Kasus: kekerasan seksual

  • Saksikan Malam Ini The Prime Show Dokter Mesum, Fenomena Gunung Es? bersama Dhiandra Mugni, Hanya di iNews

    Saksikan Malam Ini The Prime Show Dokter Mesum, Fenomena Gunung Es? bersama Dhiandra Mugni, Hanya di iNews

    loading…

    Saksikan Malam Ini The Prime Show Dokter Mesum, Fenomena Gunung Es? bersama Dhiandra Mugni, Hanya di iNews

    JAKARTA – Dunia medis sedang tidak baik-baik saja. Terbaru, publik digegerkan dengan dugaan pemerkosaan terhadap seorang perempuan berusia 21 tahun, yang tidak lain adalah anak dari seorang pasien yang sedang dirawat di sebuah rumah sakit di Bandung. Pemerkosaan tersebut dilakukan oleh seorang dokter muda, Priguna Anugerah Pratama, dokter residen Program Pendidikan Dokter Spesialis ( PPDS ) dari Universitas Padjadjaran.

    Belum lama kehebohan tersebut, muncul pula kasus lain yang tak kalah mencengangkan. Seorang dokter kandungan berinisial MSF diduga melakukan pelecehan seksual terhadap pasiennya di ruang praktik. Kejadian ini mempertegas bahwa dugaan kekerasan seksual bukan hanya terjadi di ruang privat, tapi juga di ruang yang seharusnya menjadi tempat paling aman dan profesional.

    Kasus ini bukan hanya mengguncang institusi pendidikan kedokteran ternama di Indonesia, tapi juga menimbulkan pertanyaan besar, seberapa aman dunia medis bagi pasien, rekan kerja, hingga tenaga medis sendiri?

    Semua kejadian ini akan dibahas secara mendalam di The Prime Show “Dokter ‘Mesum’, Fenomena Gunung Es?” malam ini bersama Dhiandra Mugni, Pukul 20.00 WIB, hanya di iNews.

    (zik)

  • Pimpinan DPR: Negara tak boleh toleransi dokter yang lakukan asusila

    Pimpinan DPR: Negara tak boleh toleransi dokter yang lakukan asusila

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua DPR RI Cucun Ahmad Syamsurijal meminta negara untuk tidak menoleransi setiap tindakan asusila yang dilakukan oleh dokter.

    Hal itu disampaikan Cucun merespons sejumlah kasus yang melibatkan dokter belakangan ini, yaitu kekerasan seksual yang dilakukan dokter peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad), berinisial PAP, di Bandung, serta tindak asusila yang dilakukan seorang dokter kandungan berinisial MSF di Garut, Jawa Barat.

    “Negara tidak boleh mentolerir, semua penegak hukum juga harus terus mengawasi. Karena apa, profesi seorang dokter ini berhadapan dengan masyarakat berjenis kelamin apapun, dokter laki-laki juga mengurusi pasien perempuan. Nah ini berbahaya kalau misalnya (para dokter) tidak punya moral, tidak punya etika,” kata Cucun dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.

    Ia mengingatkan seluruh dokter di Indonesia untuk menjaga moral dan etika setiap melayani pasien. Dia menilai setiap pelanggaran etik profesi dan moral kedokteran yang dilakukan dokter bukan hanya merugikan satu atau dua orang pasien, namun ribuan orang, karena dokter adalah tumpuan kesehatan masyarakat.

    “Karena (jika moral dan etika dokter rusak) ini merusak bukan hanya merugikan satu atau dua orang (pasien), tapi ribuan orang. Juga tentu merusak sisi kemanusiaan karena ulah orang ini (dokter tak bermoral). Makanya penegak hukum jangan main-main, dan negara tidak akan mentolerir apa yang mereka lakukan,” tegasnya.

    Sebelumnya, kasus dugaan perkosaan yang dilakukan dokter PAP, peserta PPDS Universitas Padjajaran terhadap keluarga pasien dan pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung, menjadi sorotan publik dalam sepekan terakhir.

    Belum selesai pengusutan kasus ini, tiba-tiba muncul kabar tak kalah memprihatinkan: seorang dokter kandungan berinisial MSF di Garut diduga melecehkan pasiennya yang merupakan ibu hamil.

    Aksi bejat MSF yang diduga dilakukan pada 2024 terekam CCTV dan viral di sejumlah platform media sosial. Video tersebut memperlihatkan seorang dokter sedang memeriksa pasien dengan metode Ultrasonografi (USG).

    Semula aksinya dilakukan selayaknya pemeriksaan USG biasa, namun tindakannya berubah dengan menyentuh area dada pasien.

    Pewarta: Narda Margaretha Sinambela
    Editor: Rangga Pandu Asmara Jingga
    Copyright © ANTARA 2025

  • Pria Lecehkan Wanita Saat Berdesakan di Eskalator Stasiun Tanah Abang, Hasrat Memuncak Lihat Korban

    Pria Lecehkan Wanita Saat Berdesakan di Eskalator Stasiun Tanah Abang, Hasrat Memuncak Lihat Korban

    TRIBUNJAKARTA.COM – Polisi menangkap pria berinisial HU (29) yang melecehkan perempuan berinisial RD (29) di eskalator Stasiun Tanah Abang, Jakarta Pusat.

    Aksi HU menjadi viral di media sosial setelah korbannya menceritakan peristiwa pelecehan seksual yang dialaminya itu kepada sopir taksi online.

    Korban saat itu menangis ketika memasuki taksi online. Kini terkuak motif pelaku melakukan aksi pelecehan terhadap perempuan tersebut.

    Awalnya, pelaku ditangkap petugas saat berada di dalam Commuter Line No. 1759 relasi Rangkasbitung-Tanah Abang, Senin (14/4/2025) pukul 17.05 WIB. 

    “Kami menemukan dan menyerahkan pelaku kepada kepolisian,” kata VP Corporate Secretary KAI Commuter, Joni Martinus, dalam keterangannya, Rabu (16/4/2025). 

    Joni mengatakan pelaku telah mengakui perbuatannya itu.

    Sementara itu, Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Pusat AKBP Muhammad Firdaus mengatakan pelaku nekat melakukan pelecehan karena dorongan hasrat seksual yang tiba-tiba meningkat. 

    “Motif dari tersangka melakukan tindak pidana itu karena hasrat seksualnya meningkat karena melihat korban menggunakan pakaian ketat dan berpostur tubuh yang bagus,” kata Firdaus dalam jumpa pers di Polres Metro Jakarta Pusat, Rabu (16/4/2025). 

    Berdasarkan hasil pemeriksaan, HU mulanya menaiki kereta rel listrik (KRL) rute Parung Panjang-Tanah Abang. 

    Saat itu, HU bertemu dengan RD yang juga naik KRL rute serupa. 

    Oleh karena itu, HU mengikuti korban hingga akhirnya melakukan onani di eskalator Stasiun Tanah Abang, tepat di belakang korban yang saat itu berada dalam kondisi berdesakan.

    “Sehingga hasrat seksual tersangka meningkat dan tersangka melakukan onani. Tersangka melakukan onani sampai mengeluarkan sperma yang dibuang ke tempat bokongnya korban,” ucap dia.

    Setelah melakukan aksinya, pelaku melarikan diri hingga akhirnya berhasil ditangkap. 

    Sementara itu, korban mengalami trauma akibat tindakan tak senonoh tersebut. 

    Akibat perbuatannya, pelaku dijerat dengan Pasal 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual juncto Pasal 281 KUHP. 

    “Ancaman hukuman pidana penjara paling lama dua tahun,” kata Firdaus. 

    Sebelumnya, korban bercerita kepada sopir taksi online bahwa dirinya baru saja menjadi korban pelecehan seksual ketika turun di stasiun. 

    Perempuan itu kemudian berusaha melaporkan kejadian tersebut kepada petugas setempat dan meminta untuk melakukan pengecekan CCTV. 

    “Terus aku tadi bilang sama pihak dari KAI, katanya kalau mau putar CCTV harus ke Stasiun Juanda. Aduh, aku pusing banget, aku pengin nangis,” kata dia, sambil menahan tangis, dikutip Minggu (6/4/2025). (Kompas.com)

    Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

  • Polisi: Hasrat meningkat motif pelaku pelecehan di kereta commuter

    Polisi: Hasrat meningkat motif pelaku pelecehan di kereta commuter

    peristiwa terjadi pada 2 April 2025 sekitar 19.30 WIB, pada saat itu korban menaiki kereta commuter tujuan Parung Panjang-Tanah Abang

    Jakarta (ANTARA) – Polres Metro Jakarta Pusat menyatakan motif pelaku melakukan pelecehan seksual di kereta commuter line Stasiun Tanah Abang karena adanya hasrat tinggi setelah melihat korban.

    “Pada saat itu korban menggunakan pakaian ketat dan memiliki postur tubuh yang bagus,” kata Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Pusat AKBP Muhammad Firdaus di Jakarta, Rabu.

    Firdaus mengatakan berdasarkan keterangan pelaku yang berinisial HU (29) melakukan tindakannya tersebut karena adanya hasrat seksual yang tinggi.

    Di mana saat berada di dalam gerbong commuter yang sama antara korban dan pelaku kata Firdaus, HU tidak bisa menahannya sehingga melakukan pelecehan seksual terhadap korbannya.

    Ia menjelaskan bahwa peristiwa terjadi pada 2 April 2025 sekitar 19.30 WIB, pada saat itu korban menaiki kereta commuter tujuan Parung Panjang-Tanah Abang.

    Setelah korban mendapat kekerasan seksual kemudian melaporkan ke Polres Jakarta Pusat.

    Sebelumnya, KAI Commuter berhasil menemukan pelaku pelecehan seksual di eskalator Stasiun Tanah Abang yang beraksi pada layanan Commuter Line di Stasiun Tanah Abang pada Rabu (2/4).

    “Dalam kasus terkini di Stasiun Tanah Abang, kami menindaklanjuti lewat penanganan dan pengungkapan pelaku, juga menemukan dan menyerahkan pelaku kepada kepolisian,” kata VP Corporate Secretary KAI Commuter, Joni Martinus dalam keterangannya, Rabu.

    Joni menjelaskan pengungkapan kasus ini tidak lepas dari sistem CCTV Analytic yang sudah terpasang di semua Stasiun Commuter Line dan kesigapan petugas KAI Commuter, sekaligus membuktikan keberpihakan kepada korban.

    “Penangkapan bermula dari rekaman tersangka pelaku yang sudah dimasukkan ke dalam database sistem CCTV Analytic, yang terdeteksi saat masuk ke area stasiun dan hal tersebut langsung ditindaklanjuti oleh petugas terkait,” katanya.

    Pewarta: Khaerul Izan
    Editor: Ganet Dirgantara
    Copyright © ANTARA 2025

  • Motif Pelecehan Seksual di Stasiun Tanah Abang, Pelaku Terangsang Korban Kenakan Pakaian Ketat – Halaman all

    Motif Pelecehan Seksual di Stasiun Tanah Abang, Pelaku Terangsang Korban Kenakan Pakaian Ketat – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Polres Metro Jakarta Pusat mengungkap motif pelaku pelecehan seksual yang dilakukan pria berinisial HU (29) terhadap seorang korban wanita RD (29).

    Peristiwa itu terjadi di Stasiun Tanah Abang Jakarta Pusat pada 2 April 2025 sekitar pukul 19.30 WIB.

    Kasatreskrim Polres Metro Jakarta Pusat AKBP M. Firdaus mengungkap pelaku HU melakukan aksi pelecehan karena terangsang pakai ketat yang dikenakan korban.

    “Motif dari tersangka melakukan tindak pidana itu karena hasrat seksualnya meningkat karena melihat korban menggunakan pakaian ketat dan berpostur tubuh bagus,” katanya di Polres Metro Jakarta Pusat, Rabu (16/4/2025).

    Kronologi kejadian berawal saat korban menaiki kereta rute Parung Panjang-Tanah Abang. 

    Pelaku HU yang melihat korban mengenakan pakaian ketat tak kuasa menahan hasrat seksualnya.

    “Tersangka melakukan ona** sampai mengeluarkan sperma yang dibuang ke tempat bokongnya korban,” ucap Firdaus.

    Pelaku mengeluarkan alat vitalnya di saat kondisi penumpang berdesak-desakan.

    Setelah melakukan aksinya itu, pelaku melarikan diri.

    Berkat CCTV dan hasil profiling,  polisi berhasil menangkap pelaku. 

    Akibat perbuatannya, pelaku disangkakan Pasal 5 Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual juncto Pasal 281 KUHP.

    “Ancaman hukuman pidana penjara paling lama 2 tahun,” kata dia.

    Sebelumnya diberitakan, seorang wanita menjadi korban pelecehan seksual di Stasiun Tanah Abang, Jakarta Pusat, pada Rabu (2/4/2025).

    Dugaan pelecehan seksual tersebut terungkap usai korban bercerita kepada salah seorang sopir taksi online dengan nama akun Instagram @indra_papsky. 

    Korban mengaku dilecehkan ketika hendak keluar dari area stasiun.

    “Tadi aku pas turun dari eskalator, gak nyadar ada cowok di belakang aku terus dia numpahin p*j*nya dia di celana belakang,” kata korban sebagaimana dilihat dari rekaman video pada Minggu (6/4/2025).

    “Ah itu pelecehan banget dong,” sahut pengemudi taksi online.

    Korban kemudian terlihat sempat meminta tisu dan menangis di dalam mobil.

    Korban yang mengaku tak pernah menaiki kereta api terkejut atas peristiwa yang dialaminya. 

    Sementara tampak pengemudi taksi online hanya dapat menenangkan korban.

    VP Corporate Secretary KCI Joni Martinus memastikan pelaku tidak akan bisa Kereta Rel Listrik (KRL).

    “Identitas pelaku pun telah dimasukkan ke dalam database CCTV Analytic guna memberikan notifikasi sebagai oknum yang di blacklist jika sewaktu-waktu terduga pelaku masuk ke area stasiun kembali sehingga yang bersangkutan tidak dapat menggunakan layanan Commuter Line lagi,” ucapnya.

    Joni menyebut pihaknya kooperatif dengan memberikan segala sesuatu yang diperlukan penyidik kepolisian untuk mengusut kasus tersebut.

    “Kami selaku pengelola sama sekali tidak memberikan ruang untuk pelaku pelecehan seksual dalam berbagai layanan Commuter Line,” tuturnya.

  • Dokter Kandungan yang Lecehkan Pasien di Garut Alumni UNPAD, Kampus Buka Suara: Serahkan ke Polisi – Halaman all

    Dokter Kandungan yang Lecehkan Pasien di Garut Alumni UNPAD, Kampus Buka Suara: Serahkan ke Polisi – Halaman all

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Universitas Padjadjaran (Unpad) kembali jadi sorotan pasca viralnya dokter kandungan di Garut yang diduga melecehkan pasien saat melakukan Ultrasonografi (USG).

    Pasalnya, dokter cabul tersebut merupakan lulusan kampus ternama di Jawa Barat ini.

    Kepala Kantor Komunikasi Publik Unpad Dandi Supriadi menuturkan, pihak Unpad membenarkan bahwa pelaku merupakan alumni program spesialis di Fakultas Kedokteran Unpad.

    “Hasil penelusuran identitasnya menunjukkan memang benar mengarah ke alumni program spesialis di Fakultas Kedokteran Unpad,” tutur Dandi dalam rilis yang diterima, Rabu (16/4/2025).

    Meski demikian, bila merujuk ke video yang beredar yang tidak secara jelas menunjukkan wajah terduga pelaku, Unpad tidak memastikan hal tersebut dan tetap menunggu hasil penyelidikan resmi dan pembuktian dari pihak kepolisian.

    “Universitas Padjadjaran menyatakan prihatin sedalam-dalamnya kepada pihak yang menjadi korban. Tidak terbatas pada kasus itu saja, pada prinsipnya Unpad menyayangkan dan tidak mentolerir semua tindakan yang terjadi di mana pun, yang telah nyata mencoreng kode etik dan sumpah jabatan profesi kedokteran, seperti yang diduga terjadi,” tegas dia.

    Unpad menyatakan, terduga pelaku apabila terbukti adalah orang yang bersangkutan, saat ini sudah lulus dan bekerja sebagai profesional. Dengan demikian kasus ini sudah di luar kewenangan Unpad atau kampus lainnya tempat yang bersangkutan menempuh pendidikan sebelumnya.

    Dengan kata lain, kasus yang terjadi sudah di luar ranah institusi pendidikan.

    Maka untuk masalah tindakan pembuktian, sanksi hukum, maupun sanksi profesi untuk kasus tersebut, Unpad menyerahkan kepada yang berwenang yaitu kepolisian, institusi rumah sakit, dan organisasi profesi setempat untuk melakukan pembinaan.

    Secara umum Unpad terus mengevaluasi kurikulum serta peraturan etika pendidikan di kampus agar tetap relevan dengan kondisi saat ini.

    “Kami meyakinkan agar masyarakat tetap percaya dengan proses pendidikan di Unpad. Selain itu,  Unpad memiliki Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) untuk kejadian yang terjadi di kampus.

    Karena itu, Unpad mengimbau masyarakat segera melaporkan segala pelanggaran yang terjadi di ranah institusi pendidikan, sehingga dapat kami tindak dengan cepat,” jelas dia yang mewakili pimpinan Universitas Padjadjaran.

     

  • Marak Dokter Cabul, Penyalahgunaan Kekuasaaan hingga Krisis Etika Jadi Faktor

    Marak Dokter Cabul, Penyalahgunaan Kekuasaaan hingga Krisis Etika Jadi Faktor

    loading…

    Priguna Anugrah Pratama dan M Syafril Firdaus. Foto/iNewsTV dan Istimewa

    JAKARTA – Maraknya kasus kekerasan seksual yang terjadi beberapa waktu terakhir menjadi sorotan publik. Pasalnya, sebagian besar terduga pelaku dilakukan oleh pihak yang memiliki latar belakang profesi dokter atau tenaga pendidik di bidang kesehatan.

    Dosen Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM) Edy Meiyanto misalnya, diduga telah melecehkan mahasiswa S-1, S-2, S-3 saat menjalani bimbingan skripsi, tesis, dan disertasi. Peristiwa itu berlangsung di kampus, rumah Edy.

    Kasus kekerasan seksual yang menghebohkan publik juga dilakukan oleh dokter residen anestesi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) FK Unpad, Priguna Anugrah Pratama. Ia diduga telah memperkosa pasien hingga keluarga pasien dengan modus dibius.

    Teranyar, kasus kekerasan seksual dilakukan oleh dokter spesialis obgyn di Garut bernama M Syafril Firdaus. Ia diduga telah melecehkan pasien saat tengah melakukan USG kandungan. Bahkan, ia mengiming-imingi pasien untuk USG gratis via kontak pribadi, sehingga tidak perlu melewati proses administrasi sesampai di klinik.

    Ketua Bidang Dokter Diaspora PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Iqbal Mochtar menilai maraknya kasus kekerasan seksual diakibatkan sejumlah faktor. Salah satunya, pengawasan dan regulasi yang minim.

    “Meski banyak sistem pengawasan sudah ada dalam dunia medis, ternyata dalam praktiknya masih ada celah yang memungkinkan penyimpangan perilaku. Misalnya, tidak ada sistem yang cukup memadai untuk mengidentifikasi atau mencegah potensi pelanggaran etik pada awalnya,” terang Iqbal saat dihubungi, Selasa (15/4/2025).

    Selain itu, Iqbal menilai, dokter kerap melakukan penyalahgunaan kekuasaan. Apalagi, kata dia, masyarakat kerap menghormati dan percaya dengan segala tindakan dokter.

  • Unpad Buka Suara soal Viral Dokter Obgyn Lecehkan Pasien di Garut

    Unpad Buka Suara soal Viral Dokter Obgyn Lecehkan Pasien di Garut

    Jakarta

    Belum selesai kasus kekerasan seks di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS), publik kini gaduh menyoroti pelecehan yang diduga dilakukan dokter obgyn di Garut, Jawa Barat.

    Rekaman CCTV menunjukkan aksi pelecehan dilakukan saat praktik USG ibu hamil.

    Dokter obgyn tersebut viral dinarasikan sengaja kerap menawarkan USG gratis dan dilakukan saat tidak ada pendampingan tenaga kesehatan lain, seperti misalnya bidan. Aksinya terungkap pasca beberapa pasien yang mengaku menjadi korban, melapor ke klinik.

    Hal yang juga menjadi sorotan adalah dugaan lulusan Universitas Padjajaran. Kasusnya tidak lama muncul, pasca residen anestesi FK Unpad Priguna ditahan dan dikenai hukuman penjara 17 tahun, serta sanksi tidak bisa praktik seumur hidup dengan dicabutnya surat tanda registrasi (STR).

    Kepala Kantor Komunikasi Publik Unpad Dandi Supriadi buka suara. Selain menyesalkan laporan tersebut, ia menyampaikan keprihatinan sedalam-dalamnya kepada pihak korban.

    Mewakili pimpinan kampus, Dandi menegaskan Unpad tidak mentolerir semua tindak kekerasan dan pelecehan seksual di lingkup manapun. Kejadian tersebut jelas mencoreng kode etik dan sumpah jabatan profesi kedokteran.

    “Khusus berkaitan dengan terduga pelaku pada kasus di Garut yang videonya telah viral saat ini, hasil penelusuran identitasnya menunjukkan memang benar mengarah ke alumni program spesialis di Fakultas Kedokteran Unpad,” konfirmasi Dandi dalam keterangan tertulis yang diterima detikcom Rabu (16/4/2025).

    “Namun demikian, bila merujuk ke video yang beredar yang tidak secara jelas menunjukkan wajah terduga pelaku, Unpad tidak memastikan hal tersebut dan tetap menunggu hasil penyelidikan resmi dan pembuktian dari pihak kepolisian,” lanjut Dandi.

    Bila pelaku terbukti bersalah, Unpad dalam hal ini tidak memiliki kewenangan lebih lanjut lantaran terjadi di luar ranah institusi pendidikan.

    Karenanya, penegasan sanksi lebih tepat dilakukan oleh kepolisian, institusi rumah sakit, maupun pembinaan lebih lanjut dari organisasi profesi.

    Berkaca pada beberapa kasus yang terjadi belakangan, Unpad memastikan tengah melakukan evaluasi kurikulum serta regulasi etik di lingkup kampus. Dandi juga menyebut Unpad memiliki media pengaduan bila terjadi kekerasan seksual di lingkup kampus.

    “Unpad memiliki Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) untuk kejadian yang terjadi di kampus. Karena itu, Unpad mengimbau masyarakat segera melaporkan segala pelanggaran yang terjadi di ranah institusi pendidikan, sehingga dapat kami tindak dengan cepat,” pungkasnya.

    (naf/kna)

  • Indonesia Darurat Pelecehan Seksual: Tokoh Berpengaruh Diduga Terlibat

    Indonesia Darurat Pelecehan Seksual: Tokoh Berpengaruh Diduga Terlibat

    Jakarta, Beritasatu.com – Gelombang kasus pelecehan seksual yang melibatkan figur publik dan tokoh berpengaruh kembali mencuat dan mengguncang kesadaran kolektif bangsa.

    Dari ruang pendidikan tinggi, institusi keagamaan, hingga sektor layanan publik, sejumlah kasus menunjukkan pola yang serupa, yakni kekuasaan digunakan untuk membungkam, bukan melindungi.

    Nama-nama yang sebelumnya dihormati justru terbukti menyalahgunakan posisi mereka, mengingatkan kita semua bahwa perlindungan terhadap korban harus menjadi prioritas utama.

    Indonesia telah memiliki perangkat hukum seperti Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) dan komitmen perlindungan melalui berbagai konvensi internasional.

    Namun, keberhasilan di tingkat implementasi sangat bergantung pada keberanian, kolaborasi, dan integritas semua elemen bangsa, baik individu, institusi, maupun masyarakat luas. Melansir dari Instaram @lang.bersinergi berikut ulasan lengkapnya!

    Pelecehan Seksual: Wujud Krisis Moral dan Hukum

    Pernyataan “kekuasaan tanpa kontrol hanya akan melahirkan predator yang dilindungi” kini terasa sangat relevan. Kasus-kasus pelecehan yang terungkap justru dari institusi yang semestinya menjunjung tinggi nilai perlindungan, pendidikan, dan keadilan.

    Menurut ahli kriminologi, Dr David Garland, menjelaskan bahwa pelecehan seksual yang dilakukan dalam konteks penyalahgunaan kekuasaan merupakan bentuk kejahatan moral ganda.

    Tidak hanya menyakiti korban secara fisik dan psikis, pelaku juga mengkhianati tanggung jawab moral dari jabatan yang mereka emban. Oleh karena itu, semakin tinggi jabatan seseorang, semakin besar pula konsekuensi hukum yang harus diterima.

    Peran Institusi: Lindungi Korban, Bukan Reputasi

    Sudah saatnya lembaga-lembaga seperti universitas, pesantren, kementerian, dan aparat penegak hukum memperkuat komitmen terhadap perlindungan korban. Tindakan konkret yang perlu dilakukan antara lain:

    Menyediakan saluran pelaporan yang aman bagi korban dan saksi.Mengutamakan perlindungan korban di atas kepentingan nama baik institusi.Menjatuhkan sanksi yang tegas dan tanpa kompromi terhadap pelaku.

    Prinsip dasar yang harus dijunjung tinggi adalah bahwa hukum tidak boleh tumpul ke atas. Setiap pelaku kekerasan seksual, tanpa memandang jabatan atau status sosial, harus ditindak secara adil dan setimpal.

    Keluarga sebagai Pertahanan Pertama

    Data UNICEF menunjukkan bahwa satu dari tiga anak di Indonesia pernah mengalami kekerasan seksual. Dalam situasi ini, orangtua memiliki peran penting sebagai pelindung pertama. Bentuk perlindungan tersebut dapat dimulai dengan:

    Membangun komunikasi yang terbuka dengan anak.Mengajarkan anak mengenai batasan tubuh dan hak atas privasi.Tidak menyerahkan kepercayaan secara buta kepada figur otoritas.Diam Berarti Membiarkan

    Psikolog klinis Dr Rosemarie Tong, mengingatkan bahwa pelecehan seksual berbasis kekuasaan dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap lembaga-lembaga kunci seperti pendidikan, agama, dan hukum.

    Jika kasus-kasus ini terus diabaikan, yang runtuh bukan hanya martabat korban, tetapi juga fondasi moral dan kepercayaan publik.

    Laporan Komnas Perempuan tahun 2022 mengungkap bahwa 60% korban tidak melapor karena takut, takut terhadap posisi pelaku, takut terhadap stigma sosial, dan takut terhadap institusi yang lebih sibuk menjaga reputasi daripada memperjuangkan keadilan.

    Lebih dari Hasrat: Ini Tentang Dominasi dan Impunitas

    Filsuf Michel Foucault pernah menyampaikan bahwa kekuasaan seringkali diwujudkan melalui kendali atas tubuh. Artinya, pelecehan seksual dalam konteks relasi kuasa bukan sekadar persoalan hasrat, tetapi upaya dominasi.

    Ketika sistem hukum gagal memberikan efek jera, pelaku merasa kebal dan bebas melakukan kekerasan serupa terhadap korban lain.

    Fakta yang Menggugah Nurani

    Berikut adalah beberapa kasus pelecehan seksual yang sempat mencuat dan mengguncang publik:

    Prof Edy Meiyanto (UGM): Diberhentikan karena terbukti melakukan pelecehan terhadap mahasiswi.Kasus Pesantren Jombang: Seorang kiai mencabuli belasan santriwati.AKBP Fajar (Kapolres Ngada): Diduga melakukan pelecehan terhadap tiga anak di bawah umur.Dr Priguna Anugrah (PPDS Unpad): Memperkosa anak pasien di rumah sakit.

    Data Komnas Perempuan tahun 2023 juga memperkuat urgensi isu ini, dengan menunjukkan peningkatan signifikan kekerasan seksual berbasis relasi kuasa di sektor pendidikan dan keagamaan.

    Polanya konsisten, yakni pelaku berada di posisi kuasa, korban dalam posisi rentan, dan sistem yang seharusnya menjadi pelindung justru bungkam atau abai.

    Pelecehan seksual bukan hanya pelanggaran terhadap individu, melainkan ancaman terhadap nilai-nilai dasar kehidupan bermasyarakat. Kita tidak bisa lagi berdiam diri.

    Setiap tindakan diam terhadap pelecehan seksual berarti memberi ruang bagi predator untuk terus berkeliaran. Sudah saatnya kita bersatu untuk menyuarakan perubahan, menegakkan keadilan, dan memastikan bahwa korban tidak lagi berjalan sendirian.

  • Gadis Minahasa di Bawah Umur Jadi Korban Kekerasan Seksual Saudara Tiri

    Gadis Minahasa di Bawah Umur Jadi Korban Kekerasan Seksual Saudara Tiri

    Liputan6.com, Manado – – Polsek Mapanget mengamankan seorang pelaku kasus kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur pada Minggu (6/4/2025) lalu. Pelaku berinisial KIT (21), tidak memiliki pekerjaan tetap dan beralamat di Kelurahan Buha, Kecamatan Mapanget, Kota Manado, Sulut.

    Sementara itu, korban pemerkosaan, AVS (14), merupakan warga Desa Popo, Kecamatan Tombariri, Kabupaten Minahasa, Sulut. Diketahui, antara korban dan pelaku merupakan saudara tiri.  

    Berdasarkan informasi yang diperoleh, peristiwa ini terjadi pada Sabtu (5/4/2025), pukul 22.35 Wita, di rumah korban di Kelurahan Buha.

    Kronologi kejadian bermula saat korban dan pelaku, yang pada saat itu hanya berdua di rumah, hendak beristirahat. Saat korban tertidur, pelaku mulai melakukan aksi bejatnya.

    Pelaku mengajak korban ke kamar dan memaksanya berhubungan badan. Korban sempat menolak dan mengancam akan memberitahu ibu mereka, tetapi pelaku tetap melancarkan aksinya.

    Aksi ini akhirnya terbongkar setelah korban melaporkan ke keluarganya. Aparat polisi yang menerima laporan dari keluarga kemudian bergerak cepat mengamankan pelaku.

    “Setelah diamankan, pelaku diserahkan ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Polresta Manado untuk proses hukum lebih lanjut,” ujar Kapolresta Manado Kombes Pol Julianto P Sirait melalui Kasie Humas Iptu Agus Haryono.

    Dia mengatakan, kasus ini menjadi perhatian serius pihak Kepolisian mengingat korban masih di bawah umur, dan adanya hubungan keluarga antara pelaku dan korban.

    “Kami mengimbau masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan dan melaporkan setiap kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak,” ujarnya.