Kasus: kekerasan seksual

  • Kata Dokter Tirta soal Dokter PPDS Unpad yang Rudapaksa Anak Pasien RSHS Bandung: Memalukan – Halaman all

    Kata Dokter Tirta soal Dokter PPDS Unpad yang Rudapaksa Anak Pasien RSHS Bandung: Memalukan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Publik dikejutkan dengan kasus dugaan kekerasan seksual oleh dokter residen bernama Priguna Anugerah Pratama (31) terhadap wanita inisial FH (21), anak pasien Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, Jawa Barat (Jabar).

    Kasus dugaan rudapaksa ini pun turut disoroti dr. Tirta Mandira Hudhi atau akrab disapa Dokter Tirta.

    Melalui cuitannya di X (sebelumnya Twitter), Dokter Tirta menilai bahwa kejadian ini merupakan hal memalukan sepanjang sejarah.

    Pengusaha sekaligus dokter influencer itu juga menyebut kejadian ini bisa menghancurkan kepercayaan pasien kepada dokter anestesi di seluruh Indonesia.

    “Ini kisah paling memalukan sepanjang sejarah PPDS” tulis Dokter Tirta.

    “Hal ini bisa menghancurkan trust pasien ke dokter anestesi di seluruh Indonesia,” lanjutnya.

    Dokter Tirta juga mengaku bahwa ia mendukung korban dan keluarganya untuk mengungkap kasus tersebut.

    Bahkan, Dokter Tirta berharap agar pelaku dihukum seberat-beratnya.

    “Pelaku harus dihukum seberat-beratnya dan investigasi harus detail, apakah ada korban-korban lain atau tidak,” pungkasnya.

    Kronologi

    Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Pol Hendra Rochmawan mengungkapkan bahwa modus Priguna yakni memanfaatkan kondisi kritis ayah korban dengan dalih akan melakukan pengecekan darah untuk transfusi darah.

    Sebagaimana diketahui, Priguna adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (FK Unpad) yang sedang menjalani Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) anestesi di RSHS Bandung.

    Peristiwa dugaan rudapaksa ini terjadi pada Selasa, 18 Maret 2025 sekitar pukul 01.00 WIB dinihari.

    Saat itu, Priguna yang memang sedang bertugas, meminta korban untuk diambil darahnya dan membawa korban dari ruang IGD RSHS Bandung ke Gedung MCHC lantai 7.

    Priguna bahkan meminta korban agar tidak ditemani adiknya.

    Setibanya di salah satu ruangan baru di lantai 7 Gedung MCHC yang menjadi tempat kejadian perkara (TKP) tersebut, tersangka diduga membius korban dengan menyuntiknya berkali-kali sebelum melancarkan aksi bejatnya.

    “Sesampainya di Gedung MCHC, tersangka meminta korban mengganti pakaian dengan baju operasi berwarna hijau dan memintanya melepas baju juga celananya. Lalu, pelaku memasukkan jarum ke bagian tangan kiri dan kanan korban sebanyak 15 kali,” kata Hendra, Rabu (9/4/2025), dilansir TribunJabar.id.

    Selanjutnya, Priguna menghubungkan jarum tersebut ke selang infus dan menyuntikkan cairan bening ke dalamnya.

    Selang beberapa menit, korban FH mulai merasakan pusing hingga akhirnya tidak sadarkan diri.

    Dalam kondisi itulah, korban diduga dirudapaksa oleh Priguna.

    “Setelah sadar, si korban diminta mengganti pakaiannya lagi. Lalu, setelah kembali ke ruang IGD, korban baru menyadari bahwa saat itu pukul 04.00 WIB. Korban pun menceritakan kepada ibunya bahwa pelaku mengambil darah sebanyak 15 kali percobaan dan menyuntikkan cairan bening yang membuat korban tak sadar. Ketika buang air kecil, korban merasakan perih di bagian tertentu,” jelas Hendra.

    Keluarga korban kemudian melaporkan kejadian ini ke polisi berdasarkan bukti berupa hasil visum hingga rekaman CCTV.

    Polisi akhirnya menangkap Priguna di apartemennya di Bandung, pada 23 Maret 2025.

    Kemudian pada 25 Maret 2025, Priguna ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pelecehan seksual.

    Atas aksi bejatnya, tersangka dijerat dengan Pasal 6 C UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara.

    “Pelaku dikenakan pasal 6 C UU no 12 tahun 2022 tentang tindak pidana kekerasan seksual dengan ancaman hukuman penjara maksimal 12 tahun,” sebut Hendra.

    Selain menangkap tersangka, Polda Jabar juga telah mengamankan sejumlah barang bukti dari tempat kejadian perkara (TKP), termasuk 2 buah infus full set, 2 buah sarung tangan, 7 buah suntikan, 12 buah jarum suntik, 1 buah kondom, dan beberapa obat-obatan.

    Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul KRONOLOGI Dokter Predator Cabuli Keluarga Pasien di RSHS Bandung, Diminta Ganti Baju Saat Cek Darah

    (Tribunnews.com/Nina Yuniar) (TribunJabar.id/Muhamad Nandri Prilatama)

  • Soroti Kekerasan Seks di RSHS, Wamenkes Dorong Tes Kejiwaan Dokter PPDS

    Soroti Kekerasan Seks di RSHS, Wamenkes Dorong Tes Kejiwaan Dokter PPDS

    Jakarta

    Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono menanggapi kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh dokter residen anestesi dan Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Priguna Anugerah Pratama (PAP) di lingkungan RS Hasan Sadikin Bandung (RSHS). Dante menuturkan, pihaknya turut prihatin atas kejadian yang menimpa korban.

    Ia mengatakan, pihaknya saat ini sudah melakukan koordinasi dengan rumah sakit dan lembaga pendidikan untuk menelusuri hal tersebut. Proses pendidikan dokter spesialis anestesi RSHS juga telah dihentikan sementara.

    “Kami memberikan surat kepada Konsil kesehatan Indonesia untuk dicabut surat tanda registrasinya kalau sudah dicabut, berarti bersangkutan sudah tidak memiliki izin praktek ini yang penting,” kata Dante ketika ditemui awak media di Jakarta Utara, Kamis (10/4/2025).

    “Karena ini sudah masuk ke ranah kriminal, maka kasusnya akan kami serahkan ke Polda Jawa Barat,” sambungnya.

    Untuk mencegah masalah ini terulang, Dante kembali menekankan pentingnya pemeriksaan kesehatan jiwa calon dokter spesialis. Menurutnya, ini penting untuk mencegah risiko orang dengan kondisi jiwa kurang baik bisa masuk ke dunia kedokteran.

    Terlebih, menurutnya bidang yang diambil pelaku sangat dekat dengan penggunaan obat-obat bius yang rentan disalahgunakan.

    “Nanti akan ada cek namanya MMPI (Minnesota Multiphasic Personality Inventory), ini pemeriksaan kesehatan jiwa. Terlebih lagi untuk menggunakan obat-obat bius, seperti anestesi. Ini akan dilakukan per program penilaian MMPI khusus untuk program bius. Ini tentunya akan kita kerja sama dengan kolegium,” kata Dante.

    “Tes mental untuk peserta pendidikan tidak hanya mereka pintar, tapi juga sehat secara jasmani dan rohani supaya bisa melaksanakan tugas dokter yang mulia menangani masyarakat dengan hati, tidak melakukan penyalahgunaan kewenangan sesuai janji kedokteran,” tandasnya.

    Pelaku sengaja memberikan obat bius pada korban yang hendak diambil darahnya untuk cross match atau pemeriksaan kecocokan darah antara donor dan penerima sebelum prosedur transfusi darah.

    Pelaku lalu melakukan aksinya dengan melakukan suntikan hingga 15 kali, sampai akhirnya korban tidak sadar. Peristiwa terjadi tengah malam dan korban baru terbangun di sekitar pukul 04:00 pagi.

    Pelaku kini ditahan atas Pasal 6 C, Undang-undang Nomor 12 tahun 2022 yaitu tentang tindak pidana kekerasan seksual dengan ancaman hukuman penjara paling lama 12 tahun. Penyidik mengamankan beberapa barang bykti seperti 2 infus fullset, 2 sarung tangan, 7 suntikan, 12 jarum suntik, 1 kondom, dan beberapa obat-obatan.

    (avk/up)

  • “Paling Memalukan Sepanjang Sejarah” dr Tirta Komentari Dokter PPDS Unpad Perkosa Anak Pasien

    “Paling Memalukan Sepanjang Sejarah” dr Tirta Komentari Dokter PPDS Unpad Perkosa Anak Pasien

    “Paling Memalukan Sepanjang Sejarah” dr Tirta Komentari Dokter PPDS Unpad Perkosa Anak Pasien

    TRIBUNJATENG.COM – dr Tirta Mandira Hudhi atau dr Tirta ikut mengomentari kasus rudapaksa yang dilakukan dokter PPDS Unpad terhadap anak pasien.

    Lewat akun X miliknya, dr. Tirta menyebut kasus ini sebagai salah satu insiden paling memalukan dalam sejarah pendidikan dokter spesialis di Indonesia.

    “Ini kisah paling memalukan sepanjang sejarah PPDS,” tulis dr. Tirta lewat akun @tirta_cipeng, Rabu (10/4/2025).

    Ia juga menyoroti dampak besar kasus ini terhadap kepercayaan masyarakat terhadap profesi dokter, khususnya dokter anestesi.

    “Hal ini bisa menghancurkan trust pasien ke dokter anestesi di seluruh Indonesia,” lanjutnya.

    dr Tirta mendesak agar pelaku dihukum seberat-beratnya dan menekankan pentingnya investigasi lebih lanjut untuk mengungkap kemungkinan adanya korban lain.

    “Pelaku harus dihukum seberat2nya dan investigasi harus detail, apakah ada korban2 lain atau tidak. Dukunganku untuk korban dan keluarganya,” tutup dia.

    Sebelumnya diberitakan, viral di medsos kasus pemerkosaan yang melibatkan seorang dokter residen anestesi dari Universitas Padjadjaran Unpad.

    Priguna Anugrah (31), dokter PPDS di RSHS Bandung, memperkosa seorang wanita 21 tahun yang sedang menjaga ayahnya dirawat.

    Peristiwa ini pertama kali mencuat lewat unggahan akun @ppdsgramm dan langsung viral di X serta Instagram.

    Warganet geram setelah muncul kabar bahwa korban dibius sebelum diperkosa, dan bukti berupa sperma ditemukan melalui visum.

    Namun ada fakta lain yakni Priguna sempat mencoba mengakhiri hidupnya sebelum ditangkap.

    Tersangka ditangkap pada 23 Maret 2025 di sebuah apartemen di Bandung.

    Saat tim penyidik mendatangi lokasi, Priguna ditemukan dalam kondisi terluka akibat percobaan bunuh diri.

    Priguna memotong nadinya sendiri.

    Ia sempat dilarikan ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan sebelum akhirnya resmi ditahan.

    “Pelaku sempat mencoba bunuh diri. Kami amankan di apartemennya,” ujar Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Hendra Rochmawan dikutip Tribunjateng.com dari Tribun Jabar.

    Kasus ini sendiri dilaporkan sejak 18 Maret 2025.

    Pelaku diketahui menyuntik korban dengan cairan midazolam sebanyak 15 kali hingga korban tak sadarkan diri.

    Kejadian berlangsung di lantai 7 Gedung MCHC, RSHS Bandung.

    Kronologinya, korban yang sedang menjaga ayahnya diminta oleh pelaku untuk melakukan transfusi darah.

    Ia kemudian diarahkan ke ruang khusus dan diminta berganti pakaian dengan baju operasi.

    Tanpa curiga, korban mengikuti arahan.

    Di ruang itu, pelaku menyuntik korban berkali-kali, termasuk dengan cairan bius midazolam.

    Setelah korban tak sadarkan diri, pelaku melakukan rudapaksa.

    Saat sadar, korban merasa perih dan langsung melakukan visum.

    Hasil visumitulah yang kemudian membuktikan adanya sperma di tubuhnya.

    Universitas Padjadjaran dan RSHS menyatakan telah memberhentikan Priguna dari program PPDS.

    Ia juga bukan merupakan karyawan tetap RSHS, melainkan peserta pendidikan yang dititipkan dari kampus.

    Barang bukti yang diamankan dalam kasus ini termasuk: satu kondom, obat bius, tujuh suntikan, 12 jarum, dua sarung tangan, dan dua infus set.

    Atas perbuatannya, Priguna dijerat Pasal 6C UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara. (*)

  • Ini Kronologi Terungkapnya Dugaan Pemerkosaan oleh Dokter PPDS Unpad di RSHS Bandung

    Ini Kronologi Terungkapnya Dugaan Pemerkosaan oleh Dokter PPDS Unpad di RSHS Bandung

    JABAR EKSPRES – Oknum dokter residen atau peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) dari Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad) berinisial PAP (31 tahun) resmi ditahan oleh pihak kepolisian Polda Jawa Barat.

    Dokter muda tersebut diduga terlibat dalam kasus kekerasan seksual terhadap seorang keluarga pasien di RSUP Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, rumah sakit yang juga dikenal sebagai rumah sakit unggulan nasional.

    Baca juga : Update Kasus Oknum Dokter Residen di RSHS Bandung, Polda Jabar: Ada Kemungkinan Korban Bertambah!

    Menurut pernyataan dari Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirkrimum) Polda Jabar, Komisaris Besar Surawan, penahanan terhadap PAP sudah dilakukan sejak 23 Maret 2025.

    Saat ini, kasusnya tengah masuk dalam tahap penyidikan oleh pihak kepolisian.

    “Tersangka sudah diamankan dan ditahan sejak tanggal 23 Maret lalu, proses penyidikannya masih berjalan,” ujar Surawan Rabu, 9 April 2025.

    Dalam proses penyelidikan awal, polisi mengungkap adanya sejumlah barang bukti yang menguatkan dugaan tersebut, termasuk obat bius dan kondom.

    Awal Mula Kasus Viral di Media Sosial

    Terbukanya kasus ini tidak dimulai dari laporan resmi seperti biasanya, melainkan dari unggahan akun Instagram @ppdsgramm, yang kerap membahas isu-isu seputar dunia dokter residen.

    Akun ini membagikan tangkapan layar pesan masuk (DM) dari seseorang yang memberikan informasi bahwa dua orang residen anestesi diduga telah memperkosa penunggu pasien dengan menggunakan obat bius.

    Bahkan disebutkan bahwa kejadian tersebut terekam oleh CCTV dengan menyeluruh.

    “Assalamualaikum dok, izin saya mendapat informasi bahwa ada 2 Residen Anestesi PPDS FK melakukan pemerkosaan kepada penunggu pasien dengan menggunakan obat bius. (Terdapat bukti CCTV lengkap). Keluarga pasien menuntut secara hukum kepada 2 Residen, dan.”  Isi pesan tersebut.

    Unggahan itu kemudian dibagikan ulang oleh akun X (dulu Twitter) bernama @txtdarijasputih, dan langsung menyedot perhatian netizen.

    Hingga Rabu sore (9 April), postingan tersebut sudah ditonton lebih dari 4,7 juta kali, dikutip sebanyak 19 ribu kali, dan disukai oleh 89 ribu akun.

    Kronologi Dugaan Kekerasan Seksual

    Kronologi kejadian tersebut semakin terang ketika akun @ppdsgramm membagikan pesan lanjutan dari informan anonim.

  • Berniat Bunuh Diri? Priguna Dokter PPDS Unpad Pemerkosa Anak Pasien Potong Nadi Sebelum Ditangkap

    Berniat Bunuh Diri? Priguna Dokter PPDS Unpad Pemerkosa Anak Pasien Potong Nadi Sebelum Ditangkap

    Berniat Bunuh Diri? Priguna Dokter PPDS Unpad Pemerkosa Anak Pasien Potong Nadi Sebelum Ditangkap

    TRIBUNJATENG.COM – Kasus pemerkosaan yang melibatkan seorang dokter residen anestesi dari Universitas Padjadjaran Unpad tengah viral di media sosial.

    Priguna Anugrah (31), dokter PPDS di RSHS Bandung, memperkosa seorang wanita 21 tahun yang sedang menjaga ayahnya dirawat.

    Peristiwa ini pertama kali mencuat lewat unggahan akun @ppdsgramm dan langsung viral di X serta Instagram.

    Warganet geram setelah muncul kabar bahwa korban dibius sebelum diperkosa, dan bukti berupa sperma ditemukan melalui visum.

    Namun ada fakta lain yakni Priguna sempat mencoba mengakhiri hidupnya sebelum ditangkap.

    Tersangka ditangkap pada 23 Maret 2025 di sebuah apartemen di Bandung.

    Saat tim penyidik mendatangi lokasi, Priguna ditemukan dalam kondisi terluka akibat percobaan bunuh diri.

    Priguna memotong nadinya sendiri.

    Ia sempat dilarikan ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan sebelum akhirnya resmi ditahan.

    “Pelaku sempat mencoba bunuh diri. Kami amankan di apartemennya,” ujar Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Hendra Rochmawan dikutip Tribunjateng.com dari Tribun Jabar.

    Kasus ini sendiri dilaporkan sejak 18 Maret 2025.

    Pelaku diketahui menyuntik korban dengan cairan midazolam sebanyak 15 kali hingga korban tak sadarkan diri.

    Kejadian berlangsung di lantai 7 Gedung MCHC, RSHS Bandung.

    Kronologinya, korban yang sedang menjaga ayahnya diminta oleh pelaku untuk melakukan transfusi darah.

    Ia kemudian diarahkan ke ruang khusus dan diminta berganti pakaian dengan baju operasi.

    Tanpa curiga, korban mengikuti arahan.

    Di ruang itu, pelaku menyuntik korban berkali-kali, termasuk dengan cairan bius midazolam.

    Setelah korban tak sadarkan diri, pelaku melakukan rudapaksa.

    Saat sadar, korban merasa perih dan langsung melakukan visum.

    Hasil visumitulah yang kemudian membuktikan adanya sperma di tubuhnya.

    Tersangka Diduga Alami Kelainan Seksual

    Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jabar, Kombes Pol Surawan, menyebut bahwa Priguna menunjukkan indikasi kelainan seksual.

    “Dari pemeriksaan memang pelaku ini memiliki kecenderungan kelainan dari segi seksual. Kami akan perkuat ini lewat pemeriksaan psikologi forensik,” ujarnya.

    Pelaku yang diketahui berasal dari Pontianak, Kalimantan Barat, ini sudah menikah dan tinggal di apartemen selama menjalani pendidikan spesialis di Bandung.

    Universitas Padjadjaran dan RSHS menyatakan telah memberhentikan Priguna dari program PPDS.

    Ia juga bukan merupakan karyawan tetap RSHS, melainkan peserta pendidikan yang dititipkan dari kampus.

    Barang bukti yang diamankan dalam kasus ini termasuk: satu kondom, obat bius, tujuh suntikan, 12 jarum, dua sarung tangan, dan dua infus set.

    Atas perbuatannya, Priguna dijerat Pasal 6C UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara. (*)

  • Tegas, UGM Copot Dosen Pelaku Kekerasan Seksual di Fakultas Farmasi

    Tegas, UGM Copot Dosen Pelaku Kekerasan Seksual di Fakultas Farmasi

    Liputan6.com, Yogyakarta Maraknya pemberitaan soal kasus kekerasan seksual (KS) kepada mahasiswa yang terjadi di Fakultas Farmasi UGM dalam beberapa waktu terakhir dilakukan oleh dosen dan dilaporkan ke pihak Fakultas Farmasi pada bulan Juli 2024. Terhadap laporan adanya pelaku kekerasan seksual di kampus UGM segera bertindak tegas.

    Berdasarkan rilis resmi yang diterima Liputan6.com, pimpinan Fakultas Farmasi bergerak cepat berkoordinasi dan melaporkan kasus tersebut kepada Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) UGM. Satgas PPKS UGM mendampingi korban dan segera melanjutkan proses pemeriksaan terhadap saksi-saksi dan terhadap Terlapor sesuai dengan peraturan dan SOP yang berlaku.

    UGM segera melakukan langkah pencegahan dan penanganan kasus-kasus kekerasan seksual dengan berpegang teguh pada prinsip pengarusutamaan dan keadilan gender serta berupaya untuk memberikan pelayanan, perlindungan, pemulihan, dan pemberdayaan Korban. Sehingga UGM melalui fakultas dengan langkah awal yang cepat adalah membebaskan Terlapor dari kegiatan tridharma perguruan tinggi dan jabatan sebagai Ketua Cancer Chemoprevention Research Center (CCRC) Fakultas Farmasi dicopot berdasarkan pada Keputusan Dekan Farmasi UGM pada 12 Juli 2024.

    Langkah cepat untuk pelaku kekerasan seksual di kampus ini berdasarkan keputusan Dekan Farmasi dan ditetapkan jauh sebelum proses pemeriksaan selesai dan dijatuhkan sanksi kepada yang bersangkuta. Hal ini dilakukan, untuk kepentingan para korban dan untuk memberikan jaminan ruang aman bagi seluruh sivitas akademika di fakultas.

    Melalui Keputusan Rektor Universitas Gadjah Mada Nomor 750/U N1.P/KPT/HUKOR/2024 Satgas PPKS UGM langsung menindaklanjuti laporan dari Fakultas Farmasi dengan pembentukan Komite Pemeriksa dengan perubahan masa kerja Komite Pemeriksa dari tanggal 1 Agustus 2024 sampai dengan tanggal 31 Oktober 2024. Komite Pemeriksa ini bekerja dengan meminta keterangan lebih lanjut dari para korban secara terpisah, memeriksa Terlapor, para saksi, memeriksa bukti-bukti pendukung yang ada hingga tahap pemberian rekomendasi.

    Setelah melakukan proses pemeriksaan, Komite Pemeriksa menyimpulkan bahwa Terlapor terbukti melakukan Tindakan Kekerasan Seksual yang melanggar Pasal 3 ayat (2) Huruf l Peraturan Rektor UGM No. 1 Tahun 2023 dan Pasal 3 ayat (2) Huruf m Peraturan Rektor UGM No. 1 Tahun 2023 dan terbukti telah melanggar kode etik dosen. Berdasarkan pada Keputusan Rektor Universitas Gadjah Mada nomor 95/UN1.P/KPT/HUKOR/2025 tentang Sanksi terhadap Dosen Fakultas Farmasi tertanggal 20 Januari 2025 menjatuhkan sanksi kepada Pelaku berupa pemberhentian tetap dari jabatan sebagai dosen sesuai dengan peraturan kepegawaian yang berlaku.

    Selain itu, UGM melalui Satgas PPKS UGM terus memberikan pelayanan, perlindungan, pemulihan, dan pemberdayaan pada Korban sesuai dengan kebutuhan para Korban. UGM tetap dan akan terus berkomitmen untuk menjadi kampus yang bebas dari berbagai bentuk kekerasan seksual.

    Sejak tahun 2016, UGM telah menyusun kebijakan pencegahan dan penanganan pelecehan seksual dan dipertegas melalui peluncuran program Health Promoting University (HPU) pada tahun 2019 dengan dibentuknya tim Kelompok Kerja (Pokja) Zero Tolerance Kekerasan, Perundungan, dan Pelecehan. Dengan terbitnya Permendikbudristek No.30 Tahun 2021, UGM menyesuaikan kebijakan internal dengan aturan tersebut, antara lain dengan pembentukan Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) pada 3 September 2022.

    Beragam upaya sosialisasi atas berbagai aturan dan SOP terkait penanganan dan pencegahan kekerasan seksual terus dilakukan demi terwujudnya kampus UGM sebagai ruang yang aman dari berbagai tindak kekerasan seksual.

  • Kemendiktisaintek Tindak Lanjuti Kasus Dugaan Kekerasan Seksual Guru Besar UGM – Halaman all

    Kemendiktisaintek Tindak Lanjuti Kasus Dugaan Kekerasan Seksual Guru Besar UGM – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi (Kemendikti-Saintek) mengecam kasus dugaan kekerasan seksual oleh satu guru besar Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM) inisial E. 

    Sekretaris Jenderal Kemendiktisaintek, Togar M. Simatupang, mengatakan kasus ini mencoreng nilai-nilai kemanusiaan yang seharusnya dijunjung tinggi oleh dunia akademik.

    “Tentunya sangat memprihatinkan ketika perguruan tinggi sebagai garda terdepan nilai-nilai kemanusiaan masih ada oknum yang mencoret nilai-nilai tersebut,” ujar Togar melalui keterangan tertulis, Kamis (10/4/2025).

     

    Menurut Togar, kementerian telah menerima laporan dari Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) yang disampaikan oleh pimpinan perguruan tinggi. 

    Menyikapi hal tersebut, pihaknya segera melakukan tindak lanjut sesuai mekanisme yang berlaku.

    “Karena ini adalah dugaan pelanggaran berat, maka perlu dibentuk tim pemeriksa. Proses ini mengacu pada Penegakan Disiplin PNS berdasarkan PP Nomor 94 Tahun 2021, di mana setiap penjatuhan hukuman disiplin ditetapkan melalui keputusan Pejabat yang Berwenang Menghukum,” jelasnya.

    Togar juga mengimbau seluruh perguruan tinggi untuk menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan sebagai indikator peradaban. 

    Dirinya menekankan pentingnya perguruan tinggi memiliki mekanisme untuk mendeteksi, mencegah, dan menangani kekerasan seksual secara sistematis.

    “Pimpinan perguruan tinggi diminta segera melakukan sosialisasi, meningkatkan kesadaran akan tantangan dan ancaman kekerasan seksual, serta mengoptimalkan peran Satgas PPKS,” ucap Togar. 

    Kemendiktisaintek, kata Togar, telah mengambil langkah mitigasi terhadap program-program yang melibatkan terduga pelaku, termasuk hibah penelitian dan beasiswa.

    “Terkait dengan hibah penelitian atau beasiswa kepada warga RI dan sebagian dosen, sudah dilakukan mitigasi agar program yang sedang berlangsung (ongoing) bisa diselesaikan. Sementara itu, program beasiswa yang baru sudah diterminasi,” ungkap Togar. 

    Dirinya juga menyebut bahwa kerja sama antar universitas turut dievaluasi untuk mencegah risiko lanjutan.

    Seperti diketahui, dugaan kekerasan seksual oleh E, guru besar Farmasi UGM ini dilakukan sepanjang tahun 2023 hingga 2024. 

    Dilansir dari laman resmi UGM, Senin (7/4/2025), tindakan kekerasan seksual tersebut diketahui setelah ada laporan ke pihak Fakultas Farmasi pada bulan Juli 2024 silam. 

    Pelaku diduga menggunakan modus pendekatan melalui kegiatan akademik, seperti diskusi, bimbingan, serta pembahasan lomba.

  • Kronologi Kasus Dugaan Kekerasan Seksual Dokter PPDS Unpad di RSHS Bandung

    Kronologi Kasus Dugaan Kekerasan Seksual Dokter PPDS Unpad di RSHS Bandung

    Bisnis.com, JAKARTA – Polda Jawa Barat menjelaskan kronologi kasus dugaan kekerasan seksual oleh residen anestesi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Unpad di RS Hasan Sadikin Bandung.

    Kabid Humas Polda Jabar Kombes Hendra Rochmawan menyampaikan kasus ini terjadi di lantai tujuh RS Hasan Sadikin Bandung pada Selasa (18/4/2025) sekitar 01.00 WIB.

    Kala itu, korban FA tengah menunggu ayahnya yang tengah dirawat di RS tersebut. Kemudian, tersangka Priguna Anugrah Pratama (PAP) selaku dokter PPDS Unpad menghampiri korban dengan modus untuk meminta diambil darahnya.

    “Tersangka PAP meminta korban FH untuk diambil darah dan membawa korban dari ruang IGD ke gedung MCHC lantai 7 Rumah Sakit Hasan Sadikin,” ujar Hendra kepada wartawan, dikutip Kamis (10/4/2025).

    Hendra menambahkan, PAP juga sebelumnya telah meminta kepada adik korban agar tidak ikut dalam proses pemeriksaan atau transfusi darah tersebut.

    Setelah sampai di salah satu ruangan di lantai 7, tersangka meminta korban agar melepas celana dan bajunya untuk diganti dengan baju operasi hijau.

    Dalam proses pengecekan darah itu, tersangka kemudian memasukkan jarum sebanyak 15 kali percobaan untuk melakukan proses infus.

    “Setelah itu tersangka menyuntikan cairan bening ke selang infus tersebut dan beberapa menit kemudian korban merasakan pusing lalu tidak sadarkan diri,” ujar Hendra.

    Setelah tersadar, korban kemudian diminta untuk berganti pakaian kembali dan diantar sampai lantai 1 di gedung MCHC. 

    Setelah sampai ruang IGD sekitar 04.00 WIB, korban bercerita ke ibunya bahwa dirinya telah menjalani infus dan sempat tak sadarkan diri.

    “Kemudian saat korban buang air kecil, korban merasakan perih di bagian tertentu yang terkena air,” tutur Hendra.

    Setelah menemukan kejanggalan itu, pihak korban kemudian melaporkan peristiwa tersebut ke kepolisian. Singkatnya, kepolisian telah menyelidiki kasus tersebut dan memeriksa 11 saksi. 

    Selain itu, polisi juga mengamankan barang bukti yang cukup untuk menetapkan PAP jadi tersangka. PAP dipersangkakan pasal 6 C undang-undang nomor 12 tahun 2022 dengan ancaman maksimal 12 tahun penjara.

    “Adapun ancaman hukumannya dipidana dengan pidana penjara paling lama adalah 12 tahun,” pungkas Hendra.

    Unpad-RSHS Siap Kawal Kasus

    Dalam keterangan resminya, Unpad dan RSHS mengecam keras segala bentuk kekerasan, termasuk kekerasan seksual, yang terjadi di lingkungan pelayanan kesehatan dan akademik.

    “Unpad dan RSHS berkomitmen untuk mengawal proses ini dengan tegas, adil, dan transparan, serta memastikan tindakan yang diperlukan diambil untuk menegakkan keadilan bagi korban dan keluarga serta menciptakan lingkungan yang aman bagi semua,” ungkap surat pernyataan bersama milik Unpad dan RSHS.

    Kedua pihak juga dipastikan menanggapi dengan serius masalah tersebut dan akan mengambil langkah hukum. Kemudian memberikan pendampingan kepada korban dalam proses pelaporan ke Polda Jabar.

    Dalam surat pernyataan itu, Unpad juga telah memberhentikan PAP dari program PPDS karena telah melakukan pelanggaran etik profesi dan disiplin.

    “Terduga telah diberhentikan dari program PPDS karena telah melakukan pelanggaran etik profesi berat dan pelanggaran disiplin, yang tidak hanya mencoreng nama baik institusi dan profesi kedokteran, tetapi juga telah melanggar norma-norma hukum yang berlaku,” tutup surat tersebut.

  • Fakta Kelainan Seksual Dokter PPDS Unpad, Sudah Menikah dan Minta Korban Ganti Baju Operasi – Halaman all

    Fakta Kelainan Seksual Dokter PPDS Unpad, Sudah Menikah dan Minta Korban Ganti Baju Operasi – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Seorang wanita berusia 21 tahun asal Bandung, Jawa Barat menjadi korban rudapaksa dokter residen anestesi dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung.

    Tersangka bernama Priguna Anugerah (31) melakukan aksinya di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung pada Selasa (18/3/2025) lalu.

    Korban yang sedang menjaga ayahnya diminta tersangka melakukan transfusi darah.

    Korban diajak ke sebuah ruangan di lantai tujuh dan diminta mengganti pakaian dengan baju operasi berwarna hijau.

    Di sana, tersangka menyuntikkan bius dan melakukan rudapaksa.

    Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jabar, Kombes Pol Surawan, menyatakan tersangka memiliki kelainan seksual.

    “Dari pemeriksaan beberapa hari ini memang kecenderungan pelaku ini mengalami sedikit kelainan dari segi seksual,” ungkapnya, Rabu (9/4/2025). 

    Penyidik perlu melakukan pemeriksaan psikologi forensik untuk mengungkap jenis kelainan seksual yang dialami tersangka.

    “Begitu juga dengan hasil pemeriksaan dari pelaku ini nanti kita akan perkuat dengan pemeriksaan dari psikologi forensik, ahli psikologi untuk tambahan pemeriksaan,” imbuhnya.

    Diketahui, tersangka yang berasal dari Pontianak, Kalimantan Barat tersebut telah menikah.

    Ia tinggal di sebuah apartemen di Bandung selama menjadi mahasiswa Unpad.

    Dirut RSHS Bandung, Rachim Dinata, mengatakan tersangka sudah diberhentikan dari pegawai RSHS.

    “Orangnya sudah dikembalikan ke fakultas dan kasusnya sudah ditangani polisi. Mereka ini kan titipan belajar di sini. Pelaku kalau tak salah residen semester 2. Kejadian sekitar sebelum puasa,” terangnya.

    Ia menambahkan tersangka dapat melakukan pembiusan karena mempelajari anestesi.

    “Korban sudah mendapatkan pendampingan dari unit PPA Polda Jabar. Unpad dan RSHS sepenuhnya mendukung proses penyelidikan Polda Jabar. Kami juga berkomitmen melindungi privasi korban dan keluarga,” tegasnya.

    Kondisi Korban

    Polda Jabar melakukan penangkapan terhadap Priguna Anugerah pada Rabu (23/3/2025) dan menghadirkannya dalam konferensi pers pada Rabu (9/4/2025).

    Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jabar, Surawan, mengatakan hasil visum korban menunjukkan adanya cairan sperma.

    Saat kejadian, korban sedang mendampingi ayahnya yang sedang kritis di RSHS Bandung.

    “Korban berusia 21 tahun sedangkan pelaku 31 tahun. Awal kejadian pukul 17.00 WIB, pelaku ini mau mentransfusi darah bapak korban karena kondisinya kritis, dan si pelaku meminta anaknya saja untuk melakukan transfusi,” tuturnya, Rabu.

    Tersangka memanfaatkan kondisi kritis ayah korban untuk berpura-pura melakukan transfusi darah.

    Surawan menambahkan kondisi korban berangsur membaik, namun masih mengalami trauma.

    Diketahui, korban merupakan anak kedua dari tiga bersaudara.

    Semua saudara korban perempuan dan sempat mendampingi ayah saat kritis di RSHS Bandung.

    Namun, 10 hari setelah kasus rudapaksa, ayah korban dinyatakan meninggal.

    Informasi tersebut dibagikan drg Mirza melalui Instagram @drg.mirza pada Rabu (9/4/2025).

    Ia mengaku mendapat pesan dari kakak korban yang menyatakan ayah meninggal pada Jumat (28/3/2025).

    “Bapak sudah meninggal tanggal 28 kemarin di RSHS,” tulis pesan dari kakak korban.

    Ditangkap di Apartemen

    Saat penangkapan, penyidik menemukan tersangka berupaya mengakhiri hidup dengan memotong nadi tangannya.

    Tersangka ditangkap di apartemennya di Bandung pada 23 Maret 2025 kemudian dibawa ke rumah sakit untuk menjalani perawatan.

    Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Hendra Rochmawan, menerangkan kasus rudapaksa dilaporkan sejak 18 Maret 2025 dan tersangka telah ditahan.

    “Lokasi kejadian di Gedung MCHC lantai 7 RSHS Bandung,” bebernya, Rabu (9/4/2025), dikutip dari TribunJabar.id.

    Modus yang digunakan tersangka yakni meminta korban melakukan transfusi darah lantaran ayahnya kritis.

    “Lalu, pelaku memasukkan jarum ke bagian tangan kiri dan kanan korban sebanyak 15 kali,” tukasnya.

    Korban dirudapaksa dalam kondisi tak sadarkan diri dan perbuatan tersangka terungkap setelah korban melakukan visum.

    “Setelah sadar, si korban diminta mengganti pakaiannya lagi. Lalu, setelah kembali ke ruang IGD, korban baru menyadari bahwa saat itu pukul 04.00 WIB.”

    “Korban pun menceritakan kepada ibunya bahwa pelaku mengambil darah sebanyak 15 kali percobaan dan menyuntikkan cairan bening yang membuat korban tak sadar. Ketika buang air kecil, korban merasakan perih di bagian tertentu,” sambungnya.

    Sejumlah saksi diperiksa untuk mengungkap kasus rudapaksa yang dilakukan Priguna Anugerah.

    Barang bukti yang diamankan yakni  dua buah infus full set, dua buah sarung tangan, tujuh buah suntikan, 12 buah jarum suntik, satu buah kondom, dan beberapa obat-obatan.

    Akibat perbuatannya, tersangka dapat dijerat Pasal 6C Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara.

    “Pelaku dikenakan pasal 6C UU no 12 tahun 2022 tentang tindak pidana kekerasan seksual dengan ancaman hukuman penjara maksimal 12 tahun,” pungkasnya.

    Sebagian artikel telah tayang di TribunJabar.id dengan judul Kronologi Kasus Pelecehan oleh Dokter Residen di RSHS Bandung: Suntik Korban hingga 15 Kali

    (Tribunnews.com/Mohay) (TribunJabar.id/Muhammad Nandri)

  • Langkah Tegas Kemenkes di Kasus Kekerasan Seksual RSHS Bandung

    Langkah Tegas Kemenkes di Kasus Kekerasan Seksual RSHS Bandung

    Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tindak tegas dokter Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Padjajaran yang diduga lakukan pemerkosaan terhadap keluarga pasien di RSHS Bandung. Kemenkes berupaya mencabut Surat Tanda Registrasi (STR) Priguna Anugerah.