Kasus: korupsi

  • Ponsel Disita KPK, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto Protes

    Ponsel Disita KPK, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto Protes

    Jakarta (beritajatim.com) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita telepon seluler (ponsel) milik Sekretaris Jenderal DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto.

    Penyitaan dilakulan saat KPK memeriksa Hasto sebagai saksi dengan tersangka Harun Masiku.

    Hasto mengungkapkan, adanya siasat bulus KPK karena di tengah-tengah pemeriksaan stafnya, Kusnadi itu dipanggil penyidik. Penyidik KPK memanggil Kusnadi dengan dalih dipanggil oleh Hasto.

    “Katanya untuk bertemu dengan saya, tetapi kemudian tasnya dan handphone atas nama saya disita,” protes Hasto seusai diperiksa penyidik di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (10/6).

    Hasto keberatan penyidik menyita ponselnya tanpa didasari prosedur hukum acara pidana. Dia menganggap penyidik telah melakukan perbuatan melawan hukum. Pemeriksaan dirinya juga belum masuk dalam pokok perkara.

    “Karena ini sudah suatu bentuk tindakan pro justisia sehingga hak untuk didampingi penasihat hukum harusnya dipenuhi oleh mereka yang menegakkan hukum,” kata Hasto.

    Dia juga menyesali sikap penyidik yang tidak mengizinkan dirinya membawa kuasa hukum saat pemeriksaan.

    “Kami berdebat karena sepengatahuan saya sebagai saksi di dalam KUHAP saya berhak untuk didampingi penasihat hukum. Kemudian akhirnya saya memutuskan pemeriksaan nantinya dilanjutkan pada kesempatan lain,” ujar Hasto.

    Selain itu, Hasto juga menilai. penyidik KPK bertindak tanpa prosedur dan kaidah hukum yang tepat saat melakukan pemeriksaan. Menurut Hasto, dirinya sengaja datang sebagai warga negara yang taat hukum, tetapi penyidik KPK berbuat sebaliknya.

    “Saya datang ke KPK dengan niat baik sebagai seorang warga negara yang taat hukum. Saya di dalam ruangan yang sangat dingin hampir sekitar 4 jam dan bersama penyidik face to face paling kama 1,5 jam, sisanya ditinggal kedinginan,” sesal Hasto. (hen/ted)

  • Pengacara: Hasto Berhadapan dengan Hukum saat Kritik Pemerintah

    Pengacara: Hasto Berhadapan dengan Hukum saat Kritik Pemerintah

    Jakarta (beritajatim.com) – Ronny Talapessy, pengacara dan kuasa hukum Sekretaris Jenderal DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menyebut, pemanggilan kliennya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak bisa dipisahkan dari kritik yang selalu diarahkan ke pemerintah dan politik.

    Ronny membawa dokumen grafik yang menunjukkan adanya tindakan hukum terhadap Hasto ketika mendekati kontestasi politik.Terbaru, lanjut Ronny, ketika Hasto menyampaikan kritik atas hasil Pilpres 2024 yang penuh dengan indikasi kecurangan.

    “Isu ini selalu dinaikkan kalau kami lihat bulan ini, kemudian September ini ketika ada di Museum Fatahilah, Oktober ketika ada putusan MK, kemudian ada pendaftan Saudara Gibran,” kata Ronny saat mendampingi pemeriksaan Hasto di Kantor KPK, Senin (10/6/2014).

    Ronny memaparkan, pada November, Hasto juga menjadi objek panggilan aparat hukum ketika mengkritisi adanya dugaan kriminalisasi terhadap seniman Butet Kartaredjasa, jurnalis Aiman Witjaksono, dan beberapa aktivis.

    “Kemudian Desember ketika masa kampanye, Januari ketika kami menyampaikan adanya abuse of power dugaan mobilisasi aparat, LSM. Kemudian di Maret dan April ini, sangat tinggi, isu ini mulai naik, dinaikkan. Ini untuk kami sampaikan kepada publik karena panggilan kepada lembaga penegak hukum ini berturut-turut,” kata Ronny.

    Ronny juga menjelaskan pekan kemarin Hasto baru memenuhi panggilan Polda Metro Jaya. Di hari yang sama pada sore harinya, Hasto tiba-tiba diumumkan untuk dipanggil penyidik KPK.

    “Ini yang menjadi pertanyaan buat kami, karena apa? Sekarang masuk tahun politik juga, akan masuk Pilkada. Jadi, kami menduga ketika masuk tahun politik isu ini akan dinaikkan terus maka di sini kami hadir untuk mendukung KPK. Jadi kalau penyidik mau sampaikan apa yang mau ditanyakan kami akan sampaikan,” kata Ronny.

    Seperti diketahui, Hasto pada Selasa pekan lalu dipanggil Polda Metro Jaya berdasarkan pernyataan alumnus Universitas Pertahanan (Unhan) itu dalam sebuah wawancara di televisi. Dalam wawancara itu, Hasto mengulas sejumlah isu, salah satunya mengenai indikasi kecurangan dalam pelaksanaan Pemilu 2024.

    Hasto mengatakan polisi tidak memiliki kewenangan mencampuri hal itu karena apa yang disampaikannya merupakan produk jurnalistik. Saat ini, Hasto dipanggil KPK terkait kasus Harun Masiku. [hen/beq]

  • Sekjen PDIP Penuhi Panggilan KPK soal Kasus Harun Masiku

    Sekjen PDIP Penuhi Panggilan KPK soal Kasus Harun Masiku

    Jakarta (beritajatim.com) – Sekretaris Jenderal DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto memenuhi panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (10/6/2024). Hasto diperiksa sebagai saksi dalam kasus terkait Harun Masiku.

    Mengenakan batik dominan cokelat, Hasto tiba di Gedung Merah Putih. Dia didampingi oleh kuasa hukumnya Patra Zen dan Ronny Talapessy serta kolega separtainya, Bonnie Triyana.

    “Sesuai komitmen, saya sebagai warga negara yang taat hukum, hari ini datang memenuhi panggilan dari Komisi Pemberantasan Korupsi,” ujar Hasto saat tiba di pelataran Gedung KPK, Jakarta Selatan, Senin (10/6).

    Dia menegaskan, dirinya diperiksa sebagai saksi. “Saya dipanggil dalam kapasitas sebagai saksi. Jadi, mohon sabar, nanti saya akan memberikan keterangan pers selengkap-lengkapnya,” kata Hasto.

    Sebagaimana diketahui, Harun Masiku telah menjadi DPO KPK sejak 17 Januari 2020. Harun merupakan tersangka suap kepada Pegawai Negeri terkait Penetapan Anggota DPR RI terpilih 2019-2024 di Komisi Pemilihan Umum (KPU).

    Dalam perkara ini, KPK juga telah memproses beberapa pihak, di antaranya mantan anggota KPU Wahyu Setiawan. Sementara itu, ada pula kader PDIP Agustiani Tio Fridelina yang divonis empat tahun penjara, karena ikut menerima suap.

    Wahyu dan Agustiani terbukti menerima suap sebesar SGD19 ribu dan SGD38.350 atau seluruhnya senilai Rp 600 juta dari Harun Masiku. Tujuan penerimaan uang tersebut agar Wahyu dapat mengupayakan KPU menyetujui permohonan pergantian antar waktu (PAW). [hen/beq]

  • Korupsi, Kades Ngariboyo Magetan Dinonaktifkan dan DD Dihentikan Sementara

    Korupsi, Kades Ngariboyo Magetan Dinonaktifkan dan DD Dihentikan Sementara

    Magetan (beritajatim.com) – Sumadi, Kepala Desa Ngariboyo, Kecamatan Ngariboyo, Kabupaten Magetan, Jawa Timur, dinonaktifkan sementara setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengelolaan Anggaran Dana Desa (DD) tahun 2018-2019.

    Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Magetan telah memproses pemberhentian sementara Sumadi dan menahan anggaran Dana Desa Ngariboyo. Hal ini dilakukan setelah Surat Keputusan (SK) pemberhentian sementara Sumadi turun. “Dan nanti akan diganti dengan pelaksana harian oleh Sekretaris Desa (Sekdes),” ujar Eko Muryanto, Kepala DPMD Magetan, Jumat (06/07/2024).

    Penahanan anggaran Dana Desa dilakukan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 145 Tahun 2023 yang mengatur pemberhentian sementara dana desa jika kepala desa terlibat kasus hukum. “Kami juga sudah mengusulkan pemberhentian bantuan dana desa, hal itu sesuai dengan PMK No.145 Tahun 2023,” tambah Eko.

    Namun, beberapa pos anggaran vital tetap harus disalurkan agar pemerintahan desa dapat terus berjalan. “Tetap kami pilah, yang jadi amanah dari dana desa itu tidak boleh dihentikan. Contohnya operasional 3 persen dan ketahanan pangan maksimal 20 persen, itu nanti tetap kami salurkan,” jelasnya.

    Diketahui, Sumadi ditetapkan sebagai tersangka setelah gelar perkara oleh penyidik Kejari Magetan pada awal Mei lalu. Dia terbukti membuat Surat Pertanggungjawaban (SPJ) fiktif untuk pembelian tanah urug dan batu, yang menyebabkan negara merugi sebesar Rp209.642.700.

    Kepala Kejaksaan Negeri Magetan, Yuana Nursiyam, menyebut bahwa dalam kasus ini pihaknya telah memeriksa 22 saksi dan ahli. Hasil pemeriksaan menunjukkan Sumadi bersalah dalam korupsi anggaran dana desa.

    “Kami telah melakukan pemeriksaan terhadap 22 saksi dan pemeriksaan ahli. Tim penyidik pidana khusus sepakat menetapkan kepala desa Ngariboyo sebagai tersangka atas dugaan korupsi pengelolaan dana desa tahun 2018-2019,” kata Yuana.

    Sumadi akan dijerat dengan Pasal 2 ayat 1, 2 dan 3 juncto pasal 18 Undang-Undang Tipikor dan pasal 3 juncto pasal 18 Undang-Undang Tipikor, dengan ancaman hukuman minimal empat tahun penjara. [fiq/kun]

  • Kejari Tetapkan 2 Tersangka Dugaan Korupsi PD BPR Bojonegoro Senilai Rp3,4 Miliar

    Kejari Tetapkan 2 Tersangka Dugaan Korupsi PD BPR Bojonegoro Senilai Rp3,4 Miliar

    Bojonegoro (beritajatim.com) – Dua orang ditetapkan tersangka dugaan kasus tindak pidana korupsi di Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat (PD BPR) Bojonegoro senilai Rp3,4 miliar. Setelah adanya penetapan tersangka, keduanya langsung ditahan di Lapas Kelas IIA Bojonegoro, Kamis (6/6/2024).

    Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Bojonegoro Aditia Sulaeman mengatakan, kedua tersangka yakni perempuan berinisial IWF oknum pegawai di Bank milik Pemkab Bojonegoro, serta seorang laki-laki pengusaha kontruksi berinisial SH.

    Dalam menjalankan aksinya, keduanya diduga bersekongkol membuat pinjaman fiktif. SH diduga melakukan pinjaman di BPR Bojonegoro untuk membiayai usahanya. Untuk pengajuan pinjaman itu, ia dibantu oleh IWF. Namun, berjalannya waktu pinjaman tersebut tidak dibayarkan.

    “Tersangka IWF sebagai Administrator BPR membantu SH dalam pencairan pinjaman tersebut,” ujar Aditia Sulaeman.

    Dari perbuatan dua tersangka itu, negara diduga mengalami kerugian sebesar kurang lebih Rp600 juta. Untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya, kedua tersangka terancam hukuman selama kurang lebih 10 tahun kurungan.

    Keduanya disangka Pasal 2 jo Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-undang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 20 tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

    Untuk diketahui, penyelidikan dugaan pinjaman fiktif di PD BPR Bojonegoro itu sudah dilakukan Kejari Bojonegoro sejak 2021. Penyidik kemudian menaikkan status penyelidikan menjadi penyidikan pada 2022. Dugaan pinjaman fiktif yang terjadi sejak 2015-2018 itu diduga mencapai Rp3,424 miliar.

    Sejak kasus tersebut naik menjadi penyidikan, sedikitnya sudah ada 31 orang saksi yang diperiksa. Mulai dari para debitur, para pejabat kredit pada PD BPR Bank Daerah Bojonegoro maupun pihak-pihak terkait lainnya.

    Data yang dikumpulkan Tim Penyelidik Kejari Bojonegoro, diperoleh fakta bahwa telah terjadi penyimpangan dalam pemberian kredit kepada 24 debitur di PD BPR Bank Daerah Bojonegoro Kantor Cabang Kalitidu dari 2015 hingga 2016 dengan total nilai kredit sebesar Rp524 juta.

    Dan dugaan penyimpangan dalam pemberian kredit konstruksi dari tahun 2015-2017 yang dilakukan oleh BPR Daerah Bojonegoro (Pusat) dengan total kredit senilai Rp2,9 miliar. Sehingga, total kredit senilai Rp3,424 miliar. [lus/ian]

  • 2 Terdakwa Korupsi Pengadaan Gamelan Tulungagung Divonis 3 Tahun Penjara

    2 Terdakwa Korupsi Pengadaan Gamelan Tulungagung Divonis 3 Tahun Penjara

    Tulungagung (beritajatim.com) – Sidang kasus korupsi pengadaan gamelan Tulungagung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya memasuki tahap akhir. Dua terdakwa yaitu, Heri Purnomo dan Zul Kornen Ahmad dijatuhi vonis hukuman 3 tahun penjara dan denda Rp50 juta.

    Vonis majelis hakim terhadap dua terdakwa korupsi pengadaan gamelan di Tulungagung, Jawa Timur ini lebih berat dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Sehingga JPU menerima putusan itu dan tidak mengajukan upaya hukum banding.

    “Dalam sidang putusan, kedua terdakwa terbukti bersalah dan ssecara bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi, ” ujar Kasi Intelijen Kejaksaan Negeri (Kejari) Tulungagung, Amri Rahmanto Sayekti, pada Kamis (6/6/2024).

    Kedua terdakwa tersebut masing-masing Heri Purnomo selaku Pejabat Pembuat Kontrak (PPK) dalam pengadaan alat kesenian gamelan tahun anggaran 2020 untuk lembaga tingkat sekolah dasar. Serta Zul Kornen Ahmad selaku Direktur CV Bina Insan Cita sebagai kontraktor penyedia alat tradisional gamelan.

    Majelis Hakim memvonis kedua terdakwa sesuai dengan Pasal 3 Undang-Undang (UU) Tindak Pidana Korupsi. Yakni hukuman penjara selama 3 tahun dan denda Rp 50 juta. Dalam putusan hakim terdakwa berkewajiban untuk mengembalikan uang kerugian negara sebesar Rp 412.472.508.

    Apabila tidak mengganti uang kerugian negara dalam 1 bulan setelah sidang putusan, maka akan ditambah pidana penjara selama 1 tahun. “Namun kedua terdakwa telah mengembalikan uang negara secara berangsur. Dan saat ini uang yang telah dikembalikan mencapai Rp 390 juta,” paparnya.

    Atas putusan tersebut, JPU menerima dan tidak mengajukan banding. Hal itu dikarenakan putusan hakim lebih tinggi dari tuntutan JPU. Sebelumnya JPU menuntut hukuman 2 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 50 juta. “Kami menerima putusan ini dan tidak mengajukan banding karena vonis lebih tinggi dari tuntutan,” pungkasnya.

    Kasus korupsi pengadaan alat gamelan itu ada di lingkup Dinas Pendidikan Kabupaten Tulungagung tahun anggaran 2020. Pengadaan gamelan dinilai menyalahi aturan, karena tidak melakukan survei dalam penentuan harga perkiraan sendiri (HPS).

    Disisi lain, penunjukan pemenang tender juga tidak melibatkan koordinasi dengan pokja, terkait mundurnya pemenang lain.

    Kasus korupsi dalam pengadaan alat gamelan di Tulungagung berawal dari laporan masyarakat. Dimana hibah gamelan yang diterima oleh puluhan lembaga pendidikan tidak sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan dalam pengadaan yang dilakukan oleh Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Dispendikpora) Tulungagung.

    Kasus ini sudah dinaikan ke tingkat penyidikan pada 30 November 2022 lalu. Kejari juga melibatka tim ahli dari ISI Yogyakarta untuk melakukan pemeriksaan terhadap spesifikasi gamelan tersebut. [nm/ian]

  • KPK Periksa Sekjen PDIP Soal Harun Masiku Senin Pekan Depan

    KPK Periksa Sekjen PDIP Soal Harun Masiku Senin Pekan Depan

    Jakarta (beritajatim.com) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto pada Senin (10/6/2024) pekan depan. Hasto rencananya diperiksa terkait kasus Harun Masiku.

    “Yang bersangkutan dipanggil sebagai saksi untuk hadir di Gedung Merah Putih KPK pada Senin, 10 Juni 2024 pukul 10.00 WIB,” ujar Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri, Kamis (6/6/2024).

    Sebelumnya, Ali menyebut KPK menerima informasi baru terkait keberadaan Harun Masiku. Meski demikian, ia tidak mengungkapkan informasi dimaksud.

    Untuk itu, KPK memerlukan keterangan Hasto Kristiyanto terkait informasi terbaru tersebut. “Untuk dikonfirmasi atas informasi yang KPK terima sebagai informasi baru,” kata Ali, Selasa (4/6/2024).

    Sementara itu, beberapa hari lalu, KPK memeriksa seju.lah saksi terkait Harun Masiku. Mereka adalah Simon Petrus, yang berprofesi sebagai pengacara. Dia diperiksa di gedung Merah Putih KPK pada Rabu (29/5). Kemudian pada Kamis (30/5), penyidik memeriksa seorang mahasiswa atas nama Hugo Ganda.

    Seperti diketahui Harun Masiku merupakan calon anggota legislatif dari PDIP yang menjadi tersangka suap Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2019 Wahyu Setiawan. Namun, Harun melarikan diri sehingga masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) KPK selama empat tahun terakhir.

    Harun Masiku ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan menyuap sebersar Rp 600 juta kepada Wahyu Setiawan, yang saat itu menjabat Komisioner KPU terkait pengurusan PAW DPR. Wahyu pun dijatuhi hukuman 7 tahun penjara dan telah dieksekusi sejak 2021. Hasto juga pernah diperiksa sebagai saksi oleh KPK dalam kasus ini pada 2020 lalu. [hen/beq]

  • Rugikan Negara Rp114 M, Mafia Tanah di Madura Terbongkar Libatkan Pegawai BPN

    Rugikan Negara Rp114 M, Mafia Tanah di Madura Terbongkar Libatkan Pegawai BPN

    Surabaya (beritajatim.com) – Kasus tukar guling (ruislag) Tanah Kas Desa (TKD) milik negara di Kabupaten Sumenep dibongkar Subdit III Tindak Pidana Korupsi (Tipidkor) Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jawa Timur. Dalam kasus itu, polisi menyita 134 aset berupa tanah dan bangunan di Desa Kolor kurang lebih senilai Rp5,8 miliar.

    Kemudian dua aset berupa tanah di Desa Gedungan dengan taksir nilai sekitar Rp 3,4 miliar, dan 6 aset tanah dan bangunan di Sidomulyo, Surabaya, ditaksir sekitar Rp 568 juta.

    Kabid Humas Polda Jawa Timur, Kombes Pol Dirmanto mengatakan dari kasus korupsi yang membuat kerugian negara sejak 1997 silam itu dimainkan oleh tiga orang tersangka yakni Subianto Direktur PT Sinar Mega Indah Persada (SMIP), kemudian pegawai BPN berinisial MH dan MR seorang kepala desa.

    “Modusnya, para tersangka menukar tanah milik negara lalu digunakan untuk Perumahan Bumi Sumekar Asri (BSA) dan diperjual belikan secara komersial oleh PT. SMIP,” kata Dirmanto, Rabu (05/06/2024).

    Dalam kasus tukar guling tanah Kas Desa itu, penyidik memprediksi kerugian negara sebesar 114,440 Miliar. Para tersangka memanfaatkan 3 tanah yang berada di Desa Kolor, Sumenep, Desa Cabbiya, Talango, dan Desa Talango. 3 TKD itu masih berupa petok dan belum pernah diterbitkan sertifikat. Ketiga tanah itulah yang ditukar dengan tanah yang berada di Desa Peberasan, Sumenep.

    “Namun ternyata, tanah 17 hektar yang dibuat pengganti itu adalah milik warga. Warga yang merasa tidak pernah memindahkan tanahnya lantas melapor,” kata Kasubdit Tipikor AKBP Edy Herwiyanto.

    Edy menjelaskan, ketika ditelusuri dari berbagai surat-surat, penyidik menemukan transaksi fiktif. Surat-surat kepemilikan tanah pun juga tidak teregister. Dari situlah polisi meyakini HS melakukan pelanggaran hukum.

    “Kemudian kita lakukan penyelidikan lebih lanjut, ternyata banyak dokumen palsu. Dari proses pengadaan tanah pun tidak sesuai dengan prosedur,” lanjutnya.

    Atas hasil penyelidikan tersebut, pihak kepolisian merasa sudah memegang bukti cukup kuat untuk meningkatkan kasus tersebut ke penyidikan. Namun, usaha penyidik sempat diganjal dengan ora peradilan yang diajukan tersangka.

    “Berulang kali dilakukan pra-peradilan oleh tersangka. Namun, Alhamdulillah oleh pengadilan di tolak, dan kita lakukan proses penyidikan,” ujarnya.

    Meski sudah memasuki tahap penyidikan, tersangka Subianto itu masih nekat melakukan penjualan obyek tanah di ketiga desa itu. Dia juga melakukan pengurusan sertifikat ke BPN dengan alasan sertifikat yang lama hilang.

    “Selain itu, pihak tersangka HS hingga saat ini masih memberikan uang kepada ketiga Kades tersebut, seolah-olah tanah kas pengganti itu disewa oleh HS,” paparnya.

    Ketiga Kades itu juga tak luput dari pemeriksaan polisi. Penyidik juga telah mengkonfirmasi kepada mereka perihal letak obyek TKD ketiga desa itu yang di tukar guling. Namun mereka tak tahu.

    Begitu juga dengan tersangka Subianto, penyidik sempat menginterogasi terkait lokasi obyek tanah pengganti untuk TKD dari ketiga desa tersebut. Namun, penyidik mendapat jawaban sama dengan ketiga Kades tersebut.

    Untuk menguatkan bukti, polisi kemudian melakukan pengecekan di Pemkab setempat, apakah tanah tersebut sudah masuk aset negara atau tidak, ternyata hingga saat ini TKD di ketiga desa itu tercatat sebagai milik negara.

    “Kami telah melakukan penyitaan aset milik Subianto dari hasil kejahatan, setelah mendapatkan ketiga TKD tersebut, dilakukan penjualan dan saat ini ada beberapa obyek yang dikuasai oleh pemiliknya karena telah dijual oleh HS,” jelasnya.

    Dari kasus ini, dua tersangka tidak dilakukan penahanan dengan alasan kesehatan. Pihak Polda Jatim telah membuka layanan pengaduan bagi masyarakat yang merasa dirugikan. Masyarakat bisa menghubungi dan melaporkan melalui Hotline dengan nomor 081234616882.

    “Kenapa dua orang tersangka tidak kita lakukan penahanan? Karena tersangka tersebut sakit, yang satu pakai oksigen dan yang satu pakai kateter,” pungkasnya. (ang/ian)

  • Kejari Ponorogo Lelang 3 Alsintan Hasil Rampasan Kasus Korupsi

    Kejari Ponorogo Lelang 3 Alsintan Hasil Rampasan Kasus Korupsi

    Ponorogo (beritajatim.com) – Ada 3 alat dan mesin pertanian (Alsintan) yang merupakan hasil rampasan kasus korupsi berada di halaman Kejaksaan Negeri (Kejari) Ponorogo. Rencananya, barang bukti kasus korupsi yang terjadi pada tahun 2022 lalu itu, tahun ini akan segera dilelang. Sebab, perkara hukum yang menjerat oknum aparatur sipil negara (ASN) di Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (Dispertahankan) Ponorogo itu, telah mencapai keputusan inkrah.

    “Kejari Ponorogo sedang menyiapkan pelelangan 3 alsintan yang merupakan hasil rampasan dari kasus korupsi yang terjadi pada tahun 2022 lalu,” kata Kepala Seksi Barang Bukti Kejari Ponorogo, Erfandi Kurnia Rahmat, ditulis Rabu (05/06/2024).

    Erfandi menjelaskan jika saat ini, pihaknya intens berkomunikasi dengan Kantor Pengelolaan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Madiun untuk proses lelang tersebut. Proses lelang terus dilalui tahap demi tahap dengan bekerjasama KPKNL Madiun. Setiap unit alsintan ditaksir bernilai sekitar Rp 115 juta.

    “Untuk batas limitnya, kita sudah bersurat dengan KPKNL Madiun. Ya, angkanya dikisaran Rp115 juta per unitnya. Jika nanti sudah pasti angkanya, langsung dibuka lelangnya,” katanya.

    Proses lelang untuk 3 alsintan ini, kata Erfandi tidak semudah membalikkan telapak tangan. Harus ada proses administrasi yang harus dilalui. Termasuk menunggu perkara hukum kasus korupsi ini berkekuatan hukum tetap. Baru setelah itu, bisa dilakukan proses lelang. Nantinya, uang hasil lelangan itu, akan dikembalikan ke kas negara.

    “Uang hasil lelang nanti langsung akan disetorkan ke kas negara,” pungkasnya.

    Berdasarkan arsip berita dari beritajatim.com pada tahun 2022 lalu, Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya sudah memutuskan bersalah kepada Mardan, terdakwa kasus korupsi penyaluran bantuan hibah alat mesin pertanian (alsintan).

    Praktik rasuah yang dilakukan Mardan itu, saat dirinya menjadi aparatur sipil negara (ASN) di Dinas Pertanian Ketahanan Pangan, dan Perikanan (Dipertahankan) Kabupaten Ponorogo. Dana hibah dari Dirjen Prasarana dan Sarana Kementrian Pertanian RI dari sumber dana APBN Tahun anggaran 2018, kepada Kelompok Tani di Kabupaten Ponorogo diselewengkan oleh terdakwa.

    Terdakwa Mardan terbukti bersalah, karena melanggar pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

    Majelis hakim menjatuhkan putusan hukuman 6 tahun penjara kepada terdakwa. Selain pidana pokok 6 tahun penjara, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya juga menjatuhkan pidana denda sebanyak Rp 200 juta dengan subsider 4 bulan. Selain itu, terdakwa juga harus membayar uang pengganti sebanyak Rp4 miliar. [end/aje]

  • India Mulai Hitung Hasil Pemilu, Modi Hampir Pasti Menang?

    India Mulai Hitung Hasil Pemilu, Modi Hampir Pasti Menang?

    Jakarta

    India pada hari Selasa (04/06) mulai menghitung lebih dari 640 juta suara dalam pemilihan umumnya. Perdana Menteri Narendra Modi hampir pasti akan meraih kemenangan dengan gerakan nasionalis Hindu-nya yang telah membuat oposisi gelisah dan semakin prihatin terhadap hak-hak minoritas.

    Exit poll menunjukkan Modi, 73 tahun, berada di jalur yang tepat untuk meraih kemenangan, setelah pemilihan suara dilakukan dalam tujuh tahap di negara dengan populasi terpadat di dunia ini. Pemilihan umum yang berlangsung selama enam minggu dan diikuti oleh 642 juta orang ini dipandang sebagai sebuah referendum bagi Modi.

    Jika dia menang, maka ini akan menjadi kali kedua seorang pemimpin India mempertahankan kekuasaan untuk masa jabatan ketiga setelah Jawaharlal Nehru, perdana menteri pertama India. Modi mengatakan pada akhir pekan lalu bahwa ia yakin “rakyat India telah memberikan suara dalam jumlah yang sangat besar” untuk memilih kembali pemerintahannya.

    Para pengamat percaya bahwa daya tariknya pada sentimen nasionalis Hindu yang sedang tumbuh akan memberinya masa jabatan ketiga dalam kekuasaan. Lawan Modi telah berjuang untuk melawan kampanye besar-besaran Partai Bharatiya Janata (BJP), dan telah dilumpuhkan oleh konflik kasus-kasus kriminal bermotif politik yang bertujuan untuk menghalau para penantang.

    Lawan politik Modi ditekan

    Lembaga think tank Amerika Serikat, Freedom House, mengatakan tahun ini bahwa BJP “semakin sering menggunakan institusi-institusi pemerintah untuk menargetkan lawan-lawan politiknya”.

    Pada hari Minggu (02/06), Arvind Kejriwal, politisi senior oposisi India dan pemimpin kunci dalam aliansi yang dibentuk untuk bersaing dengan Modi, kembali ke penjara.

    Kejriwal, 55 tahun, ditahan pada bulan Maret lalu atas penyelidikan korupsi yang telah berlangsung lama, tetapi kemudian dibebaskan dan diizinkan untuk berkampanye selama ia kembali ke tahanan setelah pemungutan suara berakhir.

    Menjelang pemilihan umum, banyak dari 200 juta lebih minoritas muslim semakin gelisah dengan masa depan mereka dan tempat mereka di negara yang secara konstitusional bersifat sekuler ini. Modi sendiri membuat sejumlah komentar keras tentang warga muslim di kampanyenya, dengan menyebut mereka sebagai “penyusup”.

    Partisipasi pemilih turun akibat gelombang panas

    Ketua Pemilu Kumar, pada hari Senin (03/06), menyatakan bahwa 642 juta suara yang masuk merupakan “rekor dunia”.

    Namun, berdasarkan angka komisi pemilihan umum, jumlah pemilih mencapai 66,3 persen dari 968 juta pemilih. Angka ini turun sekitar satu persen dari 67,4 persen pada jajak pendapat terakhir pada tahun 2019.

    Data pemilih akhir belum dirilis karena pemungutan suara ulang berlangsung di dua lokasi di negara bagian Benggala Barat pada hari Senin (03/06).

    Beberapa pakar mengatakan jumlah pemilih yang lebih rendah terjadi akibat gelombang panas di seluruh India utara, dengan suhu lebih dari 45 derajat Celsius.

    Sedikitnya 33 staf pemungutan suara meninggal akibat gelombang panas, dengan suhu mencapai 46,9 derajat Celsius, pada hari Sabtu (01/06), di negara bagian Uttar Pradesh saja.

    Kumar mengakui bahwa pemungutan suara seharusnya dijadwalkan untuk berakhir sebulan lebih awal. “Kami seharusnya tidak melakukannya dalam cuaca yang sangat panas,” katanya.

    pkp/ha (AFP, AP)

    (ita/ita)