Kasus: kekerasan seksual

  • Pemuda Gempol Pelaku Persetubuhan Anak Tertangkap, Korban Positif Hamil

    Pemuda Gempol Pelaku Persetubuhan Anak Tertangkap, Korban Positif Hamil

    Pasuruan (beritajatim.com) – Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Pasuruan berhasil mengungkap kasus persetubuhan terhadap anak di bawah umur di wilayah Kecamatan Gempol. Kasus ini terungkap setelah pihak keluarga korban melapor karena menemukan kejanggalan pada kondisi fisik anaknya.

    Korban berinisial Bunga (16) diketahui mengalami kehamilan setelah menjalani pemeriksaan medis di salah satu klinik setempat. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa korban tengah mengandung janin berusia sekitar tiga bulan.

    Kecurigaan keluarga bermula saat korban mengeluh sakit di bagian punggung dan tampak sering murung. Setelah ditanya lebih lanjut, korban akhirnya mengaku telah berulang kali disetubuhi oleh pelaku MBS (21).

    Kasat Reskrim Polres Pasuruan, AKP Adimas Firmansyah, mengatakan bahwa pelaku dan korban sudah menjalin hubungan sejak tahun 2024. “Tersangka MBS mengakui perbuatannya setelah kami lakukan pemeriksaan intensif,” ujarnya, Jumat (7/11/2025).

    Menurut AKP Adimas, penetapan MBS sebagai tersangka dilakukan setelah hasil gelar perkara menunjukkan adanya dua alat bukti yang sah. Barang bukti berupa hasil visum dan keterangan saksi turut memperkuat dugaan tindak pidana tersebut.

    “Tersangka resmi kami tetapkan sebagai pelaku tindak pidana persetubuhan terhadap anak di bawah umur, dan saat ini sudah kami tahan,” jelasnya. Polisi juga telah berkoordinasi dengan Jaksa Penuntut Umum untuk proses hukum selanjutnya.

    Kasus ini menambah daftar panjang kejahatan seksual terhadap anak di wilayah Kabupaten Pasuruan. Pihak kepolisian menegaskan akan terus memperkuat pengawasan dan penegakan hukum terhadap kasus serupa.

    AKP Adimas menambahkan, pelaku dijerat dengan Pasal 81 ayat (1) jo Pasal 76D Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. “Ancaman hukuman maksimal untuk pelaku adalah 15 tahun penjara,” tegasnya.

    Polres Pasuruan juga mengimbau masyarakat untuk lebih waspada terhadap pergaulan remaja dan tidak menutup mata jika menemukan tanda-tanda kekerasan seksual. Langkah cepat dari masyarakat dapat membantu mencegah terjadinya korban berikutnya.

    “Kami mengajak seluruh pihak berperan aktif dalam perlindungan anak. Jangan ragu melapor jika mengetahui adanya kekerasan atau pelecehan terhadap anak,” tutup Adimas. (ada/but)

  • Bejat Perangkat Desa di Kendal Cabuli Wanita Difabel hingga Hamil 5 Bulan

    Bejat Perangkat Desa di Kendal Cabuli Wanita Difabel hingga Hamil 5 Bulan

    Kendal

    Seorang modin atau perangkat desa berinisial S (46) di Kecamatan Patean, Kendal, ditangkap Polres Kendal karena mencabuli seorang wanita penyandang disabilitas. Akibat perbuatan pelaku, korban hamil lima bulan.

    “Tersangka kami amankan di rumahnya setelah mencabuli korban yang merupakan penyandang disabilitas hingga hamil lima bulan. Setelah ada laporan dari korban, kami langsung tindak lanjuti,” kata Kasat Reskrim Polres Kendal, AKP Bondan Wicaksono, dilansir detikJateng, Jumat (7/11/2025).

    Peristiwa tersebut terjadi pada Kamis (22/5) pukul 22.00 WIB di kamar korban. Kejadian berawal saat tersangka mengantar roti donat ke rumah korban yang saat itu sedang dalam kondisi sepi.

    “Roti diberikan kepada korban, lalu tersangka mengajak korban masuk ke dalam kamar korban. Di situlah korban dicabuli tersangka,” ungkapnya.

    Atas perbuatannya, tersangka dijerat Pasal 6 huruf c Jo Pasal 15 ayat (1) huruf h Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Tersangka terancam hukuman 12 tahun penjara.

    (wnv/wnv)

  • Dokter Priguna Divonis 11 Tahun Penjara, Terbukti Lakukan Kekerasan Seksual ke Pasien RSHS Bandung

    Dokter Priguna Divonis 11 Tahun Penjara, Terbukti Lakukan Kekerasan Seksual ke Pasien RSHS Bandung

    Liputan6.com, Jakarta Terdakwa kasus tindak pidana kekerasan seksual (TPKS) dokter residen Priguna Anugerah Pratama divonis 11 tahun penjara dan denda Rp 100 juta oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Bandung. Hakim menilai terdakwa telah terbukti melakukan TPKS terhadap korbannya di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.

    Vonis dibacakan langsung oleh Ketua Majelis Hakim Lingga Setiawan dengan didampingi dua anggota yaitu, Sri Senaningsih dan juga Zulfikar Siregar. Sementara Priguna tertunduk di kursi pesakitan dengan mengenakan kemeja putih, celana hitam, mendengarkan putusan hakim.

    “Mengadili, menyatakan, saudara Priguna telah terbukti secara sah dan menyakinkan telah melakukan pidana kekerasan seksual. Menjatuhkan pidana selama 11 tahun dan denda Rp 100 juta, dengan ketentuan bila tidak bisa membayarkannya diganti dengan hukuman penjara tiga bulan,” kata Hakim Ketua sekaligus Ketua PN Bandung Lingga Setiawan, Rabu (5/11/2025).

    Selain pidana pokok, jaksa juga menuntut terdakwa membayar restitusi atau uang ganti rugi kepada ketiga korban dengan total Rp 137 juta lebih. Adapun total korban dari kasus ini ada sebanyak tiga orang dengan rincian korban FH senilai Rp 79.429.000, Rp 49.810.000 untuk korban NK, dan sebesar Rp 8.640.000 untuk korban FPA.

    Pidana tambahan ini dibebankan kepada terdakwa berdasarkan perhitungan LPSK dengan Nomor: R-3632/4.1.IP/LPSK/06/2025 tanggal 18 Juni 2025. Hakim pun mengabulkan tuntutan tersebut dengan membebankan restitusi kepada terdakwa.

    “Sehingga total restitusi yang perlu dibayarkan adalah Rp 137.879.000, (seratus tiga puluh tujuh juta delapan ratus tujuh puluh sembilan ribu rupiah),” kata Lingga.

    Kuasa Hukum Priguna Anugerah Pratama, Aldi Rangga mengaku pihaknya akan melakukan pikir-pikir dengan diberikan waktu selama sepekan terkait putusan ini. Meski sempat mengajukan fakta-fakta yang meringankan terdakwa saat pledoi, namun dia kembalikan keputusan kepada hakim.

    “Terkait putusan kami menilai masih kurang tepat. Tapi, apapun itu harus dihargai dan hormati. Dalam pleidoi, kami sempat sampaikan beberapa fakta hukum yang kami anggap dapat meringankan terdakwa. Namun, soal putusan kembali lagi ke hakim,” kata Aldi.

    Sebelumnya, jaksa menuntut Priguna dengan 11 tahun penjara sesuai dengan Pasal 6 huruf c Juncto Pasal 15 ayat (1) huruf b, huruf e dan huruf j Juncto Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

    “Terdakwa PAP (dituntut) selama 11 tahun dikurangi dengan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa dengan perintah agar tetap ditahan, dan denda Sebesar Rp100 juta, dengan ketentuan apabila dengan tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana penjara selama enam bulan,” ujar Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, Sri Nurcahyawijaya, beberapa waktu lalu.

    Jaksa penuntut memberikan pidana tambahan yang mana Priguna diminta untuk membayar restitusi berdasarkan perhitungan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dengan Nomor: R-3632/4.1.IP/LPSK/06/2025 tanggal 18 Juni 2025 total keseluruhan sebesar Rp 137.879.000.

    Restitusi ini nantinya diberikan kepada para korban tiga orang korban, pertama Rp 79.429.000, korban kedua Rp 49.810.000, dan korban ketiga Rp 8.640.000.

    “Apabila restitusi tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana penjara selama enam bulan,” ucap Cahya.

  • Horor Pemerkosaan Massal di Sudan yang Kini Dikuasai Paramiliter

    Horor Pemerkosaan Massal di Sudan yang Kini Dikuasai Paramiliter

    Khartoum

    Amira, seorang ibu asal Sudan, terbangun setiap hari dengan gemetar, dihantui oleh pemandangan pemerkosaan massal yang disaksikannya saat melarikan diri dari El-Fasher setelah kota itu dikuasai pasukan paramiliter.

    Setelah pengepungan selama 18 bulan yang diwarnai kelaparan dan pengeboman, El-Fasher yang merupakan benteng terakhir militer Sudan di wilayah Darfur bagian barat, jatuh ke tangan paramiliter Rapid Support Forces (RSF) pada 26 Oktober lalu. Militer Sudan dan RSF terlibat perang sejak April 2023.

    Sejak saat itu, seperti dilansir AFP, Rabu (5/11/2025), muncul laporan tentang pembunuhan massal, kekerasan seksual, serangan terhadap pekerja kemanusiaan, penjarahan, dan penculikan di kota El-Fasher yang sebagian besar komunikasinya terputus.

    “Pemerkosaan itu merupakan pemerkosaan bergiliran. Pemerkosaan massal di depan umum, pemerkosaan di depan semua orang, dan tidak ada yang bisa menghentikannya,” tutur Amira yang berbicara dari tempat penampungan sementara di Tawila, sekitar 70 kilometer di sebelah barat El-Fasher.

    Amira yang merupakan ibu empat anak ini berbicara dalam sebuah webinar yang diselenggarakan kelompok kampanye Avaaz bersama beberapa penyintas kekerasan baru-baru ini.

    Di Korma, desa berjarak 40 kilometer sebelah barat laut El-Fasher, Amira menuturkan dirinya ditahan selama dua hari karena tidak mampu membayar para petempur RSF untuk perjalanan yang aman. Bagi mereka yang tidak mampu membayar, sebut Amira, tidak akan mendapatkan makanan, air minum dan hak untuk pergi, dengan penyerangan massal terjadi di malam hari.

    “Anda akan tertidur dan mereka akan datang dan memperkosa Anda,” tuturnya.

    “Saya melihat dengan mata kepala saya sendiri, orang-orang yang tidak mampu membayar, dan para petempur mengambil anak perempuan mereka sebagai gantinya. Mereka mengatakan, ‘Karena Anda tidak mampu membayar, kami akan mengambil anak-anak perempuan Anda’. Jika Anda memiliki anak perempuan yang masih kecil, mereka akan segera mengambilnya,” ucap Amira.

    Menteri negara untuk kesejahteraan sosial Sudan, Sulimah Ishaq, mengatakan kepada AFP bahwa sedikitnya 300 perempuan tewas pada harinya jatuhnya El-Fasher ke tangan RSF. “Beberapa di antaranya setelah mengalami kekerasan seksual,” ucapnya.

    General Coordination for Displaced People and Refugees di Darfur, sebuah kelompok kemanusiaan independen, melaporkan sebanyak 150 kasus kekerasan seksual sejak jatuhnya El-Fasher hingga 1 November.

    “Beberapa insiden terjadi di El-Fasher dan yang lainnya terjadi selama perjalanan ke Tawila,” kata juru bicara organisasi tersebut, Adam Rojal.

    Pekan lalu, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengonfirmasi laporan mengkhawatirkan yang menyebut 25 perempuan diperkosa bergiliran ketika pasukan RSF memasuki tempat penampungan pengungsi di dekat Universitas El-Fasher.

    Juru bicara kantor HAM PBB, Seif Magango, menyebut bahwa pemerkosaan itu dilakukan “di bawah todongan senjata api”.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Sosok Bripka Rissa, ‘Bunda Polisi’ bagi Anak Korban Kekerasan di Samarinda

    Sosok Bripka Rissa, ‘Bunda Polisi’ bagi Anak Korban Kekerasan di Samarinda

    Jakarta

    Bripka Rissa Melawati konsisten selama tujuh tahun menangani kasus perempuan, anak dan kelompok rentan di Samarinda. Pendekatan humanis yang dia gunakan membuat korban mengenal Rissa sebagai ‘bunda’, bukan sebagai penyidik.

    Rissa menceritakan mengenai tugasnya sebagai Banum Unitdik VI Satreskrim Polrestas Samarinda, Kalimantan Timur saat berbincang dengan detikcom beberapa waktu lalu. Sejak 2018, dia sudah menangani sekitar 100 kasus.

    Sebelum itu, Rissa juga pernah ditempatkan di satuan reserse narkoba, satuan lalu lintas hingga Binmas.

    Begitu ditempatkan di Unit PPA, Rissa menangani salah satu kasus yang cukup menyita perhatian yaitu anak usia tiga tahun yang menjadi korban kekerasan seksual. Dalam penanganan itu, Rissa memposisikan dirinya sebagai anak sehingga bisa merasakan kondisi korban, bukan sebagai penyidik.

    “Kita waktu melakukan pemeriksaannya butuh ekstra kesabaran makanya saya bilang kita harus seperti dia, kita nggak bisa memaksa. Dia mau tidur, kita nggak bisa memaksa, dia mau makan, makan. Apa keinginan makannya kita harus turuti sampai dengan itu,” kata Rissa yang diusulkan Polda Kaltim dalam program Hoegeng Corner 2025.

    “Sampai sekarang pun sering main ke kantor, dia kalau bilang ke teman-temannya, saya punya bunda polisi, bunda saya polwan,” kata Rissa.

    Adapun kasus terbaru yang ditangani Rissa yaitu kasus anak kelas 3 SD yang dijual ibu kandungnya dan juga diperkosa oleh ayah tirinya. Awalnya Polres menerima laporan dari korban yang ditemani oleh wali murid dan Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak (TRC PPA) Kaltim.

    Akhirnya Rissa mengajak korban untuk pergi berkeliling naik motor untuk menghilangkan rasa traumanya. Rissa menanyakan kepada korban mengenai kebutuhan dan hal-hal yang menjadi kesukaannya.

    “Setelah dia traumanya hilang, kita bawa ke kantor untuk dilakukan pemeriksaan lagi, itu jam 10 kita lakukan visum malam itu juga,” ujar Rissa.

    Setelah melalui proses tersebut, polisi bergerak cepat dengan mengamankan ayah tiri korban. Saat ini kasus tersebut masih dalam tahap pemberkasan, sedangkan anaknya dititipkan di rumah aman.

    “Kalau untuk pendekatan ke korban, kami perempuan, kami pernah jadi anak-anak, saya seorang ibu punya anak. Saya posisikan diri saya sebagai mereka, murni bukan dibuat-dibuat,” imbuh Rissa.

    Selain dua kasus tersebut, banyak kasus lain yang juga ditangani Rissa termasuk kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Perkara yang ditangani mayoritas lanjut ke persidangan.

    “Kalau untuk KDRT dia delik aduan, terkadang kita sudah tahan tapi dari istri dia minta dimediasikan akhirnya kita lakukan RJ, tidak sampai ke kejaksaan atau persidangan. Sedangkan untuk perkara anak, itu persetubuhan pencabulan rata-rata kita sampai ke persidangan,” imbuhnya.

    Tidak hanya dari sisi penindakan, Rissa juga bergerak aktif dari sisi pencegahan. Dia kerap terlibat dalam penyuluhan terkait anti-bullying, siber, hingga seks bebas ke sekolah-sekolah di Samarinda.

    (knv/aud)

  • Kasus Balita Korban Pelecehan di Sukabumi, Cerita Ibu Hadapi Intimidasi dan Tekanan Sosial

    Kasus Balita Korban Pelecehan di Sukabumi, Cerita Ibu Hadapi Intimidasi dan Tekanan Sosial

    Liputan6.com, Jakarta Kehidupan SH (31) dan keluarganya di Desa Muara Dua, Kecamatan Kadudampit, Kabupaten Sukabumi, berubah drastis sejak kasus dugaan kekerasan seksual terhadap putrinya yang berusia 4 tahun (berita sebelumnya ditulis 5 tahun) mencuat.  

    Keluarga ini harus berjuang bukan hanya dengan luka psikologis sang anak, tetapi juga menghadapi tekanan sosial dan intimidasi.

    Di rumah sederhana miliknya, SH tampak menahan air mata dan amarah. Sang ibu menceritakan perubahan hidup yang dialami sejak kasus ini bergulir.

    Intimidasi dialami keluarga ini. Akses jalan menuju rumah mereka dirusak dan dipagari oleh keluarga pelaku, SI (19). Pemagaran terjadi sesaat setelah pelaku ditangkap.

    “Jadi setelah pelaku (SI berusia 19 tahun) ditangkap malamnya, paginya itu masih bisa lewat. Suami antar saya ke rumah saudara tapi pas suami pulang, jalannya sudah rusak. Dipagar,” ungkap SH, pada Selasa (4/11/2025). 

    SH menyebut pagar bambu dibuat oleh ibu pelaku dibantu beberapa tetangga. Pagar tersebut berdiri tegak, memutus akses keluar-masuk.

    “Suami saya lihat sendiri. (Jalan) dihalangi pakai bambu. Tadinya bisa lewat, eh udah ditutup lagi. Suami cuma bisa lihat saja diam,” ceritanya.

    Bagi SH, jalan itu adalah penyambung hidup sehari-hari yang dilalui untuk mengantar jajanan ke warung. Kini, ia terpaksa berjalan kaki untuk beraktivitas.

    “Kadang kalau saya butuh keluar, ya jalan kaki saja, dulu motor bisa dibawa ke sini. Pernah juga sempat dibongkar, tapi besoknya dipasang lagi,” katanya lirih.

  • Marbot Masjid di Gresik Terancam 15 Tahun Penjara atas Dugaan Pencabulan Anak di Bawah Umur

    Marbot Masjid di Gresik Terancam 15 Tahun Penjara atas Dugaan Pencabulan Anak di Bawah Umur

    Gresik (beritajatim.com) – Tersangka berinisial NH (66) warga Sawahan Kota Surabaya yang sehari-hari sebagai marbot masjid di wilayah Kecamatan Driyorejo Gresik, terancam dihukum 15 tahun penjara usai diduga mencabuli anak di bawah umur.

    Dengan mengenakan rompi berwarna oranye, NH menjalani pemeriksaan di ruang Satreskrim Polres Gresik, sebelum akhirnya dijebloskan ke penjara.

    Kasus pencabulan ini bermula ketika seorang anak berusia 7 tahun sedang bermain di dalam masjid usai salat isya pada 27 Oktober 2025.

    Tanpa disangka, pelaku NH, tiba-tiba mendatangi korban lalu melakukan perbuatan tidak senonoh. Korban yang ketakutan langsung berlari keluar masjid sambil menangis. Selanjutnya, melaporkan kejadian ini ke kedua orang tuanya.

    Mendengar pengakuan anaknya, orang tua korban bersama ketua paguyuban masjid melakukan pengecekan rekaman kamera CCTV. Dari hasil rekaman, pelaku dengan jelas melakukan pencabulan. Tanpa berpikir panjang, orang tua korban melaporkan peristiwa ini ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Gresik.

    “Tersangka sudah kami amankan tanggal 28 Oktober 2025 lalu bersama barang buktinya,” ujar Kasatreskrim Polres Gresik AKP Abid Uais Al-Qarni Aziz, Selasa (4/11/2025).

    Perwira pertama Polri ini menuturkan, pihaknya bertindak tegas terhadap pelaku kekerasan seksual terhadap anak. Dirinya juga memastikan korban akan mendapat pendampingan psikologis.

    Atas perbuatannya ini, tersangka dijerat dengan Pasal 82 Ayat (1) Undang-Undang nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak juncto Pasal 76E Undang-Undang nomor 35 Tahun 2014, dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara. [dny/kun]

  • Sering Ditolak Istri, Petani Lampung Perkosa Anak Tirinya hingga Hamil

    Sering Ditolak Istri, Petani Lampung Perkosa Anak Tirinya hingga Hamil

    Liputan6.com, Lampung – Seorang pria berinisial S (37), warga Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Pringsewu, Lampung, ditangkap polisi setelah diduga memperkosa anak tirinya yang masih duduk di bangku SMA hingga hamil.

    Polisi mengungkap, perbuatan keji itu dilakukan pelaku karena sakit hati terhadap istrinya.

    Kapolres Pringsewu AKBP M. Yunnus Saputra mengatakan, pelaku yang sehari-hari bekerja sebagai buruh tani itu ditangkap di rumahnya pada Jumat, 31 Oktober 2025, setelah laporan diterima dari ibu korban.

    “Pelaku kami amankan tanpa perlawanan,” kata Yunnus, Selasa (4/11).

    Kasus itu bermula dari pemeriksaan kesehatan rutin di sekolah tempat korban menempuh pendidikan. Hasil tes kehamilan menunjukkan korban positif hamil. Setelah dilakukan pemeriksaan lanjutan di puskesmas, usia kandungan korban diketahui sekitar tujuh minggu.

    Pihak sekolah lalu memanggil ibu korban untuk memastikan hasil tersebut.

    Di hadapan ibunya, korban akhirnya mengaku telah menjadi korban kekerasan seksual oleh sang ayah tiri sejak 2023. Kejadian terakhir, kata korban, terjadi pada September 2025.

    Selama ini, korban memilih diam karena diancam pelaku agar tidak menceritakan hal itu kepada siapa pun.

     

  • ICRC Desak Pemimpin Dunia Hentikan Pembantaian di Sudan

    ICRC Desak Pemimpin Dunia Hentikan Pembantaian di Sudan

    JAKARTA – Presiden Komite Internasional Palang Merah (ICRC) mendesak para pemimpin dunia untuk melakukan langkah penting mengakhiri pembantaian warga sipil di Sudan. Situasi di El-Fasher dan wilayah lain digambarkan sebagai “bencana kemanusiaan”.

    “Pelanggaran aturan perang yang mengerikan yang kita saksikan di Sudan tidak dapat dibenarkan,” kata Mirjana Spoljaric dalam pernyataan dilansir ANTARA dari Anadolu, Sabtu, 1 November.

    “Tidak boleh ada pasien yang terbunuh di rumah sakit, dan tidak boleh ada warga sipil yang ditembak saat mencoba melarikan diri dari rumah mereka,” sambung Spoljaric.

    “Serangan mengerikan ini harus dihentikan dan hukum humaniter internasional harus dihormati,” desaknya.

    Dia mengatakan warga sipil menghadapi serangan membabi buta, kekerasan seksual yang merajalela dan penghancuran yang disengaja terhadap layanan-layanan penting.

    Sementara rumah sakit dan pusat-pusat kesehatan “yang dulu didedikasikan untuk menyelamatkan nyawa telah menjadi tempat kematian dan kehancuran.”

    Spoljaric mengatakan ICRC telah berulangkali memperingatkan pihak berperang untuk menghormati hukum humaniter internasional, namun pelanggaran terus dilakukan tanpa hukuman.

    Presiden ICRC itu juga mengutuk serangan baru-baru ini terhadap pekerja kemanusiaan, dengan menyatakan “minggu ini saja di Kordofan Utara, lima rekan kami dari Bulan Sabit Merah Sudan terbunuh.”

    “Para pemimpin kini harus menunjukkan keberanian politik untuk menghentikan pembunuhan,” ujarnya.

    Dia menekankan semua negara memiliki kewajiban untuk menegakkan hukum humaniter internasional dan memastikan negara lain melakukan hal yang sama.

    “Kehidupan di Sudan kini bergantung pada tindakan yang kuat dan tegas untuk menghentikan kekejaman ini. Dunia tidak bisa tinggal diam sementara warga sipil dilucuti dari rasa aman dan martabat mereka,” pungkasnya.

    Secara terpisah, Direktur Eksekutif Program Pangan Dunia (WFP) Cindy McCain juga menyuarakan keprihatinan atas “kekerasan yang menghancurkan” di El-Fasher.

    “Banyak keluarga berlarian menyelamatkan diri, kelaparan dan kelelahan. Serangan brutal ini harus diakhiri. Sekarang juga,” ujar McCain di platform media sosial AS, X.

    Ia menggarisbawahi organisasi PBB harus diizinkan untuk “beroperasi dengan independensi dan netralitas penuh — dan berdiri bersama rakyat Sudan di saat mereka sangat membutuhkan.”

    Sudan telah dilanda perang saudara antara tentara dan Pasukan Dukungan Cepat (RSF) paramiliter sejak April 2023, yang menyebabkan ribuan kematian dan jutaan orang mengungsi.

    El-Fasher, ibu kota negara bagian Darfur Utara, jatuh di bawah kendali RSF pada hari Minggu setelah berbulan-bulan dikepung. Kelompok hak asasi manusia menuduh RSF melakukan pembunuhan massal, menahan orang dan menyerang rumah sakit

  • Menkomdigi Ajak Orangtua Lindungi Anak dari Ancaman Dunia Digital Lewat Microsite PP Tunas

    Menkomdigi Ajak Orangtua Lindungi Anak dari Ancaman Dunia Digital Lewat Microsite PP Tunas

    Menkomdigi Ajak Orangtua Lindungi Anak dari Ancaman Dunia Digital Lewat Microsite PP Tunas
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid mengajak para orang tua, khususnya para ibu, untuk aktif berpartisipasi dalam melindungi anak-anak dari ancaman dunia digital melalui microsite PP Tunas, sebuah platform edukasi dan berbagi pengalaman terkait perlindungan anak di ruang digital.
    Meutya menjelaskan bahwa microsite tersebut merupakan bagian dari implementasi Peraturan Pemerintah tentang Tata Kelola dan Perlindungan Anak di Ruang Digital (PP Tunas) yang telah diterbitkan oleh pemerintah.
    “Ini tertuliskan dalam PP Tunas, di mana microsite ini nanti menjadi wadah pengetahuan bagi para bunda-bunda untuk mengerti bagaimana membawa anaknya di era digital,” ujar Meutya di Jakarta, Sabtu (1/11/2025).
    Menurutnya, platform ini tidak hanya akan diisi oleh konten resmi dari pemerintah, tetapi juga menjadi ruang berbagi pengalaman dan tips dari para orang tua.
    “Kita harapkan microsite ini nanti diisi oleh sharing pengalaman dari bunda-bunda, tips-tips parenting, dan juga dari para pakar yang akan mengisi konten-konten di sana,” katanya.
    Microsite PP Tunas nantinya akan memuat panduan terkait aplikasi dan permainan (game) yang aman bagi anak-anak.
    “Termasuk misalnya, mana aplikasi yang aman untuk anak, mana aplikasi yang untuk dewasa, mana games yang bisa dimainkan oleh anak-anak usia tertentu, karena ada games yang belum boleh untuk usia tertentu,” jelas Meutya.
    Ia menegaskan, tujuan utama platform ini adalah membantu orang tua menerapkan prinsip-prinsip perlindungan anak di ruang digital sebagaimana diatur dalam PP Tunas.
    Lebih lanjut, Meutya menyampaikan bahwa microsite ini diharapkan menjadi “rumah digital” bagi para orang tua.
    “Jadi pada dasarnya ini panduan untuk bisa menerapkan dan mengaktifkan PP Tunas,” katanya.
    “Kita membuatkan platform, tapi yang mengisi itu justru bunda-bunda. Mereka yang paling paham dan bisa saling berbagi pengalaman, termasuk para pendidik,” ujarnya.
    Meutya juga mengingatkan bahwa ancaman di dunia digital semakin kompleks, termasuk kekerasan seksual daring dan aktivitas rekrutmen terorisme melalui permainan online.
    “Sepintas kelihatan aman, tapi ternyata di dalamnya bisa ada macam-macam, bahkan kemarin BNPT melaporkan ada satu game yang digunakan untuk aktivitas rekrutmen teroris,” ungkapnya.
    Ia menegaskan, kolaborasi antarorang tua menjadi kunci dalam menjaga anak-anak agar tidak menjadi korban di ruang digital.
    “Tugas kita, bunda-bunda, untuk melindungi. Tapi agak sulit kalau tidak saling sharing, karena dunia digital ini luas sekali dan aplikasinya makin beragam,” ujar Meutya.
    Meutya mengajak masyarakat untuk tidak hanya berhenti pada peraturan semata, tetapi juga mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
    “Ayo kita laksanakan peraturan ini agar tidak cuma menjadi pagar hiasan, tapi benar-benar menjadi pagar yang melindungi anak-anak kita,” tegasnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.