Kasus: KKN

  • UGM Bentuk Emergency Response Unit Bantu Korban Bencana di Sumatera

    UGM Bentuk Emergency Response Unit Bantu Korban Bencana di Sumatera

    Jakarta

    Bencana banjir bandang dan longsor yang melanda Aceh, Sumatera Barat, dan Sumatera Utara mendorong Universitas Gadjah Mada (UGM) membentuk Emergency Response Unit sebagai wujud tanggung jawab kemanusiaan. UGM bergerak cepat menyalurkan bantuan, mendampingi mahasiswa terdampak, hingga mengirim relawan medis dan psikososial ke lokasi bencana.

    Sebagai langkah awal, UGM menghimpun bantuan melalui penggalangan dana bersama sivitas akademika, mitra, dan alumni, sekaligus melakukan pendataan mahasiswa yang berasal dari wilayah terdampak. Tercatat, sebanyak 217 mahasiswa UGM terdampak bencana, terdiri dari 81 mahasiswa asal Aceh, 93 mahasiswa dari Sumatera Utara, dan 43 mahasiswa dari Sumatera Barat.

    Rektor Universitas Gadjah Mada Prof. dr. Ova Emilia, M.Med.Ed., Sp.OG(K)., Ph.D., menyampaikan ungkapan belasungkawa dan simpati mendalam atas musibah yang terjadi.

    “Semoga keluarga terdampak senantiasa diberikan kesabaran, ketabahan, pemulihan yang cepat, serta nantinya lebih kuat,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Kamis (18/12/2025).

    Ia menegaskan bahwa UGM terlibat dalam gerakan solidaritas kemanusiaan melalui berbagai inisiatif terintegrasi. UGM tidak hanya menyalurkan bantuan, tetapi juga berkontribusi dalam mitigasi dan perencanaan pascabencana.

    “Berbagai inisiatif tersebut, saat ini diintegrasikan dengan langkah pemerintah pada masa tanggap darurat dan dalam penyusunan roadmap rehabilitasi-rekonstruksi yang dikoordinir oleh Kemenko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan,” sambungnya.

    UGM juga memberangkatkan tim relawan medis dari Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) serta RSA UGM. Tim yang terdiri dari dokter spesialis lintas disiplin, perawat, apoteker, nutrisionis, dan sanitarian ini bertugas melakukan pendataan kebutuhan obat-obatan dan alat medis, serta berkoordinasi dengan rumah sakit setempat agar layanan kesehatan tetap optimal. Selama masa tanggap darurat, UGM telah mengirimkan empat tim medis secara bergantian ke Aceh.

    Di bidang psikologis, UGM menurunkan tim psikososial untuk memberikan pendampingan langsung bagi para penyintas. Selain itu, UGM menyelenggarakan pelatihan pendampingan psikososial yang bekerja sama dengan Universitas Syiah Kuala untuk memperkuat kapasitas pendampingan berkelanjutan. Beberapa tim juga mengembangkan teknologi terapan, seperti pemasangan alat penjernih air bertenaga surya di puskesmas dan rumah sakit di Kabupaten Bener Meriah dan Aceh Utara, serta alat deteksi banjir dan tsunami di Aceh.

    Kampus Berdampak

    Melalui Dies Natalis bertema ‘Kampus Sehat, Pilar Kemandirian dan Ketahanan Bangsa’, UGM menegaskan komitmennya sebagai institusi pendidikan tinggi yang merawat ekosistem akademik bermutu dan berdampak. Komitmen ini menjadi bagian dari tanggung jawab UGM terhadap kemanusiaan, solidaritas kebangsaan, serta pembangunan berkelanjutan yang adaptif terhadap perubahan iklim.

    Sepanjang 2025, UGM mencatat berbagai kontribusi di bidang pengembangan SDM, sosial kemasyarakatan, dan perekonomian yang mencakup kemandirian bahan baku obat dan alat kesehatan, penanganan stunting dan TBC, kedaulatan pangan, transisi energi berkeadilan, hingga adaptasi lingkungan dan pengembangan teknologi berbasis kecerdasan buatan. Dalam seluruh proses tersebut, UGM berpegang pada prinsip merakyat, mandiri, dan berkelanjutan.

    Sebagai universitas nasional, UGM juga menjalankan mandat sosial melalui penyediaan pendidikan tinggi yang berkualitas dan terjangkau. Pada 2025, UGM menggandeng sekitar 229 mitra penyedia beasiswa dan menjangkau 18.617 mahasiswa penerima manfaat.

    Dari sisi pembiayaan, UGM meningkatkan kemandirian melalui kerja sama tridarma, pemanfaatan aset, dan unit usaha untuk menopang pendidikan, penelitian, serta pengabdian masyarakat. UGM juga mengembangkan Ekosistem Pembelajaran Inovatif (EPI) melalui EduTech, MOOC di platform LMS eLOK dan UGM Online sebagai wujud komitmen inklusivitas pengetahuan.

    Penguatan ekosistem inovasi juga dilakukan melalui diseminasi pengetahuan berbasis video. Hingga kini, UGM telah merilis ratusan konten edukatif lintas kluster.

    “UGM telah merilis 854 video diseminasi pengetahuan dari berbagai kluster di UGM, termasuk 531 video karya dosen yang tersedia di UGM Channel,” papar Ova.

    Karya Riset dan Inovasi

    Dalam penguatan kemandirian bangsa, UGM menempatkan riset dan inovasi sebagai pilar utama. Universitas berperan sebagai pusat inovasi teknologi dan hilirisasi riset untuk menopang kedaulatan intelektual dan teknologi nasional.

    Menurut Ova, riset dan inovasi menjadi elemen penting untuk perguruan tinggi sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan.

    “Kita semua tentu meyakini bahwa riset dan inovasi menjadi elemen sangat penting bagi penguatan posisi pendidikan tinggi sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan,” tuturnya.

    UGM terus membangun ekosistem riset melalui penetapan flagship penelitian, penguatan kelembagaan, peningkatan sarana prasarana, serta jejaring kemitraan internasional. Berbagai produk inovasi di bidang energi, pangan, teknik, sosio humaniora, hingga kesehatan dan farmasi telah berhasil dihilirisasi dan diserap industri.

    Selain itu, UGM juga memperkuat siklus riset ke hilirisasi mulai dari pengujian produk. Penguatan R&D dan inovasi, fabrication laboratories, hingga katalisasi pengembangan kewirausahaan melalui UGM Science Technopark.

    Di bidang energi, UGM berhasil mengembangkan inovasi untuk sumber alternatif Energi Baru Terbarukan (EBT) Biodiesel dan Bioetanol dalam kawasan hutan berupa pengembangan bioetanol dari tanaman sorgum. Sementara di bidang pangan, UGM telah menghasilkan berbagai komoditas pangan dan pengolahan melalui label Gamafood.

    Kemudian, di bidang inovasi kesehatan dan farmasi, UGM berhasil melakukan hilirisasi produk seperti Rapid Assessment Diabetic Retinopathy (RADR), RZ-VAC (Vacuum Assisted Closure), Dental SilkBon, Divabirth, Aphrofit, Konilife Memora, ImunoGama Konilife Memora, Essonina, OST-D, hingga Hesdrink.

    Lebih lanjut, di bidang publikasi internasional, UGM mencatat 1.825 publikasi dengan 690 kolaborasi internasional serta memiliki 12 jurnal terindeks Scopus. Ova pun menyampaikan apresiasi terhadap capaian para dosen UGM yang berhasil meningkatkan pemeringkatan di Stanford University.

    “Kita cukup berbangga, di tahun ini, 14 Dosen UGM Masuk Top 2% World Scientist 2025 dirilis oleh Stanford University, naik dua kali lipat dari tahun sebelumnya yang hanya 7 dosen,” katanya.

    Selain itu, UGM juga mencatat sejumlah capaian komersialisasi, termasuk produksi benih padi Gamagora yang telah mencapai 28,6 ton dan tersebar di 15 kabupaten/kota di Indonesia.

    “Untuk padi Gamagora, produksi benih sudah mencapai 28,6 ton yang tersebar di 15 kabupaten dan kota diseluruh Indonesia,” jelas Ova.

    Pengabdian kepada Masyarakat

    Sebagai universitas berdampak, UGM menempatkan pemberdayaan masyarakat sebagai bagian penting tridarma perguruan tinggi. Melalui KKN-PPM, UGM sepanjang 2025 telah menerjunkan 9.242 mahasiswa ke 35 provinsi, 28 kabupaten/kota, dan lebih dari 500 desa/kelurahan.

    Program ini memperkuat kolaborasi dengan Kagama dan mitra internasional, bahkan mendapat apresiasi dari Presiden Timor Leste. Digitalisasi juga menjadi faktor pendukung internasionalisasi pengabdian masyarakat UGM.

    Di akhir pidato, Ova menyampaikan capaian UGM dalam pemeringkatan global. Pada QS World University Rankings 2026, UGM berhasil menempati peringkat ke-224 dunia, naik 15 peringkat dari tahun sebelumnya. UGM juga meraih peringkat pertama di Indonesia pada QS Sustainability Ranking 2026.

    “Terima kasih kepada seluruh sivitas universitas dan semua pihak yang telah memberikan kontribusi positif bagi pengembangan UGM. Kita selalu berupaya untuk membangun kemandirian. Namun, translasi kemandirian bangsa ini tentu memerlukan upaya kolektif kita semua sebagai bangsa dan negara,” pungkasnya.

    Dengan sejumlah program yang telah dirancang dan dijalankan, UGM berkomitmen untuk memperkuat kapabilitas dinamis melalui transformasi budaya dari Teaching Culture menuju Research and Innovation Culture. Dengan semangat ‘Merakyat, Mandiri, dan Berkelanjutan’, UGM meneguhkan perannya sebagai enabler pembangunan SDM dan teknologi masa depan.

    (akd/ega)

  • Dokter Tifa Kecewa Penyidik Perlihatkan Ijazah Jokowi cuma 10 Menit

    Dokter Tifa Kecewa Penyidik Perlihatkan Ijazah Jokowi cuma 10 Menit

    GELORA.CO -Pegiat media sosial Tifauzia Tyassuma alias Dokter Tifa mengaku konsisten meyakini bahwa ijazah mantan Presiden Joko Widodo alias Jokowi adalah palsu.

    Penegasan Dokter Tifa ini disampaikan melalui  akun X pribadinya, dikutip Rabu 17 Desember 2025, terkait langkah penyidik yang memperlihatkan ijazah yang diklaim milik Jokowi kepada para tersangka dalam Gelar Perkara Khusus pada Senin 15 Desember 2025.

    “Ditunjukkannya ijazah itu, yang hanya berlangsung kurang dari 10 menit. Dan berbagi adu kepala dengan puluhan orang yang hadir. Tidak ada proses observasi, penelitian,  pengkajian yang memadai dengan waktu sependek itu. Apalagi kami dilarang menyentuh, memegang,  meraba, dan menguji selembar kertas yang disebut ijazah tersebut,” kata Dokter Tifa.

    Padahal, Dokter Tifa sudah meminta agar  ijazah ditunjukkan di saat awal gelar perkara. Tetapi dipenuhi di saat terakhir, setelah enam jam diskusi yang sangat melelahkan. 

    “Dilakukan hampir tengah malam. Ketika otak sudah lelah berpikir,” kata Dokter Tifa. 

    Menurut Dokter Tifa, masyarakat harus paham dan tidak boleh terjebak dalam ilusi transparansi yang sedang dimainkan ini.

    “Sebab, ini bukan soal asli dan tidaknya ijazahnya tersebut. Pembuktian  keaslian ijazah bagi RRT sudah selesai. Sudah kami tuntaskan secara science-based,” kata Dokter Tifa.

    “Ini adalah  perang konsistensi. RRT tetap konsisten dengan hasil penelitiannya.

    Jokowi tetap konsisten dengan kebohongannya,” sambungnya.

    Dokter Tifa mengingatkan bahwa ijazah bukan dokumen tunggal yang berdiri sendiri. Ada transkrip nilai yang amburadul, skripsi yang muncul tahun 2108, KKN yang terjadi dua kali, kartu  registrasi masuk ke prodi Sarjana Muda dan bukan prodi Sarjana, dan  700 dokumen lainnya yang disita Polda dari Universitas Gadjah Mada (UGM).

    “Untuk saya, dr Tifa, semua bahan itu adalah tanda kegiatan penelitian kami akan  terus berlanjut,” pungkas Dokter Tifa. 

  • 19 Hari Pascabanjir Aceh, Dayah di Pidie Jaya Masih Terkubur

    19 Hari Pascabanjir Aceh, Dayah di Pidie Jaya Masih Terkubur

    Pidie Jaya, Beritasatu.com – Sudah 19 hari berlalu sejak banjir bandang dan longsor melanda Kabupaten Pidie Jaya, Aceh. Namun, hingga kini, sejumlah fasilitas pendidikan masih tertimbun lumpur tebal. Salah satunya adalah Dayah Al-Munawarah Pocut Imum Mukim Al-Aziziyah (Dapima) yang berlokasi di Gampong Blang Cut, Kecamatan Meurah Dua.

    Pantauan di lokasi menunjukkan belum terlihat satu pun alat berat yang dikerahkan untuk membersihkan area dayah. Aktivitas pembersihan masih dilakukan secara terbatas oleh beberapa santri dan guru dengan peralatan sederhana, seperti cangkul dan sekop.

    Pimpinan Dayah Al-Munawarah, Tgk Mustaqim menceritakan detik-detik awal terjadinya banjir bandang yang nyaris merenggut nyawa para guru dan santri. Peristiwa itu terjadi pada Rabu (25/11/2025) sekitar pukul 21.30 WIB, saat aktivitas pengajian masih berlangsung.

    “Awalnya kami mengira ini banjir biasa, seperti tahun lalu. Tidak terlalu parah,” ujar Tgk Mustaqim, Minggu (14/12/2025).

    Namun, kondisi berubah drastis. Debit air terus meningkat dan disertai kayu-kayu besar yang hanyut hingga masuk ke area dayah. Demi keselamatan, para pengelola segera memulangkan seluruh santri ke rumah masing-masing.

    Sekitar pukul 02.00 WIB dini hari, ketinggian air kembali dicek dan ternyata semakin parah. Sejumlah guru yang masih bertahan di lokasi terpaksa menyelamatkan diri dengan naik ke genteng meunasah dan loteng pondok pengajian.

    Di tempat itulah mereka bertahan selama lima hari lima malam.

    “Kami pikir air masih banjir biasa. Namun, setelah turun, kami terkejut. Air itu ternyata membawa lumpur yang sudah padat, bercampur kayu,” tuturnya.

    Lumpur setinggi hingga 3 meter menutupi hampir seluruh bangunan dayah. Sungai yang berada tepat di belakang kompleks dayah pun dipenuhi kayu-kayu besar dan menjadi pusat terjangan banjir bandang.

    Selama terjebak di atas atap, para guru hanya mengandalkan air hujan untuk bertahan hidup. Tidak ada persediaan makanan sama sekali.

    “Kami minum air hujan sedikit demi sedikit. Kalau makanan memang tidak ada,” kata Tgk Mustaqim lirih.

    Seluruh santri, sekitar 200 orang putra dan putri, telah dipulangkan sejak awal kejadian. Di lokasi, hanya tersisa beberapa orang guru serta sejumlah mahasiswa kuliah kerja nyata (KKN) Universitas Abulyatama yang ikut terjebak.

    “Kira-kira ada 10 orang lebih di sini, bertahan dalam hujan,” tambahnya.

    Hingga hari kelima pascabencana, tidak satu pun tim evakuasi atau SAR yang berhasil masuk ke lokasi dayah.

    “Mungkin karena medannya berat, atau alasan lain, kami tidak tahu,” ujarnya.

    Dengan sisa tenaga yang ada, para guru akhirnya memutuskan turun untuk mencari makanan pada hari kelima. Setelah kondisi fisik sedikit membaik, mereka justru kembali ke Gampong Blang Cut untuk membantu mengevakuasi warga lanjut usia dan orang sakit.

    Evakuasi dilakukan pada Sabtu (28/12/2025) sekitar pukul 21.00 WIB menggunakan perahu menuju Gampong Beringin, lokasi tempat tim SAR telah bersiaga.

    Kerusakan di Dayah Al-Munawarah tergolong sangat parah. Selain bangunan pondok pengajian yang terdiri dari tiga kelas santri putri dan empat kelas santri putra, musala juga tertimbun lumpur setinggi sekitar 2,5 meter. Sebanyak 21 unit sepeda motor terkubur di dalam lumpur, bersama berbagai aset dayah, seperti tenda, sound system, dan perlengkapan belajar lainnya.

    “Sungai persis di belakang dayah kami. Ini pusat airnya,” jelas Tgk Mustaqim.

    Hingga hari ke-19 pascabanjir bandang dan longsor, pihak dayah mengaku belum menerima bantuan pembersihan dari Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya.

    “Dari awal banjir sampai sekarang, kami belum melihat tindak lanjut dari pemerintah daerah. Untuk ke depan, kami juga belum tahu,” katanya.

    Sementara itu, upaya pembersihan lokasi dayah sejauh ini hanya dilakukan secara swadaya oleh para guru dan santri yang mulai kembali sejak hari kelima pascabencana.

    Di tengah lumpur yang mengeras dan bangunan yang nyaris tak berbentuk, Dayah Al-Munawarah masih menunggu uluran tangan agar aktivitas pendidikan dan pengajian dapat kembali berjalan seperti sebelum banjir bandang itu datang tanpa ampun.

  • Upaya Menjadikan Papua Pusat Perjumpaan Intelektual di Kawasan Pasifik

    Upaya Menjadikan Papua Pusat Perjumpaan Intelektual di Kawasan Pasifik

    Liputan6.com, Jakarta – Universitas Internasional Papua (UIP) resmi melepas 70 mahasiswa peserta Kuliah Kerja Nyata (KKN) Internasional Perdana untuk melaksanakan pengabdian kepada masyarakat di lima kampung pada Distrik Vanimo–Green River, Provinsi West Sepik, Papua Nugini (PNG).

    Program ini menjadi tonggak bersejarah bagi UIP sekaligus memperkuat diplomasi pendidikan, hubungan sosial-budaya, dan kerja sama masyarakat perbatasan antara Republik Indonesia dan Papua Nugini.

    Rektor Universitas Internasional Papua Izak Morin menegaskan bahwa program ini bukan sekadar kegiatan akademik, tetapi merupakan bagian dari misi strategis UIP dalam membangun jejaring internasional berbasis kawasan Pasifik.

    “Program KKN internasional ini adalah langkah besar UIP dalam membangun peran perguruan tinggi sebagai jembatan persahabatan antarbangsa. Kami berterima kasih kepada Pemerintah Papua Nugini, Pemerintah Provinsi Papua, serta Pemerintah West Sepik yang telah membuka ruang kolaborasi ini,” kata Izak, yang ditulis Rabu (11/12/2025)

    Pelepasan dilaksanakan di Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Skouw, Kampung Mosso, Distrik Muara Tami, Jayapura, Senin, 8 Desember 2025, dihadiri lebih dari 100 peserta dan tamu undangan.

    Sebanyak 70 mahasiswa KKN yang diberangkatkan didampingi oleh 11 dosen melaksanakan KKN di lima kampung tujuan, yaitu Wutung, Musu, Yako, Waromo, dan Vanimo (Lido) .

     

  • Kemendikti Minta Kampus Ringankan UKT Mahasiswa Korban Banjir Sumatera

    Kemendikti Minta Kampus Ringankan UKT Mahasiswa Korban Banjir Sumatera

    Malang, Beritasatu.com – Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendikti Saintek) mengimbau seluruh perguruan tinggi untuk memberikan keringanan bagi mahasiswa yang terdampak banjir bandang di Sumatera. Selain penundaan atau pelonggaran uang kuliah tunggal (UKT), kampus diminta menyediakan dukungan biaya hidup untuk membantu mahasiswa yang sedang menghadapi situasi darurat.

    Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Prof Dr Fauzan mengatakan, kebijakan tersebut diperlukan sebagai bentuk empati dan kepedulian lembaga pendidikan terhadap kondisi mahasiswa yang menjadi korban bencana.

    “Bantuan ini tergantung kebijakan perguruan tinggi masing-masing. Namun, Kemendikti Saintek memberikan imbauan agar kampus berempati, memberikan penundaan UKT misalnya,” ujar Fauzan saat ditemui di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Sabtu (6/12/2025) malam.

    Ia menegaskan, pelaksanaan kebijakan tetap berada di tangan masing-masing kampus. Namun, pemerintah mendorong perguruan tinggi lebih proaktif dalam memberikan dukungan, terutama bagi mahasiswa yang keluarganya kehilangan rumah, mata pencarian, atau terdampak langsung oleh bencana.

    Bahkan, selain penundaan UKT, pemerintah pusat mendorong kampus untuk menyediakan fasilitas bantuan biaya hidup.

    “Kami berharap kampus juga memfasilitasi kebutuhan biaya hidup mahasiswa terdampak. Apakah itu akan digratiskan atau diberikan subsidi, itu tergantung kebijakan perguruan tinggi,” kata Fauzan.

    Selain dukungan kepada mahasiswa, Fauzan menyebut banyak perguruan tinggi di bawah Kemendikti Saintek yang telah terlibat langsung dalam penanganan bencana. Salah satu bentuk kontribusi konkret adalah pelaksanaan kuliah kerja nyata (KKN) kemanusiaan di wilayah terdampak banjir di Sumatera.

    “Program KKN kemanusiaan sudah berjalan. Masing-masing perguruan tinggi menjalankan pengabdian di daerah bencana. Ada beberapa program, tidak hanya membantu secara fisik tetapi juga pemulihan psikologis,” ujarnya.
     

  • Negara dan Pemimpin: Menjaga Batas dalam Demokrasi
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        5 Desember 2025

    Negara dan Pemimpin: Menjaga Batas dalam Demokrasi Nasional 5 Desember 2025

    Negara dan Pemimpin: Menjaga Batas dalam Demokrasi
    Sekertaris Umum Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), Pendeta Gereja Kristen Indonesia (GKI)
    STEVEN
    Levitsky dan Daniel Ziblatt dalam bukunya
    How Democracies Die
    (2018) menunjukkan bahwa demokrasi modern tidak runtuh secara dramatis melalui kudeta atau pembubaran paksa lembaga negara.
    Mereka mengingatkan bahwa demokrasi justru sering melemah dari dalam: secara perlahan, legal, dan nyaris tak disadari.
    Salah satunya, melalui
    pemimpin
    yang terpilih secara demokratis, tetapi kemudian mempersonalisasi
    kekuasaan
    .
    Levitsky dan Ziblatt mengingatkan bahwa tanda-tandanya sering sangat halus: ketika kritik dianggap ancaman terhadap kemajuan negara, ketika hukum dibelokkan demi mendukung kepentingan kekuasaaan.
    Bentuk lainnya, ketika program negara dipresentasikan sebagai komitmen pribadi penguasa. Ketika yang terakhir terjadi, batas antara pemimpin dan negara menjadi kabur.
    Dalam literatur klasik, gejala ini dirangkum dalam ungkapan Louis XIV, “L’État, c’est moi”, “Negara adalah saya.”
    Tentu Indonesia tidak sedang menuju monarki absolut. Namun, personalisasi kekuasaan dalam diri pemimpin relevan sebagai pengingat agar demokrasi Indonesia tidak mengalami kemunduran dan menjadi hancur.
    Beberapa sinyal awal personalisasi kekuasaan tampak dalam bahasa yang dipakai Presiden Prabowo Subianto.
    Beberapa kali, Prabowo menampilkan diri sebagai sosok dengan misi sejarah dan tanggung jawab yang sudah “ditakdirkan” untuk bangsa Indonesia.
    Narasi bahwa 08 adalah julukannya selagi masih berdinas di Tentara, menjadi presiden ke 8 RI, memimpin HUT RI di dekade ke 8 menguatkan “takdirnya” sebagai pemimpin bangsa.
    Narasi semacam ini sah-sah saja dan bukan persoalan pada dirinya. Namun, dalam teori politik ia dapat menjadi fondasi munculnya
    fusion of leader and state
    .
    Secara subtil, legitimasi negara melekat pada pribadi pemimpin. Pada titik ini, bisa terjadi personalisasi kekuasaan presiden.
    Padahal, Negara demokrasi seharusnya dibangun oleh
    rule of law
    dan institusi bukan berpusat kepada persona pemimpinnya.
    Dalam konteks inilah pernyataan Presiden Prabowo bahwa dirinya “bertanggung jawab atas utang proyek Whoosh” perlu dibaca secara cermat.
    Walau dapat dimaknai sebagai tanggung jawab pemimpin, secara institusional utang negara adalah keputusan sistem anggaran. Ketika bahasa negara diucapkan dalam bentuk komitmen personal, batas antara pemimpin dan negara mulai berubah.
    Fenomena personalisasi juga tampak dalam penggunaan bahasa yang bersifat populis dan hitam putih.
    Dalam beberapa kesempatan, retorika yang digunakan memberi kesan pembelahan hitam-putih antara mereka yang dianggap ‘setia’ dan ‘tidak setia’.
    Misalnya, saat Pidato di hari kelahiran Pancasila, Presiden Prabowo berkata: “Mereka-mereka yang tidak setia kepada negara akan kita singkirkan dengan tidak ragu-ragu, tanpa memandang bulu tanpa melihat keluarga siapa, partai mana, suku mana, yang tidak setia kepada negara,”(
    Kompas
    , 2 Juni 2025).
    Personalisasi semakin terlihat dalam program-program ekonomi yang dalam persepsi publik dilekatkan pada figur presiden.
    Salah satunya adalah makan bergizi gratis (MBG), inisiatif penguatan ekonomi rakyat yang secara formal berada dalam domain kementerian dan lembaga teknis.
    Namun, karena presiden tampil langsung sebagai juru penjelas visi program tersebut, masyarakat kemudian melihatnya sebagai “program presiden”.
    Dalam kacamata teori personalisasi kekuasaan, simbol dan visi kebijakan negara yang dilekatkan pada figur pemimpin mempercepat pengaburan batas antara institusi dan persona.
    Fenomena lain terlihat pada penempatan sejumlah anggota tim sukses dan kampanye dalam jabatan negara.
    Kompensasi politik memang lazim dalam demokrasi. Namun, ketika jabatan strategis diberikan terutama berdasarkan kedekatan personal, tata kelola negara menjadi kumpulan jejaring loyalis, bukan profesionalisme kelembagaan.
    Literatur neo-patrimonialism melihat pola semacam ini sebagai tanda awal bahwa pejabat negara berfungsi lebih sebagai perpanjangan kehendak pemimpin dibanding sebagai bagian dari institusi yang otonom.
    Risiko terbesar personalisasi kekuasaan terletak pada cara negara merespons kritik. Dalam demokrasi, kritik dipahami sebagai bagian dari perbaikan.
    Namun, dalam sistem yang mempersonalisasi pemimpin, kritik terhadap kebijakan sering diperlakukan sebagai serangan terhadap negara.
    Ini pola klasik yang diteropong dalam politik sebagai kemunduran demokrasi. Ketika pemimpin dan negara dianggap identik, perbedaan pendapat dan kontrol dalam demokrasi ditafsirkan penguasa sebagai ancaman dan musuh bangsa.
    Kita mulai melihat pola ini dalam ruang publik: kritik dibalas dengan tudingan “anti-negara”, “antek asing”, “tidak sesuai dengan UUD 1945”, atau “musuh negara”.
    Padahal, demokrasi memberi ruang pada kritik sebab kekuasaan yang tanpa kritik akan menghancurkan bangsa dan menyengsarakan rakyat.
    Agar demokrasi tetap terpelihara dan tidak mengalami kemunduran, kita perlu menghindari personalisasi dan pemusatan kuasa pada presiden. Caranya, dengan melihat negara sebagai entitas yang lebih besar dari pemimpin.
    Presiden memang pemimpin negara. Namun, program strategis negara tidak boleh dilekatkan pada figur presiden.
    Dalam demokrasi, kebijakan publik lahir dari kerja kolektif lembaga negara. Ketika program dibingkai sebagai “program presiden”, kita sedang mengaburkan fakta bahwa pemimpin secara kolektif dan berdasarkan aturan adalah penyelenggara negara, bukan pemilik negara.
    Menjaga batas ini berarti memastikan keberhasilan dan kegagalan negara tetap menjadi keberhasilan dan kegagalan institusi demokrasi, bukan pribadi.
    Selain itu, negara perlu dikelola oleh pribadi-pribadi yang punya kapasitas, rekam jejak, integritas, bukan kedekatan dan loyalitas personal.
    Negara membutuhkan birokrasi yang kuat, bukan kumpulan loyalis yang cenderung bekerja berdasarkan subyektifitas dan kedekatan.
    Dari sisi pemimpin, sulit baginya bersikap tegas dan disiplin jika orang dekatnya tidak punya kapasitas dan integritas dalam membangun negara. Rakyat dan pemerintah mestinya belajar dari masa lalu tentang bagaimana KKN merusak negara.
    Terakhir, bangsa ini perlu menghidupi budaya demokrasi yang menjamin terjadinya kontrol terhadap kekuasaan.
    Kritik terhadap kebijakan harus dipahami sebagai kontribusi, bukan ancaman, apalagi dilihat sebagai musuh negara.
    Kritik konstruktif sejatinya bentuk paling jujur dari kesetiaan rakyat kepada republik. Loyalitas bukan berarti membenarkan semua keputusan pemimpin, tetapi menjaga agar kekuasaan berjalan sesuai dengan mandat konstitusi.
    Pemimpin selalu berganti, tetapi visi bangsa sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 harus menjadi kompas berbangsa.
    Demokrasi yang dewasa adalah demokrasi yang tahu kapan mengagumi pemimpin dan kapan harus mengingatkan bahwa negara bukanlah dirinya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Enggan Lakukan Permintaan Komisi Informasi, UGM Dinilai Semakin Vulgar Lindungi Jokowi dari Pengungkapan Ijazah Palsu

    Enggan Lakukan Permintaan Komisi Informasi, UGM Dinilai Semakin Vulgar Lindungi Jokowi dari Pengungkapan Ijazah Palsu

    Fajar.co.id, Jakarta — Sikap perwakilan UGM yang tidak mengamini permintaan hakim untuk melakukan uji konsekuensi terkait Kartu Hasil Studi (KHS) milik Jokowi dengan melibatkan pihak eksternal jadi sorotan.

    Sikap itu dinilai sebagai bukti bahwa Universitas Gajah Mada (UGM) semakin vulgar melindungi dan memproteksi Jokowi agar kejanggalan ijazahnya tidak terbuka ke publik.

    Penilaian itu disampaikan Wakil Ketua Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) Rizal Fadilah. Menurut dia, UGM bergerak untuk melindungi Presiden ke-7 Indonesia, Joko Widodo (Jokowi). Hal ini dilihatnya dalam sidang lanjutan sengketa informasi yang digelar Komisi Informasi Pusat, pada Selasa (2/12/2025).

    Pada kesempatan itu, Rizal hadir sebagai pengunjung dalam sidang sengketa informasi publik yang diajukan Leony Lidya, Lukas Luwarso dan Herman yang tergabung dalam Kelompok Bongkar Ijazah Jokowi (Bon Jowi).

    Rizal pun menganggap hal itu merupakan bentuk UGM melindungi Jokowi.

    “Saya kira UGM itu selalu memproteksi (Jokowi). Walaupun sudah diberi oleh pihak hakim ini jangan hanya konteks Jokowi tapi umum saja, sampai sebegitunya, tapi frame berpikir dia (UGM) Jokowi harus dilindungi,” beber Rizal kepada awak media di Kantor Komisi Informasi Pusat, Selasa (2/12/2025).

    Rizal menilai hal ini menjadi masalah serius dalam perkara ijazah Jokowi yang tak kunjung bisa dilihat publik. UGM pun dinilai Rizal memang berniat menutupi informasi perjalanan akademik Jokowi saat berkuliah di UGM.

    Lihat saja Dekan, Rektor, sampai ke pihak perwakilannya di pihak termohon KIP. Sama saja, menyembunyikan. Tidak mau menunjukan hal yang sebenarnya kepada publik, bagaimana Jokowi dalam statusnya dalam perkuliahan, maupun hasil, KKN dan sebagainya,” tegas Rizal.

  • DEEP Indonesia: Sentimen Publik Berbalik Usai Rehabilitasi Ira Puspadewi

    DEEP Indonesia: Sentimen Publik Berbalik Usai Rehabilitasi Ira Puspadewi

    Jakarta (beritajatim.com) – Sentimen publik terhadap kasus Ira Puspadewi berbalik signifikan setelah Presiden Prabowo Subianto memberikan rehabilitasi, menurut analisis DEEP Indonesia yang mencatat lonjakan sentimen positif hingga 68 persen.

    Direktur Komunikasi Democracy and Election Empowerment Partnership (DEEP) Intelligence Research, Neni Nur Hayati, menyambut baik keputusan Presiden Prabowo Subianto yang memberikan rehabilitasi terhadap kasus yang menimpa mantan Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry (Persero), Ira Puspadewi. Ia menyebut langkah tersebut menjadi potret nyata bahwa sistem peradilan Indonesia telah gagal menegakkan hukum secara akuntabel hingga menimbulkan kriminalisasi tanpa dasar kuat.

    Menurut Neni, kegagalan sistemik itu tercermin dari analisis sentimen pemberitaan media dan percakapan publik di media sosial yang dilakukan DEEP Indonesia pada periode 19–24 November 2025. Hasilnya menunjukkan bahwa perbincangan mengenai kasus Ira Puspadewi didominasi 80 persen sentimen negatif, jauh melampaui sentimen positif (14 persen) dan netral (6 persen).

    Ia menegaskan bahwa besarnya sentimen negatif bukanlah serangan terhadap Ira Puspadewi, melainkan kemarahan publik terhadap sistem hukum. Netizen menggunakan nada tinggi untuk mengkritik putusan majelis hakim yang dianggap tidak logis dan mencederai rasa keadilan.

    Sentimen negatif yang mencapai 80 persen itu bukan hanya mengenai vonis, tetapi juga menyasar inkonsistensi putusan. Publik mempertanyakan keadilan ketika seseorang divonis 4 tahun 6 bulan penjara meskipun ketua majelis hakim sendiri menyatakan “tidak terbukti memperkaya diri”, ditambah adanya dissenting opinion yang mengusulkan vonis onslag (bebas). Kontradiksi tersebut memicu keraguan apakah putusan dibangun berdasarkan keadilan substantif atau tekanan untuk menghasilkan vonis korupsi meski tidak ada bukti memperkaya diri.

    Dalam monitoring percakapan di seluruh platform sosial, termasuk X, Facebook, Instagram, TikTok, dan YouTube, mayoritas publik digital menolak dan mengkritik vonis tersebut. DEEP mencatat persentase negatif dominan di platform diskusi seperti X dan Facebook mencapai kisaran 53–57 persen, menunjukkan adanya konsensus digital bahwa putusan tersebut bermasalah.

    Namun dinamika sentimen publik berubah drastis setelah Presiden Prabowo mengeluarkan kebijakan rehabilitasi terhadap Ira Puspadewi. Berdasarkan penarikan data DEEP Indonesia pada 24–26 November 2025 pukul 15.40 WIB, sentimen positif naik signifikan menjadi 68 persen, sentimen netral 4 persen, dan negatif turun menjadi 28 persen.

    Neni menilai intervensi Presiden Prabowo telah berhasil melakukan reputation repair secara cepat dan dramatis. “Narasi keadilan (justice) yang diperjuangkan oleh Eksekutif berhasil menenggelamkan narasi ketidakadilan (injustice) yang sebelumnya didorong oleh putusan yudikatif,” ujarnya.

    DEEP Indonesia menilai bahwa kasus ini menjadi pelajaran besar bagi sistem peradilan Indonesia. Ada dua kegagalan utama yang disorot:

    1. Kegagalan Membedakan Risiko Bisnis dan Niat Jahat (Mens Rea)
    Putusan yang memvonis terdakwa karena “memperkaya orang lain” dalam konteks akuisisi tanpa adanya mens rea untuk memperkaya diri sendiri menunjukkan bahwa majelis hakim gagal memahami Prinsip Business Judgment Rule (BJR). Keputusan bisnis yang dibuat dengan itikad baik dan sesuai prosedur, meski berujung kerugian, tidak seharusnya dipidana. Pemidanaan seperti ini mengirimkan sinyal bahaya bagi direksi BUMN bahwa keputusan strategis yang berisiko dapat berakhir di penjara.

    2. Ancaman Terhadap Inovasi BUMN
    Sebelum rehabilitasi diberikan, putusan tersebut menciptakan efek dingin (chilling effect) yang fatal. Manajemen BUMN berpotensi mengambil langkah serb-aman, menghindari risiko, dan menolak inovasi. Kondisi ini dinilai akan merugikan daya saing BUMN dan pertumbuhan ekonomi nasional. Rehabilitasi Presiden menghilangkan sebagian risiko itu, namun akar masalah tetap berada pada proses peradilan.

    DEEP Indonesia mengapresiasi langkah cepat Presiden Prabowo, namun menegaskan bahwa rehabilitasi saja tidak cukup. Mereka mendesak adanya reformasi struktural dalam penegakan hukum. Beberapa rekomendasi yang disampaikan antara lain:

    1. Reformasi hukum oleh Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial
    DEEP mendesak MA dan KY memperkuat pelatihan hakim Tipikor terkait Hukum Korporasi, Hukum Bisnis, dan Business Judgment Rule. Pemahaman ini penting untuk membedakan antara kerugian akibat risiko bisnis dan kerugian akibat niat jahat.

    2. Penetapan standar mens rea yang lebih jelas dalam pemidanaan BUMN
    DPR RI dan Pemerintah diminta mempertegas definisi niat jahat dalam UU Tipikor agar tidak ada lagi celah hukum yang mempidana keputusan bisnis beritikad baik.

    3. Perlindungan bagi whistleblower dan auditor internal BUMN
    DEEP juga meminta Presiden memastikan perlindungan bagi pengawas internal agar mampu melaporkan indikasi KKN tanpa menghambat ruang inovasi eksekutif.

    Neni menegaskan bahwa rehabilitasi terhadap Ira Puspadewi adalah momen penting untuk memastikan bahwa keadilan harus bersifat substantif, bukan sekadar prosedural. “Tugas kita bersama kini adalah memastikan bahwa keadilan ini tidak lagi memerlukan hak sakti dari Presiden, melainkan otomatis hadir dari putusan hakim yang adil, cerdas, dan berbasis konteks,” ujar Neni. [beq]

  • MA Sebut Rehabilitasi Eks Dirut ASDP Ira Puspadewi Cs Hak Prerogatif Prabowo: Untuk Kepentingan Besar

    MA Sebut Rehabilitasi Eks Dirut ASDP Ira Puspadewi Cs Hak Prerogatif Prabowo: Untuk Kepentingan Besar

    Mantan Dirut ASDP Ira Puspadewi divonis penjara 4 tahun dan 6 bulan dalam kasus dugaan korupsi kerja sama usaha dan akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN). Ira dinilai terbukti bersalah melakukan korupsi.

    “Menyatakan para terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama sebagaimana dakwaan alternatif kedua,” kata Hakim Ketua Sunoto pada sidang pembacaan vonis majelis hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (21/11/2025).

    Selain Ira, Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP periode 2019–2024 Muhammad Yusuf Hadi serta Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP periode 2020–2024 Harry Muhammad Adhi Caksono juga dijatuhi pidana masing-masing 4 tahun penjara. Majelis hakim juga menjatuhkan hukuman denda.

    Untuk Ira Puspadewi, denda yang dikenakan sebesar Rp 500 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti (subsider) dengan pidana kurungan selama tiga bulan.

    Sementara untuk Yusuf Hadi dan Harry Muhammad dijatuhi pidana denda masing-masing sebesar Rp 250 juta subsider tiga bulan kurungan.

    Ketiga terdakwa dinyatakan telah melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    Sebelum menjatuhkan putusan, majelis hakim mempertimbangkan perbuatan para terdakwa yang tidak mendukung program pemerintah dalam rangka penyelenggaraan negara yang bersih, dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), sebagai hal pemberat.

    Begitu pula dengan perbuatan para terdakwa yang menyalahgunakan kepercayaan yang diberikan negara sebagai direksi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) serta dampak perbuatan para terdakwa yang mengakibatkan ASDP terbebani utang dan kewajiban yang besar, menjadi pertimbangan memberatkan.

    Sementara hakim ketua menyatakan perbuatan para terdakwa yang bukan kesalahan murni untuk melakukan korupsi, tetapi kelalaian berat tanpa kehati-hatian dan iktikad baik dalam prosedur serta tata kelola aksi korporasi ASDP dipertimbangkan sebagai alasan meringankan vonis.

    Selain itu, hal meringankan lainnya yang dipertimbangkan, yakni para terdakwa berhasil memberikan warisan untuk ASDP, tidak terbukti menerima keuntungan finansial, memiliki tanggungan keluarga, serta terdapat beberapa aksi korporasi yang dapat dioperasikan untuk kepentingan publik.

     

  • Andi Arief: Eks Dirut ASDP Ira Puspadewi Korban Kezaliman Pemberantasan Korupsi

    Andi Arief: Eks Dirut ASDP Ira Puspadewi Korban Kezaliman Pemberantasan Korupsi

    Bisnis.com, JAKARTA — Politisi partai Demokrat Andi Arief menilai mantan Direktur Utama (Dirut) PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Ira Puspadewi korban dari penindakan korupsi.

    Seperti diketahui, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memvonis Ira Puspadewi 4,5 tahun penjara terkait perkara akuisisi PT JN yang dilakukan saat dia menjabat sebagai Dirut ASDP.

    Andi menyatakan penilaiannya itu berdasarkan jalannya sidang yang tidak mampu membuktikan Ira menerima keuntungan dalam kasus akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN).

    “Eks Dirut ASDP, menurut saya, korban kezaliman pemberantasan korupsi. Persidangan tidak bisa membuktikan yang bersangkutan korupsi,” tulus Andi dalam postingannya di X @Andiarief_ pada Jumat (21/11/2025).

    Kemudian, dia menyarankan agara Presiden Prabowo Subianto bisa menggunakan kewenangannya untuk mengeluarkan abolisi seperti yang dilakukan terhadap eks Mendag Tom Lembong.

    “Sebaiknya Pak Prabowo kembali menggunakan kewenangannya seperti dalam kasus Tom Lembong,” pungkas Andi.

    Sekadar informasi, Ira telah divonis 4,5 tahun dan denda Rp500 juta dalam perkara akuisisi PT JN oleh ASDP. Hakim mencatat terdapat sejumlah hal yang meringankan dalam vonis itu.

    Secara terperinci, perbuatan Ira dkk dalam akuisisi ini bukan murni untuk melakukan korupsi. Namun, perbuatan yang dinilai merugikan negara ini karena dianggap lalai tanpa memperhatikan kehati-hatian dalam prosedur tata kelola aksi korporasi.

    Hal yang meringankan lainnya yakni, Ira telah memberikan warisan untuk PT ASDP; memiliki tanggungan keluarga; dan aksi korporasi dalam akuisisi ini dilakukan untuk kepentingan publik.

    Selain itu, Nur Sari menegaskan bahwa Ira Dkk tidak terbukti menerima aliran dana maupun keuntungan finansial dari perkara rasuah ini.

    “Para terdakwa tidak terbukti menerima keuntungan finansial,” ujar Hakim Anggota Nur Sari di PN Tipikor, Kamis (20/11/2025).

    Sementara itu, hal yang memberatkan vonis Ira yaitu tidak mendukung program pemerintah dalam penyelenggaraan negara yang bersih dari korupsi atau KKN.

    Selanjutnya, menyalahgunakan kepercayaan sebagai direksi BUMN dan perbuatan para terdakwa juga dinilai telah mengakibatkan PT ASDP terbebani hutang dan kewajiban yang besar atas akusisi PT JN.