Kasus: korupsi

  • KPK Sita Mobil dan Barang Mewah dalam Penggeledahan Kasus Hibah Provinsi Jatim

    KPK Sita Mobil dan Barang Mewah dalam Penggeledahan Kasus Hibah Provinsi Jatim

    Jakarta (beritajatim.com) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mengambil langkah tegas dalam penyidikan dugaan korupsi terkait Pengurusan Dana Hibah untuk Kelompok Masyarakat (Pokmas) yang bersumber dari APBD Provinsi Jawa Timur.

    Penggeledahan yang dilakukan pada 10 rumah atau bangunan di beberapa wilayah Jawa Timur membuahkan hasil signifikan dengan penyitaan berbagai aset mewah, termasuk kendaraan dan barang berharga.

    Dalam penggeledahan yang berlangsung dari 30 September hingga 3 Oktober 2024, KPK menyita sejumlah barang mewah. Di antaranya, tujuh unit kendaraan yang terdiri dari Toyota Alphard, Mitsubishi Pajero, Honda CRV, Toyota Innova, Toyota Hillux, Toyota Avanza, dan satu unit kendaraan merk Isuzu. Selain itu, barang-barang berharga seperti jam tangan Rolex dan dua cincin berlian turut diamankan oleh penyidik KPK.

    Tessa Mahardika Sugiarto, Juru Bicara KPK, mengonfirmasi bahwa penggeledahan ini dilakukan di beberapa lokasi seperti Kota Surabaya, Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Pamekasan, Kabupaten Sampang, dan Kabupaten Sumenep.

    Namun, hingga saat ini, KPK belum merinci identitas pemilik rumah atau bangunan yang digeledah, baik tersangka maupun saksi dalam kasus ini.

    Selain kendaraan dan barang mewah, KPK juga menyita uang tunai dalam mata uang asing dan rupiah dengan total nilai sekitar Rp1 miliar. Penyitaan lain meliputi barang bukti elektronik seperti handphone, hard disk, dan laptop, serta dokumen-dokumen penting seperti buku tabungan, sertifikat tanah, kuitansi, dan surat-surat kendaraan.

    KPK menyatakan bahwa penyidikan ini masih terus berkembang. Tessa memastikan KPK akan menindak tegas dan meminta pertanggungjawaban kepada pihak-pihak yang terlibat.

    Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan 21 tersangka, terdiri dari 4 penerima yang sebagian besar merupakan penyelenggara negara, serta 17 tersangka pemberi, di antaranya 15 pihak swasta dan 2 penyelenggara negara.

    Kasus ini menyoroti betapa seriusnya korupsi dalam pengelolaan dana hibah di tingkat pemerintahan daerah, dan menjadi peringatan bagi pihak-pihak yang terlibat dalam penyalahgunaan dana publik. [hen/ian]

  • Kejati Jatim Tetapkan Pasutri Sebagai Tersangka Dalam Korupsi di PT INKA

    Kejati Jatim Tetapkan Pasutri Sebagai Tersangka Dalam Korupsi di PT INKA

    Surabaya (beritajatim.com) – Penyidik pidana khusus Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur menetapkan dua tersangka baru dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi pemberian dana talangan PT INKA (persero) dalam proyek solar photovoltoic power plant 200 mw di kinshasa kepada joint venture tgg infrastructure.

    Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur Dr Mia Amiati mengatakan dua tersangka baru yang ditetapkan adalah TN dan SI pasangan suami istri yang merupakan vendor di PT INKA. TN selaku finance advisor dan SI Direktur Utama PT TSGU.

    Penetapan tersangka tersebut kata Mia, berdasarkan surat perintah penyidikan kepala kejaksaan tinggi jawa timur nomor: print-769/m.5/fd.2/06/2024 tanggal 06 juni 2024, penyidik telah melakukan serangkaian tindakan penyidikan meliputi pemeriksaan saksi – saksi yang berjumlah sekitar 26 orang, penggeledahan pada beberapa lokasi guna melengkapi alat bukti serta melakukan koordinasi dengan badan pengawasan keuangan dan pembangunan (BPKP) perwakilan Jawa Timur guna melakukan perhitungan kerugian keuangan negara dan telah menetapkan tersangka yang diduga terlibat dalam tindak pidana dimaksud.

    Perbuatan tersangka lanjut Mia, dilakukan pada bulan desember 2019 tersangka BN yang saat ini telah dilakukan penahanan, melakukan pertemuan dengan CEO perusahaan asing bersama – sama dengan TN dalam kedudukan sebagai regional head perusahaan fund raising bernama TGC serta SI yang menjabat direktur utama PT TSGU untuk membahas potensi pekerjaan perkeretaapian di democratic republik of Congo (drc).

    “ Tersangka BN selaku Dirut PT INKA pada waktu tersebut, pada sekira bulan Maret 2020 memberikan uang sebesar Rp 2 miliar kepada TN melalui transfer kepada rekening PT TSGU dengan direktur utama SI yang merupakan suami dari TN guna kepentingan operasional SI,” ujar Mia dalam jumpa pers di Kejati Jatim, Kamis (9/10/2024).

    Tersangka TN

    Para pihak yang terlibat dalam rencana proyek di drc tersebut diantaranya PT INKA (persero) tahun 2020 bersama – sama SI selaku dirut PT TSGU , TN selaku head regional TGC dan saksi GA selaku dirut PT IMST yang merupakan afiliasi PT INKA serta pihak lain yang berkepentingan.

    Pada sekitar bulan Penruari 2020 perusahaan tersebut melakukan pembahasan pendirian perusahaan di Singapura dan menyepakati PT IMST (Inka Multi Solusi Trading) yang merupakan cucu PT INKA bersama – sama TSGU segera membentuk special purpose vehicle (SPV) di Singapura dengan proporsi kepemilikan saham 51 % dimiliki oleh PT IMST dan 49 % dimiliki oleh PT TSGU dengan direktur utama SI.

    “Padahal berdasarkan surat keputusan menteri BUMN no. sk-315/mbu/12/2019 menghentikan sementara waktu pendirian anak perusahaan atau perusahaan patungan di lingkungan dan berlaku terhadap perusahaan atau afiliasi yang terkonsolidasi ke BUMN termasuk cucu perusahaan atau turunannya,” ujar Kajati.

    Kemudian pada tanggal 24 juni 2020 berdiri special purpose vehicle di Singapura yang bernama TSGU infrastructure, PTE LTD dengan pembiayaan pendirian sebesar Sgd 40.000 ditanggung oleh PT IMST.

    “ Saudara SI selaku Dirut PT TSGU menyampaikan kepada tersangka BN yang saat itu menjabat Dirut PT INKA bahwa untuk dapat melaksanakan pekerjaan perkeretaapian di drc, memerlukan penyediaan energi solar photovoltoic 200 mw dari perusahaan energi sunplus sarl yang saham mayoritasnya dimiliki oleh TSGU dengan cara melakukan pembayaran power purchase agreement (ppa) kepada sunplus sarl,” ujar Kajati.

    Tersangka BN selaku Dirut PT INKA pada bulan Juli 2020 selanjutnya menyetujui pengiriman uang sejumlah $265.300 kepada pihak lain dengan bank penerima di Turki dengan alasan keperluan ground breaking proyek solar pv 200 mw oleh PT TSGU infra di kinshasa drc.

    Kemudian pada 23 September 2020, Tersangka BN selaku Dirut PT INKA selanjutnya memberikan dana talangan dengan mekanisme pemberian pinjaman dan melakukan pengiriman uang beberapa kali. Pada 25 september 2020 BN mentransfer sejumlah Rp 15 miliar ke rekening TSGU dengan dirut SI yang kemudian sejumlah Rp 7 miliar ditransfer dari rek TSGU kepada rekening dengan direktur utama TN yang merupakan istri SI.

    Kemudian pada 31 desember 2020, PT INKA mentransfer uang sejumlah Rp 3.550.000.000 kepada TSGH yang kemudian ditransfer ke rekening PT CGI dengan direktur utama TN yang merupakan istri SI. “PT CGI ini dimiliki oleh SI dan keluarganya,” tambah Kajati.

    Akibat perbuatan pihak – pihak terkait, diduga telah merugikan keuangan negara kurang lebih sebesar Rp 21.153.475.000 dan $265.300,00 Usd serta $40.000 Sgd

    Sesuai hasil penyidikan dan berdasarkan alat bukti yang didapat penyidik tindak pidana khusus pada Kejati Jatim pada tanggal 1 Oktober 2024 telah menetapkan BN yang menjabat sebagai direktur utama pt inka (persero) tahun 2020 sebagai tersangka . “Dan dalam kesempatan ini sebagaimana hasil penyidikan, penyidik kembali menetapkan tersangka yaitu TN selaku finance advisor PT INKA dan SI selaku direktur utama PT TSGU sekaligus pemegang saham. “Tersangka TN dan SI kita tahan di cabang Rutan Klas 1 Surabaya di Kejati Jatim,” ujarnya. [uci/kun]

  • Terdakwa Korupsi Pemotongan Insentif ASN di Sidoarjo Divonis 4 Tahun Penjara

    Terdakwa Korupsi Pemotongan Insentif ASN di Sidoarjo Divonis 4 Tahun Penjara

    Sidoarjo (beritajatim.com) – Siska Wati, terdakwa dalam kasus dugaan pemotongan insentif Aparatur Sipil Negara (ASN) di Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Pemkab Sidoarjo, dijatuhi hukuman 4 tahun penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya, Rabu (9/10/2024).

    Selain itu, Siska juga didenda Rp 300 juta dengan subsider 3 bulan kurungan penjara. Putusan ini dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim, Ni Putu Sri Indayani.

    Majelis hakim menyatakan bahwa terdakwa terbukti bersalah dalam kasus korupsi yang merugikan insentif pegawai BPPD.

    “Terdakwa bersalah secara sah dan meyakinkan dalam tindak pidana korupsi pemotongan insentif pegawai BPPD Sidoarjo,” tegas Ni Putu.

    Hukuman ini lebih ringan dibanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK yang menuntut Siska dengan hukuman 5 tahun 8 bulan penjara.

    Dalam sidang sebelumnya, JPU KPK tidak menyebut adanya kerugian negara atau tuntutan denda, namun hakim menambahkan denda dalam putusannya. Faktor yang memberatkan hukuman adalah bahwa tindakan terdakwa bertentangan dengan kebijakan negara, meskipun terdakwa telah mengikuti pendidikan kedinasan yang dibiayai negara.

    Di sisi lain, hal-hal yang meringankan antara lain terdakwa belum pernah dipidana, kooperatif selama persidangan, serta memiliki tanggungan keluarga.

    Setelah berunding dengan penasihat hukumnya, Siska menyatakan akan mengajukan banding. “Kami akan mengajukan banding atas putusan ini,” kata penasihat hukumnya, Erlan Jaya Putra.

    Selain putusan untuk Siska, majelis hakim juga menjatuhkan vonis terhadap terdakwa lain, Ari Suryono, dengan hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp500 juta. Ari diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp2,7 miliar, dengan ancaman pidana tambahan jika tidak mampu membayar. Baik Ari Suryono maupun JPU KPK masih mempertimbangkan untuk mengajukan banding. [isa/beq]

  • Pakar Hukum Dorong KPK Tindak Lanjuti Dugaan Korupsi Dana Iklan Bank BJB

    Pakar Hukum Dorong KPK Tindak Lanjuti Dugaan Korupsi Dana Iklan Bank BJB

    Surabaya (beritajatim.com) – Pakar hukum dan aktivis anti korupsi, Hardjuno Wiwoho, mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera menindaklanjuti dugaan kasus korupsi terkait mark-up dana iklan salah satu bank, yang diduga melibatkan Bank BJB. Menurut Hardjuno, KPK harus menjaga kredibilitas dalam pemberantasan korupsi dengan menyelesaikan kasus ini secara tuntas.

    “Publik membutuhkan kejelasan mengenai pihak-pihak yang bertanggung jawab dalam kasus ini. KPK harus segera mengumumkan tersangka agar proses hukum berjalan lancar dan adil,” ujar Hardjuno dalam keterangannya di Surabaya, Rabu (9/10/2024).

    Hardjuno menilai langkah KPK dalam menuntaskan kasus ini akan berdampak besar terhadap kepercayaan nasabah Bank BJB. Transparansi menjadi kunci untuk menghindari kebingungan dan ketidakpastian di masyarakat.

    “Saya mendorong KPK untuk mendalami kasus ini dan memprosesnya sesuai aturan hukum yang berlaku, demi kepastian hukum dan kenyamanan nasabah Bank BJB,” tegasnya.

    Lebih lanjut, Hardjuno menjelaskan bahwa bank seperti BJB sangat rentan terhadap isu-isu sensitif. Bahkan, isu kecil bisa berdampak besar pada performa dan kepercayaan publik terhadap bank tersebut.

    “Kepercayaan publik terhadap Bank BJB harus menjadi prioritas. Jangan sampai kasus ini menggerus kepercayaan yang sudah terbangun selama ini,” imbuhnya.

    Hardjuno juga mengingatkan bahwa lambatnya pengumuman tersangka bisa meningkatkan keraguan publik terhadap Bank BJB, yang berpotensi menimbulkan risiko seperti penarikan dana besar-besaran (rush) yang dapat merugikan bank secara signifikan.

    Sebagai bank yang telah menerima berbagai penghargaan, menurut Hardjuno, Bank BJB harus menjaga reputasinya. Dugaan kasus korupsi ini bisa mencoreng citra positif yang selama ini dibangun oleh bank tersebut.

    “Penyelesaian kasus ini sangat penting agar kinerja Bank BJB dalam melayani masyarakat tidak terganggu. Bank BJB berperan penting dalam mendukung perekonomian daerah, sehingga kinerjanya harus tetap optimal,” tambahnya.

    Di akhir pernyataannya, Hardjuno menegaskan bahwa setiap pelanggaran hukum, terutama yang melibatkan keuangan negara, harus diselesaikan dengan cepat dan tepat.

    “Setiap pelanggaran pidana terkait dana publik harus segera ditindaklanjuti. Bank BJB adalah institusi yang maju dan sudah meraih banyak penghargaan. Maka dari itu, integritas dan kepercayaan publik terhadap bank ini perlu terus dijaga,” pungkasnya. [asg/beq]

  • Jalani Sidang Lanjutan di Tipikor Surabaya, Gus Muhdlor Didampingi Keluarga

    Jalani Sidang Lanjutan di Tipikor Surabaya, Gus Muhdlor Didampingi Keluarga

    Sidoarjo (beritajatim.com) –  Ahmad Muhdlor Ali atau Gus Muhdlor kembali menjalani sidang lanjutan dugaan korupsi pemotongan dana insentif ASN BPPD Sidoarjo. Dalam sidang kali ini, Gus Mudhlor tampak didampingi keluarganya.

    Gus Muhdlor terlihat tenang dengan memakai kemeja batik. Dalam sidang kali ini, JPU menghadirkan 5 saksi untuk menyampaikan keterangan di depan Majelis Hakim.

    Mereka adalah Mantan Kepala BPPD Sidoarjo Ari Suryono, Mantan Kassubag Umum dan Kepegawaian Siska Wati, Mantan Sekretaris BPPD Sidoarjo Hadi Yusuf, Sekretaris BPPD Sidoarjo Sulistiyono, dan pegawai BPPD Sidoarjo Rahma Fitri Kristiani.

    Di sidang tersebut terungkap aliran dana Rp 50 juta per bulan yang diambilkan dari dana potongan insentif pajak yang didakwakan kepada Gus Mujdlor.

    Ternyata Gus Muhdlor tidak pernah meminta uang tersebut. Ini sesuai dengan keterangan Ari Suryono yang sudah dituntut JPU 7 tahun 6 bulan penjara.

    Menurut Ari Suryono, Gus Muhdlor cuma meminta bantuan agar penggajian pegawai di Pendopo turut dipikirkan. BPPD Sidoarjo kemudian memotong insentif pajak ASN.

    “Beliau mengatakan kalau di pendopo ada pengawal, sopir, dan pembantu yang bekerja 24 jam. Mereka tidak digaji dari dana pemkab. Beliau minta bantuan agar mereka diurus,” kata Ari dalam sidang.

    Ari Suryono menegaskan, nominal Rp 50 juta juga bukan permintaan dari Gus Muhdlor. Yang meminta uang tersebut adalah staf pendopo, Achmad Masruri. Achmad Masruri menemui Ari Suryono dan mengatakan kebutuhan pegawai di pendopo mencapai Rp 50 juta.

    Sejak saat itu, Achmad Masruri menerima uang Rp 50 juta setiap awal bulan. Sebagian besar uang itu dikirim oleh Siska Wati dan terkadang dikirim langsung oleh Ari Suryono. Jadi, Gus Muhdlor tidak pernah menerima sepeserpun uang dari BPPD.

    Saat baru menjabat sebagai Kepala BPPD Sidoarjo, Ari Suryono juga diberitahu bahwa ada dana sedekah yang dipotong dari insentif pajak para pegawai BPPD.

    Dana tersebut digunakan untuk biaya kebersamaan seperti karya wisata. Perintah pemotongan dana insentif pajak tersebut bukan dari Gus Muhldor. Melainkan sudah terjadi di masa bupati sebelumnya.

    “Kata Siska Wati dan Hadi Yusuf, sejak dulu memang begitu,” katanya.

    Ari Suryono kemudian berinisiatif untuk mengambilkan dana kebutuhan para pegawai pendopo itu dari uang sedekah. Padahal, Gus Muhdlor saat itu tidak menginstruksikan apapun. “Saya diskusikan dengan Siska Wati untuk diambilkan dari dana sedekah tersebut,” katanya.

    Seperti diketahui, kasus ini berawal dari adanya OTT KPK di kantor BPPD Sidoarjo, 25 Januari lalu. Saat itu KPK mengamankan 11 orang, termasuk Ari dan Siskawati. Keduanya diduga terlibat dalam pemotongan intensif ASN BPPD Sidoarjo 10 hingga 30 persen. [uci/ted]

  • Gus Muhdlor Klaim Tak Pernah Perintahkan Potong Insentif ASN BPPD Sidoarjo

    Gus Muhdlor Klaim Tak Pernah Perintahkan Potong Insentif ASN BPPD Sidoarjo

    Sidoarjo (beritajatim.com) – Bupati Sidoarjo non aktif, Ahmad Muhdlor Ali, (Gus Muhdlor) mengklaim tak pernah memerintahkan untuk memotong insentif ASN Sidoarjo. Hal ini terungkap pada sidang lanjutan kasus dugaan korupsi pemotongan dana insentif ASN BPPD Sidoarjo di PN Surabaya, Senin (7/10/2024)

    Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari KPK menghadirkan 5 saksi. Mereka adalah mantan Kepala BPPD Sidoarjo Ari Suryono, mantan Kassubag Umum dan Kepegawaian Siska Wati, mantan Sekretaris BPPD Sidoarjo A Hadi Yusuf, Sekretaris BPPD Sidoarjo Sulistiyono, dan pegawai BPPD Sidoarjo Rahma Fitri Kristiani.

    Di sidang tersebut terungkap aliran dana Rp50 juta per bulan yang diambilkan dari dana potongan insentif ASN BPPD Sidoarjo. Ini sesuai dengan keterangan Ari Suryono.

    Ari Suryono sendiri sudah dituntut JPU 7 tahun 6 bulan penjara. Dia menyebut, bahwa Gus Muhdlor tidak pernah meminta uang tersebut. Menurutnya, Gus Muhdlor cuma meminta bantuan agar penggajian pegawai di pendopo turut dipikirkan. BPPD Sidoarjo kemudian memotong insentif pajak ASN.

    “Beliau mengatakan kalau di pendopo ada pengawal, sopir, dan pembantu yang bekerja 24 jam. Mereka tidak digaji dari dana pemkab. Beliau minta bantuan agar mereka diurus,” kata Ari di ruang sidang Cakra Pengadilan Tipikor PN Surabaya di Sidoarjo.

    Ari Suryono menegaskan, nominal Rp50 juta juga bukan permintaan dari Gus Muhdlor. Yang meminta uang tersebut adalah staf pendopo, Achmad Masruri. Achmad Masruri menemui Ari Suryono dan mengatakan kebutuhan pegawai di pendopo mencapai Rp 50 juta.

    Sejak saat itu, Achmad Masruri menerima uang Rp 50 juta setiap awal bulan. Sebagian besar uang itu dikirim oleh Siska Wati dan terkadang dikirim langsung oleh Ari Suryono. Jadi, Gus Muhdlor tidak pernah mengirimkan uang untuk menggaji staf pendopo.

    Saat baru menjabat sebagai Kepala BPPD Sidoarjo, Ari Suryono juga diberitahu bahwa ada dana sedekah yang dipotong dari insentif pajak para pegawai BPPD. “Yang memberi tahu adanya dana sedekah adalah Siska Wati dan A Hadi Yusuf,” tambah Ari Suryono.

    Ari Suryono kemudian berinisiatif untuk mengambilkan dana kebutuhan para pegawai pendopo itu dari uang sedekah. Padahal, Gus Muhdlor saat itu tidak menginstruksikan apapun. “Saya diskusikan dengan Siska Wati untuk diambilkan dari dana sedekah tersebut,” katanya.

    Sepeti diketahui, kasus ini berawal dari adanya OTT KPK di kantor BPPD Sidoarjo, 25 Januari lalu. Saat itu KPK mengamankan 11 orang, termasuk Ari dan Siska Wati. Keduanya diduga terlibat dalam pemotongan intensif ASN BPPD Sidoarjo 10 hingga 30 persen. [isa/beq]

  • Pakar Hukum Desak KPK Usut Dugaan Korupsi Dana CSR

    Pakar Hukum Desak KPK Usut Dugaan Korupsi Dana CSR

    Surabaya (beritajatim.com) – Pakar Hukum dan pegiat anti korupsi, Hardjuno Wiwoho, menuntut keseriusan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam mengusut dugaan penyalahgunaan dana Corporate Social Responsibility (CSR) di Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

    Menurutnya, keterlibatan KPK dalam kasus ini sangat krusial untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas penggunaan dana tersebut.

    Pelibatan lembaga antirasuah dinilai penting untuk menghindari praktik penyelewengan yang berpotensi merugikan masyarakat. Hardjuno menekankan pentingnya pengawasan ketat terhadap aliran dana dan program-program yang didanai oleh CSR dari lembaga negara.

    “KPK perlu mendalami secara menyeluruh ke mana aliran dana tersebut mengarah, program-program apa saja yang telah didanai, dan apakah nilai serta manfaat yang diperoleh masyarakat sudah sesuai dengan yang dijanjikan. Penggunaan dana CSR harus transparan dan dapat dipertanggungjawabkan,” ujar Hardjuno saat dihubungi di Surabaya, Senin (7/10/2024).

    Hardjuno juga menyatakan bahwa pentingnya pengungkapan kasus ini untuk memastikan dana yang disalurkan benar-benar dimanfaatkan sesuai dengan peruntukannya. Ia menegaskan agar KPK segera mengambil tindakan tegas terhadap pihak-pihak yang diduga terlibat.

    “Kami mendesak KPK untuk segera bongkar dan menangkap oknum pelaku dugaan korupsi dana CSR dari BI dan OJK. Ini sudah keterlaluan karena dana CSR adalah dana tanggung jawab sosial untuk rakyat, kok sampai-sampai bisa tega di korupsi,” tegasnya.

    Sebagai kandidat doktor bidang Hukum dan Pembangunan dari Universitas Airlangga, Hardjuno mengingatkan bahwa dana CSR, khususnya yang berasal dari lembaga negara, seharusnya dialokasikan untuk kepentingan sosial seperti beasiswa, bantuan UMKM, dan pembangunan fasilitas umum. Ia menambahkan bahwa para pejabat yang terlibat harus segera diadili.

    “Siapapun pejabat negara baik dari eksekutif maupun legislatif yang terindikasi terlibat korupsi Dana CSR tersebut harus segera diungkap dan ditangkap,” tegasnya.

    Hardjuno juga menyoroti urgensi pengesahan Undang-Undang Perampasan Aset sebagai upaya untuk memiskinkan pelaku korupsi dan memulihkan kerugian negara yang besar akibat tindakan mereka. Ia menilai, dana CSR ini adalah uang rakyat yang harus dipertanggungjawabkan dengan penuh transparansi.

    “Dan dana CSR ini uang rakyat. Makanya, mereka yang diduga melakukan korupsi dana CSR harus dimiskinkan,” tambahnya.

    Hardjuno menekankan pentingnya integritas KPK dalam menangani kasus ini. Ia berharap, kasus dugaan korupsi ini dapat menjadi momentum bagi KPK untuk kembali membangun kepercayaan publik bahwa dana yang seharusnya digunakan untuk masyarakat akan dipertanggungjawabkan sesuai dengan tujuannya.

    “KPK harus menjaga integritas dalam penanganan kasus ini, agar publik dapat kembali percaya bahwa dana yang seharusnya digunakan untuk kepentingan masyarakat benar-benar dipergunakan sesuai tujuan awalnya,” tutup Hardjuno. [asg/beq]

  • 7 Mobil Terparkir di Mapolres Bangkalan, Diduga Sitaan KPK

    7 Mobil Terparkir di Mapolres Bangkalan, Diduga Sitaan KPK

    Bangkalan (beritajatim.com) – Sebanyak tujuh mobil terparkir di halaman Mapolres Bangkalan dan dipasangi garis polisi. Diduga, mobil-mobil tersebut merupakan sitaan KPK.

    Tujuh unit mobil tersebut yakni Toyota Avanza full stiker putih bertuliskan Kaconk Mahfud Institute dengan nomor polisi L 1761 WV, bus mini berwarna merah dengan nopol M 7006 HB, Honda CRV Prestige dengan nopol M 788 LS, Innova Venturer putih dengan nopol L 1281 GH, Pajero hitam dengan nopol L 888 BY, Toyota Alpard hitam dengan nopol L 988 MA dan Toyota Hilux merah dengan nopol L1096 UUl.

    Salah satu petugas kepolisian yang enggan disebut namanya mengaku jika mobil tersebut bukanlah hasil sitaan instansinya. Namun, dia enggan menjelaskan pihak yang menyita mobil tersebut.

    “Tidak,” singkatnya, Jumat (4/10/2024).

    Seperti yang diberitakan sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diduga kembali melakukan penggeledahan di Bangkalan. Lembaga antirasuah itu diduga sudah ada di Bangkalan sejak tiga hari.

    Pj Bupati Bangkalan, Arief M Edie mengatakan kunjungan KPK dalam rangka evaluasi Monitoring Center for Prevention (MCP) di Pemkab Bangkalan.

    “Iya betul ada kunjungan dari Tim korsupgah dalam rangka monev MCP, kegiatan tersebut sudah terjadwal seminggu sebelumnya. Hanya agenda itu yang kami ketahui,” ujarnya, Rabu (2/10/2024).

    Terpisah, Juru Bicara KPK, Tessa Mahardika membenarkan adanya penggeledahan di salah satu tempat di Jawa Timur.

    “Iya betul ada penggeledahan di Jatim. Untuk lengkapnya nunggu selesai kegiatan berlangsung. Nanti kita rilis secara resmi,” tandasnya. [sar/beq]

  • Kasus Korupsi Dana Desa Tambakrejo, Kejari Tulungagung Tetapkan Tersangka Baru

    Kasus Korupsi Dana Desa Tambakrejo, Kejari Tulungagung Tetapkan Tersangka Baru

    Tulungagung (beritajatim.com) – Kejari (Kejaksaan Negeri) Tulungagung mengembangkan kasus korupsi Dana Desa (DD), di Tambakrejo, Kecamatan Sumbergempol. Dalam kasus ini mereka menetapkan Kepala Desa Tambakrejo, Suratman (49) sebagai tersangka.

    Tak berhenti di sini, mereka juga menetapkan tersangka baru bernama Hadi (54), warga Kecamatan Boyolangu. Tersangka diketahui meruapakan pemilik sejumlah CV, yang menyediakan kwitansi fiktif dalam kasus tersebut.

    Kasi Intelejen Kejari Tulungagung, Amri Rahmanto Sayekti mengatakan, sebanyak 20 saksi telah dimintai keterangan dalam kasus ini. Dari hasil pemeriksaan tersebut mereka menetapkan tersangka baru yang berperan menyediakan kwitansi fiktif untuk laporan pertangungjawaban.

    “Jadi tersangka baru ini merupakan pemilik CV, yang bersangkutan berperan sebagai penyedia kwitansi fiktif. Seolah-olah dana desa dibelanjakan di CV tersangka namun ternyata tidak,” ujarnya, Kamis (3/10/2024).

    Dari hasil penyelidikan selama kurun waktu 2020-2022, Kepala Desa mengalokasikan DD untuk modal penyerta BUMDes. Namun dalam LPj diketahui modal tersebut tidak diberikan kepada BUMDes dan justru diberikan beberapa alat kesehatan dan kebutuhan lain untuk penangan Covid-19 dari CV tersangka ini.

    “Ternyata kwitansi yang dilaporkan tersebut fiktif, tidak ada transaksi, tersangka membantu membuatkan CV untuk korupsi Dana Desa,” tuturnya.

    Usai ditetapkan sebagai tersangka, Hadi langsung dijebloskan ke Lapas Klas II B Tulungagung hingga 20 hari kedepan. Dalam kasus ini, berdasarkan audit yang dilakukan inspektorat, kerugian negara mencapai Rp721 juta.

    “Kini tersangka telah dilakukan penahanan di Lapas Tulungagung selama 20 hari kedepan untuk memudahkan proses selanjutnya,” pungkasnya.

    Sebelumnya pada pertengahan bulan September lalu, Kejari telah menetapkan Kepala Desa Tambakrejo, Suratman sebagai tersangka.

    Dari hasil pemeriksaan tersangka melakukan korupsi DD periode tahun 2020-2022. Atas perbuatannta ini, tersangka diancam minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun penjara. [nm/suf]

  • Kejari Kabupaten Blitar Segera Tetapkan Tersangka Kasus Dugaan Korupsi PDAM

    Kejari Kabupaten Blitar Segera Tetapkan Tersangka Kasus Dugaan Korupsi PDAM

    Blitar (beritajatim.com) – Kejaksaan Negeri Kabupaten Blitar segera melakukan penetapan tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa PDAM Tirta Penataran.

    Hal itu diungkapkan langsung oleh Kasi Intel Kejaksaan Negeri Kabupaten Blitar, Diyan Kurniawan. Diyan menegaskan bahwa proses penyidikan kasus dugaan korupsi yang terjadi di PDAM Tirta Penataran terus bergulir. “Saat ini masih dalam pendalaman. Bukti-bukti pendukung juga telah kami periksa. Dalam waktu dekat akan kita umumkan tersangka,” ujar Diyan, Kamis (3/10/2024).

    Sebelumnya, Tim Satuan Khusus Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Kejari Blitar telah menggeledah Kantor PDAM Tirta Penataran yang berlokasi di Jalan Gajah Mada, Kecamatan Wlingi, Kabupaten Blitar.

    Dalam penggeledahan yang dilakukan pada Kamis (19/9/2024) lalu itu, tim penyidik berhasil mengamankan sejumlah dokumen dari Kantor PDAM yang berasal dari tahun 2018 hingga 2022, serta satu unit komputer. “Termasuk berkas-berkas yang kemarin kami amankan, sudah kami pelajari semua. Untuk bukti pendukung, saya kira sudah cukup lengkap,” imbuhnya.

    Seperti diberitakan sebelumnya, Korps Adhyaksa tengah mengungkap kasus korupsi dalam pengadaan barang dan jasa di salah satu Perusahaan Daerah milik Pemkab Blitar.

    Kasus tersebut telah meningkat statusnya dari penyelidikan menjadi penyidikan sejak 17 September 2024. Dugaan penyalahgunaan wewenang dan penyimpangan dalam pengadaan barang dan jasa tersebut melibatkan salah satu oknum di PDAM Tirta Penataran. (owi/kun)