Kasus: kekerasan seksual

  • Asal-Usul Teror Mistis Sundel Bolong, Sosok Arwah Penasaran Mengerikan

    Asal-Usul Teror Mistis Sundel Bolong, Sosok Arwah Penasaran Mengerikan

    Sundel bolong merupakan salah satu sosok hantu perempuan yang paling dikenal dalam mitologi Indonesia khususnya di wilayah Jawa. Nama “sundel bolong” berasal dari bahasa Jawa di mana “sundel” berarti wanita jalang atau pelacur dan “bolong” berarti berlubang.

    Hantu ini digambarkan sebagai wanita cantik berambut panjang dengan gaun putih panjang namun memiliki lubang besar di punggungnya. Asal-usul sundel bolong bervariasi, namun umumnya dikaitkan dengan kisah tragis seorang wanita yang meninggal.

    Wanita tersebut diceritakan meninggal ketika melahirkan atau setelah mengalami kekerasan seksual dan kemudian arwahnya gentayangan sebagai bentuk dendam kepada pelaku atau penyesalan.

    Dalam beberapa versi, sundel bolong adalah roh penasaran dari wanita yang diperkosa dan melahirkan anaknya di dalam kubur. Lubang di punggungnya diyakini sebagai akibat dari proses melahirkan yang tidak wajar tersebut.

    Sundel bolong juga dikisahkan suka mencuri bayi-bayi yang baru saja dilahirkan sebagai bentuk pencarian terhadap anaknya yang hilang atau sebagai pelampiasan dendamnya. Teror mistis sundel bolong sering dikaitkan dengan kemunculannya di tempat-tempat sepi.

    Melalui beberapa sumber cerita, sundel bolong juga dikisahkan meminta bantuan orang yang lewat untuk menutupi lubang di punggungnya dan jika permintaannya tidak dipenuhi ia akan mengganggu atau mengutuk orang tersebut.

    Namun, tidak jarang keberadaan legenda sundel bolong mencerminkan bagaimana masyarakat Indonesia memaknai dan merespons isu-isu sosial seperti kekerasan terhadap perempuan dan stigma terhadap wanita yang dianggap menyimpang dari norma.

    Melalui kisah mistis ini, terdapat pesan moral dan peringatan terhadap perilaku yang dianggap tidak sesuai dengan nilai-nilai masyarakat. Kemudian mengajarkan tentang konsekuensi dari tindakan manusia.

  • Top 5 News: Hasto Rintangi Penyidikan hingga Amalan Selama Tasyrik

    Top 5 News: Hasto Rintangi Penyidikan hingga Amalan Selama Tasyrik

    Sejumlah artikel di Beritasatu.com masuk dalam top 5 news, sejak Kamis (5/6/2025) hingga Jumat (6/6/2025) pagi WIB. Artikel yang diminati pembaca ini memiliki tema yang beragam.

    Berikut top 5 news Beritasatu.com:

    Pakar hukum pidana Universitas Gadjah Mada (UGM), Muhammad Fatahillah Akbar, menyebut perintah merendam hand phone (HP) dapat dikategorikan sebagai perintangan penyidikan, apabila berkaitan langsung dengan alat bukti atau saksi kunci dalam suatu perkara.

    Dalam sidang Pengadilan Tipikor, jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bertanya apakah perintah Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, merendam HP yang membuat data tidak dapat diakses penyidik dapat dianggap menghalangi proses penyidikan.

    “Jika dalam HP tersebut terdapat bukti penting yang berkaitan dengan proses penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan di pengadilan, maka tindakan merendam HP bisa dianggap sebagai perintangan penyidikan,” jelas Akbar.

    Selain HP dan uang sebesar Rp 3 miliar yang disita oleh kejaksaan, satu unit mobil milik Nikita Mirzani juga ikut disita dalam kasus dugaan pemerasan terhadap Reza Gladys.

    Adapun mobil milik Nikita Mirzani yang disita kejaksaan, yaitu mobil small multi purpose vehicle (MPV) Mitsubishi Xpander dengan pelat nomor kendaraan B 1236 HKB. Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Haryoko Ari Prabowo mengatakan, mobil tersebut digunakan untuk menjemput uang tunai dari Reza Gladys kepada Mail Syahputra (IM) yang kemudian diserahkan kepada Nikita Mirzani (NM).

    “Barang bergerak yang disita adalah berupa kendaraan roda empat atau mobil yang diketahui digunakan untuk menjemput uang tunai dari pelapor (Reza Gladys) oleh IM, yang kemudian diserahkan kepada NM,” kata Haryoko Ari Prabowo.

    Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polresta Malang Kota resmi menetapkan dokter berinisial AY sebagai tersangka dalam kasus dugaan pelecehan seksual terhadap pasien di Persada Hospital. Penetapan tersangka ini disambut baik oleh kuasa hukum korban, Qorry Aulia Rachmah (QAR), yakni Satria Marwan.

    Menurut Satria, proses hukum kasus ini sudah berlangsung cukup lama. Ia merasa lega mendengar bahwa terduga pelaku akhirnya ditetapkan sebagai tersangka. Ia pun memberikan apresiasi atas profesionalitas kinerja kepolisian dalam menangani perkara ini.

    “Hari ini kita buktikan bersama, bahwa tidak ada tempat bersembunyi bagi pelaku kekerasan seksual. Semua pelaku harus bertanggung jawab atas perbuatannya,” tegas Satria.

  • 21 Kriteria Penyakit dan Layanan yang Tidak Ditanggung BPJS Kesehatan

    21 Kriteria Penyakit dan Layanan yang Tidak Ditanggung BPJS Kesehatan

    Jakarta

    Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan atau BPJS Kesehatan belum mampu menanggung pembiayaan semua penyakit. Setidaknya ada 21 kriteria penyakit dan layanan yang belum bisa ditanggung BPJS Kesehatan.

    Sama seperti asuransi kesehatan lainnya, BPJS Kesehatan memiliki sejumlah syarat dan ketentuan terkait jenis penyakit yang bisa ditanggung maupun tidak.

    Dikutip dari Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 Pasal 52 ayat (1), berikut manfaat kesehatan yang tidak ditanggung oleh BPJS Kesehatan.

    Daftar penyakit dan layanan yang tidak ditanggung BPJS Kesehatan:

    Penyakit atau layanan yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undanganPelayanan kesehatan di fasilitas yang tidak bekerja sama dengan BPJS Kesehatan, kecuali dalam keadaan mendesak.Pelayanan kesehatan terhadap penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja atau hubungan kerja yang telah dijamin oleh program Jaminan Kecelakaan Kerja atau menjadi tanggungan pemberi kerja.Pelayanan kesehatan yang dijamin oleh program jaminan kecelakaan lalu lintas yang bersifat wajib, sampai nilai yang ditanggung oleh program tersebut sesuai dengan hak kelas rawat peserta.Pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar negeri.Perawatan untuk tujuan estetika atau kecantikan, seperti operasi plastik.Penyakit infertilitas atau mandul.Perawatan gigi, seperti memasang behel atau ortodonsi.Gangguan kesehatan atau penyakit akibat ketergantungan obat dan/atau alkohol.Gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti diri sendiri atau akibat melakukan hobi yang membahayakan diri sendiri.Pengobatan komplementer, alternatif, dan tradisional yang belum dinyatakan efektif berdasarkan penilaian teknologi kesehatan.Pengobatan dan tindakan medis yang dikategorikan sebagai percobaan atau eksperimen.Alat dan obat kontrasepsi dan kosmetik.Perbekalan kesehatan rumah tangga.Pelayanan kesehatan akibat bencana pada masa tanggap darurat dan kejadian luar biasa atau wabah.Pelayanan kesehatan pada kejadian tak diharapkan yang dapat dicegah.Pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dalam rangka bakti sosial.Pelayanan kesehatan akibat tindakan pidana penganiayaan, kekerasan seksual, korban terorisme, dan tindak pidana perdagangan orang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.Pelayanan kesehatan tertentu yang berkaitan dengan Kementerian Pertahanan, Tentara Nasional Indonesia, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia.Pelayanan yang tidak ada hubungan dengan manfaat jaminan kesehatan yang diberikan.Pelayanan yang sudah ditanggung dalam program lain.

    (kna/kna)

  • Tak Semua Langsung Bisa Ditangani, Ini Kriteria Gawat Darurat BPJS Kesehatan

    Tak Semua Langsung Bisa Ditangani, Ini Kriteria Gawat Darurat BPJS Kesehatan

    Jakarta

    Viral pasien di RSUD dr Saridin Padang disebut tak mendapatkan pelayanan pasca dinilai tak masuk kondisi gawat darurat, hingga berujung meninggal dunia. Adapun pasien bernama Desi Erianti dinyatakan meninggal setelah sebelumnya memiliki riwayat sesak napas.

    Pihak RSUD sempat mengklarifikasi yang bersangkutan tidak memiliki indikasi kegawatdaruratan medis selama menjalani pemeriksaan tahap awal, sehingga disarankan untuk kembali pulang dan melanjutkan pengobatan ke puskesmas.

    Memang seperti apa kriterianya?

    Sebagai catatan, tidak semua kondisi yang terlihat mendesak secara kasat mata dapat dikategorikan sebagai keadaan gawat darurat yang pembiayaannya dijamin oleh BPJS Kesehatan.

    BPJS Kesehatan menegaskan terdapat kriteria medis tertentu yang harus dipenuhi agar suatu kasus bisa dianggap sebagai kondisi kegawatdaruratan medis. Bila tidak memenuhi kriteria tersebut, biaya pengobatan tidak akan ditanggung oleh BPJS, meskipun pasien datang ke IGD.

    Penilaian Status Gawat Darurat oleh Dokter

    Kepala Humas BPJS Kesehatan, Rizzky Anugerah, menjelaskan penilaian status gawat darurat dilakukan secara medis oleh dokter di rumah sakit. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan dan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 47 Tahun 2018 tentang Pelayanan Kegawatdaruratan.

    “Penilaian status gawat darurat dilakukan oleh dokter di rumah sakit sesuai ketentuan,” kata Rizzky kepada detikcom, Kamis (5/6/2025).

    Perpres 82/2018 menyebutkan dalam kondisi darurat, peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) berhak memperoleh layanan langsung di IGD, bahkan di rumah sakit yang tidak bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Namun, hal ini hanya berlaku jika kondisi pasien benar-benar masuk kategori gawat darurat menurut ketentuan medis.

    Sementara itu, Permenkes 47/2018 menjelaskan bahwa kondisi gawat darurat adalah situasi klinis yang membutuhkan penanganan segera untuk menyelamatkan nyawa atau mencegah risiko kecacatan permanen. Artinya, keluhan medis yang dianggap mendesak oleh pasien atau keluarga belum tentu tergolong darurat secara medis.

    Kriteria Gawat Darurat yang Dijamin BPJS

    Agar suatu layanan IGD bisa dijamin oleh BPJS Kesehatan, kondisi pasien harus memenuhi lima kriteria utama berikut:

    Mengancam nyawa atau menimbulkan bahaya bagi diri sendiri, orang lain, atau lingkungan.Terjadi gangguan pada jalan napas, pernapasan, atau sirkulasi tubuh.Penurunan tingkat kesadaran.Gangguan hemodinamik, yakni gangguan fungsi jantung dan pembuluh darah.Memerlukan tindakan medis segera.

    Perlu kembali dipahami, penilaian terhadap kriteria ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab dokter yang menangani di fasilitas kesehatan. Jika dokter menilai kondisi pasien tidak masuk kategori tersebut, maka pembiayaan melalui BPJS Kesehatan tidak dapat dilakukan dan biaya menjadi tanggungan pribadi.

    NEXT: Jenis Pelayanan Kesehatan yang Tidak Ditanggung BPJS

    Selain batasan pada kondisi gawat darurat, BPJS Kesehatan juga memiliki daftar layanan yang tidak masuk dalam cakupan jaminan. Berdasarkan Perpres Nomor 59 Tahun 2024, ada sejumlah jenis layanan yang tidak ditanggung BPJS, di antaranya:

    Pelayanan di fasilitas kesehatan yang tidak bekerja sama dengan BPJS (kecuali keadaan darurat).Cedera akibat kecelakaan kerja atau lalu lintas yang telah dijamin oleh asuransi lain.Pelayanan di luar negeri.Layanan untuk tujuan estetik, infertilitas, atau ortodonsi.Pengobatan ketergantungan narkoba atau alkohol.Gangguan akibat hobi ekstrem atau tindakan menyakiti diri.Pengobatan alternatif dan tindakan medis eksperimental.Pelayanan dalam kegiatan bakti sosial atau yang diselenggarakan oleh Kementerian Pertahanan, TNI, atau Polri.Layanan akibat tindak pidana seperti kekerasan seksual atau perdagangan orang yang telah ditanggung program lain.

    Pentingnya Edukasi dan Pemahaman Masyarakat

    Seringkali, ketidaktahuan masyarakat tentang batasan ini menimbulkan kekecewaan ketika layanan tidak sesuai harapan atau klaim ditolak. Karena itu, BPJS Kesehatan mengimbau agar masyarakat lebih memahami hak dan batas jaminan yang diberikan.

    “Pemahaman masyarakat akan aturan dan kriteria medis sangat penting agar tidak terjadi kesalahpahaman. Kami terus melakukan edukasi agar peserta JKN bisa menggunakan layanan kesehatan secara tepat dan efektif,” tutup Rizzky.

    Simak Video “Video: Soal Narasi BPJS Kesehatan Bangkrut dan Gagal Bayar di 2025”
    [Gambas:Video 20detik]

  • Lewat Bahasa Sehari-hari, Ibu Bongkar Dugaan Pelecehan terhadap Anak Berkebutuhan Khusus di Tangsel
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        2 Juni 2025

    Lewat Bahasa Sehari-hari, Ibu Bongkar Dugaan Pelecehan terhadap Anak Berkebutuhan Khusus di Tangsel Megapolitan 2 Juni 2025

    Lewat Bahasa Sehari-hari, Ibu Bongkar Dugaan Pelecehan terhadap Anak Berkebutuhan Khusus di Tangsel
    Tim Redaksi
    TANGERANG SELATAN, KOMPAS.com –
    Keluarga korban pelecehan seksual terhadap anak berkebutuhan khusus (ABK) membongkar peristiwa tersebut dengan pendekatan komunikasi yang tidak biasa.
    Ibu korban menggali pengakuan sang anak, HP (17), melalui bahasa sehari-hari yang biasa mereka gunakan di rumah. Istilah tersebut yang merujuk pada tindakan pelecehan pada fisik.
    Menurut juru bicara keluarga korban, Muhammad Cahyadi, sang anak kemudian membenarkan pertanyaan itu.
    “Iya,” jawab korban yang ditiru Cahyadi saat dikonfirmasi
    Kompas.com
    , Senin (2/6/2025).
    Ia menjelaskan, sang ibu sudah mulai merasakan gelagat aneh korban sejak Oktober-November 2024. Saat itu, ibu korban mengatakan ada perilaku yang tidak biasa dari anaknya.
    Pasalnya, sang ibu mendapati perubahan perilaku anak yang mengarah pada dugaan tindakan kekerasan seksual.
    “Mulai terlihat perilaku negatif dari korban. Ibu korban mencurigai adanya perubahan karena korban mulai menunjukkan perilaku yang belum pernah muncul,” jelas Cahyadi.
    Karena keterbatasan komunikasi anak yang termasuk kategori ABK, ibu korban menggunakan pendekatan bahasa internal keluarga untuk memudahkan anak bercerita.
    Dari pengakuan anak, nama seorang guru laki-laki disebutkan secara eksplisit dan korban berulang kali menyebut guru tersebut “jahat”.
    Temuan ini semakin menguatkan kecurigaan sang ibu terhadap kemungkinan kekerasan seksual yang dialami anaknya di lingkungan sekolah.
    Setelah mendengar pengakuan tersebut, orangtua korban segera menghubungi wali kelas dan menyampaikan kecurigaan tersebut kepada pihak sekolah.
    Namun menurut Cahyadi, sekolah baru memberikan respons setelah satu minggu laporan disampaikan.
    “Namun respons tersebut tidak berupa pertemuan formal, hanya pemanggilan biasa yang belum menyelesaikan permasalahan secara tuntas,” kata dia.
    Adapun keluarga korban melaporkan kasus ini ke berbagai lembaga. Laporan pertama disampaikan ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Komisi Nasional Disabilitas (KND) pada 17 Maret 2025.
    Satu hari setelahnya, ia melaporkan ke UPTD PPA Tangerang Selatan dan diarahkan untuk melapor ke Polres Tangerang Selatan.
    Mereka pun akhirnya membuat laporan pada 18 Maret 2025 sekaligus direkomendasikan untuk melakukan visum di RSUD Serpong.
    Laporan itu teregistrasi dengan nomor TBL/B/583/11/2025/SPKT/POLRES TANGERANG SELATAN POLDA METRO JAYA pada Selasa, 18 Maret 2025 sekitar pukul 11.45 WIB.
    Kuasa hukum korban, Argus Sagittayama menyebutkan, pihak sekolah telah diberi arahan untuk berkomunikasi secara formal melalui kuasa hukum, namun hingga kini belum ada tindak lanjut atau komunikasi dari pihak sekolah.
    ”Kalau ingin bicara soal kasus ini, langsung ke pengacara saja,” kata Argus.
    Kompas.com telah menghubungi Polres Tangerang Selatan untuk mengkonfirmasi peristiwa ini. Namun hingga berita ini ditayangkan, belum ada pernyataan resmi terkait peristiwa tersebut.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pro Kontra Revisi KUHAP, Soal Penyidik hingga Isu Larangan Meliput Sidang

    Pro Kontra Revisi KUHAP, Soal Penyidik hingga Isu Larangan Meliput Sidang

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah dan DPR sedang membahas amandemen Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau KUHAP. Perubahan KUHAP akan mengubah lanskap tata cara beracara termasuk proses pemidanaan dalam suatu perkara.

    Ketua DPR Puan Maharani menyebut parlemen tidak akan tergesa-gesa dalam membahas revisi KUHAP. Dia menjanjikan agar semua masukan dari seluruh elemen masyarakat turut didengar. 

    Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) itu mengatakan, legislator nantinya juga akan membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perampasan Aset setelah revisi KUHAP dituntaskan. 

    “Setelah itu baru kita akan masuk ke perampasan aset. Bagaimana selanjutnya, ya itu juga kita akan minta masukkan pandangan dari seluruhnya,” ungkapnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (7/5/2025).

    Sementara itu, pada Maret 2025 sebelumnya, Ketua Komisi III DPR Habiburokhman mengungkap pihaknya menargetkan bakal menuntaskan revisi KUHAP tidak melebihi waktu dua kali masa sidang.

    Komisi III DPR menargetkan pembahasan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau KUHAP tidak memakan waktu hingga melebihi dua masa sidang. 

    Wakil Ketua Umum Partai Gerindra itu menyebut, komisi hukum DPR optimistis pembahasan revisi KUHAP bisa dibahas tanpa waktu yang lama. Apalagi, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau KUHP yang baru bakal mulai berlaku pada 2 Januari 2026.

    “Kalau bisa ya jangan lebih dari dua kali masa sidang. Jadi kalau dua kali masa sidang Insyaallah sih siap ya teman-teman ya,” ujarnya di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (20/3/2025).

    Masukan KPK

    Adapun Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johanis Tanak menyampaikan sejumlah masukan untuk Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau KUHAP. 

    Lembaga antirasuah itu tetap berpedoman dengan KUHAP, meski juga berpegang kepada Undang-Undang (UU) No 19/2019 tentang KPK dengan azas lex specialis dalam melakukan penyelidikan, penyidikan hingga penuntutan. 

    Menurut Johanis, terdapat banyak hal yang perlu diperhatikan pada revisi KUHAP. Dia menyebut pedoman menyelenggarakan hukum acara pidana itu saat ini merupakan produk Orde Lama yang masih digunakan pada era pascareformasi. 

    “Sekarang ini dalam era reformasi perkembangan dari berbagai aspek kehidupan semakin meningkat, seiring dengan hal tersebut. Sudah saatnya kita mengubah UU KUHAP untuk mengikuti perkembangan zaman saat ini dan ke depan,” ujarnya kepada wartawan, dikutip Minggu (1/6/2025). 

    Johanis menyebut setidaknya ada lima aspek yang harus masuk ke dalam revisi. Pertama, syarat pendidikan minimal penyelidik dan penyidik. Pimpinan KPK berlatar belakang jaksa itu mengatakan ada ketimpangan syarat minimal pendidikan antara penyelidik dan penyidik dengan advokat, jaksa serta hakim. Penyelidik dan penyidik, yang biasanya berlatar belakang dari Kepolisian, tidak disarankan berpendidikan S1 Ilmu Hukum. 

    Oleh sebab itu, dia menilai penyelidik dan penyidik di berbagai lembaga penegak hukum harus berpendidikan serendah-rendahnya S1 Ilmu Hukum.

    “Sehingga seluruh aparat penegak hukum, berlatar belakang pendidikan S1 Ilmu Hukum. Saat ini Penyelidik dan Penyidik tidak disarankan berpendidikan S1 Ilmu Hukum, sedangkan Advokat, Jaksa dan Hakim sudah disyaratkan harus S1 Ilmu Hukum,” tuturnya.

    Kedua, menghilangkan penyidik pembantu. Ketiga, pengaturan yang jelas ihwal tenggang waktu penyidikan supaya ada kepastian hukum. 

    “Begitu juga halnya tenggang waktu proses pemeriksaan persidangan, harus diatur dengan jelas dan tegas agar ada kepastian hukum bagi pencari keadilan,” pesannya. 

    Keempat, pengaturan jelas dan tegas atas tenggan waktu penanganan perkara saat tahap penuntutan. Kelima, pengaturan mengenai perlindungan terhadap pelapor dugaan tindak pidana ke penegak hukum.

    “Dan lain-lain masih banyak lagi yang perlu diatur,” jelasnya.

    Sorotan AJI 

    Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Nany Afrida menyoroti ada usulan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang pihaknya anggap dapat menganggu kebebasan pers.

    Dia menyebut, pasal yang dimaksudnya adalah aturan yang membuat sidang pengadilan tertutup alias tidak ada liputan langsung atau jika ditayangkan harus ada izin dari ketua pengadilan terlebih dahulu.

    “Kita merasa itu mengganggu kerja-kerja pers yang harusnya transparan, kita harus tahu apa yang terjadi di dalam [persidangan],” katanya seusai menghadiri pertemuan dengan Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (8/4/2025).

    Sebab itu, Nany bersama anggota-anggota Koalisi Masyarakat Sipil untuk pembaruan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mendesak DPR untuk mencopot bahkan kalau bisa menghapuskan usulan tersebut.

    Menurut dia, sidang pengadilan seperti korupsi hingga pembunuhan berencana merupakan sebuah kepentingan umum, sehingga masyarakat berhak tahu proses persidangannya seperti apa.

    “Kecuali kalau seandainya pengadilan tentang kekerasan seksual itu mungkin tertutup dan kita kan punya etika soal itu. Aku rasa wartawan-wartawan pasti paham dan mereka pasti nggak akan meliput. Tapi yang berhubungan dengan kepentingan umum, ya pasti kita harus liput,” urainya.

    Sebelumnya, Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia Sura Advokat Indonesia (Peradi SAI), Juniver Girsang mengusulkan agar revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dimasukkan pasal soal tidak ada liputan langsung dalam proses persidangan..

    Juniver mengusulkan dalam Pasal 253 ayat 3 supaya ada penegasan dari makna publikasi proses persidangan. Menurut dia, harus ada pelarangan liputan langsung dalam persidangan dan ini perlu disetujui.

    “Kenapa ini harus kita setuju? Karena orang dalam persidangan pidana kalau di liputannya langsung, saksi-saksi bisa mendengar, bisa saling mempengaruhi, bisa nyontek, itu kita setuju itu,” ujarnya, di Gedung DPR RI pada Senin (23/3/2025).

  • Umbar Nafsu ke 300-an Pasien, Dokter Predator Diganjar 20 Tahun Bui

    Umbar Nafsu ke 300-an Pasien, Dokter Predator Diganjar 20 Tahun Bui

    Jakarta

    (Peringatan: Artikel ini mengandung kisah tentang bunuh diri, kekerasan seksual, dan detail lain yang mungkin mengusik pembaca.)

    Joel Le Scouarnec bukanlah nama yang ada di bibir setiap orang di kota tepi laut Vannes, barat Prancis, tempat mantan dokter bedah itu minggu ini dijatuhi hukuman 20 tahun penjara karena memperkosa dan melakukan kekerasan seksual terhadap hampir 300 pasiennya . Kebanyakan dari korbannya adalah anak-anak. Kebejatan ini dilakukan predator berjas putih tersebut selama lebih dari tiga dekade.

    Wajahnya tidak menghiasi halaman depan koran lokal setelah vonis terhadapnya dijatuhkan. Ketika cuaca berpancaroba antara mendung dan sinar matahari di bulan Mei, orang-orang yang berkumpul di festival kapal di Pelabuhan Vannes memilih untuk tidak membicarakan salah satu pelaku pelecehan seksual paling masif di Prancis ini. Padahal jarak pelabuhan itu hanya sepuluh menit jika berjalan kaki dari ruang sidang.

    “Ini aib bagi wilayah Brittany,” ujar Joelle Leboru, pensiunan berusia 83 tahun. “Dia memulai semuanya di kota ini.” Leboru mempertanyakan: “Bagaimana dia bisa lolos selama ini?”

    Anatomi Jaringan Pelecehan

    Itulah pertanyaan yang mengusik malam warga Vannes. Di bawah hidung otoritas, mengenakan jas putih penuh wibawa, dan di jantung masyarakat kelas menengah, Le Scouarnec menyiksa ratusan anak. Kejahatan dalam kasus terakhir ini berlangsung dari tahun 1989 hingga 2014 di selusin rumah sakit di Prancis bagian barat.

    Le Scouarnec kerap melecehkan korban saat mereka sedang di bawah anestesi atau terbangun dari operasi. Ia bahkan menuliskan deskripsi rinci ratusan tindakan rudapaksa dan pelecehan seksual terhadap anak-anak – juga hewan – dalam jurnal yang ditemukan polisi saat menggeledah apartemennya pada 2017, setelah ia dituduh menyiksa anak tetangga.

    “Aku seorang penyimpang berat. Aku eksibisionis, voyeur, sadis, masokis, punya fetis, dan pedofil. Dan aku sangat senang dengan semua itu,” tulisnya dalam sebuah jurnal tahun 2004 yang dikutip media Le Monde. Polisi juga menemukan koleksi boneka berukuran bayi dan balita di apartemen itu.

    Sudah ketahuan, masih dibiarkan praktik

    Pada tahun 2005, ia divonis bersalah atas kepemilikan materi pelecehan seksual anak dan menerima hukuman penjara empat bulan dengan masa percobaan. Namun tetap bisa praktik dan bekerja dengan anak-anak hingga pensiun.

    (Ed: Materi pelecehan seksual anak atau “Child Sexual Abuse Material “adalah segala bentuk konten yang menggambarkan atau mengeksploitasi anak-anak dalam konteks seksual, seperti foto, video, atau gambar yang menunjukkan pelecehan seksual terhadap anak-anak.

    Dalam persidangan, para pengelola rumah sakit yang mempekerjakannya setelah vonis 2005 menyangkal tanggung jawab, dengan beralasan bahwa pengadilan tidak mengeluarkan larangan profesional atau larangan bekerja dengan anak di bawah umur. Mereka berpendapat bahwa mereka tidak berkewajiban untuk memberlakukan pembatasan tambahan.

    Le Scouarnec bekerja terutama di rumah sakit pedesaan yang minim sumber daya, di mana kehilangan seorang dokter bedah berarti penutupan seluruh departemen.

    Ada juga pertanyaan apakah orang lain – terutama mantan istrinya – mengetahui pelecehan ini, tapi tidak mengambil tindakan. Istrinya membantah mengetahui apa pun sehubungan soal itu. Proses hukum lebih lanjut berlangsung, karena para korban menuntut pertanggungjawaban lebih luas.

    Ayo berlangganan newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

    Kegagalan institusional

    Berbeda dengan kasus kriminal biasa yang diawali laporan korban, di sini polisi menemukan bukti dulu, baru mencari korban. Banyak di antara orang-orang yang lupa atas kejadiannya dan baru tahu dari polisi.

    Salah satu korban, Louis-Marie (35 tahun), berdiri di luar pengadilan Vannes pada hari vonis dijatuhkan, bersama penyintas lain, membuka spanduk dengan ratusan siluet mewakili korban Le Scouarnec, beberapa dengan nama dan usia di bawah lima tahun, sebagian anonim.

    “Kami menyadari ada kegagalan institusional besar yang hingga kini belum diakui,” ujar Louis-Marie kepada DW.

    Le Scouarnec mengakui semua dakwaan dan meminta agar tidak diberi keringanan hukuman. Ia meminta maaf kepada sebagian korban dan tidak berencana buat naik banding.

    Dewan Medis Nasional Prancis (CNOM) berjanji melakukan reformasi, agar tragedi serupa tidak terulang. Sementara itu Menteri Kesehatan Prancis berkomitmen bekerja sama dengan Kementerian Kehakiman untuk lebih melindungi anak dan pasien dari predator.

    Hukuman maksimal yang dipertanyakan

    Vonis bersalah bagi pelaku kejahatan seksual itu tidak mengejutkan. Namun keluarga korban meradang. Regine, ibu korban, mengatakan ia hanya merasa “lelah”.

    “Sebagai orang tua, kami dianggap korban sekunder. Tapi sulit menerima (kenyataan) bahwa kami meningggalkan anak dengan monster ini. Ini penyesalan yang tak hilang, seumur hidup,” katanya.

    Namun hukum Prancis menetapkan hukuman maksimal 20 tahun untuk pemerkosaan berat – berlaku baik untuk satu korban atau maupun ratusan – dan itulah yang dijatuhkan kepada Le Scouarnec yang kini berusia 74 tahun. Kelompok advokasi kini menuntut reformasi hukum dengan hukuman lebih berat untuk pelaku kejahatan berulang.

    Seruan reformasi

    Pengadilan juga menjatuhkan larangan Le Scouarnec mendekati anak-anak dan hewan, serta larangan praktik medis jika ia bebas.

    Meski demikian, peluang pembebasan lebih awal tetap ada karena hukuman penjara Prancis tidak kumulatif dan sebagian masa tahanan sudah dijalani selama penahanan prasidang. Jadi ada kemungkinan bebas di tahun 2030-an dengan persetujuan hakim.

    Majelis hakim memutuskan tidak memasukkan Le Scouarnec ke fasilitas psikiatri yang aman pascabebas, dengan alasan usia dan niat “menebus kesalahan”.

    Keputusan ini mengecewakan banyak korban dan keluarga, seperti Xavier Vinet yang putranya disiksa Le Scouarnec. Ia berang.

    “Seharusnya ada hukuman seumur hidup. Karena hukuman mati tidak ada, maka harus dikembalikan – itu yang layak untuk orang seperti dia,” tandasnya.

    Meninggal sebelum adanya keadilan

    Putra Vinet, Mathis, tidak sempat melihat keadilan karena meninggal dunia tahun 2021 akibat overdosis. Keluarga menduga si korban ini bunuh diri.

    “Dia anak yang ceria sebelum semuanya ini,” ujar Vinet. “Hubungannya dengan kakeknya dan saya sangat baik.”

    Pada tahun 2018, Mathis dan keluarga diberitahu polisi bahwa Le Scouarnec menulis tentang pelecehan seksual saat Mathis berusia 10 tahun di rumah sakit. “Setelah itu semuanya berubah. Dia menghancurkan dirinya sendiri,” tambah Vinet.

    Le Scouarnec mengaku bertanggung jawab atas kematian Mathis dan korban muda lain yang meninggal tahun 2020.

    Mengapa orang tak peduli?

    Kasus ini mengguncang Prancis. Namun, perhatian publik dan media di Vannes terbilang rendah karena tabu membicarakan kekerasan seksual terhadap anak.

    Jika dibandingkan kasus Gisele Pelicot, terlihat korban secara terbuka melawan pelaku utama dan puluhan pelaku lainnya. Kasus Pelicot lebih banyak menarik perhatian internasional. Namun lemahnya pembicaraan atau perhatian pada kasus dokter bejat ini menegaskan sulitnya berdiskusi soal kekerasan terhadap anak.

    Emma Le Floch, seorang mahasiswa 21 tahun dari Vannes, menjelaskan mengapa menurutnya kejahatan mantan dokter bedah itu kurang mendapat perhatian, “Segala hal yang menyangkut anak-anak lebih tabu. Menyedihkan mengetahui orang terdekat jadi korban. Bisa saja kita ditangani dokter itu atau dioperasi olehnya.”

    “Kita kurang peduli soal kekerasan seksual terhadap anak,” tambahnya. “Mungkin karena kita tidak ingin membicarakannya,” pungkasnya.

    Jika Anda mengalami tekanan emosional atau pikiran untuk bunuh diri, carilah bantuan profesional. Anda dapat menemukan informasi tentang tempat untuk mendapatkan bantuan, di mana pun Anda tinggal di dunia, di situs web ini: www.befrienders.org

    *Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Jerman

    Diadaptasi oleh Ayu Purwaningsih

    Editor: Yuniman Farid

    Tonton juga “APPA: 75% Narapidana di NTT Merupakan Pelaku Kejahatan Seksual” di sini:

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Pernikahan Anak di Lombok! Menteri PPPA Tegaskan Pelanggaran Serius

    Pernikahan Anak di Lombok! Menteri PPPA Tegaskan Pelanggaran Serius

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Arifah Fauzi mengecam keras praktik perkawinan usia anak yang terjadi di Kabupaten Lombok Tengah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB).

    “Pernikahan yang terjadi di Lombok Tengah jelas merupakan bentuk perkawinan usia anak, karena anak laki-laki berusia 17 tahun dan perempuan masih 15 tahun. Menikahkan anak berarti melanggar hak dasar anak, termasuk hak atas pendidikan, perlindungan, dan tumbuh kembang yang layak,” kata Menteri PPPA Arifah Fauzi di Jakarta, Kamis.

    Ia menegaskan bahwa pernikahan tersebut merupakan bentuk pelanggaran serius terhadap hak anak yang tidak dapat dibenarkan dengan alasan adat maupun budaya.

    Arifah Fauzi mengatakan, batas usia minimal untuk menikah di Indonesia adalah 19 tahun untuk laki-laki maupun perempuan, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor: 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor: 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

    Ia mengingatkan bahwa menikahkan anak bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga dapat berujung pada sanksi pidana maupun administratif.

    “Pemerintah telah berkomitmen untuk melindungi hak-hak anak dari segala bentuk kekerasan, termasuk dengan mencegah terjadinya perkawinan anak. Bahkan Undang-Undang Nomor: 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual -TPKS- dalam Pasal 4 secara tegas menyebutkan bahwa pemaksaan perkawinan anak merupakan bentuk kekerasan seksual,” kata Menteri Arifatul Choiri Fauzi.

    Lebih lanjut, Menteri PPPA menegaskan, perkawinan usia anak bukan hanya masalah pribadi atau keluarga, melainkan persoalan sosial dan pembangunan nasional.

  • Komnas Perempuan Kecam Keras Grup Fantasi Sedarah di Facebook

    Komnas Perempuan Kecam Keras Grup Fantasi Sedarah di Facebook

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyatakan kecaman keras terhadap grup Facebook Fantasi Sedarah serta komunitas serupa yang menyebarkan konten inses dan kekerasan seksual dalam lingkungan keluarga seolah hal tersebut normal.

    “Keberadaan grup ini jelas melanggar hukum dan menunjukkan bagaimana ruang digital dimanfaatkan predator seksual untuk meraup keuntungan sekaligus memperluas jejaring berbahaya, khususnya bagi perempuan dan anak,” tegas Ketua Komnas Perempuan Maria Ulfah Anshor di Jakarta, Rabu (28/5/2025) dikutip dari Antara.

    Ia menilai inses adalah bentuk kekerasan seksual paling merusak karena terjadi dalam lingkungan terdekat korban.

    Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), pelaku kekerasan seksual dalam lingkup keluarga dikenakan hukuman yang diperberat sepertiga dari pidana utama.

    “Ketika rumah, yang semestinya menjadi tempat aman, justru menjadi lokasi kekerasan seksual, maka bukan hanya fisik korban yang terluka, tetapi juga rasa aman, kepercayaan, bahkan kemanusiaan mereka,” tambah Maria.

    Komnas Perempuan juga menyampaikan kekhawatiran atas kondisi para korban yang mungkin belum terjangkau, tetapi telah menjadi sasaran kekerasan dari pelaku inses. Maria menegaskan bahwa relasi kekuasaan inilah yang membuat korban sangat rentan, dan negara harus hadir untuk melindungi mereka dari bahaya berkelanjutan.

  • Diduga Pasang CCTV di Toilet Siswi, Polisi Tangkap Alumni Siswa SMAN 12 Bandung

    Diduga Pasang CCTV di Toilet Siswi, Polisi Tangkap Alumni Siswa SMAN 12 Bandung

    GELORA.CO –  Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 12 Bandung, Jawa Barat tengah menjadi sorotan, imbas kasus pemasangan CCTV di toilet siswi.

    Seoang siswa diduga memasang kamera tersembunyi atau CCTV di toilet siswi perempuan.

    Dalam keterangannya, Kapolrestabes Bandung, Kombes Pol Budi Sartono mengatakan pelaku berinisial AS (18).

    Diketahui AS kini telah lulus dari SMA di Bandung itu, dan ditetapkan sebagai tersangka.

    Diungkapkan Budi, kasus ini bermula dari laporan di Polsek Kiaracondong terkait ulah jahat yang dilakukan AS, pada Kamis, 22 Mei 2025, lalu.

    Berdasarkan laporan itu, AS kemudian langsung ditangkap pihak kepolisian dan kini sudah ditahan di Mapolrestabes Bandung.

    “Ada kejadian, kita telah mengamankan salah satu siswa di SMA Bandung, yaitu di Kiaracondong, Atas nama AS,” ujar Budi dalam pernyataan resminya di Mapolrestabes Bandung, dikutip pada Rabu (28/5/2025).

    “Yaitu yang bersangkutan mendapat laporan dari Polsek Kiaracondong tanggal 22 Mei kemarin,” terangnya.

    Disebutkan Budi, aksi AS yang memasang kamera tersembunyi untuk merekam aktivitas toilet wanita itu terjadi pada 3 Desember 2024 lalu.

    Menurut laporan kepolisian, AS dinyatakan lulus pada 5 Mei 2025 dan melakukan tindak kejahatannya saat tercatat sebagai siswa.

    “Ada laporan bahwa yang dilakukan pada tahun 2024, tanggal 3 Desember, melakukan kegiatan dugaan tindak pidana kekerasan seksual yang diduga menggunakan CCTV ataupun alat perekam di kamar mandi sekolah tersebut,” terangnya.

    “Jadi yang bersangkutan menaruh alat perekam di kamar mandi dan disimpan di data handphone-nya dia sendiri. Nah itu kejadiannya pada tahun 2024,” imbuh Budi.***