Kasus: kekerasan seksual

  • Iran Eksekusi Mati Lebih dari 900 Orang Sepanjang 2024

    Iran Eksekusi Mati Lebih dari 900 Orang Sepanjang 2024

    Teheran

    Laporan kantor hak asasi manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebut lebih dari 900 orang orang telah dieksekusi mati di Iran sepanjang tahun 2024 lalu. Dari angka tersebut, sebanyak 40 orang di antaranya dieksekusi mati hanya dalam waktu sepekan pada Desember lalu.

    Kepala kantor HAM PBB, Volker Turk, seperti dilansir AFP, Rabu (8/1/2025), menyebut sedikitnya 901 orang dilaporkan telah dieksekusi mati di Iran selama tahun 2024 lalu. Dia menyebut data tersebut “sangat meresahkan”.

    “Sangat meresahkan bahwa sekali lagi kita melihat peningkatan jumlah orang yang dijatuhi hukuman mati di Iran dari tahun ke tahun,” kata Turk dalam pernyataannya.

    “Sudah saatnya Iran membendung gelombang eksekusi mati yang terus meningkat ini,” cetusnya.

    Iran memberlakukan hukuman mati untuk kejahatan besar, termasuk pembunuhan, perdagangan narkoba, pemerkosaan dan kekerasan seksual.

    “Kami menentang hukuman mati dalam keadaan apa pun. Hal ini tidak sesuai dengan hak mendasar untuk hidup dan meningkatkan risiko eksekusi mati terhadap orang-orang yang tidak bersalah,” tegas Turk.

    “Dan, untuk lebih jelasnya, hal ini tidak akan pernah bisa diterapkan pada perilaku yang dilindungi oleh hukum hak asasi manusia internasional,” ucapnya.

    Lihat juga Video: Iran Bicara Ironi Terorisme Justru Subur saat AS Tiba di Suriah

  • Ada 228 kasus kekerasan perempuan dan anak di Jakpus selama 2024

    Ada 228 kasus kekerasan perempuan dan anak di Jakpus selama 2024

    Jakarta (ANTARA) – Suku Dinas Pemberdayaan, Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (PPAPP) Jakarta Pusat mengungkapkan bahwa sebanyak 228 kasus kekerasan kepada perempuan dan anak terjadi di wilayah tersebut selama 2024.

    “Untuk kasus Jakarta Pusat di tahun 2024 dari Januari sampai Desember itu ada sebanyak 228 kasus yang ditangani Sudin PPAPP Jakarta Pusat,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Suku Dinas PPAPP Jakarta Pusat Leny Yunengsih saat dihubungi di Jakarta, Rabu.

    Berdasarkan data pos pengaduan kekerasan terhadap perempuan dan anak di Jakarta Pusat pada 2024, jumlah 228 kasus itu terdiri dari kasus kekerasan perempuan sebanyak 101 kasus (44 persen), anak perempuan 91 kasus (40 persen) dan anak laki-laki 36 kasus (16 persen).

    Kasus tersebut ditemukan di Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) Harapan Mulia sebanyak 33 kasus dan di RPTRA Kebon Melati sebanyak 39 kasus.

    Selain itu, di RPTRA Madusela sebanyak 20 kasus, RPTRA Pulo Gundul sebanyak 45 kasus, RPTRA Planet Senen sebanyak 39 kasus dan tempat lainnya di tingkat provinsi sebanyak 52 kasus.

    “Kalau berdasarkan data, dilihat dari lapor atau tidak lapornya itu sebanyak 79 kasus (35 persen) lapor ke polisi. Sedangkan 149 kasus (65 persen) lainnya tidak lapor ke polisi,” ujar Leny.

    Selain itu, Leny menyebutkan, total kasus kekerasan perempuan dan anak yang ditangani Dinas PPAPP DKI Jakarta selama 2024 sebanyak 2.041 kasus.

    Rinciannya, kasus kekerasan perempuan sebanyak 892 kasus (44 persen), anak perempuan 797 kasus (39 persen) dan anak laki-laki 352 kasus (17 persen).

    Dari 2.041 kasus tersebut ditemukan di wilayah Jakarta Pusat sebanyak 228 kasus, Jakarta Utara (362 kasus), Jakarta Barat (462 kasus), Jakarta Selatan (440 kasus), Jakarta Timur (536 kasus) dan Kepulauan Seribu (13 kasus).

    Paling banyak jenis kasus tersebut adalah kekerasan seksual. “Disusul kekerasan psikis, kekerasan fisik, dan penelantaran,” ujar Leny.

    Adapun upaya dari Pemerintah Kota (Pemkot) Jakarta Pusat khususnya Suku Dinas (Sudin) PPAPP dalam melindungi anak dan mencegah terjadinya kekerasan, perkawinan atau pekerja anak, yakni melakukan pencegahan dengan penguatan sosialisasi melalui secara “offline” dan daring (online).

    Kemudian penyediaan Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) yang melibatkan banyak pihak untuk terlibat dalam penyadaran, mengidentifikasi prevalensi kekerasan dengan Survei Pengalaman Hidup Anak Daerah (SPHAD) dan menyediakan kanal aduan di berbagai wilayah.

    Lalu, peran orang tua dan keluarga dalam mendidik anak juga sangatlah penting. Orang tua perlu memberikan pendidikan karakter kepada anak sejak dini sehingga mampu menghargai diri sendiri dan orang lain serta tidak boleh melakukan kekerasan.

    Pewarta: Siti Nurhaliza
    Editor: Sri Muryono
    Copyright © ANTARA 2025

  • Pamit Beli Pulsa Ternyata Ngamar Sampai Pagi, 2 Anak di Bawah Umur di Wonogiri Bikin Heboh Orangtua

    Pamit Beli Pulsa Ternyata Ngamar Sampai Pagi, 2 Anak di Bawah Umur di Wonogiri Bikin Heboh Orangtua

    TRIBUNJATENG.COM, WONOGIRI – Dua remaja di bawah umur nekat ngamar di hotel hingga membuat heboh.

    Mereka adalah MNF (16) yang berasal dari Demak dan X (13) remaja putri asal Wonogiri.

    Yang putra seorang pelajar SMA, sementara X baru duduk di bangku SMP.

    Si remaja pria atau MNF pun dilaporkan ke polisi oleh orangtua remaja perempuan yang merupakan warga Kecamatan Eromoko, Wonogiri.

    Kasi Humas Polres Wonogiri, AKP Anom Prabowo menjelaskan MNF ditangkap pada Jumat (3/1/2025) lalu di rumah korban.

    Ada modus yang digunakan baik dari pelaku maupun korban dalam kasus ini.

    Keduanya sama-sama pamit ke orang tua masing-masing dengan alasan yang berbeda.

    Dugaan pencabulan itu bermula pada Kamis (2/1/2025) lalu.

    Saat itu, sekira pukul 15.00 WIB, korban X pamit keluar rumah untuk membeli pulsa.

    Namun sampai malam hari, korban tidak kunjung pulang.

    Korban baru pulang ke rumah keesokan harinya atau Jumat (3/1/2025) bersama dengan pelaku.

    Saat ditanyai, korban mengaku baru saja menginap di salah satu hotel di Kecamatan Eromoko.

    Di hotel itu keduanya sudah dilakukan hubungan suami istri dua kali.

    “Korban pulang diantar pelaku. Kemudian ditanya, akhirnya mengakui itu bahwa telah bermalam di hotel,” kata dia, Senin (6/1/2025).

    Keduanya juga mengaku telah melakukan hubungan layaknya suami istri sebanyak dua kali.

    Karena tidak terima, keluarga korban melapor ke Polisi.

    Menurutnya, berdasarkan pengakuan, korban mengenal pelaku dari media sosial, yakni sebuah aplikasi perkencanan. Keduanya baru berkenalan sekira 1 bulan.

    “Korban mengenal pelaku melalui aplikasi media sosial, baru satu bulan kenalnya,” ujar dia.

    Dari berkenalan lewat media sosial itu, keduanya kemudian janjian untuk bertemu di wilayah Eromoko.

    “Yang laki-laki itu pamit orang tuanya mau main. Kebetulan itu masih libur sekolah, masih SMA,” jelasnya.

    Atas perbuatannya itu, pelaku disangkakan Pasal 81 UUPA. Ancaman hukumannya maksimal 10 tahun penjara.

    “Ancaman hukuman maksimal 15 tahun, dikurangi sepertiga karena (pelaku) masih anak jadi 10 tahun,” terang Anom.

    Atas peristiwa ini, pihaknya mengimbau para orang tua untuk selalu mengawasi anak-anaknya. Utamanya saat sedang berada di luar rumah.

    “Para orang tua harus memberikan edukasi kepada anak-anaknya tentang pentingnya menjaga diri dari tindakan kekerasan seksual,” pungkasnya. 

    (TribunSolo.com)

  • Kasus Pelecehan Seksual Sesama Jenis, Oknum Dosen di Mataram Diperiksa Polisi
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        7 Januari 2025

    Kasus Pelecehan Seksual Sesama Jenis, Oknum Dosen di Mataram Diperiksa Polisi Regional 7 Januari 2025

    Kasus Pelecehan Seksual Sesama Jenis, Oknum Dosen di Mataram Diperiksa Polisi
    Tim Redaksi
    MATARAM, KOMPAS.com
    – Subdit IV Direktorat Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum), Polda Nusa Tenggara Barat (NTB), memerika LR, oknum dosen di Kota Mataram.
    LR dilaporkan atas dugaan pelecehan seksual pada sejumlah mahasiswa. Ia diperiksa sebagai saksi di ruangan Dirreskrimum Polda NTB selama sekitar satu jam, Selasa (7/1/2025). 
    “Ya, masih proses penyelidikan,” kata Kasubdit IV Dirreskrimum Polda NTB, AKBP Ni Made Pujawati saat dikonfirmasi, Selasa. 
    Kasus dugaan
    pelecehan seksual sesama jenis
    ini terungkap setelah korban melaporkan kasus ini ke polisi akhir Desember 2024. 
    Polisi telah mengecek tempat kejadian perkara (TKP) di kawasan Gunung Sari, Kabupaten Lombok Barat, untuk melengkapi bukti-bukti yang mengarah ke dugaan pelecehan seksual. 
    Pelaku diduga menjalankan aksinya di sebuah tempat perkumpulan komunitas anak-anak muda di Lombok Barat.
    Perwakilan Koalisi Stop Kekerasan Seksual, Joko Jumadi mengatakan, hingga saat ini jumlah korban pelecehan seksual yang teridentifikasi berjumlah 12 orang. 
    Rata-rata korban adalah mahasiswa di sejumlah kampus di Kota Mataram. 
    “Total yang teridentifikasi di kami ada 12 orang tapi di kampus ada yang menyampaikan ada 10 (korban) di salah satu kampus,” kata Joko dikonfirmasi, Selasa (7/1/2025). 
    Saat ini tim pendamping masih fokus pada korban yang telah teridentifikasi. 
    Joko mengatakan, modus yang digunakan pelaku untuk membujuk korbannya diduga dengan ritual pembersihan diri. 
    Joko menyampaikan, oknum dosen tersebut sudah diberhentikan dari kampus tempatnya mengajar. 
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Tokoh Agama di Tangerang Sodomi dan Remas Kemaluan Bocah Seusai Mengaji – Halaman all

    Tokoh Agama di Tangerang Sodomi dan Remas Kemaluan Bocah Seusai Mengaji – Halaman all

    Laporan Reporter TribunTangerang.com, Nurmahadi 

    TRIBUNNEWS.COM, TANGERANG – Guru ngaji pelaku pelecehan seksual di Ciledug, Kota Tangerang, Banten berinisial W (40) tak hanya memegang kemaluan korban, namun sampai melakukan sodomi.

    Hal itu disampaikan Kepala UPTD-PPA Kota Tangerang, Titto Chairil Yustiadi setelah pihaknya mendampingi korban menjalani visum et repertum. Titto mengatakan, berdasarkan pengakuan korban, sodomi itu dilakukan W setelah menggelar pengajian di majelis taklim.

    Tak sekali, aksi bejat pelaku itu juga dilakukan beberapa kali terhadap korban yang sama. “Memang dilakukan beberapa kali setelah selesai melakukan pengajian di majelis taklim tersebut,” ungkap Titto kepada wartawan, Selasa (7/1/2025).

    Kendati demikian, Titto akan tetap melakukan pendalaman terhadap korban terkait sodomi yang dilakukan W. Akan tetapi, hal tersebut akan dilakukan setelah hasil pemeriksaan psikologis terhadap para korban telah keluar.

    “Jadi beberapa kalinya ini karena laporan psikolog yang masih dalam proses, ini masih, karena kita nggak mau nanya berkali-kali ya ke si korban, jadi kita masih menunggu hasil psikologis,” paparnya.

    Diberitakan sebelumnya, sebanyak tiga korban pencabulan guru ngaji berinisial W (40), di Kawasan Kelurahan Sudimara Selatan, Ciledug, Kota Tangerang, jalani visum et repertum. Kepala UPTD-PPA Kota Tangerang, Banten, Titto Chairil Yustiadi menjelaskan, visum itu dilakukan lantaran tiga korban tersebut diduga mendapat perlakuan sodomi.

    Adapun dua korban lainnya yang turut melapor ke UPTD-PPA Kota Tangerang, mengaku tak sampai disodomi, melainkan dipegang alat kemaluan. Atas hal tersebut kata Titto, pihaknya pun memberikan pendampingan kepada korban untuk menjalani visum.

    “Jadi total dari lima orang korban yang sudah melaporkan ke UPTD-PPA, tiga orang kami lakukan visum. Karena memang kami duga tiga orang ini mendapat perlakuan sodomi,” kata dia

    Hasil visum et repertum itu lanjut Titto, nantinya akan dijadikan rujukan bagi kepolisian dalam melakukan pengembangan kasus ini. “Jadi untuk memperkuat laporan polisi tersebut, jadi tiga orang yang mengadu ada dugaan sodomi, ini kita lakukan visum repertum,” ujarnya.

    Disamping itu, dia juga telah melakukan penelusuran dengan menggali keterangan warga sekitar, terkait pelecehan seksual yang dilakukan W.
    “Jadi kami melakukan penelusuran, kami lakukan komunikasi dengan warga setempat di Kelurahan Sudimara Selatan,” kata Titto.

    Hasilnya kata Titto, jumlah korban pelecehan seksual itu bertambah menjadi 36 orang, dengan rata-rata usia SD hingga SMA. Titto mengatakan, berdasarkan pengakuan para korban, mereka tak hanya dipegang alat kemaluan, namun sampai disodomi.

    “Kemudian sampai tadi malam, kurang lebih kita duga ada 36 korban. Ada 36 korban, ini sedang masih kita dialami, jadi range usianya dari SD, SMP, SMA, yang klasifikasinya mulai dari kekerasan seksual berupa yang tadi, dipegang-pegang alat kelaminnya, sampai sodomi,” tuturnya.

     

     

  • Ketua RW di Malang Cabuli 7 Bocah Laki-laki, 4 Korban Masih Tetangga Pelaku

    Ketua RW di Malang Cabuli 7 Bocah Laki-laki, 4 Korban Masih Tetangga Pelaku

    Malang

    Polresta Malang Kota menangkap pria inisial PBS (63) terkait dugaan kekerasan seksual. Pria yang merupakan ketua RW ini diduga melalukan pencabulan kepada tujuh anak laki-laki di bawah umur.

    “Korban saat ini sudah ada 7 orang. Empat satu lingkungan, sisanya orang luar,” kata Kapolresta Malang Kota Kombes Nanang Haryono dilansir detikJatim, Selasa (7/1/2025).

    Nanang mengatakan penangkapan pelaku dilakukan usai pihaknya menerima laporan dari korban. Pelaku ditangkap pada Jumat (3/1).

    “Kami cepat respons dan lakukan tindakan tepat profesional. Jadi nggak sampai 1×24 jam setelah ada laporan, pelaku langsung kita amankan pada 3 Januari kemarin. Dan pemeriksaan masih terus berjalan,” tegas Nanang.

    Polisi saat ini masih mendalami perbuatan kekerasan seksual yang dilakukan PBS. Nanang mengatakan dugaan masih adanya korban dari perbuatan pelaku terus didalami.

    “Pelaku menyampaikan sudah lama melakukan dan masih kita gali. Selama ini korban nggak berani lapor,” terang Nanang.

    (ygs/ygs)

  • Guru Kepergok Berbuat Tak Senonoh Bersama Siswinya di Masjid, Minta Ampun Sujud saat Digerebek Warga

    Guru Kepergok Berbuat Tak Senonoh Bersama Siswinya di Masjid, Minta Ampun Sujud saat Digerebek Warga

    TRIBUNJATIM.COM – Warga menggerebek seorang guru mesum dengan siswinya di masjid hingga viral di media sosial (medsos).

    Diketahui, video penggerebekan guru dan siswi ini diposting oleh akun @tante.rempong.official, Minggu (5/1/2025).

    Mereka pun langsung minta ampun ke warga saat kepergok.

    Seorang guru SMP tersebut berinisial AR (28), sementara siswinya bernama NA (14).

    Meraka diduga mesum di dalam masjid di Kecamatan Bungaya, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan.

    Tampak dalam video, sang guru dan siswinya panik usai digrebek seorang warga ketika masuk ke masjid.

    Sang guru dan siswi pun langsung panik hingga bersujud di depan warga yang menggrebeknya.

    “Astagfirullah, di Masjid loh Pak,” tulis dari akun tersebut.

    Postingan ini pun langsung ramai direspons netizen.

    Tak sedikit netizen tak habis pikir dengan ulah guru tersebut.

    _yennita20: Anak SMA zaman sekarang ngeri-ngeri uyy. Tetangga gue rumah tangganya hancur gara-gara anak SMA yang pacaran sama lakinya. Udh di uwel2 eh si cowok justru buntingin cewek yang lain. Tapi istri sah anehnya masih tetap bertahan

    qwinfyana: Udah ketauan aja takut dilaporin, waktu berbuat mana inget takut sama allah, astagfirullah

    cynthiabakrie: Mereka nangis bukan Krn menyesal tapi karna takut udh ketahuan

    alftysr: BLOGGGGGGG DIMESJID LHO YAAAAA DMN OTAKNYAAAAAAAA

    Video guru dan siswinya mesum di masjid viral, minta ampun usai dipergoki warga (Istimewa)

    Sementara itu, Kapolsek Bungaya, AKP Hamsir Natsir, membenarkan penggrebekan pasangan mesum tersebut.

    “Keduanya digerebek oleh warga saat sedang berduaan di dalam kamar masjid,” ujar Hamsir Natsir kepada awak media, dikutip Sabtu (4/1/2025).

    Hamsir menuturkan, setelah diamankan, AR dan NA dibawa ke Polsek Bungaya untuk dimintai keterangan.

    Kedua keluarga AR dan NA juga dipertemukan di kantor kepolisian dan sepakat untuk berdamai.

    “Setelah diamankan, kedua keluarga dipertemukan di kantor kepolisian dan sepakat untuk menyelesaikan masalah ini secara kekeluargaan,” tuturnya.

    Untuk diketahui, dalam video yang beredar, keduanya terlihat memohon kepada warga agar tidak dilaporkan ke polisi.

    Meski ditemukan berduaan di tempat yang tidak semestinya, mereka membantah telah melakukan hubungan badan.

    Warga yang curiga langsung mengamankan mereka di halaman masjid.

    Sehingga kejadian ini menarik perhatian masyarakat sekitar.

    Petugas kepolisian yang tiba di lokasi membawa keduanya untuk pemeriksaan lebih lanjut.

    Sementara itu di Jawa Timur, jajaran Polsek Ajung Jember mengamankan AR dan IM yang jadi pelaku pelecahan seksual di jalan raya.

    Kedua pemuda tersebut nekat meraba paha dan pantat istri orang yang sedang dibonceng sepeda motor oleh suaminya di Jalan M Yamin Ajung, Jember.

    Kapolsek Ajung, Iptu Edi Santoso mengungkapkan, insiden pelecehan tersebut terjadi pada 11 November 2024.

    Pelaku membuntuti korban pasangan suami istri (pasutri) yang naik motor berboncengan di jalan raya area Gudang JNE.

    “Pasutri ini naik sepeda motor menuju Perumahan Tegalbesar.”

    “Dua pelaku itu membuntuti kendaraan kendaraan Pasutri tersebut dari belakang,” ujarnya, Rabu (13/11/2024).

    Menurutnya, pelaku tersebut kemudian mendekati kendaraan pasutri ini.

    Lalu tangan pelaku berbuat asusila yakni meraba paha dan pantat perempuan yang dibonceng sepeda motor suaminya.

    “Hal itu diketahui oleh suami perempuan itu. Lalu pelaku itu melarikan diri mengunakan sepeda motor. Kemudian dikejar oleh suami korban,” kata Edi.

    Setelah berhasil menghentikan dua pelaku itu, kata dia, suami korban langsung mengubungi Polsek Ajung Jember.

    “Akhirnya diamankan di Polsek Ajung. Hasil pemeriksaan dua pelaku tersebut memang terpengaruh minuman alkohol,” paparnya.

    Atas ulahnya itu, Edi menjerat dua pelaku dengan Pasal 6a Undang-undang Nomor 12 tentang Tidak Pidana Kekerasan Seksual Tahun 2022, ancaman hukumannya empat tahun penjara.

    Dua Pelaku pelecehan seksual diinterogasi Penyidik di Mapolsek Ajung Jember, Rabu (13/11/2024) (TRIBUNJATIM.COM/IMAM NAWAWI)

    Suami korban, FS, mengira awalnya pelaku cuma membuntuti dan mepet saja.

    Namun setelah melihat kaca sepion kanan di kendaraannya, tangan mereka juga meraba bokong istrinya.

    “Saya kira menyerempet, karena sepeda saya oleng, setelah saya lihat ke belakang, ternyata dua pengendara memegang istri saya.”

    “Otomatis saya tidak terima dan menghentikannya,” katanya.

    Mereka sempat mencoba memberontak ketika ditegur.

    Sehingga FS mengaku mengunakan cara kasar untuk menghentikan ulah pelaku yang melecehkan istrinya.

    “Saya emosi langsung saya tegur. Keduanya mau melawan.”

    “Akhirnya saya pegang (tangan mereka) dan saya lempar ke sawah,” ucap suami korban.

    Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com

  • Cabuli Siswa, Guru SMA di Kupang Jadi Tersangka
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        6 Januari 2025

    Cabuli Siswa, Guru SMA di Kupang Jadi Tersangka Regional 6 Januari 2025

    Cabuli Siswa, Guru SMA di Kupang Jadi Tersangka
    Tim Redaksi
    KUPANG, KOMPAS.com
    – Aparat Direktorat Reserse Kriminal Umum (Dit Reskrimum) Kepolisian Daerah (Polda) Nusa Tenggara Timur (
    NTT
    ), menetapkan status tersangka kepada guru Sekolah Menengah Atas (SMA) di Kota
    Kupang
    , berinisial PFKL(34).
    Guru honorer itu dijadikan tersangka karena diduga mencabuli dua siswa berinisial IG (16) dan DP (16).
    “Dari hasil pemeriksaan sementara, kedua korban ini dicabuli sejak SMP (Sekolah Menengah Pertama),” kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda NTT, Komisaris Besar Polisi Patar Silalahi, kepada
    Kompas.com
    , Minggu (5/1/2025).
    Kedua korban, lanjut Patar, dicabuli sejak SMP dan baru berakhir pada bulan Agustus 2024.
    “Korban kekerasan seksual yang dilakukan oleh pelaku sejak korban masih duduk di bangku kelas II SMP atau sejak tahun 2021,” ujar dia.
    Kekerasan ini dialami korban hingga duduk di bangku kelas II SMA.
    Korban mengaku dicabuli di kamar mandi SMP dan saat di bangku SMA dialami di tempat tinggal pelaku, yang merupakan guru seni tari.
    Pencabulan sesama jenis itu terungkap setelah orangtua salah satu korban melihat percakapan dalam telepon genggam anaknya dengan pelaku PFKL.
    Isi percakapan itu membahas tentang seks yang mengarah ke hubungan sesama jenis.
    Orangtua lalu menanyakan kepada korban dan diakui korban. Korban pun mengaku ada temannya juga mengalami hal yang sama. Karena tak terima, orangtua lalu melaporkan kejadian itu ke Polda NTT.
    Usai menerima laporan, polisi pun mencari keberadaan pelaku yang juga merupakan pelatih sanggar tari.
    Polisi menuju tempat tinggal pelaku di Perumahan Oebufu Permai, Kelurahan Oebufu, Kecamatan Oebobo, Kota Kupang, namun tak ditemukan.
    Pelaku diketahui sedang berlibur di kampung halamannya di Kabupaten Flores Timur dan akan kembali ke Kota Kupang dengan menggunakan kapal Fery.
    Setelah tiba di Pelabuhan Bolok pada Sabtu (4/1/2025) subuh, pelaku akhirnya dibekuk.
    Pelaku digelandang ke Markas Polda NTT untuk diinterogasi dan langsung ditahan.
    “Saat ini, kasusnya sudah dalam proses sidik. Tersangka pun sudah ditahan untuk proses hukum lebih lanjut,” kata Patar.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 7 Fakta Anggota DPRD Kota Depok Tersangka Pencabulan Anak SMP

    7 Fakta Anggota DPRD Kota Depok Tersangka Pencabulan Anak SMP

    Jakarta: Polisi menetapkan seorang Anggota DPRD Kota Depok berinisial RK sebagai tersangka atas dugaan kasus pencabulan terhadap seorang gadis atau siswi SMP berusia 15 tahun. Penetapan ini dilakukan setelah enam bulan sejak kejadian yang diduga terjadi pada 12 Juli 2024. 

    Kasus ini menarik perhatian publik dan menimbulkan berbagai reaksi dari masyarakat serta pihak berwenang.

    “Sudah (ditetapkan tersangka), barusan kelar,” kata Kanit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Metro Depok Iptu Dwi Santy Anggraini kepada wartawan, Kamis 2 Januari 2025.  

    Penetapan ini menjadi langkah signifikan dalam penanganan kasus kekerasan seksual terhadap anak, yang selama ini menjadi perhatian serius di masyarakat.

    Baca juga: Mengenal Manipulasi Emosional yang Diduga Jadi Trik Agus Buntung Lakukan Pelecehan Seksual

    Fakta-Fakta Terkait Kasus Pencabulan Anggota DPRD Depok
    1. Penetapan Tersangka
    RK ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Metro Depok setelah laporan dari orang tua korban, yang menduga pelaku melakukan pencabulan dan persetubuhan pada Jumat 12 Juli 2024 pukul 19.30 WIB. Laporan dilakukan pada Minggu 22 September 2024 dengan nomor : LP/B/1996/IX/2024/SPKT/POLRES METRO DEPOK/POLDA METRO JAYA.

    2. Pemeriksaan Perdana
    Dalam perkembangan terbaru, polisi akan memanggil RK untuk dimintai keterangan sebagai tersangka pada Senin 6 Januari 2025 mendatang.

    “Kita panggil sebagai tersangka. Minta keterangan sebagai tersangka dan beritahu bahwa dia sudah ditetapkan sebagai tersangka,” jelas Dwi.
    3. Kronologi Kejadian
    Menurut laporan awal, pencabulan diduga terjadi di dalam mobil saat keduanya sedang mengisi bensin di sebuah SPBU di Cimanggis. Korban diperkenalkan kepada RK oleh ibunya dengan maksud mencari sekolah.

    4. Pernyataan Kuasa Hukum
    Kuasa hukum korban, Sahat Farida, menyambut baik penetapan status tersangka ini. Ia menekankan bahwa kekerasan seksual terhadap anak harus ditindak tegas tanpa pandang bulu.

    “Ya, ini adalah hadiah tahun baru yang luar biasa,” ungkap Farida.
    5. Perlindungan Korban
    Saat ini, korban masih dalam perlindungan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan didampingi penasihat hukum untuk memastikan hak-haknya terlindungi selama proses hukum berlangsung.

    5. Imunitas Pejabat Publik
    Farida menegaskan bahwa tidak ada imunitas bagi siapapun yang terlibat dalam kasus kekerasan seksual, termasuk anggota dewan. 

    “Sebagai pejabat, saya rasa tidak dibolehkan siapapun termasuk Presiden, Menteri, anggota DPR RI apalagi DPRD Depok, mereka tidak mempunyai impunitas jika kasusnya adalah kekerasan seksual,” tegasnya.
    7. Tanggapan Ketua DPRD
    Ketua DPRD Kota Depok, Ade Supriyatna, menyatakan bahwa status keanggotaan RK terancam diberhentikan jika dinyatakan bersalah oleh pengadilan. Ia berharap proses hukum dapat berjalan transparan dan profesional.

    Jakarta: Polisi menetapkan seorang Anggota DPRD Kota Depok berinisial RK sebagai tersangka atas dugaan kasus pencabulan terhadap seorang gadis atau siswi SMP berusia 15 tahun. Penetapan ini dilakukan setelah enam bulan sejak kejadian yang diduga terjadi pada 12 Juli 2024. 
     
    Kasus ini menarik perhatian publik dan menimbulkan berbagai reaksi dari masyarakat serta pihak berwenang.
     
    “Sudah (ditetapkan tersangka), barusan kelar,” kata Kanit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Metro Depok Iptu Dwi Santy Anggraini kepada wartawan, Kamis 2 Januari 2025.  
    Penetapan ini menjadi langkah signifikan dalam penanganan kasus kekerasan seksual terhadap anak, yang selama ini menjadi perhatian serius di masyarakat.
     
    Baca juga: Mengenal Manipulasi Emosional yang Diduga Jadi Trik Agus Buntung Lakukan Pelecehan Seksual
     
    Fakta-Fakta Terkait Kasus Pencabulan Anggota DPRD Depok

    1. Penetapan Tersangka

    RK ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Metro Depok setelah laporan dari orang tua korban, yang menduga pelaku melakukan pencabulan dan persetubuhan pada Jumat 12 Juli 2024 pukul 19.30 WIB. Laporan dilakukan pada Minggu 22 September 2024 dengan nomor : LP/B/1996/IX/2024/SPKT/POLRES METRO DEPOK/POLDA METRO JAYA.

    2. Pemeriksaan Perdana

    Dalam perkembangan terbaru, polisi akan memanggil RK untuk dimintai keterangan sebagai tersangka pada Senin 6 Januari 2025 mendatang.
     
    “Kita panggil sebagai tersangka. Minta keterangan sebagai tersangka dan beritahu bahwa dia sudah ditetapkan sebagai tersangka,” jelas Dwi.

    3. Kronologi Kejadian

    Menurut laporan awal, pencabulan diduga terjadi di dalam mobil saat keduanya sedang mengisi bensin di sebuah SPBU di Cimanggis. Korban diperkenalkan kepada RK oleh ibunya dengan maksud mencari sekolah.

    4. Pernyataan Kuasa Hukum

    Kuasa hukum korban, Sahat Farida, menyambut baik penetapan status tersangka ini. Ia menekankan bahwa kekerasan seksual terhadap anak harus ditindak tegas tanpa pandang bulu.
     
    “Ya, ini adalah hadiah tahun baru yang luar biasa,” ungkap Farida.

    5. Perlindungan Korban

    Saat ini, korban masih dalam perlindungan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan didampingi penasihat hukum untuk memastikan hak-haknya terlindungi selama proses hukum berlangsung.

    5. Imunitas Pejabat Publik

    Farida menegaskan bahwa tidak ada imunitas bagi siapapun yang terlibat dalam kasus kekerasan seksual, termasuk anggota dewan. 
     
    “Sebagai pejabat, saya rasa tidak dibolehkan siapapun termasuk Presiden, Menteri, anggota DPR RI apalagi DPRD Depok, mereka tidak mempunyai impunitas jika kasusnya adalah kekerasan seksual,” tegasnya.

    7. Tanggapan Ketua DPRD

    Ketua DPRD Kota Depok, Ade Supriyatna, menyatakan bahwa status keanggotaan RK terancam diberhentikan jika dinyatakan bersalah oleh pengadilan. Ia berharap proses hukum dapat berjalan transparan dan profesional.

     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (DHI)

  • Komisi III DPR Kecam Kasus Pelecehan Seksual Dosen di NTB Bermodus Zikir – Halaman all

    Komisi III DPR Kecam Kasus Pelecehan Seksual Dosen di NTB Bermodus Zikir – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni, merespons kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oknum dosen berinisial RL di Mataram, Lombok, NTB.

    Modus yang digunakan adalah kekuatan spiritual dengan sebutan “zikir zakar”.

    Sahroni mengaku terkejut melihat kasus yang terjadi di NTB tersebut.

    “Kasus ini bikin geleng-geleng kepala. Seorang dosen, menjadi pelaku pelecehan, pakai kedok agama. Saya juga menyadari belakangan ini banyak sekali fenomena pelecehan seksual di kampus,” kata Sahroni kepada wartawan Jumat (3/1/2025).

    “Karenanya kami di Komisi III melihat kampus-kampus yang ada di Indonesia ini harus bisa makin menggalakkan pendidikan anti pelecehan seksual bagi seluruh civitas akademikanya. Coba bekerjasama dengan penegak hukum untuk tak hanya memberi pembekalan, tapi juga membuat mekanisme penanganan kasus dari pelaporan sampai akhir. Beri juga pendampingan untuk korban. Ini harus ada mekanismenya,” imbuhnya.

    Dari kasus ini, Sahroni pun menyebut siapa saja bisa menjadi pelaku dan korban pelecehan seksual. 

    Sehingga dirinya mengingatkan polisi untuk peka terhadap kasus-kasus yang ada.

    “Korban dan pelaku pelecehan seksual itu bisa siapa saja. Modus-modusnya pun beragam, penuh tipu muslihat untuk menggaet korbannya. Makanya, saya minta kepolisian peka dengan hal-hal seperti ini. Jika ada masyarakat yang mengadu mengalami pelecehan dengan cara-cara ‘absurd’, harus langsung ditangani. Jangan pernah disepelekan atau malah meragukan kesaksian korban,” ujar Sahroni.

    Sahroni pun menegaskan bahwa perangkat hukum dan aparat penegak hukum tidak akan pernah berkompromi dengan para pelaku pelecehan dan kekerasan seksual.

    “Dan tidak ada ampun buat para pelaku bejat seperti ini. Pidana maksimal selalu menanti, tidak ada damai,” paparnya.

    Ada pun jumlah korban ritual Zikir Zakar yang dilakukan oknum dosen berinisial RL di Mataram, Lombok, NTB, tembus hingga 22 orang. Hal itu diungkapkan Ketua Koalisi Stop Pelecehan Seksual, Joko Jumadi, pada Selasa (31/2).

    Dia menyebut seluruh korban merupakan mahasiswa pria. Modus yang dilakukan oleh Dosen untuk menggaet korban yaitu dengan pendekatan pada acara kajian keagamaan. 

    Setelah itu, Dosen tersebut memerintahkan korban untuk bertobat dan melakukan pelecehan seksual dengan cara memegang kemaluan korban sambil berzikir, atau istilahnya zikir zakar.