Kasus: kekerasan seksual

  • Mahasiswa Bandung Bergerak: Tuntut Perubahan Kebijakan di Depan DPRD Jabar

    Mahasiswa Bandung Bergerak: Tuntut Perubahan Kebijakan di Depan DPRD Jabar

    JABAR EKSPRES –  Para mahasiswa di Bandung, menggelar aksi demonstrasi di depan Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jawa Barat (DPRD Jabar), Senin (17/2/2025).

    Dari pantauan Jabar Ekspres di lokasi, terlihat para mahasiswa dari berbagai universitas di Bandung saling menyampaikan orasinya kepada pemerintah. Namun tepat pada pukul 17.00 Wib, mereka bubar dengan sendirinya.

    Menurut salah seorang mahasiswa yang juga Plt Ketua Bem Kena UNPAD, Rhido Anwari Aripin mengatakan, dalam aksi kali ini ada beberapa poin tuntutan yang disampaikan kepada pemerintah.

    Selain meminta agar pemerintah Prabowo-Gibran merevisi aturan efisiensi yang berbuntut pada penurunan anggaran ke pendidikan, para mahasiswa juga kata Ridho menuntut beberapa hal lainnya.

    “Aliansi Amarah Rakyat Jabar menyatakan sikap dengan tegas dan menuntut pemerintah untuk dapat menyadari dan membenahi permasalahan yang ada melalui beberapa poin tuntutan,” ucapnya saat di lokasi.

    BACA JABAR EKSPRES: Desakan Pembentukan Pansus BUMD Bergulir, Mahasiswa Soroti Kerugian BIJ Rp 213,4 Miliar

    Berikut poin-poin tuntutan para mahasiswa saat menggelar aksi di depan Kantor DPRD Jabar:

    1.  Naikkan anggaran pendidikan, batalkan seluruh pemangkasan, cabut instruksi presiden nomor 1 tahun 2025, kembalikan anggaran pendidikan ke pagu awal, Naikkan anggaran pendidikan terutama dana operasional PTN-BH, PTS, dan Beasiswa! Perluas akses pendidikan tinggi kepada anak kelas buruh dan kaum tani yang selama ini dihalangi oleh biaya pendidikan yang tinggi. Hadirkan sarana prasarana pendidikan berkualitas, buka seluas-luasnya ruang demokrasi, dan selesaikan masalah kekerasan seksual dalam dunia pendidikan.

    2.  Mengalihkan efisiensi pendidikan ke tunjangan-tunjangan pejabat.

    3. Anggarkan tunjangan kinerja pendidikan guru dan dosen. Jamin kesejahteraan guru, dosen dan tenaga kependidikan dengan upah dan tunjangan yang layak.

    4.  Hentikan pembahasan RUU Sisdiknas, hentikan transformasi PTN BLU menjadi PTN BH, Cabut UU PT Permendikbud Ristek No. 2 tahun 2024 dan semua peraturan turunan yang melanggengkan liberalisasi dan privatisasi pendidikan. Wujudkan pendidikan yang ilmiah, demokratis, dan mengabdi kepada rakyat, berbasis reform agraria dan industrialisasi nasional.

    5.  Pertimbangkan ulang sektor pendidikan dan kesehatan dari prioritas pendukung menjadi prioritas utama.

    BACA JUGA: Begini Penyebab Mahasiswa Uhamka di Temukan Meninggal di Gunung Joglo

  • Geger Skandal Pelecehan Seksual Dokter: 299 Korban, Umur 1-70 Tahun

    Geger Skandal Pelecehan Seksual Dokter: 299 Korban, Umur 1-70 Tahun

    Jakarta, CNBC Indonesia – Seorang mantan dokter bedah diadili akhir bulan ini atas tuduhan memperkosa atau melakukan penyerangan seksual terhadap hampir 300 mantan pasien. Ini menjadi skandal yang menggegerkan di negeri itu karena kebanyakan dari korban adalah anak-anak di mana banyak dari mereka tidak sadarkan diri saat peristiwa terjadi.

    Mengutip AFP, pelakunya adalah Joel Le Scouarnec (74). Rata-rata usia korban adalah 11 tahun, tetapi mantan dokter bedah itu juga dituduh memperkosa seorang anak berusia satu tahun dan melakukan kekerasan seksual terhadap seorang pria berusia 70 tahun.

    “Dalam kasus ini, Le Scouarnec adalah satu-satunya terdakwa yang dituduh melakukan kejahatan terhadap ratusan korban,” muat laman itu, dikutip Senin (17/2/2025).

    “Sidang di kota Vannes di Brittany akan diadakan secara terbuka, tetapi kesaksian selama tujuh hari dari para korban yang menjadi sasaran saat masih di bawah umur akan dilakukan secara tertutup,” tambahnya.

    “Tuan Le Scouarnec secara umum mengakui keterlibatannya dalam banyak peristiwa yang dimaksud,” kata jaksa wilayah Stephane Kellenberger.

    Secara rinci, kekerasan seksual dilakukan antara 1989 dan 2014. Saat itu ia bekerja di belasan institusi medis di Prancis bagian barat.

    Le Scouarnec diadili atas 111 pemerkosaan dan 189 penyerangan seksual. Ia menyalahgunakan jabatannya sebagai dokter dan sebagian besar menargetkan anak-anak di mana 256 korban dari 299 korban berusia di bawah 15 tahun.

    Jika terbukti bersalah, Le Scouarnec menghadapi hukuman maksimal 20 tahun penjara. Perlu diketahui, hukum Prancis tidak memperbolehkan hukuman digabungkan meskipun ada banyak korban.

    Le Scouarnec sendiri telah berada di penjara setelah dijatuhi hukuman 15 tahun pada bulan Desember 2020 karena memperkosa dan melakukan penyerangan seksual terhadap empat anak, termasuk dua keponakannya. Banyak korban mengalami trauma saat mengetahui kejadian tersebut, terkadang beberapa dekade kemudian.

    Sebelumnya, asosiasi hak anak, La Voix de l’Enfant (Suara Anak), mengajukan pengaduan pada bulan April 2023 terhadap otoritas kehakiman dan kementerian kesehatan karena “membahayakan nyawa orang lain”. Kasus ini menggema dua bulan setelah warga negara Prancis Dominique Pelicot dihukum karena meminta bantuan puluhan orang asing untuk memperkosa istrinya yang sedang dibius, Gisele Pelicot, sebuah kasus yang menghebohkan dunia.

    (sef/sef)

  • Gadis SMA Dihabisi Kekasih dan 2 Rekannya, Women Crisis Center Jombang: Bentuk Femisida – Halaman all

    Gadis SMA Dihabisi Kekasih dan 2 Rekannya, Women Crisis Center Jombang: Bentuk Femisida – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JOMBANG – Kasus pembunuhan tragis menimpa PRA (18), seorang siswi kelas 3 SMA di Kabupaten Jombang. Korban ditemukan tewas mengambang di Sungai Kanal Turi Tunggorono, Dusun Peluk, Desa Pacarpeluk, Kecamatan Megaluh, Jombang, Selasa (11/2/2025).

    Korban diketahui keluar rumah pada Senin (10/2/2025) sekitar pukul 16.00 WIB, berpamitan kepada ayahnya untuk menemui seseorang dengan alasan bertransaksi COD (Cash on Delivery). 

    Sejak saat itu, korban tidak pernah kembali ke rumah hingga ditemukan dalam kondisi mengenaskan.

    Berdasarkan hasil autopsi, korban mengalami kekerasan seksual sebelum akhirnya dibunuh.

    Polisi telah menangkap tiga pelaku yakni AP (19), kekasih korban yang merupakan warga Sembung, Perak, Jombang; AT (18) dan LI (32), keduanya warga Kunjang, Kediri.

    Ketiga pelaku kini dijerat dengan Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana atau Pasal 339 dan 338 KUHP.

    Women Crisis Center (WCC) Jombang menegaskan bahwa insiden ini merupakan bentuk femisida, yaitu pembunuhan berbasis gender yang ekstrem.

    Direktur WCC Jombang, Ana Abdillah, menyoroti bahwa kejadian ini masuk dalam kategori femisida, yakni pembunuhan terhadap perempuan yang dilakukan atas dasar gender.

    “Femisida bisa terjadi dalam berbagai bentuk, seperti pembunuhan oleh pasangan intim, pembunuhan terkait kekerasan seksual, hingga pembunuhan demi kehormatan keluarga.

    Dalam kasus ini, korban tidak hanya dibunuh tetapi juga mengalami penyiksaan berlapis dan kejahatan seksual sebelum akhirnya dibuang ke sungai,” ujar Ana, Sabtu (15/2/2025).

    Kasus ini mencerminkan realitas masyarakat patriarki yang masih mengakar, di mana perempuan sering menjadi korban kekerasan berbasis gender tanpa perlindungan yang cukup.

    “Korban dibunuh bukan hanya karena motif ekonomi, tetapi juga karena anggapan bahwa perempuan bisa dikendalikan dan dimiliki oleh laki-laki. Ini adalah bentuk superioritas gender yang memicu agresi dan misogini,” tegasnya.

    WCC Jombang mendesak pemerintah untuk mengambil langkah konkret dalam menangani kasus femisida dan kekerasan berbasis gender.

    “Negara harus memberikan pemulihan bagi keluarga korban, memberdayakan masyarakat agar memahami hak kesehatan seksual dan reproduksi, serta mengedukasi tentang hubungan yang sehat.

    Ini bukan sekadar kasus kriminal biasa, tetapi bentuk nyata ketidakadilan terhadap perempuan yang harus segera diakhiri,” pungkas Ana.

    Kasus ini kembali menjadi pengingat bahwa kekerasan terhadap perempuan masih menjadi ancaman nyata.

    Perlindungan hukum yang lebih kuat, edukasi gender yang masif, serta dukungan bagi korban kekerasan harus menjadi prioritas agar tidak ada lagi nyawa perempuan yang direnggut hanya karena mereka adalah perempuan. (Tribun Jatim/Anggit Puji Widodo) 

     

  • Pelajar di Pringsewu Lampung Alami Trauma Usai Dicekoki Miras Lalu Diperkosa Pacarnya

    Pelajar di Pringsewu Lampung Alami Trauma Usai Dicekoki Miras Lalu Diperkosa Pacarnya

    Liputan6.com, Lampung – FA, 16 tahun, dicekoki minuman keras (miras) dan diperkosa oleh pacarnya, FDS, 22 tahun di sebuah rumah di Kabupaten Pringsewu, Lampung. Kasus kekerasan seksual itu dialami korban sejak Juli hingga November 2024 lalu.

    Plh Kasat Reskrim Polres Pringsewu, Ipda Candra Hirawan menerangkan bahwa kejadian ini membuat gadis malang yang masih duduk di bangku SMA itu trauma. 

    Kasus ini mulai terungkap setelah, sejumlah guru korban melihat adanya perubahan sikap pada FA. Korban biasanya dikenal ceria dan aktif, kini menjadi pendiam serta masygul.

    “Setelah dibujuk oleh keluarganya, korban akhirnya pun mengakui bahwa dirinya telah menjadi korban kekerasan seksual yang dilakukan oleh FDS,” kata Candra, Jumat (14/2/2025).

    Setelah mendengar pengakuannya, pihak sekolah pun memberitahu keluarga korban dan langsung melapor ke pihak kepolisian. 

    “Berdasarkan hasil penyelidikan, tim Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Pringsewu akhirnya berhasil meringkus FDS di rumahnya di Desa Podomoro, Pringsewu, pada Rabu (12/2/2025),” ungkap Candra.

    Dari hasil interogasi, perbuatan tercela itu dilakukan pelaku setelah korban tak sadarkan diri karena mabuk dicekoki miras.

    “Modusnya, pelaku mencekoki korban dengan minuman keras, setelah itu korban perkosa sambil direkam,” terangnya.

    Tak hanya sekali, korban disetubuhi oleh pelaku berkali-kali sejak Juli hingga November 2024. Korban tak berani melawan karena diancam video asusila mereka yang direkam oleh pelaku akan sebar luaskan. 

    Kini, pelaku telah ditahan dan ditetapkan sebagai tersangka oleh polisi. Atas perbuatannya pula, FDS terancam 15 tahun pidana penjara karena diduga telah melanggar UU perlindungan anak. 

  • Wanita Disabilitas Jadi Korban Penculikan dan Asusila di Sorong, Tak Berbusana Saat Ditemukan – Halaman all

    Wanita Disabilitas Jadi Korban Penculikan dan Asusila di Sorong, Tak Berbusana Saat Ditemukan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, SORONG – Wanita disabilitas menjadi korban penculikan dan tindak asusila di Kota Sorong, Papua Barat Daya.

    Korban UT (25) diketahui diculik pria berinisial H (30) di distrik Sorong Barat pada Minggu (9/2/2025) sekira pukul 10.30 WIB.

    Aksi pelaku menjemput korban pun terekam kamera CCTV.

    Mengetahui hal tersebut, keluarga pun melakukan upaya pencarian hingga akhirnya melapor ke polisi.

    Pencarian intensif dimulai pada Sabtu (15/2/2025) sekitar pukul 11.30 WIT.

    Tim kepolisian dibagi menjadi empat kelompok di bawah pimpinan Kasat Intel AKP Abdul Aziz, dengan instruksi langsung dari Kapolresta Sorong Kota. 

    Mereka menyusuri lereng bukit, menyisir aliran kali, hingga ke area terpencil di sekitar lokasi yang dicurigai.

    Usaha mereka membuahkan hasil.

    Pada pukul 12.28 WIT, korban ditemukan dalam kondisi memprihatinkan di semak-semak.

    Tubuhnya tertutup ranting pohon dan rerumputan tanpa sehelai pakaian pun menutupi dirinya.

    Korban ditemukan dalam keadaan lemah setelah tujuh hari menghilang. 

    Kondisi fisiknya menunjukkan tanda-tanda kelelahan dan trauma mendalam akibat kejadian yang dialaminya. 

    Setelah ditemukan, ia dievakuasi untuk mendapatkan perawatan medis dan pendampingan psikologis.

    Kapolresta Sorong Kota Kombes Happy Perdana Yudanto menegaskan, proses hukum kasus penculikan disertai dugaan tindak asusila tersebut masih diselidiki pihaknya.

    “Setelah korban ditemukan, saya perintahkan Satreskrim agar segera melaksanakan penyelidikan dan penyidikan kasus ini,” ujarnya kepada TribunSorong.com, Sabtu (15/2/2025).

    Happy menambahkan, tim medis RSUD Sele Be Solu juga akan melakukan visum terhadap korban yang hasilnya menjadi bukti bagi pihak kepolisian dalam memproses tindak pidana ini.

    Selain itu penyidik akan melengkapi beberapa alat bukti lainnya, sehingga kasus bisa segera tuntas.

    Menurut Happy, pelaku diancam hukuman Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). 

    “Saya jamin pelaku harus menerima hukuman maksimal,” katanya.

    Kabarnya polisi pun telah menangkap pelakunya..

    Penulis: Safwan 

  • Gadis SMA di Jombang Dirudapaksa hingga Tewas di Sungai, WCC Sebut Kekerasan Gender Paling Ekstrem

    Gadis SMA di Jombang Dirudapaksa hingga Tewas di Sungai, WCC Sebut Kekerasan Gender Paling Ekstrem

    Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Anggit Pujie Widodo

    TRIBUNJATIM.COM, JOMBANG – Women Crisis Center (WCC) Kabupaten Jombang tanggapi kasus siswi kelas 3 SMA, PRA (18) yang ditemukan tidak bernyawa di sungai Desa Pacarpeluk, Kecamatan Megaluh, Kabupaten Jombang. Sebut kejadian ini masuk kategori Femisida.

    Seperti diketahui, korban merupakan siswa kelas 3 SMA, yang sudah satu tahun ditinggal meninggal oleh sang ibu. Mulanya korban keluar rumah pada Senin (10/2/2025) sekitar pukul 16.00 WIB.

    la pamit kepada ayahnya menemui seseorang untuk membeli barang atau cash on delivery (COD). Namun tidak lagi kembali ke rumah hingga diketahui jika korban telah meninggal dunia.

    Hasil autopsi menunjukkan sebelum meninggal dunia korban sempat dianiaya dan diperkosa oleh para pelaku. Selanjutnya, korban yang sudah tak berdaya dibuang ke sungai. Sehingga korban meninggal akibat tenggelam.

    Pada Kamis (13/2/2025), polisi berhasil menangkap pelaku perkosaan dan pembunuhan yang diketahui adalah AP (19 tahun), warga Sembung, Perak, Jombang dia diketahui kekasih dari korban, AT (18 tahun) dan LI (32 tahun) asal Kunjang, Kediri.

    Kini ketiga pelaku dijerat dengan pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana atau pasal 339 atau pasal 338 KUHP.

    Menurut Direktur WCC Jombang, Ana Abdillah, kejadian ini masuk dalam kategori Femisida. Femisida ini merupakan penghilangan nyawa terhadap perempuan berbasis gender yang dapat terjadi dalam berbagai bentuk.

    “Termasuk pembunuhan oleh pasangan intim (intimate partner femicide), pembunuhan terkait kekerasan seksual, pembunuhan akibat eksploitasi seksual, hingga pembunuhan kehormatan keluarga,” ucapnya saat dikonfirmasi pada Sabtu (15/2/2025) melalui pesan seluler.

    Pihaknya menyebut jika PRA (18) adalah remaja korban femisida yang merupakan tingkat paling ekstrem kekerasan berbasis gender. Apa yang terjadi pada korban merupakan persoalan sistemik yang secara kultural masih mengakar kuat di sistem masyarakat patriarki.

    “Korban dibunuh karena dia perempuan yang didorong superioritas, dominasi dan hegemoni, agresi maupun misogini terhadap perempuan,” ungkapnya.

    Ana melanjutkan, korban femisida tidak hanya dirampas nyawanya melainkan mengalami penyiksaan berlapis dan sadis oleh pelaku.

    Femisida diketahui terjadi karena kepentingan pelaku yang merasa sebagai gender superior untuk mengontrol hidup dan tubuh korban yang dipandang mereka sebagai objek dan milik, bukan sebagai manusia yang berdaulat atas dirinya.

    “Jika mengutip direktori MA (2022), adapun motif yang biasa mendasari terjadinya Femisida adalah pertengkaran, cemburu, sakit hati, perselingkuhan, kecurigaan perselingkuhan dan faktor ekonomi,” bebernya.

    Lebih lanjut, motif ketiga pelaku dalam kasus ini diketahui adalah ekonomi dengan maksud merampas sepeda motor dan ponsel milik korban, disamping motif merebut kedaulatan tubuh korban.

    Apa yang harus dilakukan Negara? Ana menjelaskan jika negara dan elemen pemerintahan di bawahnya, Provinsi sampai Pemerintah Daerah bisa melakukan identifikasi dampak dan pulihkan keluarga korban femisida.

    “Pemberdayaan masyarakat untuk memahami hak kesehatan seksual dan reproduksi, melalui edukasi tentang hubungan yang sehat,” pungkasnya.

    Diberitakan sebelumnya, polisi amankan tiga pelaku pembunuhan PRA (18) gadis asal Desa Sebani, Kecamatan Sumobito, Kabupaten Jombang yang ditemukan tewas mengapung di Sungai Kanal Turi Tunggorono, Dusun Peluk, Desa Pacarpeluk, Kecamatan Megaluh, Kabupaten Jombang pada Selasa (11/2/2025) lalu.

    Ketiga pelaku ini adalah AP (18) warga Desa Sembung, Kecamatan Perak, Kabupaten Jombang sebagai pelaku utama. Lalu pelaku kedua adalah AT (18) dan pelaku ketiga yakni LI (32), keduanya merupakan warga Kecamatan Kunjang, Kabupaten Kediri, Jawa Timur.

    Ketiga pelaku ini ditangkap Satreskrim Polres Jombang di Kecamatan Kunjang, Kabupaten Kediri, Jawa Timur. Kasatreskrim Polres Jombang AKP Margono Suhendra mengatakan, dari ketiga pelaku, AP adalah pacar dari korban PRA

  • Mantan Dokter Bedah di Prancis Diadili Atas Pelecehan 299 Anak

    Mantan Dokter Bedah di Prancis Diadili Atas Pelecehan 299 Anak

    Paris

    Seorang mantan ahli bedah yang dituduh melakukan pelecehan terhadap ratusan pasien anak akan diadili bulan ini dalam persidangan kasus dugaan pelecehan anak terbesar dalam sejarah Prancis.

    Joel Le Scouarnec, 73 tahun, dituduh melakukan penyerangan atau pemerkosaan terhadap 299 anak antara 1989 dan 2014, sebagian besar di Brittany. Sejumlah pemerkosaan diduga dilakukan saat pasien-pasien tersebut berada di bawah pengaruh obat bius.

    Le Scouarnec telah mengakui beberapa tuduhan, meski tidak semuanya.

    Sidang di Vannes, Prancis barat laut, ini akan digelar menyusul penyelidikan kepolisian selama beberapa tahun.

    Laura dan Jerome, orang tua salah satu korban pemerkosaan dan pelecehan seksual oleh dokter bedah Joel Le Scouarnec menghadiri sidang di pengadilan di Saintes, Prancis barat, pada 13 Maret 2020 (Getty Images)

    Persidangan kasus ini kemungkinan akan memunculkan beberapa pertanyaan, antara lain apakah Le Scouarnec dilindungi oleh koleganya dan manajemen rumah sakit yang mempekerjakannya meskipun ada peringatan FBI kepada pihak berwenang Prancis bahwa ia telah membuka situs pelecehan anak.

    Namun setelah itu, dia hanya diberi hukuman percobaan.

    Beberapa kesempatan untuk menghentikan kontak mantan ahli bedah tersebut dengan anak-anak tampaknya telah terlewatkan atau ditolak.

    Sidang pertama Le Scouarnec pada 2020 berlangsung di tengah pandemi Covid-19 (Getty Images)

    Anggota keluarganya sendiri juga mengetahui aktivitas pedofilia Le Scouarnec tetapi gagal menghentikannya.

    “Sumpah kerahasiaan keluarga lah yang menyebabkan pelecehannya dapat berlanjut selama beberapa dekade,” kata seorang pengacara yang terlibat dalam kasus ini kepada BBC.

    Le Scouarnec, yang dulunya seorang ahli bedah kota kecil yang dihormati, telah dipenjara sejak 2017.

    Kala itu ia ditangkap karena dicurigai memperkosa keponakannya, yang sekarang berusia 30-an tahun, serta seorang gadis berusia enam tahun dan seorang pasien muda.

    BBC

    BBC News Indonesia hadir di WhatsApp.

    Jadilah yang pertama mendapatkan berita, investigasi dan liputan mendalam dari BBC News Indonesia, langsung di WhatsApp Anda.

    BBC

    Pada 2020 ia dijatuhi hukuman 15 tahun penjara.

    Setelah penangkapannya, polisi menggeledah rumahnya dan menemukan boneka seks berukuran anak-anak, lebih dari 300.000 gambar pelecehan anak, dan ribuan halaman buku harian yang disusun dengan cermat.

    Le Scouarnec diduga mencatat tiap kekerasan seksual yang ia lakukan terhadap pasien mudanya selama 25 tahun.

    Ia telah membantah menyerang atau memperkosa anak-anak, dengan alasan bahwa buku hariannya hanya merinci “fantasi”-nya.

    Baca juga:

    Namun, dalam beberapa kesempatan, ia juga menulis: “Saya seorang paedofil”.

    Le Scouarnec menghadapi lebih dari 100 dakwaan pemerkosaan dan lebih dari 150 dakwaan penyerangan seksual.

    Beberapa mantan pasiennya, yang semuanya sekarang dewasa, mengatakan mereka ingat sang ahli bedah menyentuh mereka dengan kedok pemeriksaan medis, terkadang bahkan ketika orang tua mereka atau dokter lain berada di ruangan.

    Tetapi sejumlah besar korban diduga berada di bawah pengaruh anestesi ketika dugaan penyerangan terjadi. Mereka tidak ingat kejadian tersebut dan terkejut dihubungi oleh polisi dan diberitahu nama mereka bersama dengan deskripsi pelecehan diduga muncul di buku harian Le Scouarnec.

    Buku harian Le Scouarnec (Getty Images)

    Le Scouarnec merasa “mahakuasa” dan menyukai perasaan “bermain dengan bahaya” melalui “tindakan yang terencana,” demikian harian Perancis Le Monde mengutip perintah pengadilan terhadap mantan ahli bedah tersebut.

    Beberapa dari terduga korban mengatakan bahwa pengungkapan yang meresahkan ini membantu mereka memahami gejala trauma yang tidak dapat dijelaskan yang telah membebani mereka sepanjang hidup mereka.

    Pengacara Francesca Satta yang mewakili beberapa terduga korban mengatakan kepada BBC bahwa di antara kliennya terdapat “keluarga dari dua pria yang ingat [apa yang dialami], dan yang akhirnya bunuh diri.”

    Francesca Satta, pengacara beberapa terduga korban Le Scouarnec, mengatakan bahwa Scouarnec, telah menikmati “impunitas” terlalu lama (Getty Images)

    Olivia Mons dari asosiasi France Victimes berbicara kepada banyak terduga korban dan mengatakan beberapa hanya memiliki ingatan yang kabur tentang kejadian yang mereka sebut “tak bisa diungkapkan dengan kata-kata”.

    Ketika kasus ahli bedah itu terungkap, “hal itu memberi mereka awal dari sebuah penjelasan,” kata Mons.

    Tetapi dia menambahkan bahwa sebagian besar terduga korban adalah orang-orang yang tidak memiliki ingatan tentang diperkosa atau diserang, dan yang menjalani kehidupan biasa sebelum polisi menghubungi mereka.

    “Saat ini, bisa dimengerti banyak dari orang-orang ini sangat terguncang,” kata Mons.

    Baca juga:

    Seorang perempuan mengatakan kepada media Prancis bahwa ketika polisi menunjukkan kepadanya sebuah catatan dengan namanya di buku harian Le Scouarnec, ingatan langsung membanjiri pikirannya.

    “Saya mengalami kilas balik seseorang yang datang ke kamar rumah sakit saya, mengangkat seprai, mengatakan dia akan memeriksa apakah semuanya berjalan dengan baik,” katanya.

    “Dia memperkosa saya.”

    Margaux Castex, seorang pengacara untuk salah satu terduga korban, mengatakan kepada BBC bahwa kliennya “trauma karena dia pernah memberikan kepercayaannya kepada seorang profesional medis, dan itu sulit untuk dihilangkan”.

    Suasana sidang Joel Le Scouarnec pada November 2020 silam (Getty Images)

    “Dia berharap dia tidak pernah diberitahu apa yang terjadi,” kata Castex.

    Perempuan lain bernama Marie kini seorang ibu rumah tangga yang menikah di usia 30-an tahun mengatakan bahwa polisi datang ke rumahnya dan mengungkapkan bahwa namanya muncul di buku harian seorang ahli bedah yang dituduh melakukan pelecehan anak.

    “Mereka membacakan apa yang telah dia tulis tentang saya dan saya ingin membacanya kembali sendiri tetapi itu tidak mungkin,” katanya kepada media France Bleu.

    “Dapatkah Anda membayangkan membaca pornografi hardcore dan mengetahui bahwa itu tentang Anda, sebagai seorang anak?”

    Marie mengatakan dia telah menemui spesialis kesehatan mental selama bertahun-tahun karena “masalah” yang dia alami terkait dengan pria, dan bahwa dokter bertanya-tanya apakah dia pernah mengalami trauma masa kecil.

    Baca juga:

    “Saya yakin ingatan saya melindungi saya dari itu. Tetapi pemeriksaan [polisi] membawa semuanya kembali ke permukaan foto-foto, sensasi, ingatan kembali kepada saya hari demi hari,” katanya.

    “Hari ini, saya merasakannya seolah-olah baru saja terjadi.”

    Marie menambahkan bahwa ketika dia diperlihatkan foto Le Scouarnec, “semuanya ingatan saya kembali… Saya ingat tatapan matanya yang dingin.”

    Dia bertanya-tanya bagaimana ahli bedah itu bisa melakukan dugaan kejahatannya tanpa diketahui begitu lama.

    Ini adalah pertanyaan menghantui yang pasti akan dieksplorasi panjang lebar selama persidangan.

    ‘Kesalahan institusional dan yudisial’

    Persidangan pertama mendengar klaim bahwa beberapa anggota keluarga Le Scouarnec telah mengetahui sejak pertengahan tahun 1980-an tentang perilaku mengganggunya terhadap anak-anak, tetapi tidak melakukan intervensi.

    Mantan istrinya membantah mengetahui apa yang suaminya dan ayah dari ketiga anak mereka diduga lakukan sampai ia ditangkap.

    Le Scouarnec profesional medis dan pecinta opera dan sastra telah lama menjadi kebanggaan keluarga kelas menengahnya.

    Dia adalah seorang praktisi medis kota kecil yang dihormati selama bertahun-tahun.

    Pengadilan di Saintes, Prancis barat, sebelum persidangan Joel Le Scouarnec pada 30 November 2020 (Getty Images)

    “Tingkat disfungsi yang sangat besar memungkinkan Le Scouarnec melakukan perbuatannya,” kata pengacara Frederic Benoist kepada BBC.

    Benoist mewakili kelompok advokasi perlindungan anak La Voix de L’Enfant yang menyoroti apa yang disebutnya “kesalahan institusional dan yudisial yang krusial” yang memungkinkan Le Scouarnec diduga terus melecehkan anak-anak selama beberapa dekade.

    Pada awal 2000-an, peringatan FBI kepada pihak berwenang Prancis bahwa Le Scouarnec telah mengakses situs pelecehan anak hanya menghasilkan hukuman percobaan empat bulan tanpa kewajiban untuk mengikuti perawatan medis atau psikologis.

    Getty Images

    Benoist mengatakan jaksa penuntut tidak pernah membagikan informasi ini dengan otoritas medis dan tidak ada konsekuensi bagi Le Scouarnec, yang terus bekerja sebagai ahli bedah, sering kali mengoperasi anak-anak dan menangani perawatan pasca operasi mereka.

    Ketika seorang kolega yang sudah mencurigai Le Scouarnec membaca tentang tuduhan terhadapnya di media lokal pada 2006, ia mendesak asosiasi medis regional untuk mengambil tindakan.

    Semua kecuali satu dokter yang abstain memilih Le Scouarnec tidak melanggar kode etik kedokteran, yang menyatakan bahwa dokter “harus dalam segala keadaan dapat dipercaya dan bertindak dengan integritas dan pengabdian pada tugas”.

    Baca juga:

    Tidak ada sanksi yang dikenakan.

    “Oleh karena itu, kami memiliki bukti bahwa semua kolega ini tahu, dan tidak ada satu pun dari mereka yang melakukan apa pun,” kata Benoist.

    “Ada banyak keadaan yang berarti dia bisa dihentikan; dia tidak dihentikan, dan konsekuensinya tragis.”

    BBC telah menghubungi baik asosiasi medis regional maupun jaksa penuntut untuk memberikan komentar.

    Le Scouarnec akhirnya ditangkap ketika korban berusia enam tahun itu memberi tahu orang tuanya bahwa pria tersebut telah menyerangnya.

    Saat itu, dia tinggal menyepi di sebuah rumah besar yang kumuh, dikelilingi oleh boneka berukuran anak-anak.

    Saat yang menentukan

    Driguez duduk berhadapan dengan Le Scouarnec dalam persidangan pada 2020 di kota Saintes, barat daya.

    “Jawabannya dingin dan penuh perhitungan,” katanya,

    “Dia sangat pintar, tetapi tidak menunjukkan empati sama sekali.”

    Persidangan mengungkap lebih banyak tuduhan pelecehan anak di dalam keluarga Le Scouarnec, kata Driguez.

    Namun mantan ahli bedah itu tidak pernah menunjukkan reaksi khusus dan sebagian besar melihat ke lantai.

    Pada satu titik, pengadilan diperlihatkan video-video cabul Le Scouarnec dan boneka-bonekanya.

    Delphine Driguez saat sidang Joel Le Scouarnec pada 13 Maret 2020 (Getty Images)

    “Semua orang menonton layar tetapi saya mengawasinya,” kata Driguez.

    “Sampai saat itu dia selalu menundukkan pandangannya. Tetapi pada saat itu, dia mendongak, menatap video dengan saksama. Matanya berbinar-binar.”

    Saat kota Vannes bersiap untuk menjadi tuan rumah persidangan, tiga ruang kuliah di bekas gedung universitas terdekat telah disediakan untuk menampung ratusan terduga korban, perwakilan hukum mereka dan keluarga.

    Persidangan dimulai pada 24 Februari dan dijadwalkan berlangsung hingga Juni.

    Apakah pers dan publik diizinkan masuk akan tergantung pada keputusan terduga korban melepaskan hak mereka atas persidangan tertutup.

    Baca juga:

    Banyak pengacara meyakini persidangan ini bisa menjadi saat perhitungan bagi pihak berwenang yang gagal mengambil tindakan terhadap Le Scouarnec, serta momen penting bagi para korban untuk menyuarakan trauma mereka.

    Satta mengatakan bahwa meskipun banyak orang yang terlibat dalam kasus ini tidak ingat apa yang terjadi pada mereka, mereka tetaplah korban.

    Dia menambahkan bahwa mantan ahli bedah itu telah menikmati “impunitas” terlalu lama.

    “Persidangan akan menjadi momen bagi para korban untuk berbicara,” kata Benoist.

    “Akan sangat buruk, di mata saya, jika diadakan di balik pintu tertutup.”

    (nvc/nvc)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Barang Bukti Penyekapan dan Pembunuhan Pria Bali oleh 3 Wanita Jadi Sorotan, Dianiaya Secara Sadis? – Halaman all

    Barang Bukti Penyekapan dan Pembunuhan Pria Bali oleh 3 Wanita Jadi Sorotan, Dianiaya Secara Sadis? – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, BALI – Seorang pria di Bali, I Pande Gede Putra Palguna (53), tewas setelah disekap dan dianiaya selama 13 hari oleh dua wanita. 

    Korban mengalami berbagai bentuk penyiksaan, termasuk rambutnya yang dibakar dan akibat luka-luka yang dideritanya, korban akhirnya meninggal dunia.

    Dalam kasus ini, polisi telah menetapkan tiga tersangka, yang semuanya merupakan wanita.

    Barang bukti yang ditemukan  tersangka menjadi sorotan karena menunjukkan penganiayaan secara sadis yang dilakukan ketiga tersangka.

    Bagaimana kisah lengkapnya.

    Polres Buleleng berhasil mengungkap kasus ini setelah menemukan mayat korban di kawasan hutan lindung Desa Pancasari, Kecamatan Sukasada, pada Senin, 3 Februari 2025, sekitar pukul 14.00 WITA.

    Karena korban ditemukan tanpa identitas, Unit Inafis Polres Buleleng melakukan analisis sidik jari untuk mengidentifikasi mayat tersebut.

    Hasilnya, korban diketahui bernama I Pande Gede Putra Palguna, seorang karyawan swasta berusia 53 tahun, lahir di Gianyar dan berdomisili di Bekasi, Jawa Barat.

    Setelah dilakukan pemeriksaan fisik, polisi menemukan tanda-tanda kekerasan pada tubuh korban, termasuk luka akibat ikatan di pergelangan tangan dan kaki, serta luka bakar di punggung dan kepala.

    Pengungkapan Pelaku dan Motif Pembunuhan

    Setelah penyelidikan intensif, polisi menangkap tiga wanita yang diduga sebagai pelaku utama yakni OSM alias Oky (38), warga Denpasar Selatan, karyawan swasta,  IOP alias Intan (38), warga Bojonegoro, karyawan swasta dan LY alias Leni (57), warga Dangin Puri Kaja, Denpasar, wiraswasta.

    Kapolres Buleleng, AKBP Ida Bagus Widwan Sutadi, mengungkapkan bahwa motif utama pembunuhan adalah utang dan dendam.

    Korban sebelumnya telah berjanji menjualkan hotel milik LY dan meminta biaya operasional hingga Rp 5,4 miliar namun, setelah menerima uang tersebut, korban menghilang dan tidak dapat dihubungi.

    LY kemudian meminta bantuan OSM dan IOP untuk mencari korban dan menagih uang tersebut.

    Saat ditemukan pada November 2024, korban masih belum bisa mengembalikan uang itu. Tersangka lalu memaksa korban membuat surat pernyataan mengenai utangnya.

    Pada pertengahan Januari 2025, OSM dan IOP menyadari bahwa korban terus berbohong soal pembayaran utang.

    Atas perintah LY, mereka kemudian melakukan penganiayaan yang menyebabkan korban tewas.

    Selain motif utang, korban diduga pernah membocorkan informasi kepada seorang wanita bahwa LY pernah melakukan tindakan kekerasan seksual terhadapnya, yang semakin memicu kemarahan para tersangka.

    Kronologi Penyiksaan hingga Pembuangan Mayat

    Penganiayaan terjadi di Denpasar sejak 20 Januari hingga 2 Februari 2025. Korban mengalami berbagai bentuk siksaan hingga akhirnya meninggal dunia.

    Setelah korban meninggal, OSM dan IOP memberi tahu LY.

    Ketiga tersangka lalu menyusun rencana membuang mayat korban di hutan lindung Desa Pancasari, Buleleng. Tersangka LY berperan menyediakan mobil sewaan untuk mengangkut mayat.

    Berdasarkan rekaman CCTV dan data GPS dari mobil sewaan, polisi berhasil melacak pergerakan tersangka hingga akhirnya menangkap mereka.

    Barang Bukti dan Ancaman Hukuman

    Dalam penyelidikan, polisi menyita beberapa barang bukti yang digunakan dalam penyiksaan, antara lain korek api gas (untuk membakar rambut korban), kaleng obat pembasmi serangga (untuk memukul kepala dan wajah), 
    sapu dan serok (untuk memukul tubuh).

    Kemudian kabel ties (untuk mengikat tangan dan kaki),  setrika (untuk membakar punggung korban).

    Ketiga tersangka dijerat dengan Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan dan Pasal 35 ayat 1 dan 3 juncto Pasal 55 KUHP, dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara. (Tribun Bali/Muhammad Fredey Mercury) 

     

  • Polisi Aceh Paksa Pacar Aborsi, Ipda YF Dijatuhi Sanksi Etik dan Jabatannya Dicopot

    Polisi Aceh Paksa Pacar Aborsi, Ipda YF Dijatuhi Sanksi Etik dan Jabatannya Dicopot

    Banda Aceh, Beritasatu.com – Propam Polda Aceh memberikan sanksi etik dan mencopot jabatan Ipda Yohananda Fajri alias Ipda YF dari perwira Samapta Polres Bireuen, karena memaksa pacarnya yang hamil melakukan aborsi.

    Kasus Ipda YF memaksa pacarnya berinisial VFA yang merupakan pramugari untuk aborsi atau menggugurkan kandungan hasil hubungan badan di luar nikah keduanya viral di media sosial.

    Ipda YF diduga memaksa pacar melakukan aborsi untuk menyelamatkan kariernya sebagai lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) 2023 yang pernah menjabat sebagai kanitopsnal Satreskrim Polres Bireuen.

    Ipda YF menjalani sidang etik di Bidang Propam Polda Aceh dan dijerat dengan Pasal 348 KUHP tentang Aborsi dan Pasal 60 Undang-Undang Kesehatan tentang Aborsi.

    Kabid Humas Kombes Joko Krisdiyanto dalam mengatakan Polda Aceh Ipda YF masih dalam proses pemeriksaan oleh Bidang Propam. Selain itu, Polda Aceh juga akan menindaklanjuti aspek hukum lainnya dengan tetap mempertimbangkan unsur keadilan bagi semua pihak yang terlibat.

    “Kepolisian berkomitmen dalam menegakkan hukum secara presisi,  profesional, melindungi hak-hak korban, serta memastikan bahwa setiap bentuk kekerasan seksual mendapatkan penanganan yang sesuai dengan prinsip keadilan dan transparansi,” ujarnya dalam keterangan diterima Beritasatu.com, Rabu (12/2/2025).

    Joko menegaskan kepolisian tidak akan mentoleransi pelanggaran hukum dan akan terus bekerja sama dengan berbagai pihak, termasuk Komisi III DPR RI, serta lembaga perlindungan perempuan dan anak, guna memastikan bahwa kasus ini diselesaikan secara adil dan transparan.

    Dalam rangka penyelesaian kasus ini, Polda Aceh telah melakukan proses mediasi antara pihak-pihak terkait untuk memberikan solusi yang terbaik bagi korban. Mediasi dilakukan dengan tetap memerhatikan kepentingan korban serta memastikan hak-haknya tetap dilindungi.

    Polda Aceh juga mengajak organisasi masyarakat sipil dan lembaga perlindungan perempuan untuk turut serta memberikan masukan terkait penanganan kasus serupa ke depan, sehingga mekanisme penyelesaian yang dilakukan benar-benar berorientasi pada pemulihan korban serta kepastian hukum bagi semua pihak.

    Joko menambahkan Polda Aceh akan terus memberikan informasi yang akurat dan bertanggung jawab mengenai perkembangan kasus Ipda YF memaksa pacar aborsi sebagai bentuk transparansi.

  • Siswi SMA di Grobogan Diperkosa dan Divideokan di Hotel, Polisi Tetapkan 4 Tersangka
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        12 Februari 2025

    Siswi SMA di Grobogan Diperkosa dan Divideokan di Hotel, Polisi Tetapkan 4 Tersangka Regional 12 Februari 2025

    Siswi SMA di Grobogan Diperkosa dan Divideokan di Hotel, Polisi Tetapkan 4 Tersangka
    Tim Redaksi
     
    GROBOGAN, KOMPAS.com
    – Satreskrim Polres Grobogan, Jawa Tengah menetapkan 4 remaja pria sebagai tersangka kasus
    pemerkosaan
    siswi SMA, NT (14).
    Sebelumnya pelajar kelas X asal Kecamatan Brati itu dilaporkan telah dirudapaksa beramai-ramai di salah satu kamar hotel di perkotaan Purwodadi.
    Perbuatan bejat itu pun divideokan oleh para pelaku.
    Kanit PPA Satreskrim Polres Grobogan, Ipda Yusuf Al Hakim mengatakan, keempat tersangka yakni R (16), A (16), P (15) dan N (16), warga Kecamatan Sukolilo, Pati.
    Tiga dari empat tersangka diketahui merupakan teman satu sekolah korban di SMA swasta di Grobogan.
    Menurut Yusuf, penyelesaian perkara keempat anak yang berkonflik dengan hukum ini akan diproses merujuk Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA).
    “Keempatnya sudah kami tetapkan tersangka tentunya sesuai mekanisme beracara karena tersangka adalah anak di bawah umur,” kata Yusuf saat dihubungi, Rabu (12/2/2025).
    Kasus pemerkosaan ini dilaporkan pada 18 November lalu hingga kemudian penyidik Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Grobogan memeriksa 12 saksi. 
    Dari enam remaja pria yang dilaporkan oleh kuasa hukum korban , penyidik Unit PPA Satreskrim Polres Grobogan akhirnya menetapkan empat tersangka.
    Penetapan keempat tersangka ini, kata Yusuf, sudah berdasarkan dua alat bukti sesuai Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP).
    Tersangka dijerat pasal sesuai Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak serta Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
    “Sesuai hasil penyidikan dan gelar perkara, penetapan tersangka hanya 4 orang. Pengungkapan ini melalui petunjuk CCTV di hotel, tempat kejadian perkara dan keterangan saksi-saksi,” ujar Yusuf.
    Kasi Humas Polres Grobogan, AKP Danang Esanto, menambahkan, berkas perkara kasus pemerkosaan terhadap NT untuk tahap 1 telah dilimpahkan ke Kejari Grobogan pada Senin (10/2/2025). 
    “Proses hukum berjalan sesuai dengan prosedur yang berlaku. Untuk berkas perkara sudah diserahkan JPU untuk diteliti. Kami memastikan bahwa hak-hak semua pihak tetap dilindungi selama proses berlangsung,”
    Danang berujar penanganan kasus yang melibatkan Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) dilakukan dengan serius, transparan, dan berhati-hati.
    “Sebagai bagian dari komitmen dalam menangani kasus ini, kami telah mengambil berbagai langkah hukum dan pendampingan. Di antaranya mengajukan permohonan asesmen ke Swatantra Grobogan, mengajukan penelitian sosial melalui pekerja sosial Kementerian Sosial,” tutur Danang.
    Diperkosa dan direkam
    Untuk diketahui, NT siswi SMA di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah mengalami trauma berat setelah diduga diperkosa beramai-ramai di salah satu kamar hotel di perkotaan Purwodadi. Gadis berusia 14 tahun itu dilaporkan menjadi korban kekerasan seksual oleh sejumlah remaja pria.
    “Pelakunya diduga ada enam orang atau bahkan lebih. Usia para pelaku sekitar 16-17 tahunan dan semuanya warga Sukolilo, Pati,” kata Kuasa hukum korban, Endang Kusumawati saat dihubungi melalui ponsel, Jumat (22/11/2024).
    Menurut Endang, insiden memilukan yang merenggut keperawanan warga Grobogan itu berlangsung pada pertengahan Oktober lalu.
    Siang nahas itu, korban diajak bertemu oleh salah seorang terduga pelaku yang sudah lama mengenalnya. Korban selanjutnya dijemput dengan mengendarai sepeda motor.
    Bujuk rayunya, korban hendak ditraktir makan namun belakangan korban justru dipaksa masuk ke kamar hotel yang sudah disewa terduga pelaku. Celaka, beberapa saat kemudian terduga pelaku lainnya mulai berdatangan.
    “Nah, di kamar hotel itu korban dicekoki minuman keras yang diduga sudah dicampuri obat tidur,” ujar Endang.
    Korban yang sudah tak berdaya akibat pengaruh miras oplosan itu lantas ditelanjangi dan digilir secara bergantian oleh para terduga pelaku. Ironis, perbuatan biadab itu bahkan direkam beberapa remaja pria itu menggunakan kamera smartphone.
    Menjelang Subuh, korban yang syok dan meringis kesakitan langsung diantarkan pulang oleh terduga pelaku utama.
    “Korban diancam akan dibunuh jika melaporkan,” ungkap Endang.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.