Kasus: kekerasan seksual

  • 5 Fakta Pemuda Disabilitas Jadi Tersangka Rudapaksa, Bingung karena Tak Punya Tangan, Kuak Kronologi

    5 Fakta Pemuda Disabilitas Jadi Tersangka Rudapaksa, Bingung karena Tak Punya Tangan, Kuak Kronologi

    TRIBUNJATIM.COM – Inilah fakta-fakta pemuda disabilitas jadi tersangka rudapaksa.

    Peristiwa ini terjadi di Nusa Tenggara Barat (NTB).

    Pemuda bernama Iwas alias Agus ini mengaku bingung atas penetapan polisi menjadikannya seorang tersangka.

    Pasalnya, dia tak memiliki dua tangan, sehingga, menurutnya, tak mungkin melakukan rudapaksa terhadap seorang mahasiswi.

    Lantas, seperti apa kejadian atau kronologinya?

    Informasi berita menarik lainnya di Google News TribunJatim.com

    Fakta pemuda disabilitas jadi tersangka rudapaksa

    1. Kronologi versi Agus

    Agus dalam wawancaranya yang dibagikan akun Instagram @lagi.viral, Agus mengurai fakta sebenarnya soal tudingan ia merudapaksa mahasiswi, dilansir Tribun Bogor.

    Mulanya di awal Oktober 2024 lalu, Agus Buntung bertemu dengan seorang mahasiswi di kampusnya.

    Kala itu Agus Buntung minta bantuan ke wanita tersebut untuk mengantarkannya ke kampus setelah makan siang.

    “Setelah saya membeli makan dan minuman, saya duduk sebentar, saya ingin kembali ke kampus. Kendala saya capek jalan tidak kuat, saya berpikir untuk minta bantuan kepada orang di sekitar sana,” imbuh Agus.

    Langsung minta bantuan ke seorang mahasiswi yang tidak ia kenal, Agus Buntung percaya saja saat diajak naik motor.

    Tak disangka kepercayaan Agus Buntung itu justru membawanya ke jurang masalah.

    Agus Buntung mengaku tiba-tiba dibawa ke sebuah penginapan oleh mahasiswi tersebut.

    “Berjalan ke Islamic Center, tapi mengejutkan kok muter tiga kali di Islamic Center, tapi saya santai enggak berpikiran aneh-aneh karena bersyukur dia mau bantu. Udah muter tiga kali, balik lagi ke jalan yang sama. Saya ingin bertanya mau ke mana ini tapi enggak enak, saya diam aja. Terus muter, kok tiba-tiba sampailah di homestay enggak jauh dari Udayana,” ucap Agus.

    Disuruh masuk ke kamar, Agus Buntung kian terkejut saat tiba-tiba pakaiannya dilucuti sang mahasiswi.

    Agus Buntung lantas menceritakan kronologi dirinya dilecehkan oleh sang mahasiswi.

    “Saya kaget dia membuka baju, celana saya. Saya diam dengan kebingungan. Dia membuka juga (bajunya). (Agus) disuruh tidur di kasur gini,” kata Agus.

    Setelah dipaksa diam untuk berhubungan badan, Agus lemas tanpa bisa bertanya banyak ke sang mahasiswi.

    Agus Buntung akhirnya diajak keluar penginapan oleh mahasiswi tersebut dan kembali ke kampus.

    2. Foto Agus viral sebagai pelaku rudapaksa

    Kembali diboncengi motor oleh sang mahasiswi, Agus Buntung tersentak saat tiba-tiba ia berhenti di dekat islamic center kampus.

    Di momen tersebut, sang mahasiswi langsung turun dari motor dan memeluk seorang pria.

    Agus syok karena tiba-tiba difoto oleh seorang pria tak dikenal saat turun dari motor.

    Tak disangka selang beberapa hari kemudian, foto Agus itu tersebar dan digambarkan seorang sosok pelaku rudapaksa yang kejam.

    Agus disebut-sebut merudapaksa mahasiswi yang ditemuinya itu hingga fotonya tersebar di media sosial akun Lombok.

    Hingga akhirnya kasus tersebut berujung pada proses hukum karena sang mahasiswi melaporkan Agus ke Polresta Mataram dengan kasus dugaan pemerkosaan dan kekerasan seksual.

    3. Agus bingung jadi tersangka karena tak punya tangan 

    Adapun dalam video wawancaranya dibagikan akun Instagram @lagi.viral, Agus Buntung mempertanyakan logika yang dipakai untuk mentersangkakannya.

    Mengingat kondisinya yang sulit untuk melakukan perbuatan seperti rudapaksa.

    Sebab Agus jadi tidak bisa pergi keluar rumah lantaran dituduh sebagai pelaku kekerasan seksual.

    “Sedih banget kayak mati semua-muanya, jadi tersangka, enggak bisa ke mana-mana,” kata Agus, dikutip dari video akun Lagi viral, Sabtu (30/11/2024).

    Seorang pria penyandang disabilitas tak memiliki tangan berinisial IWAS alias Agus (21), dituduh melakukan rudapaksa terhadap seorang mahasiswi. (Youtube Official iNews/ist)

    Bahkan, sehari-hari Agus mengaku masih dibantu orangtuanya untuk berpakaian hingga makan.

    “Sebagaimana Bapak lihat, saya masih dimandikan dan dirawat oleh orang tua saya. Semua aktivitas seperti buang air besar dan kecil pun dibantu orang tua. Kok bisa saya dituduh memperkosa atau berhubungan secara paksa, bagaimana saya bukanya gitu,” papar Agus.

    Agus juga menegaskan bahwa jika tuduhan rudapaksa itu benar terjadi, korban pasti bisa melawan.  

    4. Agus minta keadilan dari presiden

    Kini Agus Buntung hanya bisa berharap agar Presiden Prabowo bisa memberikan keadilan untuknya.

    Pasalnya, ia masih ingin melanjutkan karier sebagai seniman dan statusnya sebagai mahasiswa.

    “Saya ingin bertemu dengan Presiden Prabowo untuk menunjukkan karya seni gamelan yang saya mainkan. Walaupun saya hanya bisa menggunakan jari-jari kaki saya, saya ingin membuat Presiden bangga dan mungkin bisa dikenal oleh dunia,” ujar Agus, dilansir dari Youtube Official iNews.

    Presiden Prabowo Subianto (Sekretariat Presiden)

    Ia beraharap keadaannya bisa kembali seperti semula dan bisa memberikan karya untuk masa depannya.
     
    “Saya ingin agar bisa kembali seperti semula, semoga dengan dukungan dan motivasi dari masyarakat, saya bisa lebih semangat dalam menjalani hidup dan berkarya,” ujarnya.

    5. Kasus Agus Buntung Tersangka Rudapaksa Disorot Anggota DPR

    Kasus yang menimpa Agus itu sontak jadi sorotan di media sosial hingga viral.

    Anggota DPR RI Ahmad Sahroni pun mengurai responnya atas kasus Agus tersebut.

    Dalam akun media sosialnya, Sahroni menyoroti dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan Agus.

    Sahroni pun membagikan cuplikan wawancara Agus yang dituding merudapaksa seorang mahasiswi di kampus.

    Sahroni mempertanyakan kebenaran terkait hal tersebut.

    “Ini beneran gak sih kejadian di Polda NTB ? Disablitas yg tidak memilki tangan apa iya bisa memperkosa ?” tanya Ahmad Sahroni.

    Atas kasus yang menimpa Agus, netizen di media sosial pun mengurai simpati kepada pemuda berdarah Bali tersebut.

    —– 

    Berita Jatim dan berita viral lainnya.

  • Pria Tanpa Lengan di NTB Jadi Pelaku Pelecehan Seksual, Apa Itu Pelecehan Seksual Nonfisik?

    Pria Tanpa Lengan di NTB Jadi Pelaku Pelecehan Seksual, Apa Itu Pelecehan Seksual Nonfisik?

    Jakarta: Seorang pemuda tanpa lengan asal Nusa Tenggara Barat (NTB), IWAS alias Agus Buntung (21), baru-baru ini menjadi sorotan publik setelah ditetapkan sebagai tersangka pelecehan seksual terhadap seorang mahasiswi.

    IWAS, yang juga seorang seniman dan mahasiswa semester tujuh, diduga melakukan tindakan asusila, dia berandil bahwa hal tersebut tidak masuk akal

    “Bukan saya apa, rasa sakit saya dituduh dengan memperkosa orang. Sedangkan saya buka celana nggak bisa, buka baju nggak bisa. Logikanya di mana dengan komentar yang tidak-tidak,” ujar IWAS dalam potongan video yang viral di media sosial.

    Namun, pihak Kepolisian Daerah (Polda NTB) menegaskan bahwa hukum berlaku tanpa pandang bulu, termasuk bagi penyandang disabilitas. Dia dituduh melakukan tindakan pelecehan seksual nonfisik, apa itu? Yuk simak.
     
    Apa Itu Pelecehan Seksual Nonfisik?
    Pelecehan Seksual berdasarkan KBBI adalah pelanggaran batasan seksual orang lain atau norma perilaku seksual.

    Tindak pidana kekerasan Seksual terdiri atas dua bentuk berdasarkan UU 12 Tahun 2022 atau TPKS pasal 4: Pelecehan Seksual nonfisik dan pelecehan seksual fisik.

    Pelaku pelecehan seskual nonfisik sebagaimana dijelaskan dalam pasal 5 adalah

    “Setiap Orang yang melakukan perbuatan seksual secara nonfisik yang ditujukan terhadap tubuh, keinginan seksual, dan/atau organ reproduksi dengan maksud merendahkan harkat dan martabat seseorzrng berdasarkan seksualitas dan/atau kesusilaannya, dipidana karena pelecehan seksual nonfisik, dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) bulan dan/ atau pidana denda paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah)”
     
    Barang Bukti
    Tentunya, membuktikan perbuatan ini bisa sangat sulit. Namun, UU TPKS Pasal 24 telah menjelaskan alat-alat bukti yang dianggap sah dalam proses pembuktian, diantaranya adalah: 

    1. Alat bukti yang sah dalam pembuktian Tindak Pidana Kekerasan Seksual terdiri atas:

    a. alat bukti sebagaimana dimaksud dalam hukum acara pidana;
    b. alat bukti lain berupa informasi elektronik dan / atau dokumen elektronik sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
    c. barang bukti yang digunakan untuk melakukan tindak pidana atau sebagai hasil Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan/ atau benda atau barangyang berhubungan dengan tindak pidana tersebut.

    2. Termasuk alat bukti keterangan Saksi yaitu hasil pemeriksaan terhadap Saksi dan/ atau Korban pada tahap penyidikan melalui perekaman elektronik.

    3. Termasuk alat bukti surat yaitu:

    a. surat keterangan psikolog klinis dan/ atau
    psikiater/dokter spesialis kedokteran jiwa;
    b. rekam medis;
    c. hasil pemeriksaan forensik; d,an/atau
    d. hasil pemeriksaan rekening bank.

    Nah, dalam kasus IWAS, pihak Kepolisian Daerah (Polda) NTB berandil bahwa dugaan pelecehan seksual yang dilakukan dilakukan dengan pemanfaatan komunikasi verbal yang mempengaruhi psikologis korban.

    Pihak Polda mengungkap tindakan dugaan pelecehan IWAS tidak hanya terjadi satu kali, namun sebagai bagian dari rangkaian kejadian di berbagai lokasi, seperti salah satu taman di NTB dan penginapan.

    Dia diduga melakukan tindakan tersebut dengan manipulasi verbal dan komunikasi yang merendahkan martabat korban, meskipun memiliki keterbatasan fisik yang signifikan.

    Pihak penyidik menyatakan bahwa temuan tersebut berdasarkan sejumlah bentuk alat-alat bukti yang sudah dijabarkan, termasuk keterangan saksi dan hasil pemeriksaan dari Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI).

    “Berdasarkan hasil tersebut, status IWAS yang awalnya menjadi saksi, kini resmi ditingkatkan menjadi tersangka,” kata Kepala Subdirektorat Remaja, Anak, dan Wanita (Renakta) Reserse Kriminal Umum Polda NTB AKBP Ni Made Pujawati, 

    Pelecehan seksual bukan hanya berupa tindakan fisik, tetapi juga dapat berupa tindakan non-fisik seperti ucapan dan komunikasi yang merendahkan martabat seseorang.

    Kasus IWAS di NTB menegaskan pentingnya kesadaran masyarakat mengenai berbagai bentuk pelecehan seksual dan ancaman hukuman bagi pelakunya.

    Setiap bentuk pelecehan, baik fisik maupun non-fisik, harus dilawan demi melindungi hak-hak korban dan menjaga martabat kemanusiaan.

    Baca Juga:
    Kamu Merasa Benci Diri Sendiri secara Tiba-tiba? Ternyata Ini 5 Alasannya

    Jakarta: Seorang pemuda tanpa lengan asal Nusa Tenggara Barat (NTB), IWAS alias Agus Buntung (21), baru-baru ini menjadi sorotan publik setelah ditetapkan sebagai tersangka pelecehan seksual terhadap seorang mahasiswi.
     
    IWAS, yang juga seorang seniman dan mahasiswa semester tujuh, diduga melakukan tindakan asusila, dia berandil bahwa hal tersebut tidak masuk akal
     
    “Bukan saya apa, rasa sakit saya dituduh dengan memperkosa orang. Sedangkan saya buka celana nggak bisa, buka baju nggak bisa. Logikanya di mana dengan komentar yang tidak-tidak,” ujar IWAS dalam potongan video yang viral di media sosial.
    Namun, pihak Kepolisian Daerah (Polda NTB) menegaskan bahwa hukum berlaku tanpa pandang bulu, termasuk bagi penyandang disabilitas. Dia dituduh melakukan tindakan pelecehan seksual nonfisik, apa itu? Yuk simak.
     
    Apa Itu Pelecehan Seksual Nonfisik?
    Pelecehan Seksual berdasarkan KBBI adalah pelanggaran batasan seksual orang lain atau norma perilaku seksual.
     
    Tindak pidana kekerasan Seksual terdiri atas dua bentuk berdasarkan UU 12 Tahun 2022 atau TPKS pasal 4: Pelecehan Seksual nonfisik dan pelecehan seksual fisik.
     
    Pelaku pelecehan seskual nonfisik sebagaimana dijelaskan dalam pasal 5 adalah
     
    “Setiap Orang yang melakukan perbuatan seksual secara nonfisik yang ditujukan terhadap tubuh, keinginan seksual, dan/atau organ reproduksi dengan maksud merendahkan harkat dan martabat seseorzrng berdasarkan seksualitas dan/atau kesusilaannya, dipidana karena pelecehan seksual nonfisik, dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) bulan dan/ atau pidana denda paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah)”
     
    Barang Bukti
    Tentunya, membuktikan perbuatan ini bisa sangat sulit. Namun, UU TPKS Pasal 24 telah menjelaskan alat-alat bukti yang dianggap sah dalam proses pembuktian, diantaranya adalah: 
     
    1. Alat bukti yang sah dalam pembuktian Tindak Pidana Kekerasan Seksual terdiri atas:
     
    a. alat bukti sebagaimana dimaksud dalam hukum acara pidana;
    b. alat bukti lain berupa informasi elektronik dan / atau dokumen elektronik sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
    c. barang bukti yang digunakan untuk melakukan tindak pidana atau sebagai hasil Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan/ atau benda atau barangyang berhubungan dengan tindak pidana tersebut.
     
    2. Termasuk alat bukti keterangan Saksi yaitu hasil pemeriksaan terhadap Saksi dan/ atau Korban pada tahap penyidikan melalui perekaman elektronik.
     
    3. Termasuk alat bukti surat yaitu:
     
    a. surat keterangan psikolog klinis dan/ atau
    psikiater/dokter spesialis kedokteran jiwa;
    b. rekam medis;
    c. hasil pemeriksaan forensik; d,an/atau
    d. hasil pemeriksaan rekening bank.
     
    Nah, dalam kasus IWAS, pihak Kepolisian Daerah (Polda) NTB berandil bahwa dugaan pelecehan seksual yang dilakukan dilakukan dengan pemanfaatan komunikasi verbal yang mempengaruhi psikologis korban.
     
    Pihak Polda mengungkap tindakan dugaan pelecehan IWAS tidak hanya terjadi satu kali, namun sebagai bagian dari rangkaian kejadian di berbagai lokasi, seperti salah satu taman di NTB dan penginapan.
     
    Dia diduga melakukan tindakan tersebut dengan manipulasi verbal dan komunikasi yang merendahkan martabat korban, meskipun memiliki keterbatasan fisik yang signifikan.
     
    Pihak penyidik menyatakan bahwa temuan tersebut berdasarkan sejumlah bentuk alat-alat bukti yang sudah dijabarkan, termasuk keterangan saksi dan hasil pemeriksaan dari Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI).
     
    “Berdasarkan hasil tersebut, status IWAS yang awalnya menjadi saksi, kini resmi ditingkatkan menjadi tersangka,” kata Kepala Subdirektorat Remaja, Anak, dan Wanita (Renakta) Reserse Kriminal Umum Polda NTB AKBP Ni Made Pujawati, 
     
    Pelecehan seksual bukan hanya berupa tindakan fisik, tetapi juga dapat berupa tindakan non-fisik seperti ucapan dan komunikasi yang merendahkan martabat seseorang.
     
    Kasus IWAS di NTB menegaskan pentingnya kesadaran masyarakat mengenai berbagai bentuk pelecehan seksual dan ancaman hukuman bagi pelakunya.
     
    Setiap bentuk pelecehan, baik fisik maupun non-fisik, harus dilawan demi melindungi hak-hak korban dan menjaga martabat kemanusiaan.
     
    Baca Juga:
    Kamu Merasa Benci Diri Sendiri secara Tiba-tiba? Ternyata Ini 5 Alasannya

     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (WAN)

  • Kronologi Penyandang Disabilitas di NTB Jadi Tersangka Kasus Kekerasan Seksual Versi Wayan

    Kronologi Penyandang Disabilitas di NTB Jadi Tersangka Kasus Kekerasan Seksual Versi Wayan

    Mataram, Beritasatu.com – Seorang penyandang disabilitas fisik di Nusa Tenggara Barat (NTB) bernama I Wayan Agus Swartama ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus kekerasan seksual oleh Polda NTB. Penetapan Wayan Agus ini memunculkan perdebatan mengenai aspek hukum dan kemanusiaan.

    Dikisahkan Wayan Agus, penetapan dirinya sebagai tersangka bermula saat ia berjalan kaki untuk mencari makan. Setelah makan, ia merasa kelelahan dan mencoba meminta bantuan orang lain untuk mengantarnya pulang. Namun, permintaan pertama ditolak.

    “Awalnya saya minta tolong sama seseorang, tetapi dia tidak mau. Akhirnya, saya minta tolong kepada perempuan (korban) ini untuk mengantar saya ke kampus, dan korban mau,” ungkap Wayan, Sabtu (30/11/2024).

    Perempuan tersebut kemudian mengantarnya dengan sepeda motor. Namun, Wayan mengungkapkan bahwa ia mengarahkan perjalanan ke kawasan dekat Islamic Center di Mataram dan sempat berkeliling sebelum akhirnya tiba di sebuah homestay, tempat dugaan kekerasan seksual terjadi.

    “Perempuan ini ajak saya masuk ke dalam kamar, dia juga yang menutup pintu, kemudian dia buka pakaian saya. Saya tidak bisa melawan karena kondisi saya tidak punya tangan. Kalau saya melawan, pasti saya malu karena pakaian saya sudah dibuka,” tambahnya.

    Setelah kejadian tersebut, korban menghubungi seseorang melalui telepon dan bertemu dengan dua pria di sekitar Islamic Center. Wayan mengaku terkejut ketika dituduh telah melakukan kekerasan seksual dengan menggunakan hipnotis.

    “Saya tidak memiliki ilmu hipnotis dan siap diperiksa,” kata Wayan.

    Kasubdit Reskrimum Bidang Renakta Polda NTB AKBP Ni Made Pujawati menjelaskan, penetapan Wayan yang seorang penyandang disabilitas sebagai tersangka kasus kekerasan seksual, didasarkan pada dua alat bukti yang cukup, termasuk keterangan saksi dan barang bukti.

    “Proses ini mengacu pada Keputusan Kapolda NTB Nomor 738 Tahun 2024 tentang pedoman penanganan penyandang disabilitas yang berhadapan dengan hukum. Dalam hal ini, kami memberikan layanan akomodasi khusus melalui program Laditas,” jelas Pujawati.

    Ia menambahkan, pasal yang diterapkan adalah Pasal 6C Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, yang tidak mensyaratkan adanya kekerasan fisik.

    “Pasal ini cukup mengatur adanya tindakan atau pengaruh yang membuat korban tergerak untuk melakukan hubungan seksual di luar kehendaknya. Keterangan saksi dan temuan fakta juga mengungkap adanya modus serupa pada lebih dari satu korban, yang memperkuat dasar hukum penetapan tersangka,” tambahnya.

    Saat ini, Wayan Agus Swartama, penyandang disabilitas yang menjadi tersangka kasus kekerasan seksual menjalani tahanan rumah selama 20 hari ke depan sambil menunggu proses hukum selanjutnya. Ia berharap kasus ini segera diselesaikan agar ia bisa melanjutkan pendidikan dan aktivitasnya sehari-hari.

  • Once Mekel Soroti Perundungan di Sekolah, Dorong Budaya Non-Kekerasan Dimulai dari Keluarga

    Once Mekel Soroti Perundungan di Sekolah, Dorong Budaya Non-Kekerasan Dimulai dari Keluarga

    Makassar: Anggota Komisi X DPR RI, Once Mekel, menyoroti fenomena kekerasan dan perundungan di lingkungan pendidikan saat melakukan kunjungan kerja di SMPN 6 Makassar pada Kamis-Sabtu (28-30 November 2024). Once menegaskan pentingnya peran keluarga dan lingkungan dalam membentuk budaya non-kekerasan di tengah masyarakat.

    “Tentu harapan kita semua Indonesia jauh dari kekerasan, apalagi di satuan pendidikan. Di sekolah harusnya bebas dari kekerasan seksual, bullying, dan intoleransi,” ujar Once dalam kunjungan tersebut yang dikutip Sabtu 30 November 2024.

    Once mengapresiasi keberadaan Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) di sekolah, yang dibentuk berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Ristek Nomor 46 Tahun 2023. Ia menyebutkan, langkah ini merupakan upaya serius pemerintah dalam mengatasi kekerasan di lingkungan pendidikan.

    Baca juga: Fakta-fakta Bullying di Subang yang Tewaskan Siswa Kelas 3 SD

    TPPK ini diyakini sebagai langkah konkret yang perlu didukung bersama untuk menciptakan ruang aman bagi anak-anak di sekolah. Kekerasan di dunia pendidikan tidak boleh ditoleransi.

    Selain itu, Once juga mengingatkan pentingnya kewaspadaan terhadap pengaruh konten negatif yang beredar di media sosial. Ia menilai, akses anak-anak terhadap konten yang tidak sesuai usia dapat berdampak buruk pada perkembangan mereka.

    “Kita juga harus membatasi agar konten-konten negatif tersebut tidak terekspos kepada anak-anak, karena itu sangat bisa memengaruhi proses tumbuh kembang dan cara berpikir mereka ke depan. Jangan sampai muncul keyakinan baru melalui tindakan-tindakan kekerasan sebagai jalan untuk mereka menyelesaikan masalah,” pungkasnya.

    Once menekankan bahwa upaya pencegahan kekerasan harus dimulai dari keluarga dan lingkungan terdekat anak. Menurutnya, keluarga memiliki peran penting dalam menanamkan nilai-nilai non-kekerasan sejak dini.

    “Saya juga menyinggung supaya kita harus mengedepankan budaya non violence yang harus dimulai dari keluarga dan juga lingkungan kita sendiri,” ungkap Once.
    .

    Makassar: Anggota Komisi X DPR RI, Once Mekel, menyoroti fenomena kekerasan dan perundungan di lingkungan pendidikan saat melakukan kunjungan kerja di SMPN 6 Makassar pada Kamis-Sabtu (28-30 November 2024). Once menegaskan pentingnya peran keluarga dan lingkungan dalam membentuk budaya non-kekerasan di tengah masyarakat.
     
    “Tentu harapan kita semua Indonesia jauh dari kekerasan, apalagi di satuan pendidikan. Di sekolah harusnya bebas dari kekerasan seksual, bullying, dan intoleransi,” ujar Once dalam kunjungan tersebut yang dikutip Sabtu 30 November 2024.
     
    Once mengapresiasi keberadaan Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) di sekolah, yang dibentuk berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Ristek Nomor 46 Tahun 2023. Ia menyebutkan, langkah ini merupakan upaya serius pemerintah dalam mengatasi kekerasan di lingkungan pendidikan.
    Baca juga: Fakta-fakta Bullying di Subang yang Tewaskan Siswa Kelas 3 SD
     
    TPPK ini diyakini sebagai langkah konkret yang perlu didukung bersama untuk menciptakan ruang aman bagi anak-anak di sekolah. Kekerasan di dunia pendidikan tidak boleh ditoleransi.
     
    Selain itu, Once juga mengingatkan pentingnya kewaspadaan terhadap pengaruh konten negatif yang beredar di media sosial. Ia menilai, akses anak-anak terhadap konten yang tidak sesuai usia dapat berdampak buruk pada perkembangan mereka.
     
    “Kita juga harus membatasi agar konten-konten negatif tersebut tidak terekspos kepada anak-anak, karena itu sangat bisa memengaruhi proses tumbuh kembang dan cara berpikir mereka ke depan. Jangan sampai muncul keyakinan baru melalui tindakan-tindakan kekerasan sebagai jalan untuk mereka menyelesaikan masalah,” pungkasnya.
     
    Once menekankan bahwa upaya pencegahan kekerasan harus dimulai dari keluarga dan lingkungan terdekat anak. Menurutnya, keluarga memiliki peran penting dalam menanamkan nilai-nilai non-kekerasan sejak dini.
     
    “Saya juga menyinggung supaya kita harus mengedepankan budaya non violence yang harus dimulai dari keluarga dan juga lingkungan kita sendiri,” ungkap Once.
    .
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (DHI)

  • Demo Kutuk Kekerasan Seksual di Kampus Berujung Pembakaran Fasum

    Demo Kutuk Kekerasan Seksual di Kampus Berujung Pembakaran Fasum

    TRIBUNJATENG.COM – Fasilitas umum di Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Hasanuddin (Unhas) menjadi sasaran tindakan perusakan oleh Orang Tak Dikenal (OTK) pada Kamis (28/11/2024) malam. Insiden ini melibatkan pembakaran tempat sampah dan aksi vandalisme di sejumlah area kampus.

    Tidak hanya itu, dinding gedung FIB dipenuhi coretan, sementara kaca papan pengumuman dan kaca di area Dekanat FIB juga dirusak oleh pelaku. Kejadian ini menimbulkan keprihatinan di kalangan mahasiswa dan civitas akademika.

    Presidium Kongres Keluarga Mahasiswa FIB Unhas, Giandra Lolo, menjelaskan bahwa insiden ini terjadi pasca aksi solidaritas yang digelar oleh Kosaster FIB Unhas sebagai respons terhadap isu kekerasan seksual di fakultas tersebut.

    “Aksi dimulai sekitar pukul 14.47 Wita dengan massa membentangkan spanduk di depan Aula Prof. Mattulada,” ujar Giandra.

    “Pemasangan spanduk ini sebagai simbol perlawanan terhadap normalisasi kekerasan seksual dan sebagai tuntutan agar institusi bertanggung jawab dalam menindak tegas pelaku serta melindungi korban,” jelas Giandra dalam keterangannya, Jumat (29/11/2024).

    Dinamika aksi berubah sekitar pukul 17.00 Wita. 

    Giandra mengaku ada massa dari luar FIB Unhas yang ikut dalam aksi tersebut. 

    Awalnya, mereka disambut baik sebagai bentuk solidaritas, namun gesekan terjadi saat massa semakin banyak.

    Sekitar pukul 20.00 Wita, massa aksi terlibat ketegangan dengan satpam kampus, yang memang biasa berpatroli sekitar pukul tersebut. 

    “Kehadiran satpam memicu ketegangan yang berujung pada aksi saling kejar antara massa aksi (yang tidak dikenali) dengan petugas keamanan,” jelas Giandra.

    Mulai pukul 21.00 Wita, aksi semakin tidak terkendali. 

    Giandra mengaku OTK mulai melakukan kerusuhan. 

    “Pembakaran tempat sampah dimulai, dan aksi ini meluas dengan pengrusakan fasilitas lainnya,” jelasnya. 

    Giandra memastikan kerusakan yang terjadi disebabkan oleh OTK. Selain tempat sampah, papan pengumuman juga menjadi sasaran vandalisme, begitu juga dengan pintu Dekanat FIB Unhas.

    Sekitar pukul 23.30 Wita, kondisi di FIB Unhas mulai kondusif.

     

  • KJP Plus 11 siswa SMK di Jaksel dicabut akibat tawuran

    KJP Plus 11 siswa SMK di Jaksel dicabut akibat tawuran

    Jakarta (ANTARA) – Suku Dinas Pendidikan Wilayah I Kota Administrasi Jakarta Selatan menyebutkan Kartu Jakarta Pintar (KJP) Plus milik 11 siswa SMK di wilayah tersebut dicabut akibat tawuran.

    “Ada 11 siswa SMK dicabut,” kata Kepala Suku Dinas Pendidikan Wilayah I Jakarta Selatan (Jaksel) Sarwoko saat dihubungi di Jakarta, Kamis.

    Sarwoko menyebutkan kejadian itu telah berlangsung lama. Namun dia tidak menyebutkan secara rinci mengenai asal sekolah siswa atau pelajar tersebut.

    Diharapkan dengan dicabutnya KJP milik para siswa, mereka bisa mengevaluasi diri untuk tidak mengulangi perbuatannya kembali.

    Larangan bagi penerima KJP Plus ini diatur dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 110 Tahun 2021 tentang Bantuan Sosial Biaya Pendidikan.

    Dalam aturan tersebut, ada 23 larangan yang wajib dipenuhi oleh penerima KJP Plus. Salah satunya adalah tawuran.

    Dengan rekomendasi yang diberikan oleh satuan pendidikan (pihak sekolah), peserta didik atau siswa penerima KJP Plus yang melanggar salah satu atau secara kumulatif larangan yang ada, maka akan diberikan sanksi berupa penarikan dana KJP Plus dan penghentian KJP Plus.

    Dinas Pendidikan DKI Jakarta juga sudah mencabut sebanyak 163 Kartu Jakarta Pintar atau KJP Plus siswa Sekolah Dasar (SD) sampai Sekolah Menengah Atas (SMA) atau sederajat karena tawuran selama tahun 2023.

    Pada tahun itu, ada 492 siswa yang melanggar aturan karena tawuran, perundungan, kekerasan seksual, menggadaikan kartu, dan tidak masuk sekolah.

    Pencabutan KJP Plus ini merupakan salah satu upaya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk mengurangi kenakalan remaja, seperti tawuran. Diimbau agar peserta didik penerima KJP Plus dapat menaati aturan yang telah ditetapkan.

    Pewarta: Luthfia Miranda Putri
    Editor: Sri Muryono
    Copyright © ANTARA 2024

  • Pilkada 2024 Terbesar Sepanjang Sejarah, Berikut Sejumlah Faktanya
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        28 November 2024

    Pilkada 2024 Terbesar Sepanjang Sejarah, Berikut Sejumlah Faktanya Nasional 28 November 2024

    Pilkada 2024 Terbesar Sepanjang Sejarah, Berikut Sejumlah Faktanya
    Penulis
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Pemungutan suara Pemilihan Kepala Daerah (
    Pilkada
    ) 2024 sudah selesai dilakukan pada Rabu, 27 November 2024.
    Pilkada 2024
    menjadi
    pilkada
    langsung pertama yang terbesar sepanjang sejarah Indonesia. Sebab, digelar serentak di 37 provinsi dan 508 kabupaten/kota se-Indonesia.
    Hal tersebut dikonfirmasi oleh Program Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem). Bahkan, Manajer Perludem Fadli Ramadhanil menilai bahwa Pilkada 2024 berjalan dengan baik.
    “Secara umum memang pilkada dapat dikatakan berjalan dengan baik, hanya di beberapa daerah terkendala karena ada beberapa konflik kekerasan yang terjadi. Misal di Papua, di Sumatera Barat (Sumbar) Solok Selatan. Kemudian, ada musibah banjir di Medan, Sumatera Utara,” kata Fadli kepada
    Kompas.com
    , Rabu.
    Namun, menurut dia, Perludem mencatat bahwa masih ada masalah terkait integritas pada penyelenggaraan Pilkada 2024.
    “Pada aspek politik uang, penggunaan sumber daya negara untuk kepentingan calon tertentu itu masih terjadi. Termasuk juga calon kepala daerah yang berstatus terpidana ya atau kemudian berstatus tersangka dalam proses menjelang pemilihan,” ujarnya.
    Fadli lantas menyebut, Komisi Pemilihan Umum (KPU) kurang maksimal memberikan informasi kepada pemilih perihal adanya calon kepala daerah yang sudah berstatus tersangka atau terdakwa.
    Namun, Pilkada 2024 tetap menjadi yang terbesar sepanjang sejarah. Berikut sejumlah fakta terkait yang dirangkum
    Kompas.com
    :
    Sejak pilkada digelar secara serentak di beberapa wilayah pada 2015, Pilkada 2024 menjadi yang terbesar karena digelar 37 provinsi dan 508 kabupaten/kota se-Indonesia secara bersamaan.
    Oleh karena itu, jika ditotal mencapai 545 daerah dan diperkirakan melibatkan 207,1 juta orang sebagai pemilih.
    Diberitakan
    Kompas.com
    dengan mengutip dari
    Kompaspedia
    , Pilkada 2015 digelar serentak di sembilan provinsi, 36 kota, dan 224 kabupaten.
    Kemudian, Pilkada 2017 digelar serentak di tujuh provinsi, 18 kota, dan 76 kabupaten. Sebanyak 41,2 juta pemilih saat itu memilih kepala daerah yang masa jabatannya habis pada Juli 2016-Desember 2017.
    Selanjutnya, Pilkada Serentak 2018 digelar di 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten. Jumlah pemilih yang berpartisipasi dalam Pilkada 2018 mencapai 152 juta orang.
    Pilkada Serentak 2020 Pilkada serentak selanjutnya berlangsung pada 9 Desember 2020 di sembilan provinsi, 37 kota, dan 224 kabupaten. Sebanyak 100,3 juta pemilih menggunakan hak pilihnya.
    Selain terbanyak dari jumlah daerah, Pilkada 2024 juga diikuti oleh 1.553 pasangan calon (paslon) kepala daerah, sebagaimana diumumkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI.
    “Dari total 1.561 pasangan calon yang mendaftar ke KPU, baik di tingkat provinsi, kemudian ke kabupaten/kota… KPU, baik tingkat provinsi, kabupaten-kota, telah menetapkan 1.553 pasangan calon,” kata anggota KPU RI, August Mellaz, dalam jumpa pers pada Senin, 23 September 2024.
    Dari 1.553 itu, 103 di antaranya merupakan pasangan calon gubernur-wakil gubernur; 284 pasangan wali kota dan wakilnya; dan 1.166 sisanya merupakan pasangan calon bupati dan wakilnya.
    Kemudian, dari 1.553 paslon kepala daerah tersebut, 1.500 di antaranya merupakan usungan partai politik/gabungan partai politik. Sedangkan 53 sisanya merupakan pasangan calon jalur independen/nonpartai/perseorangan.
    Jumlah paslon pada Pilkada 2024 itu meningkat sedikit dibandingkan Pilkada serentak 2020 yakni 1.549 calon kepala daerah. Padahal, dari sisi jumlah daerah yang menggelar pilkada pada tahun tersebut hanya kurang lebih setengahnya dari tahun 2024.
    Kemudian, jumlah paslon kepala daerah pada Pilkada 2024 lebih sedikit dibanding Pilkada 2015. Padahal, jumlah daerah yang menggelar pemilihan hanya setengahnya.
    Pilkada 2015 digelar serentak di sembilan provinsi, 36 kota, dan 224 kabupaten. Apabila ditotal menjadi 269 daerah.
    Perbandingan antar daerah yang menggelar pilkada dengan jumlah paslon kepala daerah yang cenderung menurun pada Pilkada 2024, rupanya dipengaruhi dengan meningkatnya jumlah calon tunggal.
    KPU RI mengonfirmasi bahwa pasangan calon tunggal yang berlaga pada
    Pilkada Serentak 2024
    sebanyak hanya 37 paslon.
    Jumlah tersebut menurun dari sebelumnya ada 44 bakal pasangan calon tunggal yang akan mendaftar ke KPU setempat.
    Penurunan itu ada andil dari Mahkamah Konstitusi (MK) mengatur ulang besaran ambang batas pencalonan kepala daerah yang diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (Pilkada).
    Tak hanya itu, MK lewat putusan nomor 60/PUU-XXII/2024 menyatakan inkonstitusional Pasal 40 ayat (3) UU 10/2016 yang mengatur hanya partai politik yang memperoleh kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang bisa mencalonkan kepala daerah.
    “Mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian. Menyatakan Pasal 40 ayat (3) UU 10/2016 bertentangan dengan Undang Undang Dasar (UUD) NRI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” kata Ketua MK Suhartoyo saat membacakan putusan pada Selasa, 20 Agustus 2024.
    Diketahui, putusan MK nomor 60 tersebut mengabulkan sebagian gugatan yang diajukan Partai Buruh dan Partai Gelora terkait uji materi Pasal 40 ayat (3) UU 10/2016 tentang Pilkada yang mengatur mengenai syarat pengajuan calon kepala daerah oleh parpol atau gabungan parpol.
    Oleh karenanya, parpol atau gabungan parpol peserta pemilu yang memiliki suara sah bisa mengajukan calon kepala daerah tanpa harus mendapatkan kursi di DPRD.
    Kemudian, ambang batas pencalonan kepala daerah oleh parpol atau gabungan parpol tidak lagi sebesar 25 persen perolehan suara hasil pemilihan anggota DPRD atau 20 persen kursi di DPRD. Melainkan antara 6,5-10 persen.
    Setelah keluarnya putusan MK, KPU memperpanjang masa pendaftaran dan membuka kembali penerimaan berkas pencalonan di wilayah-wilayah yang sebelumnya hanya memiliki calon tunggal.
    Oleh karenanya, jumlah calon tunggal pada Pilkada 2024 menurun dari 44 menjadi 37 paslon.
    Jika dibandingkan dengan Pilkada 2020, jumlah calon tunggal Pilkada 2024 cenderung meningkat.
    Namun, apabila dibandingkan antara persentase jumlah daerah yang menggelar pilkada dengan jumlah calon tunggal, maka presentasenya cenderung menurun.
    Pada 2020, sebanyak 25 calon tunggal tersebar di 270 daerah (9,26 persen). Sedangkan pada 2024, sebanyak 37 bakal paslon tunggal tersebar di 545 daerah (6,79 persen).
    Dikutip dari
    Kompaspedia
    , jumlah partisipasi perempuan pada Pilkada 2024 meningkat.

    Pada Pilkada Serentak 2015, dari 1.646 calon kepala daerah dan wakil kepala daerah, 124 di antaranya adalah perempuan.
    Namun, pada Pilkada 2017, jumlah ini menurun menjadi hanya 44 perempuan dari 614 calon.
    Kemudian, pada Pilkada 2024, terjadi peningkatan tren partisipasi perempuan. Untuk posisi Gubernur dan Wakil Gubernur, terdapat 18 perempuan yang ikut mencalonkan diri.
    Di tingkat Bupati dan Wakil Bupati, jumlah calon perempuan mencapai angka 210 perempuan.
    Sementara itu, untuk tingkat Walikota dan Wakil Walikota, terdapat 81 perempuan yang turut bersaing pada Pilkada 2024.
    Sebelum pemungutan suara dilakukan, lima calon kepala daerah diberitakan
    Kompas.com
    meninggal dunia.
    Antara lain, bakal Calon Wakil Gubernur (Cawagub) Aceh, Tgk Muhammad Yusuf A Wahab atau yang akrab dipanggil Tu Sop. Dia meninggal dunia di Jakarta, Sabtu 7 September 2024.
    “Sakit seperti yang dikeluhkan sebelumnya, sakit dalam perut, dugaan sementara lambung,” Juru Bicara Elemen Sipil sekaligus kerabat Tu Sop, Zufikar Muhammad
    Melalui musyawarah partai koalisi, akhirnya Muhammad Fadhil Rahmi ditunjuk menggantikan Tu Sop sebagai bakal cawagub mendampingi Bustami Hamzah untuk Pilkada Aceh 2024.
    Kedua, Cawagub Papua Selatan nomor urut 1, Petrus Safan yang berpasangan dengan Darius Gewilon Gebze.
    Petrus tutup usia di RSUD Merauke pada Sabtu, 28 September 2024 sekitar pukul 15.15 WIT, diduga karena kelelahan setelah menjalani rutinitas padat selama tahapan Pilkada.
    Pengganti Petrus Safan baru diumumkan oleh KPU Papua Selatan pada 11 Oktober 2024, yaitu Yusak Yaluwo.
    Ketiga, ada Calon Gubernur (Cagub) Maluku Utara, Benny Laos yang meninggal saat hendak berkampanye di Desa Kawalo, Kabupaten Pulau Taliabu bersama tim sukses dan istrinya, Sheryl Tjoanda.
    Speedboat “Bella 72” yang ditumpanginya meledak dan terbakar saat pengisian BBM di Pelabuhan Bobong, Desa Bobong, Kecamatan Taliabu Barat, Kepulauan Taliabu, Maluku Utara pada Sabtu, 12 Oktober 2024.
    Delapan partai koalisi akhirnya mengusung Sheryl Tjoanda sebagai Cagub Maluku Utara menggantikan suaminya.
    Keempat, ada Cawagub Papua Tengah, Ausilius You Tak yang dinyatakan meninggal dunia di RSCM Jakarta pada Rabu, 16 Oktober 2024 sekitar pukul 19.40 WIB.
    Kemudian, John Wempi Wetipo selaku Cagub Papua Tengah nomor urut 1 bersama partai koalisi lantas mengajukan Agustinus Anggaibak sebagai cagub kepada KPU Papua Tengah.
    Kelima, Calon Bupati (Cabup) Ciamis, Yana D Putra yang meninggal dunia di RS Borromeus, Bandung, Jawa Barat pada Senin, 25 November 2024.
    Sekretaris Daerah Kabupaten Ciamis, Andang Firman mengatakan, almarhum wafat karena serangan jantung dan dilarikan ke RS Boromeus untuk mendapatkan pertolongan medis.
    Menanggapi kabar ini, Ketua KPU RI Mochammad Afifudin menyatakan, pelaksanaan pemungutan suara Pilkada Ciamis akan tetap berlangsung tanpa ada penggantian calon.
    “Jadi tidak ada penggantian calon dalam masa satu bulan. Ketika yang bersangkutan meninggal, jadi tetap dilakukan pemilihan,” ujarnya.
    Apabila terpilih, cawabup tersebut akan digantikan melalui proses di DPRD.
    Namun, ada juga sisi gelap dari pelaksanaan Pilkada 2024, yakni ada calon kepala daerah yang tetap bisa berkontestasi padahal sudah berstatus sebagai tersangka kasus tindak pidana hingga dugaan korupsi.
    Terbaru, yang cukup menuai pro kontra adalah Gubenur Bengkulu, Rohidin Mersyah yang tetap bisa dipilih pada Pilkada 2024, padahal sudah ditetapkan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
    Rohidin Mersyah maju kembali menjadi calon gubernur (cagub) pada Pilkada Bengkulu 2024.
    Berpasangan dengan Meriani, Rohidin Mersyah diusung oleh Partai Golkar, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Hanura.
    Rohidin Mersyah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan karena kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi di lingkungan Pemerintahan Provinsi (Pemprov) Bengkulu pada Minggu, 24 November 2024.
    Ketua KPU RI Mochammad Afifuddin menjelaskan bahwa meskipun Rohidin saat ini berstatus tersangka dalam kasus pemerasan, hal itu tidak menghalangi proses pelantikan jika yang bersangkutan terpilih sebagai gubernur.
    Menurut Afifuddin, aturan ini merujuk pada Pasal 163 ayat 6, 7, dan 8 dari Undang-Undang (UU) Pilkada.
    “Secara normatif kami ingin menyampaikan, dalam hal calon gubernur atau wakil nantinya terpilih, ditetapkan menjadi, jika yang terpilih tersangka pada saat pelantikan, yang bersangkutan tetap dilantik menjadi gubernur dan wakil gubernur,” kata Afifuddin saat konferensi pers di Kantor Kemenko Polkam, Jakarta pada 25 November 2024
    Artinya, meskipun Rohidin Mersyah berstatus tersangka, proses pelantikan tetap dapat dilanjutkan jika memenangkan Pilkada Bengkulu.
    Berikut bunyi Pasal 163 ayat (6) UU Pilkada, ”
    Dalam hal calon gubernur dan/atau calon wakil gubernur terpilih ditetapkan menjadi tersangka pada saat pelantikan, yang bersangkutan tetap dilantik menjadi gubernur dan/atau wakil gubernur
    ”.
    Namun, ketentuan ini tidak berlaku jika Rohidin sudah berstatus terpidana ketika pelantikan berlangsung.
    “Dalam hal calon gubernur dan wakil gubernur terpilih ditetapkan menjadi terpidana, berdasarkan keputusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, pada saat pelantikan, yang bersangkutan tetap dilantik, dan atau wakil gubernur juga diberhentikan sebagai gubernur dan wakil gubernur kalau sudah terpidana,” ujar Afifuddin.
    Tak hanya bisa dilantik jika terpilih, KPU mengaku baru dapat membatalkan pencalonan seorang calon kepala daerah setelah ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
    “Cagub tersebut masih berstatus sebagai calon, dan KPU baru bisa membatalkan pencalonannya, kalau sekiranya sudah ada putusan pengadilan yang sudah inkrah,” kata Anggota KPU Idham Holik sebagaimana diberitakan Kompas.com pada 25 November 2024.
    Menurut dia, ketentuan ini merujuk pada UU Pilkada yang memberikan dasar hukum bagi KPU untuk melanjutkan proses pencalonan hingga ada keputusan pengadilan yang sah dan final.
    Dalam skenario di mana Rohidin nantinya divonis sebagai terpidana, aturan dalam Pasal 164 ayat 6-8 UU Pilkada juga mengatur tentang nasib calon yang terpidana.
    Pasal-pasal tersebut menegaskan bahwa meskipun seorang calon terpidana tetap dilantik, pada saat pelantikan, yang bersangkutan langsung diberhentikan dari jabatannya.
    Pasal 164 ayat (6) menyebutkan, “Dalam hal calon Bupati/Walikota dan/atau calon Wakil Bupati/Wakil Walikota terpilih ditetapkan menjadi tersangka pada saat pelantikan, yang bersangkutan tetap dilantik menjadi Bupati/Walikota dan/atau Wakil Bupati/Wakil Walikota”.
    Sedangkan dalam ayat (7) dan (8) menyebutkan, jika calon terpilih sudah berstatus terpidana, ia akan langsung diberhentikan sebagai kepala daerah.
    Dengan demikian, meskipun Rohidin memiliki status tersangka saat ini, KPU dan aturan hukum yang berlaku memberikan jalan untuk tetap melantik jika dia terpilih, asalkan belum berstatus terpidana saat pelantikan.
    Selain Rohidin, ada empat calon kepala daerah lainnya yang juga terjerat kasus pidana hingga dugaan korupsi.
    Antara lain, calon bupati (Cabup) Biak Numfor berinisial HAN (Herry Ario Naap) yang sudah menjadi tersangka kasus kekerasan seksual.
    “Tersangka kita tangkap tadi pagi pukul 05.30 WIT,” ujar Direktur Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Papua Kombes Achmad Fauzi di Jayapura pada Jumat, 22 November 2024.
    Kemudian, ada cawagub pada Pilkada Kota Metro, Qomaru Zaman. Dia ditetapkan tersangka oleh Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) Metro atas dugaan pelanggaran kampanye yang memanfaatkan fasilitas negara berupa pembagian bansos.
    Merespons hal tersebut, KPU diketahui akhirnya membatalkan pecalonan Qomaru Zaman pada Pilkada Kota Metro.
    Selanjutnya, ada nama Bupati Situbondo nonaktif, Karna Suswandi. KPK diketahui dua kali memenangkan praperadilan melawan Karna Suswandi terkait perkara dugaan korupsi alokasi dana pemulihan ekonomi nasional (PEN) serta pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemkab Situbondo.
    “Pada hari Selasa (26/11/2024), KPK kembali memenangkan gugatan praperadilan pada perkara dugaan TPK dan penerimaan suap terkait pengelolaan dana PEN serta pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Situbondo yang diajukan tersangka KS,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto dalam keterangannya pada 27 November 2024.
    Tessa mengatakan, putusan hakim dalam praperadilan tersebut memperkuat bahwa penanganan perkara Bupati nonaktif Situbondo Karna Suswandi sesuai prosedur.
    (Sumber: Zuhri Noviandi, Fuci manupapami, Alinda Hardiantoro, Candra Nugraha, Chella Defa Anjelina | Editor: Dita Angga Rusiana, Andi Hartik, Rachmawati, Reni Susanti, Rizal Setyo Nugroho)
     
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Awal Mula Skandal Dokter Obgyn Lecehkan 87 Pasien, Korban Termuda Pasien 14 Tahun

    Awal Mula Skandal Dokter Obgyn Lecehkan 87 Pasien, Korban Termuda Pasien 14 Tahun

    Jakarta

    Geger dokter obgyn didakwa menjadi pelaku kekerasan seksual 87 wanita. Korban termuda bahkan berada di usia 14 tahun. Dokter tersebut dinilai melakukan pelecehan dan kekerasan ini sejak 20 tahun lalu.

    Kasus ini bermula saat perilaku si dokter, Arne Bye (55) mulai terlihat mencurigakan pada 2006, ‘dibocorkan’ oleh seorang rekan dokter di departemen ginekologi, rumah sakit setempat. Salah satu pasien Bye, yang mencari perawatan tambahan, kemudian mengaku dokter Bye telah memijat bagian kelaminnya secara tidak pantas selama pemeriksaan.

    Pada Agustus 2022, polisi memulai penyelidikan setelah otoritas kesehatan memberitahu mereka tentang potensi pelanggaran tersebut.

    Bye berhasil mempertahankan jabatannya hingga tahun berikutnya ketika tuduhan resmi diajukan terhadapnya, sampai kemudian kembali dilaporkan dengan ribuan bukti.

    Skandal besar yang terjadi di Norwegia tersebut membuat Bye dijatuhi hukuman serius atas pelanggaran seksual, yang mencakup tindakan kepada dua anak di bawah umur, berusia 14 dan 15 tahun saat kejadian.

    Sementara pasien tertua yang sudah berusia 67 tahun juga tercatat ikut menjadi korban. Bye akhirnya mengaku bersalah atas tiga laporan pemerkosaan dan 35 kasus penyalahgunaan profesi. Dirinya dihadapi kemungkinan 21 tahun penjara.

    Pihak kepolisian sudah mengamankan lebih dari 6 ribu rekaman video dengan durasi enam jam. Dalam video tersebut, tampak bagaimana pemeriksaan ginekologisnya berlangsung.

    Prosedur ini diduga dilakukan tanpa persetujuan pasien, dan para pejabat telah menggolongkan rekaman tersebut sebagai sensitif. Laporan menunjukkan Bye menggunakan berbagai objek, yang digambarkan sebagai seperti deodoran, botol berbentuk silinder kepada para wanita tersebut tanpa prosedur medis yang sah.

    Kesaksian Korban

    Korban mengaku tidak habis pikir dengan apa yang dialaminya. “Saya pikir saya akan mati,” terang salah satu korban yang tidak diidentifikasi namanya, dikutip dari LawyerMonthly, Rabu (27/11/2024).

    “Saya pikir dia adalah dokter saya, jadi saya melakukan apa yang dia katakan.” Dakwaan tersebut mengklaim bahwa dugaan penyerangan tersebut terjadi dengan cepat dan tidak terduga selama pemeriksaan.

    Insiden ini terjadi di Frosta, sebuah kota kecil dengan populasi hanya 2.600 jiwa di pesisir Norwegia. Pengadilan telah diberikan bukti video eksplisit yang direkam oleh Bye, dengan pengacara negara Richard Haugen Lyng membuka buktinya.

    “Kami memiliki rekaman video dari penyerangan itu sendiri. Dalam hal itu, kami memiliki situasi pembuktian yang agak unik dalam kasus ini, karena sebagian besar dakwaan didukung oleh materi video,” kata jaksa penuntut.

    Dalam pembelaannya, mantan dokter tersebut menegaskan ia merekam janji temu tersebut karena khawatir akan potensi tuntutan hukum dan mengklaim tidak pernah meninjau rekaman tersebut.

    Sementara penyiar Norwegia NRK melaporkan, salah satu video menggambarkan dirinya memasang beberapa kamera di ruangan tersebut sebelum memeriksa salah satu wanita yang terlibat dalam kasus itu. Laporan tersebut juga menunjukkan, sebagian bukti mengarah pada dugaan pemerkosaan.

    (naf/kna)

  • 11 Kampus di Jombang Luncurkan Buku Pedoman Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual

    11 Kampus di Jombang Luncurkan Buku Pedoman Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual

    Jombang (beritajatim.com) – Sebanyak 11 kampus di Kabupaten Jombang yang tergabung dalam Forum Satgas PPKS (Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual) meluncurkan film pendek dan buku Pedoman Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual Berbasis Islam di Perguruan Tinggi.

    Acara tersebut digelar di Meeting Room 1 Unipdu (Universitas Pesantren Tinggu Darul Ulum) Jombang, Senin (25/11/2024). Peluncuran film dan buku tersebut dalam rangka mendukung kampanye global 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan.

    Sebanyak 11 perguruan tinggi itu meliputi, Satgas PPKS Universitas Darul Ulum (Undar) Jombang, Satgas PPKS Universitas Hasyim Asy’ari (Unhasy) Jombang, Satgas PPKS Universitas PGRI Jombang, serta Satgas PPKS Unipdu Jombang.

    Selanjutnya, Satgas PPKS Universitas Wahab Hasbullah (Unwaha) Jombang, Satgas PPKS ITSKES Insan Cendekia Medika Jombang, Satgas PPKS Institut Teknologi dan Bisnis PGRI Dewantara Jombang, Satgas PPKS STIKES Pemkab Jombang, Satgas PPKS STIKES Kesehatan Husada Jombang, Satgas PPKS STIKES Bahrul Ulum Jombang, serta STIT Al- Urwatul Wutsqo Jombang.

    Perwakilan dari kampus-kampus tersebut hadir dalam kegiatan tersebut. Hadir pula Rektor Unipdu Zulfikar As’ad atau Gus Ufik. Dia memberikan apresaisi dan dukungan penyelenggaraan peluncuran film pendek dan buku tersebut.

    Sebelum peluncuram buku, Ketua Forum Satgas PPKS Kabupaten Jombang Siti Arifah dari Undar dan Siti Rofi’ah dari Unhasy menjadi pemantik dalam diskusi di forum itu. Siti Rofiah membeber hasil penelitiannya tentang masih tingginya kekerasan seksual di lingkup perguruan tinggi. Dia menyodorkan data-data valid.

    Sedangkan Siti Arifah menjelaskan tentang perjalanan kampus di Jombang hingga membentuk Forum Satgas PPKS. Walhasil, 10 dari 11 Perguruan tinggi di Kabupaten Jombang sudah mempunyai Satgas PPKS.

    “Kami semua berkomitmen bersama melawan kekerasan seksual, kampus inklusif untuk semua. Peluncuran buku pedoman ini adalah bagian dari upaya jangka panjang untuk memastikan kampus menjadi tempat yang aman bagi semua mahasiswa, dosen, dan tenaga kependidikan,” ujar Arifah.

    Buku pedoman ini, lanjut Arifah, disusun bersama dengan mengacu pada kebijakan pemerintah melalui Permendikbud No. 55 Tahun 2024 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Perguruan Tinggi.

    Pemutaran film pendek tentang kekerasan seksual

    Dalam penyusunannya, melibatkan kontribusi dari akademisi, mahasiswa, praktisi hukum, dan aktifis WCC (Women’s Crisis Center) Jombang. “Peluncuran buku ini diharapkan menjadi langkah strategis untuk membangun sistem yang efektif dalam mencegah dan menangani kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi,” jelasnya.

    Selanjutnya, masing-masing perwakilan dari perguruan tinggi membubuhkan tanda tangan sebagai bentuk komitmen dalam pencegahan dan penanganan kekerasan seksual.

    Di tempat yang sama, Direktur WCC Jombang Ana Abdillah menambahkan, kekerasan seksual di perguruan tinggi masih menjadi masalah serius. Dia menyebut, tedpat 88% kasus yang dilaporkan ke Komnas Perempuan pada 2020 terjadi di lingkungan pendidikan.

    Nah, hadirnya Permendikbud Ristek No. 30 Tahun 2021 dan UU No. 12 Tahun 2022 untuk memperkuat pencegahan dan penanganan kekerasan seksual, termasuk melalui pembentukan satgas di perguruan tinggi.

    Di Jombang, menurut Ana, dengan banyaknya ponpes (pondok pesantren) dan perguruan tinggi berbasis pesantren, implementasi peraturan ini menjadi sangat penting. Yaitu, sebagai langkah strategis.

    “WCC Jombang bersama dengan 11 perguruan tinggi di Kabupaten Jombang telah berhasil menyusun dokumen Bersama mekanisme pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual di Perguruan Tinggi. Peluncuran dokumen ini diharapkan dapat memperkuat kolaborasi dan memastikan pelaksanaan peraturan berjalan lebih terintegrasi, efektif, dan berkelanjutan,” pungkasnya. [suf]

  • Kakek di Lampung Selatan Belasan Kali Perkosa Cucu Tiri hingga Hamil 5 Bulan

    Kakek di Lampung Selatan Belasan Kali Perkosa Cucu Tiri hingga Hamil 5 Bulan

    Lampung Selatan, Beritasatu.com – Seorang kakek di Kecamatan Sidomulyo, Lampung Selatan tega memerkosa cucu tirinya yang berusia 14 tahun. Akibat diperkosa belasan kali oleh pelaku, korban saat ini hamil dengan usia kandungan lima bulan.

    Kakek berusia 51 tahun warga Kecamatan Sidomulyo, Kabupaten Lampung Selatan ditangkap petugas Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Lampung tanpa perlawanan di rumahnya pada Jumat (22/11/2024).

    Kekerasan seksual yang dialami remaja putri berinisial MR ini terungkap setelah korban menceritakan perbuatan bejat pelaku kepada ayah kandungnya. Mendapat laporan korban, ayah korban kemudian melaporkan perbuatan bejat pelaku ke Polsek Sidomulyo pada Rabu (20/11/2024).

    Kasatreskrim Polres Lampung Selatan AKP Dedi Ardi Putra mengatakan kakek yang memerkosa cucu tirinya dilakukan sebanyak 12 kali sejak Agustus 2023 hingga Juli 2024 di Kecamatan Sidomulyo

    “Pelaku melakukan perbuatan bejatnya disaat istrinya sedang tidak berada di rumah. Saat melakukan perbuatan bejatnya, pelaku memaksa korban untuk melayani nafsu syahwatnya dan mengancam korban untuk tidak menceritakan kepada orang tuanya,” ungkap AKP Dedi, Sabtu (23/11/2024).

    Kasus kakek perkosa cucu tiri ini dipicu lantaran sering melihat korban berpakaian seksi saat berada di rumah.

    “Pelaku juga melakukan ancaman fisik dan verbal kepada korban,” lanjut Dedi.

    Cucu tiri yang diperkosa kakeknya adalah pelajar kelas VIII sekolah menengah. Akibat kasus kakek perkosa cucu tiri, korban kini dalam pendampingan petugas Unit PPA Polres Lampung Selatan untuk pemulihan psikologis dan pemulihan trauma yang dialaminya.