Kasus: kekerasan seksual

  • Kronologi Dugaan Pelecehan Pasien di Malang: Dokter Dinonaktifkan, Korban Tempuh Jalur Hukum – Halaman all

    Kronologi Dugaan Pelecehan Pasien di Malang: Dokter Dinonaktifkan, Korban Tempuh Jalur Hukum – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, MALANG – Kasus dugaan pelecehan seksual oleh dokter berinisial AY di rumah sakit swasta Persada Hospital, Malang, terhadap pasien perempuan asal Bandung, kembali mencuat ke publik. 

    Peristiwa yang terjadi pada September 2022 itu diungkap langsung oleh korban, QAR (31), melalui media sosial dan kini berujung pada upaya pelaporan hukum.

    QAR menceritakan, saat liburan di Malang, ia mengalami sakit dan mendapat perawatan di IGD Persada Hospital.

    Namun, saat menjalani pemeriksaan oleh dokter AY, ia mengaku mendapat perlakuan tidak pantas.

    AY disebut menyentuh bagian sensitif korban dengan dalih pemeriksaan medis dan diduga merekam secara diam-diam menggunakan ponsel.

    Kronologi Dugaan Pelecehan

    Kejadian bermula saat QAR dirawat karena sinusitis dan vertigo berat.

    Di ruang rawat inap, dokter AY masuk kamar, menutup tirai, lalu meminta QAR melepas bra dengan dalih pemeriksaan menggunakan stetoskop.

    QAR merasa makin tidak nyaman ketika AY mengeluarkan ponsel sambil melakukan pemeriksaan fisik dan arah kamera mengarah ke bagian dada.

    “Saya merasa takut dan bingung, tapi tetap mengikuti karena tidak tahu harus berbuat apa.

    Setelah itu saya viralkan pengalaman ini, demi mencegah korban lainnya,” ujar QAR, yang kini sedang mempersiapkan laporan resmi ke pihak berwajib melalui kuasa hukumnya.

     

    Pihak Rumah Sakit dan Kepolisian Bertindak

    Persada Hospital segera menonaktifkan dokter AY sambil menunggu hasil investigasi internal.

    “Kami membentuk tim khusus untuk menyelidiki. Jika terbukti, tindakan tegas akan diambil sesuai hukum dan kode etik,” ujar Sylvia Kitty, Humas Persada Hospital.

    Polresta Malang Kota juga menyatakan siap menerima laporan dari korban.

    “Kami menunggu pelaporan resmi. Begitu masuk, kami akan tindak lanjuti sesuai prosedur,” kata Kasat Reskrim Kompol Muhammad Soleh.

    Wamenkes: Ini Mencederai Sumpah Dokter

    Wakil Menteri Kesehatan RI, Dante Saksono Harbuwono, yang sedang berada di Malang, menanggapi serius dugaan pelecehan ini.

    Menurutnya, tindakan seperti ini mencoreng etika dan sumpah profesi seorang dokter.

    “Ini bukan sekadar pelanggaran etika, tapi juga bentuk pengkhianatan terhadap kepercayaan publik.

    Kami akan telusuri lebih dalam dan jika terbukti, STR dokter yang bersangkutan bisa dicabut seumur hidup,” tegas Dante.

    Langkah Hukum dan Dampak Sosial Kuasa hukum korban, Satria Marwan, mengatakan akan melaporkan kasus ini ke polisi dalam waktu dekat.

     “Kami mengacu pada UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Bukti dan kronologi sudah kami himpun,” ujarnya.

    Kasus ini menyulut keprihatinan masyarakat luas di tengah maraknya isu pelecehan dalam layanan kesehatan.

    Banyak pihak mendesak pemerintah agar memperketat pengawasan dan penerapan sanksi terhadap pelanggaran etika profesi tenaga medis. (Tribun Jatim/Benni Indo)

  • Dokter Syafril Firdaus Bukan Hanya Lakukan Pelecehan Seksual, Tapi Percobaan Pemerkosaan

    Dokter Syafril Firdaus Bukan Hanya Lakukan Pelecehan Seksual, Tapi Percobaan Pemerkosaan

    TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA – Nasib M. Syafril Firdaus atau MS dokter kandungan yang melakukan pelecehan seksual kepada pasien di Kabupaten Garut, Jawa Barat resmi menjadi tersangka.

    MSF dijadikan tersangka setelah lakukan pelecehan kepada pasien ibu hamil.

    Bahkan dia juga sempat berusaha memperkosa seorang pasien.

    Usaha MSF memperkosa seorang pasien terjadi di kamar kosnya pada 24 Maret 2025 malam.

    Wanita berinisial AED (24) yang jadi korban kebejatan MSF melaporkan sang dokter kepada polisi.

    Akibat perbuatannya, MSF dikenai pasal 6 huruf b dan/atau c Jo Pasal 15 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. 

    MSF terancam hukuman penjara maksimal 12 tahun dan/atau denda hingga Rp300 juta.

    “Awalnya, korban berkonsultasi ke klinik tempat tersangka bekerja. Lalu, tersangka memberikan resep obat dan menjadwalkan suntik vaksin gonore,” kata Kapolres Garut AKBP Fajar M Gemilang kepada awak media saat gelar perkara kasus tersebut, Kamis (17/4/2025), dikutip dari TribunJabar.id.

    Fajar menerangkan, tiga hari kemudian MSF mendatangi rumah orangtua korban untuk memberikan suntikan vaksin.

    Saat itu pelaku datang dengan menggunakan ojek online.

    Setelah proses vaksinasi, MSF meminta diantarkan oleh korban ke kos tempat ia tinggal.

    Setibanya di kos milik MSF, korban sempat mencoba memberikan uang sebagai pembayaran vaksin, namun MSF menolak menerima uang tersebut.

    “Saat sampai, korban menyerahkan uang pembayaran vaksin tetapi ditolak oleh tersangka. Tersangka meminta korban menyerahkannya di dalam kos,” jelas Fajar.

    “Kemudian, keduanya masuk. Lalu, tersangka mengunci kamar kos dan melakukan perbuatannya dengan mendorong korban ke kasur,” terang Fajar.

    Fajar mengucapkan, korban berhasil melawan dan melarikan diri dari kamar kos milik MSF.

    Kemudian, korban melapor kepada pihak berwajib dan hingga kini polisi telah memeriksa sepuluh orang saksi.

    Hubungi influencer

    Di sisi lain, Polda Jawa Barat (Jabar) juga telah menghubungi sejumlah influencer yang berkaitan dengan informasi jumlah korban dalam kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh MSF.

    Diketahui, beberapa influencer aktif membagikan informasi tersebut.

    Namun, langkah Polda Jabar belum mendapat tanggapan.

    “Kami menyampaikan kepada seluruh masyarakat untuk bisa menjaga privasi korban, karena di sini ketika dia sudah menjadi korban kekerasan seksual, juga menjadi korban sosial di media sosial,” ujar Kabid Humas Polda Jabar Kombes Hendra Rochmawan kepada wartawan di Mapolres Garut, Kamis (17/4/2025).

    Ia menuturkan proses hukum dalam kasus ini bergantung pada keberanian korban untuk melapor secara resmi.

    Tanpa adanya laporan formal dari korban, penanganan hukum akan menemui hambatan.

    Ia pun mengimbau agar korban segera melapor ke pihak berwenang.

    “Bagi masyarakat yang merasa menjadi korban, kami harap bisa melapor,” ucap Hendra.

    Sementara itu, banyak penggiat media sosial dinilai telah membagikan konten dengan narasi yang berlebihan, bahkan memperkeruh suasana. 

    Beberapa influencer juga disebut membesar-besarkan informasi soal jumlah korban, bahkan mengajak warganet untuk melaporkan kasus tersebut melalui akun mereka.

    “Terkait hal ini, tim kami sudah melakukan profiling dan menghubungi pemilik akun melalui pesan langsung. Unit PPA dan tim siber Polda juga telah mencoba menjalin komunikasi, tapi sampai sekarang belum ada tanggapan atau timbal balik dari mereka,” jelas Hendra.

    Polda Jabar mengingatkan masyarakat untuk bijak dalam bermedia sosial, terutama dalam menyebarkan informasi sensitif seperti kasus kekerasan seksual.

    Sebagai upaya mempermudah pengaduan, Polda Jabar menyediakan layanan hotline bagi masyarakat yang ingin melaporkan kasus serupa melalui nomor 0811-1340-4040.

    “Silakan melaporkan ke hotline tersebut,” ungkapnya. (*)

     

  • Dokter PPDS Bius Pasien? Sepertinya Ada Pelanggaran SOP Obat!

    Dokter PPDS Bius Pasien? Sepertinya Ada Pelanggaran SOP Obat!

    Jakarta, Beritasatu.com – Kasus pemerkosaan yang dilakukan oleh seorang peserta Pendidikan Program Dokter Spesialis (PPDS) Anestesiologi, Priguna Anugerah Pratama (PAP) di RSUP Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, Jawa Barat, diketahui melibatkan penggunaan obat bius.

    Dalam kronologi kejadian, korban diketahui disuntikkan obat bius oleh pelaku. Bahkan, menurut keterangan Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Jawa Barat, Kombes Pol Surawan, hingga hari ini korban masih mengalami efek dari obat bius tersebut.

    “Untuk korban masih ada efek obat bius yang dimasukkan ke tubuh korban, masih pusing, telinganya masih berdenging, masih ada efeknya,” kata Surawan ketika dijumpai di Mapolda Jabar, Kamis (17/4/2025).

    Lantas, selain kode etik, apakah juga ada pelanggaran standar operasional prosedur (SOP) penggunaan obat bius dalam kasus ini? Mengingat dalam tata pelaksanaannya, mengakibatkan terjadinya tindak kekerasan seksual pada pasien sebagai korban.

    Ketua Kolegium Anesthesiologi dan Terapi Intensif Indonesia Reza Sudjud memaparkan, secara SOP, penggunaan obat bius yang termasuk dalam kategori obat-obatan narkotik itu hanya boleh dilakukan oleh Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP).

    “Untuk SOP obat-obatan narkotik itu jelas sekali di SOP rumah sakit, yang bisa mengambil obatnya yakni dokter yang sebagai DPJP,” kata dr. Reza saat konferensi pers Penindakan dan Pendisiplinan Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan, Kamis (17/4/2025).

  • Marak Laporan Kekerasan Seks oleh Dokter, KKI Jawab Kekhawatiran STR Seumur Hidup

    Marak Laporan Kekerasan Seks oleh Dokter, KKI Jawab Kekhawatiran STR Seumur Hidup

    Jakarta

    Surat tanda registrasi (STR) dokter berlaku seumur hidup sejak disahkannya Undang Undang No. 17 Tahun 2023. Hal ini mendadak menjadi sorotan pasca maraknya kasus kekerasan seksual dilakukan oleh oknum dokter.

    Kekhawatiran yang muncul adalah nihilnya pengawasan oleh otoritas terkait etik juga kompetensi dokter sehingga pelaku bisa terus bebas berpraktik. Terlebih, beberapa kasus baru diberikan sanksi tegas berupa pencabutan STR seumur hidup saat viral di publik.

    Muncul pertanyaan di kalangan dokter, apakah lebih baik kebijakan STR dikembalikan menjadi lima tahun sekali?

    Ketua Konsil Kesehatan Indonesia (KKI) drg Arianti Anaya menjawab kekhawatiran tersebut. Peran evaluasi ketat sebelum dokter berpraktik sebetulnya ada di surat izin praktik (SIP). Hingga kini, SIP memang masih diwajibkan untuk diperbarui dalam lima tahun sekali.

    Karenanya, sekalipun dokter memiliki STR seumur hidup, tidak lantas selalu bisa melanjutkan praktik. Untuk mendapatkan SIP, perlu ada uji kompetensi dan pemenuhan satuan kredit profesi SKP untuk mendapatkan SIP.

    “Jadi teman-teman tidak usah khawatir dengan STR seumur hidup ini, karena yang nanti pegangan saat berpraktik adalah SIP. SIP ini pada saat memperpanjang, kita akan meminta masukan dari kolegium, terkait kompetensi, juga etik dokter,” respons drg Arianti dalam konferensi pers di Kantor Konsil Kesehatan Indonesia, Jakarta Selatan, Kamis (17/4/2025).

    “Mereka juga dites apakah buta huruf atau nggak. Tremor atau nggak, nanti laporannya diberikan, dan menentukan apakah yang bersangkutan mungkin SIP diperpanjang, kan juga harus ikut seminar segala macam untuk pemenuhan SKP,” lanjutnya.

    (naf/up)

  • Korban Baru Dokter Kandungan di Garut: Konsultasi Keputihan Berujung Tangan Ditarik ke Dalam Kos – Halaman all

    Korban Baru Dokter Kandungan di Garut: Konsultasi Keputihan Berujung Tangan Ditarik ke Dalam Kos – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Kasus pelecehan seksual yang melibatkan dokter kandungan di Kabupaten Garut, Jawa Barat, Muhammad Syafril Firdaus alias MSF (33), kini mengungkapkan fakta baru. Seorang pasien wanita ibu hamil yang konsultasi penyakit keputihan justru dilecehkan di kamar kos tersangka.

    Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Pol. Hendra Rochmawan, mengungkapkan bahwa ada sejumlah korban lain, salah satunya adalah seorang perempuan berinisial AED (24).

    Menurut keterangan korban saat hendak memeriksa kandungannya kepada MSF.

    Korban diajak suntik vaksin gonore dengan biaya sebesar Rp6.000.000 terkait masalah keputihan.

    Suntik vaksin tersebut dilakukan di luar klinik, tepatnya di rumah orang tua korban.

    “Terlebih dahulu korban menghubungi tersangka untuk berkonsultasi soal keluhan keputihan,” kata Hendra dalam keterangan tertulisnya, Kamis (17/4/2025).

    Usai melakukan suntikan pada 24 Maret 2025 malam, MSF meminta korban untuk mengantarkannya pulang ke kos.

    Tersangka berdalih datang menggunakan ojek online. 

    Setibanya di tempat kos yang berlokasi di kawasan Tarogong Kidul, AED hendak membayar jasa suntikan secara tunai. 

    Namun, tersangka meminta pembayaran dilakukan di dalam kamar dengan alasan malu terlihat orang lain. 

    Di dalam kamar tersebut, kejadian tak terduga pun terjadi. Dokter MSF tiba-tiba menarik tangan korban dan mengunci pintu kos hingga melakukan tindakan asusila. 

    “Diduga melakukan tindakan tidak senonoh terhadap pasiennya di tempat kos tersangka,” ungkap Hendra.

    Pada saat itu MSF melakukan tindakan asusila dengan menciumi dan meraba tubuh korban. 

    Korban berhasil melawan dan melarikan diri dari pelecehan yang dilakukan MSF.

    Pengungkapan Kasus usai Video Viral di Media Sosial

    Kasus ini terungkap setelah sebuah video yang memperlihatkan pelecehan seksual oleh dokter kandungan, MSF, terhadap korban di Klinik Karya Harsa, Garut, Jawa Barat, viral di media sosial.

    Dari video yang beredar, tampak MSF meraba-raba bagian sensitif pasien ibu hamil yang melakukan pemeriksaan Ultrasonografi (USG) di klinik pelaku di Garut, Jawa Barat, pada 2024.

    Setelah korban membuat laporan kepolisian, akhirnya Polres Garut menetapkan dokter kandungan MSF ditetapkan sebagai tersangka pelecehan seksual.

    “Polisi telah memeriksa 10 orang saksi, termasuk keluarga korban, tenaga medis, serta seorang psikolog. Sejumlah barang bukti juga diamankan, di antaranya sebuah flashdisk berisi video viral, memory card, dan pakaian korban.” ujar Hendra.

    Akibat perbuatannya, tersangka MSF dijerat dengan Pasal 6 huruf b dan/atau c jo Pasal 15 ayat (1) huruf b UU RI Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Jika terbukti, MSF terancam hukuman penjara hingga 12 tahun dan/atau denda maksimal Rp300 juta.

    Satu Per Satu Korban Buat Laporan

    Ilustrasi pelecehan (Yonhap News)

    Ternyata, korban tidaklah satu-satunya. Setelah video viral di media sosial, beberapa korban lain mulai berani melapor.

    Sebelumnya, beberapa korban merasa tertekan untuk diam karena rasa malu atau takut, namun eksposur kasus ini memberi mereka keberanian.

    Kepolisian Garut pun membuka posko pengaduan untuk korban lainnya.

    “Posko pengaduan dan hotline juga telah disebar untuk memudahkan warga yang merasa menjadi korban atau memiliki informasi terkait kasus ini,” ujar Kasat Reskrim Polres Garut, AKP Joko Prihatin.

    Bahkan, beberapa korban yang sebelumnya ragu untuk melapor, akhirnya memberanikan diri setelah kasus ini viral.

    “Beberapa pegawai klinik merasa terganggu atau tidak nyaman, dan akhirnya melaporkan kejadian ini ke dokter lainnya. Dari situ kecurigaan muncul, hingga akhirnya kasus ini menjadi viral,” tambah Joko.

     

     

     

     

     

  • Terungkap! Polisi sebut Oknum Dokter Kandungan di Garut Tidak hanya Sekali Melakukan Aksinya!

    Terungkap! Polisi sebut Oknum Dokter Kandungan di Garut Tidak hanya Sekali Melakukan Aksinya!

    JABAR EKSPRES – Kepolisian Daerah Jawa Barat (Polda Jabar) berhasil mengungkap kasus dugaan tindak pidana kekerasan seksual yang melibatkan seorang dokter kandungan kepada pasiennya di Kabupaten Garut.

    Oknum dokter kandungan yang bekerja di salah satu klinik di Kabupaten Garut tersebut, menurut Kabid Humas Polda Jabar Kombes Pol Hendra Rochmawan bahwa tersangka berinisial MSF (30) tidak hanya sekali dalam melakukan aksinya.

    Dalam pernyataannya, Hendra menjelaskan bahwa tersangka MSF (30) nekat kembali melakukan aksinya di sebuah kamar kost yang berada di kawasan Tarogong Kidul, Kabupaten Garut.

    “Untuk korban berinisial AED (24), sebelumnya menghubungi tersangka (MSF) untuk berkonsultasi soal keluhan keputihan,” ucapnya melalui keterangan yang diterima Kamis (17/6).

    BACA JUGA: Korban Pelecehan di Garut Dapat Pendampingan Hukum, IDI Jabar Siap Pecat Oknum Dokter Kandungan!

    Lanjut Hendra, setelah menghubungi untuk berkonsultasi, korban langsung mendapatkan pemeriksaan pada tanggal 22 Maret 2025 di klinik tempat MSF (30) bekerja.

    “Kemudian korban dijadwalkan untuk mendapatkan suntikan vaksin gonore dengan biaya sebesar Rp6.000.000. Namun suntikan tersebut, dilakukan di luar klinik, tepatnya di rumah orang tua korban pada tanggal 24 Maret 2025 malam,” ungkapnya.

    Setelah mendapatkan suntikan vaksin, Hendra mengatakan bahwa tersangka yakni MSF (30) meminta korban untuk mengantarkannya pulang ke sebuah kost-kostan.

    “Karena tersangka ini datang menggunakan ojek online. Nah Setibanya di tempat kos yang berlokasi di kawasan Tarogong Kidul, korban hendak membayar jasa suntikan secara tunai, namun tersangka meminta pembayaran dilakukan di dalam kamar dengan alasan malu terlihat orang lain,” ungkapnya.

    Selanjutnya setelah berada di dalam sebuah kamar kost, Hendra mengatakan, tersangka langsung menarik tangan korban sambil mengunci pintu.

    BACA JUGA: Sayangkan Peristiwa di Garut, Dewan Jabar Desak Perketat Pengawasan Praktek Dokter

    “Kemudian tersangka mulai melakukan tindakan asusila dengan menciumi dan meraba tubuh korban meskipun sudah diperingatkan dan ditolak. Setelah itu  korban akhirnya berhasil melawan dan melarikan diri,” ucapnya.

    Sehingga atas perbuatannya, dalam pengungkapan kasus ini tersangka terancam dijerat dengan dengan Pasal 6 huruf b dan/atau c jo Pasal 15 ayat (1) huruf b UU RI No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dengan ancaman kurungan selama 12 tahun penjara.

  • Dokter Kandungan di Garut Jadi Tersangka, Pernah Cabuli Pasien Lain di Kos, Korban Melawan dan Kabur – Halaman all

    Dokter Kandungan di Garut Jadi Tersangka, Pernah Cabuli Pasien Lain di Kos, Korban Melawan dan Kabur – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Oknum dokter Kandungan M Syafril Firdaus atau MSF telah ditetapkan sebagai tersangka atas kasus pelecehan seksual.

    Namun, Syafril Firdaus bukan menjadi tersangka buntut video yang viral di media sosial.

    Dokter kandungan itu ditetapkan sebagai tersangka karena perbuatan tindak pidana kekerasan seksual kepada pasien lain yang dilakukan di indekosnya pada 24 Maret 2025.

    Ia dilaporkan oleh seorang perempuan berinisial AED (24), yang mendapatkan perlakuan cabul dari pelaku.

    “Awalnya memang korban ini berkonsultasi ke klinik tempat tersangka bekerja, kemudian tersangka memberikan resep obat dan menjadwalkan suntik vaksin gonore,” kata Kapolres Garut, AKBP Fajar M Gemilang saat gelar perkara kasus tersebut, Kamis (17/4/2025), dilansir TribunJabar.id.

    Kemudian, setelah tiga hari, tersangka mendatangi rumah orang tua korban menggunakan ojek online untuk menyuntikkan vaksin tersebut.

    Setelah selesai, Syafril Firdaus meminta korban untuk mengantarkannya ke indekos miliknya.

    “Saat sampai korban menyerahkan uang pembayaran vaksin kemudian ditolak oleh tersangka, tersangka meminta korban menyerahkannya di dalam kos.” 

    “Keduanya kemudian masuk, tersangka lalu mengunci kamar kos dan melakukan perbuatannya dengan mendorong korban ke kasur,” kata Fajar.

    Ketika itu, korban berhasil melawan dan melarikan diri dari kamar indekos tersangka.

    Korban lalu melaporkan kejadian tersebut ke polisi.

    Terancam 12 Tahun Penjara

    Hingga kini, polisi telah memeriksa 10 orang saksi, termasuk korban, orang tua korban, serta tenaga medis yang berkaitan.

    Atas perbuatannya, Syafril Firdaus dijerat dengan Pasal 6 huruf b dan/atau c Jo Pasal 15 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

    “Tersangka terancam hukuman penjara maksimal 12 tahun dan/atau denda hingga Rp300 juta,” ujar Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Pol Hendra Rochmawan, Kamis, dikutip dari TribunJabar.id.

    Sementara itu, terkait video CCTV viral MSF di ruang kerjanya, pihak kepolisian masih melakukan pendalaman.

    “Korban yang ada di dalam video tersebut sudah kami ketahui, identitasnya.”

    “Kami sudah dorong untuk melapor tapi korban menyampaikan akan berkonsultasi dulu dengan keluarganya,” ungkap Kapolres Garut, AKBP Fajar M Gemilang, Kamis.

    Ia menjelaskan, pihaknya menghormati keputusan korban dalam video tersebut apakah nanti akan melapor atau tidak.

    “Korban akan menjadi permasalahan pribadinya jika dibawa ke publik, kami menyadari itu sehingga kami tidak serta merta membawa korban ke ranah proses penyidikan,” jelasnya.

    Sebagai informasi, Syafril Firdaus dihadirkan dalam ekspose perkara yang menjeratnya di Mapolres Garut, Kamis (17/4/2025).

    Tersangka mengenakan baju tahanan berwarna oranye.

    Dengan tangan terborgol, ia digiring polisi tanpa memberikan sepatah kata pun kepada awak media yang menanti.

    Adapun tersangka diketahui sudah praktik sebagai dokter kandungan sejak dua tahun lalu.

    “Dia itu praktik di Garut sejak Januari 2023 sampai Desember 2024 di antara rentang waktu itu (kejadian, red)” kata Kasatreskrim Polres Garut, Kombes Joko Prihatin, Kamis.

    Kombes Joko menuturkan pelaku ditangkap di wilayah Garut saat meluncur dari Jakarta.

    Di samping itu, Polres Garut membuka posko pengaduan bagi korban.

    “Apabila mau mengadukan silakan, Humas juga menyebar hotline atau nomor WA yang bisa dihubungi untuk melaporkan kejadian tersebut,” katanya.

    Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul FAKTA BARU Dokter Cabul di Garut: Bukan Tersangka Kasus CCTV Viral, tapi Percobaan Rudapaksa Pasien

    (Tribunnews.com/Nuryanti/Reynas Abdila) (TribunJabar.id/Sidqi Al Ghifari)

    Berita lain terkait Dokter Lakukan Pelecehan Seksual

  • IDI Tangerang Kecam Pelecehan Seksual Dokter, Rusak Muruah Profesi!

    IDI Tangerang Kecam Pelecehan Seksual Dokter, Rusak Muruah Profesi!

    Tangerang, Beritasatu.com – Ikatan Dokter Indonesia (IDI) cabang Tangerang mengecam keras tindakan pelecehan dan kekerasan seksual yang dilakukan oleh oknum dokter di Garut dan Bandung, Jawa Barat.

    Menurut Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) cabang Tangerang Mohamad Rifki, tindakan tersebut tidak hanya merusak muruah dan etika profesi kedokteran, tetapi juga melanggar hukum yang berlaku di Indonesia.

    “Ada etika yang dilanggar dalam masalah ini. Tentunya kami menyayangkan itu karena di organisasi profesi ini kita sangat menjunjung tinggi etika,” ujar Rifki, Kamis (17/4/2025).

    Rifki menjelaskan, ada tiga prinsip utama dalam dunia kedokteran, yaitu etika, disiplin, dan kepatuhan terhadap regulasi, yang mencakup kompetensi dan kepatuhan terhadap hukum yang berlaku.

    “Sama juga dengan profesi yang lain. Kita tidak bisa menyamaratakan secara personal. Di kedokteran sendiri sebenarnya kita mempunyai tiga prinsip untuk seorang dokter,” bebernya.

    Rifki menegaskan pelanggaran disiplin dan hukum juga terjadi di profesi lain. Namun, jika tindakan tersebut sudah masuk ranah kriminal, seperti pelecehan seksual yang dilakukan dokter, maka akan langsung berurusan dengan regulasi hukum.

    IDI secara tegas menyatakan tidak akan membela dokter yang terlibat dalam kasus pelecehan seksial seperti yang terjadi di Garut dan Bandung, Jawa Barat.

    “Kita tidak akan membela oknum dokter yang terlibat karena ini sudah tindakan kriminal,” tegas Rifki mengenai kasus pelecehan seksual yang dilakukan oknum dokter.

  • Jadi Tersangka, Dokter Kandungan di Garut yang Cabuli Pasiennya Terancam 12 Tahun Penjara – Halaman all

    Jadi Tersangka, Dokter Kandungan di Garut yang Cabuli Pasiennya Terancam 12 Tahun Penjara – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Oknum dokter kandungan di Garut, Jawa Barat (Jabar) bernama M Syafril Firdaus alias MSF (33), yang viral saat mencabuli pasiennya, kini akhirnya telah ditetapkan sebagai tersangka kasus pelecehan seksual.

    Baru-baru ini, publik dibuat geram dengan video CCTV viral yang memperlihatkan MSF melecehkan seorang ibu hamil saat pemeriksaan USG.

    Namun, MSF ditetapkan sebagai tersangka bukan terkait kasus video viral itu, melainkan dalam kasus serupa namun dengan korban yang lain.

    Kasus yang membuat MSF dijadikan tersangka tersebut adalah perbuatan tindak pidana kekerasan seksual kepada pasien lain yang dilakukan di kos pelaku pada 24 Maret 2025 malam.

    Pasien yang melaporkan MSF atas tindak pidana kekerasan seksual itu yakni seorang wanita berinisial AED (24).

    Kejadian kekerasan seksual yang dialami AED bermula saat korban berkonsultasi masalah kesehatan di sebuah klinik di Garut tempat MSF bekerja.

    “Awalnya memang korban ini berkonsultasi ke klinik tempat tersangka bekerja, kemudian tersangka memberikan resep obat dan menjadwalkan suntik vaksin gonore,” kata Kapolres Garut AKBP Fajar M Gemilang dalam konferensi pers, Kamis (17/4/2025), dilansir TribunJabar.id.

    Setelah tiga hari, tersangka MSF dengan menggunakan layanan ojek online, mendatangi rumah orang tua korban untuk menyuntikkan vaksin tersebut menggunakan ojek online.

    Setelah selesai, MSF meminta korban untuk mengantarkannya ke indekos miliknya.

    “Saat sampai korban menyerahkan uang pembayaran vaksin kemudian ditolak oleh tersangka, tersangka meminta korban menyerahkannya di dalam kos,” ungkap Fajar.

    “Keduanya kemudian masuk, tersangka lalu mengunci kamar kos dan melakukan perbuatannya dengan mendorong korban ke kasur,” lanjutnya.

    Tersangka lalu mulai melakukan perbuatan asusila terhadap korban.

    Korban yang dilecehkan MSF, akhirnya berhasil melawan dan melarikan diri dari kamar kos tersangka.

    AED kemudian melaporkan kejadian tersebut ke polisi. Sejauh ini, pihak kepolisian telah memeriksa 10 orang.

    Pengakuan Tersangka

    Menurut pengakuan tersangka MSF, ia telah melakukan aksi tak senonoh itu sebanyak 4 kali.

    Fajar pun mengimbau kepada korban lain untuk segera melapor ke pihak kepolisian agar hukuman yang dijatuhkan kepada tersangka bisa maksimal.

    “Dari hasil pemeriksaan sementara, pelaku hanya mengakui sekitar 4 kali,” ujar Fajar dalam konferensi pers, Kamis, dikutip dari YouTube KOMPASTV.

    “Namun kami masih mendalami, tentu dengan berjalannya waktu dan nanti korban-korban yang akan melaporkan, tentu kami akan memeriksa kembali berapa korban yang memang telah mendapatkan perlakuan kekerasan seksual ini baik di tempat fasilitas kesehatan maupun di luar fasilitas kesehatan,” sambungnya.

    Adapun terkait pasien ibu hamil, korban pelecehan seksual oleh MSF dalam video CCTV viral, hingga kini belum membuat laporan resmi ke polisi, hanya sebatas memberikan kesaksian saja.

    “Korban yang ada di dalam video tersebut sudah kami ketahui, identitasnya. Kami sudah dorong untuk melapor tapi korban menyampaikan akan berkonsultasi dulu dengan keluarganya,” jelas Fajar.

    Meski begitu, Fajar mengaku bahwa pihaknya saat ini menghormati keputusan korban dalam video tersebut apakah nanti akan melapor atau tidak.

    “Korban akan menjadi permasalahan pribadinya jika dibawa ke publik, kami menyadari itu sehingga kami tidak serta merta membawa korban ke ranah proses penyidikan,” terangnya.

    Atas perbuatan bejatnya, tersangka MSF dijerat dengan Pasal 6 huruf b dan/atau c Jo Pasal 15 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. 

    MSF terancam hukuman penjara maksimal 12 tahun dan/atau denda hingga Rp 300 juta.

    Terekam CCTV

    Sebelumnya, viral video rekaman CCTV sebuah klinik di Garut yang merekam aksi bejat MSF terhadap pasiennya.

    Dalam video viral itu, tampak MSF yang mengenakan baju batik lengan panjang dan celana panjang hitam sedang memeriksa ibu hamil di dalam sebuah ruangan kecil.

    Pasien tersebut tengah melakukan pemeriksaan USG di bagian perut.

    Tetapi, saat melakukan USG, Syafril justru berbuat hal tak senonoh terhadap pasiennya yang sedang hamil tersebut.

    Terlihat tangan kanan Syafril memegang alat USG, sedangkan tangan kirinya itu masuk ke bagian dalam baju pasien.

    Syafril tampak memasukkan tangan kirinya hingga ke bagian sensitif pasien.

    Pada video itu juga terlihat bahwa sang pasien tidak nyaman atas perilaku Syafril.

    Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul FAKTA BARU Dokter Cabul di Garut: Bukan Tersangka Kasus CCTV Viral, tapi Percobaan Rudapaksa Pasien

    (Tribunnews.com/Nina Yuniar) (TribunJabar.id/Sidqi Al Ghifari)

  • Polisi Bakal Gelar Rekonstruksi Dugaan Kekerasan Seksual Dokter PPDS Unpad di RSHS Bandung

    Polisi Bakal Gelar Rekonstruksi Dugaan Kekerasan Seksual Dokter PPDS Unpad di RSHS Bandung

    Kabid Humas Polda Jawa Barat, Kombes Pol Hendra Rochmawan mengatakan kasus tersebut terungkap setelah korban berinisial FH (21) melapor ke pihak kepolisian pada 18 Maret 2025.

    Tersangka yang sedang mengambil spesialisasi dokter anestesi diduga memperdaya korban dengan dalih akan mengambil darahnya untuk transfusi. Tersangka pun membawa korban dari ruang IGD ke ruang 711 Gedung MCHC RSHS sekitar pukul 01.00 dini hari. Tersangka juga melarang adik korban untuk ikut.

    “Sesampainya di ruang 711, tersangka meminta korban mengganti pakaian dengan baju operasi dan melepas pakaian dalamnya. PAP kemudian melakukan pengambilan darah dengan sekitar 15 kali tusukan, lalu menyuntikkan cairan bening ke infus yang membuat korban pusing dan tak sadarkan diri,” kata Hendra dalam keterangan tertulis, dikutip pada Jumat, 11 April 2025.

    Sekitar pukul 04.00 WIB, korban baru sadar dan merasakan sakit pada bagian sensitifnya. Kemudian, korban melaporkan kejadian tersebut ke kepolisian.

    Saat ini, polisi telah memeriksa 11 saksi dan mengamankan sejumlah barang bukti, termasuk peralatan medis, obat-obatan seperti Propofol, Midazolam, Fentanyl, rekaman CCTV, pakaian korban, dan satu buah alat kontrasepsi.

    “Kasus ini masih dalam penanganan lebih lanjut oleh pihak kepolisian. Polda Jabar menegaskan komitmennya dalam menangani kasus kekerasan seksual dengan serius dan transparan,” ucap Hendra.

     

    Penulis: Arby Salim