Kasus: kekerasan seksual

  • Kuasa Hukum Korban Pelecehan Dokter di Malang Ajak Korban Lain untuk Lapor Polisi – Halaman all

    Kuasa Hukum Korban Pelecehan Dokter di Malang Ajak Korban Lain untuk Lapor Polisi – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Penasehat hukum salah satu terduga korban pelecehan dokter AY di Malang, Jawa Timur mengajak korban lain untuk segera melapor ke Polresta Malang Kota.

    Pria bernama Satria Marwan tersebut merupakan penasehat hukum dari korban berinisial QAR, wanita asal Bandung, Jawa Barat.

    Ia berharap, kasus ini pelecehan seksual ini bisa terungkap sejelas-jelasnya.

    Terlebih, sudah ada korban lain yang melapor.

    Diketahui, QAR melapor pada Jumat (18/4/2025), dan satu korban lain berinisial A melapor Selasa (22/4/2025) kemarin.

    Mengutip Suryamalang, Satria Marwan menuturkan, QAR alami pelecehan pada 2022, sedangkan A alami kasus yang sama pada 2023.

    “Kasus ini perlu untuk segera terungkap. Selain demi rasa keadilan bagi korban, juga dapat dijadikan contoh bagi masyarakat luas, bahwa tidak ada tempat untuk bersembunyi bagi para pelaku kekerasan seksual,” terangnya.

    Dengan adanya dua laporan tersebut, pihaknya menganggap bahwa tingkat urgensi kasus ini harus segera diungkap.

    Ia juga mengimbau kepada korban lainnya yang merasa dilecehkan oleh dokter AY untuk berani lapor polisi.

    “Untuk korban lain, bisa segera membuat laporan polisi. Hal ini dapat memutus mata rantai kekerasan seksual yang dilakukan dokter AY,” pungkasnya.

    Diwartakan sebelumnya, baru-baru ini Kasi Humas Polresta Malang Kota, Ipda Yudi Risdiyanto mengatakan, saat ini pihaknya masih melakukan penyelidikan terkait laporan dari masing-masing korban.

    “Karena laporan keduanya telah keluar LP, maka saat ini masih kami selidiki sesuai laporan masing-masing tersebut,” kata Kasi Humas Polresta Malang Kota, Ipda Yudi Risdiyanto.

    Mengutip Suryamalang.com, sejauh ini, pihak kepolisian masih mendalami keterangan dari korban QAR dan seorang saksi teman korban Y serta pegawai rumah sakit, AK.

    Sementara AY selaku terlapor masih belum dipanggil untuk diperiksa dan dimintai keterangan.

    “Untuk sementara, belum ada tambahan saksi yang diperiksa.”

    “Kami masih menunggu hasil analisis dan barang bukti lain terkait kejadian dugaan pelecehan seksual tersebut,” ujar Yudi.

    Ia menuturkan, AY akan dipanggil apabila semua keterangan dan bukti-bukti lain telah lengkap.

    “Saat ini, anggota Satreskrim telah bergerak cepat mengumpulkan sebanyak-banyaknya keterangan saksi serta bukti-bukti lain. Apabila semuanya sudah lengkap, baru kami memanggil AY untuk diperiksa dan dimintai keterangan,” ujar Yudi.

    (Tribunnews.com, Muhammad Renald Shiftanto)(Suryamalang.com, Kukuh Kurniawan)

  • Walid Real Version! Pimpinan Ponpes di Lombok Barat Cabuli 20 Santriwati dengan Modus ‘Sucikan Rahim’

    Walid Real Version! Pimpinan Ponpes di Lombok Barat Cabuli 20 Santriwati dengan Modus ‘Sucikan Rahim’

    GELORA.CO – Seorang oknum pimpinan yayasan pondok pesantren (Ponpes) di Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), berinisial AF, dilaporkan ke polisi atas dugaan kekerasan seksual terhadap puluhan santriwatinya. Modus pelaku dalam melancarkan aksi bejatnya adalah dengan menjanjikan “pensucian rahim” kepada para korban.

    Perwakilan Koalisi Stop Anti Kekerasan Seksual NTB, Joko Jumadi, mengungkapkan bahwa aksi kekerasan seksual tersebut dilakukan AF di sebuah ruangan pada malam hari. “Kelak santriwati tersebut dijanjikan akan melahirkan anak yang menjadi seorang wali,” ujar Joko, Senin (21/4/2025), seperti dilansir TribunLombok.com.

    Joko memaparkan bahwa kekerasan seksual yang dialami para santriwati ini telah terjadi dalam kurun waktu yang cukup lama, yakni sejak tahun 2016 hingga 2023. “Korban (kini) sudah menjadi alumni,” sebut Joko.

    Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Mataram itu juga menyampaikan bahwa hingga saat ini, sudah ada 20 santriwati yang mengaku menjadi korban. Namun, baru 7 korban yang telah menjalani pemeriksaan dan membuat laporan resmi ke pihak kepolisian.

    Dari puluhan korban tersebut, sebagian di antaranya bahkan telah disetubuhi, sementara sebagian lainnya mengalami pencabulan. “Artinya yang dicabuli ini tidak mau untuk disetubuhi,” jelas Joko.

    Terungkapnya kasus ini bermula setelah sejumlah santriwati korban menonton serial drama Malaysia berjudul “Bidah” dengan tokoh fiktif bernama Walid Muhammad Mahdi Ilman alias Walid. Karakter Walid dalam drama tersebut digambarkan sebagai pemimpin sekte sesat yang mengaku sebagai Imam Mahdi dan memperdaya serta menyetubuhi pengikutnya dengan dalih agama.

    “Karena film Walid ini mereka berani untuk speak up (berbicara),” ungkap Joko. Kesamaan antara karakter Walid dan pengalaman yang mereka alami di ponpes yang dipimpin AF inilah yang akhirnya mendorong para santriwati untuk melaporkan aksi bejat tersebut ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polresta Mataram.

    Pihak ponpes sendiri telah mengambil tindakan tegas dengan memberhentikan AF dari jabatannya sebagai pimpinan yayasan. “Berita baiknya ponpes cukup kooperatif, setelah mendapatkan informasi ponpes memberhentikan yang bersangkutan sebagai ketua yayasan,” ujar Joko.

    Saat ini, pihak kepolisian telah memeriksa beberapa orang saksi korban dan melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP). Sementara itu, Koalisi Stop Anti Kekerasan Seksual NTB fokus pada upaya pemulihan psikologis para korban. (*)

  • KemenHAM Pastikan Hak Priguna Sebagai Tersangka Rudapaksa Tetap Terpenuhi!

    KemenHAM Pastikan Hak Priguna Sebagai Tersangka Rudapaksa Tetap Terpenuhi!

    JABAR EKSPRES – Kementerian Hak Asasi Manusia (HAM) melalui Kantor Wilayah Jawa Barat (Kanwil Jabar), meninjau Priguna Anugerah Pratama (PAP), tersangka kasus rudakpaksa, di Mapolda Jabar, Jalan Soekarnohatta, Kota Bandung, Rabu (23/4).

    Dalam tinjauannya, Kepala Kanwil Kementerian HAM Jawa Barat, Hasbullah menyampaikan, pihaknnya hanya ingin memastikan bahwa hak Priguna tetap terpenuhi, meski kini sudah menjadi tersangka dan mendekap di Mapolda Jabar.

    “Jadi Kami hanya ingin memastikan bahwa hak-hak tersangka itu tetap dipenuhi oleh proses penegakan hukum,” ujarnya saat ditemui di lokasi.

    Selain meninjau hak tersangka, Hasbullah juga menyebut pihaknya ingin melihat kondisi Priguna. Ia mengungkapkan, Dokter Residen itu berada dalam kondisi cukup baik.

    BACA JUGA: Kasus Dokter Residen RSHS, Polda Jabar Mulai Koordinasi dengan Kejaksaan

    “Tadi kami berdiskusi lebih dari dua jam. Beliau mengungkapkan berbagai hal, dan suasana diskusinya santai, bahkan diselingi tawa,” ujarnya.

    Lebih lanjut Hasbullah menuturkan, pihaknnya akan terus mengawal kasus ini, khususnya dari segi hak tersangka. Sebab hal ini sesuai dengan arahan Menteri HAM.

    “Minimal ada standar perlakuan yang harus tetap dijaga. Seorang tersangka tetap harus dilindungi hak-haknya. Misalnya, tidak boleh ada kekerasan, hak untuk berkomunikasi dengan keluarga, hak untuk didampingi kuasa hukum, dan proses hukum yang cepat dan adil. Tentu standar-standar itu yang ingin kami pastikan (saat ini),” pungkasnya.

    Untuk diketahui, Priguna Anugerah Pratama (PAP) yang merupakan Dokter Residen Spesialis Anastesi di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, kini tengah terjerat kasus rudapaksa.

    BACA JUGA: Update Kasus Dokter Residen RSHS, 17 Saksi telah Diperiksa

    Dalam kasusnya, Priguna tega melakukan aksi bejat kepada salah seorang wanita yang merupakan pendamping pasien di RSHS Bandung.

    Dengan tindakan bejatnya itu, Priguna terpaksa harus mendekam di Mapolda Jabar dan dijadikan tersangka dengan ancaman pasal 6 c undang-undang nomor 12 tahun 2022 tentang tindak pidana kekerasan seksual dengan kurungan penjara paling lama 12 tahun.(San)

  • Buka-bukaan Obgyn Wanita soal Alasan Lebih Banyak Pria Jadi Dokter Kandungan

    Buka-bukaan Obgyn Wanita soal Alasan Lebih Banyak Pria Jadi Dokter Kandungan

    Jakarta

    Meski belakangan mulai banyak wanita menjadi dokter obstetri-gynekologi (obgyn), profesi ini sejak lama identik dengan dominasi kaum pria. Menjadi pertanyaan sejuta umat, kenapa profesi dokter kandungan-kebidanan justru kurang populer di kalangan wanita?

    Sebagai obgyn wanita, dr Fita Maulina, SpOG yang berpraktik di Siloam Hospital tak menampik tantangan besar dihadapi sebagai perempuan saat menjadi dokter kandungan. Salah satu yang ia soroti adalah hampir sebagian besar profesi obgyn berhubungan dengan pembedahan. Tak jarang, ia juga harus menghabiskan waktu lebih lama untuk praktik.

    “Sehingga memang bila mengingat kodrat perempuan yang harus membagi waktu dengan keluarga dan mengurus anak, maka seringkali menjadi pertimbangan para dokter-dokter umum dalam memilih kejuruan spesialisasi,” tutur dr Fita saat dihubungi detikcom Rabu (23/4/2025).

    “Misal pada kasus obstetri (kehamilan) sebagai dokter kandungan, tidak kenal waktu bila sedang bekerja, artinya memang bisa kapan saja harus siap dipanggil atau pergi ke rumah sakit untuk menolong persalinan,” tandasnya.

    Menyikapi kasus kekerasan seksual yang belakangan marak, dr Fita berpesan agar masyarakat tidak perlu khawatir untuk melanjutkan konsultasi maupun pengobatan ke obgyn, terlebih saat tidak tersedia obgyn pria.

    Ada sejumlah hal yang wajib diketahui pasien maupun suami pasien saat mendatangi dokter seperti berikut:

    1. Tidak perlu USG dengan 2 tangan

    Dokter obgyn menurutnya tidak perlu selalu menggunakan dua tangan saat USG lantaran alat yang dipakai yakni probe sudah bisa mendeteksi dan mengikuti pergerakan janin.

    “Tanpa harus tangan yang lain memposisikan atau memfiksasi membuat janinnya lebih diam, ataupun rahimnya lebih mudah terlihat,” tutur dr Fita.

    2. Punya kode etik

    Kode etik membuat dokter obgyn pria maupun wanita tidak bisa sembarangan melakukan USG, terlebih melakukan pemeriksaan USG pada mereka yang belum menikah.

    “Kalau memang belum pernah berhubungan, dokter tidak akan melakukan USG pada lubang kelamin, tetapi kami akan melakukan melalui perut atau menanyakan apakah bersedia melakukan USG melalui saluran pembuangan atau transrektal. Apabila bersedia, maka itu akan dilakukan,” lanjutnya.

    USG transrektal disebutnya akan lebih mampu menunjukkan visual organ rahim. Sama seperti USG transvaginal.

    3. Pemeriksaan dalam

    Pemeriksaan dalam ditegaskan dr Fita tidak pernah dilakukan dalam waktu lama, rata-rata maksimal 30 detik. “Dokter juga tidak ada manuver keluar masuk jari di lubang kemaluan pasiennya dan pemeriksaan dalam dilakukan di usia 37 minggu ke atas yaitu di saat usia kehamilannya sudah cukup bulan,” pungkas dia.

    (naf/kna)

  • Tanggapi Kasus Kekerasan Seksual oleh Tenaga Kesehatan Menkes : Yang baik Tertutupi Ulah Oknum – Halaman all

    Tanggapi Kasus Kekerasan Seksual oleh Tenaga Kesehatan Menkes : Yang baik Tertutupi Ulah Oknum – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin tegaskan kasus dugaan pelecehan seksual oleh oknum dokter tidak boleh mengaburkan dedikasi dan integritas dokter lain yang selama ini bekerja dengan profesionalisme tinggi.

    “Kita memiliki hampir 300 ribu dokter di Indonesia. Jangan sampai tindakan segelintir oknum merusak kepercayaan masyarakat terhadap profesi dokter secara keseluruhan,” ujar Menkes Budi dalam keterangan persnya, Selasa (22/4/2025). 

    Ia menekankan pentingnya sikap adil dan proporsional dalam menyikapi kasus tersebut.

    “Dokter-dokter baik jumlahnya jauh lebih banyak. Jangan sampai yang baik-baik ini tertutup oleh ulah oknum yang ngaco,” tegasnya.

    Menkes juga mengakui bahwa sistem pengawasan dan penegakan etik dalam dunia medis selama ini masih memiliki kelemahan, terutama dalam aspek transparansi dan ketegasan sanksi.

    “Ketika sistem tidak transparan dan tidak tegas, oknum merasa bebas berbuat tanpa pengawasan. Akibatnya terungkap, dan kepercayaan masyarakat pun terganggu,” imbuhnya.

    Pemerintah berkomitmen untuk memperkuat sistem pengawasan profesi medis melalui implementasi Undang-Undang Kesehatan yang baru. 

    UU ini memberikan kewenangan yang lebih kuat bagi pemerintah untuk mengidentifikasi dan memberikan sanksi tegas kepada pelaku pelanggaran etik, tanpa pengecualian.

    Salah satu langkah konkret adalah pencatatan rekam jejak pelaku dan pendistribusian data tersebut ke seluruh fasilitas pelayanan kesehatan dan dinas kesehatan daerah. 

    Dengan demikian, tindakan pencegahan dapat dilakukan secara sistematis dan lebih cepat.

    “Langkah ini penting agar kita bisa melindungi mayoritas dokter yang selama ini bekerja dengan benar, profesional, dan penuh tanggung jawab,” jelas Budi

     

  • Update Pencabulan Santriwati di Lombok: Gubernur NTB Temui Korban, Pimpinan Ponpes Dipecat – Halaman all

    Update Pencabulan Santriwati di Lombok: Gubernur NTB Temui Korban, Pimpinan Ponpes Dipecat – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Sebanyak 9 santriwati di Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB) mengaku dicabuli pimpinan pondok pesanteren berinisial AF.

    Kasus pencabulan terjadi dalam rentang waktu 2016 hingga 2023 dan kini para korban telah lulus.

    Perwakilan Koalisi Stop Anti Kekerasan Seksual NTB, Joko Jumadi, menyatakan para korban yang masih di bawah umur melapor ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polresta Mataram.

    “Hari ini kami memproses perlindungan ke LPSK dan permohonan restitusi sebagai hak dari korban, ini kita sedang siapkan berkasnya bersama korban,” bebernya.

    Ia telah berkomunikasi dengan Gubernur NTB, Lalu Muhamad Iqbal yang memberi atensi pada kasus ini.

    “Semua kita akan coba tracing, baik yang masih mondok maupun yang sudah keluar, harus kita bantu,” sambungnya.

    Gubernur NTB akan menemui para korban dan meminta bantuan Lembaga Perlindungan Anak (LPA).

    “Iya, Pak Gubernur sudah telepon saya meminta supaya komunikasi dengan dinas teknis, UPTD, dan Kabupaten Lombok Barat,” tuturnya.

    Joko berjanji akan menjaga kerahasiaan identitas para korban yang mengalami trauma atas tindakan pelaku.

    Menurut Joko, Gubernur NTB tak perlu menutup ponpes lantaran tindakan pencabulan dilakukan oleh oknum.

    “Yang bersangkutan (pelaku) juga sudah dikeluarkan dari ponpes,” lanjutnya.

    Modus Pelaku

    Para korban berani melapor setelah menonton serial drama Malaysia berjudul ‘Bidaah’ dengan tokoh fiktif Walid.

    Korban menilai tindakan AF seperti tokoh Walid yang digambarkan sebagai pemimpin kelompok aliran sesat.

    Joko Jumadi mengatakan modus yang digunakan pelaku yakni menjanjikan dapat membuat suci rahim korban.

    “Kelak santriwati tersebut dijanjikan akan melahirkan anak yang menjadi seorang wali,” imbuhnya.

    Menurutnya, sebagaian korban dirudapaksa dan sebagian mengalami pencabulan.

    “Artinya yang dicabuli ini tidak mau untuk disetubuhi,” terangnya.

    Pihak ponpes yang mendegar adanya laporan kasus pencabulan meminta klarifikasi ke korban.

    Sejumlah saksi telah diperiksa dan penyidik telah melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP). 

    Kata Kemenag NTB

    Sementara itu, Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Agama (Kemenag) NTB, H Zamroni Aziz, mengaku akan mencabut izin ponpes yang melakukan tindak kekerasan seksual ke santriwati.

    “Kami akan tindak tegas sesuai dengan regulasi yang ada.” 

    “Kita minta APH (Aparat Penegak Hukum) tindak tegas yang bersangkutan (terduga pelaku AF),” paparnya.

    Ia menjelaskan Kemenag NTB tidak dapat mengintervensi ponpes karena termasuk lembaga swasta.

    “Tentu juga punya batasan bisa masuk dalam pengelolaan ponpes. Hanya bisa kita tekan lewat kurikulum pembelajaran,” bebernya.

    Evaluasi terhadap ponpes di Lombok Barat tersebut akan segera dilakukan.

    Kemenang NTB juga membentuk Satgas pencegahan dan penanganan kekerasan seksual (PPKS) di setiap kabupaten atau kota.

    Sebagian artikel telah tayang di TribunLombok.com dengan judul Usai Nonton Serial Drama Walid, 7 Santriwati di Lombok Laporkan Oknum Pimpinan Ponpes ke Polisi

    (Tribunnews.com/Mohay) (TribunLombok.com/Robby Firmansyah)

  • Rektor UI Berhentikan Dokter Residen yang Rekam Mahasiswi Mandi

    Rektor UI Berhentikan Dokter Residen yang Rekam Mahasiswi Mandi

    Jakarta

    Rektor Universitas Indonesia (UI) Heri Hermansyah menyebut pihaknya telah mengeluarkan peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Muhammad Azwindar Eka (MAE), tersangka pelaku kekerasan seksual yang dilaporkan mengintip dan merekam seorang mahasiswi saat mandi.

    Kejadian tersebut terjadi di indekos, tempat MAE juga tinggal. Pemberhentian MAE sebagai PPDS berlaku sejak Senin (21/4/2025).

    “Universitas Indonesia melakukan tindakan cepat. Kita berikan sanksi yang tegas. Senin kemarin. Senin kemarin sudah kita lakukan tindakan, kita berhentikan,” beber dia kepada wartawan, Rabu (23/4/2025).

    UI juga sudah memiliki Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS), tindak lanjut dari implementasi Peraturan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nomor 55 Tahun 2024.

    “Jadi mereka sudah terbentuk dan bekerja seperti biasa. Dan kita support penuh,” lanjutnya.

    Pihak kampus disebut berkomitmen untuk menjaga lingkungan pendidikan bersih dari tindak kasus kekerasan maupun pelecehan seksual.

    Muhammad Azwindar Eka Satria (39), peserta PPDS di UI yang diduga merekam seorang mahasiswi mandi di Jakarta Pusat, resmi ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan.

    Tersangka Azwindar ditampilkan dalam konferensi pers di Polres Metro Jakarta Pusat, Senin (21/4/2025). Saat ditampilkan, Azwindar sudah mengenakan baju tahanan berwarna oranye dengan tangan terborgol.

    Azwindar pun terlihat hanya bisa tertunduk lesu saat diminta berdiri di tengah-tengah saat konferensi pers berlangsung. Wajahnya ditutup dengan menggunakan masker berwarna hitam.

    “Selanjutnya melaksanakan gelar perkara dan terhadap terlapor telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan mulai tanggal 17 April 2025,” kata Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Susatyo Purnomo Condro, dikutip dari detikNews.

    (naf/kna)

  • Update Pencabulan Santriwati di Lombok: Gubernur NTB Temui Korban, Pimpinan Ponpes Dipecat – Halaman all

    Modus Pimpinan Ponpes di NTB Cabuli Santriwati, Korban Berani Lapor seusai Nonton Film Walid – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Seorang pimpinan pondok pesantren di Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB) berinisial AF diduga mencabuli para santriwatinya.

    Para korban berani melapor setelah menonton serial drama Malaysia berjudul ‘Bidaah’ dengan tokoh fiktif Walid.

    Korban menilai tindakan AF seperti tokoh Walid yang digambarkan sebagai pemimpin kelompok aliran sesat.

    Perwakilan Koalisi Stop Anti Kekerasan Seksual NTB, Joko Jumadi, mengatakan kasus ini telah dilaporkan ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polresta Mataram.

    Para korban mengalami pencabulan sejak tahun 2016 hingga 2023.

    “Korban (kini) sudah menjadi alumni,” ujarnya, Senin (21/4/2025), dikutip dari TribunLombok.com.

    Ia menambahkan ada 20 santriwati yang mengaku dicabuli AF.

    “Karena film Walid ini mereka berani untuk speak up (berbicara),” lanjutnya.

    Modus yang digunakan pelaku yakni menjanjikan dapat membuat suci rahim korban.

    “Kelak santriwati tersebut dijanjikan akan melahirkan anak yang menjadi seorang wali,” imbuhnya.

    Menurutnya, sebagaian korban dirudapaksa dan sebagian mengalami pencabulan.

    “Artinya yang dicabuli ini tidak mau untuk disetubuhi,” terangnya.

    Pihak ponpes yang mendegar adanya laporan kasus pencabulan meminta klarifikasi ke korban.

    “Berita baiknya ponpes cukup koperatif, setelah mendapatkan informasi ponpes memberhentikan yang bersangkutan sebagai ketua yayasan,” terangnya.

    Sejumlah saksi telah diperiksa dan penyidik telah melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP). 

    Sementara itu, Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Agama (Kemenag) NTB, H Zamroni Aziz, mengaku akan mencabut izin ponpes yang melakukan tindak kekerasan seksual ke santriwati.

    “Kami akan tindak tegas sesuai dengan regulasi yang ada.” 

    “Kita minta APH (Aparat Penegak Hukum) tindak tegas yang bersangkutan (terduga pelaku AF),” paparnya.

    Ia menjelaskan Kemenag NTB tidak dapat mengintervensi ponpes karena termasuk lembaga swasta.

    “Tentu juga punya batasan bisa masuk dalam pengelolaan ponpes. Hanya bisa kita tekan lewat kurikulum pembelajaran,” bebernya.

    Evaluasi terhadap ponpes di Lombok Barat tersebut akan segera dilakukan.

    Kemenang NTB juga membentuk Satgas pencegahan dan penanganan kekerasan seksual (PPKS) di setiap kabupaten atau kota.

    Sebagian artikel telah tayang di TribunLombok.com dengan judul Usai Nonton Serial Drama Walid, 7 Santriwati di Lombok Laporkan Oknum Pimpinan Ponpes ke Polisi

    (Tribunnews.com/Mohay) (TribunLombok.com/Robby Firmansyah)

  • Polres Pacitan Didemo Gegara Kasus Polisi Perkosa Tahanan

    Polres Pacitan Didemo Gegara Kasus Polisi Perkosa Tahanan

    GELORA.CO – Polres Pacitan, Jawa Timur didemo sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) terkait kasus dugaan oknum polisi perkosa tahanan perempuan.

    Dalam aksi tersebut, mahasiswa membentangkan poster dan banner bertuliskan kecaman, serta menaburkan bunga di depan Mapolres Pacitan sebagai bentuk kritik atas dugaan kekerasan seksual yang mencoreng institusi kepolisian.

    Koordinator aksi mahasiswa, Yusuf Mukib menuntut evaluasi total terhadap sistem perlindungan tahanan di lingkungan Polres Pacitan, serta permintaan maaf secara terbuka dari pihak kepolisian kepada masyarakat.

    “Menyikapi kelakuan bejat oknum polisi yang diduga melakukan rudapaksa, kami menuntut evaluasi menyeluruh terhadap sistem keamanan dan perlindungan tahanan,” kata Yusuf, Selasa (22/4/2025).

    Dia juga menekankan pentingnya transparansi dan penegakan hukum yang adil terhadap pelaku pemerkosaan, termasuk jika berasal dari internal institusi kepolisian.

    Kapolres Pacitan AKBP Ayub Diponegoro Azhar menyampaikan permohonan maaf atas peristiwa tersebut.

    “Atas nama pribadi dan institusi, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya kepada masyarakat,” kata AKBP Ayub.

    Dia menyebut anggota yang diduga terlibat telah diperiksa oleh Bidang Profesi dan Pengamanan Polda Jawa Timur, dan proses hukum tengah berjalan.

    Sebelumnya, pihak Polda Jatim menyatakan akan menindak tegas anggota Polres Pacitan yang diduga melakukan kekerasan seksual terhadap seorang tahanan wanita.

    Kabid Humas Polda Jatim Kombes Jules Abraham Abast mengatakan bahwa personel berinisial LC saat ini sedang menjalani proses hukum secara internal di Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Jatim.

    “Memang benar, saat ini Propam Polda Jatim sedang memproses dugaan pelanggaran kode etik oleh oknum anggota Polres Pacitan berinisial LC. Yang bersangkutan diduga melakukan tindak kekerasan seksual terhadap seorang tahanan wanita,” ujar Kombes Jules di Surabaya, Senin (21/4/2025).

    Dia menerangkan bahwa LC telah dinonaktifkan dari jabatannya sejak lebih dari sepekan lalu, dan kini sedang menjalani penahanan di tempat khusus milik Bidang Propam Polda Jatim.

    “Saat ini, LC berada di ruang tahanan khusus Propam. Proses pemeriksaan masih terus berlangsung,” ungkapnya.

    Jules menjelaskan pelanggaran yang dilakukan LC tergolong berat dan berpotensi dikenai sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) alias dipecat dari Polri.

    “Tindakan ini mencoreng nama baik institusi. Polda Jatim tidak akan menoleransi pelanggaran hukum apa pun, termasuk yang dilakukan oleh anggota kepolisian sendiri. Sanksi tegas menanti, termasuk kemungkinan pemberhentian tidak hormat,” tuturnya.

    Polda Jatim menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat atas insiden yang mencoreng citra kepolisian tersebut.

    Kapolda Jatim, Irjen Nanang Avianto juga telah memberikan atensi khusus terhadap penanganan kasus kekerasan seksual tersebut.

    “Peristiwa ini menjadi bahan evaluasi serius bagi kami. Kapolda menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat dan menegaskan kembali komitmen untuk menindak tegas setiap pelanggaran hukum di lingkungan kepolisian,” kata Jules.

  • Kata Kemenag soal Kasus Kekerasan Seksual Pimpinan Ponpes di Lombok Mirip Serial Walid – Halaman all

    Kata Kemenag soal Kasus Kekerasan Seksual Pimpinan Ponpes di Lombok Mirip Serial Walid – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Kementerian Agama Nusa Tenggara Barat (Kemenag NTB) buka suara soal kasus dugaan kekerasan seksual oleh AF, seorang oknum pimpinan yayasan sebuah pondok pesantren (Ponpes) di Lombok Barat.

    Puluhan santriwati menjadi korban aksi bejat pria paruh baya pimpinan ponpes tersebut.

    Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kemenag NTB, Zamroni Aziz, menegaskan pihaknya akan memberikan sanksi bagi ponpes yang melakukan pelanggaran.

    Menurut Zamroni, sanksi bisa berupa teguran, penutupan sementara bahkan, hingga pencabutan izin operasional.

    “Kami akan tindak tegas sesuai dengan regulasi yang ada,” kata Zamroni, Selasa (22/4/2025), dilansir TribunLombok.com.

    “Kita minta APH (Aparat Penegak Hukum) tindak tegas yang bersangkutan (terduga pelaku AF),” lanjutnya.

    Zamroni menyatakan, Kemenag NTB rutin melakukan sosialisasi setiap bulannya, tetapi secara aturan mereka memiliki keterbatasan karena tidak bisa terlalu dalam mengintervensi ponpes-ponpes yang ada.

    “Karena ponpes itu lembaga swasta, tentu juga punya batasan bisa masuk dalam pengelolaan ponpes. Hanya bisa kita tekan lewat kurikulum pembelajaran,” paparnya.

    Terkait kasus kekerasan seksual ini, Kemenag NTB akan melakukan evaluasi terhadap ponpes tersebut guna menentukan sanksi yang akan diberikan.

    Zamroni mengatakan pihaknya sudah membentuk satuan tugas (Satgas) pencegahan dan penanganan kekerasan seksual (PPKS) di setiap kabupaten/kota, di dalamnya berisi berbagai elemen masyarakat termasuk pemerhati anak. 

    Modus Mirip Walid

    Kasus ini terungkap setelah sejumlah santriwati korban aksi bejat AF menonton serial Malaysia berjudul “Bidaah” dengan tokoh fiktif bernama Walid Muhammad Mahdi Ilman alias Walid.

    “Karena film Walid ini mereka berani untuk speak up (berbicara),” ujar Perwakilan Koalisi Stop Anti Kekerasan Seksual NTB, Joko Jumadi, Senin (21/4/2025), dilansir TribunLombok.com.

    Untuk diketahui, karakter tokoh Walid dalam drama tersebut digambarkan sebagai sosok pemimpin kelompok sekte sesat dengan mengaku sebagai Imam Mahdi, pemimpin umat muslim jelang kiamat. 

    Selain itu, Walid juga memperdaya dan menyetubuhi para pengikutnya dengan dalih agama.

    Karakter Walid dan alur cerita serial drama tersebut memiliki banyak kesamaan dengan pengalaman yang dialami para santriwati saat menimba ilmu di ponpes di Lombok Barat yang dipimpin oleh AF ini.

    Dari situlah, para santriwati melaporkan aksi bejat AF ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polresta Mataram.

    Modus AF untuk melancarkan aksi bejat kepada para santriwatinya adalah dengan janji mensucikan rahim korban.

    AF beraksi di sebuah ruangan pada malam hari. 

    “Kelak santriwati tersebut dijanjikan akan melahirkan anak yang menjadi seorang wali,” kata Joko.

    Joko mengungkapkan, peristiwa kekerasan seksual yang dialami para santriwati terjadi sejak tahun 2016 sampai 2023.

    “Korban (kini) sudah menjadi alumni,” ucap Joko.

    Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Mataram itu juga menyebutkan, sejauh ini, sudah ada 20 santriwati yang mengaku sebagai korban.

    Tetapi, baru tujuh korban yang telah diperiksa dan melapor ke polisi.

    Adapun dari puluhan korban, sebagian di antaranya sudah disetubuhi pelaku, sedangkan sebagian lainnya dicabuli.

    “Artinya yang dicabuli ini tidak mau untuk disetubuhi,” sebut Joko.

    Setelah mendapatkan kabar tersebut, Joko mengaku pihaknya melakukan klarifikasi kepada para santriwati.

    Hasilnya, sejumlah santriwati mengaku menjadi korban kekerasan seksual oleh AF.

    Kini, pihak ponpes telah memberhentikan AF sebagai pimpinan yayasan.

    “Berita baiknya ponpes cukup kooperatif, setelah mendapatkan informasi ponpes memberhentikan yang bersangkutan sebagai ketua yayasan,” ungkap Joko.

    Dikatakan Joko, pihak kepolisian telah memeriksa beberapa orang saksi korban dan melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP).

    Di sisi lain, pihak Joko kini fokus melakukan pemulihan psikologi korban.

    Sebagian artikel ini telah tayang di TribunLombok.com dengan judul Kasus Dugaan Kekerasan Seksual di Lombok Barat, Kemenag NTB Ancam Cabut Izin Operasional

    (Tribunnews.com/Nina Yuniar) (TribunLombok.com/Robby Firmansyah)