Kemen PPPA Minta RSHS dan Unpad Benahi Sistem Pengawasan Usai Kasus Pelecehan Seksual
Tim Redaksi
BANDUNG, KOMPAS.com
– Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) meminta Rumah Sakit Hasan Sadikin (
RSHS
) Bandung dan Universitas Padjadjaran (Unpad) segera membenahi sistem pengawasan usai terungkapnya kasus pelecehan seksual terhadap keluarga pasien oleh oknum dokter residen.
Wakil Menteri PPPA, Veronica Tan, mengatakan bahwa kasus yang melibatkan Priguna Anugerah Pratama, mahasiswa program pendidikan dokter spesialis (PPDS), menjadi pembelajaran penting bagi semua pihak, termasuk rumah sakit dan institusi pendidikan.
“Tentu itu akan menjadi pembelajaran semua pihak. Dari tadi juga hadir dari universitas, juga dari rumah sakit. Ini sebuah pembelajaran ya, maksudnya kita bagaimana membuat sebuah sistem yang lebih baik,” ujar Veronica usai meninjau
RSHS Bandung
, Senin (14/4/2025).
Veronica menyebut sistem pengawasan di lokasi kejadian masih lemah dan perlu segera dibenahi agar kejadian serupa tidak terulang. Salah satu yang disorot adalah kurangnya pemantauan melalui kamera pengawas.
“Tentu di pihak-pihak lain seperti CCTV yang kita lihat itu menjadi modal juga yang harus diperbaiki,” katanya.
Ia juga menyoroti kondisi ruangan tempat kejadian yang dinilai masih belum tertata dengan baik. Menurutnya, kondisi tersebut dapat dimanfaatkan oleh pelaku.
“Tadi ketika kita mendatangi itu adalah ruangan yang masih dalam proses perbaikan. Jadi itu ruangan di lantai yang belum dioperasikan, jadi memang ada ruangan-ruangan yang sudah menjadi perencanaan daripada si oknum itu,” ucapnya.
Selain pembenahan internal, Veronica mendorong masyarakat untuk berani melapor jika menjadi korban tindak pelecehan seksual. Kemen PPPA, kata dia, telah menjalin kerja sama dengan aparat kepolisian untuk menjamin perlindungan dan kerahasiaan korban.
“Korban-korban dari perempuan ya tentu ini, kita harus melindungi setiap kita membuka. Karena dari Kementerian PPPA kita juga sudah ada kerja sama dengan Direktorat Kepolisian TPPO. Sebulan yang lalu kita juga mengajak semua perempuan untuk berani rise up, speak up,” tuturnya.
Veronica menambahkan bahwa Kemen PPPA saat ini tengah membangun sistem layanan aduan yang lebih responsif untuk menangani kasus kekerasan seksual.
“Tentu sistem lagi dibangun. Jadi kita ada call center Sapa 129 yang sedang dibangun SDM-nya supaya bisa melakukan pelayanan dengan baik,” pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan, Polda Jabar menetapkan Priguna Anugerah Pratama (31), dokter residen peserta PPDS, sebagai tersangka kasus pelecehan seksual terhadap FH (21), keluarga pasien di RSHS Bandung. Ia dijerat Pasal 6C UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dengan ancaman hukuman penjara paling lama 12 tahun.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kasus: kekerasan seksual
-
/data/photo/2025/04/09/67f65f3c1eb38.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Keluarga Dokter Priguna Minta Maaf, Pelaku Tetap Harus Dihukum Nasional 14 April 2025
Keluarga Dokter Priguna Minta Maaf, Pelaku Tetap Harus Dihukum
Penulis
JAKARTA, KOMPAS.com –
Pihak
Priguna Anugerah Pratama
(31) yang merupakan pelaku kasus
pemerkosaan
keluarga pasien mengaku telah meminta maaf kepada keluarga korban, FH (21).
Anggota Komisi IX DPR Kurniasih Mufidayati menegaskan, Priguna yang adalah mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Jurusan Anestesi Universitas Padjadjaran (Unpad) harus dihukum. Meskipun pihak pelaku sudah menyatakan permohonan maafnya.
“Pelaku harus diproses sesuai hukum yang berlaku,” tegas Kurniasih lewat keterangan tertulisnya.
Priguna sebagai
dokter PPDS
telah menyalahgunakan prosedur medis yang seharusnya digunakan untuk menyembuhkan pasien..
“Tindakan ini adalah bentuk pengkhianatan terhadap etika profesi medis dan merupakan kejahatan berat terhadap kemanusiaan. Kami mengutuk keras
kekerasan seksual
terhadap pasien dalam bentuk apapun,” ujar Kurniasih.
Di samping itu, ia menekankan kembali pentingnya perlindungan terhadap pasien selama proses perawatan medis.
Kepercayaan pasien terhadap tenaga medis adalah amanah yang sangat besar dan tidak boleh disalahgunakan untuk kepentingan pribadi.
“Pasien harus merasa aman saat berada di ruang perawatan. Rumah sakit bukan tempat yang membahayakan, tetapi tempat untuk sembuh dan diperlakukan secara manusiawi,” ujar Kurniasih.
Sebelumnya, keluarga dokter Priguna, pelaku pemerkosaan terhadap FH (21), telah bertemu keluarga korban.
Dalam pertemuan itu, keluarga Priguna meminta maaf kepada keluarga FH atas perbuatan dokter
PPDS Unpad
itu, Keluarga korban menerima permintaan maaf, tetapi menegaskan bahwa proses hukum harus terus berjalan.
Di sisi lain, penasihat hukum Priguna, Ferdy Rizky Adilya menjelaskan bahwa keluarga pelaku telah meminta maaf secara langsung kepada keluarga korban.
Ferdy menyatakan bahwa Priguna menyesali perbuatannya dan menitipkan pesan untuk meminta maaf kepada korban, keluarganya, serta seluruh masyarakat Indonesia terkait kasus pelecehan seksual tersebut.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
:strip_icc():format(jpeg):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/liputan6/watermark-color-landscape-new.png,1100,20,0)/kly-media-production/medias/5186528/original/037442200_1744610435-IMG-20250414-WA0049.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Pengakuan Mengejutkan Pelaku Kekerasan Seksual Terhadap Bocah 12 Tahun, Pernah Setubuhi Anjing
Setelah berhasil dilumpuhkan, pelaku lalu dibawa ke Polrestabes Makassar untuk diinterogasi. Dari hasil interogasi, dia mengakui seluruh perbuatan kejinya tersebut.
Ironisnya, pelaku juga mengaku punya fantasi seks yang liar karena kecanduan film porno. Di hadapan penyidik, Khalil Gibran bahkan menerangkan bahwa dirinya pernah menyetubuhi anjing peliharaannya sendiri.
“Motif tersangka sendiri setelah kita tanyakan, ternyata beliau ini suka menonton film porno. Jadi sering berfantasi seks dan pelaku juga berdasarkan pengalaman pernah menyetubuhi anjing peliharaannya,” ungkap Arya.
Arya menambahkan bahwa pelaku sebenarnya telah berkeluarga dan memiliki istri serta dua orang anak. Hanya saja, pria yang bekerja sebagai pramusaji di salah satu rumah makan di Kota Makassar itu tinggal sendiri di indekos sehingga leluasa melakukan aksi bejatnya.
“Pelaku ini punya keluarga sebenarnya. Dia punya anak dan istri, anaknya ada dua. Tapi di kos tersebut dia tinggal sendiri sehingga bebas melakukan tindakan itu,” jelas dia.
Saat ini, Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Makassar tengah mendalami apakah ada korban lain dalam aksi bejat pelaku. Pasalnya, pelaku juga mengaku bahwa ia melakukan aksi kejinya tersebut karena fantasi seksnya yang liar.
“Kita sedang dalami apakah ada korban sebelumnya atau tidak. Nanti kita akan meminta keterangan dari orang-orang yang kenal dengan pelaku, kita juga akan periksa telepon genggamnya,” aku Arya.
Akibat aksi kejinya tersebut, Khalil Gibran pun kini telah ditetapkan sebagai tersangka dan harus mendekam di balik jeruji besi. Pria berusia 37 tahun itu disangkakan Pasal 81 ayat 1 dan 2 juncto Pasal 76d Undang-Undang Perlindungan Anak.
“Ancaman hukumannya minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun penjara serta denda maksimal Rp 5 miliar,” sebut Arya.
-

Rekomendasi Perhimpunan Dokter Spesialis Jiwa Aturan Wajib Tes Mental bagi PPDS Diterapkan – Halaman all
Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA — Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) dukung aturan Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI) yang mewajibkan pemeriksaan kesehatan jiwa secara berkala bagi peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS).
Ketua Umum PDSKJI Prof. Dr. Andi Jayalangkara Tanra, Sp.KJ(K) mengatakan, kebijakan ini merupakan langkah terobosan dalam menjaga kualitas dan profesionalisme dokter sebagai garda terdepan dalam pelayanan kesehatan.
Profesionalisme tenaga medis tidak hanya ditentukan oleh kompetensi klinis, tetapi juga kesiapan psikologis dalam menghadapi beban kerja, tantangan etik, serta tekanan emosional yang menyertai praktik kedokteran.
“Pemeriksaan kesehatan jiwa secara berkala memungkinkan deteksi dini terhadap potensi gangguan psikologis dan menjadi bagian dari sistem pendukung profesional yang sehat dan berkelanjutan,” tulis pertanyaan resmi yang diterima Minggu (13/4/2025).
Kesehatan jiwa tenaga medis harus menjadi perhatian bersama, sebagai bagian integral dari sistem kesehatan nasional.
PDSKJI meyakini bahwa dokter yang sehat secara mental akan mampu memberikan pelayanan yang lebih aman, empatik, dan berkualitas tinggi.
Dalam konteks ini, pelaksanaan tes kesehatan jiwa tidak boleh dipandang sebagai bentuk penghakiman, melainkan sebagai bagian dari sistem mutu dan pembinaan profesional yang bersifat manusiawi.
Berikut Rekomendasi PDSKJI:
1. Pelaksanaan skrining kesehatan jiwa secara berkala di seluruh institusi pendidikan kedokteran spesialis, minimal satu kali setiap tahun menggunakan wawancara klinis serta alat ukur psikologis yang tervalidasi secara ilmiah.
2. Penerapan pendekatan edukatif dan non-stigmatisasi dalam proses pemeriksaan, guna memastikan bahwa tes ini menjadi bagian dari pengembangan profesional, bukan sebagai alat kontrol atau penilaian semata.
3. Penyediaan layanan pendampingan psikologis dan psikiatri yang sistematis di setiap institusi pendidikan, agar peserta PPDS yang membutuhkan dukungan dapat memperoleh akses layanan yang tepat dan cepat.
4. Menjaga kerahasiaan dan etika profesional selama proses skrining dan tindak lanjut, sesuai dengan prinsip-prinsip kedokteran dan kesehatan jiwa.
5. Mendorong kolaborasi lintas profesi antara institusi pendidikan, organisasi profesi kedokteran, dan lembaga pemerintah untuk
mendukung implementasi kebijakan ini secara berkelanjutan.6. Menjaga kesehatan jiwa dokter adalah bagian dari menjaga keselamatan pasien dan mutu layanan kesehatan secara keseluruhan.
PDSKJI berkomitmen untuk terus menjadi mitra strategis pemerintah dan institusi pendidikan dalam membangun sistem kesehatan yang lebih manusiawi, sehat, dan profesional.
Sebelumnya, Kemenkes menyatakan tes berkala diperlukan untuk menghindari manipulasi test kejiwaan dan mengidentifikasi secara dini kesehatan jiwa peserta didik.
Upaya ini untuk merespons tindak pidana kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh dr. PAP yang merupakan peserta PPDS Anestesiologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran (Undap).
Tes kejiwaan akan dilakukan kepada PPDS seluruh angkatan.
“Kemenkes akan melakukan pemeriksaan mental juga untuk para peserta dokter spesialis sehingga peristiwa (dr PAP) tidak lagi terjadi,” tutur Wakil Menteri Kesehatan (wamenkes RI) Prof Dante Harbuwono saat ditemui di Puskesmas Kelapa Gading, Jakarta Utara, Kamis (10/4/2025).
Ia menerangkan, seluruh dokter PPDS maupun calon PPDS harus mengikuti tes Minnesota Multiphasic Personality Inventory atau tes MMPI.
“Gunanya untuk pemeriksaan keseluruhan kesehatan jiwa. Ini untuk pencegahannya tes MMPI, tes mental, untuk prosedur pendidikan. Mereka (calon dokter) tidak hanya pintar, tapi mereka juga sehat secara jasmani dan secara rohani, supaya mereka bisa melaksanakan tugas dokter yang mulia itu menangani masyarakat dari dalam hati dan tidak melakukan penyalahgunaaan wewenang,” jelas dia.
-

Akui Perkosa Mahasiswi UB, Mahasiswa UIN Malang Terancam DO
Malang (beritajatim.com) – Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang, Prof Zainuddin, angkat suara terkait kasus pemerkosaan yang dilakukan oleh mahasiswa Fakultas Sains dan Teknologi (FST), Ilham Prada Firmansyah. Akibat kasus tersebut, pelaku kini terancam sanksi akademik berupa Drop Out (DO).
Prof Zainuddin menjelaskan bahwa kasus ini tengah dalam proses verifikasi oleh tim dari Wakil Rektor III UIN Malang.
“Mungkin (sampai DO). Sekarang lagi diverifikasi tim WR-3,” ujar Prof Zainuddin saat dihubungi melalui pesan, Minggu 13 April 2025.
Ia menegaskan bahwa tindakan terhadap pelaku akan diproses sesuai prosedur yang berlaku di kampus.
“Ya, segera ditindak sesuai prosedur,” tulisnya.
Sebelumnya, melalui pernyataan yang diunggah di akun Instagram @ilhampradafirmansyah—yang saat ini dikelola oleh tim dari korban—Ilham secara terbuka mengakui telah melakukan pemerkosaan terhadap seorang mahasiswi Universitas Brawijaya (UB).
Ilham diketahui merupakan mahasiswa semester 6 dan pernah menjabat sebagai Ketua Dewan Eksekutif Mahasiswa (Dema) FST UIN Malang. Namun, akibat perbuatannya, ia telah dicopot dari jabatan tersebut.
Keterangan lebih lanjut disampaikan oleh tim pendamping korban melalui akun X.com @KomporQuantum20. Dalam unggahan yang dirilis pada Rabu, 9 April 2025, dijelaskan bahwa pelaku mengajak korban untuk minum di kediamannya yang terletak di kawasan Joyosuko, Kota Malang.
“Pelaku mengajak korban untuk minum di kediamannya yang berlokasi di Joyosuko pada hari Rabu tanggal 9 April 2025. Ketika korban tidak sadarkan diri, pelaku memperkosa korban. Saat hari pemerkosaan, kebetulan korban juga sedang menstruasi,” tulis akun tersebut.
Kasus ini memicu perhatian publik luas, terutama di media sosial. Banyak pihak mendesak agar kampus memberikan sanksi tegas dan tidak menoleransi kekerasan seksual di lingkungan akademik. (dan/but)
-

Mahasiswi Korban Dugaan Kekerasan Seksual Guru Besar UGM Belum Lapor LPSK
TRIBUNJATENG.COM, YOGYAKARTA – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) siap melindungi korban maupun saksi dalam kasus dugaan kekerasan seksual yang dilakukan oknum guru besar Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, berinisial EM.
Kendati demikian hingga saat ini, korban kekerasan seksual di UGM belum melapor ke LPSK.
Padahal LPSK masih menunggu laporan resmi untuk memberikan perlindungan kepada korban kekerasan seksual.
Ketua LPSK Brigjen Purn Achmadi menyatakan dalam melindungi korban maupun saksi, penting untuk mengetahui secara detail proses hukum yang berlaku.
“Proses hukumnya seperti apa itu penting satu. Yang kedua permohonan perlindungan belum ada,” ujar Achmadi pada Minggu (13/4/2025).
“Pada prinsipnya LPSK siap memberikan perlindungan saksi dan korban sesuai dengan mekanisme prosedur yang berlaku,” imbuhnya.
Achmadi menambahkan bahwa pihaknya masih menunggu laporan resmi dari para korban kekerasan seksual.
“Pengajuan kan penting, dasar pengajuan jadi hal yang sangat penting,” pungkasnya.
Modus
Sebelumnya, oknum guru besar Fakultas Farmasi UGM, berinisial EM, terjerat kasus kekerasan seksual dan telah diberhentikan dari jabatannya sebagai dosen.
Modus operandi yang dilakukan oleh EM lebih banyak terjadi di rumahnya.
Kekerasan seksual di UGM Sekretaris UGM Andi Sandi mengungkapkan kekerasan seksual yang dilakukan oleh EM lebih sering terjadi di luar kampus.
“Modusnya kegiatannya dilakukan lebih banyak di rumah, mulai dari diskusi, bimbingan akademik baik itu skripsi, tesis, juga disertasi,” ujarnya saat ditemui di Balirung, UGM, pada Selasa (8/4/2025).
Andi juga menjelaskan kegiatan di pusat penelitian (research center) merupakan salah satu modus untuk melakukan kekerasan seksual.
“Kemudian juga di research center-nya dan juga kegiatan-kegiatan lomba. Jadi biasanya ada lomba, mereka membuat dokumen, persiapan proposalnya dilakukan di luar kampus,” tambahnya. (*)
/data/photo/2025/04/14/67fcc33831736.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)

:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5184624/original/035910100_1744329365-1.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)

