Kasus: kekerasan seksual

  • Korban Agus Buntung Bertambah Lagi, Termasuk ada Anak-anak, Modus Pelaku dengan Cara Grooming – Halaman all

    Korban Agus Buntung Bertambah Lagi, Termasuk ada Anak-anak, Modus Pelaku dengan Cara Grooming – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Korban kasus pelecehan seksual yang diduga dilakukan oleh pria disabilitas, I Wayan Agus Suartama alias Agus Buntung (21) di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) bertambah.

    Ketua Komisi Disabilitas Daerah (KDD) NTB, Joko Jumadi menyebut kini jumlah korban yang melapor ada 17 orang.

    Sebelumnya, korban korban yang melapor ke KDD NTB tercatat berjumlah 15 orang.

    Joko menyebut dua korban baru melapor pada Kamis (12/12/2024).

    Dua korban yang baru melapor ada yang berusia dewasa dan anak-anak.

    Sementara dari total 17 korban yang melapor ke KDD dan Polda NTB tersebut, empat korban di antaranya adalah anak di bawah umur.

    “Kemarin satu ke Polda didampingi tim pendamping korban dan hari ini ada satu lagi yang akan diperiksa di Polda,” ujar Joko, mengutip Kompas.com, Jumat (13/12/2024).

    Joko mengatakan, modus yang dilakukan tersangka dalam mendekati korban sama dengan korban-korban sebelumnya yaitu dengan cara grooming.

    Dan hingga saat ini kasus dugaan pelecehan seksual ini masih terus bergulir.

    Modus Agus Cari Korban

    Joko juga menyebut Agus Buntung melakukan profiling terhadap calon korbannya.

    Di mana para korban Agus Buntung adalah dari kalangan pelajar hingga mahasiswi.

    Agus Buntung disebut mencari wanita yang duduk sendiri di Taman Udayana dan Taman Sangkareang Kota Mataram, NTB, sebagai calon korban.

    Joko menjelaskan, Agus Buntung menggunakan modus yang sama untuk mendekati korban.

    “Agus melakukan profiling terhadap korban, yang sedang duduk sendiri di taman, dengan asumsi ketika dia duduk sendiri dia sedang galau, sedang ada masalah, di situlah kemudian Agus masuk,” terang Joko, mengutip TribunLombok.com.

    Usai menemukan wanita yang sedang duduk sendiri, Agus Buntung mendekatinya dan menunjukkan kondisi disabilitasnya.

    Hingga akhirnya disebutkan korban merasa iba pada Agus Buntung.

    Joko mengatakan pelaku terus menunjukkan bahwa ia tidak bisa apa-apa, beraktivitas susah, banyak direndahkan.

    “Akhirnya korban merasa iba dan korban menaruh kepercayaan pada si Agus,”cerita Joko.

    Rekonstruksi Kasus Dugaan Pelecehan Agus Buntung

    Agus Buntung, telah mengikuti proses rekonstruksi hari ini, Rabu (11/12/2024).

    Lokasi rekonstruksi tersebut dilakukan di tiga tempat, termasuk di homestay yang menjadi tempat kejadian perkara (TKP) pelecehan seksual.

    Rekonstruksi yang dilakukan di homestay dilakukan secara tertutup. 

    Tabiat Agus dikatakan oleh penjaga homestay, I Wayan Kartika, yang menyebut tersangka kerap kali membawa wanita ‘ngamar’.

    Bahkan perempuan yang berbeda.

    Wayan mengatakan Agus Buntung dalam sepekan bisa membawa tiga sampai lima wanita yang berbeda-beda ke homestay.

    Terungkap juga Agus Buntung selalu memilih kamar pojok yakni kamar nomor enam saat membawa wanita ke homestay.

    “Di pojok itu,” kata Wayan, mengutip TribunLombok.com.

    Dalam rekonstruksi dilakukan mulai dari Taman Udayana sebagai lokasi pertemuan pertama Agus dengan korban.

    Dalam reka adegan tersebut tersangka dibonceng menuju ke homestay yang lokasinya tidak jauh dari Taman Udayana.

    Sebelum menuju ke homestay juga terjadi kesepakatan antara korban dan pelaku.

    Yakni terkait siapa yang akan melakukan pembayaran kamar homestay. 

    Setelah berbincang akhirnya disepakati korban bersedia membayar kamar.

    Adegan selanjutnya yakni korban yang melakukan pembayaran ke pemilik homestay. 

    Kemudian Agus dan korban diarahkan menuju kamar nomor 6. 

    Agus Tersangka Pelecehan Seksual

    Dilaporkan juga polisi telah melakukan pemeriksaan terhadap Agus Buntung sebagai tersangka kasus pelecehan seksual secara fisik terhadap mahasiswi berinsial MA di Mataram, Nusa Tenggara Barat atau NTB, Senin (9/12/2024).

    Informasi ini disampaikan Direktur Reserse Kriminal Umum Polda NTB Kombes Polisi Syarif Hidayat.

    “Hari ini memang kami agendakan melakukan pemeriksaan tambahan terhadap tersangka atas nama Agus (IWAS),” kata Syarif dalam keterangannya di Mataram, Senin.

    “Jadi, pemeriksaan belum selesai, masih jalan,” ujarnya.

    Ia pun memastikan pihaknya tetap memperhatikan pemenuhan hak-hak tersangka sebagai penyandang disabilitas dalam proses pemeriksaan.

    Tersangka dijerat dengan Pasal 6 C Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun.

    Sebagian artikel ini telah tayang di TribunLombok.com dengan judul Terungkap Kebiasaan Agus Difabel ke Homestay: Bawa Perempuan Berbeda, Selalu Pesan Kamar di Pojok,

    (Tribunnews.com/Garudea Prabawati/Nanda Lusiana Saputri) (TribunLombok.com/Robby Firmansyah) (Kompas.com/Karnia Septia)

  • Strategi Polri Perkuat Upaya Penanganan Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak

    Strategi Polri Perkuat Upaya Penanganan Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak

    Strategi Polri Perkuat Upaya Penanganan Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Direktur Tindak Pidana terhadap Perempuan dan Anak (PPA) serta Pidana Perdagangan Orang (PPO)
    Polri
    Brigjen Pol Desy Andriani mengatakan, pihaknya terus berupaya untuk memperkuat upaya penanganan kekerasan terhadap perempuan, anak, dan kelompok rentan.
    Hal ini dilakukan dengan berkolaborasi bersama dengan kementerian lembaga dan juga dengan seluruh stakeholder, para akademisi, praktisi, dan juga para Non-Governmental Organization atau NGO.
    “Ini merupakan sebuah langkah baik untuk menjadikan ini sebuah ruang bersama bagi kita semua dalam memberikan sebuah solusi terhadap permasalahan perempuan dan anak dan kelompok rentan lainnya,” kata Desy di Bareskrim Polri, Jumat (13/12/2024).
    Desy mengatakan, pembentukan ruang bersama menjadi langkah awal untuk menciptakan solusi menyeluruh dari hulu ke hilir. Ini dinilai penting, terutama untuk menangani kelompok rentan lainnya.
    “Kita inginkan forum ini memberikan sebuah program-program yang tepat sasaran melakukan pemberdayaan terhadap perempuan dan anak, khususnya dalam aspek pencegahan dan terutama juga terhadap permasalahan yang terjadi,” ujarnya.
    Dia bilang, program yang tepat sasaran diharapkan dapat mendorong perspektif yang sama, yakni memberikan sebuah solusi sehingga dalam konteks skema kerja sama pentahelix di mana semua turut serta memberikan sebuah solusi.
    Namun demikian, saat ini Direktorat PPA/PPO sedang menghadapi tantangan berupa sinkronisasi data.
     
    Ke depannya, penerapan infrastruktur dan teknologi diharapkan dapat mendukung kerja Direktorat PPA/PPO.
    “Kita menghadapi tantangan besar dalam pengumpulan dan sinkronisasi data. Selain itu, terminologi dan klasifikasi kasus juga sering menjadi kendala, seperti pada kasus kekerasan seksual berbasis daring,” tambahnya.
    Pemerhati Kepolisian Poengky Indarti menyambut positif pembentukan direktorat ini.
    Menurutnya, keberadaan direktorat yang dipimpin oleh polisi wanita sangat penting mengingat perempuan mendominasi hampir 50 persen populasi Indonesia.
    “Penanganan kasus
    kekerasan terhadap perempuan dan anak
    memerlukan empati yang tinggi. Dengan keterlibatan Polwan, diharapkan pendekatan yang lebih sensitif dapat dilakukan,” jelas Poengky.
    Poengky juga menyoroti pentingnya sinergi antara Polri dengan universitas dan lembaga medis dalam menangani kendala teknis, seperti visum.
    “Kerja sama ini penting agar kasus kekerasan dapat ditangani dengan cepat dan efisien,” tambahnya.
    Sementara itu, Kepala Biro Labdokkes Pusdokkes Polri, Brigjen Pol dr. Sumy Hastry Purwanty, menggarisbawahi pentingnya penyediaan layanan medis dan psikologis yang terpadu bagi korban kekerasan.
    “Kami terus membimbing dokter di Polda hingga Polres untuk menangani korban kekerasan. Standar operasional sudah diperbarui,” jelas Sumy Hastry.
    “Kami juga memastikan pemeriksaan korban tidak dipungut biaya. Bahkan, lab DNA kami siap mendukung identifikasi cepat untuk menghindari pelaku kabur,” lanjut Sumy.
    Dia juga memastikan adanya dukungan psikolog dan psikiater yang terus dioptimalkan. Dengan begitu kebutuhan yang terkait dengan kesehatan para korban kekerasan bisa dilakukan dalam satu tempat.
    “Dukungan psikolog dan psikiater juga dioptimalkan. Korban tidak hanya mendapatkan layanan medis, tetapi juga konsultasi psikologis agar trauma dapat ditangani dengan baik,” tegas dia.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pelaku Pelecehan di Makassar Dibekuk, Modus Pura-Pura Jadi Pembeli

    Pelaku Pelecehan di Makassar Dibekuk, Modus Pura-Pura Jadi Pembeli

    ERA.id – Seorang pria berinisial TA (45) diamankan polisi setelah melecehkan seorang karyawan wanita di sebuah toko elektronik di Kota Makassar, Sulawesi Selatan. 

    TA ditangkap oleh Unit Jatanras Satreskrim Polrestabes Makassar di tempat kerjanya, yang berlokasi di Jalan Metro Tanjung Bunga, Kecamatan Tamalate, pada Kamis (12/12/2024) kemarin.

    Kasat Reskrim Polrestabes Makassar Kompol Devi Sujana menjelaskan pelaku memanfaatkan momen untuk menempelkan kelaminnya saat korban sedang melayani konsumen. Tak terima, korban pun langsung melaporkan kejadian tersebut ke kepolisian.

    “Datang dengan berpura-pura ingin membeli alat bermain game,” kata Devi kepada ERA, Jumat (13/12/2024).

    Dalam waktu singkat, polisi berhasil mengidentifikasi dan menangkap pelaku. “Kami menangkap pelaku di tempat kerjanya tanpa perlawanan,” tambah Devi.

    Aksi dugaan pelecehan seksual ini sebelumnya menjadi perhatian publik setelah viral di media sosial. Berdasarkan rekaman CCTV yang beredar, pelaku terlihat datang ke toko menggunakan sepeda motor dan berpakaian santai dengan kemeja biru. 

    Ia masuk ke dalam toko, mendekati korban, dan berpura-pura bertanya tentang barang elektronik yang ingin dibeli. Saat korban menunjukkan barang, pelaku mengambil kesempatan untuk menyentuh korban berulang kali.

    Rekaman tersebut juga menunjukkan korban berusaha menghindar, tetapi pelaku tetap mengikuti dan berusaha mengulang aksinya. Video ini memicu kecaman dari warganet, mendorong polisi bertindak cepat.

    Saat ini, TA telah ditahan di Polrestabes Makassar untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut. Ia dijerat Pasal 64 Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dan Pasal 289 KUHP, dengan ancaman hukuman maksimal sembilan tahun penjara.

  • Komnas Perempuan Luncurkan Pemantauan Kasus Femisida 2024, Tertinggi di Jawa Barat – Halaman all

    Komnas Perempuan Luncurkan Pemantauan Kasus Femisida 2024, Tertinggi di Jawa Barat – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) melihat hingga hari ini bahwa perempuan dan anak perempuan korban femisida belum memperoleh keadilan.

    Selain itu, keluarga terdampak termasuk anak-anak korban, belum mendapat pemulihan menyeluruh.

    Kasus femisida adalah pembunuhan yang terjadi terhadap perempuan.

    Karenanya, Komnas Perempuan melakukan pemantauan tentang pembunuhan perempuan berbasis gender atau femisida tahun 2024 yang diluncurkan Komnas Perempuan, bertepatan dengan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) 10 Desember 2024.

    Pemantauan dilakukan melalui pemberitaan media online untuk periode 1 Oktober 2023 hingga 31 Oktober 2024, dengan menyaring 33.225 berita dan ditemukan 290 kasus dengan indikasi femisida. 

    Peluncuran ini merupakan bagian dari Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16HAKTP). 

    Hasil pemantauan femisida menunjukkan peristiwa paling banyak terjadi di provinsi Jawa Barat, dengan jenis femisida intim masih menempati tempat tertinggi. 

    Dengan jenis femisida intim masih menempati tempat tertinggi dan terdapat isu yang memerlukan penelitian lebih lanjut.

    Seperti femisida terhadap perempuan yang dilacurkan (pedila), perempuan lansia, lilitan utang pinjol, dan beban berlapis istri, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) atau kekerasan seksual yang berujung femisida. 

    Pemantauan tahun ini juga memotret tumbuhnya berbagai prakarsa organisasi masyarakat sipil untuk mengembangkan dan memperluas pengetahuan tentang femisida.

    Baik melalui pendokumentasian, kampanye publik, penelitian maupun penanganan kasus melalui amicus curiae dan restitusi. 

    Lebih lanjut Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi menyampaikan, femisida intim yaitu pembunuhan yang dilakukan suami mendominasi laporan ini yaitu mencapai 26 persen (71 kasus).

    Diikuti dengan femisida yang dilakukan oleh pacar mencapai 17 persen (47 kasus).

    Lalu dilanjutkan oleh anggota keluarga sebesar 11  persen (29 kasus) dan pengguna layanan seksual sebesar 6 perse  (16 kasus). 

    Pembunuhan atau penganiayaan yang menyebabkan kematian ini umumnya menggunakan benda-benda yang ada di sekitar peristiwa.

    Seperti batu, bambu, palu,balok, kain, sabuk atau tali, disusul dengan penggunaan kekuatan fisik atau digabungkan dengan penggunaan benda tumpul dan/atau senjata tajam yang menunjukkan tingkat sadistis pembunuhan. 

    Ciri-ciri khas lainnya dari femisida yang terpantau adalah tubuh atau organ seksual yang dirusak, penelanjangan, mutilasi, kekerasan seksual sebelum,selama dan sesudah kematian, disembunyikan sampai dengan dibakar. 

    “Alasan tertinggi yang terungkap adalah cemburu atau sakit hati, penolakan hubungan seksual, masalah finansial dan kekerasan seksual,” ungkap Siti Aminah, pada website resmi, Kamis (12/12/2024). 

    Ia mengajak masyarakat untuk berhati-hati dengan narasi cemburu yang digunakan untuk menjustifikasi tindakan para pelaku femisida.

    Serta, menempatkan korban sebagai pihak yang memprovokasi. 

    “Apa pun alasannya, tidak dibenarkan menyakiti sampai membunuh orang lain,” tegas Siti Aminah Tardi. 

  • Pembelaan Kuasa Hukum Agus Buntung, Tak ada Pemaksaan dan Korban Kesal Agus Tak Bayar Sewa Kamar – Halaman all

    Pembelaan Kuasa Hukum Agus Buntung, Tak ada Pemaksaan dan Korban Kesal Agus Tak Bayar Sewa Kamar – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Sebanyak 18 pengacara disiapkan untuk membela I Wayan Agus Suartama (21) alias Agus Buntung dalam persidangan kasus kekerasan seksual.

    Agus Buntung telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Nusa Tenggara Barat (NTB), namun tak ditahan karena kondisinya yang tak memiliki tangan.

    Kuasa hukum Agus, Ainuddin menegaskan kliennya tak melakukan pemaksaan ke korban untuk diajak ke homestay.

    “Demi membuktikan dalihnya itu, Agus kini menggaet 18 pengacara sekaligus,” paparnya.

    Sejumlah bukti untuk menguatkan pembelaan Agus telah disiapkan.

    Menurutnya, ada kejanggalan dalam proses rekonstruksi yang digelar Polda NTB pada Rabu (11/12/2024).

    “Misalnya ada keraguan penyidik, kekaburan informasi dari saksi maupun korban bisa terungkap dalam rekonstruksi tersebut,” jelasnya.

    Hingga kini, Agus masih membantah melakukan kekerasan seksual dan mengaku hubungan asusila terjadi atas dasar suka sama suka.

    “Jadi Agus merasa tidak pernah memaksa, apalagi korban ini mengaku bahwa dialah yang membonceng Agus menuju ke homestay dan membayar kamar,” imbuhnya.

    Aminuddin menjelaskan korban membuat laporan karena uang sewa homestay tak ditanggung Agus.

    Agus membayar sewa homestay dengan uang korban dan berjanji akan dikembalikan dalam waktu dekat.

    “Lalu, karena uang untuk membayar kamar itu tidak dikembalikan Agus, maka Agus dilaporkan,” tukasnya.

    Ia membenarkan Agus yang mengajak korban ke homestay, namun tak ada paksaan.

    “Sebelum diantar ke kampus di depan ada adegan mesum oleh orang lain, si perempuan mengatakan bagusnya adegan yang tadi,” tandasnya.

    Cara Agus Memilih Korban

    Dalam rekonstruksi terungkap cara Agus mengajak korban ke homestay dan melakukan tindak kekerasan seksual.

    Adegan yang diperagakan Agus merupakan tindak kekerasan seksual yang terjadi pada 7 Oktober 2024 lalu.

    Ketua Komisi Disabilitas Daerah (KDD) NTB, Joko Jumadi, menyatakan ada 15 orang yang mengaku dilecehkan Agus terdiri dari mahasiswi dan pelajar.

    Ia menjelaskan Agus mengincar wanita yang sedang duduk sendirian di Taman Udayana dan Taman Sangkareang, Kota Mataram.

    “Agus melakukan profiling terhadap korban, yang sedang duduk sendiri di taman, dengan asumsi ketika dia duduk sendiri dia sedang galau, sedang ada masalah, disitulah kemudian Agus masuk,” bebernya.

    Agus kemudian mendekati korban dan menunjukkan kondisinya sebagai penyandang disabilitas.

    Hal itu dilakukan agar korban merasa iba dengan kondisi Agus yang tak memiliki kedua tangan.

    “Akhirnya korban merasa iba dan korban menaruh kepercayaan pada si Agus,” lanjutnya.

    Agus mencari titik lemah korban dengan menggali informasi yang bersifat privasi dan sensitif.

    Cerita aib tersebut dijadikan ancaman oleh Agus agar korban mau diajak ke homestay.

    Joko Jumadi menambahkan para korban merasa terancam dan terintimidasi sehingga tidak berani berteriak ketika berada di homestay.

    “Agus mengancam para korbannya di homestay, kalau berteriak akan digerebek dan dinikahkan, dan itu di Lombok sering terjadi, itulah yang kemudian karena korban tidak mau dinikahkan,” pungkasnya.

    Homestay N menjadi salah satu lokasi rekonstruksi kasus kekerasan seksual, bahkan penjaga homestay mengenali Agus.

    Proses rekonstruksi di homestay digelar secara tertutup karena kondisinya sempit.

    Kamar homestay hanya berukuran 3×3 meter dengan fasilitas kasur, toilet, dan kipas angin.

    Agus Buntung memperagakan sejumlah adegan mulai membayar uang sewa kamar sebesar Rp50 ribu hingga membawa korban ke kamar.

    Sebelum masuk ke kamar, Agus dan korban telah bersepakat pembayaran sewa kamar ditanggung oleh Agus.

    Homestay tersebut terdapat 10 kamar yang berderet di depan dan belakang.

    Agus selalu memesan kamar nomor 6 yang terletak di pojok.

    Belum diketahui alasan Agus membawa para korban ke kamar nomor 6.

    Penjaga homestay, I Wayan Kartika, mengaku sering melihat Agus Buntung memesan kamar dengan wanita yang berbeda-beda.

    Dalam sepekan Agus bisa membawa tiga sampai lima wanita dan selalu memesan kamar nomor enam.

    “Selalu nomor enam tidak pernah pindah-pindah, itu letaknya di pojokan,” tuturnya.

    I Wayan Kartika menambahkan, wanita yang dibawa Agus tak pernah menunjukkan gelagat aneh.

    Bahkan, ia tak mendengar suara teriakan dan tangisan dari korban.

    “Biasa saja, tidak ada yang aneh,” tukasnya.

    Sebagian artikel telah tayang di TribunLombok.com dengan judul 18 Pengacara Siap Bela Agus Buntung di Persidangan Kasus Dugaan Pelecehan Seksual

    (Tribunnews.com/Mohay) (TribunLombok.com/Robby Firmansyah)

  • Komisi XIII DPR RI Siap Dukung Pemerintah Bentuk RUU KKR Baru Terkait HAM

    Komisi XIII DPR RI Siap Dukung Pemerintah Bentuk RUU KKR Baru Terkait HAM

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi XIII DPR RI mendukung penuh dan menyambut baik langkah pemerintah untuk menyusun kembali Rancangan Undang-Undang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (RUU KKR). 

    Ketua Komisi XIII DPR RI Willy Aditya menerangkan penyusunan ini dilakukan guna menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi pada masa lalu. 

    Dengan demikian, Willy memandang bahwa langkah penyusunan ini menunjukkan komitmen yang bermakna dari pemerintahan Presiden Prabowo Subianto terhadap Hak Asasi Manusia (HAM).

    “Kalau kita susuri ke belakang UU KKR yang dibatalkan MK, kita bisa melihat situasi dialog yang kurang lancar. Ada persoalan amnesti terhadap pelaku yang menjadi ganjalan besar dialog saat itu. Kita harap ke depan, dialognya makin intensif dan bermakna. DPR tentu siap kolaborasi” katanya saat dikonfirmasi Bisnis, pada Rabu (11/12/2024).

    Lebih lanjut, legislator dari Fraksi NasDem ini menyebut untuk mengagendakan UU KKR, bisa mencontoh saat DPR berkolaborasi dengan pemerintah untuk membentuk UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) pada 2021-2022. 

    Dengan cara demikian, tambahnya, publik dapat sekaligus berpartisipasi secara luas seirama dengan partisipasi pemerintah dan DPR juga.

    “Prinsipnya kita perlu berdialog, semuanya perlu terlibat. Negeri ini dibangun dengan dialog tanpa menang-menangan, tapi mencari kesepakatan-kesepakatan. Ini yang perlu kita lakukan untuk UU KKR ke depan,” ungkapnya. 

    Lebih jauh, Willy menyoroti bahwa penyelesaian pelanggaran HAM berat di masa lalu adalah hal penting bagi Indonesia agar dapat tegak dalam memandang tantangan masa depan.

    Dia juga menyatakan peristiwa-peristiwa kelam masa lalu adalah pelajaran penting bagi Indonesia di masa depan.

    “Penyelesaian diluar mekanisme peradilan sudah banyak membuktikan keberhasilannya menyelesaikan masalah. Kita berharap penyelesaian pelanggaran HAM berat yang terjadi di masa lalu, akan juga dapat menjadi pelontar Indonesia dalam penghargaan terhadap hak asasi manusia yang lebih hebat,” pungkasnya.

    Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra mengatakan Pemerintah di bawah Presiden RI Prabowo Subianto berkomitmen membahas RUU KKR baru terkait HAM.

    Upaya itu, kata Yusril, untuk meneruskan kebijakan sebelumnya yang sudah dimulai pada pemerintahan Presiden RI ke-7 Joko Widodo (Jokowi).

    “Kemudian juga sudah ditindaklanjuti sebagian, dan masih akan terus dilanjutkan oleh Pemerintah yang baru sekarang ini. Dalam pada itu memang sudah ada draf atau konsep tentang Rencana Undang-Undang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi yang mudah-mudahan mengadopsi prinsip-prinsip universal tentang KKR ini yang dipelajari dari banyak negara,” kata Yusril saat menghadiri peringatan Hari HAM Sedunia di Kantor Komnas HAM RI, Jakarta, Selasa (10/12), seperti dikutip dari Antara.

    Sementara itu, Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan keberlakuan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi melalui Putusan Nomor 006/PUU-IV/2006. MK menyatakan undang-undang tersebut bertentangan dengan UUD Tahun 1945, sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

  • Pengakuan Traumatis Terduga Korban Pelecehan Seks P Diddy

    Pengakuan Traumatis Terduga Korban Pelecehan Seks P Diddy

    Jakarta

    Pengakuan traumatis datang dari John Doe. Untuk pertama kalinya, ia menceritakan bagaimana dampak psikis yang dialami pasca diduga menjadi korban pelecehan seksual Sean Diddy Combs. Rapper tersebut belakangan mendadak ramai disorot usai namanya terseret dalam kasus dugaan pelecehan kepada lebih dari 10 orang, termasuk usia remaja.

    Doe menyebut telah menyembunyikan rahasia dugaan pelecehan ini sejak 2007, bahkan ia tidak memberitahu istrinya saat itu karena merasa malu.

    “Sepenuhnya memori itu masih melekat pada saya hingga hari ini,” kata Doe kepada CNN dalam sebuah wawancara yang dilakukan di rumahnya di New Jersey.

    “Itu memengaruhi setiap hal yang saya lakukan selama sisa hidup saya.”

    Doe adalah penggugat perdata pertama Sean Diddy Combs atau ‘P Diddy’ yang berbicara kepada media secara terbuka dalam sebuah wawancara.

    Menurut gugatannya, Doe bekerja di sebuah firma keamanan swasta pada 2007, saat ia diminta bekerja di salah satu ‘white party’ Combs di perkebunan produser, East Hampton, New York.

    Combs memberi Doe dua minuman beralkohol sepanjang malam yang ia yakini dicampur dengan GHB dan ekstasi, menurut gugatan tersebut. Setelah mengonsumsi minuman kedua, Doe mulai merasa sangat sakit.

    Dalam kondisi tak berdaya, Doe disebut didorong secara paksa ke dalam kendaraan kosong dan dilecehkan oleh P Diddy. Dalam gugatannya, Doe meminta ganti rugi kompensasi dan punitif.

    “Saya tidak dapat berdiri,” kata Doe kepada CNN tentang dugaan dibius dengan dua minuman beralkohol ‘oplosan’ yang rasanya seperti menenggak 15 minuman.

    “Itu adalah tingkat ketidakmampuan yang luar biasa yang belum pernah saya alami sebelumnya dan saya merasa tidak berdaya.”

    Setelah dugaan penyerangan itu, ia mengatakan berjuang untuk meninggalkan pesta karena efek obat-obatan yang diduga menyerang sistem tubuh dan memicu rasa sakit.

    Saat ini, Doe tidak lagi bekerja sebagai petugas keamanan. Pernikahannya juga berakhir sebagai akibat dari dugaan kekerasan tersebut, karena trauma yang dialaminya berdampak negatif pada hubungannya.

    Dalam gugatannya, dia mengatakan bahwa dia telah berjuang melawan rasa sakit emosional dan masalah kesehatan mental selama bertahun-tahun sejak saat itu.

    Untuk pertama kalinya, Doe juga mengungkapkan bahwa seorang selebritas menyaksikan dugaan kekerasan tersebut. Tanpa menyebut nama orang terkenal yang dikenalnya, dia mengatakan kepada CNN kesaksiannya.

    “Ada satu orang terkenal yang melihat apa yang terjadi dan menganggapnya lucu.”

    Perwakilan Combs menolak mengomentari tuduhan Doe pada hari Selasa. Namun, pada saat pengaduan awal pada Oktober 2024, pengacaranya mengeluarkan pernyataan umum kepada CNN mengenai pengaduan tersebut dan pengaduan lain yang diajukan pada hari yang sama.

    “Combs dan tim hukumnya memiliki keyakinan penuh pada fakta, pembelaan hukum mereka, dan integritas proses peradilan. Di pengadilan, kebenaran akan menang: bahwa Tuan Combs tidak pernah melakukan kekerasan seksual terhadap siapa pun, dewasa atau di bawah umur, pria atau wanita,” klaim mereka.

    (naf/kna)

  • Agus Buntung Tersangka, 16 Pengacara Siap Berikan Pembelaan Profesional

    Agus Buntung Tersangka, 16 Pengacara Siap Berikan Pembelaan Profesional

    Mataram, Beritasatu.com – Kasus dugaan kekerasan seksual yang melibatkan IWAS alias Agus Buntung terus menjadi perhatian publik. Dalam menghadapi proses hukum ini, Agus Buntung yang kini sudah ditetapkan sebagai tersangka mendapat dukungan dari 16 pengacara yang siap membelanya di pengadilan.

    Ainuddin, kuasa hukum utama Agus, menjelaskan tim pengacara memiliki visi yang sama dalam memberikan pembelaan hukum secara profesional.

    “Tim ini terdiri dari 16 pengacara yang memiliki satu visi. Kami rutin melakukan pertemuan untuk membahas langkah-langkah strategis membela Agus,” ungkap Ainuddin, Kamis (12/12/2024).

    Pendampingan Atas Dasar Kemanusiaan
    Ainuddin menegaskan pendampingan hukum terhadap Agus dilandasi oleh komitmen kemanusiaan dan profesionalisme. Ia menyoroti pentingnya akses keadilan bagi setiap warga negara, termasuk mereka yang tidak mampu secara finansial.

    “Sebagai pengacara, kami wajib memberikan pendampingan tanpa membedakan status ekonomi. Hal ini sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011,” tegasnya.

    Menurut Ainuddin, undang-undang tersebut memberi landasan bagi negara untuk memastikan pelayanan hukum bagi masyarakat yang membutuhkan. Dukungan pihak keluarga Agus menjadi salah satu alasan tim pengacara terlibat dalam kasus ini.

    “Kami merasa terpanggil, terutama karena kasus ini menjadi perhatian publik. Ancaman hukuman berat juga menuntut pendampingan hukum yang optimal,” tambahnya.

    Tim pengacara Agus berkomitmen fokus pada fakta hukum yang tercantum dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Ainuddin menegaskan bahwa segala tuduhan terhadap Agus harus dibuktikan di pengadilan melalui proses hukum yang adil.

    “Kami hanya berpegang pada laporan yang ada di BAP. Jika ada informasi lain, itu tugas pihak terkait untuk membuktikannya. Kami siap menghadapi argumentasi hukum di pengadilan,” jelas Ainuddin.

    Ainuddin juga menegaskan bahwa timnya tidak akan mempublikasikan semua strategi atau temuan demi menjaga kerahasiaan proses hukum. Ia menyebut proses analisis barang bukti dan keterangan saksi masih berlangsung.

    Kasus Agus Buntung menarik perhatian tidak hanya di tingkat lokal tetapi juga secara nasional.  Meski terdapat laporan lain yang menuduh Agus Buntung dalam kasus serupa, tim pengacara tetap memprioritaskan fakta hukum yang relevan.

    “Kami fokus pada bukti dan keterangan saksi yang sesuai dengan laporan awal untuk menjaga keadilan bagi semua pihak,” tegas Ainuddin.

    Dengan 16 pengacara dalam tim, Ainuddin memastikan pembelaan dilakukan secara kolektif dan profesional. Diskusi rutin terus dilakukan untuk menentukan strategi hukum yang efektif.

    “Kami bekerja secara tim, dengan diskusi intensif untuk langkah hukum yang paling tepat. Semua dilakukan demi keadilan,” ujarnya.

    Ainuddin berharap proses hukum terhadap Agus Buntung yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka dapat berjalan adil dan transparan. Ia juga mengapresiasi dukungan dari pihak keluarga Agus dan masyarakat yang memberikan dukungan moral.

  • Beredar Video 3 Menit 3 Detik Agus Buntung Rayu Korban, Ini Mantra Saktinya

    Beredar Video 3 Menit 3 Detik Agus Buntung Rayu Korban, Ini Mantra Saktinya

    Mataram, Beritasatu.com – Publik digegerkan oleh kasus dugaan pelecehan seksual yang melibatkan seorang pemuda penyandang disabilitas, IWAS atau dikenal sebagai Agus Buntung. Setelah kasus ini mencuat, video Agus Buntung, yang sedang merayu korban viral di media sosial.

    Dalam video tersebut, terdengar suara Agus Buntung sedang berusaha membuat korban percaya padanya. Video berdurasi tiga menit tiga detik itu sepertinya diambil saat Agus Buntung merayu korban di salah satu taman.

    “Kakak cantik, jangan mau merusak diri. Saya percaya kakak bisa kan? Punya ilmu kan? Kakak gak perlu inspirasi. Buktiin bahwa kakak itu bisa,” kata Agus dalam video yang beredar itu.

    Agus Buntung mengaku sudah enam tahun mencari gadis yang dirayunya itu.

    “Enam tahun saya nyari kamu. Tanpa saya sadari ke mana saya nyari orang yang bisa mengerti. Enggak saya tahu di mana, entah hati saya kenapa jatuh di sini,” kata Agus Buntung dalam video yang beredar itu.

    Dalam melancarkan “mantranya”, Agus Buntung juga berusaha menjadi sosok yang memotivasi korban.

    “Saya enggak senang orang lemah, lapar mata itu… Nyawa saya kasih kakak. Biar kakak tahu bahwa kakak itu berarti bagi dunia ini. Kakak akan jadi orang yang tertinggi besok,” kata Agus Buntung.

    Pria yang kini telah ditetapkan tersangka pelecehan seksual itu juga mengaku sebagai guru sakti di Lombok.

    “Biar kamu semakin percaya. Saya guru terbajang di lombok. Cuma saya sakit tangan ketika orang lemah gara-gara seseorang,” kata Agus Buntung dalam video yang viral itu.

    Diberitakan sebelumnya, Agus Buntung kini telah ditetapkan tersangka. Pada Selasa (11/12/2024), rekonstruksi kasus dugaan kekerasan seksual berlangsung di Taman Udayana.

    Ketua Komisi Disabilitas Daerah (KDD) NTB Joko Jumadi mengatakan, hingga kini 15 korban telah melapor ke pihaknya. Dari jumlah tersebut, tujuh korban Agus Buntung telah diperiksa oleh kepolisian.

    Polda NTB memastikan seluruh proses hukum kasus Agus Buntung yang kini telah ditetapkan tersangka dilakukan secara transparan dan profesional, sesuai dengan prosedur yang berlaku.

  • Agus Buntung Ternyata Sering Check-In dengan Perempuan Berbeda di Satu Kamar Tertentu – Halaman all

    Agus Buntung Ternyata Sering Check-In dengan Perempuan Berbeda di Satu Kamar Tertentu – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Inilah kabar terbaru soal kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh IWAS alias Agus Buntung (21).

    Pertama kali kasus ini mencuat setelah agus dilaporkan karena melakukan pelecehan di sebuah homestay di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB).

    Fakta baru pun kini diungkap oleh karyawan homestay, I Wayan Kartika.

    Ia mengatakan, Agus kerap memesan kamar nomor enam yang berada di pojokan.

    “Kamar nomor enam yang di pojok,” kata Wayan Kartika.

    Wayan juga beberapa kali melihat Agus bersama perempuan yang berbeda-beda setiap kali check-in di homestay tersebut.

    “Ya, empat sampai lima kali saya melihat, ya, itu mungkin (jarak) mingguan,” kata Wayan, dikutip dari Kompas.com.

    Wayan juga menyebutkan bahwa kamar tersebut dibayar oleh sang perempuan yang diajak oleh agus.

    Namun, Agus juga terkadang membayar.

    “Yang cewek (bayar), kadang-kadang si Agus juga bayar short time Rp 50.000,” kata Wayan.

    Diketahui, terbaru ini Polda NTB telah melakukan rekonstruksi di sejumlah titik, termasuk homestay tempat Agus Buntung melecehkan korbannya.

    Rekonstruksi di dalam kamar dilakukan secara tertutup karena lokasi yang sempit.

    Pemeriksaan Tambahan

    Sebelum melakukan rekonstruksi, Agus dipanggil ke Polda NTB untuk pemeriksaan tambahan.

    “Memang kita agendakan untuk melakukan pemeriksaan tambahan terhadap tersangka AG,” ujar Ditreskrimum Polda NTB, Kombes Syarif Hidayat.

    Ia menuturkan, Agus saat ini jalani tahanan rumah.

    Hal tersebut merupakan upaya Polda NTB untuk memenuhi hak pelaku disabilitas.

    “Kita melihat situasi fasilitas belum memadai (untuk disabilitas) sehingga dilakukan tahanan rumah. Itu sudah kita perpanjang 40 hari ke depan untuk tahanan rumah,” kata Syarif, dikutip dari TribunLombok.com.

    Agus diketahui dijerat dengan Pasal 6c UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun.

    Jalannya Rekonstruksi

    Sementara itu, saat rekonstruksi Kabid Humas Polda NTB, AKBP Mohammad Kholir menuturkan, proses rekonstruksi digelar di tiga lokasi berbeda.

    “Hari ini kita melakukan rangkaian rekonstruksi yang dilakukan oleh tersangka di tiga TKP.”

    “TKP pertama adalah Taman Udayana, TKP kedua adalah di homestay, dan TKP ketiga adalah di Islamic Center,” kata Kholid.

    Di taman, Agus memperagakan sejumlah adegan, yakni saat tersangka tiba di taman dan bertemu krobannya.

    Lalu lokasi kedua berada di homestay yang jadi lokasi pelecehan.

    Terakhir, rekonstruksi berada di sebelah utara Islamic Center.

    Di lokasi tersebut, tersangka memperagakan saat diantar korban ke Islamic Center dan bertemu dengan dua rekan korban.

    Korban 15 Orang

    Ketua Komisi Disabilitas Daerah (KDD), Joko Jumadi membeberkan, korban dari Agus ini bertambah.

    Sebelumnya ada 13 korban dan kini bertambah dua orang jadi 15 orang.

    “Sekarang sudah 15 orang yang melaporkan ke kami, tujuh di antaranya sudah dilakukan pemeriksaan oleh polisi,” jelas Joko.

    Tiga dari 15 korban tersebut bahkan anak di bawah umur.

    Agus melecehkan tiga korban di bawah umur tersebut dengan modus yang sama seperti korban dewasa.

    “Mengajak mengobrol ada juga yang memacarinya, hampir sama semua modusnya, lokasinya juga di homestay yang sama,” kata Joko.

    Diketahui, Agus telah ditetapkan jadi tersangka kasus pelecehan seksual oleh Polda NTB.

    Pihak kepolisian menuturkan, kekerasan seksual tersebut terjadi di sebuah homestay di Kota Mataram pada 7 Oktober 2024.

    Atas perbuatannya tersebut, Agus dijerat Pasal 6 C Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun.

    Sebagian artikel ini telah tayang di TribunLombok.com dengan judul Polda NTB Ungkap Bukti Baru Kasus Pelecehan Seksual Agus Pria Disabilitas

    (Tribunnews.com, Muhammad Renald Shiftanto)(TribunLombok.com, Robby Firmansyah)(Kompas.com, Karnia Septia)