Kasus: kekerasan seksual

  • LPSK Ungkap Masih Ada Korban Kekerasan Seksual Enggan Ajukan Restitusi

    LPSK Ungkap Masih Ada Korban Kekerasan Seksual Enggan Ajukan Restitusi

    Jakarta

    Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengungkapkan korban yang mengalami kekerasan seksual rata-rata berjenis kelamin perempuan. LPSK mengatakan korban kekerasan seksual masih ada rasa enggan mengajukan restitusi.

    Hal itu disampaikan Wakil Ketua LPSK Siti Nurherwati dalam diskusi Tantangan Pemberian Restitusi yang disiarkan secara daring, Rabu (19/3/2025). Awalnya, Sitii mengungkapkan jumlah permohonan restitusi dari tahun 2020 hingga 2024 mengalami kenaikan yang cukup signifikan.

    “Artinya memang kesadaran masyarakat mulai menemukenali bahwa ini bagian hak yang harus dimintakan. Tetapi kalau kita sandingkan dengan berapa sih jumlah tindak pidana, ini yang saya kira penting ya untuk kita lihat bersama-sama. Sehingga kita harus terus mendorong bagaimana kesadaran masyarakat berkaitan dengan hak atas restitusi,” ujar Siti.

    Dalam data yang dipaparkan LPSK, permohonan restitusi tahun 2024 itu tertinggi terjadi di bulan September mencapai 2.810 permohonan. Permohonan ini tidak hanya mencakup kasus kekerasan seksual saja, tetapi juga tindak pidana lain, seperti korban tindak pidana pencucian uang (TPPU), investasi ilegal.

    Siti mengatakan permohonan restitusi yang mendominasi adalah permohonan dari korban TPPU yang berjumlah 3.035. Setelah TPPU, baru permohonan restitusi kekerasan seksual anak.

    “Kekerasan seksual anak, ini cukup lumayan ya peningkatan kasusnya. Dan dia memang menjadi kelompok paling rentan. Nah termasuk kita juga mulai memperbaiki untuk menghitung kerugian, karena banyak juga korban kekerasan seksual anak yang mengalami kehamilan. Sehingga kita hitung kerugiannya dari sejak bayi itu dalam kandungan sampai berumur 18 tahun. Ini di internal kami juga kita diskusikan,” katanya.

    Foto: Tangkapan layar diskusi LPSK dengan MA

    Korban Enggan Ajukan Restitusi

    “Kita tahu bahwa masyarakat, meskipun tadi jumlahnya terus naik, tapi masih ada rasa enggan untuk menganjurkan restitusi dengan berbagai pertimbangan. Pertimbangannya misalnya kalau untuk kekerasan seksual itu pada umumnya merasa ‘kok seolah-olah saya sedang mentransaksikan layanan seksual, padahal itu kan saya yang mengalami perkosaan’, jadi saya enggak mau untuk mengajukan permohonan restitusi,” ungkapnya.

    “Atau ada juga yang enggan, karena memang belum tahu restitusi itu apa sih, memang pelakunya sanggup membayar. Nah, itu yang kemudian perlu kita sampaikan bahwa kewenangan LPSK adalah menilai kerugian. Jadi kerugian itu yang harus kita nilai dan masuk dalam dokumen hukum,” imbuhnya.

    “Sekarang, regulasinya baru ada Undang-Undang Tidak Pidana Kekerasan Seksual, yang tadi kalau terjadi kurangan bayar, maka dibayar melalui kompensasi. Tetapi ini pun, kita mesti tetap memperhatikan bahwa restitusi itu kewajiban dari pelakunya. Sehingga itu yang seharusnya kita dorong maksimalkan supaya pelakunya tetap melakukan bayar terhadap restitusi kepada korban,” tegasnya.

    Tata Cara Pengajuan Restitusi

    Dalam kesempatan ini, hakim agung Yang Mulia Ainal Mardhiah juga menjelaskan bagaimana tata cara pengajuan restitusi yang tertuang dalam Peraturan Mahkamah Agung (PERMA 1/2022). Dia mengatakan pengajuan permohonan restitusi itu dilakukan sebelum putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.

    “Permohonan restitusi kepada pengadilan selain diajukan melalui LPSK, penyidik, atau penuntut umum, dapat diajukan oleh korban. Dalam hal permohonan diajukan melalui penyidik atau LPSK; penyidik atau LPSK menyampaikan berkas permohonan kepada penuntut umum sebelum berkas perkara dilimpahkan ke pengadilan atau paling lambat sebelum penuntut umum membacakan tuntutan,” kata Ainal.

    Ainal mengatakan jika korban tidak mengajukan permohonan restitusi, hakim harus memberitahukan korban untuk memperoleh restitusi yang dapat diajukan sebelum penuntut umum mengajukan tuntutan atau setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.

    “Hakim dalam putusannya wajib memuat; pernyataan diterima atau tidaknya permohonan restitusi, alasan untuk menerima atau menolak, baik sebaguan atau untuk seluruh permohonan restitusi, dan besaran restitusi yang harus dibayarkan terdakwa atau orang tua terdakwa dalam hal terdakwa adalah anak dan/atau pihak ketiga,” tuturnya.

    Selain itu, Ainal juga menegaskan bahwa restitusi tidak menghapus hak korban, keluarga, atau ahli waris. Artinya, korban beserta keluarganya dan wali bisa mengajukan gugatan perdata dalam hal apabila terdakwa diputus bebas dan adanya keraguan yang diderita korban yang belum dimohonkan restitusi kepada pengadilan atau sudah dimohonkan namun tidak dipertimbangkan di pengadilan.

    (zap/imk)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Apa Itu Sextortion? Pemerasan Menggunakan Materi Seksual yang Tengah Marak

    Apa Itu Sextortion? Pemerasan Menggunakan Materi Seksual yang Tengah Marak

    YOGYAKARTA – Di era digital yang semakin maju, kejahatan seksual tidak hanya terjadi secara fisik, tetapi juga melalui dunia maya. Salah satu bentuk kejahatan yang marak terjadi belakangan ini adalah sextortion. Lantas apa itu sextortion dan bagaimana cara menghindarinya?

    Kejahatan seksual dalam bentuk sextortion telah memakan korban cukup banyak. Sebagian korbannya mengaku mengalami penipuan dengan kontens seksual dan diancam akan disebarkan foto dan videonya. Selain menimbulkan kerugian secara moril, korban sextortion biasanya juga sampai rugi secara materi atau uang. 

    Itulah mengapa sangat penting untuk mengenali apa itu sextortion dan bagaimana tindakan untuk menghindarinya. 

    Apa Itu Sextortion?

    Sextortion menjadi Istilah yang mungkin masih asing bagi sebagian orang, tetapi dampaknya sangat serius dan dapat merusak kehidupan korban. Sextortion adalah bentuk pemerasan yang melibatkan ancaman penyebaran materi seksual korban, seperti foto atau video intim, jika korban tidak memenuhi tuntutan pelaku. 

    Fenomena ini semakin mengkhawatirkan seiring dengan meningkatnya penggunaan media sosial dan platform digital lainnya. Sextortion sering kali dimulai dengan manipulasi psikologis. 

    Pelaku biasanya menggunakan taktik untuk mendapatkan kepercayaan korban. Misalnya dengan berpura-pura menjadi teman dekat, pasangan romantis, atau bahkan seseorang yang memiliki otoritas. 

    Setelah korban terperangkap dalam hubungan tersebut, pelaku akan meminta atau memanipulasi korban untuk mengirimkan materi seksual. Begitu pelaku mendapatkan materi tersebut, mereka akan menggunakannya sebagai senjata untuk memeras korban, baik secara finansial, seksual, atau psikologis.

    Bagaimana Sextortion Bisa Terjadi?

    Sextortion biasanya terjadi dalam beberapa tahap. Pertama, pelaku akan mencoba membangun hubungan dengan korban, baik melalui pesan pribadi, aplikasi kencan, atau platform media sosial. 

    Mereka mungkin menggunakan identitas palsu atau menyamar sebagai seseorang yang menarik perhatian korban. Setelah hubungan terbentuk, pelaku akan mulai meminta materi seksual seperti foto atau video intim dengan dalih untuk memperkuat hubungan atau sebagai bentuk kepercayaan.

    Begitu pelaku mendapatkan materi tersebut, mereka akan segera mengubah sikap. Korban akan diancam dengan penyebaran materi tersebut ke publik, termasuk keluarga, teman, atau bahkan atasan di tempat kerja, jika korban tidak memenuhi tuntutan pelaku. 

    Tuntutan yang diminta oleh pelaku kepada korban ini bisa berupa uang, materi seksual lebih lanjut, atau bahkan tindakan lain yang merugikan korban.

    Dampak Psikologis dan Sosial Sextortion

    Dampak sextortion pada korban bisa sangat parah, baik secara psikologis maupun sosial. Korban sering kali merasa tertekan, malu, dan takut akan reputasi mereka yang hancur. 

    Rasa malu ini dapat membuat korban enggan melaporkan kejahatan tersebut kepada pihak berwajib atau bahkan kepada orang terdekat. Akibatnya, banyak kasus sextortion yang tidak terungkap dan pelaku terus bebas melakukan kejahatan serupa kepada korban lain.

    Selain itu, korban juga dapat mengalami gangguan mental seperti depresi, kecemasan, dan bahkan pikiran untuk bunuh diri. Tekanan yang diberikan pelaku, ditambah dengan rasa bersalah dan malu yang dirasakan korban, dapat membuat mereka merasa terjebak dan tidak memiliki jalan keluar.

    Cara Menghindari Sextortion

    Meskipun sextortion adalah kejahatan yang serius, ada beberapa langkah yang dapat diambil untuk mengurangi risiko menjadi korban:

    Hindari Berbagi Materi Sensitif: Jangan pernah mengirimkan foto atau video intim kepada siapa pun, bahkan kepada orang yang Anda percaya. Materi tersebut dapat disalahgunakan kapan saja.Waspada terhadap Identitas Palsu: Selalu verifikasi identitas orang yang Anda ajak berinteraksi online. Pelaku sering kali menggunakan identitas palsu untuk mendapatkan kepercayaan korban.Jangan Menyerah pada Ancaman: Jika Anda menjadi korban sextortion, jangan menyerah pada tuntutan pelaku. Segera laporkan kejahatan tersebut kepada pihak berwajib dan minta bantuan dari orang terdekat.Gunakan Pengaturan Privasi: Pastikan akun media sosial Anda memiliki pengaturan privasi yang ketat. Hindari menerima permintaan pertemanan dari orang yang tidak dikenal.Edukasi Diri dan Orang Terdekat: Penting untuk memahami risiko sextortion dan membagikan pengetahuan ini kepada keluarga, teman, atau anak-anak remaja Anda. Kesadaran adalah langkah pertama untuk mencegah kejahatan ini.

    Demikianlah ulasan mengenai apa itu sextortion sebagai bentuk kejahatan seksual yang memanfaatkan teknologi dan media digital untuk memeras korban. Dengan meningkatkan kewaspadaan dan edukasi, kita dapat mengurangi risiko menjadi korban sextortion. Baca juga upaya melindungi perempuan dari kekerasan seksual.

    Ikuti terus berita terkini dalam negeri dan luar negeri lainnya di VOI. Kami menghadirkan info terbaru dan terupdate nasional maupun internasional.

  • Ditreskrimsus Polda Kaltara Ungkap Kasus Kejahatan Siber Pornografi Anak

    Ditreskrimsus Polda Kaltara Ungkap Kasus Kejahatan Siber Pornografi Anak

    TANJUNG SELOR – Polda Kalimantan Utara (Kaltara) mengungkap kasus kejahatan siber pornografi anak yang melibatkan anak di bawah umur.

    Kabid Humas Polda Kaltara Kombes Budi Rachmat mengungkapkan kasus ini berawal dari laporan Polisi Nomor: LP/B/07/II/2025/SPKT/POLDA KALTARA tanggal 24 Februari 2025.

     “Kasus ini bermula ketika pelapor, berinisial RK seorang pelajar di bawah umur, melaporkan tindakan asusila yang dialaminya melalui aplikasi Walla, di mana pelaku, berinisial TP menjalin hubungan asmara dan manipulasi online,” kata Budi Rahmat, Selasa, 18 Maret.

    “Sesuai kronologis yang diungkap oleh pihak kepolisian, TP menipu korban dengan janji untuk menaikkan rating akun Walla milik korban sebagai ganti hubungan asmara virtual. Dalam hubungan tersebut, tersangka kerap meminta uang kepada korban dengan jumlah total sekitar 8 Juta Rupiah,” sambung dia.

    Kemudian, pelaku merekam aktivitas seksual tanpa sepengetahuan korban, yang dalam situasi tersebut korban dipaksa untuk bertelanjang dan masturbasi saat video call.

    Pelaku menduga korban berselingkuh dan sakit hati hingga memviralkan video rekam layar asusila korban kepada guru dan teman sekolah korban melalui grup WA, pelaku pun memviralkan video tersebut kepada keluarga korban.

    “Aksi tindak pidana ini berhasil diungkap berkat upaya tim Bantek Subdit V/Siber Ditreskrimsus Polda Kaltara bersama tim dari Ditressiber Polda Jatim,” ujarnya.

    Pelaku ditangkap saat berada di rumahnya di Mojokerto pada tanggal 7 Maret 2025 pada pukul 16.00 WIB. 

    “Menurut pengakuan pelaku, motifnya  dikarenakan cemburu dengan korban,” jelasnya.

    Dari hasil penangkapan tersebut polisi mengumpulkan barang bukti yang penting berupa 3 (tiga) Handphone (Nokia 105, Vivo Y1S dan Samsung Galaxy J7 Prime) dan 3 (tiga) nomor handphone milik pelaku.

    Sementara itu, Dirreskrimsus Polda Kaltara Kombes Ronald Ardiyanto menegaskan kasus ini sebagai peringatan keras bagi seluruh masyarakat untuk waspada akan kejahatan siber terhadap anak. 

    “Dengan meningkatnya teknologi digital, kejahatan siber menjadi tanpa batas dan kejam, memaksa orang tua untuk meningkatkan pengawasan atas anak-anaknya yang menggunakan teknologi,” tegasnya.

    Adapun korban saat ini mengalami trauma dan kehilangan keberanian untuk melanjutkan sekolah. Namun kini telah menerima dukungan psikososial terkoordinasi oleh penyidik dengan dinas terkait seperti UPTD perlindungan perempuan dan anak provinsi Kaltara, Kabupaten Bulungan, dan Yayasan Our Rescue Indonesia Raya. 

    “Selain itu, apabila terdapat korban lain dari tersangka, masyarakat di himbau untuk melapor kepada penyidik Subdit V/Siber Ditreskrimsus Polda Kaltara,” imbuhnya.

    Pelaku dijerat dengan pasal terkait pornografi menurut Pasal 29 Jo Pasal 4 ayat (1) UU RI No. 44 tahun 2008 Tentang Pornografi atau Pasal 14 Ayat (2) huruf “a” UU RI Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual atau Pasal 45 ayat 1 Jo Pasal 27 ayat (1) UU RI No 1 Tahun 2024 Tentang Perubahan kedua atas Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau pasal 80 ayat (1) Jo Pasal 76c Undang-undang nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan kedua atas undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

  • Ulah Kakek Rekam Nenek Tetangga saat Mandi, Anak Korban Tangkap Pelaku saat Dengar Teriakan

    Ulah Kakek Rekam Nenek Tetangga saat Mandi, Anak Korban Tangkap Pelaku saat Dengar Teriakan

    TRIBUNJATIM.COM – Seorang pria lansia berinisial NA (59) kepergok sedang merekam seorang nenek berinisial MA (58) yang sedang mandi.

    Pria warga Kabupaten Serang, Banten itu kemudian ditangkap pada Jumat (7/3/2025).

    Peristiwa itu berawal saat korban sedang mandi di rumahnya.

    Kaur Binopsnal Satreskrim Polres Serang, Iptu Iwan Rudini mengatakan, pelaku adalah tetangga korban.

    Ia lalu mengintip dan merekam korban yang sudah tanpa busana melalui lubang ventilasi udara menggunakan handphone.

    Korban yang menyadari bahwa ada yang merekam aktivitasnya langsung teriak.

    Teriakan korban tersebut didengar oleh anak korban.

    Anak korban  kemudian segera mengejar pelaku.

    “Akhirnya pelaku berhasil ditangkap oleh anak korban, dan langsung diserahkan ke Polres Serang,” ujarnya kepada TribunBanten.com, saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa (18/3/2025).

    Iwan mengungkapkan, berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap handphone pelaku sudah ada beberapa video korban sedang mandi.

    Juga sejumlah foto korban yang sedang melakukan aktivitas lainnya.

    Pelaku nekat melakukan aksinya, dipicu karena ketertarikan pelaku terhadap korban.

    “Pelaku ini ditinggal oleh istrinya jadi TKW, melihat tetangganya mulai menyukai tapi tidak berani mengungkapkan,” ucapnya.

    “Pelaku hanya berani mengambil foto secara diam-diam.

    “Di dalam hp nya (pelaku) banyak foto-foto nenek, dan ada satu video pada saat korban sedang mandi,” jelasnya.

    Pelaku telah tiga kali melakukan aksi pengintipan terhadap korban.

    “Pertama ngintip aka, yang kedua rekam video, dan yang ketiga belum sempat merekam sudah ketahuan,” kata Iwan.

    Atas perbuatannya, pelaku dijerat dengan Pasal 14 ayat Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan/atau Pasal 29 Jo Pasal 4 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi. 

     “Ancaman hukuman paling sedikit 4 tahun paling lama 12 tahun,” tandasnya. (Tribun Banten/Ade Feri)

    Sementara itu, aksi perekaman saat mandi juga pernah terjadi di Surabaya.

    Seorang mahasiswi mengadu ke SPKT Mapolsek Wonocolo Polrestabes Surabaya, karena resah atas ulah pria misterius yang mengintip dan merekam lekuk tubuhnya menggunakan ponsel saat mandi di sebuah kosan kawasan Jalan Siwalankerto, Wonocolo, Surabaya, pada Senin (24/2/2025). 

    Informasinya, korban merupakan wanita asal Maluku, berinisial MV (22), mahasiswi semester enam sebuah kampus swasta di Kota Surabaya. 

    Pengalaman memilukan tersebut, dialaminya pada Jumat (21/2l/2025) sore. Saat itu, ia sedang mandi di kamar mandi kamar kosannya. 

    Saat menyibakkan pandangan ke arah langit-langit, ia melihat terdapat ponsel berwarna silver bermerek iPhone 15 Pro dengan posisi kamera belakang mengarah pada tempat dirinya berdiri. 

    “Saat itu saya mau mandi, lalu saya melihat ke atas, di ventilasi ada kamera HP. HP-nya itu iPhone 15 Pro, warnanya silver, sudah naik setinggi ini di atas ventilasi kamar mandi,” ujarnya di Mapolsek Wonocolo, pada Senin (24/2/2025) sore. 

    MV yang kaget dengan kemunculan tangan menggenggam ponsel dengan posisi kamera belakang ponsel mengarah ke tubuh, ia sempat meneriaki perbuatan pelaku. Namun, ia belum mengetahui korban. 

    Setelah merampungkan urusannya di kamar mandi. MV yang menyadari dirinya menjadi korban perbuatan bejat seseorang tak dikenal itu, lantas melapor kepada si penjaga kosan. 

    “Kamar mandinya pertama. Dan setiap kamar mandi ada ventilasinya menghadap keluar. Iya (itu menjadi celah),” jelasnya. 

    Korban MV meminta bantuan kepada si penjaga kosan tersebut untuk memeriksa rekaman CCTV guna mencari tahu sosok pelaku ‘mata keranjang’ yang merekamnya saat mandi. 

    Ternyata, pelakunya seorang pria tak dikenal, yang belakangan diketahui merupakan pacar salah satu tetangga kosannya. 

    Perbuatan merekam video saat dirinya mandi, dilakukan oleh pelaku saat berkunjung ke kosan pacarnya. 

    “Pengakuan pemilik kos, pelaku pacar dari tetangga kos saya. Tapi saya gak kenal dengan keduanya,” katanya. 

    Setelah memperoleh temuan barang bukti tersebut, Korban MV didampingi beberapa kerabat dan teman kuliahnya, memutuskan melaporkan kejadian tersebut ke Mapolsek Wonocolo. 

    Ia berharap sosok pelaku dapat dihukum setimpal. Pasalnya, Korban MV merasa trauma dan ketakutan karena harga dirinya dilecehkan akibat perbuatan pelaku. 

    “Saya bawa bukti CCTV (untuk melapor). Saya merasa dirugikan secara materi karena saya enggak bisa kuliah, dan mental. Iya makanya saya lapor,” pungkasnya. 

    Ternyata, sosok pelaku berinisial MS (19) merupakan mahasiswa salah satu kampus swasta di Surabaya. 

    Pelaku akhirnya diamankan oleh si penjaga dan pemilik kosan setelah menerima aduan dari Korban MV, pada Senin (24/2/2024) siang. 

    Kemudian, Pelaku MS diserahkan ke Mapolsek Wonocolo Polrestabes Surabaya untuk menjalani pemeriksaan. 

    Menurut Kanit Reskrim Polsek Wonocolo Polrestabes Surabaya AKP Kusmianto membenarkan, pihaknya menerima laporan dari Korban MV atas dugaan perbuatan tak menyenangkan dengan modus merekam tubuh korban menggunakan ponsel. 

    Lantaran kasus tersebut melibatkan korban wanita dengan konteks tindak pidananya mengarah pada aksi pelecehan atau perbuatan asusila. Maka, kasus tersebut akan dilimpahkan ke Unit PPA Satreskrim Polrestabes Surabaya. 

    “Benar ada laporan di sini. Habis ini stelah saya menerima dalam keadaan fisik masih utuh kami serahkan ke PPA Polrestabes Surabaya,” ujar Kusmianto saat ditemui awak media di depan kantornya.

  • Dipecat Polri, Eks Kapolres Ngada AKBP Fajar Banding

    Dipecat Polri, Eks Kapolres Ngada AKBP Fajar Banding

    Bisnis.com, JAKARTA – Eks Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja mengajukan banding usai memperoleh sanksi pemberhentian tidak dengan hormat akibat kasus dugaan kekerasan seksual dan narkoba.

    Karopenmas Divisi Humas Polri, Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko mengatakan Fajar dinyatakan telah melakukan perbuatan tercela dalam kasus asusila hingga narkoba.

    “Dalam sanksi administratif diputuskan pemberhentian tidak dengan hormat sebagai anggota Polri,” ujarnya di TNCC, Mabes Polri, Jakarta, Senin (17/3/2025).

    Dia menambahkan, pelecehan seksual itu berupa persetubuhan anak di bawah umur, mengonsumsi narkoba hingga menyebarkan video pelecehan seksualnya.

    “Telah melakukan pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur, persetubuhan anak di bawah umur, perzinaan, mengonsumsi narkoba. Serta menyimpan menyebar video pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur,” imbuhnya.

    Adapun, Fajar juga telah menyatakan banding atas putusan terkait pemecatannya sebagai anggota korps Bhayangkara.

    “Atas putusan tersebut pelanggar banding yang menjadi bagian hak pelanggar,” pungkasnya.

    Sekadar informasi, Fajar kini sudah berstatus tersangka dugaan pelecehan seksual hingga penyalahgunaan narkoba jenis sabu.

    Dalam kasusnya, Fajar diduga telah melakukan pencabulan terhadap empat orang korban. Tiga dari empat korban itu merupakan anak di bawah umur.

    Adapun, bahwa mantan anggota Polri dengan pangkat melati dua itu juga diduga telah menyebarkan konten asusila-nya ke darkweb.

  • Sebut Kejahatan Luar Biasa, DPR Minta Polri Transparan Usut Kasus Eks Kapolres Ngada

    Sebut Kejahatan Luar Biasa, DPR Minta Polri Transparan Usut Kasus Eks Kapolres Ngada

    JAKARTA- Anggota Komisi III DPR RI Gilang Dhielafararez menyebut eks Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja telah melakukan kejahatan luar biasa. Dia meminta Polri mengusut kasusnya secara transparan.

    Gilang menilai, kasus pelecehan di bawah umur dan video porno yang dilakukan AKBP Fajar telah mencederai kepercayaan publik terhadap aparat penegak hukum.

    “Apa yang dilakukan mantan Kapolres Ngada tersebut adalah kejahatan luar biasa, karena tak hanya melakukan kekerasan seksual, tapi juga mengeksploitasi anak,” ujar Gilang, Senin, 17 Maret.

    Seperti diketahui, AKBP Fajar Widyadharma Lukman ditetapkan sebagai tersangka kasus pencabulan anak di bawah umur. Mabes Polri menyebut ada empat orang korban Fajar. Tiga di antaranya masih di bawah umur, sementara satu orang lagi sudah dewasa. Fajar jug dianggap melakukan tindakan pelanggaran berat.

    Selain melakukan pencabulan, Fajar juga merekam aksi bejatnya lalu menjual video tersebut ke situs porno luar negeri. Fajar pun terbukti terlibat dalam penyalahgunaan narkoba sehingga terancam sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) dari institusi Polri.

    Oleh karena itu, Gilang meminta Polri bekerja secara transparan dalam mengusut kasus ini, apalagi perbuatan Fajar dianggap telah mencederai keadilan publik.

    “Perbuatan pelaku sangat melukai nilai-nilai kemanusiaan, terlebih yang bersangkutan merupakan aparat penegak hukum yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam melindungi rakyat. Kami meminta Polri memberikan sanksi maksimal, termasuk pemecatan dari institusi dan proses hukum pidana secara maksimal. Pelaku harus dihukum seberat-beratnya,” tegas Gilang.

    Anggota Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR itu menilai, terdapat berbagai undang-undang yang dilanggar dan relevan yang bisa menjerat AKBP Fajar dengan hukum maksimal. Bukan hanya sekadar UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) saja, tapi juga UU No 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, serta regulasi terkait penyalahgunaan narkoba, pornografi, Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) hingga Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).

    Dalam kasus ini, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) juga menyebut kejahatan Fajar sebagai bentuk baru dari human trafficking atau perdagangan manusia. Karena itu, Gilang meminta penegakan hukum yang kredibel dengan memastikan bahwa pelaku dihukum berat mengingat statusnya sebagai pejabat publik.

    “Di UU TPKS jelas diatur adanya tambahan sepertiga dari ancaman hukuman bagi pelaku yang merupakan pejabat publik, apalagi yang bersangkutan adalah aparat penegak hukum,” sebutnya.

    Menurut Gilang, keluarga korban dan publik menaruh harapan besar terhadap institusi Polri untuk bisa tegas memberikan keadilan dalam kasus ini. Berdasarkan informasi dari Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Nusa Tenggara Timur (NTT), keluarga korban menuntut hukuman yang seberat-beratnya untuk pelaku, baik hukuman seumur hidup atau hukuman mati.

    “Masyarakat juga merasa sangat marah atas peristiwa ini karena apa yang dilakukan tersangka memang sangat keterlaluan. Di tengah menurunnya citra Polri, institusi ini harus bisa membuktikan keberpihakannya kepada keadilan,” jelas Gilang.

    Gilang menegaskan, ke depan tidak boleh ada lagi oknum aparat yang menyalahgunakan wewenangnya hingga melukai dan merugikan rakyat.

    “Polri harus memastikan jangan sampai ada lagi aparat yang melukai rakyat, khususnya masyarakat dari kalangan rentan seperti anak-anak,” imbuhnya.

    Sebelumnya, Ketua DPR Puan Maharani mengatakan pentingnya perlindungan bagi para korban kasus kekerasan seksual mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja. Ia menilai, hukuman berat sudah selayaknya diberikan kepada pelaku.

    “Penegakan hukum terhadap pelaku kejahatan terhadap anak menjadi sebuah keniscayaan. Kekerasan seksual terhadap anak adalah kejahatan yang sangat luar biasa sehingga harus ada hukuman berat dan tidak boleh ada toleransi sedikitpun,” kata Puan, Jumat, 14 Maret.

    Puan juga menekankan pentingnya negara memberikan perlindungan maksimal kepada para korban dan memastikan pencegahan agar peristiwa serupa tidak terulang. Ia juga mengimbau Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) ikut turun memberikan pendampingan.

    “Pelecehan seksual terhadap anak merupakan kejahatan yang berdampak serius pada psikologis korban. Negara harus hadir untuk memastikan bahwa mereka mendapatkan perlindungan, pendampingan psikologis, dan keadilan,” katanya.

  • Mantan Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Dipecat dari Polri

    Mantan Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Dipecat dari Polri

    loading…

    Sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) memutuskan mantan Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja dikenakan sanksi pemberhentian tidak dengan tidak hormat (PTDH). Foto/iNews

    JAKARTA – Sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) memutuskan mantan Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja dikenakan sanksi pemberhentian tidak dengan tidak hormat (PTDH).

    “Memutuskan sidang KKEP dengan sanksi etika yaitu perilaku melanggar sebagai perbuatan tercela,” kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko di Gedung TNCC Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (17/3/2025).

    Atas putusan tersebut, AKBP Fajar dipecat dari anggota Polri. Dia mengajukan banding atas sanksi administratif tersebut.

    “Diputuskan pemberhentian tidak dengan hormat sebagai anggota Polri,” ucap Truno.

    “Dengan putusan tersebut, kami perlu sampaikan informasi bahwasanya atas putusan tersebut pelanggat menyatakan banding,” sambungnya.

    Sebelumnya, Karo Wabprof Divpropam Polri Brigjen Agus Wijayanto juga sempat mengatakan, bahwa tindakan yang dilakukan Fajar merupakan pelanggaran berat, dengan jeratan pasal berlapis.

    “Sampai kita melaksanakan gelar perkara, Div Propam melaksanakan gelar perkara dan ini adalah kategori berat. Sehingga pasal yang disampaikan Pak Karopenmas tadi adalah pasal yang berlapis dengan kategori berat dan kita juncto-kan PP 1/2003 tentang pemberhentian anggota Polri,” kata Agus kepada wartawan, dikutip Senin (17/3/2025).

    Sebagai informasi, Fajar resmi ditetapkan sebagai tersangka kasus kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur dan penggunaan narkotika. Penetapan tersangka dilakukan usai Divisi Propam Polri memeriksa perwira menengah (pamen) Polri itu.

    (rca)

  • Kompolnas Desak Eks Kapolres Ngada Dihukum Seumur Hidup

    Kompolnas Desak Eks Kapolres Ngada Dihukum Seumur Hidup

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) mendesak Polri untuk menghukum mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman pidana seumur hidup. 

    Komisioner Kompolnas, Choirul Anam mengatakan desakan itu layak diberikan terhadap Fajar atas kasus pelecehan yang menjeratnya. “Makanya kita juga dorong hukuman seumur hidup. Jadi itu yang penting,” kata Komisioner Kompolnas Choirul Anam di TNCC Mabes Polri, Senin (17/3/2025).

    Dia menjelaskan, Fajar telah dipersangkakan kasus pelecehan seksual dengan ancaman hukuman selama 15 tahun. Hal itu sebagaimana diatur dalam UU Tindak Pidana Kekerasan seksual.

    Namun, dalam hal ini, Fajar melakukan dugaan tindak kekerasan seksual terhadap tiga anak di bawah umur. Oleh karena itu, Kompolnas menilai Fajar sangat memungkinkan dihukum seumur hidup.

    “Tapi ada pasal ya, yang pasalnya sama hurufnya berbeda, yang mengatakan kalau ini dilakukan, ya korbannya anak-anak, mengalami kerusakan fisik, atau jumlah korbannya lebih dari satu, bisa hukuman seumur hidup,” pungkasnya.

    Sekadar informasi, Fajar kini telah berstatus tersangka. Dia dijerat dengan pasal berlapis di antaranya Pasal 6 huruf C, Pasal 12, Pasal 14 ayat 1 huruf A dan B, serta Pasal 15 ayat 1 huruf E, G, J, dan L UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. 

    Selain itu, ia juga dijerat Pasal 45 ayat 1 juncto Pasal 27 ayat 1 UU ITE No. 1 Tahun 2024. Ancaman hukuman maksimal mencapai 15 tahun penjara dan denda hingga Rp1 miliar.

    Adapun, sidang etik polisi dengan pangkat melati dua itu tengah digelar di gedung TNCC Mabes Polri, Jakarta Selatan, hari ini, Senin (17/3/2025). 

  • Kompolnas Yakin Polri akan Pecat Eks Kapolres Ngada AKBP Fajar

    Kompolnas Yakin Polri akan Pecat Eks Kapolres Ngada AKBP Fajar

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi kepolisian nasional (Kompolnas) meyakini komisi etik Polri akan menjatuhkan sanksi kepada mantan Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman berupa pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH).

    Komisioner Kompolnas, Choirul Anam menilai sanksi PTDH sudah layak dijatuhkan lantaran tindakan Fajar sudah masuk dalam kategori pelanggaran berat.

    “Dengan konstruksi peristiwa seperti itu bahkan kemarin Karo Wabprof juga mengatakan ini adalah pelanggaran berat ya kategorinya ya pasti ini pemecatan dengan tidak hormat,” ujarnya di TNCC, Jakarta, Senin (17/3/2025).

    Anam menambahkan, pihak Divpropam sebelumnya sudah mengumumkan bahwa Fajar sudah dipersangkakan telah melakukan sejumlah tindakan melawan hukum.

    Tindakan itu berupa dugaan pencabulan yang dilakukan terhadap empat korban. Tiga korban pelecehan seksual itu diduga dilakukan terhadap tiga anak di bawah umur.

    Adapun, berdasarkan penyelidikan internal, Fajar juga telah dinyatakan menyalahgunakan narkoba jenis sabu.

    “Artinya ada penguraian soal di mana peristiwanya, siapa saja korbannya, apa yang dilakukan oleh pelaku sampai level ya mengkampanyekan atau upload dalam situs tersebut,” pungkasnya.

    Sekadar informasi, Fajar kini telah berstatus tersangka. Dia dijerat dengan pasal berlapis di antaranya Pasal 6 huruf C, Pasal 12, Pasal 14 ayat 1 huruf A dan B, serta Pasal 15 ayat 1 huruf E, G, J, dan L UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. 

    Selain itu, ia juga dijerat Pasal 45 ayat 1 juncto Pasal 27 ayat 1 UU ITE No. 1 Tahun 2024. Ancaman hukuman maksimal mencapai 15 tahun penjara dan denda hingga Rp1 miliar.

  • KemenPPPA Turun Tangan Dampingi Korban Pencabulan Eks Kaporles Ngada

    KemenPPPA Turun Tangan Dampingi Korban Pencabulan Eks Kaporles Ngada

    Jakarta

    Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) bakal terus mengawal kasus mantan Kapolres Ngada AKBP FWLS di Kota Kupang, NTT, yang diduga melakukan tindak pidana kekerasan seksual pada anak di bawah umum.

    “Kami bersama dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Komisi Kepolisian Nasional, dan Direktorat Tindak Pidana PPA-PPO Bareskrim Polri, akan terus melakukan berbagai upaya agar seluruh anak yang terlibat dalam permasalahan ini mendapatkan perhatian yang sama,” kata Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian PPPA Nahar kepada wartawan, Minggu (16/2/2025).

    Ditemukan tiga korban yang diduga berkaitan dengan kasus tersebut, yakni usia 6 tahun, 13 tahun, dan 16 tahun. Adapula wanita dewasa berusia 20 tahun.

    Para korban disebut Nahar saat ini sudah mendapatkan pendampingan psikososial untuk proses pemulihan trauma secara psikis. Agar berjalan efektif, sedikitnya ada empat hal perlu dilakukan secara menyeluruh.

    Pertama, menangani dengan cepat kasus terkait, untuk mencegah dampak lebih besar yang bisa terjadi pada anak.

    “Kecepatan dalam merespons kasus sangat penting agar anak tidak mengalami trauma berkepanjangan. Kedua, setelah korban teridentifikasi, pendampingan psikologis harus segera diberikan guna membantu anak dalam mengatasi tekanan emosional akibat kejadian yang dialaminya,” kata Nahar.

    Selanjutnya, diperlukan dukungan kebutuhan anak dalam masa pemulihan akibat kejadian traumatis. Bisa dalam bentuk apapun, termasuk kebutuhan dasar maupun dukungan lain.

    Terakhir, pendampingan dan perlindungan penuh selama proses hukum berlangsung. Hak-hak anak harus tetap terjamin sampai kasus selesai diatasi.

    (naf/kna)