Harvey Moeis Kirim Bantuan Rp 15 Miliar untuk RSCM Saat Pandemi Covid-19
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Dokter spesialis anak
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
(RSCM) Rinawati menyebut suami aktris
Sandra Dewi
,
Harvey Moeis
mencicil uang sumbangan sebesar Rp 15 miliar hanya dalam waktu satu bulan.
Uang tersebut digunakan untuk merenovasi atau ruang
Intensive Care Unit
(ICU)
RSCM
pada masa
pandemi Covid-19
yang tidak bisa menampung karena ledakan jumlah pasien.
Keterangan itu Rina sampaikan ketika dihadirkan sebagai saksi meringankan (a de charge) oleh pihak Harvey selaku terdakwa dugaan korupsi pada tata niaga komoditas timah di PT Timah Tbk.
Dalam sidang tersebut, Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat Eko Aryanto mendalami proses aliran dana dari Harvey.
“Tadi uang yang Rp 15 miliar katanya ditransfer ke rekening saksi, itu ditransfer sekali transfer atau beberapa kali?” tanya hakim Eko di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (28/11/2024).
Menurut Rina, Harvey mengirim uang itu dalam beberapa kali transaksi dengan nilai variatif seperti Rp 500 juta dan Rp 700 juta.
Setelah dijumlahkan, Harvey mengirim sekitar Rp 15 miliar dalam waktu satu bulan ke rekening Rina yang kemudian digunakan untuk meningkatkan fasilitas ruang ICU.
“Gitu ya. Seingat saksi sampai itu terkumpul 15 miliar itu dalam kurun waktu berapa lama?” tanya hakim Eko.
“Satu bulan,” jawab Rina.
Meski demikian, Rina mengaku saat itu tidak ada bukti penyerahan uang.
Dana belasan miliar itu juga ditransfer Harvey ke rekeningnya karena tidak ada pihaknyang mau menerima lantaran khawatir dipotong pajak.
Uang tersebut kemudian digunakan untuk meningkatkan kapasitas ICU RSCM, termasuk dengan menambahkan 50 ranjang pasien.
Dalam persidangan itu, Rina juga mengeklaim tidak mengetahui Harvey bekerja di sektor pertambangan.
“Enggak tahu Pak saya enggak punya waktu juga, ngapain nanya nanya,” tuturnya.
Dalam perkara korupsi ini, negara diduga mengalami kerugian keuangan hingga Rp 300 triliun.
Harvey Moeis yang merupakan perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT) bersama Direktur PT Timah Tbk saat itu, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani diduga mengakomodasi kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah untuk mendapat keuntungan.
Harvey menghubungi Mochtar dalam rangka untuk mengakomodasi kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah.
Setelah beberapa kali pertemuan, Harvey dan Mochtar menyepakati agar kegiatan akomodasi pertambangan liar tersebut di-
cover
dengan sewa menyewa peralatan processing peleburan timah.
Selanjutnya, suami Sandra Dewi itu menghubungi beberapa smelter, yaitu PT SIP, CV VIP, PT SBS, dan PT TIN, untuk ikut serta dalam kegiatan tersebut.
Harvey meminta pihak smelter untuk menyisihkan sebagian dari keuntungan yang dihasilkan.
Keuntungan tersebut kemudian diserahkan ke Harvey seolah-olah sebagai dana coorporate social responsibility (CSR) yang difasilitasi oleh Manager PT QSE, Helena Lim.
Dari perbuatan melawan hukum ini, Harvey Moeis bersama Helena Lim disebut menikmati uang negara Rp 420 miliar “Memperkaya terdakwa Harvey Moeis dan Helena Lim setidak-tidaknya Rp 420.000.000.000,” papar jaksa.
Dalam persidangan, Harvey menyebut uang CSR itu digunakan untuk membantu penanganan pandemi Covid-19.
Atas perbuatannya, Harvey Moeis didakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU Tahun 2010 tentang TPPU.
Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kasus: korupsi
-
/data/photo/2024/11/28/6748531b6807a.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Harvey Moeis Kirim Bantuan Rp 15 Miliar untuk RSCM Saat Pandemi Covid-19 Nasional 28 November 2024
-

Firli Bahuri Mangkir dari Kasus Pemerasan Terhadap SYL, MAKI: Harusnya Sudah Selesai
FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Proses hukum mantan Ketua KPK Firli Bahuri terkait kasus pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) hingga kini masih mengambang dan terkesan lambat.
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) Boyamin Saiman, mengkritisi lambannya penanganan hukum kasus tersebut.
Awalnya kasus tersebut diproses begitu cepat hingga ditetapkannya Firli sebagai tersangka. Namun, saat ini kasus tersebut melambat dan belum juga ada kejelasan.
“Kita kecewa karena proses Firli itu kan harusnya sudah selesai kemarin-kemarin, karena di awal itukan istilahnya ngebut namun tiba-tiba melambat dan berhenti, itu sangat mengecewakan,” kata Boyamin dilansir dari Media Indonesia, Kamis (28/11/2024).
Polda Metro Jaya juga mendapat dukungan masyarakat untuk memproses hukum Firli Bahuri karena dianggap membersihkan KPK dari oknum yang nakal.
“Namun sekarang akhirnya masyarakat kecewa, yang tadinya mendukung penuh Polri menjadi kecewa lagi. Padahal, dari sejarah berdirinya KPK sering ada istilah cicak vs buaya, di mana ketika polisi mau menangani kasus terhadap pimpinan atau pegawai KPK, seakan-akan masyarakat membela KPK dan itu dianggap kriminalisasi,” ujarnya.
“Tapi di kasus Firli ini tidak ada isu tentang kriminalisasi itu, masyarakat malah mendukung proses penegakan hukum dengan cepat. Tapi sayang, masyarakat dikecewakan oleh proses yang lambat, bahkan mungkin berhenti,” sambungnya.
MAKI, kata Boyamin, akan terus mengawal kasus ini sampai tuntas. Ia mengatakan, Polri juga harus menyelesaikan kasus ini hingga selesai agar tidak timbul kekecewaan berlebih dari masyarakat.
-
/data/photo/2024/11/18/673aeb6dcc5ba.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
6 Hasil Quick Count Airin Kalah di Pilkada Banten 2024, PDI-P: Ironis Nasional
Hasil Quick Count Airin Kalah di Pilkada Banten 2024, PDI-P: Ironis
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– PDI-P menyebut terjadi anomali pada hasil Pilkada Banten 2024, menyusul kekalahan usungan PDI-P
Airin
Rachmi Diany-Ade Sumardi dari usungan Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus Andra Soni-Dimyati Natakusumah berdasarkan hasil hitung cepat (
quick count
) sejumlah lembaga.
Ketua DPP PDI-P Ahmad Basarah, menilai kekalahan Airin ironis karena ia merupakan Ketua Tim Pemenangan Prabowo-Gibran pada Pilpres 2024 dan berhasil membawa kemenangan untuk pasangan tersebut di Banten.
“Seorang Airin, Ketua Tim Pemenangan Prabowo-Gibran, sukses memenangkan Prabowo-Gibran di Banten, pada saat dia menjadi calon gubernur, harus mengalami intervensi kekuasaan untuk menggagalkan kemenangan,” kata Basarah dalam jumpa pers, Kamis (28/11/2024).
Menurut dia, intervensi itu salah satunya berlangsung dalam bentuk pengerahan “partai cokelat” atau “parcok”.
Basarah menyinggung, sebagian besar lembaga survei telah memprediksi kemenangan Airin beberapa hari sebelum tanggal pemungutan suara dengan keunggulan elektabilitas yang cukup solid.
“Realistis nggak, sebuah hasil survei yang hampir satu minggu, melaporkan perbandingan yang sangat signifikan antara proses survei suara Airin dengan kandidat yang lainnya, di atas 70 persen ke atas, kemudian hanya dalam waktu beberapa hari saja bisa berubah secara signifikan, (ini) anomali yang kedua,” ujarnya.
Ketua fraksi PDI-P di MPR RI itu menyebut bahwa partainya akan melakukan upaya hukum untuk menggugat hasil pilkada ini ke Mahkamah Konstitusi.
Gugatan ini, lanjut dia, untuk membuktikan berbagai anomali yang terjadi pada Pilkada Banten 2024.
Sementara itu, Partai Gerindra menyebut bahwa kemenangan Andra Soni-Dimyati lahir dari kerja keras.
“Khusus di Banten, saya lihat memang kerja keras yang dilakukan cukup intens dan juga kemudian animo masyarakat terhadap calon pemimpin yang dicalonkan juga besar,” kata Ketua Harian DPP Partai Gerindra, Sufmi Dasco, kepada wartawan pada Kamis (28/11/2024).
Sebagai informasi, berdasarkan hasil hitung cepat yang dilakukan Charta Politika pada Rabu (27/11/2024) pukul 22.30 WIB, dengan masuk 100 persen, pasangan Andra-Dimyati unggul 57,52 persen. Sedangkan Airin-Ade 42,48 persen.
Airin merupakan istri dari Tubagus Chaeri Wardana, atau Wawan, yang merupakan adik kandung Ratu Atut.
Sedangkan Ratu Atut Chosiah adalah mantan Gubernur Banten yang memimpin selama dua periode (2007–2014) sebelum tersandung kasus korupsi.
Diketahui, Airin Rachmi Diany adalah kandidat gubernur Banten nomor urut 01, berpasangan dengan Ade Sumardi.
Pasangan Airin-Ade diusung oleh Partai Golkar, PDIP, Partai Buruh, PBB, Partai Gelora, PKN, dan Partai Ummat.
Sementara itu, pasangan Andra Soni-Dimyati Natakusumah diusung oleh Partai Gerindra, PKS, PSI, PKB, PAN, PPP, Partai Demokrat, Partai Nasdem, dan Partai Garuda.
Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Prabowo menitikkan air mata di hadapan para guru
Saya mohon kepercayaan para guru kepada kami.
Jakarta (ANTARA) – Presiden RI Prabowo Subianto menitikkan air matanya di hadapan para guru saat menghadiri acara Puncak Peringatan Hari Guru Nasional 2024 di Velodrome, Jakarta, Kamis.
Air mata mantan prajurit Kopassus itu menetes saat meminta maaf karena segala yang diberikan oleh kabinet yang dipimpinnya, yang baru berjalan “seusia jagung” ini belum dapat memenuhi seluruh harapan guru.
“Kami paham, kami mengerti usaha kami, usaha Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, usaha Menteri Keuangan, kami sadar apa yang kami berikan kali ini belum yang saudara-saudara perlukan. Ingatlah ini adalah upaya kami dan akan kami upayakan terus,” tegas Presiden Prabowo.
Kepala Negara terisak saat menyatakan hal tersebut hingga menitikkan air mata dan harus menyeka hidung. Prabowo lantas teringat pula akan sosok ayahnya yang seorang guru.
Pada kesempatan itu, Presiden menyatakan tekad dan komitmen pemerintahannya untuk memajukan pendidikan.
Prabowo menekankan bahwa pendidikan yang baik adalah kunci kemakmuran suatu bangsa, dan kunci dari pendidikan yang baik adalah guru.
Presiden juga menyampaikan telah meningkatkan anggaran untuk kesejahteraan guru serta berjanji memberikan televisi yang canggih di setiap sekolah agar tidak ada lagi sekolah terpencil yang tidak bisa mendapatkan pelajaran dengan baik.
Ditegaskan pula bahwa segala kebocoran yang berasal dari korupsi, judi daring, penyelundupan, dan segala macam manipulasi harus dihentikan.
Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2024 -

Bagaimana Aturan Pejabat Menerima Gratifikasi? Ini Penjelasannya
Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Agama Nasaruddin Umar diwakili oleh Muhammad Ainul Yakin selaku tenaga ahli menteri agama mengembalikan barang yang diduga pemberian atau gratifikasi kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Selasa (26/11/2024). Namun, bagaimana aturan pejabat menerima gratifikasi?
Dikutip dari laman Kementerian Keuangan (Kemenkeu), gratifikasi merupakan pemberian uang atau barang kepada pemangku kebijakan atau pejabat publik dengan maksud sekadar memberi tanpa niat atau maksud tujuan tertentu.
Lalu bagaimana jika seorang pejabat publik tanpa sengaja mendapatkan pemberian atau gratifikasi? Berikut ini aturan pejabat menerima pemberian atau gratifikasi.
Dalam Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi dijelaskan apa dan bagaimana regulasi gratifikasi. Menurut Pasal 12B Ayat (1) UU Nomor 20/2001 dituliskan, “Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya”.
Jadi setiap pemberian gratifikasi yang diberikan kepada pegawai negara atau penyelenggara negara dapat ditetapkan sebagai suap.
Seorang pejabat tidak akan ditetapkan sebagai penerima suap jika melaporkan gratifikasi tersebut kepada KPK dalam kurun waktu 30 hari masa kerja setelah diterimanya gratifikasi. Hal ini diatur dalam Pasal 12C ayat (1) dan (2) Nomor 20/2001.
Setelah pelaporan tersebut, maka kuasa barang pemberian akan diserahkan kepada KPK untuk melakukan penyelidikan, penetapan status gratifikasi, penyerahan barang kepada Kemenkeu, dan mengumumkan gratifikasi yang ditetapkan sebagai milik negara minimal satu kali setiap tahunnya. Hal ini diatur dalam Pasal 16, 17, dan 18 UU Nomor 30/2002 tentang KPK.
Namun, tidak semua pemberian atau gratifikasi harus dilaporkan kepada KPK karena dianggap sebagai bukan tindak pidana suap. Beberapa hal yang tidak termasuk suap ini dirilis oleh KPK melalui buku saku yang mereka terbitkan pada 2014.
1. Pemberian dari anggota keluarga yang tidak memiliki adanya benturan jabatan atau kepentingan dari sang penerima.
2. Pemberian hadiah untuk acara atau pesta dengan nilai di bawah Rp 1 juta.
3. Pemberian sumbangan saat terjadi bencana alam atau musibah dengan nilai di bawah Rp 1 juta.
4. Pemberian dari sesama rekan kerja untuk merayakan sesuatu dengan batasan nilai pemberian tidak berbentuk atau senilai uang untuk per orang adalah Rp 300.000 dan maksimal Rp 1 juta selama kurun waktu satu tahun dari orang yang sama.
5. Sajian yang diberikan secara umum.
6. Keuntungan yang didapatkan dari sebuah investasi yang berlaku untuk umum.
7. Barang hadiah dari sebuah acara yang diberikan untuk umum.
8. Barang atau uang yang diberikan oleh pemerintah atas prestasi yang sudah diraih dan pemberian dilakukan sesuai aturan yang berlaku.
9. Kompensasi profesi yang berasal dari luar kedinasan atau tidak menyangkut pekerjaan pejabat tanpa berbenturan dengan konflik kepentingan.Itulah aturan pejabat dalam menerima pemberian atau gratifikasi. Hal ini harus diperhatikan karena rawan terjadi kasus suap yang terjadi karena beberapa pihak tidak mengetahui regulasi gratifikasi.
-

Begini Sanksi Pejabat Menerima atau Tidak Melaporkan Gratifikasi
Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar mengembalikan barang yang diduga gratifikasi ke Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) lewat perwakilannya. Hal ini karena terdapat sanksi serius bagi pejabat yang menerima atau tidak melaporkan perihal gratifikasi.
Penyerahan barang tersebut dilakukan Nasaruddin untuk menjadi contoh good governance. Lalu, apa sanksi bagi pejabat yang menerima atau tidak melaporkan gratifikasi? Berikut ini penjelasanya.
Berdasarkan Pasal 12B ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, pengertian gratifikasi adalah pemberian dalam arti yang luas yang meliputi pemberian uang, barang, rabat, komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan gratis, dan fasilitas lainnya.
Jika ditemukan segala sesuatu yang diduga gratifikasi, wajib dilaporkan ke KPK selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak gratifikasi tersebut diterima.
Sanksi bagi pejabat dan pegawai negeri yang menerima atau tidak melaporkan gratifikasi, yakni pidana penjara minimum 4 tahun dan maksimum 20 tahun atau bahkan pidana penjara seumur hidup. Lalu, pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000 (dua ratus juta rupiah), maksimum Rp 1.000.000.000 (satu miliar rupiah).
Menurut Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 7 /PMK.09/2017 tentang Pedoman Pengendalian Gratifikasi di Lingkungan Kementerian Keuangan, ada beberapa jenis gratifikasi yang tidak perlu dilaporkan oleh penyelenggara negara terkait dengan kedinasan.
Gratifikasi ini mencakup barang atau fasilitas yang diterima dalam kegiatan, seperti seminar, workshop, konferensi, pelatihan, atau acara serupa, baik yang diselenggarakan di dalam negeri maupun di luar negeri.
Beberapa contoh gratifikasi yang tidak perlu dilaporkan antara lain:
1. Seminar kit kedinasan yang berlaku umum.
2. Cinderamata atau suvenir yang berlaku umum.
3. Hadiah atau door prize yang berlaku umum.
4. Fasilitas penginapan yang berlaku umum.
5. Konsumsi, hidangan, atau sajian berupa makanan dan minuman yang berlaku umum.Selain itu, kompensasi yang diterima dari pihak lain juga tidak perlu dilaporkan jika memenuhi beberapa syarat, seperti tidak melebihi standar biaya yang berlaku di Kementerian Keuangan, tidak menimbulkan pembiayaan ganda atau benturan kepentingan, serta tidak melanggar ketentuan yang berlaku di instansi penerima.
Beberapa contoh kompensasi yang dapat diterima tanpa perlu dilaporkan antara lain:
1. Honor atau insentif (baik berupa uang maupun setara uang).
2. Fasilitas penginapan.
3. Cinderamata, suvenir, atau plakat.
4. Jamuan makan.
5. Fasilitas transportasi.
6. Barang yang mudah busuk atau rusak, seperti bingkisan makanan atau buah. -
/data/photo/2024/11/28/67480dbca5126.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Penampakan Uang Rp 22,5 Miliar yang Dikembalikan Tersangka Korupsi LRT Sumsel Regional 28 November 2024
Penampakan Uang Rp 22,5 Miliar yang Dikembalikan Tersangka Korupsi LRT Sumsel
Tim Redaksi
PALEMBANG, KOMPAS.com
– Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Selatan telah melaksanakan tahap II dalam proses hukum kasus korupsi pembangunan prasarana Light Rail Transit (LRT) Sumsel.
Dalam tahap ini, dilakukan penyerahan tersangka dan barang bukti, serta pengembalian kerugian negara.
Empat tersangka yang terlibat dalam kasus ini adalah Kepala Divisi II PT Waskita Karya berinisial T, Kepala Divisi Gedung II PT Waskita Karya inisial IJH, Kepala Divisi III Waskita Karya inisial SAP, dan Direktur Utama PT Perentjana Djaja berinisial BHW.
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Sumatera Selatan, Vanny Yulia Eka Sari, menyampaikan bahwa tersangka BHW telah mengembalikan kerugian negara sebesar Rp 22.591.320.000.
“Uang itu nantinya akan diserahkan kepada negara atas kerugian yang ditimbulkan,” ujar Vanny dalam keterangan tertulisnya.
Saat ini, keempat tersangka telah ditahan di Rutan Pakjo Palembang selama 20 hari ke depan.
Vanny menjelaskan, setelah tahap II selesai, penanganan perkara akan dilanjutkan oleh Penuntut Umum Kejari Palembang.
“JPU Kejari Palembang akan mempersiapkan surat dakwaan dan kelengkapan berkas perkara. Setelah itu, perkara akan dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Kelas 1A Palembang,” tambahnya.
Sebelumnya, tiga petinggi PT Waskita Karya ditetapkan sebagai tersangka terkait dugaan korupsi dalam pembangunan LRT Sumsel yang merugikan negara sebesar Rp 1,3 triliun pada tahun anggaran 2016-2020.
Ketiga petinggi tersebut adalah T, IJH, dan SAP.
Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2024/02/02/65bc92698487c.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Firli Bahuri Mangkir Pemeriksaan Terkait Kasus Pemerasan SYL Megapolitan 28 November 2024
Firli Bahuri Mangkir Pemeriksaan Terkait Kasus Pemerasan SYL
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Eks Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
Firli Bahuri
mangkir dari pemeriksaan sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL).
“Tersangka FB (Firli Bahuri) tidak hadir memenuhi panggilan penyidik pada hari ini,” kata Dirreskrimsus Polda Metro Jaya Kombes Pol Ade Safri Simanjuntak saat dikonfirmasi, Kamis (28/11/2024).
Namun, Ade Safri tidak menjelaskan lebih lanjut alasan Firli tidak memenuhi panggilan tersebut.
“Selanjutnya tim penyidik akan melakukan konsolidasi terkait hal ini untuk menentukan langkah-langkah tindak lanjut dalam rangka penyidikan,” pungkas dia.
Adapun Firli Bahuri ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan terhadap SYL pada 22 November 2023. Sejak itu, data per 1 Oktober 2024, sebanyak 160 saksi telah diperiksa penyidik.
Namun, hingga satu tahun lamanya, Firli belum juga ditahan.
Bukan hanya pemerasan, polisi juga tengah menangani perkara pertemuan Firli dengan SYL di sebuah lapangan badminton di Jakarta.
Dalam kasus ini, Firli masih berstatus sebagai saksi meskipun status perkara telah ditingkatkan dari penyelidikan menjadi penyidikan.
Data 1 Oktober 2024, penyidik telah memeriksa 37 orang dalam konteks dugaan pertemuan Firli dengan SYL. Penyidik juga telah memeriksa dua ahli, yaitu ahli hukum pidana dan hukum acara pidana, terkait dugaan pertemuan Firli dengan SYL.
“Polri tujuh orang, KPK 16 orang, Kementan 10 orang, sipil empat orang,” ungkap Dirreskrimsus Polda Metro Jaya Kombes Pol Ade Safri Simanjuntak saat dikonfirmasi, Selasa (1/10/2024).
Dalam kedua kasus tersebut, polisi menerapkan Pasal 12 e dan/atau Pasal 12 B atau Pasal 11 UU Tipikor juncto Pasal 65 KUHP, serta Pasal 36 juncto Pasal 65 Undang-undang KPK RI.
Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.