Kasus: kekerasan seksual

  • Kemen PPPA Minta RSHS dan Unpad Benahi Sistem Pengawasan Usai Kasus Pelecehan Seksual
                
                    
                        
                            Bandung
                        
                        14 April 2025

    Kemen PPPA Minta RSHS dan Unpad Benahi Sistem Pengawasan Usai Kasus Pelecehan Seksual Bandung 14 April 2025

    Kemen PPPA Minta RSHS dan Unpad Benahi Sistem Pengawasan Usai Kasus Pelecehan Seksual
    Tim Redaksi
    BANDUNG, KOMPAS.com
    – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) meminta Rumah Sakit Hasan Sadikin (
    RSHS
    ) Bandung dan Universitas Padjadjaran (Unpad) segera membenahi sistem pengawasan usai terungkapnya kasus pelecehan seksual terhadap keluarga pasien oleh oknum dokter residen.
    Wakil Menteri PPPA, Veronica Tan, mengatakan bahwa kasus yang melibatkan Priguna Anugerah Pratama, mahasiswa program pendidikan dokter spesialis (PPDS), menjadi pembelajaran penting bagi semua pihak, termasuk rumah sakit dan institusi pendidikan.
    “Tentu itu akan menjadi pembelajaran semua pihak. Dari tadi juga hadir dari universitas, juga dari rumah sakit. Ini sebuah pembelajaran ya, maksudnya kita bagaimana membuat sebuah sistem yang lebih baik,” ujar Veronica usai meninjau
    RSHS Bandung
    , Senin (14/4/2025).
    Veronica menyebut sistem pengawasan di lokasi kejadian masih lemah dan perlu segera dibenahi agar kejadian serupa tidak terulang. Salah satu yang disorot adalah kurangnya pemantauan melalui kamera pengawas.
    “Tentu di pihak-pihak lain seperti CCTV yang kita lihat itu menjadi modal juga yang harus diperbaiki,” katanya.
    Ia juga menyoroti kondisi ruangan tempat kejadian yang dinilai masih belum tertata dengan baik. Menurutnya, kondisi tersebut dapat dimanfaatkan oleh pelaku.
    “Tadi ketika kita mendatangi itu adalah ruangan yang masih dalam proses perbaikan. Jadi itu ruangan di lantai yang belum dioperasikan, jadi memang ada ruangan-ruangan yang sudah menjadi perencanaan daripada si oknum itu,” ucapnya.
    Selain pembenahan internal, Veronica mendorong masyarakat untuk berani melapor jika menjadi korban tindak pelecehan seksual. Kemen PPPA, kata dia, telah menjalin kerja sama dengan aparat kepolisian untuk menjamin perlindungan dan kerahasiaan korban.
    “Korban-korban dari perempuan ya tentu ini, kita harus melindungi setiap kita membuka. Karena dari Kementerian PPPA kita juga sudah ada kerja sama dengan Direktorat Kepolisian TPPO. Sebulan yang lalu kita juga mengajak semua perempuan untuk berani rise up, speak up,” tuturnya.
    Veronica menambahkan bahwa Kemen PPPA saat ini tengah membangun sistem layanan aduan yang lebih responsif untuk menangani kasus kekerasan seksual.
    “Tentu sistem lagi dibangun. Jadi kita ada call center Sapa 129 yang sedang dibangun SDM-nya supaya bisa melakukan pelayanan dengan baik,” pungkasnya.
    Sebelumnya diberitakan, Polda Jabar menetapkan Priguna Anugerah Pratama (31), dokter residen peserta PPDS, sebagai tersangka kasus pelecehan seksual terhadap FH (21), keluarga pasien di RSHS Bandung. Ia dijerat Pasal 6C UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dengan ancaman hukuman penjara paling lama 12 tahun.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kata Rektor Unpad soal Penghentian PPDS di RSHS Bandung Imbas Dokter Residen Rudapaksa Anak Pasien – Halaman all

    Kata Rektor Unpad soal Penghentian PPDS di RSHS Bandung Imbas Dokter Residen Rudapaksa Anak Pasien – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) meminta agar Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (FK Unpad) di RSUP Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, Jawa Barat (Jabar), dihentikan untuk sementara.

    Keputusan Kemenkes itu muncul setelah salah seorang dokter PPDS Anestesi Unpad yakni Priguna Anugerah Pratama (31), menjadi tersangka dalam kasus rudapaksa terhadap anak pasien RSHS Bandung.

    Rektor Universitas Padjadjaran (Unpad), Arief S Kartasasmita, menjelaskan keputusan Kemenkes itu bukan menghentikan pendidikan, melainkan menghentikan rumah sakit sebagai tempat pelayanan pendidikan.

    “Sebetulnya kalau menghentikan pendidikan harus dilakukan oleh universitas. Jadi, Kemenkes tentu akan menghentikan RSHS sebagai tempat pendidikan spesialis anestesi FK Unpad untuk sementara,” kata Arief, Minggu (13/4/2025), dilansir dari TribunJabar.id.

    Menurut Arief, dengan adanya pembekuan itu bukan berarti pendidikan anestesi berhenti.

    Unpad tetap menjalankan pendidikan spesialis, tetapi tak dilaksanakan di RSHS.

    Beberapa rumah sakit yang telah bekerja sama dengan Unpad akan menjadi tujuannya.

    “Selain RSHS, kami menggunakan RS lain untuk pendidikan. Jadi, yang dihentikan tempat pendidikannya di RSHS,” sebutnya.

    Arief memastikan, meski Prodi Spesialis Anestesi tetap berjalan di tempat lain, Unpad akan terus melakukan evaluasi untuk menghindari kejadian serupa.

    Selain itu, Arief mengungkapkan pihaknya telah berkirim surat ke fakultas yang menggelar program spesialis dan profesi di lingkungan Unpad untuk melakukan evaluasi menyeluruh.

    Kronologi

    Sebelumnya, Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Pol Hendra Rochmawan, menyebut modus Priguna yakni memanfaatkan kondisi kritis ayah korban dengan dalih akan mengecek darah untuk transfusi darah.

    Priguna adalah peserta didik FK Unpad yang menjalani PPDS anestesi di RSHS Bandung.

    Pria yang telah berkeluarga itu merudapaksa wanita inisial FH (21), anak dari pasien pria yang dirawat di RSHS Bandung pada Selasa (18/3/2025) lalu.

    Peristiwa rudapaksa ini terjadi pada sekitar pukul 01.00 WIB dinihari.

    Priguna yang saat itu memang tengah bertugas, meminta FH untuk diambil darahnya dan membawa korban dari ruang IGD RSHS Bandung ke Gedung MCHC lantai 7.

    Bahkan, Priguna meminta korban FH agar tidak ditemani adiknya.

    “Tersangka ini meminta korban FH untuk diambil darah dan membawa korban dari ruang IGD ke Gedung MCHC lantai 7 RSHS. Korban sempat merasakan pusing dari cairan yang disuntikkan pelaku, dan selepas siuman korban merasakan sakit pada bagian tertentu,” ujar Hendra dalam konferensi pers di Polda Jabar, Bandung, Rabu (9/4/2025), dilansir TribunJabar.id.

    Guna melancarkan aksinya, Priguna membius korbannya terlebih dahulu.

    “Sesampainya di Gedung MCHC, tersangka meminta korban mengganti pakaian dengan baju operasi berwarna hijau dan memintanya melepas baju juga celananya. Lalu, pelaku memasukkan jarum ke bagian tangan kiri dan kanan korban sebanyak 15 kali,” ungkap Hendra.

    Priguna kemudian menghubungkan jarum tersebut ke selang infus dan menyuntikkan cairan bening ke dalamnya.

    Setelah beberapa menit, korban FH mulai merasakan pusing hingga akhirnya tidak sadarkan diri.

    Di saat itulah, korban dirudapaksa oleh Priguna.

    “Setelah sadar, si korban diminta mengganti pakaiannya lagi. Lalu, setelah kembali ke ruang IGD, korban baru menyadari bahwa saat itu pukul 04.00 WIB,” beber Hendra.

    “Korban pun menceritakan kepada ibunya bahwa pelaku mengambil darah sebanyak 15 kali percobaan dan menyuntikkan cairan bening yang membuat korban tak sadar. Ketika buang air kecil, korban merasakan perih di bagian tertentu,” sambungnya.

    Berdasarkan hasil visum, ditemukan sperma di alat vital korban yang kini masih diselidiki pihak kepolisian untuk dilakukan tes DNA.

    Polisi lalu berhasil menangkap Priguna di apartemennya di Bandung, pada 23 Maret 2025.

    Hingga pada 25 Maret 2025, polisi akhirnya menetapkan Priguna sebagai tersangka kasus rudapaksa.

    Atas aksi bejatnya, tersangka Priguna dijerat Pasal 6 C Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara.

    “Pelaku dikenakan Pasal 6 C UU No 12 tahun 2022 tentang tindak pidana kekerasan seksual dengan ancaman hukuman penjara maksimal 12 tahun,” ucap Hendra.

    Selain menangkap tersangka, Polda Jabar juga mengamankan sejumlah barang bukti dari TKP, termasuk dua buah infus full set, dua buah sarung tangan, tujuh buah suntikan, 12 buah jarum suntik, satu buah kondom, dan beberapa obat-obatan.

    Muncul 2 Korban Lain

    Ternyata, FH bukanlah satu-satunya korban aksi bejat Priguna. Terdapat dua orang lagi di RSHS Bandung yang juga menjadi korban.

    Dirkrimum Polda Jabar, Kombes Pol Surawan, menjelaskan kronologi tindak asusila Priguna terhadap dua korban tambahan, baru diperiksa oleh pihak kepolisian.

    Dua korban tambahan itu diketahui merupakan pasien RSHS Bandung.

    “Jadi, kejadian untuk dua korban tambahan ini, awalnya si pelaku berjaga bersama dokter lain. Kemudian, pelaku menghubungi pasiennya dengan alasan akan melakukan uji anestesi dan pasien dipanggil dan dibawa ke ruangan MCHC lantai 7,” jelas Surawan di Mapolda Jabar, Jumat (11/4/2025), dilansir TribunJabar.id.

    “Sedangkan korban satu lagi, dalihnya untuk uji alergi obat bius. Ketika pelayanan pasien itu sama-sama dengan dokter lain, tapi saat melakukan aksinya dia menghubungi sendiri pasiennya dan beraksi sendiri,” lanjutnya.

    Menurut Surawan, Priguna bisa diterapkan pasal perbuatan berulang, yakni Pasal 64 KUHP dengan hukuman tambahan pemberatan. 

    “Dua korban tambahan ini usianya 21 tahun dan 31 tahun. Kejadiannya pada 10 Maret dan 16 Maret 2025. Kami pun nanti akan lakukan tes kejiwaan dari pelaku (psikologi forensik),” terangnya.

    Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul RESPONS Unpad soal Keputusan Kemenkes Setelah Dokter Residen Lakukan Pemerkosaan di RSHS Bandung

    (Tribunnews.com/Nina Yuniar) (TribunJabar.id/Muhamad Nandri Prilatama)

  • Keluarga Dokter Priguna Minta Maaf, Pelaku Tetap Harus Dihukum
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        14 April 2025

    Keluarga Dokter Priguna Minta Maaf, Pelaku Tetap Harus Dihukum Nasional 14 April 2025

    Keluarga Dokter Priguna Minta Maaf, Pelaku Tetap Harus Dihukum
    Penulis
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Pihak
    Priguna Anugerah Pratama
    (31) yang merupakan pelaku kasus
    pemerkosaan
    keluarga pasien mengaku telah meminta maaf kepada keluarga korban, FH (21).
    Anggota Komisi IX DPR Kurniasih Mufidayati menegaskan, Priguna yang adalah mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Jurusan Anestesi Universitas Padjadjaran (Unpad) harus dihukum. Meskipun pihak pelaku sudah menyatakan permohonan maafnya.
    “Pelaku harus diproses sesuai hukum yang berlaku,” tegas Kurniasih lewat keterangan tertulisnya.
    Priguna sebagai
    dokter PPDS
    telah menyalahgunakan prosedur medis yang seharusnya digunakan untuk menyembuhkan pasien..
    “Tindakan ini adalah bentuk pengkhianatan terhadap etika profesi medis dan merupakan kejahatan berat terhadap kemanusiaan. Kami mengutuk keras
    kekerasan seksual
    terhadap pasien dalam bentuk apapun,” ujar Kurniasih.
    Di samping itu, ia menekankan kembali pentingnya perlindungan terhadap pasien selama proses perawatan medis.
    Kepercayaan pasien terhadap tenaga medis adalah amanah yang sangat besar dan tidak boleh disalahgunakan untuk kepentingan pribadi.
    “Pasien harus merasa aman saat berada di ruang perawatan. Rumah sakit bukan tempat yang membahayakan, tetapi tempat untuk sembuh dan diperlakukan secara manusiawi,” ujar Kurniasih.
    Sebelumnya, keluarga dokter Priguna, pelaku pemerkosaan terhadap FH (21), telah bertemu keluarga korban.
    Dalam pertemuan itu, keluarga Priguna meminta maaf kepada keluarga FH atas perbuatan dokter
    PPDS Unpad
    itu, Keluarga korban menerima permintaan maaf, tetapi menegaskan bahwa proses hukum harus terus berjalan.
    Di sisi lain, penasihat hukum Priguna, Ferdy Rizky Adilya menjelaskan bahwa keluarga pelaku telah meminta maaf secara langsung kepada keluarga korban.
    Ferdy menyatakan bahwa Priguna menyesali perbuatannya dan menitipkan pesan untuk meminta maaf kepada korban, keluarganya, serta seluruh masyarakat Indonesia terkait kasus pelecehan seksual tersebut.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pengakuan Mengejutkan Pelaku Kekerasan Seksual Terhadap Bocah 12 Tahun, Pernah Setubuhi Anjing

    Pengakuan Mengejutkan Pelaku Kekerasan Seksual Terhadap Bocah 12 Tahun, Pernah Setubuhi Anjing

    Setelah berhasil dilumpuhkan, pelaku lalu dibawa ke Polrestabes Makassar untuk diinterogasi. Dari hasil interogasi, dia mengakui seluruh perbuatan kejinya tersebut.

    Ironisnya, pelaku juga mengaku punya fantasi seks yang liar karena kecanduan film porno. Di hadapan penyidik, Khalil Gibran bahkan menerangkan bahwa dirinya pernah menyetubuhi anjing peliharaannya sendiri.

    “Motif tersangka sendiri setelah kita tanyakan, ternyata beliau ini suka menonton film porno. Jadi sering berfantasi seks dan pelaku juga berdasarkan pengalaman pernah menyetubuhi anjing peliharaannya,” ungkap Arya.

    Arya menambahkan bahwa pelaku sebenarnya telah berkeluarga dan memiliki istri serta dua orang anak. Hanya saja, pria yang bekerja sebagai pramusaji di salah satu rumah makan di Kota Makassar itu tinggal sendiri di indekos sehingga leluasa melakukan aksi bejatnya.

    “Pelaku ini punya keluarga sebenarnya. Dia punya anak dan istri, anaknya ada dua. Tapi di kos tersebut dia tinggal sendiri sehingga bebas melakukan tindakan itu,” jelas dia.

    Saat ini, Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Makassar tengah mendalami apakah ada korban lain dalam aksi bejat pelaku. Pasalnya, pelaku juga mengaku bahwa ia melakukan aksi kejinya tersebut karena fantasi seksnya yang liar.

    “Kita sedang dalami apakah ada korban sebelumnya atau tidak. Nanti kita akan meminta keterangan dari orang-orang yang kenal dengan pelaku, kita juga akan periksa telepon genggamnya,” aku Arya. 

    Akibat aksi kejinya tersebut, Khalil Gibran pun kini telah ditetapkan sebagai tersangka dan harus mendekam di balik jeruji besi. Pria berusia 37 tahun itu disangkakan Pasal 81 ayat 1 dan 2 juncto Pasal 76d Undang-Undang Perlindungan Anak.

    “Ancaman hukumannya minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun penjara serta denda maksimal Rp 5 miliar,” sebut Arya.

  • 5 Fakta Kasus Perkosaan oleh Dokter Spesialis terhadap Keluarga Pasien – Page 3

    5 Fakta Kasus Perkosaan oleh Dokter Spesialis terhadap Keluarga Pasien – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mewajibkan peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) menjalani tes kesehtan mental. Langkah tersebut guna mengantisipasi terjadinya kasus kejahatan yang dipicu masalah kejiwaan yang melibatkan peserta PPDS.

    “Ini kan bisa dicegah, masalah mental, masalah kejiwaan. Sekarang Kementerian Kesehatan akan mewajibkan semua peserta PPDS yang mau masuk harus tes mental dulu dan setiap tahun,” ujar Menkes Budi Gunadi di Solo, Jawa Tengah, Jumat, 11 April, dilansir Antara.

    Langkah tersebut juga dilakukan sebagai imbas dari kasus dokter residen Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Padjadjaran (Unpad) yang melakukan perkosaan terhadap anak pasien rawat inap di RS Hasan Sadikin Bandung.

    Hal tersebut dilakukan, kata Budi, karena tekanan mental yang dialami peserta PPDS cukup besar.

    “Jadi setiap tahun harus tes mental, sehingga kita bisa lihat kalau ada yang cemas atau depresi bisa ketahuan lebih dini sehingga bisa diperbaiki,” ucap Budi.

    Adapun terkait kasus yang melibatkan dokter PPDS Unpad, Menkes mengatakan perlu adanya perbaikan.

    “Perbaikan yang pertama kami akan membekukan dulu anestesi di Unpad dan RS Hasan Sadikin Bandung untuk melihat kekurangan mana yang harus diperbaiki,” jelasnya.

    Menkes Budi menjelaskan mengapa diberlakukan pembekuan karena perbaikan akan sulit jika dilakukan tanpa pemberhentian sementara. “Maka di-freeze dulu satu bulan, diperbaiki seperti apa,” ujar Menkes.

    Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi juga angkat bicara agar hukum ditegakkan secara tegas dalam kasus kekerasan seksual oleh oknum dokter residen Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Padjadjaran di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS), Bandung, Jawa Barat, demi membangun kepercayaan.

    “Saya dengar ada aspek-aspek yang bersifat perdamaian, tapi intinya bukan itu. Intinya adalah kita harus membangun kembali kepercayaan atau trust yang tinggi terhadap perguruan tinggi dan dunia kedokteran. Sehingga hukumannya harus tegas,” kata Dedi seperti dilansir Antara.

    Dia menyampaikan hal tersebut terkait dengan pernyataan kuasa hukum pelaku yang menyebut telah ada perjanjian damai dengan pihak korban, Menurut Dedi, seharusnya kasus ini dipahami bukan hanya soal perdamaian, melainkan soal penciptaan kondisi agar hal serupa tidak terulang.

    “Dalam kasus ini, bukan damai yang jadi inti persoalan. Intinya, kita harus memberikan hukuman tegas agar kejadian serupa tidak terulang. Kepercayaan masyarakat terhadap institusi universitas dan rumah sakit harus dipulihkan,” ujar Dedi.

    Dedi menyebut dampak dari kasus tersebut dapat menyebabkan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap universitas tempat bernaung pelaku dan rumah sakit tempat praktiknya.

    Menurutnya, saat ini kepercayaan terhadap kedua institusi itu sedang dipertaruhkan. Oleh karena itu, ia menilai perlu ada tindakan tegas dan keputusan cepat.

    “Jadi hukumannya harus tegas dan keputusan yang bersifat hukuman dari perguruan tingginya harus segera diambil. Karena apa? Karena itu soal kepercayaan,” ucap Dedi.

    Selain itu, ia menyoroti pentingnya evaluasi dalam proses rekrutmen calon mahasiswa kedokteran. Ia secara terbuka mengkritisi sistem seleksi yang selama ini berjalan.

    “Jujur saja, hari ini yang masuk kedokteran itu yang punya uang. Pintar saja tidak cukup,” kata Dedi.

    Berikut sederet 5 Fakta Kasus Dugaan Perkosaan oleh Dokter Spesialis terhadap Keluarga Pasien dihimpun Tim News Liputan6.com:

    Polda Jabar ungkap adanya korban baru dalam kasus pelecehan yang dilakukan dokter residen PPDS Unpad di RSHS Bandung. Namun sejauh ini belum ada laporan resmi dari para korban.

  • Rekomendasi Perhimpunan Dokter Spesialis Jiwa Aturan Wajib Tes Mental bagi PPDS Diterapkan – Halaman all

    Rekomendasi Perhimpunan Dokter Spesialis Jiwa Aturan Wajib Tes Mental bagi PPDS Diterapkan – Halaman all

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

    TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA — Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) dukung aturan Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI) yang mewajibkan pemeriksaan kesehatan jiwa secara berkala bagi peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS).

    Ketua Umum PDSKJI Prof. Dr. Andi Jayalangkara Tanra, Sp.KJ(K) mengatakan, kebijakan ini merupakan langkah terobosan dalam menjaga kualitas dan profesionalisme dokter sebagai garda terdepan dalam pelayanan kesehatan.

    Profesionalisme tenaga medis tidak hanya ditentukan oleh kompetensi klinis, tetapi juga kesiapan psikologis dalam menghadapi beban kerja, tantangan etik, serta tekanan emosional yang menyertai praktik kedokteran.

    “Pemeriksaan kesehatan jiwa secara berkala memungkinkan deteksi dini terhadap potensi gangguan psikologis dan menjadi bagian dari sistem pendukung profesional yang sehat dan berkelanjutan,” tulis pertanyaan resmi yang diterima Minggu (13/4/2025).

    Kesehatan jiwa tenaga medis harus menjadi perhatian bersama, sebagai bagian integral dari sistem kesehatan nasional.

    PDSKJI meyakini bahwa dokter yang sehat secara mental akan mampu memberikan pelayanan yang lebih aman, empatik, dan berkualitas tinggi.

    Dalam konteks ini, pelaksanaan tes kesehatan jiwa tidak boleh dipandang sebagai bentuk penghakiman, melainkan sebagai bagian dari sistem mutu dan pembinaan profesional yang bersifat manusiawi.

    Berikut Rekomendasi PDSKJI:

    1. Pelaksanaan skrining kesehatan jiwa secara berkala di seluruh institusi pendidikan kedokteran spesialis, minimal satu kali setiap tahun menggunakan wawancara klinis serta alat ukur psikologis yang tervalidasi secara ilmiah.

    2. Penerapan pendekatan edukatif dan non-stigmatisasi dalam proses pemeriksaan, guna memastikan bahwa tes ini menjadi bagian dari pengembangan profesional, bukan sebagai alat kontrol atau penilaian semata.

    3. Penyediaan layanan pendampingan psikologis dan psikiatri yang sistematis di setiap institusi pendidikan, agar peserta PPDS yang membutuhkan dukungan dapat memperoleh akses layanan yang tepat dan cepat.

    4. Menjaga kerahasiaan dan etika profesional selama proses skrining dan tindak lanjut, sesuai dengan prinsip-prinsip kedokteran dan kesehatan jiwa.

    5. Mendorong kolaborasi lintas profesi antara institusi pendidikan, organisasi profesi kedokteran, dan lembaga pemerintah untuk
    mendukung implementasi kebijakan ini secara berkelanjutan.

    6. Menjaga kesehatan jiwa dokter adalah bagian dari menjaga keselamatan pasien dan mutu layanan kesehatan secara keseluruhan.

    PDSKJI berkomitmen untuk terus menjadi mitra strategis pemerintah dan institusi pendidikan dalam membangun sistem kesehatan yang lebih manusiawi, sehat, dan profesional.

    Sebelumnya, Kemenkes menyatakan tes berkala diperlukan untuk menghindari manipulasi test kejiwaan dan mengidentifikasi secara dini kesehatan jiwa peserta didik. 

    Upaya ini untuk merespons tindak pidana kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh dr. PAP yang merupakan peserta PPDS Anestesiologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran (Undap).

    Tes kejiwaan akan dilakukan kepada PPDS seluruh angkatan.

    “Kemenkes akan melakukan pemeriksaan mental juga untuk para peserta dokter spesialis sehingga peristiwa (dr PAP) tidak lagi terjadi,” tutur Wakil Menteri Kesehatan (wamenkes RI) Prof Dante Harbuwono saat ditemui di Puskesmas Kelapa Gading, Jakarta Utara, Kamis (10/4/2025).

    Ia menerangkan, seluruh dokter PPDS maupun calon PPDS harus mengikuti tes Minnesota Multiphasic Personality Inventory atau tes MMPI.

    “Gunanya untuk pemeriksaan keseluruhan kesehatan jiwa. Ini untuk pencegahannya tes MMPI, tes mental, untuk prosedur pendidikan. Mereka (calon dokter) tidak hanya pintar, tapi mereka juga sehat secara jasmani dan secara rohani,  supaya mereka bisa melaksanakan tugas dokter yang mulia itu menangani masyarakat dari dalam hati dan tidak melakukan penyalahgunaaan wewenang,” jelas dia.

  • Isu Politik dan Hukum Terkini: Saran SBY ke Prabowo hingga Korupsi CPO

    Isu Politik dan Hukum Terkini: Saran SBY ke Prabowo hingga Korupsi CPO

    Jakarta, Beritasatu.com – Berbagai isu politik dan hukum terkini mewarnai pemberitaan Beritasatu.com sepanjang Minggu (13/4/2025) hingga pagi ini. Saran Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kepada Presiden Prabowo Subianto terkait kebijakan tarif impor Trump masih menarik perbincangan publik.

    Isu lain yang masih menyedot perhatian masyarakat, adalah Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan tiga hakim sebegai tersangka suap terkait vonis lepas tiga korporasi terdakwa korupsi ekspor minyak kelapa sawit mentah (CPO).

    5 Top Isu Politik dan Hukum Terkini 

    1. SBY: 80 Persen Saran Saya ke Prabowo Soal Kebijakan AS Sudah Dilakukan

    Presiden ke-6 RI SBY mengatakan sudah memberikan tujuh poin saran kepada Presiden Prabowo Subianto dalam menghadapi kebijakan tarif impor baru dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Menurutnya, sekitar 80 persen dari sarannya itu telah diadopsi Prabowo.

    “Saya bersyukur karena dari informasi yang saya peroleh, kebijakan yang dijalankan pemerintah saat ini 80 persen selaras dengan apa yang saya sarankan,” kata SBY dalam diskusi bertajuk ‘Dinamika dan Perkembangan Dunia Terkini’ di Jakarta, Minggu (13/4/2025).

    2. SBY Ingatkan Prabowo Tak Bereaksi Berlebihan Soal Tarif Impor Trump

    SBY mengingatkan Presiden Prabowo agar tidak bereaksi berlebihan dalam menyikapi kebijakan tarif impor selangit yang diberlakukan Presiden Amerika Serikat Donald Trump kepada sejumlah negara termasuk Indonesia. 

    Ia menilai ketegangan ekonomi global akibat perang tarif bisa memicu ketidakstabilan internasional. “Indonesia harus tahu kemampuan dan batas kemampuannya, memahami peran di panggung global, dan tidak asal bereaksi,” ujar SBY di Jakarta, Minggu (13/4/2025).

    3. Prabowo dan Raja Abdullah Gelar Pertemuan Bilateral di Istana Yordania

    Isu politik dan hukum terkini selanjutnya yang masih hangat, adalah Presiden Prabowo Subianto dan Raja Yordania Abdullah II bin Al-Hussein akan melakukan pertemuan bilateral hingga menyaksikan penandatanganan MoU kedua negara di Istana Al-Husseiniya, Amman, Yordania, Senin (14/4/2025).

    Presiden Prabowo akan mengakhiri lawatan resmi ke Timur Tengah kali ini dengan mengunjungi Yordania dan bertemu Raja Abdullah II. Sejak Rabu (9/4/2025), Prabowo sudah melakukan kunjungan kerja ke Uni Emirat Arab, Turki, Mesir, dan Qatar dengan membawa misi utama mendorong perdamaian di Gaza, Palestina.

    4. Indonesia Darurat Kekerasan Seksual, Saatnya Hukuman Kebiri Berlaku!

    Indonesia dinilai dalam kondisi darurat kekerasan seksual. Wakil Ketua Komisi III DPR Sahroni mendorong pemberlakuan hukuman kebiri kimia kepada predator seksual terutama yang korbannya anak-anak, agar ada efek jera. 

    “Hukuman maksimal, termasuk kebiri kimia, harus ditegakkan. Kalau korbannya anak, pelaku wajib dijerat sesuai undang-undang,” tegasnya, Minggu (13/4/2025).

    Hukum kebiri telah diatur dalam Pasal 81A ayat (4) dan Pasal 82A ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak. Secara teknis, pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak.

    5. 3 Hakim Tersangka Suap Vonis Lepas Terdakwa Korupsi Ekspor CPO Ditahan

    Kejagung menetapkan tiga hakim sebagai tersangka suap terkait vonis lepas korupsi ekspor CPO oleh tiga perusahaan besar, yakni PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group. 

    Ketiga tersangka, adalah Agam Syarif Baharuddin dan Ali Muhtarom merupakan hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, serta Djuyamto, hakim dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Mereka langsung ditahan.

    “Ketiga hakim itu mengetahui tujuan penerimaan uang tersebut, yaitu agar perkara tersebut diputus ontslag (vonis lepas),” kata Dirdik Jampidsus Kejagung Abdul Qohar dalam konferensi pers di Jakarta, Minggu (13/4/2025) malam.

    Demikian isu politik dan hukum terkini yang masih menjadi perhatian pembaca. Ikuti terus update berita terkini dan informasi menarik lainnya baik dari dalam maupun luar negeri hanya di Beritasatu.com.

  • Akui Perkosa Mahasiswi UB, Mahasiswa UIN Malang Terancam DO

    Akui Perkosa Mahasiswi UB, Mahasiswa UIN Malang Terancam DO

    Malang (beritajatim.com) – Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang, Prof Zainuddin, angkat suara terkait kasus pemerkosaan yang dilakukan oleh mahasiswa Fakultas Sains dan Teknologi (FST), Ilham Prada Firmansyah. Akibat kasus tersebut, pelaku kini terancam sanksi akademik berupa Drop Out (DO).

    Prof Zainuddin menjelaskan bahwa kasus ini tengah dalam proses verifikasi oleh tim dari Wakil Rektor III UIN Malang.

    “Mungkin (sampai DO). Sekarang lagi diverifikasi tim WR-3,” ujar Prof Zainuddin saat dihubungi melalui pesan, Minggu 13 April 2025.

    Ia menegaskan bahwa tindakan terhadap pelaku akan diproses sesuai prosedur yang berlaku di kampus.

    “Ya, segera ditindak sesuai prosedur,” tulisnya.

    Sebelumnya, melalui pernyataan yang diunggah di akun Instagram @ilhampradafirmansyah—yang saat ini dikelola oleh tim dari korban—Ilham secara terbuka mengakui telah melakukan pemerkosaan terhadap seorang mahasiswi Universitas Brawijaya (UB).

    Ilham diketahui merupakan mahasiswa semester 6 dan pernah menjabat sebagai Ketua Dewan Eksekutif Mahasiswa (Dema) FST UIN Malang. Namun, akibat perbuatannya, ia telah dicopot dari jabatan tersebut.

    Keterangan lebih lanjut disampaikan oleh tim pendamping korban melalui akun X.com @KomporQuantum20. Dalam unggahan yang dirilis pada Rabu, 9 April 2025, dijelaskan bahwa pelaku mengajak korban untuk minum di kediamannya yang terletak di kawasan Joyosuko, Kota Malang.

    “Pelaku mengajak korban untuk minum di kediamannya yang berlokasi di Joyosuko pada hari Rabu tanggal 9 April 2025. Ketika korban tidak sadarkan diri, pelaku memperkosa korban. Saat hari pemerkosaan, kebetulan korban juga sedang menstruasi,” tulis akun tersebut.

    Kasus ini memicu perhatian publik luas, terutama di media sosial. Banyak pihak mendesak agar kampus memberikan sanksi tegas dan tidak menoleransi kekerasan seksual di lingkungan akademik. (dan/but)

     

  • Komisi III DPR Sebut Indonesia Kini Darurat Kekerasan Seksual, Pelaku Harus Diberi Hukuman Kebiri – Halaman all

    Komisi III DPR Sebut Indonesia Kini Darurat Kekerasan Seksual, Pelaku Harus Diberi Hukuman Kebiri – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Wakil Ketua Komisi III DPR RI Fraksi Partai NasDem Ahmad Sahroni, menyoroti maraknya kasus kekerasan seksual yang terjadi belakangan ini.

    Menurut Sahroni, maraknya kasus kekerasan seksual sudah pada tahap mengkhawatirkan.

    “Belakangan ini, kita lihat aksi pelecehan seksual kian marak terjadi dan dilakukan oleh semua golongan. Dari mulai guru, dokter, polisi, sampai yang disabilitas. Jadi ini sudah mengkhawatirkan sekali,” kata Sahroni kepada wartawan Minggu (13/4/2025).

    Sebab itu, Sahroni meminta aparat kepolisian untuk menyosialisasikan UU TPKS (Tindak Pidana Kekerasan Seksual), dan memberi hukuman seberat-beratnya kepada pelaku tindak pidana kekerasan seksual.

    “Memperketat hukumannya demi menimbulkan efek jera,” ucapnya.

    Menurut Sahroni, hukuman berat untuk pelaku kekerasan seksual, selain jerat pidana maksimal yakni hukuman kebiri. 

    Hukum kebiri telah diatur dalam Pasal 81A ayat (4) dan Pasal 82A ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak, dan pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak.

    “Pastikan pelaku dijerat dengan pidana maksimal, bahkan kalau korbannya anak, sesuai UU, pelaku bisa dikebiri kimia. Nanti juga akan kita pertimbangkan apakah hukuman ini juga bisa diterapkan pada kasus pidana umum, karena memang urgency-nya tinggi,” ucapnya.

    Bendahara Umum DPP Partai NasDem itu juga mengingatkan, para penegak hukum harus benar-benar serius dalam menanggapi laporan kejahatan seksual, tidak boleh ada penolakan dan percepat penyidikannya.

    Sahroni menambahkan, identitas lengkap pelaku kekerasan juga wajib diekspos ke publik. 

    Untuk diketahui, akhir-akhir ini marak terjadi kasus kekerasan seksual.

    Di antaranya kasus pencabulan anak di bawah umur yang melibatkan eks Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja.

    Hingga yang terbaru kasus rudapaksa yang dilakukan dokter PPDS Universitas Padjadjaran, Priguna Anugerah Pratama, terhadap keluarga pasien dan dua pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.

  • Mahasiswi Korban Dugaan Kekerasan Seksual Guru Besar UGM Belum Lapor LPSK

    Mahasiswi Korban Dugaan Kekerasan Seksual Guru Besar UGM Belum Lapor LPSK

    TRIBUNJATENG.COM, YOGYAKARTA – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) siap melindungi korban maupun saksi dalam kasus dugaan kekerasan seksual yang dilakukan oknum guru besar Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, berinisial EM.

    Kendati demikian hingga saat ini, korban kekerasan seksual di UGM belum melapor ke LPSK. 

    Padahal  LPSK masih menunggu laporan resmi untuk memberikan perlindungan kepada korban kekerasan seksual.

    Ketua LPSK Brigjen Purn Achmadi menyatakan dalam melindungi korban maupun saksi, penting untuk mengetahui secara detail proses hukum yang berlaku. 

    “Proses hukumnya seperti apa itu penting satu. Yang kedua permohonan perlindungan belum ada,” ujar Achmadi pada Minggu (13/4/2025). 

    “Pada prinsipnya LPSK siap memberikan perlindungan saksi dan korban sesuai dengan mekanisme prosedur yang berlaku,” imbuhnya.

    Achmadi menambahkan bahwa pihaknya masih menunggu laporan resmi dari para korban kekerasan seksual.

    “Pengajuan kan penting, dasar pengajuan jadi hal yang sangat penting,” pungkasnya. 

    Modus 

    Sebelumnya, oknum guru besar Fakultas Farmasi UGM, berinisial EM, terjerat kasus kekerasan seksual dan telah diberhentikan dari jabatannya sebagai dosen.

    Modus operandi yang dilakukan oleh EM lebih banyak terjadi di rumahnya.

    Kekerasan seksual di UGM Sekretaris UGM Andi Sandi mengungkapkan kekerasan seksual yang dilakukan oleh EM lebih sering terjadi di luar kampus.

    “Modusnya kegiatannya dilakukan lebih banyak di rumah, mulai dari diskusi, bimbingan akademik baik itu skripsi, tesis, juga disertasi,” ujarnya saat ditemui di Balirung, UGM, pada Selasa (8/4/2025). 

    Andi juga menjelaskan kegiatan di pusat penelitian (research center) merupakan salah satu modus untuk melakukan kekerasan seksual. 

    “Kemudian juga di research center-nya dan juga kegiatan-kegiatan lomba. Jadi biasanya ada lomba, mereka membuat dokumen, persiapan proposalnya dilakukan di luar kampus,” tambahnya. (*)