Kasus: kekerasan seksual

  • Konjen China siap bantu dukung keamanan berwisata di Bali Nusra

    Konjen China siap bantu dukung keamanan berwisata di Bali Nusra

    “Kami bersedia bekerja sama dengan destinasi wisata populer untuk bersama membuat dan memasang papan peringatan keselamatan wisata dilengkapi keterangan bahasa Mandarin,”

    Denpasar (ANTARA) – Konsulat Jenderal China di Denpasar siap membantu mendukung keamanan berwisata di Bali dan Nusa Tenggara guna menjamin keselamatan wisatawan asing termasuk warga negaranya.

    “Kami bersedia bekerja sama dengan destinasi wisata populer untuk bersama membuat dan memasang papan peringatan keselamatan wisata dilengkapi keterangan bahasa Mandarin,” Wakil Konsul Jenderal China Zhu Yu di sela konferensi keamanan pariwisata di Denpasar, Bali, Rabu.

    Menurut dia, upaya itu merupakan bagian dari tiga usulan yang disampaikan kepada instansi dan pihak terkait di Bali termasuk di wilayah kerja lain yang mencakup Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.

    Ia mengungkapkan masih banyak pantai di wilayah kerjanya yang belum dilengkapi sistem penandaan bendera keselamatan menyeluruh, begitu juga lokasi wisata berisiko tinggi belum ada papan peringatan.

    Usulan kedua yakni meningkatkan pelatihan dan pengawasan serta menaikkan standar kelayakan sektor pariwisata.

    Diplomat itu menyarankan untuk memperkuat manajemen berbasis daftar perusahaan seperti agen perjalanan dan penyedia jasa penyewaan kendaraan, dengan mekanisme pengawasan lebih ketat.

    “Meningkatkan upaya penindakan terhadap taksi gelap ojek ilegal. Kompetensi pelaku pariwisata juga perlu ditingkatkan melalui pelatihan profesional dan inspeksi pengawasan berkala,” ucapnya.

    Pengawasan juga perlu diperketat khususnya standar kebersihan air yang digunakan pelaku usaha makan dan minum.

    Usulan lain di antaranya Konjen China meminta agar dilakukan pemeriksaan ketat terkait kelengkapan dokumen wisatawan yang ingin menyewa kendaraan seperti surat izin mengemudi yang sah.

    Ia mengharapkan perusahaan penyewaan kendaraan menyediakan kontrak dengan tiga bahasa yakni bahasa Indonesia, Inggris dan Mandarin serta hak dan kewajiban.

    “Pengawasan juga perlu ditingkatkan terhadap kepatuhan wisatawan asing dalam menggunakan helm saat mengendarai atau dibonceng sepeda motor,” ujarnya.

    Usulan itu dibuat mencermati sejumlah insiden yang menimpa turis asal negeri dengan ikon panda itu dalam satu tahun terakhir di Bali dan Nusa Tenggara di antaranya tenggelam di wilayah perairan, kecelakaan lalu lintas, kekerasan seksual, perselisihan pariwisata, kriminalitas hingga kesehatan dan medis.

    Sementara itu, Konjen mencatat kunjungan wisatawan China khususnya di Bali mencapai 580 ribu pada 2024 dan pada kuartal pertama 2025 sebanyak 166 ribu orang, masing-masing meningkat 59,2 persen dan 11,6 persen.

    Menyikapi usulan itu, Kepala Dinas Pariwisata Bali I Wayan Sumarajaya mewakili Pemerintah Provinsi Bali mengapresiasinya dan akan menjadi bahan kajian.

    “Kami apresiasi apa yang disampaikan dan akan menjadi bahan kajian untuk bersama dengan berbagai pemangku kepentingan, pelaku usaha, aparat dan petugas di kabupaten/kota,” ucapnya.

    Pewarta: Dewa Ketut Sudiarta Wiguna
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Marinir AS Dibui 7 Tahun di Jepang Atas Kekerasan Seksual

    Marinir AS Dibui 7 Tahun di Jepang Atas Kekerasan Seksual

    Jakarta

    Pengadilan Jepang menjatuhkan hukuman tujuh tahun penjara kepada seorang marinir Amerika Serikat atas kekerasan seksual. Ini merupakan kasus penyerangan seksual terbaru yang melibatkan personel militer Amerika di Jepang.

    Jamel Clayton (22) yang mengaku tidak bersalah, dituduh mencekik dan mencoba memperkosa seorang wanita berusia 20-an tahun di Okinawa pada tahun 2024 lalu, menurut Kyodo News dan media-media lokal lainnya.

    Pengadilan Distrik Naha pada hari Selasa (24/6) waktu setempat menjatuhkan hukuman tujuh tahun penjara kepada Clayton atas “kejahatan menyebabkan cedera dengan mencoba melakukan hubungan seksual tanpa persetujuan”, kata juru bicara pengadilan kepada AFP, Rabu (25/6/2025).

    Hakim Ketua Kazuhiko Obata menggambarkan perilaku Clayton sebagai “sangat berbahaya sehingga dapat mengancam nyawa korban, dan sangat jahat,” demikian laporan media Jiji Press.

    Jaksa sebelumnya telah menuntut hukuman penjara 10 tahun.

    Pengacara Clayton berpendapat bahwa pria itu tidak menggunakan kekerasan fisik terhadap wanita tersebut, tetapi “hanya memeluknya dan pergi”, demikian harian Yomiuri Shimbun melaporkan.

    Atas putusan ini, pengacara Clayton mengatakan bahwa mereka sedang mempertimbangkan untuk mengajukan banding atas putusan tersebut.

    Lihat juga Video: Korban Dugaan Pelecehan Seksual di UP Ngaku Diintimidasi-Dimutasi

    Sepanjang tahun lalu, 80 orang yang terkait dengan militer AS didakwa atas berbagai kejahatan yang dilakukan di pulau subtropis Jepang tersebut.

    Ini termasuk delapan kasus serius, seperti perampokan dan tindakan seksual tanpa persetujuan, kata seorang petugas polisi kepada AFP. Jumlah tersebut dilaporkan merupakan yang tertinggi dalam 30 tahun terakhir.

    Pemerkosaan terhadap seorang anak perempuan berusia 12 tahun oleh tiga tentara AS pada tahun 1995 memicu seruan publik untuk mempertimbangkan kembali pakta tahun 1960, yang mengizinkan Amerika Serikat untuk menempatkan pasukan militernya di Jepang.

    Lihat juga Video: Korban Dugaan Pelecehan Seksual di UP Ngaku Diintimidasi-Dimutasi

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Pesantren harus cegah perisakan hingga kekerasan seksual

    Pesantren harus cegah perisakan hingga kekerasan seksual

    Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat (kiri) Muhaimin Iskandar saat memberikan keterangan usai menghadiri acara International Conference on The Transformation of Pesantren, di kawasan Tanah Abang, Jakarta, Selasa (24/6/2025). ANTARA/Rio Feisal

    Menko PM: Pesantren harus cegah perisakan hingga kekerasan seksual
    Dalam Negeri   
    Editor: Novelia Tri Ananda   
    Rabu, 25 Juni 2025 – 08:53 WIB

    Elshinta.com – Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat (Menko PM) Muhaimin Iskandar alias Cak Imin mengatakan pesantren harus mencegah bullying atau perisakan, kekerasan seksual, serta intoleransi.

    “Ini yang harus dijaga. Pesantren harus menghindari tiga dosa yang sedang tumbuh di mana-mana, yakni bullying, kekerasan seksual, dan intoleransi,” ujar Menko PM usai menghadiri acara International Conference on The Transformation of Pesantren, di kawasan Tanah Abang, Jakarta, Selasa (24/6) malam.

    Lebih lanjut Cak Imin menjelaskan bahwa perisakan harus dicegah pesantren karena bisa bereskalasi hingga terjadinya santri menghajar santri. Untuk kekerasan seksual, dia mengatakan bahwa pemerintah akan menyiapkan satuan tugas khusus untuk menanganinya.

    “Saya sudah bentuk satuan tugas khusus menangani kekerasan seksual di pesantren ini dengan membentuk satuan tugas yang dipimpin Hindun Anisah,” katanya.

    Kemudian untuk intoleransi, dia menegaskan hal tersebut tidak boleh terjadi di pesantren.

    “Nah tiga hal ini yang biarkan orang lain salah, tetapi pesantren tidak boleh salah,” ujarnya.

    Sumber : Antara

  • Polisi Tetapkan Dosen FIB Unhas Tersangka Pelecehan Seksual, Modus Bimbingan Skripsi
                
                    
                        
                            Makassar
                        
                        24 Juni 2025

    Polisi Tetapkan Dosen FIB Unhas Tersangka Pelecehan Seksual, Modus Bimbingan Skripsi Makassar 24 Juni 2025

    Polisi Tetapkan Dosen FIB Unhas Tersangka Pelecehan Seksual, Modus Bimbingan Skripsi
    Tim Redaksi
    MAKASSAR, KOMPAS.com
    – Mantan dosen Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar ditetapkan sebagai tersangka atas kasus dugaan pelecehan seksual terhadap mahasiswi.
    Status tersebut disematkan kepada dosen berinisial FS setelah penyidik Subdit Remaja, Anak, dan Wanita (Renakta) Ditreskrimum Polda Sulsel melakukan penyelidikan panjang.
    “Iya sudah (tersangka). Kita sudah buatkan suratnya untuk penetapan tersangka,” kata Kanit IV Subdit Renakta Ditreskrimum Polda Sulsel, AKP Ramdan Kusuma dikonfirmasi awak media, Selasa (24/6/2025).
    Ramdan mengatakan, saat ini berkas tersangka FS tinggal menunggu adminstrasi lanjutan.
    “Cuma untuk administrasinya masih di pimpinan. Nanti setelah itu, dikirim pemberitahuan ke kejaksaan maupun tersangka itu sendiri. Surat pemberitahuan (penetapan tersangka),” ucap Ramdan.
    FS disangkakan Pasal 6A dan Pasal 6C Undang-Undang Nomor 12 tahun 2022 tentang tindak pidana kekerasan seksual.

    Dalam Pasal 6A berbunyi tentang pelecehan seksual fisik dan pelakunya dapat dipenjara paling lama 4 tahun atau denda paling banyak Rp50 juta.
    Sementara itu, Pasal 6C mengatur tentang penyalahgunaan kekuasaan, wewenang, kepercayaan, atau pengaruh yang menyebabkan terjadinya kekerasan seksual, dan pelakunya dapat dipidana penjara paling lama 12 tahun atau denda paling banyak Rp300 juta.
    Untuk diketahui, kasus pelecehan seksual ini terjadi pada 25 September 2024, ketika korban menemui FS untuk bimbingan mengenai rencana penelitian skripsinya.
    Setelah bimbingan, korban pun meminta izin untuk pulang, namun oleh FS korban dipaksa agar tidak meninggalkan ruangan.
    FS kemudian memegang tangan dan memeluk korban, namun korban berhasil melawan dan menghindari tindakan bejat tersebut.
    Usai kejadian itu, korban pun langsung melaporkan FS ke Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) Unhas.
    Pendalaman internal pun dilakukan, hingga bukti rekaman CCTV didapatkan. Internal Unhas pun mengambil langkah tegas dengan mencopot FS dari jabatannya dan menonaktifkannya sebagai dosen.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Fadli Zon sebut pernyataan perkosaan massal 1998 pendapat pribadi

    Fadli Zon sebut pernyataan perkosaan massal 1998 pendapat pribadi

    Sumber foto: Antara/elshinta.com.

    Fadli Zon sebut pernyataan perkosaan massal 1998 pendapat pribadi
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Selasa, 24 Juni 2025 – 22:23 WIB

    Elshinta.com – Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon menyebutkan pernyataan soal perkosaan massal tahun 1998 yang menjadi polemik adalah pendapatnya secara pribadi dan tidak berkorelasi dengan sejarah.

    Pernyataan yang jadi polemik tersebut, kata dia, adalah ketika dia mempersoalkan istilah massal pada kasus sosial yang terjadi pada Mei 1998, dimana menurut dia semestinya ada fakta yang jelas dan bukti akademiknya, termasuk siapa yang jadi korban dan di mana tempatnya.

    “Jadi itu harus ada fakta-fakta hukum, ada akademik, jadi ada siapa korbannya, di mana tempatnya, mana kejadiannya, itu kan harus ada datanya. Itu pendapat saya pribadi, ini enggak ada urusannya dengan sejarah, dan boleh kan dalam demokrasi itu berbeda pendapat. Kalau ada yang mempunyai bukti-bukti ini loh namanya massal, silahkan,” kata Fadli Zon selepas pemberian materi di Retret gelombang II di IPDN, Sumedang, Jawa Barat, Selasa.

    Fadli Zon tidak memungkiri adanya pemerkosaan pada Mei 1998 itu, namun meragukan kasus tersebut bersifat massal. Karena, menurut dia, jika bersifat massal artinya merupakan peristiwa yang sistematis, terstruktur, dan masif.

    “Saya yakin terjadi kekerasan seksual itu waktu itu terjadi, seperti penjelasan saya, terjadi tetapi massal itu sistematis, seperti terjadi oleh tentara Jepang kepada, misalnya, China, itu Nanjing, oleh tentara Serbia kepada Bosnia, seperti peristiwa itu namanya massal, ada sistematik, terstruktur, dan masif,” kata Fadli Zon.

    Saat ini, lanjunya,  adakah pihak yang bisa memberikan bukti unsur terstruktur, sistematis, dan masif itu. Ia tak ingin diksi perkosaan massal itu justru mencoreng wajah Indonesia.

    “Nah sekarang ada enggak itu (unsur terstruktur, sistematis, dan masif)? Kalau ada, buktinya tidak pernah ada. Kita ini enggak mau mencoreng muka kita sendiri, itu ada frame, waktu itu frame ya, termasuk dari asing menurut saya, bahwa terjadi perkosaan yang katanya massal,” ucap Fadli Zon.

    Sebelumnya Fadli Zon dikecam publik karena meragukan terjadinya perkosaan massal pada Mei 1998. Menurut dia, peristiwa itu hanya berdasarkan rumor yang beredar dan tidak pernah ada bukti pemerkosaan massal pada waktu tersebut.

    “Betul enggak ada perkosaan massal? Kata siapa itu? Itu enggak pernah ada buktinya. Itu adalah cerita. Kalau ada, tunjukkan. Ada enggak di dalam buku sejarah itu? Enggak pernah ada,” ucap Fadli Zon dalam salah satu program podcast.

    Setelah ucapannya menjadi buah bibir, Fadli Zon meluruskan bahwa ia tidak bermaksud menyangkal adanya perkosaan massal, tetapi meminta publik bersikap dewasa memaknai peristiwa tersebut, dengan melihat sejarah secara jernih tanpa kehilangan empati dan tidak menanggalkan akal sehat.

    “Setiap luka sejarah harus kita hormati. Tapi sejarah bukan hanya tentang emosi, ia juga tentang kejujuran pada data dan fakta,” kata Fadli Zon.

    Sumber : Antara

  • Cak Imin: Pesantren Harus Pimpin Perubahan, Tak Boleh Cuma Jadi Penonton
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        24 Juni 2025

    Cak Imin: Pesantren Harus Pimpin Perubahan, Tak Boleh Cuma Jadi Penonton Nasional 24 Juni 2025

    Cak Imin: Pesantren Harus Pimpin Perubahan, Tak Boleh Cuma Jadi Penonton
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Ketua Umum (Ketum) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar (
    Cak Imin
    ) mendorong
    pesantren
    untuk memimpin perubahan, bukan hanya duduk di kursi penonton.

    Pesantren
    tidak boleh hanya menjadi penonton, tetapi harus memimpin perubahan,” ujar Cak Imin.
    Hal tersebut disampaikan Cak Imin saat membuka International Conference on the Transformation of Pesantren (ICTP) di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta Pusat, Selasa (24/6/2025).
    Cak Imin menyebut, algoritma media sosial kini memengaruhi perilaku masyarakat, termasuk dalam aspek keagamaan.
    Dengan begitu, kata dia, pesantren harus bersiap menghadapi tantangan tersebut.
    Cak Imin menilai, meski pesantren memiliki ketahanan dan kemandirian, banyak yang belum memiliki daya saing kuat dalam mencetak generasi unggul.
    “Kesimpulannya pesantren itu mandiri, iya, pesantren itu memiliki daya tahan, iya, tetapi harus diakui pesantren tidak memiliki daya kompetisi yang unggul,” tuturnya.
    Cak Imin pun menyoroti belum adanya evaluasi menyeluruh terhadap program modernisasi pesantren yang pernah dijalankan, termasuk integrasi dengan sistem pendidikan unggulan dan kompetisi berbasis nilai.
    Kemudian, Cak Imin mengungkapkan kekhawatirannya terhadap sejumlah masalah yang mencoreng citra pesantren, seperti kekerasan seksual, perundungan antar santri, hingga intoleransi.
    Cak Imin berharap konferensi ini mampu memetakan potensi pesantren di bidang industri dan keilmuan.
    Dia bahkan menyebut PKB siap menjadi fasilitator antara pemerintah, pesantren, dan dunia industri, baik nasional maupun global.
    Sementara itu, Cak Imin turut menyinggung keberadaan 39.000 pesantren di Indonesia, yang menurutnya perlu diklasifikasikan secara lebih akurat, termasuk untuk mengantisipasi keberadaan pesantren palsu yang mencoreng nama baik dunia pesantren.
    “Kita harus jujur, dari jumlah itu berapa yang mandiri, berapa yang benar-benar memberikan manfaat bagi umat, bangsa, dan negara,” ujar Cak Imin.
    Adapun konferensi tersebut mengusung tema “Pesantren Berkelas Menuju Indonesia Emas: Menyatukan Tradisi, Inovasi, dan Kemandirian.” Turut hadir Ketua Dewan Syura DPP PKB Maruf Amin, Menteri Agama Nasaruddin Umar, serta mantan Ketua PBNU Said Aqil Siradj.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • UPTD PPA Jateng Terima 50 Aduan Sepanjang 2025, Mayoritas Kekerasan Seksual dan KBGO
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        24 Juni 2025

    UPTD PPA Jateng Terima 50 Aduan Sepanjang 2025, Mayoritas Kekerasan Seksual dan KBGO Regional 24 Juni 2025

    UPTD PPA Jateng Terima 50 Aduan Sepanjang 2025, Mayoritas Kekerasan Seksual dan KBGO
    Tim Redaksi
    SEMARANG, KOMPAS.com
    – Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Jawa Tengah menerima sekitar 50
    kasus kekerasan
    yang masuk melalui pengaduan langsung sepanjang tahun 2025.
    Angka tersebut belum termasuk tambahan kasus yang dirujuk dari 35 kabupaten/kota di wilayah tersebut.
    Kepala
    UPTD PPA Jateng
    , Eka Suprapti, menjelaskan bahwa data kasus
    kekerasan seksual
    hampir mencapai separuh dari total pengaduan langsung yang diterima.
    “Data kasus kekerasan seksual memang hampir separuh dari total pengaduan langsung yang masuk ke kami. Tapi jumlah keseluruhan bisa lebih banyak (dari 50) karena kami juga menangani rujukan dari luar (kabupaten/kota),” ungkapnya di kantornya pada Selasa (24/6/2025).
    Eka menyoroti bahwa kasus kekerasan seksual dan kekerasan berbasis gender online (
    KBGO
    ) masih mendominasi laporan yang diterima oleh UPTD PPA.
    “Hampir separuh pengaduan yang masuk hingga pertengahan tahun ini berkaitan dengan KBGO. Untuk kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, tren tertinggi masih kekerasan seksual dan kekerasan berbasis gender online (KBGO). Ini marak sekali,” imbuhnya.

    Menurut Eka, jenis kejahatan ini sering kali bermula dari kedekatan hubungan pertemanan di media sosial yang berkembang menjadi tindakan manipulatif atau grooming terhadap korban.
    “Dalam banyak kasus, pelaku mengajak korban, terutama anak-anak, untuk berhubungan seksual dan merekam secara diam-diam. Di samping itu, meminta korban mengirim video tubuhnya. Berikutnya rekaman itu disalahgunakan untuk mengancam atau memaksa korban mengikuti kemauan pelaku,” jelasnya.
    Eka juga menekankan bahwa penggunaan media digital tanpa pengawasan menjadi celah terjadinya kekerasan berbasis daring.
    “Kami masih sangat membutuhkan kerja sama dengan kepolisian, terutama yang kaitannya dengan siber. Karena banyak platform media sosial yang disalahgunakan,” tuturnya.
    Saat ini, kepolisian berencana membentuk satuan khusus yang menangani kejahatan siber, termasuk KBGO.
    Eka berharap langkah tersebut dapat memperkuat upaya pelacakan dan penindakan terhadap pelaku kekerasan berbasis daring.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 7
                    
                        Fadli Zon Kembali Pertanyakan Perkosaan Massal 1998: Harus Ada Fakta Siapa Korbannya
                        Nasional

    7 Fadli Zon Kembali Pertanyakan Perkosaan Massal 1998: Harus Ada Fakta Siapa Korbannya Nasional

    Fadli Zon Kembali Pertanyakan Perkosaan Massal 1998: Harus Ada Fakta Siapa Korbannya
    Tim Redaksi
    JATINANGOR, KOMPAS.com –
    Menteri Kebudayaan RI
    Fadli Zon
    kembali mempertanyakan apakah
    pemerkosaan massal
    pada 1998 benar-benar terjadi ketika merespons kritik publik soal sikapnya yang mempersoalkan istilah ‘massal’ pada pemerkosaan yang terjadi pada Mei 1998.
    Fadli menyatakan, semestinya ada fakta yang jelas mengenai pemerkosaan massal pada Mei 1998, termasuk siapa saja korbannya dan di mana saja kejadian itu terjadi.
    “Jadi itu harus ada fakta-fakta hukum, ada (bukti) akademik, jadi ada siapa korbannya, di mana tempatnya, mana kejadiannya, itu kan harus ada,” kata Fadli di Kampus IPDN Jatinangor, Jawa Barat, Selasa (24/6/2025).
    Dia mengatakan, sejarah perkosaan harus jelas sesuai dengan fakta yang ada, termasuk data-data yang telah dikumpulkan.
    Namun, Fadli menegaskan bahwa pernyataan itu adalah pandangan pribadinya atas kasus 1998 dan tidak memiliki korelasi apapun terhadap penulisan ulang
    sejarah Indonesia
    yang sedang digagas Kementerian Kebudayaan.
    “Harus ada datanya kan kita, itu pendapat saya pribadi, ini enggak ada urusannya dengan sejarah, dan boleh kan dalam demokrasi itu berbeda pendapat, kalau ada yang mempunyai bukti-bukti ini loh namanya massal,” kata Fadli.
    Fadli juga menegaskan, ia tidak memungkiri bahwa pemerkosaan memang benar terjadi pada Mei 1998.
    Namun, dia meragukan apakah peristiwa perkosaan yang terjadi pada 1998 bersifat massal.
    Politikus Partai Gerindra ini mengatakan, pengertian massal dalam kasus perkosaan massal berarti peristiwa yang sistematis.
    “Saya yakin terjadi kekerasan seksual itu waktu itu terjadi, seperti penjelasan saya terjadi, tetapi massal itu sistematis, seperti terjadi oleh tentara Jepang kepada, misalnya, Cina, itu Nanjing, oleh tentara Serbia kepada Bosnia, seperti peristiwa itu namanya massal, ada sistematik, terstruktur, dan masif,” kata Fadli.
    “Nah sekarang ada enggak (unsur terstruktur, sistematis, dan massif)? Kalau ada? Buktinya tidak pernah ada,” imbuh dia.
    Oleh sebab itu, Fadli tidak ingin terminologi pemerkosaan massal justru mencoreng wajah bangsa sendiri.
    “Kita ini enggak mau mencoreng muka kita sendiri, itu ada
    frame
    , waktu itu
    frame
    ya, termasuk dari asing menurut saya, bahwa terjadi perkosaan yang katanya massal,” ucap Fadli.
    Sebelumnya, Fadli Zon menjadi dikecam publik karena meragukan terjadinya pemerkosaan massal pada Mei 1998 dalam wawancara bersama IDN Times.
    Menurut dia, peristiwa itu hanya berdasarkan rumor yang beredar dan tidak pernah ada bukti pemerkosaan massal pada peristiwa Mei 1998.
    “Nah, ada perkosaan massal. Betul enggak ada perkosaan massal? Kata siapa itu? Itu enggak pernah ada
    proof
    -nya (bukti). Itu adalah cerita. Kalau ada, tunjukkan. Ada enggak di dalam buku sejarah itu? Enggak pernah ada,” ucap Fadli Zon dalam program Real Talk with Uni Lubis, Senin (8/6/2025).
    Setelah ucapannya menjadi buah bibir, Fadli Zon meluruskan bahwa ia tidak bermaksud menyangkal adanya perkosaan massal, tetapi meminta publik bersikap dewasa memaknai peristiwa tersebut.
    Fadli menyatakan, sejarah semestinya dilihat secara jernih, tanpa kehilangan empati dan tidak menanggalkan akal sehat.
    “Setiap luka sejarah harus kita hormati. Tapi sejarah bukan hanya tentang emosi, ia juga tentang kejujuran pada data dan fakta,” kata Fadli Zon dalam keterangannya, Selasa (17/6/2025).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Menolak Penyangkalan Sejarah Kekerasan Seksual Mei 1998

    Menolak Penyangkalan Sejarah Kekerasan Seksual Mei 1998

    Jakarta

    Sudah 27 tahun berlalu sejak tragedi kelam Mei 1998 meletus di Indonesia. Namun luka sejarah itu belum benar-benar sembuh, terlebih ketika muncul upaya untuk meragukan bahkan menghapusnya dari memori kolektif bangsa.

    Yang paling menyakitkan adalah ketika negara, lewat pernyataan pejabat setingkat menteri, secara terbuka menyangkal tragedi pemerkosaan massal terhadap perempuan Tionghoa yang terjadi dalam kerusuhan tersebut.

    Pernyataan ini bukan hanya menyakiti para penyintas, tetapi juga merobek kejujuran sejarah yang telah dirawat selama puluhan tahun oleh para relawan, akademisi, dan aktivis kemanusiaan.

    Saya menilai bahwa sikap ini bukan sekadar keliru, tetapi berbahaya. Ia tidak berdiri sendiri, melainkan berkelindan dengan proyek besar yang tengah digagas pemerintah: penulisan ulang sejarah nasional.

    Jika tidak diawasi dan dikawal secara ketat, proyek ini dapat berubah menjadi upaya sistematis untuk mengaburkan kebenaran, melemahkan demokrasi, dan memutihkan pelanggaran hak asasi manusia yang telah nyata terjadi dalam sejarah bangsa ini.

    Kekerasan Seksual Mei 1998 adalah Fakta Sejarah

    Bahkan Komnas HAM telah menegaskan bahwa kekerasan seksual dalam peristiwa tersebut merupakan bagian dari kejahatan terhadap kemanusiaan, sebagaimana didefinisikan dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000.

    Tidak hanya itu, pengakuan negara pun pernah ada. Presiden BJ Habibie saat itu mengakui secara terbuka terjadinya kekerasan seksual dan membentuk Komnas Perempuan melalui Keputusan Presiden Nomor 181 Tahun 1998.

    Penyangkalan: Luka Kedua bagi Para Penyintas

    Apa yang lebih menyakitkan dari menjadi korban adalah ketika keberadaan dan pengalamannya diragukan? Inilah yang kini dialami para penyintas kekerasan seksual Mei 1998. Mereka yang telah bertahun-tahun diam dalam trauma, kini dipaksa menanggung luka kedua: penyangkalan oleh negara.

    Padahal sebagian besar dari mereka memilih diam karena khawatir keselamatannya terancam, sebagaimana yang terjadi pada aktivis relawan mendiang Ita Martadinata dan dokter Lie Dharmawan.

    Saya menolak tegas setiap bentuk upaya penyangkalan yang dilontarkan secara sepihak oleh pejabat negara. Pernyataan semacam ini bukan hanya bentuk pembelokan sejarah, tetapi juga tindakan yang tidak berempati dan melecehkan martabat para korban.

    Sejarah tidak boleh ditulis ulang demi membela nama baik elite tertentu, apalagi jika yang dipertaruhkan adalah nasib dan penghormatan terhadap korban pelanggaran HAM berat.

    DPR Akan Bertindak

    Sebagai Wakil Ketua Komisi X DPR RI, saya menyampaikan bahwa Komisi X akan memanggil Menteri Kebudayaan untuk dimintai klarifikasi. Sebab apa yang diucapkan dalam kapasitas sebagai pejabat negara tidak bisa dianggap sebagai pendapat pribadi semata. Kementerian Kebudayaan bukan sekadar institusi pelestarian seni, tetapi juga penjaga warisan sejarah. Maka jika narasi yang dibangun adalah narasi penyangkalan, ini menandakan kegagalan mendasar dalam menjalankan mandat kebudayaan bangsa.

    Saya pun mendorong agar proses penulisan ulang sejarah nasional dilakukan secara ilmiah, terbuka, dan partisipatif. Tidak boleh ada intervensi politik yang mengarah pada penyederhanaan narasi atau peniadaan fakta-fakta penting. Sejarah Indonesia tidak bisa disajikan dalam narasi tunggal yang steril dari kritik. Justru bangsa yang dewasa adalah bangsa yang berani melihat masa lalunya dengan jujur dan penuh tanggung jawab.

    Melindungi Ingatan, Merawat Keadilan

    Sejarah bukan milik penguasa, sejarah adalah milik rakyat. Ia bukan dokumen yang bisa dihapus dan ditulis ulang semaunya, tetapi kesaksian kolektif bangsa yang dibangun dari penderitaan, perjuangan, dan pengorbanan rakyat. Kita tidak boleh membiarkan tragedi sebesar pemerkosaan massal 1998 dipelintir menjadi “isu yang belum terbukti.”

    Sebab kita tahu, bukan kurang bukti yang membuat kebenaran terlambat diakui, tapi kurangnya keberanian untuk bertanggung jawab.

    Saya mengajak semua elemen bangsa, akademisi, aktivis, penyintas, jurnalis, dan warga sipil untuk tidak berhenti bersuara. Melawan lupa adalah bagian dari tanggung jawab moral generasi hari ini terhadap generasi mendatang. Karena bangsa yang besar bukanlah bangsa yang selalu merasa suci, melainkan bangsa yang mampu berdamai dengan masa lalunya, termasuk saat itu begitu kelam.

    Lalu Hadrian Irfani. Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Fraksi PKB.

    (rdp/rdp)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Seputar Hari Internasional Penghapusan Kekerasan Seksual dalam Konflik 2025

    Seputar Hari Internasional Penghapusan Kekerasan Seksual dalam Konflik 2025

    Jakarta

    Peringatan Hari Internasional Penghapusan Kekerasan Seksual dalam Konflik jatuh pada tanggal 19 Juni setiap tahunnya. Salah satu tujuan hari internasional ini meningkatkan kesadaran akan perlunya mengakhiri kekerasan seksual yang berhubungan dengan konflik.

    Berikut serba-serbi Hari Internasional Penghapusan Kekerasan Seksual dalam Konflik 2025.

    Latar Belakang

    Mengutip dari situs PBB, kekerasan seksual terkait konflik merupakan kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan tindakan genosida berdasarkan hukum internasional, yang menimbulkan ancaman terhadap keamanan individu dan kolektif serta menghambat perdamaian abadi.

    Dampaknya sangat luas, menyebabkan trauma fisik dan psikologis hingga stigma yang dapat memengaruhi para penyintas dan keluarga mereka selama beberapa generasi. Di beberapa komunitas, para penyintas mungkin menghadapi pengucilan, yang membatasi akses mereka terhadap dukungan sosial dan sumber daya penyembuhan yang penting.

    Kekerasan seksual yang terkait konflik dapat meninggalkan trauma yang berkepanjangan bagi para penyintas dan keluarga mereka. Banyak penyintas yang tetap bungkam karena takut akan pembalasan, kurangnya dukungan, dan stigma yang diberikan kepada mereka, bukan kepada para pelaku.

    Selain itu, konsekuensinya dapat diperbesar jika kehamilan terjadi akibat kekerasan tersebut, yang berpotensi menyebabkan penolakan masyarakat lebih lanjut terhadap anak-anak yang lahir dalam situasi seperti ini. Bentuk kekerasan ini sering dikaitkan dengan kekejaman masa perang lainnya, termasuk penculikan dan perekrutan individu ke dalam kelompok bersenjata.

    Pada 19 Juni 2015, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (A/RES/69/293 menetapkan tanggal 19 Juni setiap tahunnya sebagai Hari Internasional untuk Penghapusan Kekerasan Seksual dalam Konflik. Tujuannya meningkatkan kesadaran akan perlunya mengakhiri kekerasan seksual yang berhubungan dengan konflik, untuk menghormati para korban dan penyintas kekerasan seksual di seluruh dunia, dan untuk memberikan penghormatan kepada semua mereka yang telah dengan berani mengabdikan hidup mereka dan kehilangan nyawa mereka dalam memperjuangkan pemberantasan kejahatan ini.

    Tanggal tersebut dipilih untuk memperingati pengesahan resolusi Dewan Keamanan 1820 (2008) pada tanggal 19 Juni 2008, di mana dewan mengutuk kekerasan seksual sebagai taktik perang dan hambatan bagi pembangunan perdamaian.

    Tujuan dari acara ini untuk menunjukkan solidaritas kepada para penyintas, dan mereka yang mendukung mereka, untuk menumbuhkan harapan, pengetahuan dan inspirasi saat kita menyuarakan pendapat kita: “#EndRapeInWar” .

    (kny/imk)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini