Kasus: kekerasan seksual

  • Kompolnas Pastikan Sidang Etik Bakal Pecat Eks Kapolres Ngada

    Kompolnas Pastikan Sidang Etik Bakal Pecat Eks Kapolres Ngada

    loading…

    Komisioner Kompolnas, Choirul Anam memastikan sidang KKEP bakal memecat eks Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja. Foto/SindoNews

    JAKARTA – Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Choirul Anam memastikan sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) bakal memecat eks Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja.

    Anam menegaskan, tindakan pelecehan seksual terhadap tiga anak di bawah umur dan satu orang dewasa berusia 20 tahun oleh Fajar, merupakan pelanggaran berat dengan sanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH).

    “Dengan kontruksi peristiwa seperti itu, apalagi Pak Karowatprof menyatakan ini pelanggaran berat kategorinya, ini pasti PTDH,” kata Anam, Senin (17/3/2025).

    Terlebih, berdasarkan pemeriksaan sebelumnya oleh Divisi Profesi dan Pengamanan (Divpropam) Polri, Fajar terbukti melakukan tindakan tersebut.

    “Nah dalam konteks itu penting, ada korban ini menunjukkan intensitas perilaku dari Kapolres ini. Kalau dia masuk dalam konteks ini, korbannya lebih dari satu, hukumannya kan bisa lebih berat. Istilahnya ya kalau istilah sosialnya sebagai predator,” katanya.

    Sebagai informasi, Divpropam Polri menggelar sidang KKEP eks Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja hari ini, Senin, 17 Maret 2025.

    Adapun Fajar telah resmi ditetapkan sebagai tersangka kasus kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur dan penggunaan narkotika. Penetapan tersangka dilakukan usai Divisi Propam Polri memeriksa perwira menengah (pamen) Polri itu.

    “Hari ini Dirreskrimum Polda NTT dibackup PPA-PPO Bareskrim Polri, statusnya adalah sudah menjadi tersangka dan ditahan di Bareskrim Polri,” kata Agus, Kamis, 13 Maret 2025.

    Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Trunoyudo Wisnu Andiko mengatakan, Fajar telah melakukan pelecehan terhadap tiga anak yang berusia enam tahun, 13 tahun dan 16 tahun. Selain itu, ada juga korban dewasa berusia 20 tahun berinisial SHDR.

    Selain itu, kata Trunoyudo, Fajar telah terbukti mengonsumsi narkoba, menyebarkan video pornografi terhadap anak di bawah umur ke situs internet.

    “Saya menyampaikan hasil dari penyelidikan pemeriksa kode etik ditemukan fakta bahwa FWLS telah melakukan pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur tiga orang dan satu orang usia dewasa,” kata Truno.

    (cip)

  • Vonis Etik Eks Kapolres Ngada di Kasus Pencabulan dan Narkoba Digelar Hari Ini (17/3)

    Vonis Etik Eks Kapolres Ngada di Kasus Pencabulan dan Narkoba Digelar Hari Ini (17/3)

    Bisnis.com, JAKARTA — Divpropam Mabes Polri bakal menggelar etik mantan Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja hari ini, Senin (17/3/2025).

    Kepala Biro Wabprof Divpropam Polri Brigjen Agus Wijayanto mengatakan pelaksanaan sidang etik itu dilakukan usai pihaknya melakukan penahanan Fajar di Rutan Bareskrim sebelumnya.

    “Divpropam Polri akan melaksanakan sidang kode etik terhadap terduga pelanggar direncanakan hari Senin tanggal 17 Maret 2025,” ujarnya, dikutip Senin (17/3/2025).

    Dia menjelaskan Fajar sejatinya telah dilakukan penempatan khusus atau patsus oleh Divpropam Mabes Polri sejak Senin (24/2/2025). 

    Sejak saat itu, Divpropam mulai melakukan penyelidikan secara intensif. Hasilnya, kasus yang menyeret Fajar ini merupakan kategori pelanggaran berat. 

    “Dan sampai kita melaksanakan gelar perkara, Div Propam melaksanakan gelar perkara dan ini adalah kategori berat,” pungkasnya.

    Sekadar informasi, Fajar kini sudah berstatus tersangka dugaan pelecehan seksual hingga penyalahgunaan narkoba.

    Dalam kasusnya, Fajar diduga telah melakukan pencabulan terhadap empat orang korban. Tiga dari empat korban itu merupakan anak di bawah umur.

    Adapun, Fajar juga tersandung kasus UU ITE lantaran diduga telah menyebarkan konten asusilanya ke darkweb hingga akhirnya terendus oleh otoritas Australia. 

    Mulanya, Fajar diduga membuat konten video pornografi menggunakan ponsel. Konten tersebut kemudian diteruskan ke situs pornografi di darkweb yang bisa dilihat bebas oleh anggota forum.

    Atas perbuatannya itu, kini Fajar dipersangkakan jeratan pasal berlapis di antaranya Pasal 6 huruf C, Pasal 12, Pasal 14 ayat 1 huruf A dan B, serta Pasal 15 ayat 1 huruf E, G, J, dan L UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. 

    Selain itu, dia juga dijerat Pasal 45 ayat 1 juncto Pasal 27 ayat 1 UU ITE No. 1 Tahun 2024. Ancaman hukuman maksimal mencapai 15 tahun penjara dan denda hingga Rp1 miliar.

  • Eks Kapolres Ngada yang Cabuli 3 Anak Disidang Etik Hari Ini

    Eks Kapolres Ngada yang Cabuli 3 Anak Disidang Etik Hari Ini

    Eks Kapolres Ngada yang Cabuli 3 Anak Disidang Etik Hari Ini
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Kapolres nonaktif Ngada,
    AKBP Fajar Widyadharma
    Lukman Sumaatmaja, akan menjalani sidang komisi Kode Etik Profesi Polri (KEPP) hari ini, Senin, 17 Maret 2025.
    “Div Propam Polri akan melakukan
    sidang kode etik
    terhadap terduga pelanggar pada Senin, 17 Maret 2025,” ujar Kepala Biro Pertanggungjawaban Profesi (Karowabprof) Div Propam Polri Brigjen Pol Agus Wijayanto saat konferensi pers di Gedung Humas Polri, Jakarta, Kamis, 13 Maret 2025.
    AKBP Fajar akan menjalani sidang etik buntut aksi pecehan seksual yang ia lakukan terhadap empat orang korban, tiga di antaranya adalah anak di bawah umur.
    Selain melecehkan empat korban, AKBP Fajar juga merekam, menyimpan, dan menyebarkan video aksi bejatnya.
    Hal ini diketahui berdasarkan penyelidikan yang telah dilakukan oleh Biro Wabprof Divisi Propam Polri dengan memeriksa 16 orang saksi, termasuk keempat korban.
    Di samping kekerasan seksual, AKBP Fajar juga disebut merupakan pengguna narkoba.
    Berbagai kejahatan yang dilakukannya tersebut membuat AKBP Fajar diduga melanggar kode etik berat dan dikenakan pasal berlapis.
    Secara etik, AKBP Fajar disangka melanggar Pasal 13 Ayat 1 PP RI tentang Pemberhentian Anggota Polri, Pasal 8 Huruf C Angka 1, Angka 2, dan Angka 3, Pasal 8 Huruf D, Pasal 13 Huruf F dan Huruf G Angka 5 Peraturan Kepolisian Republik Indonesia tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik polri.
    Sementara itu, dalam kasus pidananya, AKBP Fajar disangka melanggar Pasal 6 huruf c, Pasal 12 dan Pasal 14 Ayat 1 huruf a dan b, dan Pasal 15 ayat 1, huruf e, g, c, dan i Undang-UndangTindak Pidana Kekerasan Seksual dan Pasal 25 ayat (1) juncto Pasal 27 Ayat (1) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Pasal 55 dan 56 KUHP.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Jalani Sidang Etik Hari Ini, Eks Kapolres Ngada Bakal Dipecat

    Jalani Sidang Etik Hari Ini, Eks Kapolres Ngada Bakal Dipecat

    loading…

    Eks Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja bakal menjalani sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) hari ini. Foto/SindoNews

    JAKARTA – Eks Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja bakal menjalani sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) hari ini. AKBP Fajar terancam dikenakan sanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH).

    Sanksi tegas tersebut lantaran AKBP Fajar terbukti melakukan kasus pelecehan seksual terhadap tiga anak di bawah umur, dan satu orang dewasa berusia 20 tahun, serta penggunaan narkoba.

    Karo Wabprof Divpropam Polri Brigjen Pol Agus Wijayanto mengatakan, tindakan yang dilakukan Fajar merupakan pelanggaran berat, dengan jeratan pasal berlapis.

    “Div Propam melaksanakan gelar perkara dan ini adalah kategori berat. Sehingga pasal yang disampaikan Pak Karopenmas tadi adalah pasal yang berlapis dengan kategori berat dan kita juncto-kan PP 1/2003 tentang pemberhentian anggota Polri,” kata Agus, dikutip Senin (17/3/2025).

    Sebagai informasi, Fajar resmi ditetapkan sebagai tersangka kasus kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur dan penggunaan narkotika. Penetapan tersangka dilakukan usai Divisi Propam Polri memeriksa perwira menengah (pamen) Polri itu.

    Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Trunoyudo Wisnu Andiko mengatakan, Fajar telah melakukan pelecehan terhadap tiga anak yang berusia enam tahun, 13 tahun dan 16 tahun. Selain itu, ada juga korban dewasa berusia 20 tahun berinisial SHDR.

    Bahkan, kata Trunoyudo, Fajar telah terbukti mengonsumsi narkoba, menyebarkan video pornografi terhadap anak di bawah umur ke situs internet.

    “Saya menyampaikan hasil dari penyelidikan pemeriksa kode etik ditemukan fakta bahwa FWLS telah melakukan pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur tiga orang dan satu orang usia dewasa,” kata Truno, Kamis, 13 Maret 2025.

    (cip)

  • Modus Wanita Inisial F yang Sediakan Korban Anak ke Eks Kapolres Ngada, Mulanya Diajak Main – Halaman all

    Modus Wanita Inisial F yang Sediakan Korban Anak ke Eks Kapolres Ngada, Mulanya Diajak Main – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Aksi keji mantan Kapolres Ngada, Nusa Tenggara Timur (NTT), AKBP Fajar Widyadharma, melecehkan anak di bawah umur mendapat bantuan dari wanita berinisial F. 

    F membawakan anak seperti permintaan AKBP Fajar. 

    F membawa anak di bawah umur tersebut ke kamar sebuah hotel di Kupang yang telah dipesan oleh Fajar.

    Setelah membawakan anak untuk Fajar, F mendapatkan bayaran sebanyak Rp3 juta. 

    Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) NTT, Veronika Ata, mengatakan bahwa F mengenal baik keluarga korban. 

    Oleh karena itu, keluarga selama ini tak menaruh curiga kepada F. 

    “Ibunya sendiri sangat mengecam atas situasi ini, apalagi anaknya masih sangat kecil dan yang menjadi perantara itu juga adalah orang yang dikenal sangat baik, bahkan tinggal di situ,”  kata Veronika Ata, Minggu (16/3/2025) dikutip dari tayangan YouTube KompasTV.  

    Veronika mengatakan bahwa modus F adalah dengan mengajak korban bermain. 

    F meminta izin langsung kepada orang tua korban untuk mengajak korban. 

    “Kalau menurut keluarga korban, awalnya terjadi seperti apa itu tidak tahu sama sekali karena ketahuan ketika mereka didatangi oleh teman-teman dari Polda NTT untuk menginformasikan.”

    “Dan menurut mamanya setelah kejadian itu baru dia tahu bahwa selama ini si F yang jadi perantara, dia datang ke rumahnya dan kemudian setelah datang dia minta izin secara baik dengan mama dan bapaknya si anak itu,” jelas Veronika. 

    Alih-alih diajak bermain, korban justru diajak untuk bertemu AKBP Fajar. 

    “Mau jalan-jalan, mau pergi untuk bermain, nah di luar dugaan sama sekali bahwa ternyata dia mengajak untuk pergi untuk makan dan bertemu si pelaku,” kata Veronika. 

    Setelah korban pulang, tak ada kecurigaan dan keanehan terjadi. 

    Namun, pada suatu waktu, korban pernah membawa uang Rp 50.000 ketika pulang bermain dengan F.

    Saat ditanya, korban menjawab uang itu dari ‘ayah’ F yang diduga adalah AKBP Fajar. 

    “Mamanya pada suatu waktu dia heran sekali karena ketika anaknya pulang itu bawa uang 50 ribu dan mama langsung bertanya lalu dia menjawab ‘oh ini kakak F punya bapak yang kasih saya’,” jelas Veronika. 

    “Dan mamanya menyesal kenapa tidak menggali informasi lebih jauh,” lanjutnya. 

    Veronika mengatakan, F adalah anggota atau anak kos keluarga korban.

    Keluarga Korban Minta AKBP Fajar Dihukum Mati 

    Atas aksi keji ini, keluarga korban pun marah dan merasa terpukul.  

    Ibu korban mengecam tindakan AKBP Fajar yang melakukan tindakan pelecehan seksual terhadap anaknya yang masih di bawah umur itu. 

    “Orang tuanya (korban) sangat terpukul, marah, dan sebenarnya mereka sangat kecewa dengan situasi yang terjadi saat ini,” kata Veronika. 

    Veronika mengatakan bahwa keluarga korban baru tahu anaknya menjadi korban setelah polisi datang ke rumah mereka. 

    Mereka tak pernah menyangka, terlebih perantara yang menghubungkan korban dengan tersangka adalah orang yang mereka kenal baik. 

    “Ibunya sendiri sangat mengecam atas situasi ini, apalagi anaknya masih sangat kecil dan yang menjadi perantara itu juga adalah orang yang dikenal sangat baik, bahkan tinggal di situ,” katanya. 

    Veronika mengatakan, keluarga korban meminta, agar tersangka dihukum seumur hidup atau mati. 

    “Mereka sangat marah, mereka menuntut untuk hukuman yang seberat-beratnya, hukuman harus maksimal, bahkan harus hukuman seumur hidup atau hukuman mati, mereka berharap seperti itu,” tegasnya. 

    AKBP Fajar diketahui telah mencabuli empat orang korban, tiga di antaranya adalah anak di bawah umur.

    Fakta itu terkuak dari hasil penyelidikan dan pemeriksaan kode etik yang dilakukan oleh Biro Pertanggung Jawaban Profesi Divisi Profesi dan Pengamanan Polri (Wabprof Propam Polri).

    “Dari penyelidikan pemeriksaan melalui kode etik dari wabprof, ditemukan fakta bahwa FLS telah melakukan pelecehan seksual dengan anak di bawah umur sebanyak tiga orang dan satu orang usia dewasa,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko, saat konferensi pers, Kamis (13/3/2024). 

    Trunoyudo menjelaskan, tiga anak yang menjadi korban ada yang berusia 6 tahun, 13 tahun, dan 16 tahun. 

    Sementara, satu orang dewasa yang dilecehkan berusia 20 tahun. 

    Penyidik telah memeriksa saksi sebanyak 16 orang, di antaranya termasuk empat korban.

    Selain itu, ada empat orang manajer hotel dan dua orang personel Polda NTT.

    “Tiga ahli selaku ahli bidang psikologi, agama, dan kejiwaan, satu dokter, dan ibu seorang korban anak,” ucapnya.

    Eks Kapolres Ngada Buat 8 Video Pelecehan

    Polisi menemukan total 8 video pelecehan dari empat korban AKBP Fajar. 

    Hal itu diketahui penyidik setelah memeriksa saksi dan barang bukti berupa CD rekaman video yang direkam tersangka. 

    “(Disita) alat bukti surat berupa visum serta CD yang berisi kekerasan seksual sebanyak delapan video,” kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda NTT Kombes Patar Silalahi, Kamis (13/3/2024). 

    Selain itu, polisi juga menyita pakaian anak berwarna pink dengan motif hati atau love, rekaman CCTV hingga data registrasi hotel. 

    “Ada pun beberapa alat bukti yang kami dapat dari saksi-saksi ada sembilan orang, kemudian petunjuk dari CCTV dan dokumen registrasi di resepsionis.”

    “Kemudian barang bukti satu baju dress anak bermotif love pink,” papar Patar. 

    Patar menjelaskan, awal mula kasus ini diungkap sejak 22 Januari 2025 setelah menerima laporan.

    Setelah menerima laporan, keesokan harinya dilakukan penyelidikan ke sebuah hotel di Kupang.

    “Menggali informasi dari staf hotel serta pengecekan terhadap data hotel yang tertanggal 11 Juni 2024,” katanya. 

    Dari awal pengecekan itu lah kemudian polisi menemukan bukti-bukti tersebut.

    (Tribunnews.com/Milani) (KompasTV) 

  • Mengenal Child Grooming yang Beda dari Pedofilia, Sama-sama Berbahaya Tetapi Dampaknya Beda

    Mengenal Child Grooming yang Beda dari Pedofilia, Sama-sama Berbahaya Tetapi Dampaknya Beda

    TRIBUNJATIM.COM – Ternyata jika anda pernah mendengar istilah ‘Child Grooming’ definisinya tampak berbeda dari ‘Pedofilia’.

    Kedua istilah ini tidaklah sama, bahkan memiliki dampak dan perilaku pelaku yang berbeda-beda.

    Psikolog klinis Universitas Indonesia, Kasandra A. Putranto, menegaskan bahwa child grooming dan pedofilia adalah dua hal yang berbeda, tetapi keduanya sama-sama berbahaya dan perlu diwaspadai.

    “Kasus pelecehan dan eksploitasi anak semakin marak. Kasus yang terbukti terjadi di berbagai tempat, mulai dari rumah, sekolah, tempat kerja, hingga tempat ibadah, menunjukkan perlunya perhatian serius dari masyarakat dan pemerintah,” kata Kasandra, seperti dikutip TribunJatim.com dari Kompas.com, Minggu (16/3/2025).

    Kasandra menjelaskan, child grooming adalah proses yang dilakukan pelaku, biasanya orang dewasa, untuk membangun hubungan emosional dengan anak demi mengeksploitasi mereka secara seksual.

    MURID NGAJI DILECEHKAN – Aksi pelecehan guru ngaji terhadap muridnya terjadi di Wonosobo, Jawa Tengah, Minggu (26/1/2025) (Generated by AI)

    Proses ini sering melibatkan manipulasi, tipu daya, dan penguasaan.

    Pelaku berupaya mendapatkan kepercayaan anak dan orang tua mereka sebelum akhirnya melakukan pelecehan.

    Mereka bisa melakukannya secara langsung maupun melalui media sosial dan platform online.

    “Tujuan utama pelaku melakukan child grooming adalah untuk mengeksploitasi anak-anak,” ujarnya.

    Sementara itu, pedofilia adalah kondisi psikologis yang ditandai dengan ketertarikan seksual yang berkelanjutan terhadap anak-anak yang belum mencapai usia pubertas.

    Meski demikian, tidak semua pelaku pelecehan atau kekerasan seksual terhadap anak adalah pedofil.

    “Beberapa pelaku tidak memiliki ketertarikan seksual yang berkelanjutan terhadap anak, tetapi melakukan pelecehan karena alasan lain, seperti kekuasaan atau kontrol,” kata Kasandra.

    Menurutnya, setiap kasus yang berkaitan dengan child grooming maupun pedofilia harus diproses berdasarkan bukti yang valid melalui jalur hukum, bukan hanya berdasarkan opini sepihak.

    Selain itu, kesadaran masyarakat, pendidikan, serta perlindungan hukum juga perlu ditingkatkan untuk mencegah tindakan yang merugikan anak-anak.

    Kasandra menyoroti semakin banyaknya kasus pelecehan seksual terhadap anak, seperti kasus yang menjerat Kapolres Ngada Polda NTT.

    Ia menilai bahwa pemerintah perlu mengambil langkah konkret untuk melindungi anak dari pelaku child grooming dan pedofilia.

    Langkah-langkah tersebut meliputi:

    -Penguatan regulasi dengan sanksi yang lebih tegas bagi pelaku.
    -Peningkatan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat mengenai bahaya child grooming.
    -Penegakan hukum yang lebih ketat terhadap pelaku kekerasan seksual terhadap anak.
    -Perkuatan undang-undang yang melindungi anak dari kekerasan dan eksploitasi.

    “Pemerintah juga perlu mengadakan program sosialisasi, seperti seminar dan workshop, agar orang tua dan anak lebih memahami cara melindungi diri dari ancaman ini,” tambahnya.

    Lebih lanjut, Kasandra menyarankan agar pemerintah bekerja sama dengan organisasi non-pemerintah dalam menciptakan program perlindungan anak.

    Ia juga menilai pentingnya keterlibatan sektor swasta dalam kampanye kesadaran dan perlindungan anak.

    Sebagai bentuk perlindungan hukum bagi korban, pemerintah juga disarankan untuk menyediakan layanan hukum bagi anak-anak yang menjadi korban kejahatan seksual.

    KASUS PENCABULAN KAPOLRES – Sosok eks Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman yang diduga mencabuli tiga orang anak di bawah umur di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), dan videonya disebar ke situs porno Australia. Kini terungkap bahwa ia bayar Rp 3 juta untuk tidur dengan anak 6 tahun. (YouTube Kompas TV)

    Akses terhadap keadilan bagi korban dan keluarga mereka juga harus dipastikan.

    Tak hanya itu, diperlukan layanan rehabilitasi yang memberikan dukungan psikologis bagi anak-anak yang mengalami trauma.

    Program pemulihan yang berfokus pada kebutuhan emosional dan psikologis anak juga harus dikembangkan.

    “Upaya ini penting agar anak-anak yang menjadi korban bisa pulih dan kembali menjalani kehidupan dengan baik,” tutup Kasandra.

    Belakangan sebuah kasus yang menimpa institusi kepolisian kembali ramai diperbincangkan.

    AKBP Fajar Widyadharma Lukman ditangkap aparat Propam Mabes Polri terkait dugaan penggunaan narkoba dan pencabulan anak di bawah umur pada Kamis, 20 Februari 2025.

    Kapolres Ngada nonaktif ini ditangkap atas dugaan kasus penyalahgunaan narkoba hingga tindakan asusila kepada anak di bawah umur.

    Namun lebih dari 10 hari sejak penangkapannya, polisi tidak membuka kasus ini ke publik.

    Kronologi dan motifnya juga belum disampaikan secara jelas.

    Meski demikian, kini dosa-dosa AKBP Fajar Widyadharma Lukman perlahan mulai terungkap.

    AKBP Fajar telah dinyatakan positif mengkonsumsi narkoba jenis sabu.

    Ia menjalani tes urine terkait kasus dugaan narkotika.

    Hasilnya, AKBP Fajar dinyatakan positif menggunakan sabu-sabu.

    “Hasil tes urine positif SS (sabu-sabu),” kata Kabid Humas Polda Nusa Tenggara Timur (NTT), Kombes Henry Novika, kepada wartawan, Selasa (4/3/2025).

    Henry tidak menjelaskan lebih lanjut pemeriksaan yang bersangkutan di Propam Polri.

    Komisioner Kompolnas Choirul Anam sebelumnya mendorong Kapolres Ngada yang diduga terjerat kasus dugaan narkotika dan asusila, agar segera diproses pidana.

    “Kami berharap kasus ini langsung lanjut secara simultan ke pidana, satu soal narkobanya dicek, apakah betul atau tidak,” katanya kepada wartawan, Selasa (4/3/2025).

    Dirtipid Narkoba Bareskrim Polri, Brigjen Pol Mukti Juharsa juga telah memastikan, AKBP Fajar bakal ditindak tegas bahkan dipecat dari institusi Polri.

    “Pokoknya setiap pelaku oknum anggota yang terlibat narkoba tindak tegas,” kata Brigjen Mukti Juharsa kepada wartawan di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Rabu (5/3/2025).

    Kapolres Ngada AKBP Fajar diduga terlibat narkoba dan kekerasan seksual anak di bawah umur (Dok Polres Ngada NTT)

    Selain mengkonsumsi narkoba, AKBP Fajar juga diduga melakukan kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT).

    Terungkap ia diduga telah melakukan kekerasan seksual terhadap tiga anak di bawah umur, paling kecil usia tiga tahun.

    Ada tiga orang anak di bawah umur yang diduga menjadi korban pencabulan AKBP Fajar.

    Ketiga korban tersebut berusia 3 tahun, 12 tahun, dan 14 tahun.

    Hal ini disampaikan oleh Plt Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Kupang, Imelda Manafe.

    Imelda Manafe menyampaikan bahwa korban yang berusia tiga tahun dalam bimbingan orang tua.

    “Korban 12 tahun itu kini dalam pendampingan kami,” kata Imelda, Senin (10/3/2025), seperti dikutip dari Pos Kupang.

    Sementara itu, korban berusia 14 tahun belum dapat ditemui.

    Bahkan AKBP Fajar diduga juga merekam video pelecehan seksual dan mengunggahnya di situs dewasa Australia.

    Temuan ini bermula dari laporan pihak berwajib Australia yang menemukan ada video asusila yang diunggah dari Kota Kupang.

    “Kejadiannya pertengahan tahun lalu (2024),” ungkap Imelda Manafe.

    Pihak Australia lantas melaporkan kejadian tersebut kepada Mabes Polri.

    Tim Mabes Polri lantas melakukan penyelidikan.

    Hingga akhirnya AKBP Fajar ditangkap pada 20 Februari 2025.

    Berita viral lainnya

    Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com

  • Bocah Korban Kekerasan Seksual Driver Ojol di Tebet Alami Trauma

    Bocah Korban Kekerasan Seksual Driver Ojol di Tebet Alami Trauma

    JAKARTA – Bocah perempuan berusia 8 tahun berinisial SK (8) korban kekerasan seksual oleh driver ojek online di Tebet, Jakarta Selatan pada pekan lalu saat ini mengalami trauma.

    Hal ini diungkapkan ayah korban, Abdurrahman. “Kalau trauma itu ada,” kata Abdurrahman saat dikonfirmasi, Minggu, 16 Maret.

    Abdurrahman mengungkapkan jika anaknya mengalami perubahan tingkah laku yang cukup signifikan. Pasalnya dia lebih sering diam, namun terkadang marah-marah apabila ada yang membahas peristiwa yang dialaminya.

    “Dia Kalau denger orang diceritain ini. Langsung dia marah, diam jangan berisik,” jelasnya.

    Tak hanya itu, korban juga sempat sakit demam dua hari pasca kejadian yang dialaminya. Bahkan, SK sempat izin tidak bersekolah selama dua hari.

    “Nah kemarin sempat sakit anak saya 2 hari. Ini baru mendingan nih, baru enakan Jadi anak saya syok lah,” ungkap Abdurrahman.

    Oleh sebab itu, kata Abdurrahamn, untuk mencegah trauma yang berkepanjangan, dirinya melarang untuk keluar rumah terlebih dahulu.

    “Saya batasi, cukup sampai di depan (rumah) dulu. Saya juga takut, banyak yang tanya tanya lah. Kan kasian nanti pikirannya dia gitu,” ungkap Abdurrahman.

    Ayah korban, Abdurrahman menceritakan kejadian itu terjadi pasca anaknya pulang salat subuh pada Rabu, 5 Maret, lalu.

    Saat jtu pelaku menunggu di dekat masjid yang lokasinya gelap dan terhimpit mobil. Kemudian, saat korban tiba di lokasi, pelaku menarik korban dan membawa ke tempat yang tidak terlihat oleh warga yang melintas.

    “Jadi kejadiannya di situ di belakang mobil dan untuk saksi kejadian Memang tidak ada kejadian,” kata Abdurrahman kepada wartawan di Polres Metro Jakarta Selatan, Jumat, 14 Maret.

    Kemudian pelaku memberikan uang Rp10 ribu kepada korban. Akan tetapi, SK menolaknya dan ingin meninggalkan lokasi kejadian.

    “Dipanggil sama si pelaku Ke belakang mobil diimingi uang 10 ribu Anak saya tidak mau, Akhirnya anak saya mau jalan pulang, ditarik lagi nih. dikasih lagi gak mau juga,” ungkap Abdurrahman

    “Akhirnya bajunya diangkat Bajunya diangkat, Anak saya pegang mukena begini, Bajunya diangkat sama si pelaku Mulutnya dibekap, nah pelaku kepalanya masuk, Nah terjadilah Pelecehan disitu. Nah setelah itu Anak saya pulang,” lanjutnya.

  • Kasus Kapolres Ngada Cabuli Sejumlah Anak Terbongkar, LPSK Ungkap 71 Anak di NTT Minta Perlindungan – Halaman all

    Kasus Kapolres Ngada Cabuli Sejumlah Anak Terbongkar, LPSK Ungkap 71 Anak di NTT Minta Perlindungan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengungkapkan tingginya jumlah permohonan perlindungan di Nusa Tenggara Timur (NTT) sepanjang tahun 2024.

    Dari total 193 permohonan, kasus Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) mendominasi dengan 80 laporan, di mana 71 laporan di antaranya adalah kasus kekerasan seksual terhadap anak,

    Lainnya adalah 45 laporan tindak pidana perdagangan orang dan 41 laporan berkaitan dengan tindak pidana lain.

    Angka ini menunjukkan keprihatinan mendalam terkait tingginya angka kekerasan seksual terhadap anak di wilayah tersebut.

    Pernyataan ini disampaikan Wakil Ketua LPSK, Sri Nurherawati, setelah mencuatnya kasus mencengangkan yang melibatkan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja. 

    AKBP Fajar kini tengah diselidiki atas tuduhan pencabulan terhadap sejumlah anak di bawah umur. 

    Kasus yang melibatkan Kapolres Ngada ini menambah daftar panjang kekerasan seksual yang menimpa anak-anak di wilayah NTT.

    Sri Nurherawati menegaskan bahwa tindakan kekerasan seksual oleh aparat penegak hukum sangat memprihatinkan, terlebih mengingat perempuan dan anak-anak adalah kelompok yang sangat rentan.

    LPSK pun mengapresiasi langkah cepat kepolisian yang segera menindak pelaku dengan memberikan sanksi tegas, serta berharap dapat terus berkolaborasi untuk mendampingi korban dalam proses hukum.

    “LPSK dapat diminta untuk mendampingi dalam pengambilan sampel DNA yang kredibel. Sekalipun tes DNA bukan satu-satunya alat bukti, namun pembuktian optimal menjadi sangat penting bagi para korban TPKS untuk dijadikan bukti guna proses hukum hingga restitusi,” ujar Nurherawati dalam keterangannya, Minggu (16/3/2025).

    Kapolres Ngada Cabuli Tiga Anak dan Mahasiswi

    Masyarakat Indonesia dikejutkan dengan terungkapnya kasus kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur yang diduga dilakukan oleh Kapolres Ngada NTT, AKBP Fajar Widyadharma. 

    Dari penyelidikan sementara Polda NTT, sejauh ini ada empat korban dalam kasus pelecehan seksual yang diduga dilakukan oleh AKBP Fajar.

    Tiga korban adalah anak-anak berusia 6, 13, dan 16 tahun. Sementara seorang korban lainnya adalah mahasiswi berinisial SHDR (20). 

    Sebagian aksi kejahatan seksual sang kapolres dilakukan di hotel.

    Polda NTT mengungkapkan, pencabulan terhadap salah satu korban yakni anak berusia 6 tahun dilakukan AKBP Fajar saat dia menjabat Kapolres Ngada yakni sejak Juni 2024.

    “Kejadiannya pada saat menjabat sebagai Kapolres (Ngada) yang saat ini telah dinonaktifkan,” ujar Kabid Humas Polda NTT, Kombes Henry Novika Chandra, di Mapolda NTT, Rabu (12/3/2025).

    Tak hanya menjadi tersangka kekerasan seksual, AKBP Fajar juga ditetapkan sebagai tersangka atas penyalahgunaan narkoba dan pelanggaran Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

    Pelaku terancam hukuman penjara maksimal 15 tahun dan denda hingga Rp1 miliar.

    Saat ini, Polri telah menahan Fajar hingga proses penyidikan selesai.

    Untuk memudahkan penyidikan kasus ini, Polri mencopot AKBP Fajar dari jabatan sebagai Kapolres Ngada.

    Pencopotan Fajar dari jabatannya itu tertuang dalam surat telegram (ST) Kapolri bernomor ST/489/III/KEP./2025 yang ditandatangani Irwasum Polri Komjen Pol. Dedi Prasetyo tertanggal 12 Maret 2025, seperti dilansir Antara. 

    Dalam surat tersebut, Fajar dimutasi menjadi Pamen Yanma Polri, sementara jabatan Kapolres Ngada kini diisi AKBP Andrey Valentino yang sebelumnya menjabat Kapolres Nagekeo NTT.

    Kasus ini menjadi sorotan besar dan mengingatkan kita akan pentingnya melindungi anak-anak dari segala bentuk kekerasan, termasuk yang melibatkan aparat penegak hukum.

    Awal Mula Kejahatan Sang Kapolres Terbongkar: Video Porno Anak Indonesia Muncul di Situs Dewasa Australia

    Ilustrasi (ISTIMEWA)

    Bagaimana awal mula kasus pencabulan anak oleh seorang Kapolres itu bisa terungkap?

    Kasus Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja terungkap kali pertama oleh Kepolisian Federal Australia (AFP).

    Pihak AFP awal kali mendeteksi adanya beberapa konten video pelecehan seksual yang melibatkan anak Indonesia diperjualbelikan di situs pornografi luar negeri. 

    Lantas, AFP melakukan investigasi mendalam hingga akhirnya diketahui lokasi pihak yang mengunggah video-video tersebut.

    Hasil investigasi AFP itu dilaporkan ke Hubinter Polri di Jakarta, dan kemudian diteruskan ke Polda NTT.

    “Rangkaiannya, ada informasi yang kami terima dari Divisi Hubinter pada 22 Januari 2025, yang diteruskan ke Polda NTT, dan dilakukan penyelidikan dugaan kasus asusila seksual tersebut,” ujar Direktur Reserse Kriminal Umum Polda NTT, Kombes Pol Patar Silalah dalam jumpa pers di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (13/3/2025).

    Lalu, pada 23 Januari 2025, Polda NTT mulai menggelar penyelidikan ke sebuah hotel di Kupang, NTT. Polisi pun menggali informasi dari staf hotel setempat terkait data pada 11 Juni 2024 silam. 

    “Adapun beberapa alat bukti yang kami dapat dari saksi-saksi ada 9 orang,” ucapnya. 

    Lalu, kata Patar, pihaknya juga melakukan pengecekan terhadap CCTV hotel tersebut dan dokumen registrasi di resepsionis.

    Setelah rangkaian penyelidikan, terungkap ternyata AKBP Fajar yang memesan sebuah kamar hotel dengan identitas yang tertera pada Surat Izin Mengemudi (SIM) miliknya. 

    Dia kemudian menghubungi seorang perempuan berinisial F untuk dihadirkan anak di bawah umur. F lalu membawa anak di bawah umur dan mendapat bayaran sebanyak Rp 3 juta dari Fajar.

    Setelah itu, Kapolres Ngada tersebut melakukan tindakan asusila terhadap korban sambil memvideokan perbuatannya. 

    Aksi tidak terpuji yang dilakukan Fajar tidak berhenti sampai di situ. Dia juga mengunggah tindakan asusila terhadap korban ke salah satu situs porno di Australia. 

    Video tak senonoh yang diunggah Fajar ke salah satu situs porno ternyata mendapat atensi dari otoritas Australia. Pada akhirnya, mereka melakukan penyitaan terhadap sejumlah barang bukti. 

    “Barang bukti berupa 1 baju dress anak bermotif love pink, dan alat bukti surat berupa visum, dan CD berisi kekerasan seksual sebanyak 8 video,” imbuh Patar.

    Setelah memiliki cukup bukti, Propam Polda NTT menangkap AKBP Fajar pada 22 Februari 2025.

  • Modus Wanita Inisial F yang Sediakan Korban Anak ke Eks Kapolres Ngada, Mulanya Diajak Main – Halaman all

    Keluarga Korban Minta Eks Kapolres Ngada Dihukum Mati, LPA NTT: Mereka Marah dan Terpukul – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Keluarga korban asusila mantan Kapolres Ngada, Nusa Tenggara Timur (NTT), AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja, marah dan merasa terpukul atas tindakan keji tersangka. 

    Ibu korban mengecam tindakan AKBP Fajar yang melakukan tindakan pelecehan seksual terhadap anaknya yang masih di bawah umur itu. 

    “Orang tuanya (korban) sangat terpukul, marah, dan sebenarnya mereka sangat kecewa dengan situasi yang terjadi saat ini,” kata Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) NTT, Veronika Ata, Minggu (16/3/2025) dikutip dari tayangan YouTube KompasTV. 

    Veronika mengatakan bahwa keluarga korban baru tahu anaknya menjadi korban setelah polisi datang ke rumah mereka. 

    Mereka tak pernah menyangka, terlebih perantara yang menghubungkan korban dengan tersangka adalah orang yang mereka kenal baik. 

    “Ibunya sendiri sangat mengecam atas situasi ini, apalagi anaknya masih sangat kecil dan yang menjadi perantara itu juga adalah orang yang dikenal sangat baik, bahkan tinggal di situ,” katanya. 

    Veronika mengatakan, keluarga korban meminta, agar tersangka dihukum seumur hidup atau mati. 

    “Mereka sangat marah, mereka menuntut untuk hukuman yang seberat-beratnya, hukuman harus maksimal, bahkan harus hukuman seumur hidup atau hukuman mati, mereka berharap seperti itu,” tegasnya. 

    AKBP Fajar diketahui telah mencabuli empat orang korban, tiga di antaranya adalah anak di bawah umur.

    Fakta itu terkuak dari hasil penyelidikan dan pemeriksaan kode etik yang dilakukan oleh Biro Pertanggung Jawaban Profesi Divisi Profesi dan Pengamanan Polri (Wabprof Propam Polri).

    “Dari penyelidikan pemeriksaan melalui kode etik dari wabprof, ditemukan fakta bahwa FLS telah melakukan pelecehan seksual dengan anak di bawah umur sebanyak tiga orang dan satu orang usia dewasa,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko, saat konferensi pers, Kamis (13/3/2024). 

    Trunoyudo menjelaskan, tiga anak yang menjadi korban ada yang berusia 6 tahun, 13 tahun, dan 16 tahun. 

    Sementara, satu orang dewasa yang dilecehkan berusia 20 tahun. 

    Penyidik telah memeriksa saksi sebanyak 16 orang, di antaranya termasuk empat korban.

    Selain itu, ada empat orang manajer hotel dan dua orang personel Polda NTT.

    “Tiga ahli selaku ahli bidang psikologi, agama, dan kejiwaan, satu dokter, dan ibu seorang korban anak,” ucapnya.

    Aksi keji Fajar ini dibantu oleh seorang wanita berinisial F sebagai perantara dengan korban. 

    F membawakan anak seperti permintaan Fajar. 

    F membawa anak di bawah umur tersebut ke kamar sebuah hotel di Kupang yang telah dipesan oleh Fajar.

    Setelah membawakan anak untuk Fajar, F mendapatkan bayaran sebanyak Rp3 juta. 

    Eks Kapolres Ngada Buat 8 Video Pelecehan

    Polisi menemukan total 8 video pelecehan dari empat korban AKBP Fajar. 

    Hal itu diketahui penyidik setelah memeriksa saksi dan barang bukti berupa CD rekaman video yang direkam tersangka. 

    “(Disita) alat bukti surat berupa visum serta CD yang berisi kekerasan seksual sebanyak delapan video,” kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda NTT Kombes Patar Silalahi, Kamis (13/3/2024). 

    Selain itu, polisi juga menyita pakaian anak berwarna pink dengan motif hati atau love, rekaman CCTV hingga data registrasi hotel. 

    “Ada pun beberapa alat bukti yang kami dapat dari saksi-saksi ada sembilan orang, kemudian petunjuk dari CCTV dan dokumen registrasi di resepsionis.”

    “Kemudian barang bukti satu baju dress anak bermotif love pink,” papar Patar. 

    Patar menjelaskan, awal mula kasus ini diungkap sejak 22 Januari 2025 setelah menerima laporan.

    Setelah menerima laporan, keesokan harinya dilakukan penyelidikan ke sebuah hotel di Kupang.

    “Menggali informasi dari staf hotel serta pengecekan terhadap data hotel yang tertanggal 11 Juni 2024,” katanya. 

    Dari awal pengecekan itu lah kemudian polisi menemukan bukti-bukti tersebut.

    (Tribunnews.com/Milani) (KompasTV) 

  • Cabuli Anak di Bawah Umur, Eks Kapolres Ngada Dinilai Melanggar HAM

    Cabuli Anak di Bawah Umur, Eks Kapolres Ngada Dinilai Melanggar HAM

    Cabuli Anak di Bawah Umur, Eks Kapolres Ngada Dinilai Melanggar HAM
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komnas Hak Asasi Manusia (HAM) menyatakan, Kapolres nonaktif Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman melanggar HAM karena telah merenggut hak anak untuk mendapatkan perlindungan dari kekerasan fisik atau mental.
    “Terjadinya pelanggaran HAM terhadap hak-hak anak untuk mendapatkan perlindungan dari kekerasan fisik atau mental, dan terjadi pelecehan seksual, dan atau pencabulan yang diduga dilakukan oleh Kapolres nonaktif Ngada,” ujar Koordinator Subkomisi Penegakan HAM Komnas HAM, Uli Parulian Sihombing melalui keterangan resminya, Kamis (13/3/2025).
    Komnas HAM mendesak agar Fajar disanksi tegas, baik secara etika dan pidana.
    Bahkan, sanksi terhadap Fajar diharapkan bisa diperberat dengan adanya pertimbangan hukum yang diatur dalam undang-undang nomor 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
    “Dengan mempertimbangkan pemberatan hukuman terhadap pelaku yaitu pelaku sebagai aparat penegak hukum berdasarkan pertimbangan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS),” lanjut Uli.
    Komnas HAM juga meminta agar para korban dapat dibantu proses pemulihannya melalui layanan psikologi serta restitusi atau kompensasi.
    Komnas HAM juga mendesak Polri memastikan peristiwa serupa tidak lagi terjadi, khususnya di lingkungan kepolisian.
    Untuk itu, Polri diminta untuk melakukan evaluasi secara berkala melalui uji narkoba secara rutin dan asesmen psikologi.
    Sebelumnya, eks
    Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma
    Lukman telah ditetapkan sebagai tersangka di kasus pencabulan anak. Lukman juga langsung ditahan di Rutan Bareskrim Polri, Jakarta Selatan.
    “Hari ini statusnya sudah menjadi tersangka dan ditahan di Bareskrim Polri,” ujar Karo Wabprof Divisi Propam Polri Brigjen Agus Wijayanto dalam jumpa pers di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (13/3/2025).
    Fajar disangkakan dengan tindak pidana kekerasan seksual sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 huruf c, Pasal 12 dan Pasal 14 Ayat 1 huruf a dan b, dan Pasal 15 Ayat 1, huruf e g c i, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan Pasal 25 Ayat 1 jo Pasal 27 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang perubahan kedua Undang-Undang ITE juncto Pasal 55 dan 56 KUHP.
    Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko mengungkapkan, eks Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman telah mencabuli empat orang korban, di mana 3 di antaranya adalah anak di bawah umur.
    Trunoyudo menyebutkan, fakta itu terkuak dari hasil penyelidikan dan pemeriksaan kode etik yang dilakukan oleh Biro Pertanggung Jawaban Profesi Divisi Profesi dan Pengamanan Polri (Wabprof Propam Polri).
    Truno menuturkan, 3 anak yang menjadi korban pencabulan itu masing-masing berusia 6 tahun, 13 tahun, dan 16 tahun, sedangkan orang dewasa yang dicabuli berusia 20 tahun.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.