Kasus: korupsi

  • Rupiah melemah akibat peningkatan permintaan aset “safe haven”

    Rupiah melemah akibat peningkatan permintaan aset “safe haven”

    Jakarta (ANTARA) – Research and Development Indonesia Commodity and Derivatives Exchange ICDX Taufan Dimas Hareva mengatakan pelemahan nilai tukar (kurs) rupiah akibat peningkatan permintaan aset safe haven di tengah ketidakpastian global.

    “Pelemahan ini terjadi seiring menguatnya indeks dolar AS (Amerika Serikat) akibat meningkatnya permintaan aset safe haven di tengah ketidakpastian global,” ujarnya kepada ANTARA di Jakarta, Rabu.

    Nilai tukar rupiah pada penutupan perdagangan Rabu sore melemah sebesar 69 poin atau 0,43 persen menjadi Rp16.368 per dolar AS dari sebelumnya Rp16.299 per dolar AS.

    Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia pada hari ini juga melemah ke level Rp16.355 per dolar AS dari sebelumnya sebesar Rp16.277 per dolar AS.

    Salah satu sentimen berasal dari konflik Rusia–Ukraina yang kembali memanas, sehingga mendorong investor beralih ke dolar.

    Di samping itu, pasar juga disebut masih menimbang sikap Federal Reserve (The Fed) yang cenderung hawkish dan belum menunjukkan sinyal pemangkasan suku bunga dalam waktu dekat.

    “Kondisi ini menambah tekanan bagi mata uang emerging markets, termasuk rupiah,” ungkap Taufan.

    Melihat faktor domestik, pelemahan rupiah diperburuk sentimen politik domestik terkait kasus korupsi pejabat publik yang mempengaruhi persepsi investor terhadap stabilitas Indonesia.

    Namun, ada katalis positif dari adanya penandatanganan kesepakatan antara Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara) dengan perusahaan Tiongkok, GEM Limited, untuk mengembangkan pusat pengolahan nikel ramah lingkungan senilai 8,3 miliar dolar AS.

    “Kesepakatan strategis ini memberi harapan jangka menengah-panjang bagi rupiah karena berpotensi meningkatkan arus modal asing dan memperkuat sektor hilirisasi,” ucap dia.

    Secara kesimpulan, faktor eksternal masih mendominasi sentimen terhadap kurs rupiah, mulai dari geopolitik global hingga ketidakpastian kebijakan moneter AS.

    Kendati demikian, langkah Bank Indonesia yang memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis points (bps) menjadi 5 persen, serta proyeksi pertumbuhan ekonomi 2025 di kisaran 5,1 persen memberikan bantalan positif yang dapat menjaga stabilitas rupiah dari pelemahan lebih dalam.

    Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
    Editor: Biqwanto Situmorang
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Kejagung Terus Buru Stafsus Nadiem Jurist Tan, Berkas Red Notice Sudah Masuk Interpol Pusat – Page 3

    Kejagung Terus Buru Stafsus Nadiem Jurist Tan, Berkas Red Notice Sudah Masuk Interpol Pusat – Page 3

    Sebelumnya, Kejagung menetapkan empat tersangka dalam kasus dugaan korupsi pada Kemendikbudristek dalam program digitalisasi pendidikan periode tahun 2019-2022.

    Mantan Direktur Penyidikan pada Jampidsus Abdul Qohar mengungkapkan bahwa empat tersangka itu adalah JT (Jurist Tan) selaku Staf Khusus (Stafsus) Mendikbudristek tahun 2020-2024 dan IBAM (Ibrahim Arief) selaku mantan konsultan teknologi di Kemendikbudristek.

    Selanjutnya, SW (Sri Wahyuningsih) selaku Direktur Sekolah Direktur Sekolah Dasar (SD) Direktorat PAUD Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Kemendikbudristek Tahun 2020-2021 sekaligus sebagai kuasa pengguna anggaran di lingkungan Direktorat Sekolah Dasar pada tahun anggaran 2020-2021.

    Terakhir, MUL (Mulyatsyah) selaku Direktur Sekolah Menengah Pertama (SMP) Direktorat PAUD Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Kemendikbudristek Tahun 2020-2021 sekaligus sebagai kuasa pengguna anggaran di lingkungan Direktorat Sekolah Menengah pertama tahun anggaran 2020-2021.

    “Dalam pelaksanaan pengadaan tersebut, SW, MUL, JT, dan IBAM telah melakukan perbuatan melawan hukum menyalahgunakan kewenangan dengan membuat petunjuk pelaksanaan yang mengarah ke produk tertentu, yaitu Chrome OS untuk pengadaan TIK pada tahun anggaran 2020-2020,” kata Qohar.

    Akibat perbuatan para tersangka, negara diperkirakan mengalami kerugian sekitar Rp1,9 triliun.

  • Anies Baswedan: Masalah yang Besar di Negara Ini adalah Korupsi 
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        27 Agustus 2025

    Anies Baswedan: Masalah yang Besar di Negara Ini adalah Korupsi Nasional 27 Agustus 2025

    Anies Baswedan: Masalah yang Besar di Negara Ini adalah Korupsi
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan, tindak pidana korupsi masih menjadi masalah yang paling besar di negara ini.
    “Kalau kita lihat salah satu masalah yang besar di Republik ini salah satunya masalah korupsi,” kata Anies, saat ditemui usai peresmian Gedung Kampus Utama Universitas Paramadina Cipayung, Jakarta Timur, Rabu (27/8/2025).
    Anies mengatakan, korupsi adalah gejala.
    Ia menilai, maraknya kasus korupsi merupakan imbas dari rendahnya nilai integritas di Indonesia.
    “Korupsi itu gejala, penyakitnya integritas yang minim,” ucap Anies.
    Menurut Anies, PR di sektor pendidikan saat ini untuk mengatasi korupsi adalah mengajarkan dan menumbuhkan integritas, termasuk di perguruan tinggi.
    “Jadi, diperbaikinya dengan cara menumbuhkan integritas di masa pendidikan, termasuk universitas,” kata dia.
    Mantan Rektor Universitas Paramadina itu berharap agar mata kuliah antikorupsi diterapkan di kampus-kampus yang ada di Indonesia.
    “Harapannya mengirim pesan bahwa salah satu nilai yang harus ditumbuhkuatkan di dunia pendidikan adalah nilai integritas,” ucap dia.
    Dengan mata kuliah antikorupsi, Anies berharap nantinya Indonesia dapat mencetak generasi yang berintegritas.
    “Dengan integritas itulah kita berharap nantinya semua yang melewati proses pendidikan akan menjadi pribadi yang bisa berintegritas,” ujar Anies.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Divonis 5 Tahun Bui, Hak Politik Eks Walkot Semarang Mbak Ita Tak Dicabut

    Divonis 5 Tahun Bui, Hak Politik Eks Walkot Semarang Mbak Ita Tak Dicabut

    Jakarta

    Mantan Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu (Mbak Ita) divonis hukuman lima tahun penjara dalam kasus dugaan korupsi di lingkungan Pemkot Semarang. Kendati demikian, hak politik Mbak Ita dicabut karena faktor usia.

    Faktor Mbak Ita yang berumur 59 tahun menjadi pertimbangan hakim. Hakim yakin terdakwa tak melakukan perbuatannya lagi.

    “Kedua terdakwa memasuki usia lansia dan para terdakwa adalah orang yang berpendidikan sehingga Majelis Hakim berkeyakinan para terdakwa tidak akan mengulangi perbuatan yang tercela dan kejadian ini dapat dijadikan pembelajaran bagi para terdakwa,” kata ketua majelis hakim Gatot Sarwadi di pengadilan Tipikor Semarang, dilansir detikJateng, Rabu (27/8/2025).

    “Menghukum kepada terdakwa I Hevearita Gunaryanti Rahayu untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 683 juta paling lama dalam kurun 1 bulan sesudah putusan,” lanjutnya.

    Jika tidak dibayarkan selama 1 bulan setelah inkrah, uang pengganti itu diganti kurungan 6 bulan. Dalam kasus ini, majelis hakim menilai Mbak Ita bersalah melakukan korupsi sesuai dengan pasal 12 huruf a atau Pasal 11, dan Pasal 12 huruf f, dan Pasal 12 huruf B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

    (rdp/idh)

  • Suami Eks Walkot Semarang Mbak Ita Divonis 7 Tahun Penjara di Kasus Korupsi

    Suami Eks Walkot Semarang Mbak Ita Divonis 7 Tahun Penjara di Kasus Korupsi

    Jakarta

    Suami mantan Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu atau Mbak Ita, Alwin Basri, divonis 7 tahun penjara. Hakim menyatakan Alwin bersalah melakukan korupsi di lingkungan Pemkot Semarang.

    “Terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama, berlanjut dan sebagaimana dalam dakwaan,” kata Hakim ketua Gatot saat membacakan amar putusan, di Pengadilan Tipikor Semarang, dikutip detikJateng, Rabu (27/8/2025).

    “Menjatuhkan pidana kepada terdakwa II Alwin Basri dengan pidana penjara selama 7 tahun dan denda sejumlah Rp 300 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama 4 bulan,” imbuhnya.

    Alwin juga dihukum membayar uang pengganti Rp 4 miliar. Alwin dinyatakan terbukti melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11, dan Pasal 12 huruf f, dan Pasal 12 huruf B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

    Hal yang memberatkan vonis yakni terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Sementara hal yang meringankan yaitu terdakwa belum pernah dihukum dan pernah mendapatkan penghargaan.

    (whn/idh)

  • Kejagung Sita Rumah Mewah Riza Chalid Seluas 6.570 Meter Persegi di Bogor – Page 3

    Kejagung Sita Rumah Mewah Riza Chalid Seluas 6.570 Meter Persegi di Bogor – Page 3

    Menurut Anang, rumah tersebut disita lantaran dibeli oleh Riza Chalid dengan mengatasnamakan perusahaan. Hanya saja, dia tidak mengulas lebih jauh detail dari perusahaan yang dimaksud.

    “Ini atas nama salah satu perusahaan. Nanti tim penyidik juga melakukan pencarian terhadap aset aset yang lain, selain aset ini,” Anang menandaskan.

    Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) melakukan penggeledahan terkait kasus korupsi minyak mentah untuk tersangka Mohammad Riza Chalid (MRC). Hasilnya, ada empat mobil yang disita petugas.

    Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Anang Supriatna menyampaikan, empat mobil yang disita tersebut diduga terafiliasi atau milik pihak yang bekerja sama dengan Riza Chalid.

    “Barang yang didapat ini ada empat unit mobil kendaraan. Satunya ada satu unit BMW tipe 528 warna putih, satu unit Toyota Rush, satu unit Mitsubishi Pajero Sport, dan satu unit Mitsubishi Pajero Sport 2.4 Dakar,” tutur Anang di Kejagung, Jakarta Selatan, Kamis (14/8/2025).

  • Ary Bakri Ungkap Wahyu Gunawan Pernah Minta Kerjaan Sebelum Kasus CPO
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        27 Agustus 2025

    Ary Bakri Ungkap Wahyu Gunawan Pernah Minta Kerjaan Sebelum Kasus CPO Nasional 27 Agustus 2025

    Ary Bakri Ungkap Wahyu Gunawan Pernah Minta Kerjaan Sebelum Kasus CPO
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Pengacara Ariyanto Bakri mengungkapkan bahwa Panitera Muda nonaktif PN Jakarta Utara, Wahyu Gunawan, pernah menyinggung tentang permintaan kerjaan sebelum kasus korupsi terkait perusahaan crude palm oil (CPO) bergulir.
    Hal ini terungkap saat Ary Bakri, sapaan Ariyanto Bakri, dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebagai saksi dalam sidang penanganan perkara kasus korupsi suap hakim yang memberikan vonis ontslag atau vonis lepas kepada korporasi crude palm oil (CPO) atau bahan baku minyak goreng (migor).
    “Dan, beliau (Wahyu) sering katakan, ‘Kalau ada kerjaan kasih saya’. Dia bilang gitu,” ujar Ariyanto saat bersaksi dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (27/8/2025).
    Ary Bakri mengatakan bahwa dirinya pertama kali mengenal Wahyu melalui media sosial.
    Saat itu, Ary Bakri yang sering membuat konten dan menjadi influencer juga menarik perhatian Wahyu.
    “Sebelum Covid, mungkin 2-3 tahun, saudara Wahyu sering
    sounding
    sama saya di medsos,” cerita Ariyanto.
    Sejak sebelum Covid-19 melanda dunia pada tahun 2019, Wahyu sudah pernah menghubungi Ariyanto dan memperkenalkan diri sebagai Panitera di Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
    Awalnya berkomunikasi melalui medsos, Ariyanto dan Wahyu bertemu dalam satu acara motor.
    Keduanya diketahui sama-sama penyuka motor Harley Davidson.
    “Kemudian pada pagi Minggu, itu berapa tahun lalu, saya lupa, ya kita ketemu di perkumpulan motor, sebatas obrolan motor,” kata Ariyanto.

    Saat itu, kasus perkara CPO belum terjadi. Namun, keduanya masih saling menjaga komunikasi.
    Kemudian, ketika ada perkara korporasi CPO, komunikasi antara Ary Bakri dan Wahyu menjadi lebih intens.
    Dalam kasus ini, Ary Bakri menjadi pihak yang mewakili tiga korporasi CPO.
    Melalui Ary Bakri, tiga korporasi ini menyuap para hakim agar mendapatkan vonis ontslag.
    Kelima terdakwa diduga menerima uang suap senilai Rp 40 miliar.
    Rinciannya, Eks Ketua PN Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta, menerima Rp 15,7 miliar; satu orang menerima Rp 2,4 miliar.
    Sementara itu, Djuyamto selaku ketua majelis hakim menerima Rp 9,5 miliar.
    Lalu, para hakim anggota, Ali Muhtarom dan Agam Syarif Baharudin, masing-masing menerima Rp 6,2 miliar.
    Dalam perkara ini, para hakim diduga menerima suap untuk menjatuhkan vonis lepas atau ontslag van alle recht vervolging terhadap terdakwa tiga korporasi dalam kasus korupsi ekspor crude palm oil (CPO) atau bahan baku minyak goreng.
    Tiga korporasi tersebut adalah Permata Hijau Group yang terdiri dari PT Nagamas Palmoil Lestari, PT Pelita Agung Agrindustri, PT Nubika Jaya, PT Permata Hijau Palm Oleo, dan PT Permata Hijau Sawit.
    Kemudian, Wilmar Group yang terdiri dari PT Multimas Nabati Asahan, PT Multi Nabati Sulawesi, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, dan PT Wilmar Nabati Indonesia.
    Lalu, Musim Mas Group yang terdiri dari PT Musim Mas, PT Intibenua Perkasatama, PT Mikie Oleo Nabati Industri, PT Agro Makmur Raya, PT Musim Mas-Fuji, PT Megasurya Mas, dan PT Wira Inno Mas.
    Majelis hakim yang menjatuhkan vonis lepas itu diketuai oleh hakim Djuyamto dengan anggota hakim Agam Syarif Baharudin dan hakim Ali Muhtarom.
    Putusan diketok di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada 19 Maret 2025.
    Atas perbuatannya, para terdakwa diancam dengan Primair Pasal 12 huruf c subsider Pasal 12 huruf a, jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kejagung Sita Rumah Mewah Riza Chalid Seluas 6.570 m2 di Bogor

    Kejagung Sita Rumah Mewah Riza Chalid Seluas 6.570 m2 di Bogor

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menyita satu rumah mewah seluas 6.570 m2 milik tersangka kasus, Riza Chalid (MRC) di Bogor, Jawa Barat.

    Kapuspenkum Kejagung RI, Anang Supriatna mengatakan rumah yang disita itu berlokasi di Perumahan Rancamaya Golf Estate Jalan Bunga Raya Nomor 9, 10, dan 11 Kelurahan Kertamaya, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor.

    “Telah melakukan penyitaan. Selain mobil yang kemarin 2 kali penyitaan, kemarin sudah melakukan penyitaan terhadap satu bidang tanah yang diduga milik tersangka MRC,” ujar Anang di Kejagung, Rabu (27/8/2025).

    Dia menambahkan, rumah tersebut memiliki tiga sertifikat Surat Hak Guna dan Bangunan (SHGB). Perinciannya, SHGB Nomor 01169 dengan luas tanah 2.591 m2; SHGB Nomor 01170 dengan luas tanah 1.956 m2; dan SHGB Nomor 01171 dengan luas tanah 2.023 m2.

    Lebih jauh, Anang menyampaikan bahwa rumah tersebut disita lantaran dibeli oleh Riza Chalid dengan mengatasnamakan perusahaan. Namun, dia tidak mengungkap perusahaan tersebut.

    “Ini atas nama salah satu perusahaan. Nanti tim penyidik juga melakukan pencarian terhadap aset-aset yang lain, selain aset ini,” imbuhnya.

    Adapun, Anang mengemukakan bahwa pihaknya telah menggeledah rumah tersebut pada Selasa (26/8/2025). Dari penggeledahan itu, korps Adhyaksa telah melakukan penyitaan terhadap barang bukti seperti dokumen hingga sertifikat.

    “Dokumen terkait ada, sertifikat segala [disita], ini berkaitan dengan TPPU dengan tindak pidana asalnya korupsi,” pungkasnya.

  • Pengamanan Gedung KPK Masih Biasa saat Bupati Pati Sudewo Diperiksa

    Pengamanan Gedung KPK Masih Biasa saat Bupati Pati Sudewo Diperiksa

    Bisnis.com, JAKARTA – Bupati Pati Sudewo penuhi panggilan KPK untuk diperiksa sebagai saksi terkait perkara dugaan korupsi proyek pembangunan rel kereta api di wilayah Kawah Tengah/Solo Balapan.

    Dari pantauan Bisnis, hanya ada beberapa personel kepolisian dan petugas keamanan KPK yang berjaga di depan Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.

    Selain itu, tidak tampak kendaraan taktis yang biasanya digunakan untuk melerai massa. Adapun penghalau massa hanya berupa kawat besi. Sehingga keamanan saat ini, pukul 10.33 WIB, belum begitu ketat.

    Sebagai informasi, Sudewo tiba di Gedung Merah Putih KPK sekitar pukul 9.40 WIB. Dia mengenakan kemeja batik berwarna cokelat dan masker berwarna biru.

    Sudewo yang sempat koar-koar dengan menantang warga Pati untuk mendemo dirinya, kini irit bicara saat dicecar pertanyaan oleh wartawan. Ketika ditanya wartawan kapasitasnya diperiksa oleh KPK, dia hanya menjawab sebagai saksi.

    “Memenuhi panggilan, [sebagai] saksi,” jelasnya.

    Dia mengaku tidak membawa berkas terkait pemeriksaannya. Selain itu, dia berharap warga Pati yang berencana ingin datang ke KPK untuk mendemo dirinya diberikan keselamatan.

    “Semoga baik-baik saja,” ucapnya.

    Setelah memberikan jawaban tersebut, dia langsung masuk ke lobi KPK untuk proses registrasi. Lalu, dia langsung naik ke atas menuju ruang pemeriksaan.

    Sebelumnya, KPK sempat menjadwalkan pemeriksaan Sudewo pada Jumat (22/8/2025). Namun dia mangkir dari panggilan itu.

    Terlepas dari itu, Bupati Pati Sudewo tengah menjadi sorotan karena dirinya menaikkan PBB daerah hingga 250 persen.

    Keputusan itu memantik warga Pati hingga terjadi demo besar-besaran. Sampai DPRD Pati menggelar rapat hak angket untuk pemakzulan Sudewo.

  • Kejagung Hentikan Sementara Pengusutan Kasus Beras Oplosan, Ada Apa?

    Kejagung Hentikan Sementara Pengusutan Kasus Beras Oplosan, Ada Apa?

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan pihaknya menghentikan sementara pengusutan perkara terkait beras oplosan. 

    Kapuspenkum Kejagung RI Anang Supriatna mengatakan penghentian sementara ini lantaran kasus tersebut beririsan dengan penanganan perkara oleh Satgas Pangan Polri.

    “Sementara ini [pengusutan kasus beras oplosan], kita hold dulu. Artinya karena hampir beririsan,” ujar Anang di Kejagung, dikutip Rabu (27/8/2025).

    Dia menambahkan perkara beras oplosan di kepolisian sudah di tahap penyidikan dan menetapkan sejumlah tersangka. Sementara itu, di Kejagung masih penyelidikan.

    Anang juga mengemukakan meskipun delik perkara yang diusut berbeda, pihaknya tetap mendahulukan pengusutan oleh kepolisian karena masih beririsan.

    “Karena kan sudah penyidikan [di Polri]. Kami kan masih penyelidikan. Jadi kita hormati sana dulu,” pungkasnya.

    Sekadar informasi, korps Adhyaksa sebelumnya tengah melakukan penyelidikan terkait dengan dugaan korupsi terkait penyaluran subsidi terkait beras.

    Pengusutan itu kemudian berkembang ke penyelidikan subsidi alat dan mesin pertanian (Alsintan) dari kementerian terkait. Adapun, alsintan ini termasuk pupuk dan bibit ini dikeluarkan pemerintah agar bisa menciptakan swasembada pangan, khususnya beras.