Kasus: korupsi

  • Tom Lembong pertanyakan penjiplakan keterangan saksi ahli Kejagung

    Tom Lembong pertanyakan penjiplakan keterangan saksi ahli Kejagung

    Jakarta (ANTARA) – Tim kuasa hukum Tom Lembong mempertanyakan dugaan penjiplakan surat keterangan dua saksi ahli Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam sidang gugatan praperadilan terkait kasus dugaan korupsi impor gula di Kementerian Perdagangan (Kemendag) pada 2015-2016.

    “Seorang guru besar yang kita harus hormati, semua karya-karyanya. Kalau dalam persidangan yang mulia ini, saling mencontek, menjiplak bagaimana?” kata kuasa hukum Tom Lembong, Ari Yusuf Amir dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat.

    Dalam sidang tersebut pada sesi pertamanya dihadiri oleh Ahli Hukum Pidana Hibnu Nugroho dan Ahli Hukum Pidana Taufik Rachman.

    Ari mengatakan seharusnya ahli yang hadir dalam persidangan mampu memberikan keterangan sebagai akademisi yang ahli.

    Dia menambahkan, bahkan dalam surat keterangannya tata letak titik dan koma pun sama.

    “Keterangan ini diserahkan resmi ke pengadilan dan saya sudah mengonfirmasi ke beliau, ini adalah karyanya beliau,” jelasnya.

    Sementara, hakim tunggal Tumpanuli Marbun mengatakan jika surat keterangan saksi ahli menjadi pertentangan maka pihaknya tetap berpegang teguh pada pendapat ahli.

    “Apapun yang jadi pendapat ahli ini, itu yang kami pegang, sehingga keleluasan untuk menanyakan segala sesuatu hal sesuai dengan keahlian ahli, saya persilakan,” ujar Tumpanuli.

    Kejaksaan Agung (Kejagung) menghadirkan lima saksi ahli dalam sidang praperadilan Tom Lembong terkait kasus dugaan korupsi impor gula di Kementerian Perdagangan (Kemendag) pada 2015-2016.

    Kelima saksi tersebut yakni Ahli Hukum Administrasi Negara Ahmad Redi, Ahli Hukum Pidana Agus Surono, Ahli Hukum Pidana Hibnu Nugroho, Ahli Hukum Pidana Taufik Rachman dan Ahli Perhitungan Kerugian Negara Evenri Sihombing.

    PN Jakarta Selatan (Jaksel) menggelar sidang gugatan praperadilan tahapan pembuktian menghadirkan saksi ahli dari termohon Kejaksaan Agung mulai pukul 09.30 WIB.

    Kejaksaan Agung (Kejagung) mengantongi sedikitnya empat bukti Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong sebagai tersangka terkait kasus korupsi impor gula di Kementerian Perdagangan (Kemendag) pada 2015-2016.

    Pewarta: Luthfia Miranda Putri
    Editor: Edy Sujatmiko
    Copyright © ANTARA 2024

  • Lima Saksi Ahli Dihadirkan Kejagung di Sidang Praperadilan Tom Lembong – Espos.id

    Lima Saksi Ahli Dihadirkan Kejagung di Sidang Praperadilan Tom Lembong – Espos.id

    Perbesar

    ESPOS.ID – Tersangka kasus dugaan korupsi importasi gula di Kementerian Perdagangan pada tahun 2015–2016, Thomas Trikasih Lembong (TTL) atau Tom Lembong di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (1/11/2024). ANTARA/Nadia Putri Rahmani

    Esposin, JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) menghadirkan lima saksi ahli dalam sidang praperadilan Tom Lembong terkait kasus dugaan korupsi impor gula di Kementerian Perdagangan (Kemendag) pada 2015-2016.

    “Ada lima ahli yakni empat hadir secara langsung, satu kita bacakan keterangannya secara tertulis,” kata perwakilan Kejagung Zulkipli saat dikonfirmasi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (22/11/2024), dilansir Antara.

    Promosi
    Pengusaha Dimudahkan dengan Dana Cair Hingga 4 Kali Sehari di BRIMerchant

    Kelima saksi tersebut yakni Ahli Hukum Administrasi Negara Ahmad Redi, Ahli Hukum Pidana Agus Surono, Ahli Hukum Pidana Hibnu Nugroho, Ahli Hukum Pidana Taufik Rachman dan Ahli Perhitungan Kerugian Negara Evenri Sihombing.

    PN Jakarta Selatan (Jaksel) menggelar sidang gugatan praperadilan tahapan pembuktian menghadirkan saksi ahli dari termohon Kejaksaan Agung mulai pukul 09.30 WIB.

    Kejaksaan Agung (Kejagung) mengantongi sedikitnya empat bukti Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong sebagai tersangka terkait kasus korupsi impor gula di Kementerian Perdagangan (Kemendag) pada 2015-2016.

    Diperoleh empat alat bukti berdasarkan pasal 184 KUHAP yakni yang didapatkan alat bukti keterangan saksi, ahli, surat dan petunjuk maupun elektronik.

    Sementara, pada Kamis (21/11/2024), tim kuasa hukum Tom Lembong membawa enam saksi ahli yakni ahli pidana, ahli acara pidana, ahli keuangan negara, ahli perdagangan gula, ⁠ahli statistik kebutuhan gula dan ahli administrasi negara.

    Tom Lembong mengajukan gugatan praperadilan setelah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam kasus dugaan korupsi impor gula di Kementerian Perdagangan (Kemendag) pada 2015-2016.

    Sebelumnya, Tom Lembong mengajukan gugatan praperadilan setelah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung dalam kasus dugaan korupsi impor gula di Kementerian Perdagangan (Kemendag) pada 2015-2016.

    Kemudian, PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) membuat perjanjian kerja sama dengan delapan perusahaan.

    Kejagung menyatakan seharusnya dalam rangka pemenuhan stok gula dan stabilisasi harga, yang diimpor adalah gula kristal putih secara langsung dan yang hanya dapat melakukan impor adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yakni PT PPI.

    Akan tetapi, dengan sepengetahuan dan persetujuan tersangka Tom Lembong, persetujuan impor gula kristal mentah itu ditandatangani.

     

    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram “Solopos.com Berita Terkini” Klik link ini.

  • KPK Soroti Dana Otsus Papua: Jangan Ada Suap dan Proyek Fiktif

    KPK Soroti Dana Otsus Papua: Jangan Ada Suap dan Proyek Fiktif

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menaruh atensi khusus terhadap pengelolaan dana otonomi khusus (otsus) Papua. Lembaga antikorupsi itu mewanti-wanti agar jangan sampai ada penyalahgunaan dalam pengelolaannya.

    Perhatian itu disampaikan KPK saat menerima audiensi dari perwakilan Majelis Rakyat Papua (MRP) di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (20/11/2024). Tujuan audiensi ini yakni menggali peluang kolaborasi antara MRP dengan KPK dalam mengawasi pengelolaan dana otsus dan program pembangunan yang berorientasi pada kesejahteraan orang asli Papua (OAP).

    “Dana otsus Papua memiliki nilai anggaran yang besar, terlebih sekarang ada enam provinsi hasil pemekaran. Kami berharap pengelolalaannya transparan dan bisa berdampak bagi masyarakat. Jangan sampai ada penyalahgunaan seperti adanya suap dan proyek fiktif,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata.

    Alex menyampaikan dana otsus Papua yang berasal dari APBN ini merupakan pembiayaan untuk mengatur serta mengurus kepentingan masyarakat setempat. Dana ini diprioritaskan untuk bidang-bidang tertentu, seperti pemberdayaan ekonomi, kesehatan, dan pendidikan.

    Diungkapkan Alex, MRP bisa menjalin koordinasi dengan Kedeputian Koordinasi dan Supervisi (Korups) KPK dalam membahas berbagai isu terkait pengelolaan dana otsus Papua. Menurutnya, audiensi ini menjadi momentum untuk mengevaluasi dana otsus Papua.

    “Audiensi ini menjadi momentum untuk mengevaluasi pelaksanaan dana otsus. KPK tidak memiliki kantor di daerah, silakan berkoordinasi dengan Kedeputian Korsup terkait masalah-masalah yang ditemukan di lapangan,” ujar Alex.

    Hal serupa juga disampaikan Ketua KPK Nawawi Pomolango. Dia menilai audiensi tersebut menjadi momentum untuk memastikan tata kelola yang baik dalam pelaksanaan dana otsus Papua.

    “Menurut kami, MRP bukan hanya sekadar organisasi, tetapi juga sebuah lembaga pemerintahan daerah otonomi khusus yang diakui oleh undang-undang. Kehadiran MRP menjadi kontrol atas seluruh aspek kehidupan masyarakat Papua dan memastikan tata kelola pemerintahan di Papua berjalan baik dan bersih. Ini tentu sejalan dengan misi KPK dalam pemberantasan korupsi,” ungkap Nawawi.

    Sementara itu, Ketua Dewan Kehormatan MRP Dorince Mehue menegaskan pihaknya punya tanggung jawab memastikan dana otsus dapat dirasakan dampaknya oleh masyarakat Papua. Namun, dia turut menyoroti seputar isu dalam distribusi dana otsus Papua.

    “Distribusi dana otsus sering kali bermasalah. Kami tidak tahu siapa yang menggunakan dan mengelola dana ini. Kami datang ke sini untuk meminta KPK memeriksa kembali pengelolaan keuangan di daerah Papua,” ungkap Dorince.

    Dorince juga menyoroti soal masih adanya masalah ketimpangan di Papua. Padahal, Papua memiliki sumber daya alam yang berlimpah.

    “MRP lahir dari perjuangan masyarakat asli Papua. Namun, masih banyak hak dasar OAP, terutama terkait pengelolaan kekayaan alam, yang belum terpenuhi. Papua kaya akan sumber daya alam, tetapi rakyatnya masih hidup dalam kemiskinan. Kami bertugas menjaga agar manfaat otsus benar-benar sampai kepada OAP,” pungkasnya.

    Senada dengan itu, anggota Pansus dan Kelompok Kerja Perempuan MRP Febiola Irriani Ohe menekankan pentingnya kolaborasi dengan KPK. Dia meyakini kolaborasi ini penting demi memastikan tata kelola dana otsus Papua berjalan secara transparan dan akuntabel.

    “Dana otsus Papua yang besar harus dipastikan manfaatnya tepat sasaran. Kami berharap KPK dapat menjadi mitra strategis dalam pengawasan dan pemberantasan korupsi di Papua,” imbuhnya.

  • Kejari Ponorogo Gandeng Dishub Cek Bus Barang Bukti Korupsi BOS

    Kejari Ponorogo Gandeng Dishub Cek Bus Barang Bukti Korupsi BOS

    Ponorogo (beritajatim.com) – Kejaksaan Negeri (Kejari) Ponorogo menggandeng Unit Pelayanan Teknik Dinas (UPTD) Pengujian Kendaraan Bermotor (PKB) Dinas Perhubungan (Dishub) Ponorogo. Hal itu dilakukan untuk memeriksa 7 armada bus yang disita sebagai barang bukti dalam kasus dugaan penyalahgunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) periode 2019-2024 di SMK PGRI 2 Ponorogo.

    Kepala Seksi Intelijen Kejari Ponorogo, Agung Riyadi, menyatakan bahwa langkah ini dilakukan untuk memastikan kondisi fisik dan legalitas kendaraan. Pemeriksaan mencakup pengecekan nomor mesin dan nomor fisik kendaraan, guna memastikan kesesuaian dengan dokumen resmi.

    “Pengecekan ini penting untuk mengetahui kondisi sebenarnya dari tujuh armada bus yang telah kami sita. Jangan sampai ada ketidaksesuaian antara kendaraan dengan surat-suratnya,” kata Agung, Kamis (21/11/2024).

    Agung juga mengungkapkan rencana pemindahan armada bus dari halaman Kantor Kejari Ponorogo yang berada di Jalan MT Haryono ke lokasi penyimpanan baru. Meski demikian, Ia tidak menyebutkan secara rinci lokasi penyimpanan tersebut demi alasan keamanan.

    “Pemindahan akan segera dilakukan setelah semua prosedur pengecekan selesai,” katanya.

    Penyitaan 7 armada bus ini, merupakan bagian dari total 10 kendaraan yang diamankan dalam kasus ini. Selain bus, Kejari juga menyita 2 mobil Avanza dan 1 mobil Pajero. Penyitaan dilakukan pada Rabu (20/11) sore, setelah Kejari memeriksa 16 saksi yang terkait dengan kasus dugaan penyelewengan dana BOS di sekolah tersebut. Upaya pengecekan fisik kendaraan ini, menunjukkan komitmen Kejari Ponorogo dalam menuntaskan kasus dugaan penyelewengan dana BOS yang menjadi perhatian masyarakat.

    “Kendaraan ini kami sita dari pihak-pihak yang diduga memiliki kaitan dengan penyalahgunaan dana BOS,” tutup Agung. [end/beq]

  • Geisz Chalifah Sebut Ada Atau Tidak Ada Bukti Tom Lembong Ditarget

    Geisz Chalifah Sebut Ada Atau Tidak Ada Bukti Tom Lembong Ditarget

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Loyalis Anies Baswedan, Geisz Chalifah, mengungkapkan keprihatinannya terhadap penanganan kasus yang menjerat mantan Menteri Perdagangan, Tom Lembong.

    “Jaksa tak mau memberikan bukti perkara Tom Lembong,” ujar Geisz dalam keterangannya di aplikasi X @GeizsChalifah (21/11/2024).

    Ia menuding bahwa kasus ini lebih bernuansa target politik daripada berdasarkan bukti hukum yang kuat.

    “Bagaimana mau berikan bukti-bukti. Tom Lembong memang ditarget ada atau tidak ada bukti,” cetus Geisz.

    Menurut Geisz, jaksa dalam kasus ini diduga enggan memberikan bukti yang kuat, sementara tim pengacara Tom Lembong telah menyajikan semua pembuktian yang relevan.

    “Sementara itu Tim pengacara Tom Lembong memberikan semua pembuktian,” tukasnya.

    Mantan Komisaris Ancol ini bilang, meskipun penegak hukum pada posisi saat ini terkesan membangun citra, namun faktanya tetap seperti yang dia jelaskan.

    “Yang penting tangkap dulu. Itulah fakta yang sesungguhnya,” tandasnya.

    Sebelumnya, sikap Kejagung yang menetapkan Tom Lembong sebagai tersangka korupsi impor gula periode 2015-2016 dinilai sebagai pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).

    Hal ini mengacu pada sejumlah ketentuan yang menyatakan bahwa penetapan tersangka harus berdasarkan bukti.

    Ada pun, pada sidang praperadilan terkait kasus Tom Lembong, Kejagung sama sekali tidak memperlihatkan bukti yang dimiliki.

    Sementara, Kuasa Hukum Tom Lembong, telah memberikan bukti lengkap dari audit BPK.

    (Muhsin/fajar)

  • Jangan Biarkan KPK Kehilangan Gigi

    Jangan Biarkan KPK Kehilangan Gigi

    TEPUK tangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat bergemuruh ketika Johanis Tanak berjanji menghapus operasi tangkap tangan (OTT) di Komisi Pemberantasan Korupsi apabila dirinya terpilih untuk melanjutkan jabatan sebagai pimpinan lima tahun mendatang.

    Tanak yang menyampaikan janji itu saat mengikut uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test), kini telah terpilih kembali menjadi salah satu komisioner KPK periode 2024-2029. Tanak berhasil mendapatkan dukungan dari 48 anggota Komisi III DPR.

    Terpilihnya Tanak jelas membuat publik cemas. Pasalnya, janji penghapusan OTT jelas berbahaya buat masa depan pemberantasan korupsi di Indonesia kalau benar-benar diterapkan. Selama ini, OTT justru menjadi salah satu instrumen hukum yang dinilai ampuh untuk melakukan penindakan terhadap kasus korupsi.

    Tidak hanya mampu untuk melakukan penegakan hukum secara cepat, OTT juga memberikan efek jera yang luar biasa terhadap para koruptor. OTT merupakan metode penegakan hukum yang digunakan KPK untuk menangkap pelaku tindak pidana korupsi di saat mereka melakukan tindakan koruptif tersebut, ketika melakukan transaksi rasuah.
     

    Kegiatan OTT dimulai dengan proses pengumpulan informasi dan bukti awal mengenai dugaan tindak pidana korupsi. OTT selalu didahului oleh proses perencanaan, dimulai dari penyadapan yang kemudian diikuti pengintaian terhadap terduga pelaku. Lalu, setelah terduga beraksi, KPK langsung melakukan penangkapan.

    Penyadapan inilah yang membuat banyak koruptor keder, lebih waspada, dan bersiasat untuk melakukan tindak pidana korupsi. Bahkan, banyak dari mereka yang terpaksa memakai sandi-sandi khusus saat berkomunikasi untuk melakukan rasuah.

    Jika kegiatan OTT tidak lagi digunakan, proses penyadapan mungkin saja tidak akan dijalankan lagi. Padahal, KPK masih memiliki kewenangan itu meski saat ini penyadapan membutuhkan persetujuan dari Dewan Pengawas KPK.

    Memang sial nasib pemberantasan korupsi di negeri ini. Wisnu Baroto yang juga satu pemikiran dengan Tanak terpilih sebagai anggota Dewas KPK. Saat uji kelayakan dan kepatutan, ia berujar OTT yang selama ini dilakukan KPK tak lagi relevan dengan pemberantasan korupsi.

    Maka, terpilihnya Tanak dan Wisnu semakin memperjelas bahwa upaya pemberantasan korupsi masih terus digerogoti. Upaya pelemahan ini diprediksi terus berlanjut hingga lima tahun mendatang. Kalau OTT dihilangkan, kekuatan KPK semakin berkurang, dan para koruptor pun pasti senang.

    Upaya penggembosan KPK itu jelas menjadi ironi di tengah kian masifnya tindak pidana korupsi. Mafia peradilan semakin bertumbuh subur. Begitu juga pejabat yang semakin tidak punya rasa takut mencuri uang rakyat. Bahkan, rasuah pun terjadi di dalam tubuh KPK sendiri.

    Fakta-fakta itu menegaskan bahwa KPK, yang seharusnya menjadi garda terdepan pemberantasan korupsi di Tanah Air, telah kehilangan nyali. Pimpinan KPK selama ini tidak punya keberanian untuk menolak intervensi dari berbagai kepentingan, yang ujungnya berimbas pada independensi lembaga.

    Setelah hilang nyali, KPK kini juga berpotensi kehilangan gigi jika OTT benar-benar dihapuskan. KPK akan semakin tidak menjadi andalan dalam memberangus korupsi. Lembaga yang merupakan anak kandung reformasi itu sangat mungkin bakal meneruskan keterpurukan selama lima tahun terakhir, sejak sebagian kekuatannya lenyap akibat revisi Undang-Undang (UU) KPK Tahun 2019 yang mengamputasi independensi mereka.

    Sekarang saja, berdasarkan survei tingkat kepercayaan publik terhadap penegak hukum, KPK berada di urutan terbawah. KPK hanya dipercaya 65% responden, di bawah Kejaksaan Agung (75%), pengadilan (73%), Polri (69%), dan Mahkamah Konstitusi (68%).

    Korupsi telah lama menjadi salah satu persoalan utama yang menghambat kemajuan bangsa ini. Upaya menihilkan KPK ini jelas akan semakin memperlemah upaya pemberantasan korupsi.

    TEPUK tangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat bergemuruh ketika Johanis Tanak berjanji menghapus operasi tangkap tangan (OTT) di Komisi Pemberantasan Korupsi apabila dirinya terpilih untuk melanjutkan jabatan sebagai pimpinan lima tahun mendatang.
     
    Tanak yang menyampaikan janji itu saat mengikut uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test), kini telah terpilih kembali menjadi salah satu komisioner KPK periode 2024-2029. Tanak berhasil mendapatkan dukungan dari 48 anggota Komisi III DPR.
     
    Terpilihnya Tanak jelas membuat publik cemas. Pasalnya, janji penghapusan OTT jelas berbahaya buat masa depan pemberantasan korupsi di Indonesia kalau benar-benar diterapkan. Selama ini, OTT justru menjadi salah satu instrumen hukum yang dinilai ampuh untuk melakukan penindakan terhadap kasus korupsi.
    Tidak hanya mampu untuk melakukan penegakan hukum secara cepat, OTT juga memberikan efek jera yang luar biasa terhadap para koruptor. OTT merupakan metode penegakan hukum yang digunakan KPK untuk menangkap pelaku tindak pidana korupsi di saat mereka melakukan tindakan koruptif tersebut, ketika melakukan transaksi rasuah.
     

    Kegiatan OTT dimulai dengan proses pengumpulan informasi dan bukti awal mengenai dugaan tindak pidana korupsi. OTT selalu didahului oleh proses perencanaan, dimulai dari penyadapan yang kemudian diikuti pengintaian terhadap terduga pelaku. Lalu, setelah terduga beraksi, KPK langsung melakukan penangkapan.
     
    Penyadapan inilah yang membuat banyak koruptor keder, lebih waspada, dan bersiasat untuk melakukan tindak pidana korupsi. Bahkan, banyak dari mereka yang terpaksa memakai sandi-sandi khusus saat berkomunikasi untuk melakukan rasuah.
     
    Jika kegiatan OTT tidak lagi digunakan, proses penyadapan mungkin saja tidak akan dijalankan lagi. Padahal, KPK masih memiliki kewenangan itu meski saat ini penyadapan membutuhkan persetujuan dari Dewan Pengawas KPK.
     
    Memang sial nasib pemberantasan korupsi di negeri ini. Wisnu Baroto yang juga satu pemikiran dengan Tanak terpilih sebagai anggota Dewas KPK. Saat uji kelayakan dan kepatutan, ia berujar OTT yang selama ini dilakukan KPK tak lagi relevan dengan pemberantasan korupsi.
     
    Maka, terpilihnya Tanak dan Wisnu semakin memperjelas bahwa upaya pemberantasan korupsi masih terus digerogoti. Upaya pelemahan ini diprediksi terus berlanjut hingga lima tahun mendatang. Kalau OTT dihilangkan, kekuatan KPK semakin berkurang, dan para koruptor pun pasti senang.
     
    Upaya penggembosan KPK itu jelas menjadi ironi di tengah kian masifnya tindak pidana korupsi. Mafia peradilan semakin bertumbuh subur. Begitu juga pejabat yang semakin tidak punya rasa takut mencuri uang rakyat. Bahkan, rasuah pun terjadi di dalam tubuh KPK sendiri.
     
    Fakta-fakta itu menegaskan bahwa KPK, yang seharusnya menjadi garda terdepan pemberantasan korupsi di Tanah Air, telah kehilangan nyali. Pimpinan KPK selama ini tidak punya keberanian untuk menolak intervensi dari berbagai kepentingan, yang ujungnya berimbas pada independensi lembaga.
     
    Setelah hilang nyali, KPK kini juga berpotensi kehilangan gigi jika OTT benar-benar dihapuskan. KPK akan semakin tidak menjadi andalan dalam memberangus korupsi. Lembaga yang merupakan anak kandung reformasi itu sangat mungkin bakal meneruskan keterpurukan selama lima tahun terakhir, sejak sebagian kekuatannya lenyap akibat revisi Undang-Undang (UU) KPK Tahun 2019 yang mengamputasi independensi mereka.
     
    Sekarang saja, berdasarkan survei tingkat kepercayaan publik terhadap penegak hukum, KPK berada di urutan terbawah. KPK hanya dipercaya 65% responden, di bawah Kejaksaan Agung (75%), pengadilan (73%), Polri (69%), dan Mahkamah Konstitusi (68%).
     
    Korupsi telah lama menjadi salah satu persoalan utama yang menghambat kemajuan bangsa ini. Upaya menihilkan KPK ini jelas akan semakin memperlemah upaya pemberantasan korupsi.

     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (ADN)

  • PR Besar Ketua KPK Setyo Budiyanto: Pastikan Pemerintahan Prabowo Bebas Korupsi

    PR Besar Ketua KPK Setyo Budiyanto: Pastikan Pemerintahan Prabowo Bebas Korupsi

    Bisnis.com, JAKARTA – Setyo Budiyanto akhirnya dipilih dan ditetapkan sebagai Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode jabatan 2024-2029.

    Keputusan tersebut ditetapkan langsung oleh Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) melalui rapat pleno yang berlangsung di Ruang Komisi III DPR RI, Gedung DPR, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, pada Kamis (21/11/2024).

    “Apakah saudara Setyo Budiyanto dapat dipilih dan ditetapkan sebagai Ketua KPK masa jabatan tahun 2024-2029?” tanya Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman dan dijawab setuju oleh para anggota rapat.

    Dalam rapat pleno tersebut, Setyo meraih 45 dari 48 suara sebagai Ketua KPK. Sementara itu, untuk perolehan suara sebagai pimpinan/anggota Setyo memeroleh 46 dari 48 suara.

    Saat menjabat nanti, Setyo akan didampingi oleh empat wakil ketua KPK, yaitu Johanis Tanak, Fitroh Rohcahyanto, Agus Joko Pramono, dan Ibnu Basuki Widodo.

    Dengan demikian, formasi Pimpinan KPK terdiri dari anggota Polri sebagai ketua, kemudian dua orang jaksa, satu hakim, dan satu orang berlatar belakang auditor.

    Setyo merupakan perwira tinggi Polri bintang 3 yang berpengalaman di bidang reserse. Dia adalah petinggi Polri ketiga yang akan menjadi pimpinan di lembaga antikorupsi tersebut.

    Sebelum Setyo, ada sosok Firli Bajuri dan Taufeiqurachman Ruki. Seperti diketahui, Firli telah mengundurkan diri karena terseret kasus suap mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo. Sementara itu, Taufiequrachman merupakan Ketua KPK Pertama yang berpangkat Irjen.

    Anggota Komisi III DPR RI Nasir Djamil menilai Setyo Budiyanto dipilih menjadi Ketua KPK masa jabatan 2024-2029 karena sosok itu memiliki rekam jejak yang matang dalam penegakan hukum maupun pemberantasan korupsi.

    Menurut dia, mantan Direktur Penyidikan KPK tersebut memiliki penilaian yang baik dari setiap fraksi di DPR RI, sehingga hampir semua Anggota Komisi III DPR RI memilih dirinya untuk menjadi ketua.

    “Jadi pengalaman ini, kematangan yang dia miliki, kemudian jaringan juga, membuat mayoritas memilih dia untuk menjadi ketua KPK lima tahun mendatang,” kata Nasir dilansir dari Antara, Jumat (22/11/2024). 

    Perbesar

    Ambisi Prabowo Berantas Korupsi 

    Banyak pihak menanti gebrakan Setyo Budiyanto untuk menjadi nahkoda KPK serta memberantas korupsi di Indonesia. Apalagi, Presiden Prabowo Subianto secara lantang menyatakan komitmennya untuk menjaga jalannya pemerintah tetap bersih dari praktik korupsi dan kolusi.

    Dalam pidato perdananya usai dilantik pada Minggu (20/10/2024), Prabowo mengatakan bangsa Indonesia harus menghadi kenyataan tentang maraknya kebocoran-kebocoran anggaran yang ditimbulkan akibat korupsi. Menurut Prabowo, hal itu menjadi masalah yang membahayakan bagi penerus bangsa jika tidak segera diberantas.

    “Kita harus berani mengakui terlalu banyak kebocoran-kebocoran dari anggaran kita penyimpangan-penyimpangan kolusi di antara para pejabat politik, pejabat pemerintah di semua tingkatan, dengan pengusaha-pengusaha yang nakal pengusaha-pengusaha yang tidak patriotik, jangan takut melihat realita ini,” ujar Prabowo.

    Presiden ke-8 RI itu bahkan menyatakan pemerintahannya harus berani menghadapi dan memberantas korupsi. Dia menyebut praktik rasuah di Tanah Air harus dikurangi secara signifikan. Dia menjelaskan pemerintahannya bakal berupaya menekan potensi korupsi melalui perbaikan sistem, penegakan hukum yang tegas, dan juga dengan digitilasi.

    Saat penutupan Rapimnas Gerindra di Indonesia Arena, Jakarta, Sabtu (31/8), Prabowo Subianto begitu semangat menyinggung pemberantasan korupsi. Ketua Umum Gerindra secara lantang bakal menyisihkan anggaran khusus untuk membasmi korupsi.
     
    Prabowo, dengan suara tinggi khas jenderal TNI, menegaskan akan mengejar koruptor dengan pasukan khusus hingga ke Antartika.
     
    “Kalaupun dia [koruptor] lari ke Antartika, aku kirim pasukan khusus untuk nyari mereka di Antartika,” kata Prabowo disambut riuh tepuk tangan kader Partai Gerindra. 

    Perbesar

    Profil Pimpinan KPK 2024-2029

    Berikut lima nama pimpinan KPK terpilih periode 2024-2029 beserta rekam jejaknya. 

    1. Komisaris Jenderal Polisi Setyo Budianto (ketua)

    Komisaris Jenderal Polisi Setyo Budianto didapuk menjadi Ketua KPK setelah mengantongi mayoritas suara dalam pemilihan di Komisi III. Perwira tinggi Polri itu meraih 46 suara dan 45 suara di antaranya memilih dirinya untuk menjadi ketua.

    Lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) 1989 ini telah malang melintang di dunia reserse dan satuan tindak pidana korupsi selama berkarir di Polri

    Beberapa jabatan yang pernah dipegang yakni Kepala Satuan Tipikor Polda Lampung, Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Papua, Penyidik Utama Biro Wassidik Bareskrim Polri, Penyidik Eksekutif Otoritas Jasa Keuangan, dan terakhir Koordinator Supervisi Kedeputian Penindakan KPK.

    Dia juga sempat menjabat sebagai Irjen Kementerian Pertanian sebelum terpilih menjadi calon pimpinan KPK.

    2. Fitroh Rohcahyanto (wakil ketua)

    Fitroh selaku tokoh yang mengantongi suara terbanyak kedua resmi dicalonkan sebagai Wakil Ketua KPK.

    Dia merupakan praktisi hukum yang memulai karirnya sebagai jaksa di Kejaksaan Agung RI. Setelah malang melintang menjadi pengacara negara, dia mengemban tugas baru di KPK sebagai jaksa.

    Beberapa kasus besar pun pernah dia tangani selama berkarir sebagai jaksa KPK.

    3. Johanis Tanak (wakil ketua)

    Johanis Tanak kembali terpilih sebagai pimpinan KPK.
      
    Dia memiliki latar belakang yang panjang di bidang penegakan hukum, terutama sejak dia bertugas di Kejaksaan Agung RI pada 1989.

    Johanis pernah menempati beberapa posisi strategis di Kejaksaan Agung seperti sebagai Direktur B Intelijen pada Jaksa Agung Muda, Kepala Kejaksaan Tinggi Jambi pada 2020 dan menjadi pejabat fungsional Kejaksaan Agung pada 2021.

    Dia kemudian terpilih untuk pertama kali sebagai pimpinan KPK pada periode 2019-2024.

    4. Ibnu Basuki Widodo (wakil ketua)

    Hakim senior Ibnu Basuki Widodo meraih 33 suara yang menjadikan dia sebagai Wakil Ketua KPK pilihan Komisi III DPR RI.

    Ibnu merupakan sosok yang telah malang melintang di dunia hukum. Dia merupakan hakim tinggi pemilah perkara pidana khusus di Mahkamah Agung.

    Sebelum mengemban tugas di Mahkamah Agung, Ibnu juga pernah mengemban tugas di lingkungan Pengadilan Negeri yakni Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan menjadi hakim tinggi di Pengadilan Tinggi Manado.

    5. Agus Joko Pramono (wakil ketua)

    Mantan Wakil Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terpilih menjadi pimpinan KPK hasil pemilihan Komisi III DPR RI.

    Pria kelahiran Palembang Sumatera Selatan pada 1 Agustus 1972 ini menjadi calon pimpinan KPK setelah mengantongi 38 suara anggota DPR. Dia mengawali karirnya sebagai dosen ini mulai memasuki lingkungan BPK pada periode 2013-2018.

    Agus masuk menjadi anggota III menggantikan Taufiequrachman Ruki yang saat itu menjabat di bidang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara pada bidang lembaga negara, kesejahteraan rakyat, kesekretariatan negara, aparatur negara, serta riset dan teknologi.

    Karirnya pun semakin menanjak hingga akhirnya dia didapuk sebagai Wakil Ketua BPK pada periode 2018 hingga Agustus 2023.

  • Soal Kasus Tom Lembong, Andi Sinulingga: Siapapun Menterinya Tak Berani Impor Tanpa Persetujuan Presiden

    Soal Kasus Tom Lembong, Andi Sinulingga: Siapapun Menterinya Tak Berani Impor Tanpa Persetujuan Presiden

    FAJAR.CO.ID,JAKARTA — Kasus dugaan korupsi impor gula yang menyeret nama Tom Lembong terus menggelinding. Setelah mantan Menteri Perdagangan itu menyebut apa yang ia lakukan sepengetahuan prsiden.

    Tom diketahui menjabat Menteri Perdagangan pada 12 Agustus 2015 hingga 27 Juli 2016. Di masa jabatan Presiden ke-7 Joko Widodo.

    Hal itu kini jadi sorotan. Nama Jokowi pun ikut terseret.

    Politisi Senior Andi Sinulingga menyebut impor memang tidak berani dilakukan menteri tanpa persetuuan presiden. Siapapun menterinya.

    “Siapapun Menterinya, tak akan berani putuskan impor tanpa sepengetahuan dan persetujuan Presiden,” kata Andi dikutip dari unggahannya di X, Jumat (22/11/2024).

    Adapun pengakuan Tom itu disampaikan saat memberikan keterangan dalam sidang lanjutan Praperadailan di Pengadilan Negeri Jakarta. Pada Kamis (21/11).

    “Saya senantiasa mengutamakan kepentingan masyarakat dan menjalankan perintah presiden sebagai koordinator dalam institusi, termasuk ketika saya menjabat sebagai menteri perdagangan,” kata Tom.

    Selama menjabat, Tom mengaku selalu berkonsultasi dengan Jokowi. Termasuk dalam impor gula yang belakangan membuatnya ditetapkan sebagai tersangka.

    “Saya berkonsultasi dengan beliau, informal, dan formal, termasuk mengenai impor,” terangnya.
    (Arya/Fajar)

  • Setyo Budiyanto, Jenderal Polisi yang Ikuti Jejak Firli & Ruki Pimpin KPK

    Setyo Budiyanto, Jenderal Polisi yang Ikuti Jejak Firli & Ruki Pimpin KPK

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah memilih dan menetapkan Setyo Budiyanto sebagai Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masa jabatan 2024-2029.

    Setyo adalah perwira tinggi Polri bintang 3 yang berpengalaman di bidang reserse. Dia adalah petinggi Polri ketiga yang akan menjadi pimpinan di lembaga antikorupsi tersebut.

    Sebelum Setyo, ada sosok Firli Bajuri dan Taufeiqurachman Ruki. Seperti diketahui Firli telah mengundurkan diri karena terseret kasus mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo. Sementara itu, Taufiequrachman merupakan Ketua KPK Pertama yang berpangkat Irjen.

    Adapun penetapan Setyo, dilakukan melalui rapat pleno Komisi III DPR RI dengan agenda menetapkan lima orang Pimpinan KPK sekaligus Ketua KPK dan memilih lima orang Dewan Pengawas KPK masa janatan 2024-2029.

    Rapat pleno ini berlangsung di Ruang Komisi III DPR RI, Gedung DPR, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, pada Kamis (21/11/2024).

    Mekanisme penetapan ini dilakukan dengan voting atau pemungutan suara dari seluruh delapan fraksi yang ada di Parlemen. Dimulai dari Pimpinan Komisi III DPR RI dan dilanjut dengan para anggota fraksi-fraksi di DPR untuk memasukka surat suara ke dalam kotak suara. 

    Adapun, Setyo Budiyanto memperoleh 45 dari 48 suara sebagai Ketua KPK. Sementara itu untuk perolehan suara sebagai pimpinan/anggota Setyo memperoleh sebanyak 46 dari 48 suara.

    Nantinya, dalam memimpin lembaga antirasuah ini, Setyo akan didampingi oleh empat wakil yaitu Johanis Tanak, Fitroh Rohcahyanto, Agus Joko Pramono, dan Ibnu Basuki Widodo.

    Berikut 5 nama Pimpinan KPK periode 2025-2029:

    1. Setyo Budiyanto (Irjen Kementan): 46 suara sebagai pimpinan, 45 suara sebagai ketua

    2. Johanis Tanak (Wakil Ketua KPK periode 2019-2024): 48 suara sebagai pimpinan, 2 suara sebagai ketua

    3. Fitroh Rohcahyanto (mantan Direktur Penuntutan KPK): 48 suara sebagai pimpinan, 1 suara sebagai ketua

    4. Agus Joko Pramono (Wakil Ketua BPK periode 2019-2023): 39 suara sebagai pimpinan

    5. Ibnu Basuki Widodo (hakim Pengadilan Tinggi Manado): 33 suara sebagai pimpinan

  • OTT KPK, Antara Benci dan Rindu

    OTT KPK, Antara Benci dan Rindu

    OPERASI tangkap tangan alias OTT Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kiranya berada di dua sisi yang bersimpangan. Di satu sisi, ia terus diharapkan, tetapi di sisi lain, ia justru kian dipersoalkan.

    OTT ialah senjata ampuh KPK untuk memberangus korupsi. Dulu, dengan OTT, mereka kerap membekuk para penjahat berkedok pejabat. Dulu, dengan operasi senyap itu, mereka begitu digdaya meringkus penyelenggara negara yang nyambi sebagai pemangsa uang negara.

    Belakangan, OTT memang tak lagi gencar. Ada yang bilang semua itu akibat revisi UU KPK yang menggergaji kekuatan KPK. Ada yang menilai sepinya OTT ialah konsekuensi dari pimpinan KPK yang bermasalah. Apa pun, OTT masih menjadi andalan untuk setidaknya menunjukkan mereka masih bekerja. Tak nganggur, tak makan gaji buta.

    OTT juga menjadi pelepas penat rakyat. Ketika ada press conference, tatkala wajah tersangka korupsi dipertontonkan dengan tangan diborgol, ada perasaan campur aduk. Kesal, geram, karena mereka tak kapok-kapok, tapi juga senang karena akhirnya bisa ditangkap.

    Akan tetapi, tak semua anak bangsa setuju dengan OTT KPK. Komisioner KPK Johanis Tanak, umpamanya. Dalam fit and proper test capim KPK periode 2024-2029 di Komisi III DPR, Selasa (19/11), ia terang-terangan akan menghapus OTT jika ia dipilih sebagai komisioner KPK.
     

    Johanis mengatakan OTT tidak tepat, tidak pas dilakukan untuk menangani kasus korupsi. Ia menganalogikan OTT dengan kegiatan operasi medis oleh dokter yang segala sesuatunya sudah disiapkan dan direncanakan. Sebaliknya, berdasarkan definisi KUHAP, tangkap tangan dilakukan seketika tanpa perencanaan.

    Ihwal pemberantasan korupsi, Johanis yang lama berkarier di kejaksaan terbilang karib dengan kontroversi. Ia pernah mengusulkan pendekatan restorative justice. Koruptor bisa tak diproses hukum asalkan mengembalikan tiga kali lipat kerugian negara akibat tindakannya. Johanis yang tahun lalu terjerat dalam kasus pelanggaran etik meski diputus tak bersalah juga disorot karena sepakat dengan revisi UU KPK.

    Begitulah, tak aneh kalau Johanis kembali bikin kontroversi lagi. Wajar jika kritik tajam membanjirinya lagi. Ada yang menilai janji Johanis menghapus OTT berbahaya bagi masa depan pemberantasan korupsi. Ada yang lantang bersuara, pendapat Johanis bahwa OTT bertentangan dengan KUHAP keliru, sesat, dan menyesatkan. Dalilnya, KUHAP juga menjelaskan tangkap tangan itu tertangkapnya seseorang pada waktu sedang, sesaat, atau segera setelah melakukan tidak pidana.

    KPK pun melalui juru bicara mereka menyatakan OTT tak melanggar aturan dan akan tetap dilakukan jika cukup bukti. Lalu, buat apa Johanis umbar janji untuk menyudahi OTT? Untuk memikat hati Komisi III? Banyak yang menduga demikian. Berhasilkah dia? Luar biasa. Kemarin, dia terpilih untuk kembali memimpin KPK bersama empat orang lainnya. Ia meraup 48 suara, sama dengan raupan Fitroh Rohcahyanto, disusul Setyo Budiyanto (46), Agus Joko Pramono (39), dan Ibnu Basuki Widodo (33). Untuk posisi Ketua KPK, Setyo Budiyanto mendulang suara terbanyak.

    Johanis mampu membuat Komisi III kesengsem. Idenya untuk menyetop OTT disambut dengan gemuruh tepuk tangan dewan. Tepuk tangan ialah ekspresi kegembiraan. Lirik lagu anak-anak yang dipopulerkan Shieren & Ebril menarasikan itu. ‘Kalau kau suka hati.. Kalau kau suka hati.. Kalau kau suka hati, tepuk tangan..’.

    Konon, OTT KPK paling ditakuti koruptor dan calon koruptor. Lalu kenapa Komisi III menyambut antusias pernyataan Johanis akan menghapus OTT? Bungahkah mereka? Ah, entahlah.

    Tak cuma Johanis yang kontra OTT. Luhut Binsar Pandjaitan juga. Eks menko kemaritiman dan investasi di era Jokowi yang kini dipercaya Presiden Prabowo sebagai Ketua Dewan Ekonomi Nasional itu pernah berujar lebih sedikit OTT maka kinerja KPK makin bagus. Opung bahkan menyebut OTT kampungan.

    Penilaian itu pun diamini anggota Komisi III dari PKB Hasbiallah Ilyas. Baginya, OTT memang kampungan sebab hanya pemborosan uang negara. Dalam sesi uji kelayakan dan kepatutan calon anggota Dewas KPK, dua hari lalu, ia ingin OTT tak lagi dilakukan.

    Ia meminta Dewas KPK nanti melakukan langkah ekstrem dengan menghubungi target yang akan di-OTT untuk tidak jadi korupsi. “Kita telepon, ‘Hai, bapak, jangan melakukan korupsi; melakukan korupsi, Anda saya tangkap’. Kan, selesai, tidak ada uang negara yang dirugikan,” ucapnya. Duh….

    Begitulah nasib OTT. Ia ada dan berguna, tapi tak sedikit yang ingin meniadakan karena menganggapnya tiada guna. Kini, orang yang ingin meniadakan OTT itu kembali dipercaya mengendalikan KPK.

    OTT KPK benar-benar terjebak di antara benci dan rindu. Tidak sedikit elite yang membenci, tetapi saya yakin jauh lebih banyak rakyat yang merindukannya. Saya termasuk yang rindu. Saya ingin KPK kembali garang melakukan OTT untuk menerungku koruptor seperti di era kejayaan dulu. Saya tidak ingin koruptor dan kandidat koruptor tertawa terbahak-bahak karena OTT ditamatkan riwayatnya. Bagaimana dengan Anda para pembaca?

    OPERASI tangkap tangan alias OTT Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kiranya berada di dua sisi yang bersimpangan. Di satu sisi, ia terus diharapkan, tetapi di sisi lain, ia justru kian dipersoalkan.
     
    OTT ialah senjata ampuh KPK untuk memberangus korupsi. Dulu, dengan OTT, mereka kerap membekuk para penjahat berkedok pejabat. Dulu, dengan operasi senyap itu, mereka begitu digdaya meringkus penyelenggara negara yang nyambi sebagai pemangsa uang negara.
     
    Belakangan, OTT memang tak lagi gencar. Ada yang bilang semua itu akibat revisi UU KPK yang menggergaji kekuatan KPK. Ada yang menilai sepinya OTT ialah konsekuensi dari pimpinan KPK yang bermasalah. Apa pun, OTT masih menjadi andalan untuk setidaknya menunjukkan mereka masih bekerja. Tak nganggur, tak makan gaji buta.
    OTT juga menjadi pelepas penat rakyat. Ketika ada press conference, tatkala wajah tersangka korupsi dipertontonkan dengan tangan diborgol, ada perasaan campur aduk. Kesal, geram, karena mereka tak kapok-kapok, tapi juga senang karena akhirnya bisa ditangkap.
     
    Akan tetapi, tak semua anak bangsa setuju dengan OTT KPK. Komisioner KPK Johanis Tanak, umpamanya. Dalam fit and proper test capim KPK periode 2024-2029 di Komisi III DPR, Selasa (19/11), ia terang-terangan akan menghapus OTT jika ia dipilih sebagai komisioner KPK.
     

    Johanis mengatakan OTT tidak tepat, tidak pas dilakukan untuk menangani kasus korupsi. Ia menganalogikan OTT dengan kegiatan operasi medis oleh dokter yang segala sesuatunya sudah disiapkan dan direncanakan. Sebaliknya, berdasarkan definisi KUHAP, tangkap tangan dilakukan seketika tanpa perencanaan.
     
    Ihwal pemberantasan korupsi, Johanis yang lama berkarier di kejaksaan terbilang karib dengan kontroversi. Ia pernah mengusulkan pendekatan restorative justice. Koruptor bisa tak diproses hukum asalkan mengembalikan tiga kali lipat kerugian negara akibat tindakannya. Johanis yang tahun lalu terjerat dalam kasus pelanggaran etik meski diputus tak bersalah juga disorot karena sepakat dengan revisi UU KPK.
     
    Begitulah, tak aneh kalau Johanis kembali bikin kontroversi lagi. Wajar jika kritik tajam membanjirinya lagi. Ada yang menilai janji Johanis menghapus OTT berbahaya bagi masa depan pemberantasan korupsi. Ada yang lantang bersuara, pendapat Johanis bahwa OTT bertentangan dengan KUHAP keliru, sesat, dan menyesatkan. Dalilnya, KUHAP juga menjelaskan tangkap tangan itu tertangkapnya seseorang pada waktu sedang, sesaat, atau segera setelah melakukan tidak pidana.
     
    KPK pun melalui juru bicara mereka menyatakan OTT tak melanggar aturan dan akan tetap dilakukan jika cukup bukti. Lalu, buat apa Johanis umbar janji untuk menyudahi OTT? Untuk memikat hati Komisi III? Banyak yang menduga demikian. Berhasilkah dia? Luar biasa. Kemarin, dia terpilih untuk kembali memimpin KPK bersama empat orang lainnya. Ia meraup 48 suara, sama dengan raupan Fitroh Rohcahyanto, disusul Setyo Budiyanto (46), Agus Joko Pramono (39), dan Ibnu Basuki Widodo (33). Untuk posisi Ketua KPK, Setyo Budiyanto mendulang suara terbanyak.
     
    Johanis mampu membuat Komisi III kesengsem. Idenya untuk menyetop OTT disambut dengan gemuruh tepuk tangan dewan. Tepuk tangan ialah ekspresi kegembiraan. Lirik lagu anak-anak yang dipopulerkan Shieren & Ebril menarasikan itu. ‘Kalau kau suka hati.. Kalau kau suka hati.. Kalau kau suka hati, tepuk tangan..’.
     
    Konon, OTT KPK paling ditakuti koruptor dan calon koruptor. Lalu kenapa Komisi III menyambut antusias pernyataan Johanis akan menghapus OTT? Bungahkah mereka? Ah, entahlah.
     
    Tak cuma Johanis yang kontra OTT. Luhut Binsar Pandjaitan juga. Eks menko kemaritiman dan investasi di era Jokowi yang kini dipercaya Presiden Prabowo sebagai Ketua Dewan Ekonomi Nasional itu pernah berujar lebih sedikit OTT maka kinerja KPK makin bagus. Opung bahkan menyebut OTT kampungan.
     
    Penilaian itu pun diamini anggota Komisi III dari PKB Hasbiallah Ilyas. Baginya, OTT memang kampungan sebab hanya pemborosan uang negara. Dalam sesi uji kelayakan dan kepatutan calon anggota Dewas KPK, dua hari lalu, ia ingin OTT tak lagi dilakukan.
     
    Ia meminta Dewas KPK nanti melakukan langkah ekstrem dengan menghubungi target yang akan di-OTT untuk tidak jadi korupsi. “Kita telepon, ‘Hai, bapak, jangan melakukan korupsi; melakukan korupsi, Anda saya tangkap’. Kan, selesai, tidak ada uang negara yang dirugikan,” ucapnya. Duh….
     
    Begitulah nasib OTT. Ia ada dan berguna, tapi tak sedikit yang ingin meniadakan karena menganggapnya tiada guna. Kini, orang yang ingin meniadakan OTT itu kembali dipercaya mengendalikan KPK.
     
    OTT KPK benar-benar terjebak di antara benci dan rindu. Tidak sedikit elite yang membenci, tetapi saya yakin jauh lebih banyak rakyat yang merindukannya. Saya termasuk yang rindu. Saya ingin KPK kembali garang melakukan OTT untuk menerungku koruptor seperti di era kejayaan dulu. Saya tidak ingin koruptor dan kandidat koruptor tertawa terbahak-bahak karena OTT ditamatkan riwayatnya. Bagaimana dengan Anda para pembaca?
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (ADN)