Kasus: kekerasan seksual

  • TNI AL Dalami Cairan Putih dan Luka di Kemaluan Jurnalis Juwita

    TNI AL Dalami Cairan Putih dan Luka di Kemaluan Jurnalis Juwita

    Banjarmasin, Beritasatu.com – Keluarga Juwita (23), seorang jurnalis di Banjarbaru, Kalimantan Selatan (Kalsel), yang tewas dibunuh oleh anggota TNI Angkatan Laut, meminta penyidik Detasemen Polisi Militer Pangkalan TNI Angkatan Laut (Denpomal) Banjarmasin untuk menelusuri lebih lanjut temuan cairan putih serta luka lebam di area kemaluan korban.

    “Saat autopsi dilakukan, dokter forensik mengizinkan pihak keluarga untuk menyaksikan. Ini murni pembunuhan. Namun, yang menjadi perhatian utama adalah adanya cairan putih (sperma) dalam rahim korban dengan volume cukup banyak serta luka-luka di area tersebut. Hal ini perlu diselidiki lebih lanjut,” ujar kuasa hukum keluarga, Muhamad Pazri, setelah menghadiri pemeriksaan penyidik di Denpomal Banjarmasin, Rabu (2/4/2025) dikutip dari Antara.

    Pazri mewakili keluarga korban meminta agar uji laboratorium forensik dilakukan di Surabaya atau Jakarta, mengingat fasilitas tersebut belum tersedia di Kalsel.

    “Jumlah cairan putih yang ditemukan cukup banyak, sehingga perlu diperjelas. Apakah ini berasal dari satu orang atau lebih? Ini yang harus diungkap melalui penyelidikan lebih lanjut,” katanya.

    Keluarga berharap cairan putih tersebut segera menjalani uji DNA di laboratorium forensik luar daerah agar fakta-fakta dalam kasus ini bisa segera terungkap, termasuk motif di balik pembunuhan tersebut.

    Pazri menjelaskan dokter forensik sudah mengambil sampel cairan untuk diuji. Namun, mengenai lokasi pengujian, keputusan sepenuhnya ada di tangan penyidik.

    Menurutnya, pemeriksaan laboratorium sangat penting untuk memastikan apakah cairan tersebut berasal dari terduga pelaku Kelasi Satu J atau ada kemungkinan keterlibatan pihak lain.

    “Kami juga telah menyerahkan bukti berupa foto dan rekaman video kepada penyidik, yang menunjukkan indikasi kekerasan seksual sebelum korban dibunuh,” tambahnya.

    Hingga pemeriksaan kedua terhadap keluarga korban, Denpomal Banjarmasin belum memberikan pernyataan resmi kepada media.

  • Awal Mula Jurnalis Juwita Kenal Jumran Oknum TNI AL Terduga Pembunuh, Sempat Dirudapaksa – Halaman all

    Awal Mula Jurnalis Juwita Kenal Jumran Oknum TNI AL Terduga Pembunuh, Sempat Dirudapaksa – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Muncul dugaan bahwa jurnalis asal Banjarbaru, Kalimantan Selatan (Kalsel), Juwita (23) dirudapaksa sebelum dibunuh oleh oknum TNI AL Balikpapan, Kalimantan Timur (Kaltim), Kelasi Satu Jumran alias J (23).

    Hal itu diungkapkan pihak keluarga korban saat menyampaikan awal mula terjalinnya hubungan antara Juwita dengan J.

    Kuasa hukum korban, Muhammad Pazri mengatakan bahwa berdasarkan informasi dari keluarga Juwita, J sempat merudapaksa sang wartawati sebanyak dua kali sebelum menghabisi nyawanya.

    “Berdasarkan alat bukti, kami sampaikan bahwa korban mengalami kekerasan seksual, ini adalah pemerkosaan,” kata Pazri, Rabu (2/4/2025), dilansir BanjarmasinPost.co.id.

    Hal itu disampaikan Pazri saat mendampingi keluarga korban untuk menjalani pemeriksaan sebagai saksi di Detasemen Polisi Militer (Denpom) Lanal Banjarmasin, pada hari ini.

    Disebutkan bahwa peristiwa rudapaksa pertama terjadi pada rentan waktu 25-30 Desember 2024.

    Kemudian peristiwa kedua terjadi pada 22 Maret 2025 tepat di hari jasad korban ditemukan.

    “Pada September 2024, korban dan pelaku berkenalan lewat media sosial, kemudian komunikasi, lalu tukaran nomor telepon, hingga akhirnya pada rentan waktu 25-30 Desember pelaku menyuruh korban memesan kamar hotel di Banjarbaru,” ungkap Pazri.

    J diduga menyuruh Juwita memesan kamar hotel karena kelelahan setelah kegiatan, kemudian korban tanpa menaruh curiga bersedia memesankan kamar penginapan di salah satu hotel di Banjarbaru.

    “Setelah itu, pelaku menyuruh korban menunggu, setelah datang pada hari itu, pelaku membawa korban masuk ke dalam kamar dan mendorong ke tempat tidur, pelaku sempat memiting korban sebelum merudapaksa di dalam kamar tersebut,” beber Pazri.

    Semua kejadian ini diceritakan korban kepada kakak iparnya pada 26 Januari 2025.

    Juwita juga menunjukkan bukti video pendek, bahkan ada beberapa foto.

    “Bukti di dalam video yang berdurasi sekitar 5 detik itu, korban merekam pelaku sedang mengenakan celana dan baju setelah melakukan aksinya, saat itu korban ketakutan sehingga rekaman video itu bergetar,” jelas Pazri.

    Pazri juga mengungkapkan bahwa berdasarkan hasil autopsi, ditemukan sperma dalam rahim Juwita.

    Oleh karena itu, pihak keluarga korban meminta untuk dilakukan tes DNA terhadap sperma yang ditemukan di dalam rahim korban. 

    “Pasalnya berdasarkan keterangan dari dokter forensik, sperma tersebut diketahui memiliki volume yang besar,” ujar Pazri, Rabu, dilansir BanjarmasinPost.co.id.

    “Hal ini memunculkan pertanyaan tentang asal-usul sperma tersebut, sehingga pihak keluarga mengusulkan untuk melakukan tes DNA guna memastikan pemilik sperma tersebut,” sambungnya.

    Menurut Pazri, tes DNA ini penting dilakukan guna memperjelas siapa yang bertanggung jawab atas peristiwa ini. 

    “Namun, tes DNA yang dimaksud memerlukan fasilitas forensik yang lebih lengkap, yang saat ini tidak tersedia di Kalimantan Selatan, oleh karena itu, kuasa hukum mengusulkan agar tes DNA tersebut dilakukan di luar daerah, seperti di Surabaya atau Jakarta, untuk memastikan hasil yang lebih akurat dan tuntas,” terangnya. 

    Pazri lantas berharap langkah-langkah ini bisa membantu mempercepat proses penyidikan dan membawa kejelasan lebih lanjut dalam mengungkap fakta-fakta di balik kasus ini.

    “Hasil hasil otopsi yang dipaparkan kakak ipar korban kasus ini adalah pembunuhan. Otopsi itu kan intinya adalah untuk kepentingan penyidikan ternyata pada saat berhadapan dengan dokter forensik itu kakak ipar korbannya sempat merekam pembicaraan dari dokter forensik yang menjelaskan yang pada intinya kesimpulan dari dokter adalah pembunuhan,” tutur Pazri. 

    Disebutkan juga bahwa kesimpulan dari hasil autopsi pada jasad Juwita menunjukkan bahwa korban meninggal dunia akibat tindak pidana pembunuhan.

    Terdapat juga memar lebam di kemaluan korban yang diduga muncul sebelum Juwita dibunuh.

    Di sisi lain, pihak Denpom Lanal Banjarmasin belum bersedia memberikan keterangan resmi kepada awak media tentang dugaan rudapaksa tersebut.

    Adapun, kini J telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Denpom Lanal Banjarmasin setelah mengakui perbuatannya.

    Kasus dugaan pembunuhan terhadap Juwita ini terungkap setelah jasad korban ditemukan di tepi jalan arah Kiram dari akses Jalan Gunung Kupang, Banjarbaru, pada Sabtu (22/3/2025) pukul 14.57 WITA lalu.

    Sebagai informasi, Juwita merupakan kontributor media online Newsway.co.id untuk wilayah Banjarbaru-Martapura, Kalsel.

    Selain itu, terungkap juga fakta bahwa Juwita dan tersangka adakah pasangan kekasih yang ternyata sudah lamaran dan berencana melangsungkan pernikahan pada Mei 2025 mendatang.

    Sebagian artikel ini telah tayang di BanjarmasinPost.co.id dengan judul Fakta Baru Kasus Pembunuhan Juwita Jurnalis Banjarbaru, Kuasa Hukum: Ada Dugaan Kekerasan Seksual

    (Tribunnews.com/Nina Yuniar) (Banjarmasinpost.co.id/Stanislaus Sene)

  • Berawal Kenal di Medsos, Begini Kronologi Tewasnya Jurnalis Juwita

    Berawal Kenal di Medsos, Begini Kronologi Tewasnya Jurnalis Juwita

    Banjarmasin, Beritasatu.com – Penyelidikan terhadap kematian seorang jurnalis di Banjarbaru, Kalimantan Selatan, bernama Juwita (23) terus dilakukan Detasemen Polisi Militer Pangkalan TNI Angkatan Laut (Denpomal) Banjarmasin. Dari pemeriksaan yang dilakukan terungkap kronologi tewasnya Juwita oleh seorang anggota TNI AL berinisial Kelasi Satu J.

    Hal ini diungkapkan kuasa hukum keluarga, Muhamad Pazri seusai memenuhi panggilan penyidik di Detasemen Polisi Militer Pangkalan TNI Angkatan Laut (Denpomal) Banjarmasin, Rabu (2/4/2025).

    Menurut Pazri, pelaku berdalih kelelahan setelah suatu kegiatan dan meminta korban memesankan kamar hotel. Tanpa curiga, korban memenuhi permintaan tersebut. Ketika bertemu di hotel, pelaku memaksa korban masuk ke kamar, mendorongnya ke tempat tidur, serta melakukan tindak kekerasan seksual.

    “Korban dan pelaku awalnya berkenalan melalui media sosial pada September 2024, kemudian berkomunikasi dan bertukar nomor telepon. Dalam rentang 25-30 Desember, pelaku meminta korban untuk memesan kamar hotel di Banjarbaru,” ungkap Pazri.

    Ia menjelaskan pemerkosaan pertama terhadap jurnalis Juwita terjadi dalam rentang waktu 25-30 Desember 2024 dan yang kedua pada 22 Maret 2025, hari di mana korban ditemukan tewas.

    “Korban menceritakan semua kejadian ini kepada kakak iparnya pada 26 Januari 2025, bahkan menunjukkan bukti berupa video pendek dan beberapa foto,” tambahnya.

  • Sebelum Dibunuh, Jurnalis Juwita Diperkosa 2 Kali oleh Oknum TNI AL

    Sebelum Dibunuh, Jurnalis Juwita Diperkosa 2 Kali oleh Oknum TNI AL

    Banjarmasin, Beritasatu.com – Fakta baru terungkap dalam kematian seorang jurnalis di Banjarbaru, Kalimantan Selatan, bernama Juwita (23) yang tewas dibunuh. Kuasa hukum keluarga Juwita menyebut terduga pelaku, yakni seorang anggota TNI AL berinisial Kelasi Satu J, diduga telah melakukan kekerasan seksual terhadap korban sebanyak dua kali sebelum akhirnya menghabisi nyawanya.

    “Berdasarkan bukti yang ada, korban mengalami kekerasan seksual berupa tindakan pemerkosaan,” ujar kuasa hukum keluarga, Muhamad Pazri seusai memenuhi panggilan penyidik di Detasemen Polisi Militer Pangkalan TNI Angkatan Laut (Denpomal) Banjarmasin, Rabu (2/4/2025) dikutip dari Antara.

    Ia menjelaskan pemerkosaan pertama terhadap jurnalis Juwita terjadi dalam rentang waktu 25-30 Desember 2024 dan yang kedua pada 22 Maret 2025, hari di mana korban ditemukan tewas.

    “Korban dan pelaku awalnya berkenalan melalui media sosial pada September 2024, kemudian berkomunikasi dan bertukar nomor telepon. Dalam rentang 25-30 Desember, pelaku meminta korban untuk memesan kamar hotel di Banjarbaru,” ungkap Pazri.

    Menurut Pazri, pelaku berdalih kelelahan setelah suatu kegiatan dan meminta korban memesankan kamar hotel. Tanpa curiga, korban memenuhi permintaan tersebut. Ketika bertemu di hotel, pelaku memaksa korban masuk ke kamar, mendorongnya ke tempat tidur, serta melakukan tindak kekerasan seksual.

    “Korban menceritakan semua kejadian ini kepada kakak iparnya pada 26 Januari 2025, bahkan menunjukkan bukti berupa video pendek dan beberapa foto,” tambahnya.

    Dalam video berdurasi sekitar lima detik tersebut, korban merekam pelaku yang tengah mengenakan pakaian setelah melakukan aksinya. Pazri menyebut korban terlihat ketakutan, terlihat dari rekaman yang bergetar.

    Hingga saat ini, Denpomal Banjarmasin belum memberikan keterangan resmi kepada media. Namun, terduga pelaku J, yang sebelumnya bertugas di Lanal Balikpapan, telah diserahkan oleh Denpomal Balikpapan ke Denpomal Banjarmasin untuk ditahan pada Jumat (28/3/2025) malam.

    Sebelumnya dikabarkan Juwita, seorang jurnalis media daring lokal di Banjarbaru, ditemukan tewas pada 22 Maret 2025 di Gunung Kupang, Kelurahan Cempaka, Kecamatan Cempaka, Kota Banjarbaru. Jasadnya ditemukan tergeletak di tepi jalan bersama sepeda motornya. Awalnya Juwita diduga sebagai korban kecelakaan tunggal.

    Namun, warga yang pertama kali menemukan jasadnya tidak melihat tanda-tanda kecelakaan lalu lintas. Luka lebam ditemukan di bagian leher korban, sementara ponselnya dilaporkan hilang. Kondisi tersebut memunculkan dugaan kalau jurnalis Juwita yang telah mengantongi uji kompetensi wartawan (UKW) dengan kualifikasi wartawan muda ini ini tewas dibunuh. 

  • Muncul Dugaan Kekerasan Seksual di Kasus Pembunuhan Jurnalis Juwita, Keluarga Klaim Ada Bukti Video – Halaman all

    Muncul Dugaan Kekerasan Seksual di Kasus Pembunuhan Jurnalis Juwita, Keluarga Klaim Ada Bukti Video – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Terungkap informasi baru dalam kasus pembunuhan Jurnalis Juwita (23) asal Banjarbaru, Kalimantan Selatan (Kalsel), oleh oknum TNI AL Balikpapan, Kalimantan Timur (Kaltim), berinisial J alias Jumran.

    Diketahui, pada Rabu (2/4/2025) hari ini, pihak keluarga memenuhi panggilan Denpom AL Banjarmasin untuk melengkapi BAP kasus pembunuhan Juwita.

    Setelah diperiksa penyidik, terungkap fakta baru soal dugaan adanya kekerasan seksual yang diterima Juwita sebelum nyawanya dihabisi oleh oknum TNI AL.

    Kuasa Hukum korban, Muhamad Pazri, mengatakan, berdasarkan informasi dari keluarga Juwita, Kelasi Satu J sempat merudapaksa korban sebanyak dua kali sebelum menghabisi nyawa korban.

    Bahkan, pihak keluarga mengklaim mempunyai bukti soal adanya kekerasan seksual hingga aksi rudapaksa yang dilakukan Kelasi Satu J ini.

    “Berdasarkan alat bukti, kami sampaikan bahwa korban mengalami kekerasan seksual, ini adalah pemerkosaan,” kata Pazri, Rabu, dilansir Banjarmasinpost.co.id.

    Lebih lanjut, Pazri mengungkap, peristiwa pertama terjadi pada rentang waktu 25-30 Desember 2024, lalu peristiwa kedua terjadi pada 22 Maret 2025 tepat pada hari jasad korban ditemukan.

    “Pada September 2024, korban dan pelaku berkenalan lewat media sosial, kemudian komunikasi, lalu tukaran nomor telepon, hingga akhirnya pada rentang waktu 25-30 Desember pelaku menyuruh korban memesan kamar hotel di Banjarbaru,” jelasnya.

    Pazri menambahan, sebelumnya pelaku sempat menyuruh Juwita untuk memesan kamar hotel karena kelelahan setelah kegiatan.

    Saat itu, Juwita langsung memesankan kamar penginapan di Banjarbaru dan tak menaruh curiga kepada Kelasi Satu J.

    Semua informasi ini didapat berdasarkan cerita Juwita kepada kakak iparnya.

    Bahkan, Juwita sempat menunjukkan bukti video pendek dan beberapa foto saat kejadian.

    “Setelah itu, pelaku menyuruh korban menunggu, setelah datang pada hari itu, pelaku membawa korban masuk ke dalam kamar dan mendorong ke tempat tidur, pelaku sempat memiting korban sebelum merudapaksa di dalam kamar tersebut.”

    “Kejadian ini diceritakan korban kepada kakak iparnya pada 26 Januari 2025, korban menunjukkan bukti video pendek, bahkan ada beberapa foto,” tuturnya. 

    Pazri menambahkan, bukti video ini berdurasi sekitar lima detik.

    Dalam video itu, Juwita merekam pelaku yang sedang mengenakan celana dan baju setelah melakukan kekerasan seksual padanya.

    “Bukti di dalam video yang berdurasi sekitar 5 detik itu, korban merekam pelaku sedang mengenakan celana dan baju setelah melakukan aksinya, saat itu korban ketakutan sehingga rekaman video itu bergetar,” terang Pazri.

    Terkait dugaan rudapaksa tersebut, pihak Denpomal Banjarmasin belum bersedia memberikan keterangan resmi kepada awak media. 

    Namun, J yang sebelumnya berdinas di Lanal Balikpapan sudah diserahkan Denpomal Balikpapan kepada Denpomal Banjarmasin untuk ditahan pada Jumat, (28/03/2025) malam.

    Denpom AL Panggil Pihak Keluarga untuk Lengkapi BAP

    Kasus pembunuhan Juwita oleh J kini masih ditangani oleh Denpom AL Banjarmasin, Kalimantan Selatan.

    Koordinator Aksi Untuk Keadilan (AUK) Juwita, Suroto, mengungkapkan pada hari ini, Rabu (2/4/2025), Denpom AL Banjarmasin memanggil keluarga dari Jurnalis Juwita.

    Pemanggilan hari ini dilakukan Denpom AL Banjarmasin dengan tujuan untuk melengkapi BAP dari pihak keluarga.

    “Hari ini pihak keluarga dipanggil ke Den Pom AL, pukul 8.30.”

    “Melengkapi BAP pihak keluarga,” kata Suroto, Rabu.

    Lebih lanjut, Suroto membenarkan mobil yang diduga dipakai oleh pelaku J telah diamankan di Kantor Polisi Militer AL di Banjarmasin. 

    “Posisi mobil sudah terparkir di Kantor Denpom AL dan dipagari dengan garis polisi,” pungkasnya.

    Kuasa Hukum Keluarga Juwita Mengaku Tidak Diundang dalam Gelar Perkara Pembunuhan

    Sementara itu, kuasa hukum keluarga Juwita, Oriza Sativa, mengungkapkan mereka tidak diundang dalam gelar perkara pembunuhan yang dilakukan oknum TNI AL inisial J atau Jumran.

    “Kami datang dengan niat untuk mendapatkan informasi yang jelas dan transparan mengenai perkembangan kasus ini. Namun, kami justru tak diperbolehkan masuk,” ujarnya dalam keterangan yang dikutip Rabu.

    Oriza, yang juga menjabat sebagai Ketua Advokasi Untuk Keadilan (AUK) Juwita ini mengakui larangan itu, bahkan juga berlaku untuk kakak kandung almarhumah Juwita.

    “Kami tidak tahu mengapa dilarang. Tanpa ada penjelasan, pokoknya kami tidak boleh masuk (menghadiri gelar perkara), termasuk kakak kandung korban,” ungkapnya.

    Memang, kata Oriza, hal tersebut sepenuhnya merupakan kewenangan penyidik. Namun, larangan ini menimbulkan pertanyaan mengenai keterbukaan proses hukum yang seharusnya bisa diakses oleh pihak keluarga.

    Bukan tanpa alasan hal tersebut diungkapkan. Sebab, sebelumnya jajaran Polda Kalsel dan TNI AL menyatakan selalu transparan dalam penanganan kasus kematian Juwita.

    “Kami tidak berniat mengintervensi, apalagi mengganggu proses penyelidikan, tapi kami ingin memastikan bahwa keadilan memang sudah ditegakkan dalam kasus ini,” pungkasnya.

    Sebagian artikel ini telah tayang di BanjarmasinPost.co.id dengan judul Fakta Baru Kasus Pembunuhan Juwita Jurnalis Banjarbaru, Kuasa Hukum: Ada Dugaan Kekerasan Seksual.

    (Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Erik S)(Banjarmasinpost.co.id/Stanislaus Sene)

    Baca berita lainnya terkait Wartawati Dibunuh Oknum TNI.

  • Jumran, Anggota TNI AL Pembunuh Juwita Wartawan Banjarbaru, Resmi Jadi Tersangka – Halaman all

    Jumran, Anggota TNI AL Pembunuh Juwita Wartawan Banjarbaru, Resmi Jadi Tersangka – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM  – Anggota TNI AL, Kelasi Satu Jumran, telah ditetapkan menjadi tersangka kasus pembunuhan terhadap wartawan Banjarbaru, Kalimantan Selatan (Kalsel).

    Adapun hal ini disampaikan oleh kuasa hukum korban, M. Pazri, setelah mendampingi keluarga Juwita saat diperiksa oleh Denpom AL, Banjarmasin, Rabu (2/4/2025).

    Pazri menuturkan hal ini diektahui setelah penyidik mengonfirmasi kepadanya terkait perubahan status Jumran dari terduga pelaku menjadi tersangka.

    Dia mengungkapkan Jumran sudah ditetapkan menjadi tersangka sejak Sabtu (29/3/2025) llau.

    Kini, sambung Pazri, Jumran ditahan selama 20 hari ke depan.

    “Dalam pemeriksaan ini, salah satu temuan baru terkait dengan kronologi awal kejadian, ternyata, Juwita mengenal tersangka sebelum peristiwa tragis ini terjadi,” katanya dikutip dari Banjarmasin Post.

    Di sisi lain, dalam proses penyidikan, Pazri mengungkapkan ada beberapa barang bukti yang diamankan seperti sepeda motor dan mobil rental.

    “Terkait dengan bukti-bukti yang ditemukan, sejumlah barang bukti telah diamankan oleh penyidik, termasuk kendaraan roda dua dan mobil yang merupakan milik rental, serta beberapa barang lainnya,” jelasnya.

    Namun, ketika ditanya terkait motif Jumran tega membunuh Juwita, Pazri mengungkapkan hal tersebut masih didalami.

    “Untuk motif dari pembunuhan ini sampai saat ini masih didalami,” katanya.

    Ada Dugaan Kekerasan Seksual, Korban Dirudapaksa Tersangka 2 Kali

    Pazri juga mengungkapkan pihaknya memperoleh informasi dari keluarga Juwita bahwa tersangka sempat merudapaksa sebanyak dua kali sebelum menghabisi korban.

    “Berdasarkan alat bukti, kami sampaikan bahwa korban mengalami kekerasan seksual, ini adalah pemerkosaan,” ujarnya.

    Adapun peristiwa pertama terjadi dalam rentang waktu 25-30 Desember 2024.

    Sementara, peristiwa kedua tepat pada saat jasad Juwita ditemukan tergeletak di pinggir jalan di kawasan Gunung Kupang, Banjarbaru, Kalsel yaitu 22 Maret 2025 lalu.

    “Pada September 2024, korban dan pelaku berkenalan lewat media sosial, kemudian komunikasi, lalu tukaran nomor telepon, hingga akhirnya pada rentan waktu 25-30 Desember, pelaku menyuruh korban memesan kamar hotel di Banjarbaru,” kata Pazri.

    Pazri mengatakan dalih Jumran meminta Juwita memesan kamar hotel adalah kelelahan setelah berkegiatan.

    Padahal, Jumran berniat untuk merudapaksa Juwita.

    Juwita, sambung Pazri, tidak merasa curiga atas permintaan dari Jumran tersebut.

    “Setelah itu, pelaku menyuruh korban menunggu, setelah datang pada hari itu, pelaku membawa korban masuk ke dalam kamar dan mendorong ke tempat tidur, pelaku sempat memiting korban sebelum merudapaksa di dalam kamar tersebut,” jelasnya.

    Setelah peristiwa tersebut, Juwita disebut menceritakannya ke kakak iparnya pada 26 Januari 2025 dengan menunjukan bukti berupa video pendek dan beberapa foto.

    Di sisi lain, soal dugaan rudapaksa tersebut, Denpomal AL Banjarmasin belum bersedia memberikan keterangan resmi.

    Jumran Diduga Eksekusi Juwita di Dalam Mobil

    JALAN ANEKA TAMBANG – Kawasan Jalan Aneka Tambang diduga merupakan janjian awal J oknum TNI AL dengan Juwita (seorang wartawati online di Banjarbaru) sebelum bergeser ketemuan di tempat lain dan ditemukan tewas di kawasan Gunung Kupang. (Banjarmasinpost.co.id/nurholis huda)

    Sementara, pada Sabtu (29/3/2025) lalu, Pazri sempat mengungkapkan bahwa ada dugaan Jumran melakukan tindakan pidana berupa pembunuhan berencana terhadap Juwita.

    Hal itu disampaikannya saat mendampingi keluarga korban untuk diperiksa penyidik di Denpomal AL Banjarmasin.

    “Tadi kami sama-sama mendengar, baik dari keluarga dan kami tim kuasa hukum bahwa yang dituduhkan kepada terduga pelaku adalah terkait dengan pembunuhan berencana,” jelasnya, masih dikutip dari Banjarmasin Post.

    Pazri mengungkapkan dugaan tersebut berasal dari beberapa indikasi seperti adanya pembelian tiket atas nama orang lain hingga KTP dihancurkan.

    “Berencananya dari mau berangkat, beli tiket atas nama orang lain, KTP dihancur-hancur dan sebagainya,” kata Pazri.

    Pazri juga menyebut ada dugaan Juwita dihabisi Jumran di dalam mobil yang disewa tersangka.

    “Ada sewa mobil, dan dalam mobil eksekusinya,” katanya.

    Sebagian artikel telah tayang di Banjarmasin Post dengan judul “Motif Oknum TNI AL Habisi Nyawa Jurnalis Juwita Masih Didalami, Jumran Ditetapkan Jadi Tersangka”

    (Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)(Banjarmasin Post/Stanisiaus Sene/Frans Rumbon)

  • Anak Kereta Berburu Kuliner di Stasiun
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        1 April 2025

    Anak Kereta Berburu Kuliner di Stasiun Megapolitan 1 April 2025

    Anak Kereta Berburu Kuliner di Stasiun
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Penumpang kereta rel listrik (
    KRL
    ) atau yang biasa disebut
    Anak Kereta
    (
    Anker
    ) berburu kuliner di stasiun-stasiun.
    Komunitas Anak Kereta
    Twitter (@ankertwitter) yang terdiri atas Andre, Omos, Ani, dan Levi pernah membuat agenda khusus jalan-jalan naik kereta untuk menikmati kuliner di stasiun.
    Seperti makan bakso di Stasiun Rangkasbitung, atau jajan makanan ringan di Stasiun Sudirman.
    Sebagai pengelola komunitas, agenda berburu
    kuliner stasiun
    ini juga pernah diperluas dengan mengundang anggota
    komunitas Anak Kereta
    .
    Agenda berjudul “
    Tour de Culinaire
    ” ini mengajak para Anker untuk mengeksplorasi kuliner stasiun dan ditutup dengan nongkrong santai di restoran.
    Sebelum berburu kuliner, terlebih dahulu sejumlah anggota mengambil sejumlah video dan gambar untuk keperluan kampanye anti-kekerasan seksual yang diinisiasi oleh Komunitas Anker Twitter.
    “Dulu kita ada ini di Anker Twitter itu kita pernah bikin, bukan program ya, kayak Tour de Culinaire gitu. Jadi anak-
    anak kereta
    kita ngadain agenda makan ke mana yang area stasiun kayak gitu sih,” kata Ani kepada
    Kompas.com
    , Senin (31/3/2025).
    Selain itu, Omos bercerita, meskipun keempatnya tinggal di daerah yang berbeda-beda di Jabodetabek, pernah mengadakan agenda hanya makan sate maranggi di Purwakarta.
    “Itu cuma buat makan Sate Maranggi. Terus udah, kita balik lagi ke Stasiun Purwakarta, nunggu kereta pulangnya datang, pulang lagi. Udah, ke tempat masing-masing,” ujar Omos.
    Informasi agenda kulineran ini biasanya disampaikan melalui grup komunitas yang ada di aplikasi Telegram. Saat ini, anggota Komunitas Anak Kereta Twitter telah mencapai angka 784 orang.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Jejak Digital Stefani di Balik Kasus Eks Kapolres Ngada Viral di Medsos, Kini Diburu Netizen

    Jejak Digital Stefani di Balik Kasus Eks Kapolres Ngada Viral di Medsos, Kini Diburu Netizen

    GELORA.CO –  Sebuah foto yang diduga menampilkan sosok perempuan berinisial SHDR alias Fani alias Stefani (20) viral di media sosial. Foto tersebut diunggah oleh akun Facebook @Viral Kupang – NTT pada Jumat, 28 Maret 2025, dan langsung menjadi perbincangan hangat di dunia maya.

    Fani sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus yang menyeret mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja.

    Kasus ini berkaitan dengan dugaan kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur yang saat ini tengah ditangani oleh Polda Nusa Tenggara Timur (NTT).

    Dalam unggahannya, akun @Viral Kupang – NTT mengungkap informasi mengejutkan, bahwa salah satu korban dalam kasus ini dikabarkan mengidap penyakit menular seksual.

    “Melalui edaran yang tercatat, setelah dilakukan pemeriksaan kesehatan terhadap seorang korban, ditemukan adanya indikasi penyakit menular seksual,” tulis akun tersebut, dilansir dari Suara Flores Pikiran Rakyat, Sabtu, 29 Maret 2025.

    Tak hanya itu, akun tersebut juga mengklaim adanya dugaan bahwa mantan Kapolres Ngada turut mengidap penyakit serupa, berdasarkan laporan yang disebut telah disampaikan ke Komnas HAM.

    “Hal itu tergambar jelas pada edaran yang dilaporkan ke Komnas HAM. Dugaan kuat eks Kapolres Ngada tersebut mengidap penyakit menular seksual,” lanjut unggahan itu.

    Peran Fani dalam Kasus Kekerasan Seksual

    Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda NTT sebelumnya telah menetapkan Fani sebagai tersangka dalam kasus kekerasan seksual yang melibatkan AKBP Fajar Widyadharma.

    Direskrimum Polda NTT, Kombes Pol Patar Silalahi, mengungkapkan bahwa Fani berperan sebagai pihak yang memasok seorang anak berusia enam tahun kepada AKBP Fajar di salah satu hotel di Kota Kupang.

    “Fajar mengenal Fani pada 10 Juni 2024 melalui aplikasi media sosial. Setelah saling mengenal, pada 11 Juni 2024 Fajar meminta Fani untuk mencarikan seorang anak di bawah umur,” ujar Kombes Pol Patar Silalahi dalam keterangannya pada 25 Maret 2025 belum lama ini.

    Fani, yang dijanjikan imbalan sebesar Rp3 juta, kemudian mengajak seorang anak yang dikenalnya. Saat itu, anak tersebut masih berusia lima tahun. Anak itu dibawa berjalan-jalan di Kota Kupang, lalu diajak makan bersama sebelum akhirnya dibawa ke hotel tempat Fajar menginap.

    Sekitar pukul 20.00 WITA, anak tersebut dibawa masuk ke kamar yang telah ditempati oleh Fajar. Ketika anak itu tertidur, Fajar diduga melakukan aksi bejatnya serta merekam perbuatannya.

    “Fani kemudian meninggalkan korban yang tengah tertidur di kamar tersebut. Sekitar pukul 01.00 WITA, korban terbangun dan Fajar meminta Fani untuk mengantarnya kembali ke rumah,” lanjut Patar.

    Dalam perjalanan pulang, Fani diduga meminta korban agar tidak menceritakan kejadian yang dialaminya kepada orangtuanya. Sebagai imbalan, korban diberikan uang sebesar Rp100 ribu.

    Fani Terancam Hukuman Berat

    Dengan penetapan Fani sebagai tersangka, kini terdapat dua orang tersangka dalam kasus ini. Fani dijerat dengan Undang-Undang (UU) Tindak Pidana Kekerasan Seksual serta Pasal 17 UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).

    Kasus ini terus bergulir dan menjadi perhatian publik, terutama masyarakat NTT. Polda NTT memastikan akan terus melakukan penyelidikan mendalam guna mengungkap semua fakta terkait kasus ini.

    Sementara itu, warganet terus mengikuti perkembangan kasus ini dengan penuh perhatian, terutama setelah foto Fani beredar luas di media sosial.***

  • Bocah Korban Pencabulan Eks Kapolres Ngada Terinfeksi Penyakit Menular Seksual

    Bocah Korban Pencabulan Eks Kapolres Ngada Terinfeksi Penyakit Menular Seksual

    GELORA.CO –  Satu dari tiga korban cabul eks Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja dinyatakan positif terinfeksi penyakit menular seksual (PMS).

    Hal itu diungkapkan Koordinator Subkomisi Penegakan HAM, Uli Parulian Sihombing dalam keterangan tertulis yang diterima CNNIndonesia.com, Jumat (28/3).

    “Hasil pemeriksaan kesehatan terhadap salah satu korban anak positif terinfeksi penyakit menular seksual,” kata Uli dalam keterangannya tanpa merinci usia korban.

    Dia bilang, dari temuan tersebut Komnas HAM mendesak Polri agar AKBP Fajar menjalani pemeriksaan secara menyeluruh. Terutama pemeriksaan kesehatan terkait penyakit menular seksual.

    Kasus kekerasan seksual dan eksploitasi anak yang dilakukan eks Kapolres Ngada, AKBP Fajar, terdapat tiga orang korban anak yang berusia 6 tahun, 13 tahun dan 16 tahun.

    AKBP Fajar berhubungan dengan korban berusia 16 tahun melalui perantara aplikasi michat. Korban anak berusia 16 tahun itu juga menjadi perantara, membawa korban berusia 13 tahun kepada AKBP Fajar.

    “Fajar juga melakukan tindakan asusila terhadap anak berusia 16 (enam belas) tahun yang ditemui melalui MiChat dan anak berusia 13 (tiga belas) tahun melalui perantara anak usia 16 (enam belas) tahun,” jelasnya.

    Dalam laporan tertulis Komnas HAM juga diungkapkan sosok seorang perempuan berinisial V yang berperan membawa perempuan berinisial F berusia 20 tahun kepada AKBP Fajar.

    SHDR alias Stefani alias Fani alias F, kini turut menjadi tersangka kasus kekerasan seksual bersama AKBP Fajar.

    Melalui Fani, AKBP Fajar memesan anak di bawah umur berusia 6 tahun yang kemudian dibawa pada 11 Juni 2024 lalu ke Hotel Kristal.

    Saat itu, kata Uli, AKBP Fajar mengaku senang bermain dengan anak-anak sehingga Fani tidak mengetahui jika AKBP Fajar akan mencabuli korban anak berusia 6 tahun itu dan merekam video aksi bejatnya lalu mengunggahnya ke salah satu situs porno.

    Komnas HAM juga mengungkapkan adanya tujuh kali pemesanan kamar di beberapa hotel di Kota Kupang atas nama Fajar. Dan ada satu kali pemesanan kamar di salah satu hotel di Kota Kupang atas nama seorang laki-laki berinisial FD yang dilakukan pada tanggal 25 Januari 2025.

    Dari temuan itu juga Komnas HAM mendesak Polda NTT agar mengungkap para perantara yang terlibat dalam kasus kekerasan seksual AKBP Fajar seperti perempuan berisinial V dan laki-laki berinisial FD.

    “Menemukan dan mengungkap peran saudari V yang diduga perantara dan penyedia jasa layanan untuk Fajar. Menemukan dan mengungkap peran Fangki Dae sebagai nama yang dipakai oleh saudara Fajar ketika memesan kamar pada 25 Januari 2025,” ujar Uli dalam keterangan tertulis.

    Berdasarkan temuan-temuan tersebut, Komnas HAM menegaskan AKBP Fajar telah melakukan pelanggaran berat HAM terhadap anak untuk mendapatkan rasa aman dan bebas dari tindak kekerasan termasuk kekerasan seksual dan eksploitasi anak.

    Uli menjelaskan bahwa kekerasan seksual dan eksploitasi anak yang dilakukan AKBP Fajar dengan menggunakan relasi kekuasaan yang dimilikinya sebagai seorang aparat penegak hukum.

  • Kisah Heroik Pria Disabilitas Selamatkan Wanita Melahirkan di Sungai

    Kisah Heroik Pria Disabilitas Selamatkan Wanita Melahirkan di Sungai

    Lombok Timur, Beritasatu.com – Aksi heroik Sahrul, pria disabilitas dengan kedua tangan buntung menyelamatkan seorang perempuan berinisial YN (18) yang melahirkan bayi seorang diri di pinggir sungai menuai pujian. Kejadian ini terjadi di Desa Selebung Ketangga, Kecamatan Keruak, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, Sabtu (29/3/2025). 

    Cerita Sahrul yang merupakan ketua Self-Help Group (SHG) Sopoq Angen Selebung Ketangga selama ini aktif memberi pendampingan hukum kepada warga disabilitas korban kekerasan seksual. 

    YN termasuk orang dengan disabilitas psikososial (ODDP) yang mengalami kekerasan seksual dalam empat bulan terakhir. Dia hamil akibat diperkosa hingga melahirkan bayi.

    SHG Sopoq Angen telah mempersiapkan berbagai kebutuhan persalinan YN, termasuk popok, tempat tidur bayi, bedak, selimut, dan perlengkapan lainnya, sebagai bentuk solidaritas dan kepedulian terhadap sesama.

    Sejak pagi hari, Sahrul bersama Atik, seorang kader Desa Selebung Ketangga telah berupaya membawa YN ke puskesmas terdekat lantaran kandungannya sudah memasuki masa persalinan. 

    Namun, karena belum menunjukkan tanda-tanda melahirkan yang signifikan, mereka memutuskan untuk kembali ke rumah. Tak disangka, ketika YN hendak pergi ke sungai untuk buang air besar, ia mengalami kontraksi hingga melahirkan tanpa bantuan medis.

    Ketika ditemukan oleh warga, YN telah melahirkan seorang bayi perempuan. Tetapi, kondisi kritis karena ari-ari bayi masih tertahan di dalam tubuh wanita itu. Warga yang panik segera mencari bantuan medis. 

    Beberapa bidan desa yang datang ke lokasi kejadian tidak berani mengambil tindakan medis lebih lanjut karena khawatir akan risiko pendarahan hebat yang dapat mengancam nyawa YN dan bayi.

    Dalam kondisi genting itu, Sahrul langsung membopong tubuh YN yang lemah walau kedua tangannya tidak sempurna. Kemudian YN dibopong ke jalan utama desa. Begitu ambulans tiba, YN langsung dibawa ke puskesmas dengan didampingi Sahrul. 

    Setelah mendapatkan penanganan medis, YN dan bayinya dinyatakan sehat. Sahrul yang mendampingi perawatan YN mengaku lega.

    “Kami hanya ingin memastikan ibu dan bayinya selamat. Saya tidak berpikir soal keterbatasan fisik saya, yang penting dia bisa segera ditolong,” ujar pria disabilitas itu.

    Kisah Sahrul menolong perempuan disabilitas tersebut melahirkan dengan cepat menyebar dan menjadi sumber inspirasi bagi orang-orang di Lombok Timur.

    Kisah ini membuktikan kemanusiaan dan keberanian sejati tidak ditentukan oleh kondisi fisik seseorang, melainkan oleh ketulusan niat dan tindakan nyata yang dilakukan untuk membantu orang lain. 

    Sahrul telah menunjukkan semangat solidaritas dan kepedulian dapat mengatasi segala keterbatasan.

    Cerita pilu dialami YN, perempuan disabilitas yang menjadi korban kekerasan seksual menyoroti pentingnya penguatan perlindungan terhadap kelompok rentan, termasuk penyandang disabilitas di Nusa Tenggara Barat. 

    Kasus ini juga menjadi pengingat akan perlunya peningkatan kesadaran dan penanganan yang lebih baik terhadap korban kekerasan seksual, terutama bagi kaum disabilitas.