuk tindak pidana korupsi, maka Pemerintah dan DPR harus segera merampungkan Rancangan UU Grasi Amnesti Abolisi dan Rehabilitasi terlebih dahulu, agar ada standar pengaturan yang lebih jelas, objektif, dan berkeadilan.
    Ikhtiar ini untuk mencegah pelaku kejahatan seolah-olah mendapatkan insentif untuk melakukan tindak pidana lagi, sebagaimana postulat
    Veniae facilitas incentivum est delinquendi
    , yang artinya kemudahan mendapatkan pengampunan merupakan insentif untuk melakukan kejahatan
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • KPK Bicara Peluang Panggil Hasto Terkait Barang Bukti yang Telah Disita

    KPK Bicara Peluang Panggil Hasto Terkait Barang Bukti yang Telah Disita

    Jakarta

    Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih menganalisis barang bukti yang disita dari Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto. KPK membuka peluang memanggil Hasto untuk mengonfirmasi nasib barang bukti yang telah disita terkait kasus suap pergantian antarwaktu (PAW) DPR RI 2019.

    “Ya, kemungkinan-kemungkinan itu kan masih terbuka begitu ya, tentu kita terbuka untuk memanggil pihak siapapun untuk membantu, mendukung proses penanganan perkara ini,” kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Selasa (5/8/2025).

    KPK tentunya ingin perkara suap ini segera selesai, dan pihak yang diduga terlibat mendapatkan kepastian hukum. Terkait pencarian buron dikasus ini, yaitu Harun Masiku, Budi mengatakan KPK masih melakukan pencarian.

    “Sampai saat ini KPK masih terus melakukan pencarian dan KPK juga melibatkan aparat penegak hukum lainnya, melibatkan institusi lain yang punya instrumen untuk mendukung pencarian DPO Harun Masiku,” sebutnya.

    Adapun Hasto Kristiyanto telah bebas dan proses hukumnya dihentikan usai mendapatkan amnesti dari pemerintah. Meski begitu, KPK masih melakukan analisis terhadap barang bukti yang disita dari Hasto.

    Budi menegaskan perkara ini untuk tersangka lain masih berjalan. KPK, kata dia, ingin secepatnya memproses kasus ini.

    “Tentu KPK juga ingin secepatnya memproses ini. Karena jangan sampai negara kalah dengan korupsi,” ujarnya.

    Perihal kapan barang bukti yang disita akan dikembalikan, Budi mengatakan masih dipelajari. Budi belum menjawab lebih lanjut kapan barang bukti itu akan dikembalikan.

    “Masih dipelajari,” sebutnya.

    Adapun dalam kasus ini KPK menyita sejumlah barang dari Hasto. antara lain ponsel dan buku catatan milik Hasto. Penyitaan itu dilakukan saat Hasto diperiksa sebagai saksi kasus korupsi dengan tersangka Harun Masiku, Senin (10/6/2024). Kemudian KPK juga menyita flashdisk saat menggeledah rumah Hasto.

    (ial/maa)

  • 10
                    
                        Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto Dipromosikan Jadi Kabaharkam Polri
                        Nasional

    10 Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto Dipromosikan Jadi Kabaharkam Polri Nasional

    Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto Dipromosikan Jadi Kabaharkam Polri
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Irjen Pol Karyoto resmi dipromosikan menjadi Kepala Badan Pemelihara Keamanan (Kabaharkam) Polri.
    Promosi ini berdasarkan Surat Keputusan Kapolri Nomor Kep/1186/VIII/2025 dan Surat Telegram Nomor ST/1764/VIII/KEP./2025 tertanggal 5 Agustus 2025.
    Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Sandi Nugroho menjelaskan, pengangkatan Karyoto sebagai Kabaharkam merupakan bagian dari mutasi terhadap 61 personel perwira tinggi dan perwira menengah di lingkungan Polri.
    “Secara keseluruhan terdapat 61 personel yang dimutasi, dengan rincian: promosi atau flat sebanyak 34 personel, penugasan khusus (Gassus) 4 personel, dan pensiun 23 personel,” kata Sandi dalam keterangan tertulis, Selasa (5/8/2025).
    Irjen Karyoto bukan nama baru di lingkaran elite Polri.
    Saat ini, menjabat sebagai Kapolda Metro Jaya dan dikenal publik saat dipercaya sebagai Deputi Penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
    Kariernya melesat karena dianggap berhasil memimpin penanganan berbagai kasus korupsi besar di KPK sebelum kembali ke institusi Polri.
    Kini, sebagai Kabaharkam, Karyoto bertanggung jawab menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat secara nasional, termasuk pengamanan obyek vital dan operasional satuan wilayah.
    Selain Karyoto, mutasi juga mencakup sejumlah jabatan strategis lain, termasuk Wakapolri yang kini dijabat Komjen Pol. Dedi Prasetyo, serta Irwasum Polri Komjen Pol. Wahyu Widada.
    Delapan nama yang mengisi posisi PJU Mabes Polri antara lain:
    1. Wakapolri: Komjen Pol. Dedi Prasetyo
    2. Irwasum Polri: Komjen Pol. Wahyu Widada
    3. Kabareskrim Polri: Komjen Pol. Syahardiantono
    4. Kabaintelkam Polri: Komjen Pol. Akhmad Wiyagus
    5. Astamaops Kapolri: Komjen Pol. Mohammad Fadil Imran
    6. Kabaharkam Polri: Irjen Pol. Karyoto
    7. Kadivhubinter Polri: Brigjen Pol. Amur Chandra Juli Buana,
    8.Kapusjarah Polri: Kombes Pol. V. Bagas Uji Nugroho
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Mendagri dukung penguatan regulasi Kopdeskel Merah Putih

    Mendagri dukung penguatan regulasi Kopdeskel Merah Putih

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian berkomitmen mendukung penguatan regulasi Koperasi Desa/Kelurahan (Kopdeskel) Merah Putih lewat Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri).

    Tito menjelaskan, secara umum rancangan Permendagri tersebut akan memuat aturan mengenai dukungan bupati/wali kota terhadap Kopdeskel Merah Putih. Selain itu, aturan ini disusun dalam rangka memperkuat regulasi lain yang telah ditetapkan, yakni Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 49 Tahun 2025.

    “Mekanisme persetujuan dari bupati/wali kota dilaksanakan dengan berpedoman pada Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri,” kata Tito dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.

    Hal itu disampaikan Tito dalam rapat koordinasi di Kantor Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Pangan, Jakarta, Selasa. Rapat tersebut dipimpin langsung oleh Menteri Koordinator (Menko) Bidang Pangan Zulkifli Hasan.

    Rancangan Permendagri dibentuk sebagai pelengkap regulasi tersebut. Dalam forum itu, Mendagri mendorong adanya kesepahaman bersama antar-kementerian/lembaga, serta jajaran aparat penegak hukum (APH), dalam memaknai regulasi yang memperkuat Kopdeskel Merah Putih.

    Ia mewanti-wanti agar tidak terjadi ketidakselarasan dalam pemaknaan aturan tersebut karena berpotensi menimbulkan konsekuensi hukum.

    “Ini yang mungkin memerlukan kesamaan pendapat nanti dari KPK, Bareskrim, BPKP, dan dari Kejaksaan terutama,” ujar Tito.

    Senada dengan itu, Menko Pangan Zulkifli Hasan menjelaskan, kehadiran para menteri dalam rapat tersebut bertujuan untuk memperoleh kesepahaman bersama terkait regulasi Kopdeskel Merah Putih. Adanya aturan tersebut nantinya akan mendorong percepatan teknis operasional Kopdeskel Merah Putih.

    Ia menegaskan bahwa pembiayaan Kopdeskel Merah Putih tidak menggunakan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), melainkan berasal dari plafon pinjaman Bank Himbara.

    “Nah peraturan lanjutnya itu yang kita bahas barusan adalah rancangan Peraturan Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal yang sudah dihadiri oleh aparat penegak hukum. Tentu nanti lebih teknis lagi akan dilanjutkan rapat nanti, sinkronisasi, harmonisasi dengan pemerintahan terkait,” tuturnya.

    Rapat koordinasi tersebut juga dihadiri oleh Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Mendes PDT) Yandri Susanto, Menteri Koperasi Budi Arie, dan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI Setyo Budiyanto.

    Kemudian Direktur Jenderal (Dirjen) Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Askolani, dan Wakabareskrim Polri Irjen Pol. Asep Edi Suheri. Hadir pula para pejabat dari Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg), Kementerian Hukum, Kejaksaan Agung RI, serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) RI.

    Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
    Editor: Tasrief Tarmizi
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • KPK Sita Rp 100,7 Miliar dari Siman Bahar Terkait Kasus Pengolahan Anoda Logam

    KPK Sita Rp 100,7 Miliar dari Siman Bahar Terkait Kasus Pengolahan Anoda Logam

    KPK Sita Rp 100,7 Miliar dari Siman Bahar Terkait Kasus Pengolahan Anoda Logam
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita uang tunai sebesar Rp 100,7 miliar dari Siman Bahar selaku tersangka kasus dugaan korupsi pengolahan anoda logam antara PT Antam dan PT Loco Montrado, pada Senin (4/8/2025).
    “Pada Senin, KPK melakukan penyitaan uang tunai sejumlah Rp 100,7 miliar terkait perkara dugaan TPK pada kerja sama pengolahan anoda logam antara PT Antam dan PT Loco Montrado pada tahun 2017,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, dalam keterangannya, Selasa (5/8/2025).
    “Penyitaan dilakukan dari pihak tersangka SB (Siman Bahar) selaku Direktur Utama PT Loco Montrado,” sambung dia.
    Budi mengatakan, penyitaan ini dilakukan karena diduga uang tersebut diperoleh dari hasil tindak pidana korupsi yang dimaksud.
    Dia menyampaikan, dalam perkara ini, para pihak diduga telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
    “Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP,” ucap dia.
    Sebelumnya, KPK menyatakan, bakal menuntaskan perkara dugaan korupsi pengolahan anoda logam menjadi emas murni yang menjerat Direktur PT Loco Montrado Siman Bahar.
    “Nanti dalam proses berikutnya kami selesaikan, karena kan sudah naik pada proses penyidikan, tidak kemudian berhenti,” kata Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK Ali Fikri, kepada wartawan, Selasa (2/4/2024).
    Ali mengatakan, proses hukum itu akan terus berlanjut kecuali Siman menderita sakit permanen atau meninggal dunia.
    Untuk diketahui, Siman memang dalam beberapa kesempatan mengeluh sakit, termasuk ketika dihadirkan sebagai saksi eks General Manager (GM) Unit Bisnis Pemurnian dan Pengolahan Logam Mulia (UBPP LM) PT Antam Tbk, Dody Martimbang, pada Rabu, 5 September 2023.
    “Kecuali, memang sakit permanen atau meninggal dunia, baru itu bisa dihentikan, tapi sejauh ini belum ada yang dihentikan,” ujar Ali.
    Ali menyebut, KPK juga telah menyerahkan banyak data ke Tim Satuan Tugas Tindak Pidana Pencucian Uang (Satgas TPPU).
    Satgas itu dibentuk ketika Mahfud MD masih menjabat Menteri Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam).
    Juru bicara berlatar belakang jaksa itu mengaku dalam beberapa waktu belakangan pihaknya fokus membantu Satgas TPPU skandal importasi emas.
    “Kami sudah koordinasi dengan tim, kami memang dari KPK membantu tim itu dulu untuk kemudian membongkar dugaan yang ditemukan TPPU di sana (Polhukam),” kata Ali.
    Adapun dugaan korupsi importasi emas menyangkut transaksi ganjil dengan nilai Rp 349 triliun di lingkungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
    Dugaan korupsi itu menyangkut Direktur Utama PT Loco Montrado Siman Bahar yang saat ini berstatus tersangka di KPK.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pemkab Blora pastikan usulan pokir DPRD sesuai prosedur

    Pemkab Blora pastikan usulan pokir DPRD sesuai prosedur

    “Kami pastikan tidak ada kegiatan yang muncul tiba-tiba tanpa dasar perencanaan,”

    Blora (ANTARA) – Pemerintah Kabupaten Blora, Jawa Tengah, memastikan semua proses pengusulan Pokok Pikiran (Pokir) DPRD Blora dilakukan sesuai sistem perencanaan yang berlaku, sehingga pokir yang diajukan dewan masuk dalam dokumen perencanaan yang sah.

    “Kami pastikan tidak ada kegiatan yang muncul tiba-tiba tanpa dasar perencanaan,” kata Inspektur Daerah Blora Irfan Agustian Iswandaru menanggapi sorotan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia terhadap mekanisme pengusulan pokir DPRD di Blora, Selasa.

    Ia mengungkapkan sorotan tersebut muncul dalam rangka penilaian Survei Penilaian Integritas (SPI) yang menjadi salah satu indikator pengukuran tata kelola pemerintahan bersih dari praktik korupsi.

    Ia menjelaskan pembangunan di Kabupaten Blora dirancang melalui empat jalur utama, yakni Pokir DPRD, hasil Musrenbang, Forum OPD, dan skala prioritas pembangunan daerah. Semua jalur tersebut dipadukan mulai dari dokumen RPJMD, KUA-PPAS, RAPBD, hingga menjadi APBD.

    Menurut Irfan, salah satu indikator awal yang dapat mengarah pada dugaan korupsi adalah adanya kegiatan yang tidak memiliki dokumen perencanaan.

    “Jika suatu kegiatan tidak bisa dirunut ke dalam dokumen perencanaan resmi, itu bisa menjadi indikasi perilaku koruptif. Tapi di Blora, semua kegiatan sudah terstruktur dan terdokumentasi,” jelasnya.

    Penilaian SPI dari KPK sendiri disusun berdasarkan tiga komponen utama, yaitu responden internal (dari dalam OPD), eksternal (pengguna layanan), dan expert (pihak pengawas atau ahli seperti aparat penegak hukum dan kepala dinas). Nilai akhir SPI merupakan hasil akumulasi dari ketiga kategori tersebut.

    Meskipun nilai Monitoring Center for Prevention (MCP) Blora tercatat cukup tinggi, Irfan menyebutkan bahwa nilai SPI masih menjadi tantangan yang harus ditingkatkan.

    “Kalau MCP kita sudah bagus, SPI-nya yang masih perlu kita dorong. Karena responden SPI punya karakteristik yang berbeda, terutama dari sisi persepsi dan pengalaman,” imbuhnya.

    KPK menilai bahwa pokir bisa menjadi celah yang rawan disalahgunakan apabila tidak masuk dalam sistem perencanaan resmi. Oleh karena itu, Pemkab Blora diundang untuk memastikan bahwa seluruh kegiatan pembangunan yang bersumber dari pokir sudah sesuai jalur dan dokumen perencanaan yang sah.

    Pewarta: Akhmad Nazaruddin
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • PPATK Jamin Tak Ada Pemblokiran Rekening Nganggur Lagi Tahun Ini

    PPATK Jamin Tak Ada Pemblokiran Rekening Nganggur Lagi Tahun Ini

    Jakarta

    Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) memastikan tidak ada pemblokiran rekening dormant atau rekening yang tidak menunjukkan aktivitas transaksi selama tiga bulan lebih. Menurut Ketua PPATK Ivan Yustiavandana telah melakukan analisis menyeluruh pada rekening dormant.

    Ivan menerangkan perbankan telah melaporkan keseluruhan data-data rekening dormant. Dengan begitu, Ivan menilai sudah menyeluruh data-data rekening dormant yang dianalisis oleh PPATK.

    “Ya (tidak ada lagi pemblokiran), karena sudah selesai semua rekening yang statusnya dorman berdasarkan teman-teman bank ya, berarti sudah selesai,” kata Ivan saat ditemui di Hotel JS Luwansa, Jakarta Selatan, Selasa (5/8/2025).

    Kendati begitu, Ivan menerangkan rekening dormant yang terindikasi tindak pidana pencucian uang, termasuk judol kan dihentikan juga. Sebab, dampaknya dapat berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi Indonesia. Namun, Ivan belum menerangkan jumlah rekening dorman yang terindikasi ke judol.

    “Kalau terkait dengan tindak pidana ya pasti akan dihentikan juga. Tadi Pak Firman (anggota DEN) menyampaikan dampaknya sangat jelas terhadap pertumbuhan ekonomi kan,” jelas Ivan.

    Ivan menerangkan rekening dorman menjadi target pelaku judol. Hal ini dapat dilihat di mana sebanyak 1,5 juta rekening digunakan untuk tindak pidana pencucian uang (TPPU) pada periode 2020-2024. Dari total tersebut, sebanyak 150 ribu merupakan rekening nominee. Nominee adalah rekening atas nama orang lain yang dibuat dengan perjanjian nominee.

    Berdasarkan data yang dipaparkan Ivan, dari 150 ribu rekening nominee, sebanyak 120.000 merupakan dari jual beli rekening, lebih dari 50 ribu merupakan rekening dormant, 20 ribu rekening dari peretasan dan 10.000 rekening dari penyimpangan lainnya.

    “Kenapa bisa banyak itu? Karena kita sudah ketat, pelaku korupsi pelaku narkotika pelaku judol sudah sangat takut. Jadi solusinya adalah jual beli rekening dormant,” tambah Ivan.

    Sebelumnya, PPATK telah melakukan penghentian sementara transaksi pada rekening yang dikategorikan dormant sejak 15 Mei 2025 berdasarkan data yang diperoleh dari perbankan. Upaya ini dinilai untuk melakukan perlindungan rekening nasabah agar hak dan kepentingan nasabah bisa terlindungi.

    Pasalnya dalam proses analisis yang dilakukan PPATK sepanjang lima tahun terakhir, maraknya penggunaan rekening dormant yang tanpa diketahui/disadari pemiliknya menjadi target kejahatan, digunakan untuk menampung dana-dana hasil tindak pidana, jual beli rekening, peretasan, penggunaan nominee sebagai rekening penampungan, transaksi narkotika, korupsi, serta pidana lainnya.

    Dana pada rekening dormant itu disebut diambil secara melawan hukum baik oleh internal bank maupun pihak lain yang tidak diketahui pemiliknya (tidak pernah dilakukan pengkinian data nasabah).

    (rea/kil)