Kasus: kekerasan seksual

  • Video Upaya Kemenkes Cegah Kasus Kekerasan Seksual oleh PPDS

    Video Upaya Kemenkes Cegah Kasus Kekerasan Seksual oleh PPDS

    Jakarta – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) akan melakukan tes kesehatan mental lewat tes MMPI (Minnesota Multiphasic Personality Inventory) untuk Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) terutama program anestesi yang berkaitan dengan obat-obatan. Hal ini dilakukan Kemenkes untuk mencegah agar kasus pemerkosaan oleh PPDS seperti di RSHS Bandung tidak terjadi lagi.

    (/)

  • Gaduh Dokter Residen Jadi Pelaku Pemerkosaan di RSHS, IDI Angkat Bicara

    Gaduh Dokter Residen Jadi Pelaku Pemerkosaan di RSHS, IDI Angkat Bicara

    Jakarta

    Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dr Slamet Budiarto buka suara soal gaduh kasus pemerkosaan di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung oleh seorang residen anestesi.

    Pelaku merupakan peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) di Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran. Priguna Anugerah Pratama (PAP) terdaftar sebagai anggota IDI wilayah Jabar, tepatnya Kota Bandung.

    dr Slamet menyebut pihaknya akan mempelajari terlebih dulu laporan hasil penyelidikan kepolisian kasus terkait. Tidak menutup kemungkinan, sanksi dan tindakan etik bisa diberikan saat yang bersangkutan benar-benar terbukti bersalah.

    “Dia anggota IDI Kota Bandung, jadi nanti akan diproses setelah penyelidikan. Kan kita nggak tahu pastinya, karena sedang ditangani oleh kepolisian, kan jadi kita tunggu hasilnya,” tutur dr Slamet saat dihubungi detikcom, Kamis (10/5/2025).

    “Proses dari IDI nanti akan tetap jalan terus,” lanjutnya.

    IDI sedikitnya memberikan sejumlah catatan sebagai bahan evaluasi menghindari kejadian yang sama di masa mendatang. dr Slamet meminta adanya peningkatan pengawasan praktik di RS vertikal, dalam hal ini tanggung jawab Kementerian Kesehatan RI.

    Mengingat, ini bukan kali pertama RS vertikal dilaporkan ‘berkasus’. Laporan kekerasan seksual di RSHS, diikuti kejadian sebelumnya pada RSUP Kariadi Semarang, terkait catatan bullying yang terjadi di lingkup PPDS.

    “Jadi pengawasannya harus lengkap, yang kedua adalah dicari akar masalah itu. Yang ketiga buat SOP yang jelas, tidak boleh dokter memeriksa sendiri, harus ada perawat, ya kan, kembali lagi Kemenkes RI bagaimana membuat SOP yang clear,” tukas dia.

    “Nah SOP-SOP itu bagaimana periksa lab, bagaimana bius, semua harus ada,” lanjutnya.

    IDI dipastikan dr Slamet tidak mentolerir segala bentuk kekerasan seksual dan mengecam keras tindakan terkait. Pelaku saat ini sudah ditahan dan terancam hukuman penjara hingga 12 tahun.

    (naf/up)

  • Polisi Sebut Korban Dokter PPDS Unpad di RSHS Bandung Lebih Dari Satu Orang, Modusnya Sama – Halaman all

    Polisi Sebut Korban Dokter PPDS Unpad di RSHS Bandung Lebih Dari Satu Orang, Modusnya Sama – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG – Polda Jawa Barat (Jabar) masih menyelidiki kasus dugaan rudapaksa yang dilakukan dokter Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Padjadjaran (Unpad) Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, Priguna Anugerah (31) terhadap keluarga pasien.

    Polisi menyebut korban dari aksi bejat Priguna Anugerah diduga lebih dari satu orang.

    “Ada dua korban (baru), melalui hotline. Dua korban ini bersangkutan (adalah) pasien, peristiwa berbeda dengan yang kami tangani,” kata Dirreskrimum Polda Jabar Kombes Surawan dalam keterangannya, Kamis (10/4/2025).

    Meski begitu, Surawan tak merinci lebih lanjut soal adanya korban lain dalam aksi bejat dokter PPDS Unpad tersebut.

    Dia hanya mengatakan modus yang dilakukan Priguna terhadap para korbannya sama yakni mulai mengambil sampel darah hingga membius korban.

    “Rata-rata modusnya sampai dalih (yaitu) mengambil sampel darah, DNA, dan dibius (untuk melakukan) pemerkosaan pada korban,” tuturnya.

    Sementara itu, Kabid Humas Polda Jabar Kombes Hendra Rochmawan meminta agar masyarakat yang menjadi korban untuk segera melapor.

    “Kami telah membuka layanan untuk laporan (korban) lainnya. Mungkin kasusnya sama tapi waktunya berbeda,” tuturnya.

    Kronologis Kasus

    Ditreskrimum Polda Jawa Barat (Jabar) mengungkap aksi bejat dokter residen bernama Priguna Anugerah (31) di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, pada Rabu (9/4/2025).

    Priguna diduga merudapaksa FH (21), anak dari seorang pasien yang dirawat di RSHS Bandung pada Selasa (18/3/2025) lalu.

    Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Hendra Rochmawan, mengungkapkan Priguna telah resmi ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan pelecehan seksual.

    Hendra menjelaskan, kasus dugaan rudapaksa ini berlangsung pada 18 Maret 2025 sekitar pukul 01.00 WIB.

    Saat itu, tersangka meminta korban untuk diambil darahnya dan membawa korban dari ruang IGD ke Gedung MCHC lantai 7.

    Priguna bahkan meminta korban untuk tidak ditemani adiknya.

    “Sesampainya di Gedung MCHC, tersangka meminta korban mengganti pakaian dengan baju operasi berwarna hijau dan memintanya melepas baju juga celananya. Lalu, pelaku memasukkan jarum ke bagian tangan kiri dan kanan korban sebanyak 15 kali,” beber Hendra.

    Setelah itu, tersangka menghubungkan jarum tersebut ke selang infus dan menyuntikkan cairan bening ke dalamnya.

    Beberapa menit kemudian, korban FH mulai merasakan pusing hingga akhirnya tidak sadarkan diri.

    “Setelah sadar, si korban diminta mengganti pakaiannya lagi. Lalu, setelah kembali ke ruang IGD, korban baru menyadari bahwa saat itu pukul 04.00 WIB,” jelas Hendra.

    Menurut Hendra, dugaan rudapaksa terbongkar setelah korban menceritakan kejadian yang dialaminya kepada sang ibu.

    “Korban pun menceritakan kepada ibunya bahwa pelaku mengambil darah sebanyak 15 kali percobaan dan menyuntikkan cairan bening yang membuat korban tak sadar. Ketika buang air kecil, korban merasakan perih di bagian tertentu,” terangnya.

    Adapun berdasarkan data dari KTP, tersangka diketahui beralamat di Kota Pontianak, Kalimantan Barat (Kalbar), tetapi saat ini tinggal di Kota Bandung.

    Sementara itu, korban FH merupakan warga Kota Bandung.

    “Kami juga sudah meminta keterangan dari para saksi dan nantinya akan melibatkan keterangan ahli untuk mendukung proses penyidikan ini,” sebut Hendra.

    Polda Jabar juga telah mengamankan sejumlah barang bukti dari tempat kejadian perkara (TKP), termasuk dua buah infus full set, dua buah sarung tangan, tujuh buah suntikan, 12 buah jarum suntik, satu buah kondom, dan beberapa obat-obatan.

    Atas aksi bejatnya, tersangka Priguna dijerat Pasal 6 C UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara.

    “Pelaku dikenakan pasal 6 C UU nomor 12 tahun 2022 tentang tindak pidana kekerasan seksual dengan ancaman hukuman penjara maksimal 12 tahun,” ucap Hendra.

  • Akal Bulus Dokter PPDS UNPAD yang Cabuli Keluarga Pasien, Bius Korban Hingga Tak Sadarkan Diri – Halaman all

    Akal Bulus Dokter PPDS UNPAD yang Cabuli Keluarga Pasien, Bius Korban Hingga Tak Sadarkan Diri – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Terbongkar akal bulus dokter Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (FK Unpad) yang cabuli keluarga pasien.

    Kasus pencabulan yang dilakukan dokter PPDS ini pertama kali muncul lewat unggahan akun Instagram @ppdsgram pada Selasa (8/4/2025) malam.

    Kejadian tak senonoh ini dilakukan dokter residen anestesi dari PPDS FK UNPAD yang bernama Priguna Anugerah.

    Sementara korban berinisial FH (21) merupakan keluarga pasien yang sedang menjaga sang ayah yang dirawat dan butuh transfusi darah.

    Ia melakukan aksi bejatnya di satu ruangan Gedung MCHC lantai 7 di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, Jawa Barat, pada pertengahan Maret 2025.

    Priguna Anugerah memanfaatkan kondisi kritis ayah korban untuk melakukan transfusi darah.

    Dokter bejat tersebut melancarkan akal bulusnya dengan melakukan pemeriksaan crossmatch atau kecocokan golongan darah untuk keperluan transfusi.

    Modus yang digunakan pelaku adalah memberikan obat bius yang membuat korban tidak sadarkan diri, dilansir Tribun Jabar.

    Ia menyuntikkan cairan yang diduga mengandung obat bius jenis Midazolam.

    Sampai akhirnya korban tidak sadarkan diri.

    Priguna Anugerah menghubungkan jarum ke selang infus, lalu menyuntikkan cairan bening ke selang infus tersebut.

    Tak butuh waktu lama, korban merasakan pusing usai mendapatkan suntikan dari Priguna Anugerah.

    Korban akhirnya sadar setelah 4-5 jam mendapatkan suntikan dari dokter cabul tersebut.

    Setelah sadar, korban merasakan adanya rasa nyeri di bagian tangan bekas infus dan di area organ intimnya.

    Hingga akhirnya, korban mengambil tindakan untuk visum.

    Hasilnya adalah ditemukannya cairan sperma di kemaluannya.

    Informasi ini disampaikan oleh Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Hendra Rochmawan, dalam konferensi pers di Polda Jabar, Jalan Soekarno Hatta, Bandung, Rabu (9/4/2025).

    “Tersangka ini meminta korban FH untuk diambil darah dan membawa korban dari ruang IGD ke Gedung MCHC lantai 7 RSHS. Korban sempat merasakan pusing dari cairan yang disuntikkan pelaku, dan selepas siuman korban merasakan sakit pada bagian tertentu,” kata Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Hendra Rochmawan.

    Hendra juga menjelaskan pasca korban sadar, dirinya diminta untuk mengganti pakaian operasi yang dipakai korban dengan pakaiannya sendiri.

    “Setelah sadar si korban diminta mengganti pakaiannya lagi. Lalu, setelah kembali ke ruang IGD, korban baru sadar bahwa saat itu pukul 04.00 WIB,” lanjut Hendra.

    Korban diketahui juga menceritakan apa yang dialaminya kepada sang ibu.

    Korban mengaku darahnya diambil sampai 15 kali percobaan.

    Termasuk juga memasukkan cairan bening ke selang infus.

    “Korban pun bercerita ke ibunya bahwa pelaku mengambil darah dengan 15 kali percobaan dan memasukkan cairan bening ke dalam selang infus yang membuat korban tak sadar, serta ketika buang air kecil, korban merasakan perih di bagian tertentu,” ujarnya.

    Hendra melanjutkan, pihaknya juga sudah minta keterangan dari para saksi.

    “Nanti akan meminta keterangan ahli untuk mendukung proses penyidikan ini,” tutur dia.

    Aparat mengamankan barang bukti berupa dua buah infus full set, dua sarung tangan, tujuh buah suntikan, 12 buah jarum suntik, satu kondom, dan beberapa obat-obatan.

    Hendra mengatakan, pelaku dijerat dengan pasal tindak pidana kekerasan seksual.

    Pelaku juga mendapatkan ancaman 12 tahun penjara.

    “Pelaku dikenakan pasal 6 C UU No 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dengan ancaman hukuman penjara maksimal 12 tahun,” papar Hendra.

    (TRIBUNNEWS/Ika Wahyuningsih/willy Widianto)(Tribun Jabar/ Muhamad Nandri Prilatama/Salma Dinda Regina )

  • Dokter PPDS Lecehkan Pasien RSHS, Analisa Reza Indragiri: Sebar Foto dan Identitas Pelaku di Medsos

    Dokter PPDS Lecehkan Pasien RSHS, Analisa Reza Indragiri: Sebar Foto dan Identitas Pelaku di Medsos

    TRIBUNJAKARTA.COM – Pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel meminta foto dan identitas Priguna Anugrah Pratama (31), dokter Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran (Unpad) disebar luaskan di media sosial.

    Priguna Anugrag Pratama merupakan dokter residen anestesi yang diduga memperkosa keluarga pasien di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, Jawa Barat pada Senin 17 Maret 2025.

    Kini, Priguna telah ditangkap di Polda Jawa Barat. Reza Indragiri menyampaikan hasil analisanya mengenai kasus dugaan pemerkosaan tersebut. 

    Bicara motif pelaku, Reza mengungkapkan seseorang melakukan kekerasan seksual termasuk perkosaan terkait kontrol atau kendali.

    “Unjuk kebolehan unjuk kemampuan bahwa saya (pelaku) bisa menguasai pihak lain saya bisa mengendalikan pihak yang bergantung hidupnya pada diri saya (pelaku) dan sejenisnya,” kata Reza Indragiri dikutip TribunJakarta.com dari akun Youtube TVOne, Kamis (10/4/2025).

    Ia melihat pelaku telah melakukan perencanaan terhadap aksi cabul tersebut.

    Tak hanya itu, Reza Indragiri juga menduga korban cabul Priguna lebih dari satu orang.

    “Saya membangun spekulasi sedemikian rupa karena berdasarkan pemberitaan yang saya simak di media massa betapa fasihnya si pelaku ini mendapatkan akses ke obat-obatan atau ke zat bius di rumah sakit,” ujar Reza Indragiri.

    Selain itu, Reza juga menilai pelaku mengenal lokasi yang akan digunakan untuk melancarkan aksi jahatnya.

    Hal lain yakni pelaku memilih waktu ‘sempurna’ pada dini hari.

    KLIK SELENGKAPNYA: Lima Fakta Penemuan Mayat Ibu dan Anak Dalam Toren Air Rumah Mereka di Tambora, Jakarta Barat, Jumat (7/3/2025). Tetangga Bongkar Cekcok Soal Nikah.

    Dimana secara umum, dini hari adalah waktu yang paling rentan karena orang beristireahan dan tidak waspada.

    “Kesempurnaan dalam melancarkan aksi jahat itu yang membuat saya sekali lagi menduga barangkali ada korban lebih dari satu pada aspek itulah semestinya kita lebih banyak berdiskusi untuk memastikan bahwa pelaku nantinya akan hukum seberat-beratnya sekiranya divonis bersalah,” ungkapnya.

    Reza juga menyampaikan cara untuk mengungkap korban lain dari pelaku.

    Sejumlah hal yang dapat dilakukan antara lain audit terhadap zat-zat kimia atau obat-obatan yang diakses oleh oknum dokter tersebut.

    “Sehingga bisa dipastikan apakah ada atau tidak obat-obatan ataukah zat-zat kimia yang telah digunakan secara tidak bertanggung jawab tanpa jelas peruntukannya itu merupakan pintu awal tentang penggunaan instrumen kejahatan oleh pelaku bisa dibuktikan oleh otoritas terkait,” katanya.

    Kedua, Reza mengatakan dokter adalah profesi yang superior di lingkungan rumah sakit. Sehingga, kata Reza, tidak tertutup kemungkinan bahwa ada tindak tanduk yang tidak pantas. 

    “Jangan-jangan sudah pernah dilakukan oleh oknum dokter tersebut dan diketahui oleh sejawat. Diketahui oleh sesama pekerja di rumah sakit namun sekali lagi karena dokter berada pada posisi yang superior tidak terutup kemungkinan pihak-pihak atau pekerja lain di rumah sakit tersebut selama ini memilih untuk tutup mulut,” jelas Reza.

    Terakhir, Reza meminta agar foto dan identitas pelaku disebarluaskan seluas-luasnya termasuk ke media sosial.

    “Tujuannya untuk membantu kemungkinan korban-korban lain mengidentifikasi wajah oknum dokter yang satu ini memahami bahwa sudah ada satu pasien yang mengambil maaf ada satu keluarga pasien yang mengambil langkah berani dengan membuat laporan,” katanya.

    “Mudah-mudahan korban-korban lain sekiranya ada juga memiliki semangat yang sama untuk melaporkan oknum dokter tersebut ke otoritas penegakan hukum dengan tujuan sekali lagi untuk memaksimalkan yang bersangkutan dikenai sanksi pidana maksimal sekiranya dia divonis bersalah,” sambunngnya. 

    Sedangkan untuk pencegahan, Reza menyarankan agar seorang dokter saat menangani pasien selalu didampingi perawat ataupun dokter yang lain ataupun perwakilan dari keluarga pasien 

    “Tidak membiarkan ada dokter atau mungkin juga perawat yang melakukan penanganan sendirian keberadaan orang lain diharapkan akan bisa menangkal terjadinya perbuatan-perbuatan tidak profesional,” imbuhnya.

    Kemudian, lanjut Reza, memperkuat pengamanan lingkungan rumah sakit. Ia mencontohkan adanya rekaman CCTV di rumah sakit yang merekam gerak gerik pelaku.

    “Jangan sampai peristiwa yang amoral tersebut terjadi dalam rentang waktu yang cukup berjauhan sejak peristiwa berlangsung dengan rekaman CCTV dibuka itu sebabnya sekali lagi tidak hanya CCTV-nya yang kita butuhkan tapi responsivitas dari pihak rumah sakit terhadap rekaman CCTV tersebut patut kiranya untuk dievaluasi,” katanya.

    Pelaku Kelainan Seksual

    Sementara itu, Dirreskrimum Polda Jabar Kombes Surawan buka suara terkait tersangka Priguna Anugerah Pratama.

    Dokter residen anestesi PPDS Unpad tersebut, diduga melakukan pelecehan seksual terhadap tiga orang di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.

    Dirreskrimum Polda Jabar, Kombes Pol Surawan, mengatakan pelaku diduga memiliki kelainan seksual.

    “Dari pemeriksaan beberapa hari ini memang kecenderungan pelakunya mengalami sedikit kelainan. Jadi, begitu juga dengan hasil pemeriksaan dari pelaku ini nanti kita akan perkuat dengan pemeriksaan dari psikologi forensik. Ahli psikologi maupun psikologi forensik nanti untuk tambahan periksaan. Sehingga kita menguatkan adanya kecederungan kelainan dari pelaku seksual pelaku,” jelas Dirreskrimum Polda Jabar Kombes Surawan.

    Kombes Surawan menyebut kepolisian terus berkoordinasi dengan pihak Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung terkait kasus pencabulan yang melibatkan dokter yang sedang menempuh pendidikan spesialis anastesi.

    “Hasil koordinasi dengan RSHS sudah ada dua korban lagi yang akan kami lakukan pendekatan untuk pemeriksaan.”

    “Kami sangat terbuka bila ada korban-korban lain yang mungkin menjadi korban atau pernah hampir menjadi korban dari si pelaku, kami akan tampung. Silakan bisa datang ke Polda Jabar atau pihak rumah sakit,” katanya, Kamis (10/4/2025).

    Surawan pun menegaskan keterangan dua orang yang terindikasi menjadi korban tambahan merupakan pasien pula.

    Namun, dalam peristiwa juga waktu yang berbeda.

    “Kami terus lakukan pendalaman terhadap para korban. Lalu, barang bukti baik dari hasil swab atau yang ditemukan di lokasi akan diuji DNA terkait sperma yang ditemukan pada alat vital korban dan alat kontrasepsi,” katanya.

    Surawan menegaskan, korban yang melapor ke polisi ada satu orang. Namun, penyidik pun tengah mendalami keterangan dari dua korban tambahan informasi RSHS.

    Diketahui korban pemerkosaan oleh Priguna Anugerah Pratama dokter PPDS Unpad itu berinisial FA (21). 

    Dalam waktu yang berdekatan, FA menghadapi dua peristiwa memilukan sekaligus.

    Peristiwa memilukan itu terjadi saat FA sedang menjaga ayahnya yang tengah dirawat di Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, pada 18 Maret 2025.

    Menurut Kabid Humas Polda Jawa Barat, Kombes Hendra Rochmawan, kasus ini bermula ketika Priguna tiba-tiba menghampiri FA di IGD pada pukul 01.00 WIB dini hari.

    Priguna yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka, mengajak FA menuju lantai 7 gedung baru RSHS dengan alasan ingin mencocokkan golongan darah antara korban dan ayahnya.

    Tak menaruh curiga, korban pun menuruti permintaan tersangka tersebut.

    “Pada tanggal 18 Maret 2025 sekira pukul 01.00 WIB, tersangka meminta korban untuk diambil darah dan membawa korban dari ruang IGD ke gedung MCHC lantai 7,” kata Hendra dalam konferensi pers di Mapolda Jabar, Rabu (9/4/2025).

    Sesampaianya di lokasi, FA langsung diminta oleh Priguna untuk melepaskan pakaian dan celanannya lalu memakai baju operasi.

    Setelah itu, Priguna pun menusukkan jarum suntik sebanyak 15 kali ke tangan kiri dan kanan FA dengan dalih pengambilan darah.

    Namun, ternyata tersangka justru memasukkan cairan obat bius Midazolam ke tubuh FA.

    “Beberapa menit kemudian korban merasakan pusing lalu tidak sadarkan diri,” kata Hendra.

    Tiga jam berlalu, FA akhirnya sadar dan langsung memakai pakaiannya seperti semula.

    Saat akan kembali ke IGD untuk menjaga ayahnya yang dirawat, FA kaget karena jarum jam sudah menunjukkan pukul 04.00 WIB.

    Sesaat kemudian, korban merasa ingin buang air kecil. Namun, ketika buang air kecil, FA merasa sakit di bagian alat vitalnya.

    Merasakan hal tersebut, FA pun melakukan visum di RSHS dan hasilnya, ditemukan bekas cairan sperma di kemaluannya.

    Pihak keluarga korban langsung melaporkan kejadian tersebut ke Polda Jawa Barat dan Priguna pun berhasil ditangkap lima hari kemudian di salah satu apartemen di Kota Bandung.

    Kini, Priguna pun terancam dihukum 12 tahun penjara akibat tindakan biadabnya.

    ”PAP ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat dengan Pasal 6 C Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Ia terancam 12 tahun penjara,” ujar Hendra.

    Ayah Meninggal Dunia 

    Selain menjadi korban pemerkosaan, FA juga mengalami nasib pilu karena kehilangan sang ayah yang meninggal dunia.

    Bak jatuh tertimpa tetangga, ayahnya yang sempat dijaganya ketika dirawat di IGD RSHS Bandung telah meninggal dunia.

    Kabar pilu ini diketahui dari unggahan drg Mirza di akun Instagramnya pada Rabu (9/4/2025).

    Dalam unggahan itu, Mirza memperoleh pesan dari keluarga korban bahwa ayah FA sudah meninggal dunia pada 28 Maret 2025 atau 10 hari setelah dirinya menjadi korban kebiadaban Priguna.

    “Bapak sudah meninggal tanggal 28 kemarin di RSHS,” tulis pesan yang diterima drg Mirza.

    Dokter yang sekaligus pihak yang memviralkan kasus ini pun ikut berduka atas meninggalnya ayah korban.

    “Innalillahi wa innaillaihi roji’un. Semoga almarhum bapaknya husnul khotimah,” tulis @drg.mirza. (TribunJakarta.com/TribunJabar)

    Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

  • Anggota DPR Desak Dokter Pemerkosa di RSHS Bandung Tak Cuma Diproses Hukum: Harus Ditindak Tegas

    Anggota DPR Desak Dokter Pemerkosa di RSHS Bandung Tak Cuma Diproses Hukum: Harus Ditindak Tegas

    PIKIRAN RAKYAT – Anggota Komisi III DPR RI Soedeson Tandra meminta pihak kepolisian untuk menindak tegas seorang dokter residen dari Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad) berinisial PAP, yang diduga melakukan kekerasan seksual terhadap keluarga pasien di Rumah Sakit Unggulan Nasional (RSUP) Hasan Sadikin, Bandung.

    “Menjaga orang tua yang sedang kritis, lalu dia yang skrg menghadapi kasus pemerkosaan yang menurut saya sangat keji yah. Harus ditindak secara tegas,” kata Soedeson kepada wartawan, Kamis, 10 April 2025.

    Selain itu Soedeson juga mendesak agar yang bersangkutan dicopot karena sudah melanggar etika profesi kedokteran.

    “Jadi bagi saya bukan saja dia diproses secara pidana, tapi harus dibawa juga dan dikeluarkan dari profesi karena terus terang melanggar etika profesi kedokteran,” ujarnya.

    Soedeson menilai yang bersangkutan sudah tidak pantas menjalani profesi sebagai dokter karena tugas dokter harusnya dijunjung tinggi

    “Dia bukan saja menjalani tugas dia sebagai pekerjaan, tapi dia menjalani diri sebagai profesi dalam rangka bagaimana untuk menolong, membantu orang susah. Malah dia bukan membantu, malah membuat orang lebih susah lagi,” tuturnya.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • 7 Fakta Kasus Priguna Anugrah Dokter PPDS Unpad di RSHS Bandung Rudapaksa Anak Pasien: Barbuk Kunci

    7 Fakta Kasus Priguna Anugrah Dokter PPDS Unpad di RSHS Bandung Rudapaksa Anak Pasien: Barbuk Kunci

    7 Fakta Kasus Priguna Anugrah Dokter PPDS Unpad di RSHS Bandung yang Rudapaksa Anak Pasien

    TRIBUNJATENG.COM – Inilah 7 fakta kasus Priguna Anugrah, dokter PPDS Unpad di RSHS Bandung yang rudapaksa anak pasien.

    Kasus pemerkosaan yang dilakukan oleh seorang dokter PPDS Unpad Bandung viral di media sosial.

    Tersangka bernama Priguna Anugrah, residen anestesi yang bertugas di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, terbukti memperkosa seorang wanita 21 tahun yang sedang menjaga ayahnya di rumah sakit tersebut.

    Berikut tujuh fakta terbaru dari kasus yang viral ini:

    1. Korban Disuntik 15 Kali dan Dibius

    Modus pelaku adalah berpurapura meminta korban melakukan transfusi darah untuk sang ayah.

    Di lantai 7 gedung MCHC RSHS Bandung, korban disuntik sebanyak 15 kali termasuk cairan midazolam yang membuatnya tak sadarkan diri.

    2. Terjadi Pemerkosaan Saat Korban Tak Sadar

    Saat korban sadar, ia merasakan perih di bagian intim.

    Setelah meminta visum, dokter menemukan jejak sperma di tubuh korban.

    Dugaan pemerkosaan pun menguat.

    3. Pelaku Sempat Mencoba Bunuh Diri

    Polisi mengungkap bahwa saat hendak ditangkap pada 23 Maret 2025, pelaku ditemukan berusaha mengakhiri hidup.

    Priguna diketahui memotong nadi tangannya di apartemennya di Bandung.

    Ia dilarikan ke rumah sakit sebelum akhirnya ditahan.

    4. Polisi Temukan Barang Bukti Kunci

    Penyidik menyita sejumlah barang bukti kunci dari lokasi kejadian dan apartemen pelaku.

    Beberapa bukti kunci yang disita di antaranya dua infus full set, tujuh suntikan, 12 jarum, satu kondom, sarung tangan, dan beberapa obat bius.

    5. Diduga Miliki Kelainan Seksual

    Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jabar menyebut pelaku menunjukkan indikasi kelainan seksual.

    Pemeriksaan psikologi forensik akan dilakukan untuk memastikan diagnosis dan motif kriminalnya.

    6. Sudah Diberhentikan dari PPDS

    Pelaku merupakan peserta PPDS semester 2 yang dititipkan di RSHS.

    Setelah kasus mencuat, pihak Unpad segera memberhentikan pelaku dari program pendidikan dokter spesialis.

    Unpad dan RSHS juga menyatakan dukungan penuh terhadap proses hukum.

    7. Kondisi Keluarga Korban

    Bersamaan dengan viralnya kasus tersebut, ayah korban yang merupakan pasien pelaku diketahui telah meningal dunia di RSHS.

    Ayah korban diketahui sempat dirawat di ICU dan meninggal pada 28 Maret 2025.

    Pelaku kini dijerat dengan Pasal 6C UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara. (*)

  • Hindari Kasus Rudapaksa Pasien Terjadi Lagi, RS Pendidikan Wajib Lakukan Tes Kejiwaan Dokter PPDS – Halaman all

    Hindari Kasus Rudapaksa Pasien Terjadi Lagi, RS Pendidikan Wajib Lakukan Tes Kejiwaan Dokter PPDS – Halaman all

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

    TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA – Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI) akan mewajibkan seluruh Rumah Sakit Pendidikan Kemenkes untuk melakukan test kejiwaan berkala bagi peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS)di seluruh angkatan.

    Tes berkala diperlukan untuk menghindari manipulasi test kejiwaan dan mengidentifikasi secara dini kesehatan jiwa peserta didik. 

    Upaya ini untuk merespons tindak pidana kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh dr. PAP yang merupakan peserta PPDS Anestesiologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran (Undap).

    “Kemenkes akan melakukan pemeriksaan mental juga untuk para peserta dokter spesialis sehingga peristiwa (dr PAP) tidak lagi terjadi,” tutur Wakil Menteri Kesehatan (wamenkes RI) Prof Dante Harbuwono saat ditemui di Puskesmas Kelapa Gading, Jakarta Utara, Kamis (10/4/2025).

    Ia menerangkan, seluruh dokter PPDS maupun calon PPDS harus mengikuti tes
    Minnesota Multiphasic Personality Inventory atau tes MMPI.

    “Gunanya untuk pemeriksaan keseluruhan kesehatan jiwa. Ini untuk pencegahannya tes MMPI, tes mental, untuk prosedur pendidikan. Mereka (calon dokter) tidak hany pintar, tapi mereka juga sehat secara jasmani dan secara rohani,  supaya mereka bisa melaksanakan tugas dokter yang mulia itu menangani masyarakat dari dalam hati dan tidak melakukan penyalahgunakan wewenang,” jelas dia.

    Kementerian Kesehatan juga telah menginstruksikan kepada RSUP Hasan Sadikin (RSHS) untuk menghentikan sementara kegiatan PPDS Anestesiologi dan Terapi Intensif FK Undap di lingkungan RSHS selama satu bulan.

    Langkah ini diambil untuk mengevaluasi dan melakukan perbaikan pengawasan serta tata kelola setelah adanya tindak pidana kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh dr. PAP yang merupakan peserta PPDS Anestesiologi.

    Sebelumnya dari hasil pemeriksaan kejiwaan oleh kepolisian, diduga pelaku mengalami kelainan seksual.

  • Imbas Perkosaan Anak Pasien, Kemenkes Hentikan PPDS Unpad di RSHS

    Imbas Perkosaan Anak Pasien, Kemenkes Hentikan PPDS Unpad di RSHS

    Jakarta, Beritasatu.com – Kegiatan Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran (Unpad) di RSUP Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, Jawa Barat, dihentikan sementara oleh Kemenkes.

    Diberhentikannya kegiatan PPDS Anestesi di lingkungan RSHS secara sementara merupakan respons Kemenkes atas tindak pidana kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh dr PAP terhadap salah seorang keluarga pasien.

    “Penghentian sementara ini bertujuan untuk memberikan ruang bagi proses evaluasi menyeluruh terhadap tata kelola dan sistem pengawasan PPDS di lingkungan RSHS,” kata Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenkes, Aji Muharmawan dalam keterangan tertulisnya, Kamis (10/4/2025).

    Untuk mencegah terjadinya insiden serupa, RSHS dan FK Unpad diminta untuk bekerja sama dalam melakukan berbagai upaya perbaikan.

    Selain itu, Kemenkes juga mewajibkan seluruh Rumah Sakit Pendidikan Kemenkes untuk melakukan tes kejiwaan berkala terhadap peserta PPDS di seluruh angkatan.

    Tes tersebut akan dilakukan guna menghindari manipulasi tes kejiwaan, serta mengidentifikasi secara dini kesehatan jiwa peserta PPDS.

    Selain sanksi hukum yang kini tengah bergulir, Kemenkes juga telah memerintahkan Konsil Kesehatan Indonesia (KKI) untuk mencabut Surat Tanda Registrasi (STR) pelaku.

    Langkah ini secara otomatis juga membatalkan Surat Izin Praktik (SIP) yang bersangkutan.

    Kemenkes berkomitmen untuk terus memantau proses penanganan kasus ini, serta mendorong seluruh institusi pendidikan dan fasilitas kesehatan untuk terus memperketat pengawasan, memperbaiki sistem pelaporan dan membangun lingkungan yang bebas dari kekerasan dalam bentuk apa pun.

    Untuk diketahui, saat ini pelaku kasus dugaan kekerasan seksual di RSHS telah diberhentikan oleh Unpad dari program pendidikannya. Selain itu, penyidikan dan penindakan terhadap dr PAP juga telah dilakukan Polda Jawa Barat secara menyeluruh.

  • Komisi IX Desak Gelar Dokter Pemerkosa Keluarga Pasien di RSHS Dicabut
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        10 April 2025

    Komisi IX Desak Gelar Dokter Pemerkosa Keluarga Pasien di RSHS Dicabut Nasional 10 April 2025

    Komisi IX Desak Gelar Dokter Pemerkosa Keluarga Pasien di RSHS Dicabut
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi IX DPR RI mendesak agar gelar dokter pelaku pemerkosaan
    keluarga pasien
    di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung segera dicabut.
    Desakan itu disampaikan menyusul terungkapnya aksi pemerkosaan yang dilakukan dokter peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Padjadjaran (Unpad), Priguna Anugerah.
    “Harus dicabut,” tegas Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Nihayatul Wafiroh, saat dihubungi, Kamis (10/4/2025).
    Nihayatul menyatakan, Komisi IX mengecam keras perbuatan tersebut.
     
    Menurut dia, peristiwa ini merupakan pelanggaran serius terhadap prinsip pelayanan kesehatan yang aman, bermut dan beretika, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
    “Ini jelas mencederai kepercayaan publik terhadap profesi medis dan menunjukkan adanya celah dalam sistem pengawasan serta pendidikan tenaga kesehatan di rumah sakit pendidikan,” kata Nihayatul.
    Nihayatul menyebut, terdapat sejumlah pasal dalam UU Kesehatan yang dilanggar oleh pelaku. Pasal 56 Ayat (1) menjamin hak setiap orang atas pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan manusiawi.
    Sementara Pasal 63 Ayat (1) mengatur bahwa tenaga medis wajib menghormati hak pasien dan menjunjung tinggi etika profesi.
    Selain itu, Pasal 146-147 mengatur tanggung jawab institusi pendidikan dan rumah sakit dalam membina tenaga medis secara profesional dan etis.
    Oleh karena itu, Komisi IX menilai insiden ini sebagai kegagalan sistemik dalam pengawasan, pendidikan, dan perlindungan pasien di rumah sakit pendidikan.
    “Kami meminta Kementerian Kesehatan dan Konsil Kedokteran Indonesia untuk melakukan evaluasi dan memberikan sanksi disipliner kepada tenaga medis yang terlibat. Selain itu, Unpad dan RSHS juga harus memperkuat sistem pelaporan, pengawasan, dan perlindungan korban,” kata Nihayatul.
    Politikus PKB ini juga mendesak pemerintah dan pihak terkait memberikan korban pendampingan psikologis, hukum, dan kesehatan sesuai amanat Pasal 55 dan 64 UU Kesehatan.
    Sebelumnya diberitakan, kasus dokter residen spesialis anestesi dari Universitas Padjadjaran (Unpad), Priguna Anugerah memerkosa keluarga pasien ini terungkap setelah korban melapor kepada polisi.
    Insiden ini terjadi di lantai 7 gedung RSHS pada pertengahan Maret 2025.
    Insiden bermula saat korban berinisial FH (21) tengah menunggu ayahnya yang tengah dirawat dalam kondisi kritis.
    Pelaku kemudian mendekati korban dengan dalih akan melakukan pemeriksaan kecocokan darah (crossmatch) untuk keperluan transfusi.
    Dokter residen yang merupakan mahasiswa semester dua program spesialis anestesi itu kemudian membawa korban ke lantai 7 Gedung MCHC RSHS.
     
    Kemudian, pelaku menyuntikkan cairan bening yang diduga mengandung obat bius sehingga korban tidak sadarkan diri.
    Setelah sadar, korban merasakan sakit di beberapa bagian tubuhnya. Korban kemudian menjalani visum dan ditemukan bukti-bukti kekerasan seksual yang telah terjadi kepadanya.
    Pihak Kementerian Kesehatan juga telah meminta Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) untuk segera mencabut Surat Tanda Registrasi (STR) dokter Priguna.
    Direktur Utama RSHS, Rachim Dinata Marsidi, juga menegaskan bahwa Priguna telah dilarang untuk praktik di rumah sakit tersebut.
    “Langsung dia dikeluarkan dari sini. Berarti kalau dikeluarkan dari sini, dia tidak boleh lagi praktik di sini,” ujar Rachim.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.