Kasus: kekerasan seksual

  • Selalu Pesan Bilik yang Terletak di Pojok, Segini Harga Kamar Homestay yang Disewa Agus Buntung – Halaman all

    Selalu Pesan Bilik yang Terletak di Pojok, Segini Harga Kamar Homestay yang Disewa Agus Buntung – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Segini tarif sewa Nang’s Homestay yang menjadi tempat kejadian perkara kasus dugaan pelecehan oleh tersangka I Wayan Agus Suartama (21) alias Agus Buntung.

    Homestay yang terletak di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) tersebut sering didatangi Agus Buntung bahkan penjaga homestay mengenalnya.

    Proses rekonstruksi di homestay digelar secara tertutup karena kondisinya sempit.

    Kamar homestay hanya berukuran 3×3 meter dengan fasilitas kasur, toilet dan kipas angin.

    Agus Buntung memperagakan sejumlah adegan mulai membayar uang sewa kamar sebesar Rp50 ribu hingga membawa korban ke kamar.

    Sebelum masuk ke kamar, Agus dan korban telah bersepakat pembayaran sewa kamar ditanggung oleh Agus.

    Adegan yang diperagakan Agus merupakan peristiwa dugaan kekerasan seksual yang terjadi pada 7 Oktober 2024 lalu.

    Di Nang’s Homestay terdapat 10 kamar yang berderet di depan dan belakang.

    Agus selalu memesan kamar nomor 6 yang terletak di pojok.

    Belum diketahui alasan Agus membawa para korban ke kamar nomor 6.

    Penjaga Nang’s Homestay, I Wayan Kartika, mengaku sering melihat Agus Buntung memesan kamar dengan wanita yang berbeda-beda.

    Dalam sepekan Agus bisa membawa tiga sampai lima wanita dan selalu memesan kamar nomor enam.

    “Selalu nomor enam tidak pernah pindah-pindah, itu letaknya di pojokan,” tuturnya.

    I Wayan Kartika menambahkan, wanita yang dibawa Agus tak pernah menunjukkan gelagat aneh.

    Bahkan, ia tak mendengar suara teriakan dan tangisan dari korban.

    “Biasa saja, tidak ada yang aneh,” tukasnya.

    Reka Ulang Adegan

    Dirreskrimum Polda NTB, Kombes Pol Syarif Hidayat, mengatakan penyidik sangat berhati-hati karena melibatkan dua kelompok rentan yaitu penyandang disabilitas dan wanita sebagai korban.

    Kombes Pol Syarif mengatakan jumlah adegan yang diperagakan bertambah dari yang sudah tertulis di berita acara penyidikan (BAP).

    “Karena ada perkembangan perbuatan yang dilakukan tersangka, dalam rekonstruksi tersebut mengembang di lapangan kami mengakomodir keterangan tersangka di lapangan,” tuturnya, Rabu, dikutip dari TribunLombok.com.

    Dalam reka ulang adegan, Agus dan korban bertemu di Taman Udayana kemudian mereka menuju Nang’s Homestay.

    Ia menjelaskan kronologi kekerasan seksual versi Agus dan korban berbeda termasuk kesepakatan pembayaran kamar homestay.

    “Kalau menurut korban, tersangka yang lebih aktif. Kalau menurut tersangka, korban yang lebih aktif,” bebernya.

    Setelah keluar homestay, Agus diantarkan korban ke Islamic Center.

    Pembelaan Kuasa Hukum Agus

    Kuasa hukum Agus, Ainuddin, menyatakan ada kejanggalan dalam proses rekonstruksi.

    “Misalnya ada keraguan penyidik, kekaburan informasi dari saksi maupun korban bisa terungkap dalam rekonstruksi tersebut,” tuturnya.

    Menurutnya, hubungan badan yang terjadi di homestay atas kesepakatan kedua pihak dan tanpa paksaan.

    “Sebelum diantar ke kampus di depan ada adegan mesum oleh orang lain, si perempuan mengatakan bagusnya adegan yang tadi,” jelasnya.

    Ia membenarkan Agus yang mengajak korban ke Nang’s Homestay.

    Di sana, korban kecewa karena Agus tak menepati janjinya membayar sewa kamar.

  • UU TPKS Bisa Jerat Pelaku Kekerasan yang Manfaatkan Relasi Kuasa

    UU TPKS Bisa Jerat Pelaku Kekerasan yang Manfaatkan Relasi Kuasa

    UU TPKS Bisa Jerat Pelaku Kekerasan yang Manfaatkan Relasi Kuasa
    Tim Redaksi

    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Direktur Tindak Pidana Perempuan dan Anak (PPA) serta Pidana Perdagangan Orang (PPO), Brigjen Pol Desy Andriani, menekankan pentingnya menjalankan  Undang-Undang Tindak Pidana
    Kekerasan Seksual
    (UU TPKS).
    Desy menegaskan, UU TPKS memiliki pasal-pasal yang memberikan hukuman lebih berat bagi pelaku
    kekerasan seksual
    yang memanfaatkan
    relasi kuasa
    atau kedudukan.
    “Karena ada beberapa pasal dalam undang-undang PPKS secara berjenjang dan bertingkat, apabila itu dilakukan oleh yang adanya relasi kuasa, karena kedudukannya, karena jabatannya, semakin meningkat sanksi yang diberikan kepada para pelaku,” kata Desy, di Jakarta, Rabu (11/12/2024).
    “Tapi, tidak ada pengecualian atau
    no excuse
    ,” tambahnya.
    Ia juga mengingatkan bahwa sebagian besar kekerasan seksual terjadi dalam lingkup lingkungan terdekat.
    Oleh karena itu, menjaga integritas aparat dan memastikan lingkungan aman menjadi prioritas.
    Desy menyoroti perlunya instrumen untuk mengukur integritas penyidik, pendamping korban, dan aparat hukum lainnya.
    “Bagaimana membuat instrumennya bahwa ini adalah orang-orang yang betul-betul berintegritas dalam menyelenggarakan, dan melaksanakan amanah yang diberikan,” ujarnya.
    “Karena ini adalah suatu kasus, suatu permasalahan yang sangat membuat long term kehidupan, keberlanjutan kehidupan para korban yang menjadi concern kita,” tegas dia.
    Desy juga menggarisbawahi pentingnya kolaborasi erat dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
    Ia menyarankan pembentukan SOP bersama di lapangan agar tak ada perbedaan pandangan dalam implementasi.
    “Berbicara APH, biar ada harmonisasi dan koordinasi di lapangan. Mohon kiranya apabila LPSK menginisiasi sebuah bimbingan teknis, bersama – sama kita duduk, sehingga terjadi harmonisasi dan sinkronisasi di lapangan,” jelasnya.
    “Bukan hanya pada kita-kita yang berada di tingkat pusat, tapi bagaimana implementasi di lapangan, sehingga kita tidak menghabiskan energi untuk perbedaan pandangan dalam melakukan implementasi tersebut,” lanjutnya.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Ayah di Way Kanan Lampung Berulang Kali Setubuhi Anak Tiri hingga Hamil 4 Bulan

    Ayah di Way Kanan Lampung Berulang Kali Setubuhi Anak Tiri hingga Hamil 4 Bulan

    Way Kanan, Beritasatu.com – Seorang ayah di Kabupaten Way Kanan, Lampung merudapaksa anak tirinya yang masih berusia 14 tahun. Dengan ancaman senjata tajam, ayah berinisial SR berulang kali merudapaksa anak tirinya hingga hamil empat bulan. 

    Dari hasil pemeriksaan, pelaku telah melakukan perbuatan bejatnya sejak 2019 lalu. Perbuatan bejat ayah berusia 40 tahun ini terungkap setelah korban memberanikan diri menceritakan kekerasan seksual yang dialaminya kepada ibu kandungnya.

    Ibu korban yang tidak terima dengan perbuatan bejat pelaku kemudian melaporkan pelaku ke Polres Way Kanan pada Minggu (8/12/2024).

    Dari laporan ibu korban, Unit Perlindungan Perempuan dan anak (PPA) Polres Way Kanan kemudian bergerak melakukan penangkapan pelaku. Ayah yang merudapaksa anak tirinya itu berhasil ditangkap tanpa perlawanan di rumah orang tuanya di Desa Gedung Negara, Kecamatan Hulu Sungkai, Kabupaten Lampung Utara pada Senin (10/12/2024).

    Kepada penyidik, pelaku mengakui perbuatannya. Pelaku mengaku merudapaksa anak tirinya saat istrinya yang juga ibu kandung sedang tidak berada di rumah.

    Kasat Reskrim Polres Way Kanan, AKP Mangara Panjaitan mengatakan, pelaku menikah dengan ibu korban berinisial M (34) pada 2012 lalu. Sejak menikah dengan ibu korban, pelaku tinggal di Kecamatan Blambangan Umpu, Kabupaten Way Kanan.

    “Pelaku menikah dengan M ibu korban pada 2012 lalu. Sejak itu pelaku tinggal bersama korban dan istrinya di Kabupaten Way Kanan,” kata Manggarai di ruang kerjanya, Selasa (10/12/2024).

    Manggara menjelaskan, aksi ayah tiri merudapaksa anak tirinya ini terjadi sejak korban masih duduk di kelas 4 SD hingga kelas 3 SMP.

    “Pelaku sejak dari awal melakukan aksi bejatnya mengancam korban dengan senjata tajam. Aksi rudapaksa pertama kalinya dilakukan di kebun. Pelaku mengancam korban dengan menggunakan senjata tajam,” jelas Manggarai.

    Manggara mengungkapkan aksi ayah merudapaksa anak tirinya ini terjadi di sejumlah tempat, yakni di kebun dan di rumah.

  • Beda Keterangan, Agus Buntung Sebut Korban yang Lebih Aktif saat di Dalam Kamar Homestay – Halaman all

    Beda Keterangan, Agus Buntung Sebut Korban yang Lebih Aktif saat di Dalam Kamar Homestay – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Terdapat fakta baru dalam rekonstruksi kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh IWAS alias Agus Buntung.

    Adapun, rekonstruksi itu dilakukan hari ini, Rabu (11/12/2024), dan digelar di tiga tempat berbeda, termasuk di Nang’s Homestay.

    Direktur Reserse Kriminal Umum Polda NTB, Kombes Syarif Hidayat, mengatakan ada keterangan berbeda antara Agus Buntung sebagai tersangka dan korbannya.
     
    Hal ini diketahui saat rekonstruksi di Nang’s Homestay, tempat Agus Buntung membawa korbannya.
     
    Agus Buntung menyampaikan ketika di kamar homestay tersebut, korban yang lebih aktif.
     
    Sementara dari pihak korban, dia menyebutkan Agus Buntung lah yang lebih aktif saat mereka berada di dalam kamar homestay itu.
     
    “Ada dua versi kalau menurut korban tersangka yang lebih aktif, kalau menurut tersangka korban yang lebih aktif,” kata Syarif, Rabu, dikutip dari TribunLombok.com.
     
    Sebelumnya, rekonstruksi dilakukan mulai dari Taman Udayana sebagai lokasi pertemuan pertama Agus dengan korban.
     
    Dalam reka adegan itu, Agus Buntung dibonceng oleh korban menuju Nang’s Homestay yang lokasinya tidak jauh dari situ.
     
    Di tengah perjalanan menuju homestay, terjadi kesepakatan antara korban dan pelaku soal pembayaran kamarnya.
     
    Setelah berbincang, akhirnya disepakati korban yang membayar kamar.

    Adegan selanjutnya yakni korban yang melakukan pembayaran ke pemilik homestay. 

    Kemudian Agus dan korban diarahkan menuju kamar nomor 6.

    Usai dari homestay, Agus diantarkan Islamic Center tempat korban ditunggu dua teman lelakinya.

    Di tempat itu pula Agus dan korban berpisah. 

    Sementara itu, penjaga Nang’s Homestay I Wayan Kartika, mengakui Agus Buntung sering membawa perempuan yang berbeda ke tempatnya itu.

    Bahkan, dalam sepekan bisa tiga sampai lima orang yang berbeda-beda.

    Wayan pun mengungkap setiap membawa perempuan, Agus selalu memesan kamar nomor enam.

    “Di pojok itu,” kata Wayan.

    Rekonstruksi yang dilakukan di dalam kamar homestay nomor 6 pun dilakukan secara tertutup.

    Sebagai informasi, saat ini, Agus Buntung masih menjadi tahanan rumah atas kasus pelecehan seksual di Mataram.

    Syarif mengatakan pihaknya belum ada rencana menempatkan Agus Buntung menjadi tahanan rutan. 

    “Sebenarnya, penetapan tahanan rumah ini merupakan bagian dari perhatian kami terhadap hak tersangka karena secara fasilitas tahanan untuk penyandang disabilitas itu kami belum memenuhi, makanya status tahanan rumahnya sudah kami perpanjang dalam masa 40 hari,” jelasnya.

    Berdasarkan informasi dari Komisi Disabilitas Daerah (KDD) Provinsi NTB, jumlah korban Agus bertambah menjadi 15 orang. 

    “Saat ini, fokus kami terkait berkas perkara yang sudah kami limpahkan ke jaksa peneliti, memang ada dua (korban tambahan) yang sudah kami mintai BAI (berita acara investigasi).”

    “Salah satunya memang ada anak. Tetapi, fokus kami dalam pemeriksaan laporan pertama ini ada lima (korban), termasuk korban itu sendiri (pelapor),” kata Syarif.

    Agus Buntung sebagai tersangka dalam kasus ini dikenakan Pasal 6 huruf c Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

    Agus Buntung Minta Damai

    Sebelumnya, Agus Buntung sempat meminta kasus pelecehan seksual diselesaikan secara baik-baik, karena khawatir akan dipenjara.

    Maka dari itu, Agus Buntung meminta damai, meski sudah melecehkan 15 wanita di Mataram.

    “Iya saya hadapi (persidangan). Tapi mudah-mudahan kalau bisa jangan sampai, biar kita selesaikan secara baik-baik, iya (damai),” kata Agus Buntung, dikutip dari TribunnewsBogor.com pada Rabu (11/12/2024).

    Padahal, awalnya, Agus berkoar-koar akan melaporkan pihak tertentu atas tuduhan pencemaran nama baik kini mendadak menciut.

    “Saya juga gak perpanjang kasus pencemaran nama baik, mereka mau ngomong apa semua orang berhak mau ngomong apa, hanya Tuhan yang tahu,” kata Agus Buntung.

    Agus pun berharap, dia bisa tetap menghirup udara bebas meski telah melecehkan 15 wanita.

    “Saya gak nuntut, yang penting saya bisa kerja, jalan-jalan, terpenting bisa kuliah,” kata Agus Buntung.

    Untuk diketahui, kasus Agus Buntung sampai saat ini masih menjadi sorotan publik, karena awalnya dia mendapatkan dukungan dari masyarakat.

    Namun, seiring berjalannya waktu, kelakuan Agus Buntung selama ini semakin terungkap lewat beberapa pihak yang mengenalnya.

    Bahkan, beredar video juga saat Agus Buntung melakukan catcalling terhadap wanita hingga minum-minuman keras.

    Korban Agus Buntung Trauma Berat dan Ajukan Perlindungan LPSK

    Pendamping korban, Ade Latifa Fitri, mengatakan lima dari 15 perempuan korban pelecehan seksual Agus Buntung kini mengalami trauma berat.

    Bahkan, katanya, mereka sampai mengurung diri dan takut bertemu orang.

    Atas dasar itulah, para korban tidak berani muncul sedikitpun.

    “Itu yang membuat para korban trauma sehingga tidak berani muncul sedikitpun,” katanya, Senin, dikutip dari TribunLombok.com.

    Lima korban pun kini mengajukan perlindungan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

    “Kami masih dalam proses pemenuhan dokumen ke LPSK,” ungkap Latifa.

    Dia mengatakan, permohonan perlindungan tersebut dilakukan bukan karena adanya ancaman secara langsung kepada korban.

    Melainkan, untuk memastikan psikologi para korban tidak terganggu akibat pro kontra kasus tersebut.

    “Meskipun tidak ada ancaman namun perlindungan korban harus dijamin,” kata Latifa.

    Sampai saat ini sudah ada tujuh korban yang sudah dilakukan BAP, dua di antaranya merupakan korban di bawah umur, sehingga dilakukan pendampingan dari Lembaga Perlindungan Anak (LPA).

    Sebagian artikel ini telah tayang di TribunnewsBogor.com dengan judul Terungkap Kebiasaan Agus Difabel ke Homestay: Bawa Perempuan Berbeda, Selalu Pesan Kamar di Pojok

    (Tribunnews.com/Rifqah) (TribunnewsBogor.com/Sanjaya Ardhi) (TribunLombok.com/Robby Firmansyah)

  • Kuasa Hukum Tetap Yakin Agus Tak Lakukan Pelecehan, Korban Lapor karena Uang Kamar Tak Kembali

    Kuasa Hukum Tetap Yakin Agus Tak Lakukan Pelecehan, Korban Lapor karena Uang Kamar Tak Kembali

    GELORA.CO  – Tersangka kasus dugaan pelecehan I Wayan Agus Suartama (22) alias Agus Buntung bekal menjalani rekonstruksi di tiga tempat hari ini, Rabu (11/12/2024). 

    Adapun lokasinya antara lain Taman Udayana, Islamic Center dan Nang’s Homestay.

    Agus diduga telah melecehkan 15 orang, tiga di antaranya adalah anak di bawah umur.

    Meski sudah menjadi tersangka, Agus tetap berkilah bahwa dirinya tidak bersalah. 

    Berdasarkan pengakuan Agus dalam pemeriksaan di Polda NTB, tersangka dan korban ada kesepakatan untuk melakukan hubungan seksual.

    “Jadi Agus merasa tidak pernah memaksa, apalagi korban ini mengaku bahwa dialah yang membonceng Agus menuju ke homestay dan membayar kamar,” kata Aminuddin, kuasa hukum Agus, Selasa (10/12/2024) dikutip dari Tribun Lombok.

    Menurut Aminuddin, alasan korban melapor karena pada saat itu, uang yang digunakan untuk membayar kamar tak dikembalikan Agus.

    Diketahui, Agus saat itu mengaku tidak memiliki uang, sehingga ada perjanjian tersangka akan menggantikan uang korban.

    “Lalu, karena uang untuk membayar kamar itu tidak dikembalikan Agus, maka Agus dilaporkan,” ujarnya. 

    “Sebelum diantar ke kampus di depan ada adegan mesum oleh orang lain, si perempuan mengatakan bagusnya adegan yang tadi,” kata Aminudin. 

    Demi membuktikan dalihnya itu, Agus kini menggaet 18 pengacara sekaligus. 

    Aminuddin juga menyatakan, dirinya bersama 17 anggota tim kuasa hukum siap membela Agus.

    Sejauh ini, pihaknya telah menyiapkan upaya pembelaan, termasuk bukti-bukti kuat untuk mendukung pembelaan tersebut.

    Sebelumnya, Agus bercerita, mulanya ia meminta bantuan seorang perempuan untuk diantarkan ke kampus, namun Agus diturunkan di homestay.

    “Saya ceritain setelah saya sampai home stay itu, dia yang bayar, dia yang buka pintu, terus tiba-tiba dia yang bukain baju dan celana saya,” kata Agus, Minggu (1/12/2024). 

    Pria yang tak memiliki kedua tangan itu tak berdaya dan datang lagi seorang perempuan ke kamar.

    “Tapi yang membuat saya tahu kasus ini jebakan pas dia nelpon seseorang, di situ saya nggak berani mau ngomong apa. Saya merasa ini jebakan, karena ini ke sana kemari saya dituduh,” bebernya.

    Agus mengaku, tak dapat melakukan aktivitas seperti manusia normal namun dituding melakukan kekerasan seksual.

    “Coba dipikirkan bagaimana saya melakukan kekerasan seksual sedangkan bapak ibu lihat sendiri (nggak punya tangan), didorong aja saya, atau jangan diantar saya, atau ditinggal aja saya,” ungkapnya.

    Meski perempuan tersebut tak mengancamnya, Agus tak berani berteriak dan melakukan perlawanan.

    “Nggak ada diancam sama perempuan secara fisik, saya diam saja selama di dalam homestay, saya takut buat teriak karena sudah telanjang, saya yang malu kalau saya teriak,” pungkasnya.

    Kronologi Versi Korban 

    Dir Reskrimum Polda NTB, Kombes Pol Syarif Hidayat, mengatakan mahasiswi yang mengaku menjadi korban rudapaksa tak mengenal Agus.

    Mereka tak sengaja bertemu di Teras Udayana, Mataram pada  7 Oktober 2024 lalu.

    Awalnya, Agus mengajak korban mengobrol dan tak sengaja melihat aksi mesum di taman.

    Korban kemudian menangis dan membongkar aibnya pernah berbuat asusila dengan lawan jenis.

    “Pelaku menyampaikan kepada korban, kamu (korban) berdosa, kamu harus disucikan, kamu harus mandi kalau tidak aibmu akan saya bongkar dan sampaikan kepada orang tuamu,” tuturnya, Senin (2/12/2024).

    Dalam keadaan terancam, korban mengiyakan ajakan Agus pergi ke sebuah homestay di Mataram.

    “Sampai kamar korban tetap menolak, lagi lagi pelaku mengancam akan membuka aib korban,” lanjutnya.

    Meski tak memiliki kedua tangan, Agus merudapaksa korban yang merasa tertekan

  • Rekonstruksi Kasus Agus Buntung, Terungkap Kronologi Pelecehan di Taman Udayana

    Rekonstruksi Kasus Agus Buntung, Terungkap Kronologi Pelecehan di Taman Udayana

    Mataram, Beritasatu.com – Rekonstruksi kasus dugaan kekerasan seksual yang melibatkan seorang pemuda disabilitas berinisial IWAS alias Agus Buntung, asal Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), berlangsung di Taman Udayana, Selasa (11/12/2024). Proses ini mendapat pengawalan ketat dari pihak kepolisian dan menarik perhatian masyarakat setempat.

    Rekonstruksi ini turut dihadiri oleh sejumlah pihak berwenang, termasuk Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Kejaksaan Tinggi NTB, Wakapolda NTB, serta penyidik dari Direktorat Kriminal Umum Polda NTB. IWAS juga didampingi oleh ibunya serta tim pengacaranya yang dipimpin Ainuddin.

    Proses rekonstruksi Agus Buntung bertujuan untuk memperagakan kembali rangkaian peristiwa yang terjadi, sekaligus mengonfirmasi kecocokan dengan bukti-bukti yang telah dikumpulkan selama penyelidikan.

    Dalam proses rekonstruksi kasus Agus Buntung, IWAS menolak menggunakan penutup wajah atau gazebo yang biasanya digunakan untuk melindungi privasi tersangka. Alasannya, penutup tersebut mengganggu penglihatan dan pernapasannya. Setelah diskusi antara kuasa hukum, polisi, dan pihak terkait, permintaan IWAS dikabulkan.

    Ainuddin, kuasa hukum IWAS, menjelaskan bahwa kondisi kesehatan dan kenyamanan kliennya menjadi prioritas. Proses ini juga diawasi langsung oleh Kompolnas untuk memastikan rekonstruksi berjalan sesuai dengan prosedur hukum.

    Rekonstruksi dimulai di Taman Udayana, lokasi awal pertemuan Agus Buntung dengan korban. Agus memperagakan adegan bagaimana ia tiba di taman dan menghampiri korban. Selanjutnya, ia memperagakan percakapan singkat yang terjadi sebelum keduanya menuju sebuah homestay yang berjarak sekitar 10 menit dari taman tersebut.

    Di homestay, rekonstruksi menunjukkan keduanya memasuki kamar. Adegan ini menjadi salah satu fokus utama dalam kasus ini karena tempat tersebut diduga menjadi lokasi terjadinya kekerasan seksual.

    Setelah meninggalkan homestay, rekonstruksi berlanjut ke Islamic Center, yang menjadi lokasi terakhir dalam rangkaian kejadian.

    Proses rekonstruksi menarik perhatian banyak warga, termasuk pelajar dan masyarakat yang berada di sekitar Taman Udayana. Beberapa warga melontarkan komentar emosional terhadap IWAS, yang sempat memicu ketegangan. Namun, situasi berhasil dikendalikan oleh aparat kepolisian.

    Penyidik akan mengevaluasi hasil rekonstruksi kasus Agus Buntung untuk melengkapi berkas perkara sebelum diserahkan ke Kejaksaan Tinggi NTB. Kejaksaan akan menentukan apakah berkas tersebut sudah lengkap atau memerlukan tambahan bukti sebelum dilanjutkan ke pengadilan.

    Polda NTB memastikan seluruh proses hukum kasus Agus Buntung dilakukan secara transparan dan profesional, sesuai dengan prosedur yang berlaku.

  • Kuasa Hukum Tetap Yakin Agus Tak Lakukan Pelecehan, Korban Lapor karena Uang Kamar Tak Kembali – Halaman all

    Kuasa Hukum Tetap Yakin Agus Tak Lakukan Pelecehan, Korban Lapor karena Uang Kamar Tak Kembali – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Tersangka kasus dugaan pelecehan I Wayan Agus Suartama (22) alias Agus Buntung bekal menjalani rekonstruksi di tiga tempat hari ini, Rabu (11/12/2024). 

    Adapun lokasinya antara lain Taman Udayana, Islamic Center dan Nang’s Homestay.

    Agus diduga telah melecehkan 15 orang, tiga di antaranya adalah anak di bawah umur.

    Meski sudah menjadi tersangka, Agus tetap berkilah bahwa dirinya tidak bersalah. 

    Berdasarkan pengakuan Agus dalam pemeriksaan di Polda NTB, tersangka dan korban ada kesepakatan untuk melakukan hubungan seksual.

    “Jadi Agus merasa tidak pernah memaksa, apalagi korban ini mengaku bahwa dialah yang membonceng Agus menuju ke homestay dan membayar kamar,” kata Aminuddin, kuasa hukum Agus, Selasa (10/12/2024) dikutip dari Tribun Lombok.

    Menurut Aminuddin, alasan korban melapor karena pada saat itu, uang yang digunakan untuk membayar kamar tak dikembalikan Agus.

    Diketahui, Agus saat itu mengaku tidak memiliki uang, sehingga ada perjanjian tersangka akan menggantikan uang korban.

    “Lalu, karena uang untuk membayar kamar itu tidak dikembalikan Agus, maka Agus dilaporkan,” ujarnya. 

    “Sebelum diantar ke kampus di depan ada adegan mesum oleh orang lain, si perempuan mengatakan bagusnya adegan yang tadi,” kata Aminudin. 

    Demi membuktikan dalihnya itu, Agus kini menggaet 18 pengacara sekaligus. 

    Aminuddin juga menyatakan, dirinya bersama 17 anggota tim kuasa hukum siap membela Agus.

    Sejauh ini, pihaknya telah menyiapkan upaya pembelaan, termasuk bukti-bukti kuat untuk mendukung pembelaan tersebut.

    Sebelumnya, Agus bercerita, mulanya ia meminta bantuan seorang perempuan untuk diantarkan ke kampus, namun Agus diturunkan di homestay.

    “Saya ceritain setelah saya sampai home stay itu, dia yang bayar, dia yang buka pintu, terus tiba-tiba dia yang bukain baju dan celana saya,” kata Agus, Minggu (1/12/2024). 

    Pria yang tak memiliki kedua tangan itu tak berdaya dan datang lagi seorang perempuan ke kamar.

    “Tapi yang membuat saya tahu kasus ini jebakan pas dia nelpon seseorang, di situ saya nggak berani mau ngomong apa. Saya merasa ini jebakan, karena ini ke sana kemari saya dituduh,” bebernya.

    Agus mengaku, tak dapat melakukan aktivitas seperti manusia normal namun dituding melakukan kekerasan seksual.

    “Coba dipikirkan bagaimana saya melakukan kekerasan seksual sedangkan bapak ibu lihat sendiri (nggak punya tangan), didorong aja saya, atau jangan diantar saya, atau ditinggal aja saya,” ungkapnya.

    Meski perempuan tersebut tak mengancamnya, Agus tak berani berteriak dan melakukan perlawanan.

    “Nggak ada diancam sama perempuan secara fisik, saya diam saja selama di dalam homestay, saya takut buat teriak karena sudah telanjang, saya yang malu kalau saya teriak,” pungkasnya.

    Kronologi Versi Korban 

    Dir Reskrimum Polda NTB, Kombes Pol Syarif Hidayat, mengatakan mahasiswi yang mengaku menjadi korban rudapaksa tak mengenal Agus.

    Mereka tak sengaja bertemu di Teras Udayana, Mataram pada  7 Oktober 2024 lalu.

    Awalnya, Agus mengajak korban mengobrol dan tak sengaja melihat aksi mesum di taman.

    Korban kemudian menangis dan membongkar aibnya pernah berbuat asusila dengan lawan jenis.

    “Pelaku menyampaikan kepada korban, kamu (korban) berdosa, kamu harus disucikan, kamu harus mandi kalau tidak aibmu akan saya bongkar dan sampaikan kepada orang tuamu,” tuturnya, Senin (2/12/2024).

    Dalam keadaan terancam, korban mengiyakan ajakan Agus pergi ke sebuah homestay di Mataram.

    “Sampai kamar korban tetap menolak, lagi lagi pelaku mengancam akan membuka aib korban,” lanjutnya.

    Meski tak memiliki kedua tangan, Agus merudapaksa korban yang merasa tertekan.

    Sebagian artikel ini telah tayang di TribunLombok.com dengan judul BREAKING NEWS Rekonstruksi Kasus Pelecehan Seksual Agus Difabel Digelar Hari Ini di 3 Tempat, 

    (Tribunnews.com/Milani) (TribunLombok.com/Robby Firmansyah) 

  • Kekerasan Terhadap Perempuan di Jateng Meningkat Sepanjang 2024, Terbanyak Semarang
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        11 Desember 2024

    Kekerasan Terhadap Perempuan di Jateng Meningkat Sepanjang 2024, Terbanyak Semarang Regional 11 Desember 2024

    Kekerasan terhadap Perempuan di Jateng Meningkat Sepanjang 2024, Terbanyak Semarang
    Tim Redaksi
    SEMARANG, KOMPAS.com –
    Legal Resources Center untuk Keadilan Jender dan HAM (
    LRC-KJHAM
    ) melaporkan adanya 102 kasus
    kekerasan terhadap perempuan
    yang terjadi sepanjang tahun 2024.
    Kasus-kasus ini tersebar di 24 kabupaten/kota di Jawa Tengah, dengan
    Kota Semarang
    menjadi daerah dengan temuan kasus terbanyak.
    Kepala Divisi Bantuan Hukum LRC KJHAM Nihayatul Mukaromah mengungkapkan bahwa selama periode 2020-2023, terdapat total 545 kasus kekerasan terhadap perempuan dengan jumlah korban mencapai 624.
    “Tujuh kabupaten/kota dengan kasus terbanyak adalah Kota Semarang dengan 46 kasus, Kabupaten Demak dengan 5 kasus, Kota Surakarta dengan 4 kasus, dan Kabupaten Sragen juga dengan 4 kasus,” tuturnya melalui pesan tertulis pada Selasa (10/12/2024).
    Daerah lain dengan kasus tertinggi adalah Kabupaten Jepara, Kendal, dan Magelang, masing-masing dengan 3 kasus.
    Dari 102 kasus yang terjadi di tahun 2024, sebanyak 84 kasus atau 81 persen termasuk dalam kategori
    kekerasan seksual
    .
    Jenis-jenis kasus tersebut meliputi pelecehan seksual (40 kasus), perkosaan (19 kasus), Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) (16 kasus), dan eksploitasi seksual (14 kasus).

    Kekerasan Seksual
    Berbasis Elektronik (KSBE) tercatat sebanyak 6 kasus, pelecehan seksual non fisik 3 kasus, Kekerasan dalam Pacaran (KdP) 2 kasus, pemaksaan aborsi 2 kasus, dan kekerasan berbasis SOGIESC 1 kasus,” jelas Nihayatul.
    LRC-KJHAM juga mencatat adanya 5 kasus femisida di tahun 2024, di mana korban dibunuh di rumah kos oleh orang yang tidak dikenal.
    Beberapa kasus melibatkan perempuan pekerja seks yang dibunuh oleh pelanggannya, serta korban yang ditemukan tewas setelah dibunuh dan diperkosa oleh kenalan melalui aplikasi kencan.
    “Korban ditemukan dalam plastik karena dibunuh oleh 3 pelaku yang merupakan pelajar, mahasiswa, dan teman korban,” tambahnya.
    Nihayatul menjelaskan bahwa sebagian besar kasus terjadi di ranah privat, yaitu sebanyak 64 kasus atau 65 persen.
    Sementara itu, 33 kasus atau 35 persen terjadi di ranah publik, seperti hotel, rumah kosong, media sosial, rumah sakit, dan toko.
    Kasus kekerasan terhadap perempuan dapat menimpa semua usia, baik perempuan dewasa maupun anak-anak.
    “Pada tahun 2024, kasus kekerasan terhadap perempuan paling banyak terjadi pada perempuan dewasa, yaitu 62 orang atau 57,4 persen. Sedangkan korban dengan usia anak mencapai 42 orang atau 38,9 persen,” pungkasnya.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Agus Buntung Akan Hadiri Rekonstruksi Kasus Pelecehan Rabu Besok, Satu Lokasinya Homestay Mataram – Halaman all

    Agus Buntung Akan Hadiri Rekonstruksi Kasus Pelecehan Rabu Besok, Satu Lokasinya Homestay Mataram – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, MATARAM – I Wayan Agus Suartama (22) alias Agus Buntung, tersangka kasus dugaan pelecehan di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) bakal menjalani rekonstruksi kejadian, Rabu (11/12/2024) besok.

    Diketahui, Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda NTB bakal menggelar rekonstruksi besok di sejumlah lokasi.

    Rekonstruksi dilakukan untuk memenuhi petunjuk jaksa peneliti Kejaksaan Tinggi NTB dalam rangka melengkapi bukti-bukti.

    Kuasa hukum Ainuddin mengatakan, dalam rekonstruksi tersebut tersangka Agus dijadwalkan hadir dalam kegiatan tersebut.

    “Besok ikut dalam rekonstruksi,” kata Ainuddin, Selasa (10/12/2024).

    Rencananya rekonstruksi tersebut akan digelar di sejumlah titik di antaranya Taman Udayana, Islamic Center, dan Homestay.

    Ainuddin berharap dengan rekonstruksi tersebut membuat kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan disabilitas tersebut, menjadi terang benderang dan semua peristiwa yang dianggap menjanggal bisa terungkap.

    “Misalnya ada keraguan penyidik, kekaburan informasi dari saksi maupun korban bisa terungkap dalam rekonstruksi tersebut,” jelasnya.

    Ainuddin juga mengatakan pihaknya masih mendiskusikan untuk mengajukan praperadilan, terlebih kasus tersebut sudah diserahkan kepada Kejaksaan Tinggi NTB.

    “Biasanya yang namanya kita lakukan praperadilan di kepolisian, pasti akan cepat-cepat dilimpahkan ke kejaksaan, itu lagu lama,” katanya.

    Ainuddin mengatakan berdasarkan pengakuan Agus dalam pemeriksaan di Polda NTB, antara tersangka dan korban sebetulnya ada kesepakatan untuk melakukan hubungan asusila tersebut.

    “Sebelum diantar ke kampus di depan ada adegan mesum oleh orang lain, si perempuan mengatakan bagusnya adegan yang tadi,” kata Ainuddin.

    Ainuddin menjelaskan setelah percakapan tersebut, korban membawa Agus melewati Islamic Center, disana korban meminta Agus untuk duduk lebih depan.

    “Ditanya oleh korban dimana tempat yang bagus untuk melakukan itu, Agus mengatakan tahu sehingga dibawalah ke homestay tersebut,” jelasnya.

    Namun pada saat itu kepada korban, Agus mengaku tidak memiliki uang sehingga ada perjanjian tersangka akan menggantikan uang korban.

    Namun usai melakukan berhubungan di homestay tersebut Agus tidak menganti uang korban, hal tersebut yang membuat korban marah kepada Agus karena tidak memberikan yang yang dijanjikan sebelumnya.

    Kronologis Versi Polisi

    Direktur Reserse Kriminal Umum (Reskrium) Polda NTB Kombes Syarif Hidayat sebelumnya mengungkap kronologis pelecehan yang dilakukan Agus Buntung terhadap seorang wanita berinisial M.

    Peristiwa berawal saat pelaku dan korban bertemu secara tidak sengaja di Teras Udayana, Kota Mataram pada 7 Oktober 2024.

    Keduanya memang tak saling mengenal dan tak pernah bertemu sebelumnya.

    Saat itu, korban berada di Teras Udayana sedang membuat konten untuk Instagramnya.

    Kemudian Agus Buntung datang dari rumah menumpang kendaraan orang lain ke lokasi.

    Melihat korban sedang membuat konten, Agus Buntung pun menghampirinya dan memperkenalkan diri.

    Keduanya pun akhirnya terlibat pembicaraan.  

    Selanjutnya, Agus Buntung meminta kepada korban M melihat ke arah utara di mana saat itu ada pasangan yang sedang melakukan tindakan asusila di tempat tersebut.

    “Semerta-merta korban tanpa disadari mengungkapkan kalimat ‘seperti saya dulu’ sambil sedih dan hampir mengeluarkan air mata,” kata Syarif di Mataram, Senin (2/12/2024).

    Lantas, Agus Buntung mengajak korban menjauh ke bagian belakang Teras Udayana.

    Di sana korban pun menceritakan kembali aib-aibnya kepada tersangka Agus Buntung.

    Mendengar itu, pelaku menyampaikan kepada korban bahwa korban berdosa dan perlu dibersihkan dengan cara mandi.

    “Ini kalimat yang penting: ‘Kalau tidak, aib kamu nanti akan saya buka dan saya sampaikan ke orang tua kamu’,” kata Syarif menirukan kalimat tersangka. 

    Syarif mengatakan, karena kalimat ancaman tersebut korban terpaksa menuruti apa kemauan tersangka.

    Berangkatlah keduanya ke salah satu homestay dengan kendaraan korban.

    “Memang kendaraan yang digunakan adalah kendaraan korban, karena memang pelaku tidak membawa kendaraan. Tetapi yang mengarahkan ke home stay itu adalah si pelaku,” kata Syarif.  

    Pada saat tiba di homestay, korban melihat ada penjaga home stay dan korban ketakutan.

    Ia mengira penjaga homestay itu kerja sama dengan si pelaku. 

    Sesampai di kamar nomor 6 saat itu korban masih menolak, tapi tersangka kembali mengancam akan membuka aib korban.

    “Disuruh juga membuka baju. Yang membuka baju pelaku adalah korban karena diancam dengan kalimat itu lagi,” kata Syarif.

    Syarif menyebutkan, korban saat itu menggunakan bawahan rok dan leging.

    “Yang membuka rok memang korban. Setelah dibuka rok yang membuka leging dan CD si korban adalah pelaku sendiri, dengan menggunakan jari kakinya. Setelah itu terjadilah pelecehan seksual,” kata Syarif.

    Sementara itu, pendamping korban, Andre Safutra mengungkap Agus menakuti korbannya ketika hendak berteriak. 

    Agus berucap apabila suara teriakan korban terdengar maka keduanya bakal dinikahkan warga. 

    Pada saat itu, Agus sudah bisa melucuti pakaian korban dengan kakinya. 

    “Pelaku pakaiannya dibukakan korban. Leging dibuka pelaku, bukan korban. Caranya pelaku menggunakan jari kakinya,” kata Andre. 

    Korban sempat berupaya untuk memberontak. 

    “Korban didorong oleh pelaku sehingga korban terbaring di kasur. Setelah itu korban menolak dengan gestur mengarahkan kaki korban ke badan pelaku, kayak menendang. Dia menolak untuk disentuh badannya,” ujar Andre.

    Kendati sudah melawan sekuat tenaga, korban mengaku tak berdaya karena pelaku terus mengancam.

    Pada saat itu lah Agus disebut mengucapkan jampi-jampi.

    “Korban menoleh ke arah kanan. Setelah korban menoleh, korban mendengar pelaku membaca sebuah jampi-jampi atau mantra. 

    “Kemudian (korban) melawan dengan membaca ayat Kursi, beberapa kali korban membaca ayat Kursi sembari melihat ke kanan, tidak melihat wajah (pelaku),” ungkap Andre.

    Andre pun mengungkap saat memasuki kamar, tersangka Agus membuka pintu menggunakan mulut dan gigi.

    “Menariknya di sini, ketika masuk ke kamar, pelaku yang membukakan pintu. Apa yang digunakan oleh pelaku? Gigi dan mulutnya untuk membuka pintu. Jadinya pelaku produktif,” ucap Andre.

    Pendamping korban lainnya, Ade Lativa Fitri, mengatakan sewa homestay tersebut dibayar sendiri korban.

    Tapi saat itu korban  dalam kondisi terancam dan disuruh tersangka. 

    “Bukan secara sukarela memberi uang untuk membayar homestay, korban mengaku ketakutan, karena jika kabur korban pasti dikejar karena ada interaksi pemilik homestay dengan si pelaku,” ujar Ade kepada Tribunlombok.com. Minggu (1/12/2024).

    Diketahui Agus Buntung telah ditetapkan sebagai tersangka kasus pelecehan seksual.

    Ia dikenakan Pasal 6C Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

    Saat ini, Agus berstatus sebagai tahanan kota.

    (Tribunlombok.com/ Robby Firmansyah)

  • Kementerian PPPA Tekankan Pentingnya Pendidikan Seks pada Anak Sejak Usia Dini

    Kementerian PPPA Tekankan Pentingnya Pendidikan Seks pada Anak Sejak Usia Dini

    Jakarta, Beritasatu.com – Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Bidang Kesetaraan Gender di Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), Rini Handayani menekankan pentingnya pemberian pendidikan seks kepada anak-anak sejak usia dini sebagai langkah pencegahan terhadap kekerasan seksual.

    “Pendidikan seks kepada anak sangatlah penting. Anak perlu diberitahu tentang batasan tubuh mereka, termasuk apa yang tidak boleh disentuh oleh orang lain,” ungkap Rini dalam acara media talk bertema “Perempuan Menyapa, Perempuan Berdaya Menuju Indonesia Emas 2045”, yang berlangsung di Jakarta pada Selasa (10/12/2024) dilansir dari Antara.

    Selain itu, Rini juga menegaskan pentingnya mengajarkan anak-anak nama-nama bagian tubuh mereka yang sebenarnya, termasuk nama organ reproduksi, untuk menghindari kesalahpahaman dan memperkuat pemahaman mereka tentang tubuh mereka sendiri.

    “Kita harus menggunakan nama yang tepat untuk setiap bagian tubuh. Jangan sampai kita menggunakan istilah lain selain nama yang sebenarnya,” jelas Rini.

    Menurutnya, pendidikan seks sangat penting untuk membantu anak mengenali organ reproduksi mereka, mencegah pelecehan seks, dan meningkatkan kesadaran mereka akan pentingnya menjaga kesehatan organ reproduksi.

    Rini menyatakan bahwa salah satu faktor yang memicu tingginya kasus kekerasan seksual terhadap anak adalah masih adanya anggapan tabu terkait pendidikan seks pada anak-anak.

    “Kasus pelecehan seksual pada anak, bahkan yang berusia tiga tahun, menunjukkan betapa krusialnya pendidikan seks bagi anak sejak usia dini,” kata Rini.

    Ia juga menambahkan, penyampaian materi pendidikan seks dapat disesuaikan dengan usia anak, dengan menggunakan media pembelajaran seperti boneka atau alat peraga agar anak dapat lebih mudah memahami topik ini.

    Rini juga mengingatkan bahwa keluarga memegang peranan penting dalam memberikan pendidikan seks yang benar kepada anak-anak.