Kasus: kekerasan seksual

  • Komnas HAM Soroti Kekerasan Seksual oleh Dokter PPDS, Dosen UGM, dan Kapolres Ngada: Sanksi Diperberat

    Komnas HAM Soroti Kekerasan Seksual oleh Dokter PPDS, Dosen UGM, dan Kapolres Ngada: Sanksi Diperberat

    PIKIRANR AKYAT – Komnas HAM menanggapi pelaku kekerasan seksual dokter PPDS Unpad Priguna Anugerah Pratama, dosen UGM Edi Meiyanto hingga mantan Kapolres Ngada AKBP Fajar.

    Menurut Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM Komnas HAM Anis Hidayah, posisi mereka di Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) sebagai pihak yang seharusnya memberi perlindungan dan pelayanan.

    Anis menilai hukuman pelaku dari kalangan mereka harus diperberat karena seharusnya melindungi masyarakat, bukan yang melakukan tindak pidana kekerasan seksual.

    “Posisi mereka itu, kalau di dalam Undang-Undang TPKS disebut sebagai pihak yang seharusnya memberikan perlindungan dan pelayanan, yaitu dokter, guru besar, kemudian ini kepolisian,” ucap Anis di Jakarta pada Kamis, 10 April 2025 seperti dikutip dari Antara.

    Kawal Kasus Kekerasan Seksual

    Anis mengatakannya usai menerima audiensi dari Forum Perempuan Diaspora Nusa Tenggara Timur, dengan agenda pembahasan seputar kasus kekerasan seksual yang dilakukan eks Kapolres Ngada AKBP Fajar.

    “Jadi mereka mesti diberikan pemberatan hukuman karena status pelaku yang seharusnya memberikan pelayanan dan perlindungan bagi masyarakat,” lanjutnya.

    Ia mengajak semua pihak mengawal kasus-kasus kekerasan seksual yang melibatkan dokter, dosen hingga aparat agar penegak hukum benar-benar memperberat hukuman bagi mereka.

    “Kita berkepentingan untuk mengawal agar nantinya aparat penegak hukum menjatuhkan sanksi yang seberat-beratnya,” lanjut Anis.

    Update Kasus Dokter PPDS dan Dosen UGM

    Polda Jawa Barat (Jabar) sudah menahan Priguna Anugerah Pratama, seorang peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad).

    Ia diduga sebagai pelaku kekerasan seksual pada anggota keluarga pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.

    Sedangkan pimpinan Universitas Gadjah Mada (UGM) telah menjatuhkan sanksi pemecatan Edi Meiyanto, seorang guru besar di Fakultas Farmasi usao terbukti melakukan kekerasan seksual pada belasan mahasiswa.

    Dugaan kekerasan seksual ini terjadi sepanjang 2023 sampai 2024. Kasus itu terungkap usai muncul laporan ke Fakultas Farmasi pada Juli 2024.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Mengupas Pasal-pasal Hukum Terkait Pelecehan Seksual di Indonesia

    Mengupas Pasal-pasal Hukum Terkait Pelecehan Seksual di Indonesia

    Jakarta, Beritasatu.com – Kasus pelecehan seksual masih menjadi isu hukum dan sosial yang kompleks di Indonesia. Sebenarnya, apakah negara memiliki peraturan perundang-undangan yang spesifik mengatur mengenai kasus pelecehan seksual?

    Pelecehan seksual adalah tindakan atau perilaku yang bersifat seksual, dilakukan tanpa persetujuan pihak lain, dan menyebabkan rasa tidak nyaman, intimidasi, atau kerugian pada korban. 

    Tindakan ini dapat terjadi secara fisik, verbal, maupun non-verbal di berbagai situasi seperti tempat kerja, lingkungan pendidikan, atau ruang publik. Selain merusak martabat korban, pelecehan seksual sering kali menimbulkan trauma fisik dan psikologis jangka panjang. 

    Di Indonesia sendiri, pelecehan seksual diatur dalam berbagai regulasi hukum seperti Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual atau disebut juga dengan istilah UU TPKS.

    Lantas, apa saja pasal-pasal yang mengatur kasus pelecehan seksual? Dihimpun dari berbagai sumber, berikut lengkapnya.

    Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)Pasal 281: Mengatur tentang perbuatan cabul yang dilakukan secara sengaja di muka umum. Pelaku dapat dijatuhi hukuman penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau denda maksimal Rp 4,5 juta.Pasal 289: Mengatur tentang pelecehan seksual yang dilakukan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan. Pelaku dapat dijatuhi hukuman penjara hingga sembilan tahun.Pasal 290: Menyasar perbuatan cabul terhadap orang yang tidak berdaya, termasuk anak di bawah umur. Ancaman hukumannya adalah penjara maksimal tujuh tahun.Pasal 294: Mengatur tentang pelecehan seksual yang mengakibatkan kematian, dengan ancaman hukuman seumur hidup atau penjara paling lama dua puluh tahun.Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS)

    UU TPKS yang disahkan pada tahun 2022 secara khusus mengatur berbagai bentuk kekerasan seksual, termasuk pelecehan seksual. Dalam undang-undang ini, pelecehan seksual dibagi menjadi dua kategori, yakni:

    Pelecehan seksual fisik: Melibatkan kontak fisik, seperti menyentuh atau meraba. Pelaku dapat dihukum penjara maksimal empat tahun dan/atau denda maksimal Rp 50 juta.Pelecehan seksual non-fisik: Termasuk komentar bernada seksual atau pengiriman konten pornografi tanpa persetujuan. Ancaman hukumannya adalah penjara maksimal satu tahun dan/atau denda maksimal Rp 15 juta.

    Lebih lanjut, UU TPKS menjelaskan apa saja tindakan yang dapat dinilai sebagai kekerasan seksual. Beberapa pasal tersebut yakni sebagai berikut.

    Pasal 4: Pasal ini mengidentifikasi sembilan jenis tindak pidana kekerasan seksual, termasuk pelecehan seksual fisik, pelecehan seksual non-fisik, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan sterilisasi, pemaksaan perkawinan, penyiksaan seksual, eksploitasi seksual, perbudakan seksual, dan kekerasan seksual berbasis elektronik.Pasal 5: Mengatur tentang pelecehan seksual non-fisik, yang mencakup pernyataan, gerak tubuh, atau aktivitas yang mengarah kepada seksualitas dengan tujuan merendahkan atau mempermalukan.Pasal 12: Menjelaskan tentang pelecehan seksual sebagai tindakan fisik atau non-fisik yang mengintimidasi, menghina, atau merendahkan orang lain. Pelecehan seksual dalam konteks ini adalah delik aduan, kecuali jika dilakukan terhadap anak atau penyandang disabilitas.Pasal 13: Mengatur mengenai eksploitasi seksual, yaitu kekerasan seksual yang dilakukan melalui kekerasan, ancaman kekerasan, tipu daya, atau penyalahgunaan kepercayaan untuk memaksa seseorang melakukan hubungan seksual.Pasal 16: Mendefinisikan perkosaan sebagai kekerasan seksual yang dilakukan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap seseorang yang tidak mampu memberikan persetujuan.Pasal 17: Mengatur pemaksaan perkawinan sebagai tindakan kekerasan seksual yang dilakukan dengan menyalahgunakan kekuasaan sehingga seseorang tidak dapat memberikan persetujuan yang sesungguhnya untuk menikah.Pasal 18: Menjelaskan pemaksaan pelacuran sebagai tindakan kekerasan seksual yang dilakukan dengan cara memaksa seseorang untuk melacurkan diri demi keuntungan pelaku.

    Kekerasan atau pelecehan seksual merupakan salah satu kejahatan yang seringkali dipandang sebelah mata oleh masyarakat sebab minimnya bukti atas tindakan tersebut.

  • Pemkot Depok Panggil Pihak Sekolah Terkait Dugaan Pelecehan Seksual Siswa SD – Page 3

    Pemkot Depok Panggil Pihak Sekolah Terkait Dugaan Pelecehan Seksual Siswa SD – Page 3

    Rencana DP3AP2KB akan membawa tim psikolog untuk mengungkap fakta adanya dugaan pelecehan seksual di sekolah. Apabila pada assessment yang ditemukan DP3AP2KB terdapat dugaan pelanggaran, maka akan dilakukan tindakan lebih lanjut.

    “Kalau betul ada kekerasan itu kan, kalau dilanjutkan kepada proses hukum kan memang berat, kalau kasus pelecehan seksual pada anak,” tutur Nessi.

    Sementara, Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Depok, Siti Chaerijah Aurijah membenarkan telah memanggil pihak sekolah. Disdik bersama DP3AP2KB, dan KPAI akan melakukan penanganan dugaan pelecehan seksual di sekolah dasar.

    “Iya (pemanggilan sekolah),” ujar Siti.

    Disdik Kota Depok belum dapat memberikan keterangan resmi dari hasil pertemuan dengan pihak sekolah. Hal itu disebabkan belum adanya keterangan lengkap yang diterima Disdik dari pihak korban.

    “Kita belum bisa menyatakan itu, itu informasi sepihak jadi harus kita assessment, kita belum bisa ini kan ke media,” singkat Siti.

    Pada pemberitaan sebelumnya, Sejumlah orang tua salah satu sekolah dasar (SD) di kawasan Kota Depok, Jawa Barat mengaku cemas dengan adanya kasus dugaan pencabulan atau kekerasan seksual anak yang dilakukan oknum guru di SD tersebut. Tak tanggung-tanggung, oknum guru berinisial S (59) itu diduga melakukan kekerasan seksual terhadap belasan siswa.

  • Kasus Guru Besar UGM Lecehkan Belasan Mahasiswi, Belum Ada Satu Pun Korban Lapor Polisi – Halaman all

    Kasus Guru Besar UGM Lecehkan Belasan Mahasiswi, Belum Ada Satu Pun Korban Lapor Polisi – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Kasus guru besar Universitas Gadjah Mada (UGM) yang lecehkan sejumlah mahasiswinya mulai didalami kepolisian.

    Diketahui kasus melibatkan berinisial Prof EM, dari Fakultas Farmasi UGM.

    Sedangkan korbannya mahasiswa dari jenjang S1 hingga S3.

    Kasubbid Penmas Polda DIY, AKBP Verena Sri Wahyuningsih menjelaskan, pihak akan berkoordinasi dengan kampus terkait kasus ini.

    “Dari pihak Polda DIY sedang melakukan koordinasi dengan pihak-pihak universitas dan pihak-pihak terkait,” katanya, dikutip dari TribunJogja.com, Jumat (11/4/2025).

    AKBP Verena melanjutkan, dari belasan korban, belum ada satu pun yang membuat laporan ke polisi.

    Akibatnya, polisi belum menerima keterangan apapun terkait kasus guru besar UGM tersebut.

    “Bahwa sampai tanggal 10 April 2025, belum ada satu pun laporan yang masuk, baik di Polda maupun Polres,” ujarnya.

    Meskipun demikian, lanjut AKBP Verena, Polda DIY tetap melakukan penyelidikan sembari menunggu laporan dari korban.

    Sekretaris UGM, Andi Sandi Antonius membeberkan, aksi pelecehan tersebut terjadi dalam kurun waktu 2023-2024.

    Prof EM beraksi di luar kampus dengan modus beragam.

    “Modusnya, ada diskusi, bimbingan, pertemuan di luar kampus, katanya untuk membahas kegiatan ataupun lomba yang sedang diikuti mahasiswa,” katanya, dikutip dari TribunJogja.com.

    Andi melanjutkan, Satgas PPKS lantas melakukan pendalaman dengan meminta keterangan 13 orang, yang terdiri dari korban kalangan mahasiswi dan para saksi.

    Prof EM juga diperiksa sejak 1 Agustus hingga 31 Oktober 2024.

    Pada akhirnya, Prof EM dipecat dari UGM karena terbukti melakukan pelecehan terhadap sejumlah mahasiswinya.

    Pemecatan Prof EM ditetapkan secara resmi melalui Keputusan Rektor UGM Nomor 95/UN1.P/KPT/HUKOR/2025 tertanggal 20 Januari 2025.

    “Pimpinan UGM sudah menjatuhkan sanksi kepada pelaku berupa pemberhentian tetap dari jabatan sebagai dosen.”

    “Penjatuhan sanksi ini dilaksanakan sesuai dengan peraturan kepegawaian yang berlaku,” tegas Andi.

    Dikutip dari prisma.simaster.ugm.ac.id, Prof EM mengawali pendidikannya lewat program Undergraduate Farmasi Universitas Gadjah Mada (1984-1986).

    Ia kemudian melanjutkan pendidikannya di S2 Farmasi UGM (1993-1995).

    Sedangkan gelar doktor Onkologi Molekuler dia peroleh dari Nara Institute Science and Technology (NAIST) Jepang (1998-2001).

    Ia kini memiliki gelar Prof. Dr. apt., M.Si.

    Prof EM juga pernah menduduki sejumlah kursi jabatan di Fakultas  Farmasi UGM, yakni:

    – Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan, Alumni, Riset, dan Kerjasama (2005-2008),

    – Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan, Alumni, Kerjasama, dan Pengembangan (2008-2012),

    – Sekretaris Bagian Kimia Farmasi (2003-2005),

    – Pengelola Magister Farmasi Klinik (2001-2004),

    – Kepala Laboratorium Biokimia Pascasarjana Bioteknologi (2015).

    Selama puluhan tahun jadi dosen di UGM, Prof EM pernah meraih sejumlah penghargaan.

    Apresiasi itu datang dari kampusnya hingga orang nomor satu di Indonesia.

    Berikut beberapa penghargaan Prof EM:

    – Kesetiaan 25 Tahun, Universitas Gadjah Mada (2018),

    – RISTEK-MTIC, Kementerian Negara RISTEK RI (2007),

    – RKSA, Kementerian RISTEK dan PT Kalbe Farma (2014),

    – Satyalancana Karya Satya X, Presiden (2006),

    – Satyalancana Karya Satya XX, Kementerian Sekretariat Negara RI (2018).

    Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJogja.com dengan judul Polda DIY Tetap Selidiki Kasus Dugaan Kekerasan Seksual oleh Guru Besar UGM

    (Tribunnews.com/Endra)(TribunJogja.com/Bunga Kartikasari/Miftahul Huda)

  • Menteri PPPA Minta Dokter Priguna yang Perkosa Anak Pasien Dihukum Sesuai UU TKPS
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        11 April 2025

    Menteri PPPA Minta Dokter Priguna yang Perkosa Anak Pasien Dihukum Sesuai UU TKPS Nasional 11 April 2025

    Menteri PPPA Minta Dokter Priguna yang Perkosa Anak Pasien Dihukum Sesuai UU TKPS
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Fauzi meminta dokter residen anestesi PPDS FK Unpad, Priguana Anugerah, yang diduga melakukan
    kekerasan seksual
    dihukum sesuai aturan yang berlaku.
    Menurut Arifah, pelaku dapat dijerat Pasal 6 jo Pasal 15 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana
    Kekerasan Seksual
    (UU TPKS) dengan pidana penjara hingga 12 tahun dan/atau denda hingga Rp 300 juta.
    “Kami berharap tersangka mendapatkan hukuman yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan agar memberikan efek jera,” ujar Arifah, dalam keterangan yang diterima Kompas.com, Jumat (11/4/2025).
    Arifah menilai, Priguana telah menyalahgunakan kekuasaannya sebagai dokter residen anestesi untuk melakukan aksi bejatnya terhadap korban.
    “Terlebih kekerasan seksual yang dialami oleh korban dilakukan dengan menyalahgunakan kekuasaan atau dalam kondisi korban tidak berdaya,” ujar dia.
    Ia mengatakan, ancaman pidana tersangka dapat ditambah sepertiga karena dilakukan oleh tenaga medis atau profesional dalam situasi relasi kuasa.
    “Ini mengakibatkan dampak berat bagi korban, termasuk trauma psikis, luka berat, atau bahkan kematian,” tutur Arifah.
    Akibat adanya kasus tersebut, Arifah mengajak masyarakat yang mengalami, mendengar, melihat, atau mengetahui kasus kekerasan untuk berani berbicara dan melapor ke lembaga-lembaga terkait.
    Lembaga tersebut di antaranya UPTD PPA, UPTD di bidang sosial, Penyedia Layanan Berbasis Masyarakat, atau pihak kepolisian untuk mencegah jumlah korban bertambah banyak.
    Selain itu, masyarakat juga dapat melapor melalui
    hotline
    Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 atau WhatsApp 08111-129-129.
    Adapun, kasus ini bermula dari lini masa media sosial X yang ramai membahas dugaan tindak kekerasan seksual yang dilakukan oleh
    dokter anestesi
    Program Pendidikan Dokter Spesialis atau PPDS Universitas Padjadjaran (Unpad) di
    Rumah Sakit Hasan Sadikin
    (RSHS) Bandung, Jawa Barat.
    Kasus dugaan kekerasan seksual ini diunggah salah satunya oleh akun @txtdari yang membagikan tangkapan layar pesan WhatsApp kepada seorang dokter.
    Pesan tersebut berisi laporan dugaan tindak kekerasan seksual yang dilakukan dua dokter residen di RSHS kepada keluarga pasien.
    “Selamat malam dok. Maaf mengganggu. Dok, saya dapat informasi ada 2 residen anestesi Unpad melakukan pemerkosaan ke penunggu pasien (menggunakan obat bius, ada bukti CCTV lengkap)….,” bunyi pesan dalam tangkapan layar tersebut, Selasa (7/4/2025).
    Korban merupakan salah satu keluarga pasien di RSHS.
    Aksi itu dilakukan dengan modus pemeriksaan darah pada pertengahan Maret 2025 di salah satu ruangan lantai 7 gedung RSHS.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • DPR minta RS perketat seleksi tenaga medis imbas kasus dokter PPDS

    DPR minta RS perketat seleksi tenaga medis imbas kasus dokter PPDS

    Polda Jabar saat menghadirkan tersangka berinisial PAP atas kasus kekerasan seksual yang terjadi kepada keluarga pasien di Bandung, Jawa Barat, Rabu (9/4/2025). (ANTARA/Rubby Jovan)

    DPR minta RS perketat seleksi tenaga medis imbas kasus dokter PPDS
    Dalam Negeri   
    Editor: Calista Aziza   
    Jumat, 11 April 2025 – 11:49 WIB

    Elshinta.com – Wakil Ketua DPR RI Cucun Ahmad Syamsurijal meminta seluruh rumah sakit (RS) memperketat seleksi tenaga medis dan residen untuk mencegah berulangnya kasus seperti pemerkosaan oleh peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Padjadjaran.

    “Kasus ini harus menjadi pelajaran bagi rumah sakit agar menerapkan manajemen seleksi dan pengawasan yang lebih ketat untuk mengantisipasi kejadian serupa,” kata dia dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat.

    Pimpinan DPR di bidang kesejahteraan rakyat (kesra) itu pun meminta agar pelaku pemerkosaan itu dihukum seberat-beratnya.

    Menurut Cucun, tidak ada toleransi terhadap tindakan pemerkosaan, terlebih jika dilakukan oleh tenaga medis yang seharusnya menjadi pelayan masyarakat.

    “Lebih-lebih tempatnya di rumah sakit yang berkewajiban untuk memastikan keamanan bagi masyarakat,” kata dia.

    Ia mengingatkan pelaku harus tetap diproses secara hukum, walaupun telah di-blacklist Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan menyampaikan permintaan maaf.

    “Tindakan pelaku tetap harus diproses hukum untuk mendapatkan sanksi. Hal ini sebagai upaya penegakan keadilan dan edukasi publik,” ucapnya.

    Ia juga mendorong adanya kerja sama yang erat antara pihak manajemen RSUP Hasan Sadikin (RSHS) Bandung dan Universitas Padjadjaran dalam pemulihan korban.

    Dia menekankan pentingnya pendampingan psikologis dan sosial secara optimal agar korban bisa bangkit dari trauma.

    “Hal ini untuk memastikan bahwa pendampingan terhadap korban dan proses pemulihan benar-benar optimal sehingga dampak psikologis dan sosial dapat diatasi,” kata dia.

    Sebelumnya, Kepolisian Daerah Jawa Barat menahan seorang dokter peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad) berinisial PAP (31) atas dugaan kekerasan seksual terhadap anggota keluarga pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung.

    Polisi juga mengungkapkan adanya indikasi kelainan perilaku seksual pada pelaku, yang menjadi tersangka kasus pemerkosaan terhadap keluarga pasien. Temuan itu berdasarkan pemeriksaan awal terhadap dokter PPDS terduga pelaku pemerkosaan berinisial PAP (31).

    Sumber : Antara

  • Polda DIY Belum Terima Laporan Kekerasan Seksual oleh Guru Besar UGM

    Polda DIY Belum Terima Laporan Kekerasan Seksual oleh Guru Besar UGM

    Yogyakarta, Beritasatu.com – Kasus dugaan kekerasan seksual yang melibatkan seorang guru besar Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM), berinisial EM hingga saat ini belum dilaporkan secara resmi ke pihak kepolisian. Hal tersebut disampaikan oleh Kasubbid Penmas Bidhumas Polda DIY,AKBP Verena Sri Wahyuningsih.

    “Berkaitan dengan kasus yang beredar saat ini, sampai saat ini belum ada laporan polisi yang masuk baik di Polda maupun di Polres. Namun demikian, dari pihak Polda sedang melaksanakan koordinasi dengan pihak universitas dan juga pihak-pihak terkait,” ujar Verena, Jumat (11/4/2025).

    Sebelumnya, pihak UGM mengonfirmasi setidaknya ada 13 orang yang menjadi korban kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh EM.

    Sekretaris UGM Andi Sandi menyebut para korban sebagian besar adalah mahasiswa yang berinteraksi dengan pelaku dalam konteks akademik, seperti bimbingan skripsi, tesis, disertasi, maupun pendampingan lomba ilmiah.

    “Korban dan saksinya ada 13, yang diperiksa dan memberikan keterangan. Kalau modusnya, kegiatannya itu dilakukan lebih banyak di rumah. Mulai dari diskusi bimbingan dokumen akademik, yaitu skripsi, tesis dan disertasi. Kemudian juga di research center-nya dan juga kegiatan-kegiatan lomba,” jelas Andi Sandi.

    UGM saat ini tengah menangani kasus tersebut melalui mekanisme internal, termasuk pemeriksaan dan pemberian pendampingan kepada korban. 

  • Permintaan Damai Tersangka Dokter Mesum Tidak Menghapus Proses Pidana

    Permintaan Damai Tersangka Dokter Mesum Tidak Menghapus Proses Pidana

    Bisnis.com, JAKARTA–Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menegaskan permintaan maaf tersangka asusila Priguna Anugerah Pratama tidak bisa menghapuskan pidana penjara.

    Peneliti ICJR, Audrey Kartisha M mengakui bahwa oknum residen anestesi dari PPDS FK UNPAD, Priguna Anugerah Pratama telah berdamai dengan korbannya dan menyesali semua perbuatan asusila yang dilakukan ke korban.

    Namun, menurutnya, proses perdamaian itu tidak bisa membebaskan tersangka asusila Priguna Anugerah Pratama dari tindakan asusilanya karena dikhawatirkan tersangka bakal mengulangi perbuatannya.

    “Sampai saat ini saja, korban pemerkosaan oleh tersangka bertambah lagi menjadi tiga orang. Perlu dicatat bahwa perdamaian antara pihak pelaku dan pihak korban tidak menghapuskan pertanggungjawaban pidana pelaku atas perbuatan yang sudah dilakukan,” tutur Audrey di Jakarta, Jumat (11/4/2025).

    Dia menegaskan bahwa proses pidana ke tersangka Priguna Anugerah Pratama harus tetap berjalan dan tersangka dijerat sesuai hukuman yang berlaku. Audrey juga menyayangkan adanya upaya perdamaian yang dikemukakan di dalam kasus kekerasan seksual tersebut. 

    “Padahal, Pasal 23 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual telah secara tegas menyatakan bahwa perkara kekerasan seksual tidak dapat diselesaikan di luar proses peradilan, kecuali, terhadap pelaku anak,” katanya.

  • Nggak Boleh Kompromi, Harus Dihukum Berat

    Nggak Boleh Kompromi, Harus Dihukum Berat

    loading…

    Tersangka Priguna Anugerah Pratama (31), dokter anastesi peserta PPDS Unpad saat diperlihatkan di Polda Jabar, beberapa waktu lalu. Tersangka memperkosa anggota keluarga pasien di RSHS Bandung. Foto: Dok SINDOnews

    JAKARTA – Anggota Komisi III DPR Gilang Dhielafararez mengecam tindak pemerkosaan yang dilakukan Priguna Anugerah Pratama (31), dokter anastesi peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Padjadjaran (Unpad) terhadap anggota keluarga pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.

    Gilang mendesak polisi mengusut tuntas kasus ini. Dia meminta polisi memberikan hukuman maksimal terhadal tersangka. Desakan didasari lantatan kasus ini tak hanya merusak citra dunia kedokteran, tapi juga kejahatan serius yang melukai nilai kemanusiaan.

    “Pelaku harus dihukum seberat-beratnya karena apa yang dilakukannya sungguh amat biadab,” ujar Gilang, Jumat (11/4/2025).

    Menurut dia, tindak kekerasan seksual dalam lingkungan fasilitas kesehatan merupakan kejahatan berat dan tidak hanya mencederai korban secara fisik dan psikis, tetapi juga mengoyak kepercayaan publik terhadap institusi medis.

    “Nggak boleh ada ruang kompromi terhadap pelaku kekerasan seksual, apalagi jika terjadi di institusi publik yang seharusnya melindungi rakyat,” tegasnya.

    Komisi III DPR akan memantau proses penegakan hukum yang tengah dilakukan Polda Jawa Barat. Dia juga mendorong aparat penegak hukum untuk menggunakan seluruh instrumen hukum yang ada untuk memberikan keadilan bagi korban.

    Gilang meminta polisi segera mengusut tuntas kasus ini agar ada keadilan bagi korban, terlebih pihak kepolisian telah menyatakan adanya dua korban lain atas tindakan kekerasan seksual pelaku.

    Menurut dia, perbuatan dokter PPDS terhadap korban yang tengah menunggu orang tuanya di rumah sakit termasuk perbuatan sangat keji dan tidak bisa ditolerir.

    “Simpati yang mendalam bagi korban yang tak hanya menjadi korban kekerasan seksual dari pihak yang seharusnya memberikan perlindungan, tapi juga harus menanggung tambahan kesedihan karena sang ayah meninggal,” ucapnya.

    Diketahui, dokter PPDS anestesi dari Unpad bernama Priguna Anugerah Pratama memperkosa anggota keluarga pasien di RSHS Bandung. Korban merupakan perempuan berusia 21 tahun.

    Modus pelaku dengan berpura-pura meminta donor darah korban untuk ayahnya yang sedang kritis. Korban dibawa ke lantai gedung RSHS baru yang belum dioperasikan lalu dibius, kemudian diperkosa.

    Priguna sudah ditetapkan tersangka dengan ancaman hukuman 12 tahun penjara. Tak hanya itu, Unpad juga telah memberhentikan pelaku dari program PPDS dan izin praktik dokter Priguna dicabut. Kasus ini juga menyebabkan PPDS Anestasiologi dan Terapi Intensif di RSHS Bandung diberhentikan sementara.

    (jon)

  • Fakta Terkait Kasus Dokter PPDS Perkosa Anak Pasien, Korban Bertambah

    Fakta Terkait Kasus Dokter PPDS Perkosa Anak Pasien, Korban Bertambah

    Bisnis.com, JAKARTA — Dokter Anestesi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Unpad, Priguna Anugrah Pratama (PAP) terancam pidana maksimal 12 tahun jika diputus bersalah dalam kasus dugaan kekerasan seksual. 

    PAP saat ini telah berstatus sebagai tersangka. Di dijerat dengan kasus kekerasan seksual terhadap anak pasien yang tengah dirawat di RS Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.

    Atas perbuatannya itu, Polda Jawa Barat telah mengenakan pasal Pasal 6C Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

    “Adapun, ancaman hukumannya dipidana dengan pidana penjara paling lama adalah 12 tahun,” ujar Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Hendra Rochmawan kepada wartawan, dikutip Jumat (11/4/2025).

    Kronologi Kasus

    Diberitakan sebelumnya, kasus ini mencuat setelah korban FA (21) melaporkan peristiwa dugaan kekerasan seksual dialaminya di RSHS Bandung, pada Selasa (18/3/2025) sekitar 01.00 WIB.

    Kala itu, korban tengah menunggu ayahnya yang tengah dirawat. Kemudian, PAP menghampiri korban dan memintanya untuk melakukan transfusi darah.

    Dalam pelaksanaannya, PAP diduga telah menyuntikkan cairan yang membuat korban tak sadarkan diri.

    Singkatnya, usai peristiwa itu, korban mengalami kesakitan di area saluran kencing. Di samping itu, menemukan sisa sperma yang diduga milik PAP di tubuh korban.

    3 Korban

    Di lain sisi, Direktur Direktorat Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Jawa Barat Kombes Pol Surawan menyatakan bahwa korban kekerasan seksual PAP menjadi tiga orang.

    Perinciannya, dua tambahan korban itu berasal dari laporan yang menghubungi layanan hotline Polda Jawa Barat.

    “Ada dua korban [baru], [menghubungi polisi] melalui hotline. Dua korban ini bersangkutan pasien, peristiwa berbeda dengan yang kami tangani,” kata Surawan, Kamis (10/4/2025).

    Menurutnya, modus tersangka dalam menjalankan aksi bejatnya serupa dengan korban pertama, yakni dengan mengambil sampel darah dan korban dibius. 

    “Rata-rata modusnya sampai dalih [yaitu] mengambil sampel darah, DNA, dan dibius pemerkosaan pada korban,” tambahnya.

    Motif Seksual 

    Sementara itu, Surawan mengatakan motif dari dokter PPDS Unpad melakukan kekerasan tersebut karena berkaitan dengan fantasi seksual.

    Dia menjelaskan bahwa tersangka PAP diduga memiliki fantasi seksual untuk berhubungan dengan orang yang pingsan.

    Namun demikian, Surawan menekankan bahwa hal tersebut masih perlu dilakukan pendalaman oleh pihak-pihak terkait.

     “[Motifnya] punya fantasi sendiri lah gitu. Senang kalau orang mungkin [korbannya] pingsan gitu ya,” tutur Surawan.

    Mau Bunuh Diri

    Surawan juga mengungkap bahwa pelaku sempat melakukan upaya percobaan bunuh diri sebelum ditangkap di apartemen yang berlokasi di Kota Bandung pada (23/3/2025).

    “Ditangkap di apartemen, pelaku sempat mau bunuh diri juga, sempat memotong mencoba memotong nadi. Sempat dirawat, setelah dirawat baru ditangkap,” pungkasnya.