Kasus: kekerasan seksual

  • Komnas HAM Sebut Belum Ada Permintaan Bentuk TGPF Usut Kasus Sirkus OCI

    Komnas HAM Sebut Belum Ada Permintaan Bentuk TGPF Usut Kasus Sirkus OCI

    Jakarta

    Wakil Ketua Eksternal Komnas HAM, Abdul Haris Semendawai menyampaikan pihaknya belum menerima permintaan pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) dugaan eksploitasi mantan pemain sirkus Oriental Circus Indonesia (OCI). Dia mengungkapkan Kementerian HAM sempat berkoordinasi dengan pihaknya untuk mencari jalan terbaik penyelesaian persoalan tersebut.

    “Kami belum memutuskan hal tersebut (pembentukan TGPF) karena belum ada permintaan untuk keterlibatan Komnas HAM. Bila ada permintaan, tentunya akan diputuskan oleh pimpinan apakah akan terlibat atau tidak. Namun beberapa waktu lalu, Kementerian HAM juga sudah berkoordinasi dengan Komnas HAM untuk mencari solusi terbaik guna penyelesaian kasus ini,” kata Semendawai saat dihubungi, Kamis (7/5/2025).

    Dia mengatakan temuan Kementerian HAM sama dengan hasil investigasi yang pernah dilakukan Komnas HAM pada 1997 lalu. Dia menyebut pemerintah serta penegak hukum bertanggung jawab menyelesaikan dugan eksploitasi tersebut.

    “Temuan tersebut memperkuat temuan hasil investigasi Komnas HAM di tahun 1997. Namun saat ini yang dibutuhkan korban adalah penyelesaian permasalahan yang mereka adukan. Ini sebenarnya menjadi tanggung jawab OCI, Pemerintah dan Penegak Hukum untuk menyelesaikannya sesuai dengan kapasitas masing-masing,” ujarnya.

    Lebih lanjut Semendawai mengatakan salah satu opsi penyelesaian melalui pendekatan pelanggaran HAM berat masa lalu melalui pembuktian Komnas HAM. Namun, katanya, opsi tersebut sulit dilaksanakan.

    “Itu salah satu opsi yang coba didalami oleh Kementerian HAM. Untuk mereka telah mengundang ahli untuk meminta masukan terkait peluang penyelesaian menggunakan opsi tersebut. Namun menurut ahli yang di undang KemenHAM, opsi ini tidak bisa dilaksanakan. Untuk pastinya silahkan ditanyakan ke Kementerian HAM,” imbuhnya.

    Pertama, yaitu ada dugaan pelanggaran terhadap hak anak untuk mengetahui asal usulnya. Ada pula dugaan pelanggaran anak terkait hak mendapat pendidikan.

    Kemudian, ada dugaan kekerasan fisik yang mengarah pada penganiayaan. Ada pula dugaan kekerasan seksual, hingga dugaan praktik perbudakan modern.

    Kedua, ada rekomendasi bagi Bareskrim Polri untuk melakukan pemeriksaan atas dugaan tindak pidana dalam kasus ini. Polisi juga diminta menelusuri untuk memastikan kapan pastinya OCI berhenti beroperasi hingga melakukan ekspose perkara yang hasilnya diumumkan ke publik.

    Selanjutnya, ada rekomendasi untuk Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) untuk memberikan terapi psikologis kepada eks pemain sirkus OCI. Rekomendasi terakhir yaitu, perlu adanya pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) dengan dasar permintaan resmi dari DPR.

    Rekomendasi ini hanya bersifat mengikat kepada kementerian atau lembaga pemerintah. Namun tidak mengikat Komnas HAM karena lembaga tersebut bukan pemerintah.

    (dek/ygs)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • 16 Bulan Kasus Pelecehan Seksual Libatkan Eks Rektor UP ‘Mandek’, Wamen Immanuel Ebenezer Akan Lapor Presiden – Page 3

    16 Bulan Kasus Pelecehan Seksual Libatkan Eks Rektor UP ‘Mandek’, Wamen Immanuel Ebenezer Akan Lapor Presiden – Page 3

    Penyidik Ditreskrimum Polda Metro Jaya mengakui menghadapi sejumlah kendala dalam penanganan kasus dugaan kekerasan seksual yang menyeret eks Rektor Universitas Pancasila, Edie Toet Hendratno.

    Hingga kini, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Wira Satya Triputra menyatakan, pihaknya masih berupaya melengkapi sejumlah keterangan untuk memperkuat alat bukti.

    “Memang di dalam perasaan proses penyidikan kami masih terdapat beberapa hal yang masih ditemukan tadi kekurangan, sehingga nantinya kami akan menambahkan beberapa keterangan saksi,” ujar dia kepada wartawan Rabu (7/5/2025).

    Pernyataan itu diungkap Wira usai menerima kunjungan Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer dan Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Veronica Tan di Polda Metro Jaya, Rabu (7/5/2025).

    Dalam pertemuan itu, Wira mengaku memaparkan secara menyeluruh proses penyelidikan dan penyidikan yang sudah berlangsung.

    Namun, dia mengakui masih diperlukan keterangan tambahan, terutama dari saksi ahli untuk memperkuat unsur-unsur dugaan kekerasan seksual tersebut.

    “Ada beberapa keterangan dari saksi ahli nanti. Mungkin nanti ahli untuk membuktikan terkait masalah atau kekerasan seksual,” ujar dia.

    Dalam kasus ini, Wira mengatakan, proses penyidikan juga diasistensi oleh Direktorat PPA-PPO. Di samping itu, Bidpropam Polda Metro Jaya juga ikut mengawal dan memberikan masukan kepada penyidik.

    “Sehingga diharapkan nanti kita mendapatkan hasil penyidikan yang lebih komprehensif. Nanti dalam pembuktian yang lain untuk memberikan hasil yang lebih,” ujar dia.

  • Polda Metro Jelaskan Alasan Belum Adanya Tersangka dalam Kasus Dugaan Pelecehan Eks Rektor UP – Page 3

    Polda Metro Jelaskan Alasan Belum Adanya Tersangka dalam Kasus Dugaan Pelecehan Eks Rektor UP – Page 3

    Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer menyoroti penyidikan kasus dugaan kekerasan seksual yang menyeret mantan Rektor Universitas Pancasila, Edie Toet Hendratno. Dia menegaskan dunia kampus seharusnya menjadi ruang yang aman dari segala bentuk kekerasan seksual.

    Pernyataan itu disampaikan Noel saat bertandang ke Polda Metro Jaya, Rabu (7/5/2025). Tak sendiri, dia turut didampingi Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Veronica Tan.

    “Ini menurut saya kejadian yang sangat memalukan karena kejadiannya peristiwanya itu di dalam kampus, seharusnya kampus tidak boleh ramah terhadap yang namanya predator seksual,” kata Noel kepada wartawan, Rabu (7/5/2025).

    Dia menyinggung keberadaan kampus yang semestinya menjadi ruang yang ramah terhadap perempuan, pekerja, dan bebas dari kekerasan seksual. Namun, bila hal itu tak terlihat maka ini menandakan dunia pendidikan tengah berada dalam krisis moral.

    “Saya dari Menteri Ketenagakerjaan punya kewajiban melindungi pekerja, beliau ini pekerja, kami sangat mengutuk perilaku itu. Jika kampus tidak bisa ramah terhadap tiga itu, saya anggap dunia pendidikan kita sudah diambang yang tidak sangat bermoral ya begitu kira-kira,” ujar dia.

    Dalam pertemuan tersebut, Noel mendampingi dua orang korban dugaan pelecehan eks Rektor Universitas Pancasila, Edie Toet Hendratno. Salah satu diantaranya bahkan sampai mengalami tekanan psikologis cukup berat.

  • 16 Bulan Kasus Pelecehan Seksual Libatkan Eks Rektor UP ‘Mandek’, Wamen Immanuel Ebenezer Akan Lapor Presiden – Page 3

    Dua Menteri Soroti Kasus Dugaan Kekerasan Seksual yang Seret Eks Rektor Universitas Pancasila – Page 3

    Noel kemudian mengungkit dugaan intimidasi terhadap korban lain sehingga tak berani untuk bersuara.

    “Dugaan bahwa korban ini banyak tapi mereka tidak berani menyampaikan atau speak up ke publik karena ada tekan-tekanan karena bahasanya dia ini punya beking jenderal. Nah kita mau tau Jenderalnya semana gitu loh, saya dalam hal ini sebagai wakil menteri nantang bekingnya,” ucap dia.

    Noel mengatakan, sejauh ini dua korban telah memberikan laporan resmi. Pemerintah akan menggunakan instrumen hukum ketenagakerjaan untuk memastikan perlindungan terhadap korban sebagai pekerja kampus.

    “Peraturan tenaga kerja terkait kekerasan seksual di tempat kerja, itu undang-undang 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan pasal 86 ayat 1 uruf B. Kemudian ada pasal 6 setiap pekerja atau buruh memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari pengusaha dan ada sanksinya, luar biasa sanksinya tinggi sekali,” ujar dia.

  • Wamenaker bakal kawal kasus dugaan pelecehan oleh eks Rektor UP

    Wamenaker bakal kawal kasus dugaan pelecehan oleh eks Rektor UP

    Jika kampus tidak bisa ramah terhadap tiga itu, saya anggap dunia pendidikan kita sudah diambang yang tidak sangat bermoral

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer Gerungan bakal mengawal kasus dugaan pelecehan oleh Rektor nonaktif Universitas Pancasila (UP) berinisial ETH (72).

    “Saya dari Kementerian Tenaga Kerja akan melakukan upaya maksimal dalam menyelesaikan kasus pelecehan seksual terhadap perempuan,” katanya saat ditemui di Polda Metro Jaya, Rabu.

    Pria yang akrab disapa Noel tersebut juga menyebutkan kasus pelecehan seksual oleh eks rektor UP merupakan hal yang memalukan, karena peristiwanya terjadi di dalam kampus.

    “Seharusnya kampus tidak boleh ramah terhadap yang namanya predator seksual itu yang pertama, yang kedua, karena saya dari Kementerian tenaga kerja punya kewajiban melindungi pekerja, beliau (korban) ini pekerja, kami sangat mengutuk perilaku itu,” ucapnya.

    Noel juga menyebutkan dunia kampus harus jauh dari kekerasan seksual dan juga ramah terhadap perempuan dan ramah terhadap pekerja.

    “Jika kampus tidak bisa ramah terhadap tiga itu, saya anggap dunia pendidikan kita sudah diambang yang tidak sangat bermoral,” katanya.

    Sebelumnya korban pelecehan seksual berinisial RZ dan DF yang diduga dilakukan oleh mantan Rektor Universitas Pancasila (UP) berinisial ETH (72) melalui kuasa hukumnya menemui Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) karena kasus itu dinilai “jalan di tempat”.

    “Kalau memang kita lihat dari jenjang waktu dari Januari 2024 sampai dengan saat ini kurang lebih 1 tahun 5 bulan, dalam proses penyelidikan sampai ke penyidikan. Ini rentang waktu yang sangat panjang kalau menurut kami,” kata salah satu kuasa hukum korban Yansen Ohoirat dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (9/4).

    Hal tersebut membawa Yansen menemui Kompolnas untuk mengadu perihal profesionalitas dari tim penyidik dalam mengusut kasus dugaan pelecehan seksual itu.

    Menurut dia, kasus itu telah ditingkatkan ke tahap penyidikan, tetapi dari proses itu sampai dengan kurang lebih 10 bulan, tidak ada kelanjutan perihal siapa tersangkanya.

    “Padahal, ketika perkara itu ditingkatkan dari penyelidikan ke penyidikan, itu kan sudah ada. Peristiwa itu ada pidananya,” jelas Yansen.

    Sementara itu kuasa hukum korban lainnya, Amanda Manthovani menyebutkan dirinya sebagai kuasa hukum juga dipertanyakan kredibilitasnya oleh korban.

    Pewarta: Ilham Kausar
    Editor: Ganet Dirgantara
    Copyright © ANTARA 2025

  • Cegah Kekerasan Seksual, Pendidikan Seks Perlu Diajarkan Sejak Dini ke Anak-anak – Halaman all

    Cegah Kekerasan Seksual, Pendidikan Seks Perlu Diajarkan Sejak Dini ke Anak-anak – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Mahasiswa Pascasarjana Program Studi Socio Legal Studies, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Putri Qurrota’aini mengungkapkan keprihatinannya atas maraknya kasus kekerasan berbasis gender (gender-based violence) terhadap perempuan dan anak perempuan belakangan ini.

    Bahkan, kata dia, kasus kekerasan seksual ini sudah merambah hingga ke ruang privat, termasuk dalam lingkup keluarga. 

    “Anak perempuan, di mana pun mereka berada, seringkali hidup dalam bayang-bayang ancaman terhadap keselamatan diri. Ironisnya, rumah yang seharusnya menjadi tempat paling aman justru kerap menjadi lokasi terjadinya kekerasan. Fakta tragis ini menunjukkan bahwa banyak anak perempuan tidak lagi merasa aman, bahkan di lingkungan keluarga sendiri,” ujar Putri kepada wartawan, Rabu (7/5/2025).

    Putri menyingung kasus nyata kekerasan seksual terhadap anak perempuan di bawah umur di Garut, Jawa Barat baru-baru ini. Polres Garut berhasil mengungkap tindak pidana pencabulan terhadap anak di bawah umur yang pelakunya adalah orang terdekat korban, ayah kandung dan pamannya sendiri. 

    “Kasus di Garut ini menjadi pengingat penting bahwa perlindungan terhadap perempuan dan 
    anak harus dimulai dari keluarga, dengan kesadaran bahwa ruang privat tidak boleh dianggap kebal terhadap hukum,” tandas dia.

    Menurut Putri, salah satu solusi untuk mencegah kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak adalah pendidikan seks (sex education) harus mulai diajarkan sejak dini kepada anak-anak. Dia berharap negara mengambil peran penting dalam menyusun kurikulum yang tepat untuk pendidikan seks tersebut.

    “Selain itu, sekolah dan guru juga harus berperan besar dalam mendukung dan menjalankan program ini di lingkungan pendidikan. Tidak kalah penting, orang tua juga wajib terlibat aktif dalam memberikan pemahaman kepada anak-anaknya,” tutur dia.

    Putri mengingatkan, keterlibatan orang tua penting karena kasus pelecehan terhadap anak perempuan sering kali justru datang dari lingkungan terdekat mereka, baik di dalam keluarga maupun di sekitar tempat tinggalnya. Tak hanya itu, kata dia, masyarakat juga harus mulai mengubah stereotipe yang menganggap bahwa mengenalkan pendidikan seks sejak dini itu identik dengan mengajarkan hal-hal yang bersifat pornografi. 

    “Padahal, pendidikan ini justru bertujuan untuk melindungi anak-anak, agar mereka tahu bagian-bagian tubuh mana saja yang harus mereka jaga dan lindungi, karena bagian-bagian tersebut sering menjadi sasaran pelaku pelecehan seksual,” jelas dia.

    “Selain itu, anak perempuan juga harus didorong dan diajarkan untuk berani speak up ketika mengalami kekerasan berbasis gender, supaya mereka tidak lagi merasa takut atau malu untuk melaporkan kejadian yang menimpa mereka,” kata dia menambahkan.

    Apabila dilihat dari sudut pandang teori hukum feminis atau feminist legal theory, kata Putri, kasus kasus kekerasan seksual terhadap anak seperti di Garut menunjukan realita pahit bahwa hukum yang berlaku saat ini sering kali belum benar-benar mampu melindungi perempuan dan anak perempuan dari kekerasan seksual yang terjadi di ranah privat seperti keluarga. 

    Dijelaskan Putri bahwa teori hukum feminis memandang kekerasan seksual itu bukan sekadar tindak kriminal semata, tapi bagian dari sistem sosial patriarki yang melegalkan dominasi laki-laki atas tubuh dan hak perempuan. Bahkan di tempat yang seharusnya jadi ruang paling aman, yaitu keluarga.

    “Pola asuh yang salah, bukan sekadar persoalan teknis pengasuhan, tetapi juga bagian dari sistem budaya yang menempatkan perempuan dan anak perempuan sebagai pihak yang rentan dan subordinat,” kata dia.

    Karena itu, lanjut Putri, upaya penanganan kekerasan seksual tidak cukup hanya melalui penegakan hukum, tetapi juga harus mencakup perubahan struktural. Perubahan tersebut meliputi pendidikan kesetaraan gender sejak dini, penguatan perlindungan hukum yang berpihak kepada korban, serta pemberdayaan masyarakat agar berani melaporkan dan memutus rantai kekerasan yang sudah mengakar.

    “Feminist legal theory mendorong negara dan masyarakat untuk tidak lagi memisahkan secara tegas antara ruang publik dan privat dalam upaya memberantas kekerasan seksual. Keadilan sejati bagi korban baru bisa tercapai jika hukum mampu menjangkau hingga ke relasi kuasa yang timpang, baik di dalam rumah maupun di luar,” pungkas Putri.

    Diketahui, kasus kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur terjadi pada 7 April 2025 di Kecamatan Tarogong Kaler, Garut. Dalam konferensi pers di Graha Mumun Surachman, Kasat Reskrim Polres Garut, AKP Joko Prihatin menjelaskan bahwa kasus ini bermula dari kecurigaan seorang tetangga yang melihat celana korban, seorang anak perempuan berusia lima tahun, berlumuran darah. Setelah ditanya, korban akhirnya mengaku bahwa dirinya dicabuli oleh ayah dan pamannya.

    Keterangan ini kemudian diperkuat oleh hasil pemeriksaan medis di klinik setempat, yang mengonfirmasi adanya kekerasan seksual.

    Saat ini, kedua pelaku telah ditahan dan dijerat dengan Pasal 76D juncto Pasal 81 atau Pasal 
    76E juncto Pasal 82 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 
    tentang Perlindungan Anak, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dan terakhir diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang telah ditetapkan menjadi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016. 

    Ancaman pidana yang dikenakan berupa pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

     

     

  • Siswi SMA di Tangsel Diduga Dilecehkan Kakak Kelas, Orangtua Korban Curiga Saat Ambil Rapor

    Siswi SMA di Tangsel Diduga Dilecehkan Kakak Kelas, Orangtua Korban Curiga Saat Ambil Rapor

    TRIBUNJAKARTA.COM – Seorang senior diduga melecehkan adik kelasnya berinisial C di Tangerang Selatan sejak bulan Oktober 2024 lalu.

    Ibu korban, D (37) mengungkapkan kecurigaannya saat mengambil rapor anaknya.

    Kini, keluarga korban telah melaporkan dugaan pelecehan seksual itu ke Polres Tangerang Selatan.

    Laporan itu teregistrasi dengan nomor TBL/B/954/V/2025/SPKT/PolresTangerangSelatan/PoldaMetroJaya.

    Kasus dugaan pelecehan seksual itu viral di media sosial. C saat ini tengah duduk di bangku kelas 10.

    Sedangkan terduga pelaku duduk dibangku kelas 12 berinisial S.

    “Untuk kejadiannya sebenarnya sudah lama, dari Oktober November 2024. Dan saya tidak tahu sama sekali, anak saya mendapatkan perlakuan pelecehan, berserta temannya dan yang lainnya,” kata D di Polres Tangerang Selatan, Serpong, dikutip Rabu (7/5/2025).

    D mengungkapkan kecurigaan dugaan pelecehan seksual itu saat mengambil rapor anaknya.

    Ia kaget saat nilai pelajaran anaknya turun drastis tidak seperti biasanya. D lalu melaporkan hal itu kepada suaminya yang langsung menegur anak mereka. 

    Namun, anaknya saat itu masih belum mau mengaku. “Dari pagi sampai jam 11 malam, kami desak terus. Karena kami sudah merasa ada yang tidak beres. Apalagi beberapa hari ini, dia cuma mengurung diri di kamar, padahal biasanya aktif baca buku,” lanjutnya.

    Setelah didesak, korban akhirnya mengaku bahwa dirinya mengalami pelecehan dari seniornya di sekolah.

    D mencoba menghubungi pihak sekolah, namun merasa kecewa karena tidak ada informasi yang diberikan sejak awal.

    “Tidak ada satu pun pihak sekolah yang menghubungi saya sebagai orang tua. Akhirnya hari Senin saya inisiatif datang ke sekolah. Saya telepon wali kelas, tapi dia cuma bilang tugasnya mendampingi korban,” kata D.

    Pihaknya kemudian meminta pertemuan resmi dengan pihak sekolah, termasuk kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru BK, dan wali kelas. Pertemuan telah digelar, namun orang tua korban masih menunggu tindakan nyata.

    “Sampai sekarang, sudah satu minggu lebih, kami belum dihubungi lagi. Kami masih menunggu keputusan dari sekolah,” tegas D.

    Kini, D menyuarakan harapannya agar ada kejelasan sikap dari pelaku maupun pihak sekolah.

    “Saya dari awal sebenarnya hanya ingin bertemu dengan pelaku atau orang tuanya, untuk mengetahui apakah ada iktikad baik, apakah ada pengakuan,” ujar D.

    “Namun hingga saat ini tidak ada satu pun upaya dari pihak mereka. Karena itu, kami memutuskan untuk melaporkan kejadian ini,” imbuhnya.

    D menegaskan bahwa laporan ini bukan hanya demi keadilan bagi anaknya, tetapi juga demi perlindungan bagi siswa lainnya.

    “Kami tidak ingin kejadian seperti ini terulang lagi, kepada siapapun. Anak saya masih bersekolah di sana, dan saya khawatir, baik anak-anak perempuan maupun laki-laki, bisa menjadi korban ancaman atau pelecehan jika tidak ada tindakan tegas,” kata D.

    Ia pun berharap agar pihak sekolah, aparat penegak hukum, dan seluruh pemangku kepentingan terkait segera mengambil langkah serius dan terbuka demi menciptakan lingkungan sekolah yang aman bagi seluruh siswa.

    Sementara itu kuasa hukum korban, Abdul Hamim Jauzie mengunkapkan laporan ke polisi mengacu pada dua dasar hukum utama, yakni Undang-Undang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

    “Pertama, ini kami laporkan dengan Pasal 82 Undang-Undang Perlindungan Anak. Tapi juga ada Pasal 6 dari Undang-Undang TPKS. Ancaman tertinggi ada di perlindungan anak, pidananya bisa sampai 15 tahun penjara dan denda maksimal Rp5 miliar,” ujar Hamim.

    Saat laporan, pihaknya menyerahkan sejumlah barang bukti yang memperkuat dugaan, antara lain keterangan langsung dari korban serta tangkapan layar (screenshot) percakapan WhatsApp antara korban dan pelaku.

    “Dari percakapan itu tergambar jelas bagaimana pelaku memaksa korban untuk mengirimkan foto dan video. Untuk kejadian terakhir di bulan April, korban bahkan mencari gambar dari internet karena tidak mau mengirimkan foto dirinya sendiri,” kata Hamim.

    Lebih lanjut, Hamim menyebut pelaku sempat mengirimkan foto alat kelaminnya yang diakui sebagai miliknya kepada korban.

    Kekinian, pihak keluarga berharap kepolisian dapat segera menindaklanjuti kasus ini mengingat korban masih di bawah umur. 

    Tak sampai disitu, pihaknya juga menyoroti dugaan kelalaian dari pihak sekolah.

    “Ini korbannya anak-anak. Kami harap proses penyidikan bisa berjalan cepat, termasuk pemeriksaan ke sekolah. Diduga sekolah tidak memiliki Satgas Pencegahan Kekerasan, padahal itu wajib. Kalau tidak dibentuk, bisa kena sanksi, bahkan sampai pencabutan izin operasional,” pungkasnya. (TribunTangerang/TribunBanten)

    Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

  • Sosok SN, Guru SD yang Lecehkan Belasan Orang di Makassar, Salah Satunya Komika – Halaman all

    Sosok SN, Guru SD yang Lecehkan Belasan Orang di Makassar, Salah Satunya Komika – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Seorang pria bernama SN (49) warga Kecamatan Rappocini, Kota Makassar, Sulawesi Selatan diringkus polisi.

    Ia diringkus polisi setelah terjerat kasus kekerasan seksual.

    Salah satu korbannya adalah seorang komika bernama Eky Priyagung.

    Aksi pencabulan tersebut dialami oleh Eky Priyagung pada tahun 2009 lalu saat ia menetap di Kota Makassar.

    Kini, pria asal Bandung ini angkat bicara soal kasus kekerasan seksual yang ia alami hingga polisi meringkus SN.

    Kapolrestabes Makassar, Kombes Arya Perdana mengonfirmasi hal tersebut.

    “Pencabulan diberitakan seorang komika dari Jakarta melalui media sosialnya, yang disampaikan di satu tempat mengajar ngaji, itu melakukan tindakan-tindakan pencabulan terhadap para santrinya,” kata Arya, dikutip dari Tribun-Timur.com.

    Diketahui, SN merupakan seorang guru Sekolah Dasar (SD) yang berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN).

    SN juga memiliki sampingan menjadi guru ngaji di Kecamatan Rappocini, Kota Makassar.

    Kombes Arya menuturkan, pelaku sudah beraksi sejak tahun 2000-an.

    Saat ini, SN telah ditetapkan tersangka setelah polisi melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi dan korban.

    “Sampai saat ini saksi yang sudah kita periksa total sudah 4, 3 di antaranya adalah saksi korban,” kata Arya.

    Arya mengatakan, SN mengakui bahwa telah melakukan perbuatan hina tersebut kepada belasan orang.

    “Tapi memang dugaannya ada kurang lebih dari 10 orang (korban). Nanti masih kita cari korbannya,” ujar Arya.

    SN mengakui ada 16 orang yang jadi korbannya.

    “Kita sudah tangkap satu orang tersangka. Tersangka ini sudah mengakui dia mencabuli sekitar 16 orang,” lanjutnya.

    Kepada Tribun-Timur.com, Arya mengatakan bahwa SN melancarkan aksinya di sekretariat masjid.

    “Pelaku meminta anak tersebut untuk dikeluarkan spermanya oleh pelaku ini,” ujarnya.

    SN menggunakan modus bahwa korbannya telah baligh.

    “Alasannya adalah karena kamu sudah baligh (dewasa), maka kamu harus dikeluarkan spermanya,” bebernya.

    Selain itu, Arya menuturkan bahwa dari rentang waktu kejadian, ada beberapa kasus yang dialami korban yang tidak dapat diproses.

    “Memang kita lihat rentang waktunya ada masih bisa kita sidik, ada juga sudah tidak bisa karena sudah kadaluwarsa, karena kasus sudah cukup lama,” pungkasnya.

    Sebagian artikel ini telah tayang di Tribun-Timur.com dengan judul BREAKING NEWS: Polisi Tangkap Pelaku Kekerasan Seksual Anak Usai Pengakuan Komika Bandung Viral

    (Tribunnews.com, Muhammad Renald Shiftanto)(Tribun-Timur.com, Muslimin Emba)

  • Ratapi Nasibnya yang Terancam Dipenjara, Agus Buntung Sampaikan Pesan untuk Istri – Halaman all

    Ratapi Nasibnya yang Terancam Dipenjara, Agus Buntung Sampaikan Pesan untuk Istri – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Terdakwa kasus pelecehan seksual, I Wayan Agus Suartama (IWAS) alias Agus Buntung, terkejut mendengar tuntutan maksimal dari jaksa penuntut umum (JPU).

    Agus baru saja menjalani sidang dengan agenda pembacaan tuntutan JPU di Pengadilan Negeri (PN) Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), pada Senin (5/5/2025) kemarin.

    JPU menuntut Agus dengan pidana 12 tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider 3 bulan kurungan.

    Apabila pidana denda tidak dibayar satu bulan setelah putusan dinyatakan inkracht atau berkekuatan hukum tetap, diganti dengan kurungan selama 3 bulan.

    Sebelum menjalani sidang tuntutan, Agus sempat menyampaikan pesan untuk istrinya, Ni Luh Nopianti.

    Sebab, Agus menyadari bahwa nasibnya akan ditentukan tidak lama lagi setelah JPU mengajukan tuntutan pidana terhadapnya. 

    Agus lantas berpesan kepada sang istri untuk tetap bersabar selama dirinya berada di sel tahanan. 

    “Untuk istri saya, jaga diri baik-baik,” kata Agus, Senin (5/5/2025), dilansir TribunLombok.com.

    “Semua badai akan berlalu, akan tumbuh kehidupan baru, akan lahir Agus yang baru. Semangat akan indah pada waktunya,” imbuhnya sembari tersenyum.

    Dia juga mengucapkan terimakasih kepada seluruh keluarga dan teman-temannya yang sudah memberikan dukungan kepadanya selama menjalani proses hukum. 

    Agus telah menikahi Ni Luh Nopianti secara adat pada Kamis (10/4/2025) lalu.

    Prosesi pernikahan digelar di rumah mempelai pengantin perempuan di Karangasem, Bali dan kehadiran sosok Agus Buntung digantikan oleh keris.

    Keluarga Agus menegaskan bahwa setelah melangsungkan pernikahan adat, mereka akan menunggu proses hukum terdakwa selesai sebelum melaksanakan pernikahan formal sesuai ketentuan hukum negara.

    Pernikahan tersebut telah direncanakan jauh sebelum Agus terjerat kasus hukum.

    Pertimbangan Jaksa

    Dalam tuntutan JPU, Agus dinilai melanggar Pasal 6 huruf C Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 2012 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

    Pasal tersebut berbunyi “Setiap orang yang menyalahgunakan kedudukan, wewenang, kepercayaan, atau perbawa yang timbul dari tipu muslihat atau hubungan keadaan atau memanfaatkan kerentanan, ketidaksetaraan atau ketergantungan seseorang, memaksa atau dengan penyesatan menggerakkan orang itu untuk melakukan atau membiarkan dilakukan persetubuhan atau perbuatan cabul dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).”

    JPU Ricky Febriandi menjelaskan bahwa tuntutan itu diajukan berdasarkan keterangan para saksi dan ahli dan beberapa alat bukti.

    “Ini korbannya lebih dari satu, perbuatan ini juga menjadi alasan kami memberatkan tuntutan karena meresahkan masyarakat, juga menimbulkan traumatik terhadap para korban,” ujar Ricky ditemui seusai persidangan, dilansir TribunLombok.com.

    Menurut Ricky, Agus juga selalu berkelit dan tidak menyesali perbuatannya.

    Bahkan, Agus tak menunjukkan rasa simpatinya terhadap para korbannya.

    Tak hanya itu, saat melakukan aksi bejatnya, Agus memanfaatkan keterbatasannya untuk memanipulasi rasa simpati korban.

    Sedangkan untuk hal yang meringankan, sebut Ricky, Agus belum pernah dihukum.

    “Kalau yang meringankan, ya karena Agus tidak pernah dihukum,” ungkap Ricky.

    Sidang Pembelaan

    Sementara itu, Agus akan menyampaikan pleidoi atau nota pembelaan dalam agenda sidang berikutnya yang rencananya digelar pada Rabu, 14 Mei 2025.

    Penasihat hukum terdakwa, M. Alfian, mengungkapkan bahwa Agus Buntung sempat terkejut mendengar tuntutan yang disampaikan JPU.

    “Saking kagetnya Agus dengan tuntutan maksimal jaksa, nanti Agus akan menyampaikan secara pribadi isi hatinya selama proses yang akan disampaikan secara pribadi terpisah dari pembelaan kami,” kata Alfian, dilansir TribunLombok.com.

    Alfian mengatakan bahwa pihaknya akan berusaha maksimal agar Agus tidak dihukum dengan pidana maksimal.

    “Kaget ini tuntutan maksimal. Kami ajukan pembelaan dalam sidang selanjutnya nanti,” kata Alfian.

    Sebagai informasi, Agus menjalani sidang kasus dugaan pelecehan seksual sejak Kamis, 16 Januari 2025.

    Sebelumnya, Agus telah ditahan di Lapas Kelas IIA Kuripan Kabupaten Lombok Barat, NTB, sejak Kamis, 9 Januari 2025.

    Adapun modus modus Agus yakni dengan membawa korban ke sebuah homestay lalu melakukan hal tak senonoh pada sejumlah perempuan.

    Sebagian artikel ini telah tayang di TribunLombok.com dengan judul Agus Difabel Sampaikan Pesan untuk Istri Sebelum Sidang Tuntutan di Pengadilan Negeri Mataram

    (Tribunnews.com/Nina Yuniar) (TribunLombok.com/Robby Firmansyah)

  • Baru Sebulan Menikah, Agus Buntung Dituntut Penjara 12 Tahun, Denda Rp 100 Juta

    Baru Sebulan Menikah, Agus Buntung Dituntut Penjara 12 Tahun, Denda Rp 100 Juta

    GELORA.CO – Terdakwa kasus pelecehan seksual, I Wayan Agus Suartama alias Agus Difabel alias Agus Buntung dituntut 12 tahun penjara dan denda Rp 100 juta.

    “Menjatuhkan pidana penjara selama 12 tahun dan denda Rp100 juta,” ucap Jaksa Penuntut Umum dalam sidang tuntutan di Pengadilan Negeri Mataram, Senin (5/5/2025). 

    Jaksa Penuntut Umum Ricky Febriandi menilai Agus Buntung terbukti melanggar Pasal 6 Huruf C Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), juncto Undang-Undang Nomor 12 tahun 2022.

    Atas hal itu, jaksa mengajukan tuntutan pidana 12 tahun dan denda Rp 100 juta terhadap Agus Buntung kepada majelis hakim yang diketuai Mahendrasmara Purnamajati.

    Apabila pidana denda tidak dibayar satu bulan setelah putusan dinyatakan inkrah, maka diganti dengan kurungan selama 3 bulan. 

    Catatan TribunLombok.com, modus Agus Buntung melakukan aksinya terungkap dalam reka ulang adegan kasus pelecehan seksual di tiga tempat.

    Selain, Taman Udayana Mataram, rekonstruksi juga digelar di Islamic Center dan Nang’s Homestay. 

    Dugaan pelecehan terjadi di dalam kamar Homestay nomor 6 setelah Agus dan korbannya bertemu di Taman Udayana.

    Agus dibonceng korban menuju ke Nang’s Homestay, lokasinya awal mula mereka bertemu.

    Sebelum menuju ke homestay juga terjadi kesepakatan antara korban dan terdakwa Agus.

    Yakni terkait siapa yang akan melakukan pembayaran kamar homestay. 

    Setelah berbincang akhirnya disepakati korban bersedia membayar kamar.

    Setelah  kejadian, Agus diantarkan korban ke Islamic Center.

    Di tempat itu pula Agus bersama korban berpisah.

    Agus Buntung, Didakwa 12 Tahun Penjara

    I Wayan Agus Suartama (22) alias Agus buntung menjalani sidang perdana kasus pelecehan seksual di Pengadilan Negeri Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) pada Kamis (16/1/2025).

    Penasihat hukum Agus tak mengajukan eksepsi kepada majelis hakim, sehingga sidang dilanjutkan dengan pembuktian.

    Jaksa Penuntut Umum (JPU), Dina Kurniawati, menyatakan agenda pada sidang kali ini hanya pembacaan dakwaan.

    Sidang selanjutnya dengan agenda pemeriksaan saksi akan digelar pada Kamis (23/1/2025).

    Dalam kasus ini, Agus didakwa dengan pasal 6A dan atau pasal 6C, juncto pasal 15 huruf E Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dengan ancaman 12 tahun penjara dan denda Rp 300 juta.

    Sementara itu, penasihat hukum Agus, Ainuddin, menyatakan pihaknya menolak eksepsi karena yang didakwakan tak sesuai dengan kejadian sebenarnya.

    “Sehingga kita arahkan untuk langsung ke pembuktian, itu pertimbangannya,” ucapnya, Kamis, dikutip dari TribunLombok.com.

    Agus Buntung Baru Sebulan Nikahi Gadis Bali

    Keluarga I Wayan Agus Suwaratama (IWAS) atau Agus Buntung, mengungkapkan alasan di balik pelaksanaan pernikahan adat di tengah proses hukum yang sedang berlangsung.

    Ibunda Agus, Ni Gusti Ayu Ari Padni, menjelaskan, pernikahan ini telah direncanakan jauh sebelum kasus hukum yang menimpa anaknya.

    “Karena Agus ada kasus ini kita tunda, karena dia mau menerima Agus apa adanya, mau menunggu Agus sampai selesai,” kata Padni saat ditemui di rumahnya, Rabu (16/4/2025).

    Pernikahan adat yang kini tengah viral di media sosial, merupakan tradisi mepamit, di mana seorang perempuan meminta izin kepada keluarganya untuk melangsungkan pernikahan.

    Acara berlangsung di rumah pengantin perempuan di Karangasem, Bali.

    Dalam prosesi tersebut, sosok Agus digantikan oleh sebuah keris yang dibalut kain putih.

    Keluarga Agus menegaskan bahwa setelah melangsungkan pernikahan adat, mereka akan menunggu proses hukum Agus selesai sebelum melaksanakan pernikahan formal sesuai ketentuan hukum.

    “Kalau secara adat sudah sah, tapi untuk membuat buku nikah, akte dan lain-lain belum,” jelas Padni.

    Agus menikahi Ni Luh Nopianti pada Kamis (10/4/2025).

    Pernikahan ini menjadi sorotan karena sosok pengantin pria digantikan oleh keris.

    Padni menambahkan, pernikahan ini dilakukan berdasarkan kesepakatan kedua keluarga.

    Pihak keluarga Agus sudah menanyakan kesiapan Nopianti untuk menjadi pendamping Agus.

    “Sudah kita tanya biar tidak menyesal, dia mau merawat Agus,” jelasnya.

    Keluarga berharap pernikahan ini dapat memberikan semangat kepada Agus, yang saat ini berstatus sebagai terdakwa dalam kasus pelecehan seksual dan kini ditahan di Lapas Kelas IIA Kuripan, Lombok Barat.