Kasus: kekerasan seksual

  • Chat Mesranya Selingkuh Sama Siswa SMK Terekspos di Depan Kelas, Guru Langsung Dipecat Sekolah

    Chat Mesranya Selingkuh Sama Siswa SMK Terekspos di Depan Kelas, Guru Langsung Dipecat Sekolah

    TRIBUNJATIM.COM – Seorang guru langsung dipecat setelah tak sengaja menampilkan chat pribadinya di kelas.

    Rupanya chat pribadi tersebut menunjukkan dirinya yang berselingkuh dengan muridnya.

    Kejadian inipun viral di media sosial setempat.

    Peristiwa ini terjadi di sekolah kejuruan di China.

    Pihak sekolah langsung mengambil langkah tegas dengan memecat seorang guru setelah insiden yang mengejutkan terjadi di dalam kelas mereka.

    Adapun guru yang dipecat tersebut bermarga Zhang.

    Zhang adalah seorang wanita yang sudah menikah dan memiliki seorang putri.

    Namun ia terlibat dalam sebuah percakapan yang sangat tidak pantas dengan seorang siswa laki-laki.

    Chat mesranya secara tidak sengaja diproyeksikan di layar kelas saat sesi pembelajaran sedang berlangsung.

    Dilansir dari South China Morning Post (SCMP), insiden ini terjadi di Distrik Qinyuan, Provinsi Shanxi, China.

    Percakapan yang terungkap melalui aplikasi media sosial WeChat ini menunjukkan adanya pengungkapan perasaan yang kuat antara sang guru dan siswanya.

    Sedangkan Zhang dan siswa tersebut berjarak cukup jauh.

    Siswanya tersebut berusia antara 15 hingga 18 tahun.

    Chat inipun menjadi sorotan setelah terjadinya kebocoran percakapan pribadi yang seharusnya tetap rahasia.

    ILUSTRASI perselingkuhan (Freepik)

    Saat itu, Zhang menggunakan komputer yang terhubung ke proyektor kelas tanpa keluar dari akun WeChat-nya.

    Sehingga membuat seluruh kelas dapat menyaksikan percakapan tersebut.

    Dalam pesan yang diproyeksikan, siswa Zhang mengajukan pertanyaan yang menunjukkan kepedulian.

    “Sayang, kenapa kamu menangis?” tanya siswa tersebut, dilansir dari TribunTrends.com, Senin, 2 Desember 2024.

    Zhang kemudian bercerita jika dirinya kecewa terhadap suaminya.

    “Saya kesal. Saya mengatakan kepadanya, ‘Anak itu memperlakukan saya seperti Anda memperlakukan saya’.”

    “Saya sangat sedih! Pria macam apa yang telah saya nikahi?” ungkap Zhang.

    Sang siswa tersebut kemudian berusaha menghibur Zhang.

    Ia menyatakan bahwa meskipun sang guru sudah menikah, dia tidak ingin mendengar bahwa Zhang membiarkan suaminya melakukan hal-hal seperti itu untuknya.

    Ia mengungkapkan perasaannya yang mencerminkan adanya kedekatan emosional yang tidak seharusnya ada antara seorang guru dan murid.

    “Sebagian besar waktu, saya tidak mengungkapkan perasaan ini karena sebelumnya saya tidak memiliki keberanian,” begitulah pengakuan siswa tersebut.

    Dalam ungkapannya, siswa tersebut juga berjanji untuk membasuh kaki Zhang di lain waktu.

    Ilustrasi selingkuh (Tribunnews.com)

    Sementara itu, pihak sekolah menyatakan bahwa mereka menanggapi insiden ini dengan sangat serius.

    Sekolah segera memulai penyelidikan terkait peristiwa yang telah mencoreng nama baik institusi pendidikan tersebut.

    Dalam sebuah pernyataan resmi yang dirilis pada 22 November 2024, sekolah mengonfirmasi bahwa Zhang telah diskors dari posisi mengajarnya hingga penyelidikan selesai.

    Berita tentang insiden ini juga dengan cepat menjadi viral di media sosial, memicu berbagai reaksi dan komentar dari netizen.

    Banyak yang mempertanyakan bagaimana perasaan orang tua siswa ketika mengetahui anak mereka terlibat dalam hubungan yang tidak pantas dengan seorang guru yang sudah menikah.

    Insiden pelanggaran oleh guru memang sering kali menarik perhatian media, menciptakan dialog publik tentang etika dan tanggung jawab di lingkungan pendidikan.

    Sebagai contoh, seorang guru berusia 50 tahun di Provinsi Anhui Timur juga baru-baru ini diselidiki karena mengirim pesan romantis yang tidak pantas kepada seorang siswi.

    Situasi ini mencerminkan perlunya perhatian yang lebih besar terhadap hubungan antara guru dan siswa serta pentingnya menjaga profesionalisme dalam pendidikan.

    Sementara itu di Indonesia, seorang pemuda buntung ditetapkan sebagai tersangka kasus rudapaksa oleh Polda NTB setelah dilaporkan oleh mahasiswi di sebuah sekolah tinggi negeri di Mataram, Kamis (28/11/2024).

    Akibat perbuatannya, Agus yang juga seorang seniman dijerat Pasal 6 UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

    Polda NTB sendiri buka suara atas penetapan Agus Buntung sebagai tersangka.

    Hal itu disampaikan oleh Kepala Subdirektorat Remaja, Anak, dan Wanita (Renakta) Reserse Kriminal Umum Polda NTB, AKBP Ni Made Pujawati.

    Ia menjelaskan, penetapan tersangka terhadap Agus Buntung sudah melewati sejumlah rangkaian.

    Polisi juga sudah meminta keterangan ahli.

    Pemuda disabilitas di Nusa Tenggara Barat (NTB) bingung karena ditetapkan sebagai tersangka rudapaksa oleh polisi (Istimewa)

    “Kita sudah melakukan serangkaian kegiatan pemeriksaan saksi-saksi, kita sudah menghadirkan ahli.”

    “Berdasarkan kesaksian ahli, meningkatkan status yang bersangkutan dari saksi menjadi tersangka,” kata AKBP Ni Made Pujawati dalam tayangan di kanal YouTube Official iNews, Minggu (1/12/2024).

    AKP Ni Made Pujawati menerangkan, kekerasan seksual yang dilakukan tersangka bukan dengan fisik.

    Ia menyebutkan, modus Agus Buntung melakukan tindakan tersebut ada unsur tekanan, sehingga korban takut dan tidak bisa menolak keinganan tersangka.

    “Dia menggerakkan seseorang untuk mau melakukan tindakan yang dia kehendaki, sehingga orang kemudian tergerak.”

    “Ada unsur menekan suatu kondisi merasa takut sehingga tidak bisa kuasa untuk menolak keinginan tersangka,” katanya.

    Diketahui, kasus ini terjadi di sebuah home stay kawasan Mataram.

    Saat itu Agus Buntung bertemu korban di teras home stay,

    Adapun mahasiswi korban pemerkosaan Agus Buntung membongkar modus pemuda tanpa tangan tersebut.

    Curhatan korban tersebut disampaikan oleh penyidik kepolisian yang menangani kasus Agus Buntung.

    Usut punya usut, Agus Buntung disinyalir memiliki tipu muslihat saat menjerat korbannya yang berjumlah lebih dari satu.

    Terkait modus, Polda NTB mengungkap pengakuan dari korban.

    Yakni para korban yang jumlahnya lebih dari satu telah terjerat tipu muslihat Agus Buntung.

    Para korban mengaku terpaksa mau disetubuhi Agus Buntung lantaran diancam aibnya bakal dibongkar.

    Agus Buntung dituduh rudapaksa mahasiswi dan jadi tersangka (Instagram)

    “Tanggal 7 Oktober 2024, tersangka melakukan dugaan tindak pidana Pelecehan Seksual Fisik terhadap korban yaitu dengan cara melakukan tipu muslihat dan mengancam akan membongkar aib masa lalu korban kepada orang tuanya sehingga korban terpaksa mau melakukan persetubuhan,” tulis keterangan postingan Polda NTB.

    Dalam kasus tersebut, polisi berhasil memperoleh dua alat bukti yang kuat guna menjerat Agus Buntung.

    Tak cuma bukti, polisi juga punya lima saksi yang menguatkan perilaku buruk Agus Buntung, di antaranya:

    Perempuan inisial AA, teman korban

    Pria penjaga homestay berinisial IWK

    Perempuan berinisial JBI, saksi sekaligus korban yang mengalami kejadian yang sama dengan korban utama

    Perempuan berinisial LA, saksi yang hampir jadi korban Agus

    Pria berinisial Y, teman korban

    Berita Viral lainnya

  • Korban Lain Agus Buntung Muncul, Ada 3 Anak Masih di Bawah Umur, Agus: Dicari-cari Kesalahan Saya

    Korban Lain Agus Buntung Muncul, Ada 3 Anak Masih di Bawah Umur, Agus: Dicari-cari Kesalahan Saya

    TRIBUNJATIM.COM – Korban dugaan pelecehan I Wayan Agus Suartama alias Agus Buntung (21) disebut tak hanya satu.

    Pria disabilitas yang menjadi tersangka kasus dugaan kekerasan seksual terhadap mahasiswi di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) ini kembali dilaporkan polisi.

    Terbaru, Agus Buntung kini dilaporkan atas dugaan kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur.

    Mengetahui ini, Agus Buntung pun sempat membantahnya.

    Melansir dari Kompas.com, Ketua Komisi Disabilitas Daerah (KDD) Joko Jumadi mengungkapkan, ada tiga laporan kekerasan terhadap anak di bawah umur yang diduga dilakukan oleh Agus Buntung.

    “Peristiwanya terjadi di tahun 2022, ada juga di tahun 2024,” ungkap Joko pada Senin (2/12/2024).

    Joko menganggap, adanya laporan korban lain harus diketahui masyarakat.

    Menurutnya, hal tersebut salah satu bentuk melindungi korban tetapi tidak mengabaikan hak-hak korban.

    Para korban mengalami peristiwa serupa dengan modus yang sama. Di antara korban tersebut pernah dipacari Agus Buntung.

    Joko memastikan, nama korban dan keberadaannya sudah terverifikasi.

    “Sekarang kita fokus apakah dia bisa menjadi saksi, masuk BAP atau tidak. Walaupun tidak, bagaimana hak mereka dipenuhi sebagai korban,” ujar Joko.

    Bantahan Agus

    Melansir dari TribunBogor, atas tuduhan baru terhadapnya, Agus Buntung semakin syok.

    Ditegaskan oleh Agus, ia tidak mungkin berani dan mampu melecehkan banyak wanita.

    “Saya berani bilang tidak (tidak ada tujuh korban perkosaan). Kenapa seketika baru ada kejadian ini, semua langsung kayak gitu melaporkan yang tidak-tidak. Kalau memang ada anu dari awal dia sudah (laporkan) saya. Seketika ada kasus ini, dicari-cari kesalahan (saya),” tegas Agus Buntung.

    “Tidak ada ancaman, ancaman seperti apa itu yang saya pengin tahu,” tantang Agus.

    Sementara itu, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda NTB, Kombes Pol Syarif Hidayat mengatakan, kasus kekerasan seksual yang diduga dilakukan Agus Buntung kepada mahasiswi di Mataram sudah masuk ke kejaksaan.

    “Tinggal menunggu kelengkapan dari jaksa, kalau jaksa oke, segera P21,” katanya.

    Perihal korban lain, Syarif mengatakan akan mendalami terlebih dahulu. Jika para korban melapor, pihaknya akan menindaklanjuti laporan yang masuk.

    “Paling tidak sebagai petunjuk kita ada korban lain,” ujarnya.

    Syarif mengatakan, perkara ini bukan merupakan pemerkosaan yang dianggap melakukan kekerasan fisik, tetapi laporan peristiwa pelecehan seksual.

    “UU yang diterapkan adalah Pasal 6C Undang-Undang nomor 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), bukan UU pemerkosaan atau KUHP Pasal 385. Ini yang perlu kami luruskan terkait pemberitaan,” kata Syarif.

    Syarif menegaskan, penyidik Polda NTB menangani kasus ini bukan untuk mencari-cari kesalahan orang.

    Polda NTB menangani kasus ini karena adanya laporan pengaduan dari seorang korban perempuan yang datang ke Polda NTB.

    Laporan dugaan pelecehan seksual diterima Polda NTB pada tanggal 7 Oktober 2024.

    “Kami selaku penyidik Direktorat Reskrimum Polda NTB Subdit PPA menindaklanjuti. Proses ini berjalan bukan serta-merta langsung kita tetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka,” kata Syarif.

    Syarif menjelaskan, proses yang dilakukan merupakan proses jangka panjang dan sudah melewati tahapan-tahapan. Baik  proses penyelidikan, mengumpulkan bukti-bukti, maupun meminta keterangan ahli.

    “Di mana dalam proses penyelidikan ditemukan fakta-fakta dan bukti-bukti, kita tetapkanlah Agus sebagai tersangka,” kata Syarif.

    Polda NTB sudah berupaya memperhatikan disabilitas, baik sebagai korban maupun pelaku, dengan pendampingan dari Komisi Disabilitas Daerah (KDD).

    “Kita membuat MOU dengan pemerintah setempat dan stakeholder di mana Polda NTB memperhatikan disabilitas yang berhadapan dengan hukum,” kata Syarif.

    Diketahui, Polda Nusa Tenggara Barat (NTB) menetapkan Agus Buntung alias AG (21), pemuda penyandang disabilitas asal Mataram, NTB, sebagai tersangka dugaan kasus kekerasan seksual terhadap korban M (23), seorang mahasiswi.

    Kejadian berawal saat korban dan tersangka bertemu tidak sengaja di Teras Udayana. Korban bertemu dan berkenalan di sana serta bercerita.

    Korban mengungkapkan perasaannya yang dilalui, dan si pelaku mendengarkan sehingga ada pembicaraan di sana.

    “Hingga ada kata-kata atau kalimat, ‘kalau tidak mengikuti permintaan saya, saya akan bongkar aib kamu.’ Inilah rangkaian hingga terjadilah perbuatan pelecehan seksual itu,” kata Syarif.

    Syarif menjelaskan, dugaan kekerasan seksual ini terjadi di sebuah homestay di Kota Mataram pada 7 Oktober 2024 sekitar pukul 12.00 WITA.

    Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com

  • Pria Disabilitas di Mataram Kembali Dilaporkan atas Kekerasan Seksual pada Anak
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        2 Desember 2024

    Pria Disabilitas di Mataram Kembali Dilaporkan atas Kekerasan Seksual pada Anak Regional 2 Desember 2024

    Pria Disabilitas di Mataram Kembali Dilaporkan atas Kekerasan Seksual pada Anak
    Tim Redaksi
     
    MATARAM, KOMPAS.com – 
    IWAS (21) kembali dilaporkan atas kasus kekerasan seksual. Kali ini, penyandang disabilitas fisik ini dilaporkan atas dugaan kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur.
    Sebelumnya, IWAS telah ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus kekerasan seksual kepada salah satu mahasiswi di
    Mataram
    .
    Ketua Komisi Disabilitas Daerah (KDD) Joko Jumadi mengungkapkan, ada tiga laporan kekerasan terhadap anak di bawah umur yang diduga dilakukan oleh IWAS.
    “Peristiwanya terjadi di tahun 2022, ada juga di tahun 2024,” ungkap Joko pada Senin (2/12/2024).
    Joko menganggap, adanya laporan korban lain harus diketahui masyarakat. Menurutnya, hal tersebut salah satu bentuk melindungi korban tetapi tidak mengabaikan hak-hak korban.
    Para korban mengalami peristiwa serupa dengan modus yang sama. Di antara korban tersebut pernah dipacari IWAS.
    Joko memastikan, nama korban dan keberadaannya sudah terverifikasi.
    “Sekarang kita fokus apakah dia bisa menjadi saksi, masuk BAP atau tidak. Walaupun tidak, bagaimana hak mereka dipenuhi sebagai korban,” ujar Joko.
    Sementara itu, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda NTB, Kombes Pol Syarif Hidayat mengatakan, kasus kekerasan seksual yang diduga dilakukan IWAS kepada mahasiswi di Mataram sudah masuk ke kejaksaan.
    “Tinggal menunggu kelengkapan dari jaksa, kalau jaksa oke, segera P21,” katanya.
    Perihal korban lain, Syarif mengatakan akan mendalami terlebih dahulu. Jika para korban melapor, pihaknya akan menindaklanjuti laporan yang masuk.
    “Paling tidak sebagai petunjuk kita ada korban lain,” ujarnya.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kronologi Kasus versi Mahasiswa Disabilitas yang Jadi Tersangka Pemerkosaan di NTB

    Kronologi Kasus versi Mahasiswa Disabilitas yang Jadi Tersangka Pemerkosaan di NTB

    Mataram: Kasus yang melibatkan seorang mahasiswa penyandang disabilitas bernama Iwas alias Agus Buntung terus menuai perhatian publik. Agus, yang lahir tanpa kedua tangan, ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerkosaan terhadap seorang mahasiswi salah satu perguruan tinggi negeri di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB).

    Menurut keterangan korban, kejadian pemerkosaan berlangsung di sebuah homestay setelah Agus meminta diantar ke kampus. Laporan tersebut dilayangkan pada Kamis, 28 November 2024.

    Namun, Agus membantah tuduhan tersebut dan mengaku sebagai korban dalam insiden ini.
    Versi Agus
    Agus menjelaskan bahwa pertemuannya dengan mahasiswi itu terjadi pada awal Oktober 2024. Ia meminta bantuan kepada korban untuk diantar kembali ke kampus karena kelelahan berjalan kaki. Namun, perjalanan itu berujung di sebuah homestay di dekat kawasan Udayana.

    “Setelah muter-muter tiga kali di Islamic Center, tiba-tiba sampai di homestay. Saya bingung, tapi tetap diam saja. Begitu masuk kamar, dia langsung buka baju dan celana saya,” ungkap Agus dalam sebuah video yang beredar di media sosial yang dikutip, Senin 2 Desember 2024.

    Baca juga: Pemuda Tunadaksa Tanpa Dua Tangan di NTB Jadi Tersangka Pemerkosaan, Kok Bisa?

    Setelah kejadian tersebut, Agus diajak keluar dari penginapan dan diantar kembali ke dekat Islamic Center. Namun, korban turun dari motor dan langsung memeluk seorang pria yang kemudian memotret Agus. Tak lama, foto tersebut menyebar dengan narasi yang menyudutkannya sebagai pelaku pemerkosaan.

    Agus mengaku heran dengan logika yang digunakan untuk menjeratnya sebagai tersangka, mengingat kondisinya yang sangat bergantung pada bantuan orang lain. “Saya ini masih dimandiin orang tua, makan disuapi, kok bisa dibilang merudapaksa? Saya sedih banget, seperti mati rasa,” kata Agus.
    Penjelasan Polisi
    Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirkrimum) Polda NTB, Kombes Pol Syarief Hidayat, menjelaskan bahwa penetapan Agus sebagai tersangka didasarkan pada hasil visum korban, keterangan lima saksi, serta hasil pemeriksaan psikologis.

    Menurut polisi, Agus diduga melakukan tindakan tersebut saat dalam pengaruh minuman keras. “Kondisi ini meningkatkan keberanian tersangka untuk menyetubuhi korban sebagai bentuk balas dendam atas bullying yang ia alami,” ujar Kombes Syarief, Minggu 1 Desember 2024.

    Namun, Kombes Syarief juga menyebut Agus tidak ditahan karena kooperatif. Agus dijerat dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), dengan ancaman hukuman 12 tahun penjara atau denda Rp 300 juta.
    Reaksi Publik
    Kasus ini menarik perhatian sejumlah tokoh nasional, termasuk Anggota DPR RI Ahmad Sahroni dan pengacara kondang Hotman Paris. Dalam unggahannya, Sahroni mempertanyakan logika di balik penetapan Agus sebagai tersangka. “Ini beneran nggak sih kejadian di Polda NTB? Disabilitas yang tidak memiliki tangan apa iya bisa memperkosa?” tulis Sahroni di Instagram.

    Sementara itu, Hotman Paris mengundang Agus untuk bergabung dengan tim kuasa hukumnya, Hotman 911, agar dapat memperjuangkan keadilan.

    Kasus ini terus bergulir dan menuai pro dan kontra di tengah masyarakat, menyoroti perlakuan hukum terhadap penyandang disabilitas dalam situasi seperti ini.

    Mataram: Kasus yang melibatkan seorang mahasiswa penyandang disabilitas bernama Iwas alias Agus Buntung terus menuai perhatian publik. Agus, yang lahir tanpa kedua tangan, ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerkosaan terhadap seorang mahasiswi salah satu perguruan tinggi negeri di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB).
     
    Menurut keterangan korban, kejadian pemerkosaan berlangsung di sebuah homestay setelah Agus meminta diantar ke kampus. Laporan tersebut dilayangkan pada Kamis, 28 November 2024.
     
    Namun, Agus membantah tuduhan tersebut dan mengaku sebagai korban dalam insiden ini.

    Versi Agus

    Agus menjelaskan bahwa pertemuannya dengan mahasiswi itu terjadi pada awal Oktober 2024. Ia meminta bantuan kepada korban untuk diantar kembali ke kampus karena kelelahan berjalan kaki. Namun, perjalanan itu berujung di sebuah homestay di dekat kawasan Udayana.
    “Setelah muter-muter tiga kali di Islamic Center, tiba-tiba sampai di homestay. Saya bingung, tapi tetap diam saja. Begitu masuk kamar, dia langsung buka baju dan celana saya,” ungkap Agus dalam sebuah video yang beredar di media sosial yang dikutip, Senin 2 Desember 2024.
     
    Baca juga: Pemuda Tunadaksa Tanpa Dua Tangan di NTB Jadi Tersangka Pemerkosaan, Kok Bisa?
     
    Setelah kejadian tersebut, Agus diajak keluar dari penginapan dan diantar kembali ke dekat Islamic Center. Namun, korban turun dari motor dan langsung memeluk seorang pria yang kemudian memotret Agus. Tak lama, foto tersebut menyebar dengan narasi yang menyudutkannya sebagai pelaku pemerkosaan.
     
    Agus mengaku heran dengan logika yang digunakan untuk menjeratnya sebagai tersangka, mengingat kondisinya yang sangat bergantung pada bantuan orang lain. “Saya ini masih dimandiin orang tua, makan disuapi, kok bisa dibilang merudapaksa? Saya sedih banget, seperti mati rasa,” kata Agus.

    Penjelasan Polisi

    Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirkrimum) Polda NTB, Kombes Pol Syarief Hidayat, menjelaskan bahwa penetapan Agus sebagai tersangka didasarkan pada hasil visum korban, keterangan lima saksi, serta hasil pemeriksaan psikologis.
     
    Menurut polisi, Agus diduga melakukan tindakan tersebut saat dalam pengaruh minuman keras. “Kondisi ini meningkatkan keberanian tersangka untuk menyetubuhi korban sebagai bentuk balas dendam atas bullying yang ia alami,” ujar Kombes Syarief, Minggu 1 Desember 2024.
     
    Namun, Kombes Syarief juga menyebut Agus tidak ditahan karena kooperatif. Agus dijerat dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), dengan ancaman hukuman 12 tahun penjara atau denda Rp 300 juta.

    Reaksi Publik

    Kasus ini menarik perhatian sejumlah tokoh nasional, termasuk Anggota DPR RI Ahmad Sahroni dan pengacara kondang Hotman Paris. Dalam unggahannya, Sahroni mempertanyakan logika di balik penetapan Agus sebagai tersangka. “Ini beneran nggak sih kejadian di Polda NTB? Disabilitas yang tidak memiliki tangan apa iya bisa memperkosa?” tulis Sahroni di Instagram.
     
    Sementara itu, Hotman Paris mengundang Agus untuk bergabung dengan tim kuasa hukumnya, Hotman 911, agar dapat memperjuangkan keadilan.
     
    Kasus ini terus bergulir dan menuai pro dan kontra di tengah masyarakat, menyoroti perlakuan hukum terhadap penyandang disabilitas dalam situasi seperti ini.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (DHI)

  • Kasus Pelecehan Seksual di NTB, Terduga Pelaku Penyandang Disabilitas Dapat Pendampingan Khusus

    Kasus Pelecehan Seksual di NTB, Terduga Pelaku Penyandang Disabilitas Dapat Pendampingan Khusus

    Mataram, Beritasatu.com – Kasus pelecehan seksual di Nusa Tenggara Barat (NTB) yang melibatkan seorang penyandang disabilitas, IWAS alias Agus, menjadi perhatian publik. Dalam beberapa waktu terakhir, kasus ini viral dan memicu berbagai spekulasi.

    Direktur Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda NTB, Kombes Pol Syarif Hidayat, meluruskan kesalahpahaman yang beredar. Ia menegaskan kasus ini bukan pemerkosaan, melainkan pelecehan seksual secara fisik sebagaimana diatur dalam Pasal 6c Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

    “Kasus ini tergolong pelecehan seksual secara fisik, bukan kekerasan fisik lengkap seperti yang dibayangkan banyak pihak,” jelas Kombes Syarif pada Senin (2/12).

    Kasus ini berawal dari laporan seorang perempuan ke Polda NTB. Proses hukum melalui tahapan penyelidikan, pengumpulan bukti, dan pemeriksaan mendalam sebelum menetapkan tersangka. Visum menunjukkan adanya tanda kekerasan benda tumpul pada korban, yang menjadi alat bukti kuat.

    “Polda NTB tidak mencari kesalahan, melainkan menjalankan proses hukum berdasarkan laporan korban dengan mempertimbangkan aspek hukum dan kemanusiaan,” tambahnya.

    Ketua Komisi Disabilitas Daerah (KDD) Mataram, Joko Jumadi, mengungkapkan pendampingan terhadap Agus dilakukan sejak awal laporan diterima. Hal ini sesuai dengan PP Nomor 39 Tahun 2020 tentang Akomodasi Layak bagi Penyandang Disabilitas Berhadapan dengan Hukum.

    “Begitu terlapor diketahui sebagai penyandang disabilitas, Polda NTB segera berkoordinasi dengan kami,” ujar Joko.

    Agus didampingi tim advokat dari LBH Fakultas Hukum untuk memastikan proses hukum berjalan adil. Hingga kini, Agus ditempatkan dalam tahanan rumah mengingat kondisinya.

    Dalam perkembangan kasus, ditemukan dua korban lain dengan modus serupa. Bahkan, laporan masyarakat menyebut adanya tiga korban lain, termasuk anak-anak. Saat ini, penyelidikan lebih lanjut sedang berlangsung.

    “Penyandang disabilitas memiliki hak yang sama di mata hukum. Kami mengimbau masyarakat untuk mempercayakan proses hukum kepada pihak berwenang dan menghindari spekulasi,” tutup Joko.

  • Nasib Agus Pria Disabilitas Jadi Tersangka Pemerkosaan di NTB: Apalah Daya Saya

    Nasib Agus Pria Disabilitas Jadi Tersangka Pemerkosaan di NTB: Apalah Daya Saya

    GELORA.CO  – Iwas alias Agus (22) pria penyandang disabilitas ditetapkan sebagai tersangka pemerkosaan oleh Polda Nusa Tenggara Barat (NTB). Tak tanggung-tanggung, tuduhannya dia melakukan kekerasan seksual dan pemerkosaan terhadap dua perempuan sekaligus, satu di antaranya seorang mahasiswi.

    Agus mengaku tak berdaya dengan tuduhan tersebut. Dia meminta keadilan dan dukungan seluruh warga Indonesia dan Presiden Prabowo Subianto atas kasus yang dialaminya.

    “Kita lihat dengan kondisi seperti ini (tak punya tangan) bagaimana saya bisa melakukan kekerasan seksual dan pemerkosaan, sedangkan saya tidak bisa buka baju dan celana sendiri,” ujar Agus saat ditemui di kediamannya, Monjok Grie, Selaparang, Kota Mataram, Minggu (1/12/2024).

    Agus menceritakan sepanjang hidupnya menggantungkan diri kepada orang lain, dalam hal ini ibunya. Dia tercatat sebagai mahasiswa semester VII sekolah tinggi negeri di Mataram, sekaligus seorang seniman gamelan.

    “Apa daya saya dengan tuduhan ini. Bagaimana cara saya melakukan pemerkosaan?,” katanya.

    Agus berharap netizen dan Presiden Prabowo bisa memberikan keadilan untuknya. Dia mengaku masih ingin melanjutkan karier sebagai seniman dan statusnya sebagai mahasiswa.

    “Saya ingin bertemu dengan Bapak Presiden Prabowo, Saya ingin memberikan karya seni gamelan saya,” ucapnya.

    Dia berharap keadaannya bisa kembali seperti semula dan bisa memberikan karya untuk masa depannya.

    “Saya ingin agar bisa kembali seperti semula,” ujarnya.

    Sementara Ibu Agus, Gusti Ayu Ariparni mengaku syok atas penetapan tersangka terhadap anaknya. Dia meminta anaknya tidak dihukum karena berkeyakinan, Agus tidak melakukan hal yang disangkakan.

    “Saya kaget. Keadaan anak sudah seperti ini sejak lahir. Kok bisa anak saya dituduh seperti ini,” katanya.

    Diketahui, Agus sudah ditetapkan sebagai tersangka. Dia kini menjadi tahanan rumahSubdit IV Renakta Ditkrimum Polda NTB.

  • Kampanye Anti-Kekerasan Perempuan Sejalan dengan SDGs

    Kampanye Anti-Kekerasan Perempuan Sejalan dengan SDGs

    Jakarta

    Anggota BKSAP DPR RI, Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, menyuarakan dukungan terhadap Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (HAKtP). Ia menegaskan bahwa kampanye ini sejalan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals atau SDGs), khususnya target nomor 5 tentang kesetaraan gender dan nomor 16 tentang keadilan dan masyarakat damai.

    “Kampanye ini mendukung SDGs, terutama target untuk menghapus semua bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak, serta menciptakan masyarakat inklusif yang menjunjung tinggi keadilan dan hak asasi manusia,” ujar Sara, Selasa (26/11/2024).

    Sara menyoroti tantangan besar yang masih dihadapi Indonesia dalam mencapai target SDGs, termasuk angka kekerasan berbasis gender yang tinggi. Berdasarkan data KemenPPPA, pada 2023 tercatat 29.883 kasus kekerasan, meningkat 4,4% dibandingkan tahun sebelumnya. Mayoritas korban adalah perempuan, dengan 26.161 kasus.

    “Kita masih jauh dari keadilan bagi perempuan selama korban kekerasan dipaksa menikah dengan pelaku. Kampanye 16 HAKtP harus menjadi momen memperkuat perlindungan dan memberdayakan perempuan di semua aspek kehidupan,” lanjutnya.

    Sebagai Ketua Umum Jaringan Nasional Anti TPPO (JarNas Anti TPPO) yang beranggotakan hampir 40 organisasi dan individu, Sara juga menggelar Kampanye ’24 Hari Penuh Kasih Sayang’ bertema Lindungi Semua, Penuhi Hak Korban, Akhiri Kekerasan terhadap Perempuan. Rangkaian kegiatan ini meliputi sosialisasi, diskusi publik, dan podcast.

    Sara menegaskan pentingnya penegakan hukum sesuai UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), yang melarang penyelesaian damai antara korban dan pelaku kekerasan seksual.

    Sara juga menyerukan agar Pemerintah memperkuat upaya pemberantasan kekerasan terhadap perempuan. “Perlindungan hukum yang tegas adalah wujud nyata negara hadir dalam memberikan rasa aman bagi perempuan dan anak-anak,” katanya.

    Menurut Sara, perjuangan melawan kekerasan berbasis gender sejalan dengan komitmen global untuk mewujudkan SDGs. Ia menutup dengan harapan agar masyarakat, terutama perempuan, terus berpartisipasi dalam mendukung kampanye ini. “Kami di DPR akan terus memastikan negara hadir melalui legislasi, anggaran, dan pengawasan demi menegakkan keadilan bagi perempuan, termasuk kelompok rentan seperti migran,” tutupnya.

    (maa/maa)

  • Pria Disabilitas Jadi Tersangka Pemerkosaan Mahasiswi di Mataram, Pelaku Ngaku Dijebak
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        1 Desember 2024

    Pria Disabilitas Jadi Tersangka Pemerkosaan Mahasiswi di Mataram, Pelaku Ngaku Dijebak Regional 1 Desember 2024

    Pria Disabilitas Jadi Tersangka Pemerkosaan Mahasiswi di Mataram, Pelaku Ngaku Dijebak
    Editor
    KOMPAS.com –
    Seorang pria disabilitas bernama I Wayan Agus Suartama (21) ditetapkan tersangka
    pemerkosaan
    mahasiswi di
    Mataram
    , Nusa Tenggara Barat.
    Pria kerap disapa Agus Buntung ini menceritakan kronologi kejadian yang membuatnya jadi tersangka itu.
    Dia mengaku awalnya meminta bantuan kepada seorang perempuan untuk diantarkan ke kampus. Namun ternyata dia berhenti di salah satu homestay di Kota Mataram.
    “Jadi pada intinya itu saya benar-benar kaget dan syok. Tiba-tiba dijadiin tersangka,” beber Agus saat ditemui di kediamannya.
    Agus mengaku hanya mengikuti saja keinginan dari si perempuan.
    “Saya ceritain setelah saya sampai homestay itu, dia yang bayar, dia yang buka pintu, terus tiba-tiba dia yang bukain baju dan celana saya,” bebernya.
    Warga Kecamatan Selaparang, Kota Mataram ini pun mulai curiga ketika perempuan itu mulai menghubungi temannya.
    “Tapi yang membuat saya tahu kasus ini jebakan pas dia nelpon seseorang, di situ saya nggak berani mau ngomong apa. Saya merasa ini jebakan, karena ini ke sana kemari saya dituduh,” terangnya.
    “Saya dituduh melakukan kekerasan seksual, coba dipikirkan bagaimana saya melakukan kekerasan seksual sedangkan bapak ibu lihat sendiri (nggak punya tangan), didorong aja saya, atau jangan diantar saya, atau ditinggal aja saya,” sambungnya.
    Dia takut melakukan perlawanan karena posisinya dalam keadaan tidak berbusana.
    “Nggak ada diancam sama perempuan secara fisik, saya diam saja selama di dalam homestay, saya takut buat teriak karena sudah telanjang, saya yang malu kalau saya teriak,” tandasnya.
    Dirreskrimum Polda NTB Kombes Pol Syarif Hidayat menjelaskan hasil visum terhadap korban mengungkap adanya luka lecet pada kelamin korban akibat hubungan badan.
    “Pelaku melakukan tindakan menyetubuhi,” ucapnya dikonfirmasi Minggu (1/12/2024).
    Agus dijerat dengan pasal 6C UU No. 12/2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
    Polisi sudah memeriksa lima orang saksi dan dua orang saksi ahli, berdasarkan hasil visum juga ditemukan dua luka lecet di kelamin korban akibat benda tumpul.
    “Ini bisa disebabkan oleh alat kelamin atau yang lainnya, namun tidak ditemukan adanya luka robek lama atau baru di selaput dara,” kata Syarief dalam keterangan tertulis yang diterima
    TribunLombok.com
    , Minggu (1/12/2024).
    Syarief juga mengatakan berdasarkan hasil pemeriksaan psikologi terhadap tersangka, penyebab Agus nekat memperkosa perempuan tersebut akibat pengaruh judi dan minuman keras selain itu akibat bullying yang diterimanya sejak masih kecil.
    “Kondisi tersebut meningkat pada tindakan menyetubuhi,” jelas Syarief.
    Mantan Wakapolres Mataram itu juga mengatakan, kondisi tersangka yang disabilitas tanpa dua tangan tersebut dimanfaatkan untuk menyetubuhi korban, Agus juga memilih korban dengan kondisi yang lemah secara emosi.
    “Tersangka memanfaatkan kerentanan yang berulang, sehingga timbul opini tidak mungkin disabilitas melakukan kekerasan seksual,” kata Syarief.
    Artikel ini telah tayang di TribunLombok.com dengan judul Pria Disabilitas di Mataram Jadi Tersangka Rudapaksa Mahasiswi, Ini Penjelasan Polisi
    Dan telah tayang di TribunLombok.com dengan judul Kronologi Kasus Pria Disabilitas Rudapaksa Mahasiswi, Awalnya Minta Diantar ke Kampus
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Padahal Tak Punya Tangan, Agus Bingung Dituduh Rudapaksa Mahasiswi, Ngaku Masih Diurus Orangtua

    Padahal Tak Punya Tangan, Agus Bingung Dituduh Rudapaksa Mahasiswi, Ngaku Masih Diurus Orangtua

    TRIBUNJATIM.COM – Tengah viral di media sosial kasus pria difabel dituduh rudapaksa mahasiswi.

    Pria berinisial IWAS alias Agus (21) itu bingung lantaran ia tak memiliki tangan.

    Agus dituduh merudapaksa seorang mahasiswi di Mataram, Nusa Tenggara Barat.

    Akibat tuduhan tersebut, Agus pun resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda NTB terkait kasus dugaan pemerkosaan.

    Anggota DPR RI Ahmad Sahroni pun mengurai responnya atas kasus Agus tersebut.

    Dalam akun media sosialnya, Sahroni menyoroti dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan Agus.

    Sahroni pun membagikan cuplikan wawancara Agus yang dituding merudapaksa seorang mahasiswi di kampus.

    Dalam wawancara tersebut, Agus mengaku sedih dan syok saat ditetapkan sebagai tersangka.

    Sebab Agus jadi tidak bisa pergi keluar rumah lantaran dituduh sebagai pelaku kekerasan seksual.

    “Sedih banget kayak mati semua-muanya, jadi tersangka, enggak bisa ke mana-mana,” pungkas Agus, dikutip dari TribunnewsBogor.com melalui video akun lagi viral, Jumat (29/11/2024).

    Ditegaskan oleh Agus, ia tidak pernah merudapaksa wanita yang melaporkannya itu.

    Sebab diungkap Agus, ia tidak mungkin bisa memaksa seorang wanita untuk berhubungan badan dengannya lantaran keterbatasan yang dimilikinya.

    Untuk aktivitas sehari-hari saja Agus mengandalkan bantuan orang tuanya.

    “Keadaan saya seperti ini, saya masih dimandiin sama orang tua, buang air kecil dibukain sama orang tua, buang air besar dibukain sama orang tua, makan sekali waktu disuapin, dimandiin orang tua,” ungkap Agus.

    “Kok bisa saya dibilang memperkosa atau kekerasan seksual atau yang disebut berhubungan secara paksa. Bagaimana saya paksa kalau enggak dibukain? bagaimana cara saya mau kayak gitu (memerkosa)?” tanya Agus.

    Mengetahui kasus yang menimpa Agus, Ahmad Sahroni syok.

    Dalam postingannya, Sahroni pun bertanya ke akun Polri soal kasus Agus tersebut.

    Sahroni lantas mempertanyakan apakah Agus dimungkinkan untuk memerkosa seorang mahasiswi atau tidak lantaran tergolong disabilitas.

    “Ini beneran gak sih kejadian di Polda NTB ? Disablitas yg tidak memilki tangan apa iya bisa memperkosa ?” tanya Ahmad Sahroni.

    Atas kasus yang menimpa Agus, netizen di media sosial pun mengurai simpati kepada pemuda berdarah Bali tersebut.

    Sementara itu, Agus dalam wawancaranya di salah satu media Lombok mengurai fakta sebenarnya soal tudingan ia memerkosa mahasiswi.

    Awalnya di awal Oktober 2024 lalu, Agus bertemu dengan seorang mahasiswi di kampusnya.

    Kala itu Agus minta bantuan ke wanita tersebut untuk mengantarkannya ke kampus setelah makan siang.

    “Setelah saya membeli makan dan minuman, saya duduk sebentar, saya ingin kembali ke kampus. Kendala saya capek jalan tidak kuat, saya berpikir untuk minta bantuan kepada orang di sekitar sana,” imbuh Agus.

    Langsung minta bantuan ke seorang mahasiswi yang tidak ia kenal, Agus percaya saja saat diajak naik motor.

    Tak disangka kepercayaan Agus itu justru membawanya ke jurang masalah.

    Agus mengaku tiba-tiba dibawa ke sebuah penginapan oleh mahasiswi tersebut.

    “Berjalan ke Islamic Center, tapi mengejutkan kok muter tiga kali di Islamic Center, tapi saya santai enggak berpikiran aneh-aneh karena bersyukur dia mau bantu. Udah muter tiga kali, balik lagi ke jalan yang sama. Saya ingin bertanya mau ke mana ini tapi enggak enak, saya diam aja. Terus muter, kok tiba-tiba sampailah di homestay enggak jauh dari Udayana,” ucap Agus.

    Disuruh masuk ke kamar, Agus kian terkejut saat tiba-tiba pakaiannya dilucuti sang mahasiswi.

    Agus lantas menceritakan kronologi dirinya dilecehkan oleh sang mahasiswi.

    “Saya kaget dia membuka baju, celana saya. Saya diam dengan kebingungan. Dia membuka juga (bajunya). (Agus) disuruh tidur di kasur gini, dia yang di atas saya, saya telanjang, dia buka sendiri juga,” kata Agus.

    Setelah dipaksa diam untuk berhubungan badan, Agus lemas tanpa bisa bertanya banyak ke sang mahasiswi.

    Agus akhirnya diajak keluar penginapan oleh mahasiswi tersebut dan kembali ke kampus.

    Kembali diboncengi motor oleh sang mahasiswi, Agus tersentak saat tiba-tiba ia berhenti di dekat islamic center kampus.

    Di momen tersebut, sang mahasiswi langsung turun dari motor dan memeluk seorang pria.

    Agus syok karena tiba-tiba difoto oleh seorang pria tak dikenal saat turun dari motor.

    Tak disangka selang beberapa hari kemudian, foto Agus itu tersebar dan digambarkan seorang sosok pemerkosa yang kejam.

    Agus disebut-sebut merudapaksa mahasiswi yang ditemuinya itu hingga fotonya tersebar di media sosial akun Lombok.

    Hingga akhirnya kasus tersebut berujung pada proses hukum karena sang mahasiswi melaporkan Agus ke Polresta Mataram dengan kasus dugaan pemerkosaan dan kekerasan seksual.

    Kasus Lain

    Rahmad Effendi (35)  alias casper tidak  memiliki pekerjaan tetap alias serabutan. Kebutuhan sehari-sehari ditopang oleh istrinya.

    Istrinya yang memiliki kerjaan ahli sulam alis itu sampai sering terima orderan ke luar kota.

    Namun, Rahmad Effendi malah berbuat memalukan di kampung. Saat ditinggal dua hari kerja di Gresik, laki-laki warga Manyar Sabrangan itu nyaris mencabuli wanita inisial AM (21) yang merupakan tetangganya.

    Kini Rahmad Effendi ditahan di Polsek Mulyorejo.

    Kapolsek Kompol Aspul Bhakti mengatakan, tersangka sejak lama tergoda dengan paras korban.

    Setiap hari tersangka memantau rumah korban. Hingga akhirnya pada 19 November 2024, mengetahui korban sendirian di rumah. Saat itu ayah korban yang merupakan tukang kayu sedang lembur kerja.

    “Jelang subuh tersangka ini masuk ke rumah korban. Kebetulan, pintu rumah korban saat itu tidak terkunci, sedangkan korban dalam kondisi tidur ruang tamu,” kata Aspul.

    Rahmad Effendi kemudian mengendap-endap masuk sembari melepas pakaian, dan mendekati korban. Pelaku lantas berusaha membalikkan tubuh korban yang sedang tidur dalam posisi tengkurap. Korban berontak, dan teriak-teriak meminta tolong setelah sadar  di dekatnya ada laki-laki dalam keadaan telanjang. 

    Tersangka saat itu keluar rumah korban dan kabur. Tak lama, tetangga mendatangi korban. Awalnya korban sempat takut mengungkap orang yang hendak melecehkannya. Setelah memeriksa rekaman CCTV terlihat jelas pukul 03.30 jalan ke kampung menuju rumah korban.

    Ipda Alfan Alfian, Kanit  mengungkapan tersangka dinilai berkelit dalam memberikan keterangan. Casper mengatakan kepadanya bahwa nekat merudapaksa korban karena ada bisikan ghoib. 

    “Tersangka ngaku pas tidur itu mimpi ada bisikan kalau mau hidup enak harus memperkosa tetangganya. Terus dia bangun ke rumah korban,” tandasnya.

    Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com

  • Pemuda Tunadaksa Tanpa Dua Tangan di NTB Jadi Tersangka Pemerkosaan, Kok Bisa?

    Pemuda Tunadaksa Tanpa Dua Tangan di NTB Jadi Tersangka Pemerkosaan, Kok Bisa?

    Mataram: Kasus pemerkosaan di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), ini membuat banyak pihak terheran-heran. IWAS alias Agus (21), seorang pemuda penyandang disabilitas tunadaksa tanpa kedua tangan, ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan memerkosa seorang mahasiswi berinisial MA.

    “Ya sudah menjadi tersangka. Dalam perkara ini, satu orang korban,” kata Kepala Subdirektorat Renakta Polda NTB, AKBP Ni Made Pujewati, Sabtu 30 November 2024.

    Direktur Reskrimum Polda NTB Kombes Syarif Hidayat mengungkap kronologi kasus ini. Berdasarkan penyidikan, Agus mengajak korban ke sebuah homestay di Mataram pada 7 Oktober 2024. 

    Baca juga: Deretan Kasus Sean ‘Diddy’ Combs: Pelecehan hingga Kekerasan Seksual di Bawah Umur

    Di sana, pemuda tanpa tangan ini diduga memanfaatkan kemampuan luar biasa kakinya untuk membuka pakaian korban dan melakukan kekerasan seksual.

    “Fakta-fakta yang telah didapatkan dari proses penyidikan bahwa IWAS merupakan penyandang disabilitas secara fisik (tidak mempunyai kedua tangan). Tapi tidak ada hambatan untuk melakukan pelecehan seksual fisik terhadap korban,” jelas Syarif.

    Agus dikenal mampu melakukan berbagai aktivitas harian menggunakan kakinya, seperti makan, menutup pintu, hingga mengendarai sepeda motor khusus. Hal ini disebut membuktikan bahwa disabilitas fisik tidak menjadi penghambat dalam melakukan tindak pidana ini.

    Polisi juga mendapati bukti kuat dari visum korban, yang menunjukkan adanya kekerasan seksual. Hasil pemeriksaan psikologis korban menguatkan dugaan bahwa ia mengalami trauma mendalam setelah kejadian itu. 

    “Korban mengalami syok atau ketakutan yang timbul, yang mengira adanya kerja sama antara pelaku dengan penjaga homestay sehingga terpaksa menuruti kemauan pelaku,” ujar Syarif.

    Barang bukti berupa pakaian korban, seprai, serta uang Rp50 ribu diamankan polisi. Berdasarkan penyidikan, korban disebut terpaksa mengikuti kemauan pelaku karena rasa takut dan tekanan psikologis.
    Netizen heran
    Agus kini dijerat Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dan harus menghadapi proses hukum. Meski begitu, kasus ini memicu perbincangan publik termasuk di media sosial X, terutama soal bagaimana seorang penyandang disabilitas tunadaksa bisa melakukan tindak kejahatan seperti ini.

    “Disabilitas, Tpi tidak ada hambatan.
    Konsepnya gimana ini narasinya?,” demikian tulis pengguna akun X, Minggu 1 Desember 2024.

    “Beliau cara megangin korbannya gimana? Apakah di lilit seperti ular,” tulis akun lain.

    “Disabilitas, Tpi tidak ada hambatan.
    Konsepnya gimana ini narasinya?” tulis akun lain.

    Mataram: Kasus pemerkosaan di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), ini membuat banyak pihak terheran-heran. IWAS alias Agus (21), seorang pemuda penyandang disabilitas tunadaksa tanpa kedua tangan, ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan memerkosa seorang mahasiswi berinisial MA.
     
    “Ya sudah menjadi tersangka. Dalam perkara ini, satu orang korban,” kata Kepala Subdirektorat Renakta Polda NTB, AKBP Ni Made Pujewati, Sabtu 30 November 2024.
     
    Direktur Reskrimum Polda NTB Kombes Syarif Hidayat mengungkap kronologi kasus ini. Berdasarkan penyidikan, Agus mengajak korban ke sebuah homestay di Mataram pada 7 Oktober 2024. 
    Baca juga: Deretan Kasus Sean ‘Diddy’ Combs: Pelecehan hingga Kekerasan Seksual di Bawah Umur
     
    Di sana, pemuda tanpa tangan ini diduga memanfaatkan kemampuan luar biasa kakinya untuk membuka pakaian korban dan melakukan kekerasan seksual.
     
    “Fakta-fakta yang telah didapatkan dari proses penyidikan bahwa IWAS merupakan penyandang disabilitas secara fisik (tidak mempunyai kedua tangan). Tapi tidak ada hambatan untuk melakukan pelecehan seksual fisik terhadap korban,” jelas Syarif.
     
    Agus dikenal mampu melakukan berbagai aktivitas harian menggunakan kakinya, seperti makan, menutup pintu, hingga mengendarai sepeda motor khusus. Hal ini disebut membuktikan bahwa disabilitas fisik tidak menjadi penghambat dalam melakukan tindak pidana ini.
     
    Polisi juga mendapati bukti kuat dari visum korban, yang menunjukkan adanya kekerasan seksual. Hasil pemeriksaan psikologis korban menguatkan dugaan bahwa ia mengalami trauma mendalam setelah kejadian itu. 
     
    “Korban mengalami syok atau ketakutan yang timbul, yang mengira adanya kerja sama antara pelaku dengan penjaga homestay sehingga terpaksa menuruti kemauan pelaku,” ujar Syarif.
     
    Barang bukti berupa pakaian korban, seprai, serta uang Rp50 ribu diamankan polisi. Berdasarkan penyidikan, korban disebut terpaksa mengikuti kemauan pelaku karena rasa takut dan tekanan psikologis.
    Netizen heran
    Agus kini dijerat Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dan harus menghadapi proses hukum. Meski begitu, kasus ini memicu perbincangan publik termasuk di media sosial X, terutama soal bagaimana seorang penyandang disabilitas tunadaksa bisa melakukan tindak kejahatan seperti ini.

    “Disabilitas, Tpi tidak ada hambatan.
    Konsepnya gimana ini narasinya?,” demikian tulis pengguna akun X, Minggu 1 Desember 2024.
     
    “Beliau cara megangin korbannya gimana? Apakah di lilit seperti ular,” tulis akun lain.
     
    “Disabilitas, Tpi tidak ada hambatan.
    Konsepnya gimana ini narasinya?” tulis akun lain.

     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (DHI)