Kasus: kekerasan seksual

  • Menyoal Sunat Perempuan di RI Serta Dampaknya Terhadap Kesehatan

    Menyoal Sunat Perempuan di RI Serta Dampaknya Terhadap Kesehatan

    Jakarta

    Salah satu bentuk kekerasan seksual pada perempuan adalah praktik Pelukaan atau Pemotongan Genitalia Perempuan (P2GP), yang dalam bahasa Inggris dikenal sebagai Female Genital Mutilation/Cutting (FGM/C), atau lebih umum disebut sunat perempuan di masyarakat.

    Di Indonesia, P2GP dilakukan dalam berbagai bentuk, mulai dari pemotongan sebagian atau seluruh klitoris hingga pelukaan dengan cara goresan, cubitan, jepitan koin, sayatan, atau menggunakan patokan ayam. Meskipun tidak dianjurkan secara medis, praktik ini muncul karena faktor budaya, sosial, dan kepercayaan.

    Anggota Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Prof Alimatul Qibtiyah mengatakan pihaknya telah melakukan sejumlah penelitian terkait sunat perempuan, salah satunya penelitian bersama Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada (PSKK UGM) pada 2017 di 10 provinsi di Indonesia.

    Penelitian tersebut menemukan bahwa banyak praktik sunat perempuan di Indonesia dilakukan karena pengaruh pemahaman agama.

    “Salah satu di antara temuannya adalah 92 persen itu orang melakukan sunat perempuan itu karena dipengaruhi oleh paham agama,” tegas Prof Ali, sapaannya, saat ditemui di UN Office, Jakarta Pusat, Selasa (11/3/2025).

    “Kalau dari hasil pemantauannya Komnas Perempuan masih banyak terjadi dengan berbagai macam cara, termasuk juga yang simbolis yang dipotong kunyit itu juga ada. Misalnya alat-alat yang digunakan itu ya ada yang pakai gabah, gabah beras yang nyantil itu, ada yang pakai patok ayam,” lanjutnya lagi.

    1. Prevalensi Sunat Perempuan di Dunia dan Indonesia

    Berdasarkan laporan global United Nations Children’s Fund (UNICEF) 2024, lebih dari 230 juta perempuan dan anak perempuan di seluruh dunia telah mengalami P2GP. Sementara itu United Nations Population Fund (UNFPA) memperkirakan bahwa 68 juta anak perempuan berisiko mengalami sunat perempuan antara tahun 2015 hingga 2030.

    Di Indonesia, Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) 2024 mencatat bahwa 46,3 persen perempuan berusia 15 hingga 49 tahun pernah menjalani sunat perempuan. Survei ini dilakukan di 178 kabupaten/kota, dengan jumlah sampel yang ditargetkan sebanyak 14.240 rumah tangga di 1.424 blok sensus.

    Survei ini melibatkan perempuan berusia 15 hingga 64 tahun, yang diwajibkan memberikan jawaban secara langsung tanpa perwakilan. Hasil survei menunjukkan bahwa praktik sunat perempuan lebih banyak terjadi di wilayah perkotaan dibandingkan di pedesaan.

    Jika dibandingkan dengan data dari SPHPN 2021, kasus sunat perempuan di Indonesia mengalami penurunan pada 2024. Pada tahun 2021, 55 persen perempuan berusia 15 hingga 49 tahun tercatat pernah mengalami praktik ini.

    “Prevalensi P2GP atau sunat perempuan di Indonesia pada tahun 2024 itu 46,3 persen, dibandingkan tahun 2021 itu 55 persen. Meskipun ada penurunan dibandingkan 2021, penurunan ini belum signifikan dan masih ada tantangan untuk mencapai target SDGs 5.3.2,” kata Fadilla D Putri, Programme Officer for Gender UNFPA.

    2. Dampak Sunat Perempuan atau P2GP pada Kesehatan

    Sunat perempuan tidak memiliki manfaat kesehatan dan justru dapat menimbulkan berbagai dampak negatif. Praktik ini melibatkan pengangkatan jaringan genital wanita yang sehat dan normal, sehingga mengganggu fungsi alami tubuh.

    Sunat perempuan juga dapat meningkatkan risiko gangguan psikologis serta masalah kesehatan reproduksi, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Komplikasi jangka pendek yang mungkin terjadi meliputi nyeri hebat, syok, perdarahan, tetanus, infeksi, retensi urine, infeksi luka, infeksi saluran kemih, hingga demam.

    Sementara itu, komplikasi jangka panjang dapat mencakup gangguan selama persalinan, anemia, pembentukan kista dan abses, munculnya bekas luka keloid, kerusakan pada uretra, hubungan seksual yang menyakitkan, disfungsi seksual, hipersensitivitas area genital, serta dampak psikologis yang berkepanjangan.

    “Yang sangat ekstrem kayak di Afrika, mohon maaf ya, kalau klitoris itu kan semacam seperti memberikan sensasi kepada perempuan atas kenikmatan dan seksualnya. Kalau diambil otomatis hilang,” kata dr Fabiola Tazrina Tazir, Direktur Bina Kesehatan Reproduksi, Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga)/Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), dalam acara yang sama.

    “Ada juga yang hanya ditoreh atau diambil sedikit, artinya di klitoris itu akan ada jaringan parut. Kalau jaringan parut, otomatis dia saraf-sarafnya tidak sesensitif ketika dia sehat. Jadi otomatis juga mempengaruhi sensasi seksual sendiri yang dirasakan oleh perempuan,” katanya lagi.

    Dampak kesehatan akibat sunat perempuan atau P2GP juga dirasakan oleh Melody (bukan nama sebenarnya) (29), perempuan asal Makassar yang saat ini bekerja menjadi karyawan swasta di Jakarta.

    Melody mengaku pernah menjalani sunat perempuan saat berusia enam atau tujuh tahun. Menurutnya, praktik tersebut dilakukan karena adat di wilayahnya, dengan tujuan agar perempuan yang disunat tidak menjadi ‘nafsuan’ saat dewasa.

    Akibat praktik tersebut, Melody mengaku mengalami masalah kesehatan, seperti rasa sakit saat berkemih. Selain itu, ia juga mengalami gangguan psikologis akibat pengalaman tersebut.

    “Praktik ini tuh sayangnya sampai sekarang sih masih dilakukan di beberapa daerah, meski medis juga udah bilang nggak ngaruhnya,” kata Melody saat dihubungi detikcom, Rabu (12/3).

    “Karena aku sudah tahu kalau praktik sunat perempuan ini turns out membahayakan buat perempuan, sebisa mungkin aku putus rantainya, seenggaknya di keluargaku,” ucapnya lagi.

    Senada dengan Melody, Karin (bukan nama sebenarnya), seorang wanita berusia 28 tahun asal Bekasi, juga mengalami praktik tersebut saat baru berusia seminggu. Ia disunat dengan alasan yang sama, yaitu agar tidak menjadi “nafsuan” saat dewasa.

    Menurut pengakuan orang tuanya, saat masih bayi, Karin sering menangis karena merasakan sakit saat berkemih.

    “Pas dibasuh abis buang air kecil nangis gitu, mungkin perih ya, pas pipis juga nangis gitu,” katanya.

    3. Bagaimana Regulasi Sunat Perempuan di RI?

    Pada April 2024, pemerintah Indonesia mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Regulasi ini secara eksplisit melarang praktik sunat perempuan. Larangan tersebut tercantum dalam Pasal 102 huruf a, yang menyatakan bahwa upaya kesehatan reproduksi bagi bayi, balita, dan anak prasekolah harus mencakup langkah untuk menghapus praktik sunat perempuan.

    Kebijakan ini bertujuan untuk menjaga kesehatan reproduksi dan melindungi hak-hak anak perempuan. Sunat perempuan dianggap tidak memiliki manfaat medis dan justru dapat menimbulkan risiko kesehatan.

    Meskipun regulasi ini telah diterbitkan, praktik sunat perempuan masih ditemukan di beberapa daerah. Faktor budaya serta kurangnya sosialisasi mengenai bahaya dan larangan praktik ini menjadi tantangan utama dalam implementasi aturan tersebut. Oleh karena itu, diperlukan upaya edukasi yang lebih luas kepada masyarakat agar peraturan ini dapat diterapkan secara efektif.

    “Praktik P2GP, termasuk bentuk-bentuk medis dan simboliknya, harus dihapuskan secara bertahap, terutama jika praktik tersebut berakar pada diskriminasi berbasis gender,” kata Dessy Andriani, Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) saat ditemui di kantor UN Office, Jakarta, Rabu (12/3).

    “Untuk mengatasi masalah ini, kita memerlukan pendekatan multisektoral yang komprehensif, sehingga ini bukan upaya satu sektor saja. Oleh karena itu, penting bagi kita meningkatkan kolaborasi dan koordinasi di antara semua pemangku kepentingan terkait untuk memastikan respons yang holistik dan berkelanjutan,” lanjutnya.

    (suc/up)

  • Kapolres Ngada Dicopot Buntut Kasus Narkoba dan Asusila

    Kapolres Ngada Dicopot Buntut Kasus Narkoba dan Asusila

    Jakarta, Beritasatu.com – Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja dicopot dari jabatannya setelah ditangkap karena kasus dugaan melakukan kekerasan seksual pada anak di bawah umur dan penggunaan narkoba.

    Berdasarkan Surat Telegram Kapolri Nomor ST/489/III/KEP/2025, tanggal 12 Maret 2025, AKBP Fajar yang semula menjabat sebagai kapolres saat ini dimutasi sebagai Pamen Yanma Polri.

    Sementara itu, Kapolres Ngada diisi oleh AKBP Andrey Valentino yang sebelumnya menjabat sebagai kapolres Nagakeo.

    Adapun surat tersebut ditandatangani Irwasum Polri Komjen Dedi Prasetyo atas nama Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

    Propam Polri menangkap Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja, atas dugaan keterlibatannya dalam kasus penyalahgunaan narkotika. Penangkapan berlangsung di sebuah hotel di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), pada Kamis (20/2/2025).

    Setelah penangkapan AKBP Fajar, muncul berbagai isu mengenai keterlibatannya dalam penyalahgunaan narkotika dan tindakan asusila. Informasi dari sumber internal kepolisian menyebutkan eks kapolres Ngada itu diduga terlibat dalam kasus narkotika serta pornografi, bahkan mencakup dugaan pencabulan terhadap anak di bawah umur.

  • 9
                    
                        Kapolres Ngada NTT Ditarik ke Yanma Polri, Buntut Kasus Pencabulan Anak?
                        Nasional

    9 Kapolres Ngada NTT Ditarik ke Yanma Polri, Buntut Kasus Pencabulan Anak? Nasional

    Kapolres Ngada NTT Ditarik ke Yanma Polri, Buntut Kasus Pencabulan Anak?
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com

    Kapolres Ngada
    NTT AKBP
    Fajar Widyadharma
    Lukman ikut dimutasi dalam rotasi besar-besaran yang dilakukan oleh Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo.
    Hal ini diketahui berdasarkan surat telegram nomor ST/489/III/KEP/2025.
    Secara tertulis, AKBP Fajar Widyadharma Lukman yang menjabat Kapolres Ngada NTT dimutasi menjadi perwira menengah di Yanma Polri.
    Tidak disebutkan alasan atau keterangan tambahan atas mutasi Kapolres Ngada ke Yanma Polri.
    Posisi Kapolres Ngada kini diisi oleh AKBP Andrey Valentino.
    Saat ini, AKBP Fajar diketahui masih diperiksa oleh Propam Polri atas kasus dugaan pencabulan terhadap anak di bawah umur yang dilakukannya.
    Diberitakan, kasus kekerasan seksual terhadap anak yang diduga dilakukan oleh mantan Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) Ngada, Nusa Tenggara Timur (NTT), Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Fajar Widyadharma Lukman, kini memasuki tahap penyidikan.
    Direktur Direktorat Reserse dan Kriminal Umum Kepolisian Daerah (Polda) NTT Komisaris Besar Patar Silalahi mengungkapkan bahwa pihaknya menggunakan laporan polisi model A dalam menangani perkara ini.
    “Kita sudah buatkan laporan polisi model A pada tanggal 3 Maret 2025,” ujar Patar kepada wartawan, Selasa (11/3/2025) malam.
    Laporan polisi model A merupakan laporan yang dibuat oleh anggota Polri yang mengalami, mengetahui, atau menemukan langsung peristiwa tindak pidana.
    Hal ini sesuai dengan Pasal 3 Ayat 5 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana.
    Setelah laporan dibuat, pihak kepolisian melakukan serangkaian penyelidikan.
    Berdasarkan hasil pemeriksaan awal, ditemukan adanya dugaan tindak pidana yang cukup kuat.
    Oleh karena itu, kasus ini resmi naik status menjadi penyidikan pada 4 Maret 2025.
    “Untuk perkara ini sudah naik ke tahap penyidikan, tapi belum ada penetapan tersangka,” jelas Patar.
    Meski begitu, hingga kini Fajar belum ditetapkan sebagai tersangka karena telah dibawa ke Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri) pada 20 Februari 2025.
    Oleh karena itu,
    Polda NTT
    berencana untuk memeriksa Fajar di Jakarta dalam waktu dekat.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • LPA NTT Ingin Kapolres Ngada AKBP Fajar Dikebiri Imbas Cabuli Bocah dan Kirim Video ke Situs Porno – Halaman all

    LPA NTT Ingin Kapolres Ngada AKBP Fajar Dikebiri Imbas Cabuli Bocah dan Kirim Video ke Situs Porno – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Kasus dugaan pencabulan anak di bawah umur oleh Kapolres nonaktif Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman masih menjadi perhatian publik termasuk lembaga terkait seperti Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Nusa Tenggara Timur (NTT) 

    Ketua LPA NTT, Veronika Ata bahkan menyarankan agar Fajar dijatuhi hukuman kebiri atas kasus dugaan pencabulan anak di bawah umur yang menjeratnya.

    “Hukuman yang pantas adalah hukuman Kebiri. Sesuai UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak yang mengatur khusus tentang pemberatan hukuman yakni melalui kebiri,” kata Veronika Ata, Selasa (11/3/2025), dilansir dari Pos-Kupang.com.

    Veronika menyebut bahwa apa yang dilakukan Fajar itu merupakan kejahatan seksual terhadap anak.

    Terlebih aksi bejat Fajar tersebut diunggah pada situs porno luar negeri.

    Kronologi

    Penyidik Ditkrimum Polda NTT mengungkap kronologi kasus dugaan kekerasan seksual terhadap anak berusia 6 tahun yang dilakukan oleh Fajar.

    Direskrimum Polda NTT Kompol Patar Silalahi mengatakan bahwa setelah menerima surat dari Mabes Polri, pihaknya langsung memeriksa sejumlah saksi, termasuk Fajar.

    Dari hasil pemeriksaan terhadap 9 orang saksi, terungkap korban dibawa oleh seorang perempuan berinisial F kepada Fajar.

    Saat itu, Fajar berada dalam salah satu kamar hotel yang ada di Kota Kupang, NTT.

    “Kejadian itu sekitar tanggal 11 Juni 2024 dan benar diduga pelaku (Fajar) memesan kamar dengan identitasnya sendiri,” ujar Patar di Markas Polda NTT, Selasa (11/3/2025) malam, dilansir dari Kompas.com.

    F kemudian membawa anak tersebut kepada Fajar yang menanti di salah satu kamar hotel tersebut.

    Setelah itu, F diberi imbalan uang sebesar Rp 3 juta, sedangkan sang korban anak tidak diberikan uang.

    Korban hanya dibawa makan dan bermain-main oleh F.

    Sang korban anak pun kemudian dicabuli Fajar di hotel.

    Saat beraksi, Fajar merekam dan menyebarnya ke situs porno Australia.

    Otoritas Australia yang mengetahui hal tersebut lantas menyelidiki video itu yang rupanya lokasi pengunggahannya berada di Kota Kupang.

    Otoritas Australia kemudian melaporkan temuannya itu ke pemerintah Indonesia hingga kasus dugaan pencabulan oknum polisi ini terbongkar.

    “Untuk videonya, dari Polda NTT hanya menerima soft copy dari Mabes Polri,” sebut Kabid Humas Polda NTT Kombes Pol Hendry Novika Chandra.

    Tim Divisi Propam Polri kemudian bergerak ke Bajawa, Kabupaten Ngada, tempat Fajar bertugas.

    Pada 20 Februari 2025, Fajar ditangkap lalu langsung dibawa ke Mabes Polri di Jakarta guna menjalani pemeriksaan.

    Saat menjalani pemeriksaan di Mabes Polri, terungkap bahwa Fajar ternyata juga positif narkoba.

    Sebagian artikel ini telah tayang di Pos-Kupang.com dengan judul Hukuman Kebiri Pantas Diberikan untuk Eks Kapolres Ngada AKBP Fajar Lukman

    (Tribunnews.com/Nina Yuniar) (Pos-Kupang.com/Irfan Hoi) (Kompas.com/Sigiranus Marutho Bere)

  • Pengakuan Eks Kapolres Ngada usai Cabuli 3 Bocah, Hotel Pesan Sendiri, Korban Trauma Seragam Coklat

    Pengakuan Eks Kapolres Ngada usai Cabuli 3 Bocah, Hotel Pesan Sendiri, Korban Trauma Seragam Coklat

    TRIBUNJATIM.COM – AKBP Fajar Widyadharma Lukman atau mantan Kapolres Ngada, NTT akhirnya mengakui perbuatan bejatnya.

    AKBP Fajar mengakui perbuatan mencabuli tiga bocah dan kini tengah diproses lebih dalam oleh pihak kepolisian.

    Eks Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) Ngada, Nusa Tenggara Timur (NTT), Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Fajar Widyadharma Lukman, mengakui perbuatannya mencabuli anak di bawah umur di Kota Kupang.

    Fajar mengakui itu saat diinterogasi oleh personel Profesi dan Pengamanan (Propam) Kepolisian Daerah (Polda) NTT.

    “Hasil interogasi, FWL secara terbuka, lancar dan tidak ada hambatan memberikan keterangan mengakui semua perbuatannya,” kata Direktur Reserse dan Kriminal Umum Polda NTT Komisaris Besar Polisi Patar Silalahi kepada sejumlah wartawan di Kupang, Selasa (11/3/2025) malam, seperti dikutip TribunJatim.com dari Kompas.com, Kamis (13/3/2025).

    Patar menjelaskan, setelah menerima surat dari Mabes Polri terkait kasus kekerasan seksual yang dilakukan Fajar, pihaknya lalu memanggil Fajar untuk segera ke Polda NTT pada 20 Februari 2025.

    Fajar pun diminta klarifikasi dan menjelaskan soal kejadian itu.

    Termasuk hotel tempat Fajar mencabuli korban yang masih berusia enam tahun.

    “Terkait hasil penyelidikan, kami temukan fakta-fakta, benar kamar tersebut dipesan oleh FWL,” kata Patar.

    Setelah itu, pihaknya mendalami kasus itu lagi dengan memeriksa sembilan orang saksi.

    “Kemudian kita melakukan serangkaian penyelidikan dan diyakini ada satu peristiwa pidana sehingga kami melakukan gelar dan naik sidik pada tanggal 4 Maret 2025,” ujar dia.

    Meski begitu, Fajar belum ditetapkan tersangka. Menurut Patar, alasan belum ditetapkan tersangka karena Fajar telah dibawa ke Mabes Polri pada 20 Februari 2025.

    Karena itu, pihaknya berencana akan memeriksa Fajar di Jakarta pada pekan depan.

    “Kami agendakan (pemeriksaan) minggu depan atau bisa lebih cepat lagi minggu ini,” kata Patar.

    Kasus ini akan terus didalami.

    Penyidikan masih terus berjalan.

    Patar menyebutkan, Fajar masih diperiksa di Mabes Polri dan kasus ini masih terus berjalan.

    AKBP Fajar diamankan aparat Propam Mabes Polri.

    Dia diamankan karena dugaan terlibat kasus pencabulan anak di bawah umur dan narkoba.

    “Diamankan oleh Propam Mabes Polri yang didampingi Paminal Polda NTT, tanggal 20 Februari 2025,” kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda NTT Komisaris Besar Hendry Novika Chandra kepada Kompas.com, Senin (3/3/2025).

    Seperti diketahui, sebanyak tiga orang anak di bawah umur di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), diduga menjadi korban pencabulan eks Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) Ngada, Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Fajar Widyadharma Lukman.

    Informasi itu disampaikan Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Kupang, Imelda Manafe.

    Tiga korban itu berusia 14 tahun, 12 tahun dan paling kecil 3 tahun.

    “Ada salah satu korban yang sedang kami dampingi,” kata Imelda kepada Kompas.com, melalui sambungan telepon, Senin (10/3/2025), seperti dilansir Tribun Jatim.

    Korban yang sedang didampingi oleh pihaknya berusia 12 tahun. Sedangkan korban yang berusia 14 tahun belum bisa ditemui. Sementara korban berusia 3 tahun didampingi kedua orangtuanya.

    Tiga korban itu diserahkan oleh Mabes Polri kepada Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Kupang untuk didampingi.

    Imelda belum memerinci secara detail kasusnya, karena saat ini masih mengikuti sidang Ranperda di DPRD Kota Kupang.

    “Nanti selesai sidang, saya hubungi,” kata Imelda.

    KASUS PENCABULAN KAPOLRES – Sosok eks Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman yang diduga mencabuli tiga orang anak di bawah umur di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), dan videonya disebar ke situs porno Australia. Kini terungkap bahwa ia bayar Rp 3 juta untuk tidur dengan anak 6 tahun. (YouTube Kompas TV)

    Penyidik Direktorat Reserse dan Kriminal Umum (Ditkrimum) Kepolidian Daerah (Polda) Nusa Tenggara Timur (NTT) terus mendalami kasus Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) nonaktif Ngada, Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Fajar Widyadharma Lukman, yang terlibat dugaan pencabulan tiga anak di bawah umur di Kota Kupang.

    Dari hasil penyelidikan hingga ke tingkat penyidikan, polisi telah memeriksa sembilan orang sebagai saksi.

    Dari sembilan saksi ini, seorang di antaranya berperan sebagai perantara yang membawa korban bertemu Fajar.

    “Yang bersangkutan mengorder anak tersebut melalui seseorang yang berinisial F dan disanggupi oleh F untuk menghadirkan anak tersebut,” kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah NTT, Komisaris Besar Polisi (Kombespol) Hendry Novika Chandra, kepada Kompas.com, Rabu (12/3/2025).

    Hendy menyebut, korban adalah seorang anak perempuan berusia enam tahun, yang tinggal di Kota Kupang.

    Saksi F lalu membawa anak tersebut ke Fajar yang menanti di salah satu kamar hotel yang ada di Kota Kupang.

    Setelah itu, F diberi imbalan sebesar Rp 3 juta, sedangkan sang anak tidak dikasih uang.

    Korban hanya dibawa makan dan bermain-main oleh F. Sang anak kemudian dicabuli Fajar di hotel.

    Saat beraksi, Fajar merekam dan menyebar ke situs porno Australia. Otoritas Australia lalu menyelidiki video itu, ternyata berlokasi di Kota Kupang.

    Otoritas Australia kemudian melaporkan ke Pemerintah Indonesia hingga kasus itu mencuat ke publik.

    “Untuk videonya, dari Polda NTT hanya menerima soft copy dari Mabes Polri,” kata Hendry.

    Hingga saat ini, Fajar masih diperiksa di Mabes Polri dan kasus ini masih terus berjalan.

    AKBP Fajar diamankan aparat Profesi dan Pengamanan (Propam) Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri).

    Dia diamankan karena dugaan terlibat kasus pencabulan anak di bawah umur dan narkoba.

    “Diamankan oleh Propam Mabes Polri yang didampingi Paminal Polda (Kepolisian Daerah) NTT, tanggal 20 Februari 2025,” kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda NTT Komisaris Besar Polisi Hendry Novika Chandra, kepada Kompas.com, Senin (3/3/2025).

    Berita viral lainnya

    Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com

  • Kronologi Terkuaknya Kasus Dugaan Pencabulan 3 Anak di Bawah Umur Kapolres Ngada

    Kronologi Terkuaknya Kasus Dugaan Pencabulan 3 Anak di Bawah Umur Kapolres Ngada

    Bisnis.com, JAKARTA – Polda Nusa Tenggara Timur (NTT) menjelaskan kronologi pengungkapan kasus dugaan asusila Kapolres Ngada non-aktif berinisial FWL.

    Direskrimum Polda NTT Kombes, Patar Silalahi mengatakan kasus ini terungkap saat pihaknya menerima laporan dari tim Divhubinter Mabes Polri pada (23/1/2025).

    Patar menyampaikan laporan itu berkaitan dengan dugaan kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur yang berdomisili di Kupang oleh anggota kepolisian.

    “Kemudian, kami melakukan serangkaian penyelidikan yang dimulai pada 23 Januari sesuai dengan surat tersebut,” ujarnya kepada wartawan, dikutip Kamis (13/3/2025).

    Berdasarkan surat itu, Polda NTT langsung melakukan penyelidikan terhadap salah satu hotel yang berdomisili di Kupang untuk menindaklanjuti laporan dari Mabes Polri.

    Setelah melakukan serangkaian penyelidikan dan memeriksa sejumlah saksi, Patar mengungkap bahwa kejadian dugaan kekerasan itu terjadi pada Juni 2024. Kala itu, Fajar memesan kamar hotel di Kupang menggunakan fotokopi SIM.

    “Dari hasil penyelidikan tersebut, benar, diduga pelaku, diduga pelaku memesan kamar dengan identitas yang tidak terbantahkan lagi, yaitu fotokopi SIM di resepsionis hotel tersebut atas nama FWL,” tambahnya.

    Adapun, oknum polisi tersebut kemudian diduga memesan anak perempuan dibawah umur melalui kenalannya perempuan berinisial F melalui aplikasi pesan singkat.

    Pencarian anak perempuan di bawah umur itu diduga merogoh kantong Fajar sebesar Rp3 juta. Berdasarkan informasi yang dihimpun, anak yang dipesan itu masih berumur enam tahun.

    Selain itu, Fajar juga diduga merekam aksi bejatnya itu dan kemudian tersebar ke situs di Australia.

    Di lain sisi, setelah mengantongi hasil penyelidikan, Patar kemudian memanggil FWL untuk diinterogasi oleh Propam Polda NTT pada (19/2/2025).

    “Yang bersangkutan juga hasil interogasi mulai dari 19 Februari secara terbuka secara lancar sehingga tidak ada hambatan dalam memberi keterangan mengakui semuanya perbuatan yang sesuai dengan surat yang kami terima dari Divhubinter Mabes Polri,” tambahnya 

    Polda NTT kemudian meningkatkan perkara ini ke penyidikan pada (4/3/2025). Pasalnya, penyidik Polda NTT meyakini ada dugaan pidana dalam peristiwa yang menyeret FWL. Kendati demikian, dalam peristiwa ini belum ditetapkan tersangka.

    “Jadi perkara ini sekarang sudah tahap sidik, namun belum ditetapkan tersangka belum penetapan tersangka,” tutur Patar.

    Di samping itu, Kabid Humas Polda NTT, Kombes Henry Candra Novik menyatakan pihaknya bakal membawa FWL ke Jakarta untuk dilakukan pemeriksaan oleh Divpropam Mabes Polri.

    “Saat ini, Ditreskrimum Polda NTT sedang merencanakan pemeriksaan terhadap Kapolres Ngada nonaktif di Jakarta dalam waktu dekat,” pungkas Henry.

  • VIRAL TERPOPULER: Guru Honorer Sindir Presiden Prabowo – ‘Tangan Besar’ di Balik Korupsi Pertamina

    VIRAL TERPOPULER: Guru Honorer Sindir Presiden Prabowo – ‘Tangan Besar’ di Balik Korupsi Pertamina

    TRIBUNJATIM.COM – Kumpulan berita peristiwa viral di media sosial yang tersangkum dalam berita viral terpopuler, Kamis 13 Maret 2025.

    Berita pertama, nasib 3 anak SD korban nafsu bejat AKBP Fajar Widyadharma Lukman,Kapolres Ngada non-aktif.

    Selanjutnya berita guru honorer asal Jangkat, Kabupaten Merangin, Jambi sampaikan kritik ke Presiden Prabowo Subianto.

    Ada juga berita Mahfud MD menyebut ada ‘tangan besar’ di balik korupsi besar yang terjadi di PT Pertamina.

    Berikut selengkapnya berita viral terpopuler hari ini, Kamis (13/3/2025) di TribunJatim.com.

    1. Nasib 3 Anak SD Korban Nafsu Bejat AKBP Fajar Widyadharma Lukman, Trauma: Takut Orang Baju Coklat

    KAPOLRES NGADA DITAHAN – Foto arsip Kapolres Ngada, Nusa Tenggara Timur (NTT), AKBP Fajar Widyadharma Lukman, beberapa waktu lalu. Kini ia ditahan karena kasus narkoba dan diduga asusila. (HO/Pos Kupang)

    Nasib korban rudapaksa Kapolres Ngada non-aktif AKBP Fajar Widyadharma Lukman.

    Diwartakan sebelumnya, AKBP Fajar Widyadharma Lukman disinyalir telah mencabuli tiga anak di bawah umur di tahun 2024 lalu.

    Kasus ini terbongkar setelah Polda NTT mengungkap kasus kekerasan seksual seorang anak berusia 6 tahun yang dilakukan oleh AKBP Fajar Widyadharma Lukman.

    Kasus keji tersebut pun awalnya terungkap setelah video porno AKBP Fajar Widyadharma Lukman dengan seorang anak tersebar di situs Australia.

    Atas kejadian tersebut, pihak Lembaga Perlindungan Anak di NTT pun bergerak cepat guna membantu pihak korban.

    Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia Veronika Atta mengurai kondisi pilu para korban nafsu bejat AKBP Fajar Widyadharma Lukman.

    Tiga korban pencabulan AKBP Fajar Widyadharma Lukman ternyata mengalami trauma berat.

    Diduga AKBP Fajar tega mencabuli tiga anak dengan cara melakukan hubungan badan di hotel.

    Veronika Atta pun mengurai usia para korban yang ternyata masih di umur sekolah dasar.

    Baca selengkapnya

    2. 18 Tahun Mengajar di Pelosok, Guru Honorer Sindir Prabowo Soal Kesejahteraan & Gaji: Bukan Basa-basi

    GURU HONORER SINDIR PRESIDEN PRABOWO – Tangkapan layar unggahan akun TikTok @dprconnect, Rabu (12/5/2025). Seorang guru honorer di pelosok Jambi menyampaikan keluh kesah kepada anggota dewan. (TikTok/dprconnect)

    Sampaikan kritik kepada Presiden Prabowo Subianto, seorang guru honorer asal Jangkat, Kabupaten Merangin, Jambi, jadi sorotan.

    Ia menyampaikan kritikan soal kurangnya perhatian pemerintah terhadap guru yang telah mengabdi di pelosok desa hingga belasan tahun.

    Wanita tersebut juga menyinggung soal program Makan Bergizi Gratis (MBG) dari Prabowo.

    Diketahui, curahan hatinya tersebut viral di sosial media TikTok yang diunggah akun @dprconnect pada Senin (10/3/2025).

    Dalam unggahan tertulis keterangan berikut, “Sindir Presiden Prabowo dan Partai Gerindra wanita asal Jambi ceritakan guru yang mengajar di pelosok desa 18 tahun menjadi Honorer”.

    Tidak diketahui lebih jelasnya dimana wanita tersebut menyampaikan isi hatinya.

    Namun berdasarkan penyampaiannya, diduga ia berada dalam rapat dengar pendapat bersama DPRD Provinsi Jambi.

    Tidak diketahui kapan pastinya rapat tersebut digelar, namun video tersebut diunggah pada Senin.

    Dalam video tersebut, awalnya dia menyampaikan salam kepada Gubernur Jambi, Al Haris.

    Seharusnya, kata dia, kedatangannya ke Kota Jambi untuk beraudiensi dengan Gubernur Al Haris.

    “Jadi saya dari Jangkat bukan untuk jalan-jalan,” katanya, dilansir dari Tribun Jambi, Rabu (12/3/2025).

    Baca selengkapnya

    3. Sosok ‘Tangan Besar’ di Balik Korupsi Pertamina yang Dicurigai Mahfud MD, Sebut Ahok Perlu Dipanggil

    SOSOK TANGAN BESAR – Foto profil Ahok ketika masih menjabat sebagai komisaris utama PT Pertamina (kanan). Foto Mahfud MD ketika menolak tawaran menjadi timses Jokowi-Amin beberapa waktu lalu. Kini Mahfud MD mengalamatkan kecurigaannya akan sosok bertangan besar di balik korupsi Pertamina. (Tribunnews.com – dok. Pertamina Patra Niaga)

    Mahfud MD menyebut ada ‘tangan besar’ di balik korupsi besar yang terjadi di PT Pertamina.

    Korupsi besar yang dilakukan di PT Pertamina memang menyita perhatian banyak pihak.

    Termasuk pakar hukum Mahfud MD.

    Mahfud MD menyarankan Kejaksaan Agung RI turut memanggil Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.

    Seperti diketahui, Ahok pernah menjabat sebagai komisaris utama atau komut PT Pertamina.

    Menurut Mahfud MD, Kejagung perlu memanggul Ahok untuk menggali keterangan terkait kasus tata kelola minta mentah di Pertamina.

    Ia berpendapat keterangan Ahok bisa jadi membuat kasus Pertamax oplosan ini menjadi terang-benderang.

    Ahok sebelumnya berkoar memiliki informasi yang bisa diberikan pada Kejagung demi menguak kasus Pertamina.

    Ia juga menyebut bahwa ada sejumlah tangan besar yang terlibat dalam kasus Pertamina.

    “Sudah di atasnya (Pertamina) dan itu kan keyakinan Ahok dan Ahok ada di situ,” kata Mahfud MD di Youtube, seperti dikutip TribunJatim.com, Rabu (12/3/2025) via Tribun Bogor.

    Oleh karenanya, Mahfud berpendapat bahwa Ahok memang perlu dipanggil Kejagung.

    “Menurut saya Ahok perlu dipanggil,” katanya.

    Pemanggilan Ahok, kata Mahfud bukan untuk mempertanggungjawabkan kasus Pertamina.

    Baca selengkapnya

    Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews Tribunjatim.com

  • Kapolres Ngada Nonaktif AKBP Fajar Belum Jadi Tersangka Meski Kasusnya Naik ke Penyidikan – Halaman all

    Kapolres Ngada Nonaktif AKBP Fajar Belum Jadi Tersangka Meski Kasusnya Naik ke Penyidikan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kapolres Ngada Nonaktif AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja tak kunjung ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pencabulan tiga anak di bawah umur.

    Pasalnya penyidik Ditreskrimum Polda Nusa Tenggara Timur (NTT) sudah menaikkan status perkara ke tahap penyidikan.

    Kabid Humas Polda Nusa Tenggara Timur (NTT) Kombes Hendry Novika Chandra menuturkan dugaan tindak pidana kekerasan seksual yang terjadi pada 11 Juni 2024 di salah satu hotel di Kota Kupang. 

    Berdasarkan hasil penyelidikan yang dilakukan oleh DitreskrimumbPolda NTT, diperoleh informasi bahwa pelaku memesan kamar dengan identitas pribadi. 

    Dalam penyelidikan lebih lanjut, diketahui bahwa terduga pelaku merupakan anggota Polri. 

    “Ditreskrimum Polda NTT berkoordinasi dengan Bidang Profesi dan Pengamanan (Bid Propam) Polda NTT untuk penanganan lebih lanjut,” kat Kombes Hendry.

    Terhitung pasa 20 Februari 2025, terduga pelanggar dipanggil oleh Bid Propam Polda NTT untuk dilakukan pemeriksaan awal.

    Kemudian sesuai dengan perintah dari Kadiv Propam Polri, kasus ini ditarik dan ditangani langsung oleh Divisi Propam Mabes Polri guna proses lebih lanjut.

    Pada 3 Maret 2025, Ditreskrimum Polda NTT membuat Laporan Polisi Model A dan melakukan serangkaian penyelidikan. 

    “Berdasarkan hasil penyelidikan, diyakini bahwa telah terjadi tindak pidana, sehingga pada 4 Maret 2025 perkara ini dinaikkan ke tahap penyidikan, meskipun hingga saat ini belum ada penetapan tersangka,” tukas Hendry.

    Adapun pasal yang diterapkan dalam perkara ini adalah Pasal 6 huruf c dan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

    Saat ini, Ditreskrimum Polda NTT sedang merencanakan pemeriksaan terhadap Kapolres Ngada nonaktif di Jakarta dalam waktu dekat.

    Hingga saat ini, penyidik telah melakukan pemeriksaan terhadap 9 orang saksi  dalam dugaan perkara ini.

    “Kami menegaskan bahwa proses penyidikan terhadap kasus ini akan dilakukan secara profesional, transparan, dan akuntabel sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku,” pungkasnya.

    Tindakan Tegas

    Polri akan menindak tegas Kapolres Ngada nonaktif AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja yang saat ini diperiksa Divisi Propam Polri.

    Teranyar AKBP Fajar terbukti melakukan tindak pidana perbuatan asusila terhadap tiga anak di bawah umur.

    Kadiv Humas Polri Irjen Sandi Nugroho mengatakan Polri akan transparan dan akuntabel dalam menangani kasus tersebut.

    Menurut Sandi, hasil pemeriksaan hingga saat ini belum rampung.

    “Untuk hasil pemeriksaannya masih dalam proses, nanti kita update melalui Propam,” kata Sandi kepada wartawan dikutip Rabu (12/3/2025).

    “Yang jelas siapa pun itu yang melanggar ketentuan akan kita tindak tegas dan kita tindak,” tambahnya.

    Bagi anggota yang berprestasi dipastikan akan diberikan promosi jabatan sesuai dengan kompetensi yang dimiliki. 

    Sandi meambahkan bahwa komitmen tersebut berulang kali disampaikan oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

    Dia menekankan agar Polri terbuka untuk dikoreksi dan diawasi sehingga Korps Bhayangkara bisa menjadi lebih baik ke depan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.

    “Benah-benah Polri ini bukan hanya berhenti di situ saja. Kita seiring dengan perkembangan waktu dan dinamika perkembangan sosial yang ada, kita akan terus berbenah sampai kapanpun agar Polri menjadi lebih baik kepada masyarakat,” ungkap jenderal polisi bintang dua itu.

    Kasus Narkotika

    Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma sebelumnya telah menjalani tes urine terkait kasus dugaan narkotika.

    Hasilnya, AKBP Fajar dinyatakan positif sabu-sabu.

    “Hasil tes urine positif ss (sabu-sabu, red),” kata Kabid Humas Polda Nusa Tenggara Timur (NTT) Kombes Henry Novika kepada wartawan, Selasa (4/3/2025).

    Henry tidak menjelaskan lebih lanjut pemeriksaan yang bersangkutan di Propam Polri.

    Komisioner Kompolnas Choirul Anam sebelumnya mendorong Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma yang diduga terjerat kasus dugaan narkotika dan asusila segera diproses pidana.

    “Kami berharap kasus ini langsung lanjut secara simultan ke pidana, satu soal narkobanya dicek apakah betul atau tidak,” katanya kepada wartawan, Selasa (4/3/2025).

    Yang kedua, sambung dia, kasus kekerasan seksualnya juga diproses.

    Kompolnas meyakini Propam Polri mengambil langkah tegas dalam mengusut kasus yang melibatkan anggota Polri.

    “Tidak tinggal diam, langsung aktif bergerak terus memproses pelanggaran dan potensi kejahatan yang dilakukan,” tambahnya.

    Menurutnya, langkah tegas ini penting untuk memastikan bahwa peristiwa serupa tidak berulang kembali. 

    “Aksi ini bisa kita sebut sebagai aksi tidak tinggal diam terhadap berbagai pelanggaran yang dilakukan oleh anggota,” pungkasnya.

    Di samping pengenaan hukum pidana narkoba, hukuman kode etik dan disiplin harus dilakukan sesuai aturan.

     

  • Usulan Hukuman Pantas untuk Kapolres Ngada AKBP Fajar: dari Kebiri, Pasal Berlapis, hingga Mati – Halaman all

    Usulan Hukuman Pantas untuk Kapolres Ngada AKBP Fajar: dari Kebiri, Pasal Berlapis, hingga Mati – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Dua kasus serius menjerat Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja.

    Pertama, ia memakai narkoba jenis sabu yang dibuktikan lewat tes urine.

    Kedua, AKBP Fajar mengakui telah mencabuli anak berusia 6 tahun di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur, pada pertengahan 2024 lalu.

    Kasus pencabulan terbongkar saat polisi di Australia menemukan video syur AKBP Fajar yang diunggah di website dewasa.

    Kini, sejumlah usulan hukuman yang dinilai pantas untuk AKBP Fajar mulai bermunculan. Apa saja?

    Desakan hukuman kebiri untuk AKBP Fajar datang dari Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Provinsi NTT.

    Ketua LPA, Veronika Ata mengatakan, hukuman kebiri bagi pelaku kejahatan seksual sudah sesuai UU no. 17 tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No. 23/2022 tentang Perlindungan anak yang mengatur khusus tentang pemberatan hukuman yakni melalui kebiri.

    “Hukuman yang pantas adalah hukuman Kebiri,” katanya, dikutip dari Pos-Kupang.com, Kamis (12/3/2025).

    Veronika juga mendorong AKBP Fajar diproses etik.

    Ia berharap agar Polri tidak pandang bulu kepada anggotanya yang melanggar hukum.

    “Menegakkan disiplin dan penegakan hukum sekalipun pelakunya anggota polisi,” tegasnya.

    Terakhir, Veronika menduga ada korban lain yang dicabuli oleh AKBP Fajar.

    Oleh karenanya, ia meminta Mabes Polri dan Polda NTT mengusut kasus secara tuntas.

    “Juga perlu disidik lebih jauh dan mengungkapkan kemungkinan terdapat korban lebih dari 3 orang anak,” tandas Veronika.

    Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni memberikan usulan agar AKBP Fajar dijerat pasal berlapis.

    Ia menilai, Kapolres Ngada non aktif itu sudah melakukan sejumlah kejahatan berat.

    “Karena semua kejahatan diborong oleh dia. Ada pelecehan, kekerasan seksual terhadap anak, TPPO, ITE, dan lain-lain. Jadi dia harus dipidanakan secara maksimal,” katanya kepada Tribunnews.com.

    “Saya mendesak Propam Mabes Polri segera pidanakan yang bersangkutan. Pecat, jerat pasal berlapis,” lanjutnya.

    Sahroni juga berpendapat, perbuatan AKBP Fajar sudah membuat masyarakat marah.

    Oleh karenanya, ia mengingatkan agar Polri tidak melindungi oknum tersebut.

    Polri didesak bisa mengusut kasus ini secara profesional.

    “Jadi jangan ada yang coba-coba lindungi pelaku. Harus berani tindak secara tegas dan transparan.”

    “Biarkan dia mempertanggungjawabkan perbuatan bejatnya di dunia dan di akhirat,” tandasnya.

    HUKUMAN MATI – Anggota Komisi VIII DPR RI F-PDIP Selly Andriany Gantina menilai Kapolres Ngada, AKBP Fajar pantas untuk dihukum mati karena kasus pencabulan anak di bawah umur. (Tribunnews.com/Chaerul Umam)

    Usulan hukuman juga datang dari Anggota Komisi VIII DPRl, Selly Andriany Gantina.

    Menurut hemat Politisi PDIP itu, AKBP Fajar pantas untuk dihukum mati.

    Menurutnya, tidak adil jika Kapolres Ngada dihukum 20 penjara sesuai dengan aturan yang berlaku.

    “Artinya bila di-juncto-kan, maka serendahnya dia bisa dikenai hukuman 20 tahun.”

    “Tapi karena bejatnya, saya pikir hukuman seumur hidup atau mati lebih pantas,” katanya, dikutip dari Kompas.com.

    Selly dalam kesempatannya juga tidak lupa mengingatkan soal hak korban.

    Dalam kasus ini, masa depan korban kekerasan seksual harus diperhatikan pihak-pihak terkait. 

    “Masa depan anak-anak korban kekerasan seksual harus menjadi perhatian utama. Negara tidak hanya harus menegakkan hukum terhadap pelaku, tetapi juga memastikan pemulihan psikologis dan sosial bagi korban.”

    “Dukungan pendidikan, rehabilitasi, serta lingkungan yang aman harus menjadi prioritas agar mereka dapat kembali menjalani kehidupan yang normal tanpa trauma berkepanjangan,” katanya, dikutip dari unggahan Selly di akun Instagram pribadinya.

    Adapun kronologi terbongkarnya kasus ini berawal dari video syur milik AKBP Fajar ‘go Internasional’ di negara Australia.

    AKBP Fajar awalnya membuat video syur dengan anak di bawah umur pada Juni 2024 lalu.

    Direktur Reskrimum Polda NTT, Kombes Pol. Patar Silalahi, membeberkan AKBP Fajar meminta bantuan perempuan berinisial F untuk mencarikan anak di bawah umur.

    F kemudian membawa anak berusia 6 tahun kepada AKBP Fajar untuk selanjutnya diajak ke hotel.

    “Yang bersangkutan mengorder anak tersebut melalui seseorang yang bernama F dan disanggupi oleh F untuk menghadirkan anak tersebut di hotel pada tanggal 11 Juni 2024,” kata Patar Silalahi, dikutip dari Pos-Kupang.com.

    Singkat cerita, aksi pencabulan AKBP Fajar tersebut direkam.

    Video lantas dikirim website dewasa di Australia, yang diunggah dari lokasi Kota Kupang.

    Australian Federal Police (AFP) yang menemukan video syur tersebut lantas melaporkannya ke Divisi Hubungan Internasional (Divhubinter) Polri.

    Mabes Polri lantas mendalami kasusnya hingga menangkap AKBP Fajar, pada 20 Februari 2025 kemarin.

    Ia langsung diterbangkan ke Jakarta guna pemeriksaan lebih lanjut.

    AKBP Fajar kemudian dinonaktifkan sejak Selasa (4/3/2025), setelah hasil tes urine yang dilakukan oleh Divisi Propam Mabes Polri menyatakan Fajar positif narkoba.

    Patar Silalahi dalam kesempatannya juga menyebut, korban pencabulan AKBP Fajar hanya satu orang, yakni berusia 6 tahun.

    Proses penyidikan juga masih berlangsung hingga saat ini.

    “Sampai saat ini total sudah sembilan orang saksi yang sudah diperiksa,” tandas Patar Silalahi.

    Sebagian artikel ini telah tayang di Pos-Kupang.com dengan judul Hukuman Kebiri Pantas Diberikan untuk Eks Kapolres Ngada AKBP Fajar Lukman

    (Tribunnews.com/Endra/Chaerul Umam)(Irfan Hoi/Pos-Kupang.com)(Kompas.com)

  • Kapolres Ngada Nonaktif AKBP Fajar Belum Jadi Tersangka Meski Kasusnya Naik ke Penyidikan – Halaman all

    Kompolnas hingga DPR Desak Agar Kapolres Ngada Segera Dipidana dan Dipecat – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Kapolres Ngada non aktif, Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Fajar Widyadharma Lukman menjadi sorotan, buntut dugaan terlibat dalam kasus kekerasan seksual dan penyalahgunaan narkoba. 

    AKBP Fajar melakukan aksi pencabulan anak di bawah umur di sebuah hotel di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT).

    Mirisnya, aksi pencabulan tersebut bahkan direkam oleh Fajar dan videonya kemudian dijual ke situs porno di Australia.

    Meski sudah mengakui perbuatannya tentang pencabulan yang dilakukannya, hingga kini AKBP Fajar Widyadharma Lukman masih belum ditetapkan sebagai tersangka.

    Pengakuan kelakuan bejatnya itu disampaikan AKBP Fajar saat diinterogasi oleh personel Propam Polda NTT.

    Pengakuan AKBP Fajar juga dibenarkan oleh Direktur Reserse dan Kriminal Umum Polda NTT, Kombes Patar Silalahi,

    Patar mengatakan, hasil interogasi AKBP Fajar secara terbuka, lancar, dan tidak ada hambatan.

    Bahkan AKBP Fajar juga membenarkan soal kamar hotel yang dipesannya sebagai lokasi melakukan aksi pencabulannya.

    “Terkait hasil penyelidikan, kami temukan fakta-fakta, benar kamar tersebut dipesan oleh FWL,” kata Patar di Kupang, Selasa (11/3/2025) malam.

    Sejumlah pihak pun mendesak agar Kapolres Ngada non aktif segera diproses pidana dan hingga dipecat. 

    DPR: Segera Pidanakan, Jerat Pasal Berlapis 

    Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni mendesak Propam Polri, segera memecat dan memidanakan Fajar. 

    “Saya mendesak Propam Mabes Polri segera pidanakan yang bersangkutan. Pecat, jerat pasal berlapis, serta jatuhi pelaku dengan hukuman pidana maksimal.”

    “Karena semua kejahatan diborong oleh dia. Ada pelecehan, kekerasan seksual terhadap anak, TPPO, ITE, dan lain-lain. Jadi dia harus dipidanakan secara maksimal,” kata Sahroni. Rabu (12/3/2025).

    Sahroni meminta agar penanganan kasus ini bisa berjalan cepat dan transparan. 

    “Jutaan masyarakat sudah marah melihat perbuatannya, jadi jangan ada yang coba-coba lindungi pelaku.” 

    “Harus berani tindak secara tegas dan transparan. Biarkan dia mempertanggungjawabkan perbuatan bejatnya di dunia dan di akhirat,” ucap Sahroni.

    Sahroni mewanti-wanti para jajaran kepolisian, terutama para perwira, untuk selalu menjaga marwah institusi Polri. 

    Kompolnas 

    Desakan yang sama juga disampaikan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas). 

    Komisioner Kompolnas, Choirul Anam, meminta Polri untuk mempercepat proses sidang etik dan pidana terhadap Fajar. 

    “Saya kira kasus ini dimensinya tidak terlalu rumit. Tinggal melengkapi pembuktian dan memperkuat konstruksi peristiwanya,” kata Anam, Rabu (12/3/2024).

    Anam menegaskan bahwa proses hukum harus segera dilaksanakan tanpa penundaan.

    “Sudah waktunya, tidak perlu menunggu lama lagi. Segera diumumkan untuk sidang etiknya dan proses pidananya. Semakin lama kasus ini diproses, semakin banyak pertanyaan yang muncul. Kenapa prosesnya lama?” sambungnya.

    Anam meminta jajaran Polda Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan secara transparan.

    Hal ini penting untuk memberikan rasa keadilan kepada korban kekerasan seksual yang dilakukan oleh AKBP Fajar.

    “Kami mendorong agar proses ini segera berjalan dan dibawa ke pengadilan agar keadilan dapat ditegakkan secepat mungkin,” tegas Anam.

    Lembaga Perlindungan Anak NTT Usulkan Hukuman Kebiri 

    Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) juga meminta Polri lebih aktif mengadvokasi masalah ini sebagaimana hukum pidana

    “Instansi kepolisian harus lebih aktif mengadvokasi masalah ini sebagaimana hukum pidana,” kata Ketua LPA NTT, Veronika Ata dikutip dari TribunFlores.com, Rabu (12/3/2025).

    Veronika bahkan menyarankan hukuman kebiri untuk Kapolres Ngada non aktif tersebut.

    LPA NTT menyebut, kelakuan perwira menengah (Pamen) Polri itu telah melanggar undang-undang perlindungan anak. 

    Perbuatan yang dilakukan AKBP Fajar tergolong sebagai kejahatan seksual terhadap anak, apalagi video tersebut diunggah pada situs porno di luar negeri.

    “LPA NTT, sangat menyesali perbuatan aparat kepolisian itu. Sebab, AKBP Fajar Lukman telah melanggar Perlindungan Anak, UU TPKS dan UU Narkoba. Hukuman pemecatan harus diterapkan,” ujar Vero.

    Di sisi lain, LPA NTT juga meminta DP3A setempat agar memberikan perlindungan dan pendampingan bagi korban.

    Jika dimungkinkan, LPSK bisa ikut membantu mengawal korban. Sebab, potensi intimidasi bagi korban bisa saja terjadi. 

    Cabuli 3 Anak di Bawah Umur, LPA NTT Minta Hukum Kebiri Eks Kapolres Ngada AKBP Fajar Lukman

    (Tribunnews.com/Milani/Abdy Ryanda) TribunFlores.com/Gordy)